Pemberantasan Chikunguya
-
Upload
fadlan-adima-adrianta -
Category
Documents
-
view
64 -
download
0
description
Transcript of Pemberantasan Chikunguya
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Chikungunya tersebar di daerah tropis dan subtropis yang berpenduduk padat seperti
Afrika, India, dan Asia Tenggara. Di Arika, virus ini dilaporkan menyerang di Zimbabwe,
kongo, Angola, Kenya, dan Uganda. Negara selanjutnya yang terserand adalah Thailand
pada tahun 1958; Kamboja, Vietnam, Sri Lanka an India pada tahun 1964. Biasanya, demam
Chikungunya tidak berakibat fatal. Akan tetapi, dalam kurun waktu 2005-2006, telah
dilaporkan terjadi 200 kematian yang dihubungkan dengan Chikungunya di pulau Reunion
dan KLB yang tersebar luas di India, terutama di Tamil an Kerala. Ribuan kasus terdeteksi di
daerah-daerah di India dan di Negara-negara yang bertetangga dengan Sri Lanka, setelah
hujan lebat dan banjir pada bulan Agustus 2006. Di selatan India (Negara bagian Kerala),
125 kematian dihubungkan dengan Chikungunya. Pada bulan Desember 2006 dilaporkan
terjadi 3500 kasus di Maldives, dan lebih dari 60.000 kasus di Sri Lanka, dengan kematian
lebih dari 80 orang. Di Pakistan pada bulan oktober 2006 telah dilaporkan terjadi lebih dari
12 kasus Chikungunya. Data terbaru bulan Juni 2007, telah dilaporkan terjadi KLB yang
menyerang sekitar 7000 penderita di Kerala, India (Widoyono, 2005)
Angka Insidensi di Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam
Chikungunya di Samarinda tahun 1973. Pada laporan selanjutnya terjadi di Kuala Tungkal
Jambi tahun 1980, dan Martapura, Ternate, serta Yogyakarta tahun 1983. Selama hampir 20
tahun (1983-2000) belum ada laporan berjangkitnya penyakit ini, sampai adanya laporan
KLB demam Chikungunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, dan Aceh, dilanjutkan Bogor,
Bekasi, Purworejo, dan Klaten pada tahun 2002. Pada tahun 2004, dilaporkan KLB yang
menyerang sekitar 120 orang di Semarang (Widoyono, 2005).
Masalah kesehatan Chikungunya ini ternyata juga menjadi salah satu masalah utama
di Kecamatan Ngunut. Berdasarkan data yang diberikan petugas Puskesmas Ngunut yang
menangani program penanggulangan dan pengontrolan Chikungunya, didapatkan 4
tersangka kasus Chikungunya di Dusun Umbut Sewu RT02/RW01, Desa Kaliwungu,
Kecamatan Ngunut pada bulan Januari hingga Maret 2014. Beberapa kasus yang dilaporkan
antara lain ditemukan pasien atas nama Ny. Astuti (56 tahun), Tn. Supono (34 tahun), Ny.
Muntiana (28 tahun), Tn. Sujinan (49 tahun) yang menjadi tersangka kasus Chikungunya
dan tinggal di desa Kaliwungu. Oleh karena itu, perlu perhatian dan penanganan secepatnya
agar wabah ini tidak meluas.
Oleh karena itu, pengontrolan terhadap nyamuk yang menjadi vector dari virus
Chikungunya harus digalakkan. Selama ini, program pengontrolan nyamuk yang sudah ada
yaitu berupa menggalakkan 3M dan Fogging (Pengasapan). Program ini sudah cukup baik,
namun terkendala dengan hal-hal yang bersifat teknis. Menggalakkan 3M, karena program
1
ini bersifat mengubah perilaku atau kebiasaan individu untuk mencegah pertumbuhan
sarang nyamuk, maka program yang sudah cukup baik ini, terkadang masih sukar atau
malas dilakukan oleh masyarakat. Yang kedua adalah fogging, program ini cukup mahal
untuk dilakukan secara terus menerus. Menurut harian Rakyat merdeka, 20 Februari 2007,
menyebutkan bahwa di kota bandung menghabiskan 750juta untuk melakukan Fogging dan
pemberian abate di 18 kecamatan. Selain itu, dr.Emil, sekretaris IDI Jambi, dalam sebuah
harian (TribunNews, 12Desember 2012) menyatakan penggunaan fogging tidak efektif,
karena setelah fogging dilakukan tidak semua nyamuk bisa mati, dan nyamuk-nyamuk yang
bertahan ini akan menjadi lebih kebal terhadap fogging.
Sehubungan dengan masalah tersebut, penulis ingin mengusulkan mengenai
penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai alternatif dalam pengontrolan
vektor nyamuk yang secara tidak langsung juga untuk menanggulangi masalah kejadian
Chikungunya di Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut
tentang Chikungunya dan pencegahannya.
1.2.2 Apa upaya-upaya yang sudah dilakukan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan
Ngunut untuk pemberantasan nyamuk untuk menanggulangi Chikungunya.
1.2.3 Bagaimana penggunaan alat penangkap nyamuk sederhana sebagai alternatif dalam
pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus Chikungunya.
1.3 Tujuan Kegiatan
1.3.1 Meningkatkan pengetahuan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut
dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus
Chikungunya.
1.3.2 Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu
dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi kasus
Chikungunya.
1.3.3 Mengetahui manfaat penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana sebagai
alternatif dalam pemberantasan nyamuk aedes aegypti untuk menanggulangi
kasus Chikungunya.
2
1.4 Manfaat Kegiatan
1.4.1 Menambah wawasan masyarakat Desa Kaliwungu, Kecamatan Ngunut tentang
Chikungunya dan pencegahannya.
1.4.2 Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau tambahan referensi
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat.
1.4.3 Bagi penulis merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan menambah wawasan pengetahuan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Chikungunya
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), menyebutkan bahwa
Chikungunya berasal dari suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya,
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes Albopictus dengan gejala utama
demam mendadak, bintik-bintik kemerahan, nyeri sendi terutama sendi lutut dan
pergelangan kaki sehingga orang tersebut tidak dapat berjalan untuk sementara waktu.
Biasanya menyerang sekelompok orang dalam suatu wilayah tertentu.
2.1.1. Penyebab
Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk
keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti
(Depkes, 2007).
2.1.2. Gejala
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam
diikuti dengan linu di persendian. Bahkan, karena salah satu gejala yang khas adalah
timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, ada yang
menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Dalam beberapa kasus didapatkan juga
penderita yang terinfeksi tanpa menimbulkan gejala sama sekali atau silent virus
Chikungunya. Untuk lebih rinci gejala penyakit Chikungunya antara lain, yaitu (Depkes,
2007):
a. Demam. Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai mengigil dan muka
kemerahan. Panas tinggi selama 2-4 hari kemudian kembali normal.
b. Sakit persendian. Nyeri sendi merupakan keluhan yang sering muncul sebelum
timbul demam dan dapat bermanifestasi berat, nyeri, sehingga kadang penderita ”
merasa lumpuh ” sebelum berobat . Sendi yang sering dikeluhkan: sendi lutut,
pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang.
c. Nyeri otot. Nyeri bisa pada seluruh otot atau pada otot bagian kepala dan daerah
bahu. Kadang terjadi pembengkakan pada pada otot sekitar mata kaki.
d. Bercak kemerahan (ruam) pada kulit. Bercak kemerahan ini terjadi pada hari
pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam. Lokasi biasanya di
daerah muka, badan, tangan, dan kaki. Kadang ditemukan perdarahan pada gusi.
e. Sakit Kepala: sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui.
f. Kejang dan Penurunan Kesadaran. Kejang biasanya pada anak karena panas
yang terlalu tinggi, jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya.
4
g. Gejala lain. Gejala lain yang kadang dijumpai adalah pembesaran kelenjar getah
bening di bagian leher.
Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue. Pada demam
berdarah dengue terjadi perdarahan hebat, renjatan (shock) maupun kematian sedangkan
pada Chikungunya tidak, namun Chikungunya memiliki gejala nyeri sendi yang tidak terjadi
pada penderita demam berdarah dengue.
2.1.3. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan penyakit ini dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan teknik
ELISA maupun pemeriksaan virusnya (Depkes, 2007).
2.1.4. Tempat Nyamuk Berkembang Biak
Nyamuk Aedes berkembang biak di tempat penampungan air bersih didalam rumah
maupun di sekitar rumah seperti bak mandi, tempayan, vas bunga, tempat minum burung,
ban bekas, drum, kaleng, pecahan botol, potongan bambu dan lain-lain. Pada musim hujan
lebih banyak lagi tempat-tempat yang menampung air (Depkes, 2007).
2.1.5. Diagnosa
Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji
hambatan aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA. Tetapi pemeriksaan
serologis ini hanya bermanfaant digunakan untuk kepentingan epidemiologis dan penelitian,
tidak bermanfaat untuk kepentingan praktis klinis sehari-hari (Depkes, 2007).
2.1.6. Pengobatan
Menurut Depkes, 2007, demam Chikungunya termasuk penyakit yang sembuh
dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan
yang diberikan hanyalah terapi simtomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti
obat penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol. Antibiotika tidak
diperlukan pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi
sekunder tidak bermanfaat. Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan
makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak
mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar.
Pemberian vitamin peningkat daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk
penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan yang mengandung cukup banyak protein
dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan
istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga disarankan
untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat saat terjadi demam.
2.1.7. Pencegahan
Menurut Departemen Kesehatan RI, tahun 2007, cara menghindari penyakit ini adalah
membasmi nyamuk pembawa virusnya. Nyamuk ini, senang hidup dan berkembang biak di
genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan juga kaleng atau botol bekas yang
menampung air bersih.
5
Nyamuk bercorak hitam putih ini juga senang hidup di benda-benda yang
menggantung seperti baju-baju yang ada di belakang pintu kamar. Selain itu, nyamuk ini
juga menyenangi tempat yang gelap dan pengap. Mengingat penyebar penyakit ini adalah
nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk memutus rantai penularan adalah dengan
memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana sering disarankan dalam pemberantasan
penyakit demam berdarah dengue.
Insektisida yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan
malation, sedangkan themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. Malation dipakai dengan
cara pengasapan, bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti
tidak suka hinggap di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung. Namun,
pencegahan yang murah dan efektif untuk memberantas nyamuk ini adalah dengan cara
menguras tempat penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling
tidak seminggu sekali, mengingat nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai
menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari.
Halaman atau kebun di sekitar rumah harus bersih dari benda-benda yang
memungkinkan menampung air bersih, terutama pada musim hujan. Pintu dan jendela
rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar
matahari dapat masuk, sehingga terjadi pertukaran udara dan pencahayaan yang sehat.
Dengan demikian, tercipta lingkungan yang tidak ideal bagi nyamuk tersebut.
Pencegahan individu dapat dilakukan dengan cara khusus seperti penggunaan obat
oles kulit (insect repellent) yang mengandung DEET atau zat aktif EPA lainnya. Penggunaan
baju lengan panjang dan celana panjang juga dianjurkan untuk dalam keadaan daerah
tertentu yang sedang terjadi peningkatan kasus.
2.1.8. Penanganan Kasus
Bila menemukan kasus Chikungunya lakukan (Depkes, 2007) :
a. Segera laporkan ke Puskesmas/Dinas Kesehatan setempat.
b.Hindari penderita dari digigit nyamuk (tidur memakai kelambu) agar tidak
menyebarkan ke orang lain.
c. Anjurkan penderita untuk beristirahat selama fase akut.
d. Pada keadaan KLB perlu dilakukan penyemprotan/pengasapan.
e. Lakukan Pemeriksaan Jentik di rumah dan sekitar rumah.
2.1.9. Karakteristik Penyakit Chikungunya
2.1.9.1. Cara Penularan
Penyakit Chikungunya boleh dikatakan ‘bersaudara’ dengan penyakit demam dengue
dan demam dengue berdarah karena dibawa oleh pembawa yang sama yaitu nyamuk Aedes
Aegypti maupun albopictus. Masa inkubasi virus ini ialah dua sampai empat hari, sementara
manifestasinya tiga sampai sepuluh hari. Bedanya, jika virus dengue menyerang
pembuluhdarah, virus Chikungunya menyerang sendi dan tulang. Nyamuk aedes lazimnya
6
akan menggigit seseorang yang telah dijangkiti oleh virus Chikungunya dan memindahkan
darah berkenaan kepada seorang mangsa lain yang sehat (Sebastian, 2009).
Seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, penyakit ini ditularkan melalui gigitan
nyamuk yang berperan sebagai vektor/pembawa, seperti Aedes Aegypti (merupakan vektor
utama CHIKV), Aedes Albopticus yang mungkin juga berperan dalam penyebaran penyakit
di kawasan Asia. Kera dan beberapa binatang buas lainnya juga diduga dapat sebagai
perantara penyakit ini karena hewan-hewan inilah yang sebenarnya menjadi target awal
penyakit ini.
2.1.9.2. Faktor Penyebab Chikungunya
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus, yaitu Alphavirus dan ditularkan lewat
nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk yang sama juga menularkan penyakit demam berdarah
dengue. Meski masih “bersaudara” dengan demam berdarah, penyakit ini tidak mematikan.
Penyakit Chikungunya disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Sebastian, 2009).
2.1.9.3. Pencegahan dan Pengendalian Chikungunya
Satu-satunya cara menghindari gigitan nyamuk Chikungunya adalah dengan
mencegah digigit nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu bisa dilakukan pemberantasan vektor
nyamuk dewasa maupun membunuh jentik nyamuk. Pemberantasan vektor nyamuk dewasa
bisa dilakukan dengan racun serangga atau pengasapan/fogging dengan malathion
sedangkan abatisasi digunakan untuk memberantas jentik pada TPA (tempat penampungan
air). Sarang nyamuk diberantas dengan cara PSN (Sebastian, 2009).
a. Abatisasi
Tujuan abatisasi agar kalau sampai telur nyamuk menetas, jentik nyamuk tidak akan menjadi
nyamuk dewasa. Semua TPA yang ditemukan jentik Aedes Aegypti ditaburi bubuk abate
sesuai dengan dosis satu sendok makanan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air. Bubuk
abate juga dituang di bak mandi.
b. Pemberantasan Sarang Nyamuk
PSN adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk
Aedes dengan cara 3M, yaitu sebagai berikut :
1. Menguras secara teratur, terus-menerus seminggu sekali, mengganti air secara teratur
tiap kurang dari seminggu pada vas bunga, tempat minum burung, atau menaburkan abate
ke TPA
2. Menutup rapat-rapat TPA
3. Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang-barang lainnya
yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
4. Khusus di tempat pasca-kebakaran harus segera dibersihkan dari wadah-wadah yang
bisa menampung air.
7
2.1.9.4. Proteksi diri dengan salep atau gunakan kawat nyamuk
Tidak seperti nyamuk-nyamuk yang lain, nyamuk itu menggigit pada siang hari. Untuk
mencegahnya kita bisa menggunakan salep atau minyak yang dioles di bagian tubuh yang
terbuka. Selain menggunakan salep untuk mencegah gigitan nyamuk, bisa juga
menggunakan minyak sereh. Cara lain adalah dengan menggunakan kawat nyamuk di pintu-
pintu dan jendela rumah (Widoyono, 2005).
Dengan melakukan hal-hal di atas, sebenarnya sudah dilakukan perlindungan tidak
hanya pada demam Chikungunya tetapi juga demam berdarah yang lebih fatal dan
mematikan. Tidak mustahil penyakit Demam Chikungunya datang bersama-sama dengan
penyakit demam berdarah.
2.1.10. Mata Rantai Infeksi Chikungunya
Berdasarkan penjelasan oleh Widoyono, tahun 2005, penularan penyakit
Chikungunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
a. Agen
Agen dalam penyakit Chikungunya adalah nyamuk Aedes Aegypti betina (dominan)
dan Aedes Albopictus. Arbovirus famili Togaviridae genus Alpha virus, dengan perantaraan
nyamuk Aedes.
b. Reservoir
Habitat berkembang biak di genangan air bersih seperti bak mandi, vas bunga, dan
juga kaleng atau botol bekas yang menampung air bersih. Kedua, Serangga bercorak hitam
putih ini juga senang hidup di benda-benda yang menggantung seperti baju-baju yang ada di
belakang pintu kamar. Ketiga, nyamuk ini sangat menyukai tempat yang gelap dan pengap.
Mengingat penyebar penyakit ini adalah nyamuk Aedes Aegypti maka cara terbaik untuk
memutus rantai penularan adalah dengan memberantas nyamuk tersebut, sebagaimana
sering disarankan dalam pemberantasan penyakit demam berdarah dengue. Insektisida
yang digunakan untuk membasmi nyamuk ini adalah dari golongan malation, sedangkan
themopos untuk mematikan jentik-jentiknya. malation dipakai dengan cara pengasapan,
bukan dengan menyemprotkan ke dinding. Hal ini karena Aedes Aegypti tidak suka hinggap
di dinding, melainkan pada benda-benda yang menggantung.
c. Portal of exit
Penderita penyakit Chikungunya seharusnya dirawat di rumah sakit agar kondisinya
selalu dikontrol.
d. Portal of entry
Lingkungan harus dibersihkan terutama pada barang-barang yang dapat digenangi
air. Hindari gigitan nyamuk pada pagi sampai dengan sore hari karena nyamuk penyebab
Chikungunya aktif pada saat itu.
8
e. Kerentanan penjamu
Daya tahan tubuh yang lemah dan kekebalan tubuh yang lemah saat terkena gigitan
nyamuk.
2.1.11. Peran Keluarga dalam Pencegahan Chikungunya
Keluarga adalah sekumpulan orang yang memiliki hubungan melalui ikatan
perkawinan, adopsi atau kelahiran. Keluarga memiliki peran yang sangat pentingdalam
upaya pencegahan penyakit Chikungunya. Keluarga berperan dalam hal menjaga pola hidup
agar tetap bersih dan sehat. Selain itu, makanan yang dimakan pun harus memenuhi 4
sehat 5 sempurna agar tubuh tetap sehat dan tidak mudah terkena penyakit. Lingkungan
rumah pun harus bersih. Lakukan gerakan 3 M secara teratur yaitu menutup tempat
penampungan air, mengubur barang bekas agar tidak digenangi air dan menguras bak
secara teratur agar terhindar dari nyamuk penyebab Chikungunya ini (Widoyono, 2005).
2.1.12. Penanggulangan KLB Chikungunya
Penyakit Chikungunya seringkali menjadi permasalahan tersendiri jika menyerang
masyarakat, Chikungunya menjadi salah penyakit yang terjadi dengan cara KLB (kejadian
luar biasa), hal ini dikarenakan jika salah satu masyarakat terjangkit Chikungunya maka
dalam waktu dekat akan terjadi kasus yang lebih besar.
2.2. Pemberantasan Nyamuk Penular Demam Chikungunya
Pemberantasan nyamuk demam Chikungunya seperti penyakit menular lainnya,
didasarkan atas pemutusan rantai penularan. Beberapa cara untuk memutuskan rantai
penularan penyakit demam Chikungunya yaitu (Depkes, 2007):
a. Melenyapkan virus dengan cara mengobati semua penderita.
b. Solusi penderita agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang lain
c. Mencegah gigitan nyamuk/vektor.
d. Membasmi/ memberantas sarang nyamuk.
Cara yang biasa dipakai adalah memberantas sumber nyamuk, penyehatan
lingkungan ataupun chemical control. Penyehatan lingkungan merupakan cara terbaik. Untuk
mencapai tujuan ini di perlukan usaha yang terus - menerus secara berkesinambungan.
Hasil yang diharapkan memang tidak tampak dengan segera.
a. Pemberantasan Nyamuk Dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan
(fogging) dengan insektisida. Hal ini dilakukan mengingat kebiasaan nyamuk yang hinggap
di benda-benda tergantung karena itu tidak dilakukan penyemprotan di dinding rumah seperti
pada pemberantasan nyamuk penular penyakit demam Chikungunya (Depkes, 2007).
9
Insektisida yang digunakan adalah insektisida golongan organophospat misalnya
malathion dan feritrothion, pyrectic syntetic misalnya lamda sihalotrin dan parmietrin, dan
karbamat. Alat yang digunakan untuk menyemprot ialah mesin fog atau mesin ultra low
volume (ULV), karena penyemprotan dilakukan dengan cara pengasapan, maka tidak
mempunyai efek residu (Sudarmo, 2002).
Penyemprotan insektisida dilakukan interval 1 minggu untuk membatasi penularan
virus Chikungunya. Penyemprotan siklus pertama semua nyamuk mengandung virus
Chikungunya (nyamuk inaktif) dan nyamuk-nyamuk lainnya akan mati. Penyemprotan
insektisida ini dalam waktu singkat dapat membatasi penularan akan tetapi tindakan ini perlu
diikuti dengan pemberantasan jentik agar populasi nyamuk dapat ditekan serendah-
rendahnya (Sudarmo, 2002).
b. Pemberantasan Larva (Jentik)
Pemberantasan terhadap jentik A. Aegypti dikenal dengan istilah Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dilakukan dengan tiga cara yaitu kimia, biologi dan fisik.
a). Cara kimia
Cara pemberantasan jentik A. Aegypti secara kimia dengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik (larva) atau dikenal dengan abatisasi. Larvasida yang biasanya digunakan
adalah temephos. Dosis yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram (lebih kurang atau satu
sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Bentuk fisik temephos yang digunakan ialah
granula (sand granula). Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu tiga bulan
(Soedarmo, 2002).
b). Cara Biologi
Pemberantasan cara biologi dengan memanfaatkan predator alami seperti
memelihara ikan pemakan jentik misalnya ikan kepala timah, ikan gufi, ikan nila merah dan
ikan lega. Selain itu dapat pula dengan golongan serangga yang dapat mengendalikan
pertumbuhan larva (Depkes, 2007).
c). Cara Fisik
Pemberantasan cara fisik melalui kegiatan 3 M + 1 T yaitu mengubur atau
memusnahkan barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat terisinya air hujan,
menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu, menutup tempat
penampungan air, dan menelungkupkan barang – barang yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk Aedes Aegypti (Depkes, 2007).
Keberhasilan pemberantasan sarang nyamuk hanya dapat diperoleh dengan peran
serta masyarakat untuk melaksanakannya. Oleh karena itu dilakukan usaha penyuluhan dan
motivasi kepada masyarakat secara kontinu dalam waktu lama, sebab keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes, 2007).
10
2.2.1. Jenis Kegiatan Pemberantasan Nyamuk
Jenis kegiatan pemberantasan nyamuk penular demam Chikungunya meliputi:
a. Penyemprotan massal
Desa/kelurahan rawan dapat merupakan sumber penyebarluasan penyakit ke
wilayah lain. Kejadian luar biasa/wabah demam Chikungunya sering kali dimulai dari
peningkatan jumlah kasus demam Chikungunya di wilayah lain. Biasanya di desa/kelurahan
ini, pada tahun-tahun berikutnya akan terjadi kasus demam Chikungunya. Oleh karena itu
penularan penyakit di wilayah ini diperlukan segera diatasi dengan penyemprotan insektisida
dan diikuti PSN oleh masyarakat untuk membasmi jentik-jentik penular demam
Chikungunya. Penyemprotan ini dilaksanakan sebelum musim penularan penyakit demam
Chikungunya di desa rawan agar sebelum terjadi puncak penularan virus Chikungunya,
populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya sehingga KLB dapat dicegah
(Depkes, 2007).
b. Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
Pemantauan jentik berkala adalah pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat
perkembangbiakan nyamuk A. aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk yang
dilakukan di rumah dan di tempat umum secara teratur sekurang-kurangnya tiap 3 bulan
untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam Chikungunya.
c. Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pencegahan yang dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan di tempat tempat
umum dengan melaksanakan PSN meliputi:
Menguras tempat penampungan air sekurang kurangnya seminggu sekali atau
menutupnya rapat-rapat.
Mengubur barang bekas yang dapat menampung air.
Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi).
Memelihara ikan dan cara-cara lain untuk membasmi jentik.
(Soedarmo, 2002)
11
2.3 Alat Penangkap Nyamuk Sederhana
Perangkap nyamuk yang akan dijelaskan pada kali ini adalah alat penangkap
nyamuk yang ditemukan oleh Hsu Jia Chang pada tahun 2007. Alat ini merupakan sebuah
alat penangkap nyamuk yang terbuat dari botol air mineral bekas yang diisi dengan larutan
gula dan ragi yang difermentasikan. Cara kerja alat ini adalah akibat reaksi dari gula dan ragi
yang difermentasikan menghasilkan CO2. CO2 merupakan atraktan kimia yang memiliki
daya tarik terhadap serangga terutama nyamuk aedes aegypti (Kusnendar, 2013).
Berikut merupakan contoh percobaan yang dilakukan sebelumnya, oleh Hsu Jia
Chang:
Alat dan Bahan:
1. Botol plastik bekas ukuran 1,5 liter
2. Air 200mL
3. Gula merah/aren 50gr
4. Ragi 1gr
5. Lakban/solasi
6. Kertas berwarna hitam
Langkah Pembuatan:
1. Potong botol plastik di 1/3 atas. Simpan bagian atas/mulut botol.
2. Campur gula merah dengan air panas. Biarkan hingga dingin dan kemudian
tuangkan di separuh bagian potongan bawah botol.
3. Tambahkan ragi. Tidak perlu diaduk. Ini akan menghasilkan karbon-dioksida.
4. Pasang/masukkan potongan botol bagian atas dengan posisi terbalik seperti corong.
12
5. Bungkus botol dengan sesuatu yang berwarna hitam, kecuali bagian atas, dan
letakkan di beberapa sudut rumah Anda.
6. Dalam dua minggu, Anda akan melihat jumlah nyamuk yang mati di dalam botol.
(Kusnendar, 2013)
Sifat nyamuk menyukai CO2. Campuran larutan gula dan ragi merupakan fermentasi
yang akan menghasilkan gas CO2. Sehingga, nyamuk akan tertarik untuk mendatangi
larutan ini. Sedangkan warna hitam yang digunakan pada alat tersebut digunakan karena
nyamuk menyukai suasana yang gelap dan pengap, sehingga mendukung untuk
mengundang nyamuk datang. Selain itu, alat ini mengandalkan hasil proses fermentasi untuk
menghasilkan CO2, maka idealnya alat ini dipasang dengan jarak masing-masing kurang
lebih tiap 3 meter, karena bau fermentasi akan tercium pada radius tersebut. Larutan pada
alat tersebut juga harus diganti tiap 2 minggu, karena proses fermentasinya sudah berakhir
dalam rentang waktu tersebut (Kusnendar, 2013).
Hal yg harus diperhatikan, karena ini larutan gula, maka tidak hanya nyamuk yang
akan tertarik, tapi semut juga akan tertarik, oleh karena itu bisa disiasati dengan
menggunakan kapur anti semut atau menempatkan alat tersebut di piring yang berisikan air.
Alat ini juga harus dijaga dari jangkauan anak-anak (Kusnendar, 2013).
13
Penyuluhan tentang CHIKUNGUNYA dan
pencegahannya
Fogging masih menjadi pilihan utama
Angka kejadian kasus Chikungunya Tinggi
Chikungunya masih menjadi salah satu masalah utama di
kecamatan Ngunut
Pengetahuan yang kurang
Sulitnya untuk menggalakkan perilaku 3M
Mahal dan kurang efektif
Dibutuhkan alternative untuk pembarantasan nyamuk
Motivasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk
Monitoring dan Evaluasi
2.4 KERANGKA KONSEP
Kerangka Konsep
14
BAB 3
METODE DAN LANGKAH YANG DILAKUKAN
3.1. Desain
Desain mini project yang dilakukan menggunakan metode survei lapangan ke
lokasi yang telah ditentukan, dimana semua sampel yang ditetapkan diamati
langsung di lapangan dan diberi intervensi. Data dikumpulkan untuk menentukan
masalah apa yang akhirnya akan diintervensi. Hasil ditampilkan dalam bentuk
diagram dan grafik untuk membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi.
3.2. Waktu dan Tempat
Mini project dilaksanakan pada bulan Maret 2013 – Mei tahun 2014 Desa
Kaliwungu, Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung.
Tabel 1. Time Table Mini Project
Maret April Mei
I II III IV I II III IV I II III IV
Survey lapangan &
penyusunan proposal
Intervensi
Evaluasi Hasil
Penyusunan
Laporan
Presentasi
Hasil
3.3.Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua warga di wilayah kerja Puskesmas
Ngunut, Kabupaten Tulungagung.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel secara umum terbagi menjadi 2, yakni probability
sampling, dan non probability sampling. Menurut Sekaran, 2006, desain
pengambilan sampel dengan cara probabilitas dilakukan jika representasi sampel
15
penting untuk menggeneralisasikan hasil penelitian secara luas. Dalam penelitian
ini dilakukan probability sampling dengan metode simple random sampling.
Teknik ini merupakan teknik yang paling sederhana, dimana sampel diambil
secara acak tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.
Pengacakan sampel dilakukan dengan menggunakan tabel random sampel.
(Trochim, 2006).
3.4. Langkah
3.4.1. Peneliti melakukan komunikasi dengan perangkat desa dan sumber informasi
lain yang memungkinkan didapatkan informasi mengenai tingkat pengetahuan,
kesadaran serta perilaku masyarakat dan upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan
untuk menanggulangi Chikungunya khususnya pemberantasan nyamuk.
3.4.2. Peneliti kemudian melakukan pendekatan terhadap orang-orang yang pernah
atau menjadi tersangka Chikungunya.
3.4.3. Peneliti bekerjasama dengan perangkat desa melakukan perencanaan untuk
intervensi.
3.4.4. Penyuluhan yang dilakukan dengan metode group discussion dan intervensi
berupa Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.
3.4.5. Melakukan monitoring dan evaluasi
3.4.7. Hasil yang didapatkan berupa data dalam berbagai bentuk.
3.5. Penyampaian Data
Data yang didapatkan berupa profil pengetahuan masyarakat Desa
Kaliwungu, Kecamatan Ngunut mengenai CHIKUNGUNYA dan pencegahannya.
Data yang diperoleh dari data primer dari masyarakat dan data sekunder yang
diperoleh dari data Puskesmas Ngunut, perangkat desa, dan tenaga kesehatan
setempat. Data yang sudah terkumpul dibandingkan sebelum dan sesudah intervensi
dilakukan.
16
3.6. Diagram Langkah
3.7Strategi Kegiatan
Strategi yang digunakan dalam rangka memenuhi promosi kesehatan berupa
melakukan intervensi saat kegiatan rutin dengan pendekatan melalui perangkat desa dan
tenaga kesehatan setempat. Kegiatan yang dilakukan dengan penyuluhan dengan Group
Discussion dan mempraktekkan langsung cara pembuatan Alat Penangkap Nyamuk
Sederhana dengan kemasan semenarik (dengan bookllet, Simulasi, dll) dan sesederhana
(agar mudah diterapkan) mungkin, serta pemberian reward kepada peserta yang aktif,
sehingga masyarakat antusias dalam mengikuti acara promosi kesehatan ini.
3.8 Media Kegiatan
Media yang digunakan dalam intervensi ini berupa Group Discussion, Presentasi,
Video, dan Simulasi (praktek langsung) dengan bahasa yang diterima. Selain itu juga dibuat
booklet tentang Chikungunya dan pembuatan alat penangkap nyamuk sederhana agar suatu
saat, warga tetap dapat menerapkan konsep ini meskipun sudah tidak didampingi.
3.9 Tantangan
Beberapa tantangan yang didapatkan berupa, pertama, terbatasnya waktu dan dana
dalam melaksanakan program secara holistik meliputi seluruh faktor resiko. Kedua,
perbedaan tingkat pendidikan antar warga menyebabkan sulitnya menyatukan dalam satu
pandangan dan metode. Ketiga, kurangnya antusiasme warga untuk mengikuti penyuluhan,
17
Data Sekunder ( Data Puskesmas Ngunut)
Data Sekunder (Profil desa Kaliwungu dan data tenaga kesehatan setempat)
Data Primer (Sampel)
Pendekatan Komunitas
Penentuan Masalah
Intervensi
Penyuluhan dengan Group Discussion + Simulasi Pembuatan ALPENDER
Evaluasi
sehingga perlu diberikan sesuatu yang menarik, yang tidak ada pada penyuluhan-
penyuluhan sebelumnya.
3.10Sistem Evaluasi
Berbagai kegiatan terdiri atas penyuluhan Chikungunya dan pencegahannya dengan
Group Discussion dan Praktek Pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana. Kegiatan-
kegiatan tersebut akan dilaksanakan sesuai rencana kegiatan yang telah ditentukan
berdasarkan metode dan strategi yang telah dijelaskan sebelumnya. Berikut pada tabel akan
dijelaskan sistem evaluasi pada masing masing kegiatan intervensi warga
Tabel 11. Sistem Evaluasi Kegiatan Intervensi
KEGIATAN TOLAK UKUR
Survei Pendahuluan untuk mengetahui
upaya-upaya yang dilakukan masyarakat
untuk pemberantasan nyamuk
Didapatkan data-data yang lengkap
tentang perilaku yang menjadi factor resiko
dan upaya-upaya yang dilakukan
Penyuluhan tentang CHIKUNGUNYA dan
pencegahannya dengan Group
Discussion
Pretest dan posttest
Jumlah kehadiran
Dinilai keaktifan saat penyuluhan dan
Diskusi grup
Simulasi Pembuatan Alat Penangkap
Nyamuk Sederhana
Role plays
Jumlah kehadiran dalam setiap kegiatan
Dinilai keaktifan untuk melakukan praktek
dengan benar dan sistematis
Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk
Sederhana
Jumlah warga yang menggunakan Alat
Efektifitas alat untuk menangkap nyamuk
(1-2 minggu pasca intervensi)
18
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Survei Pendahuluan
Waktu Pelaksanaan : 12 April 2014
Tempat : Puskesmas Ngunut, Balaidesa Kaliwungu, dan Lingkungan
desa Kaliwungu
Sasaran : Petugas pemegang program di PKM ngunut, Kepala Desa
Kaliwungu, dan warga desa Kaliwungu.
Tujuan Kegiatan :
1. Mengetahui upaya dan atau program yang ada di puskesmas dalam mencegah
penyebaran kasus chikungunya.
- Mengetahui adanya program pengawas jentik.
- Mengetahui adanya program pem-foggingan secara berkala.
- Mengetahui adanya program penyuluhan tentang chikungunya dan PSN.
2. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu
dalam mencegah penyebaran penyakit chikungunya.
- Mengetahui kebersihan misalnya berapa minggu sekali menguras bak mandi,
mengganti air vas bunga atau wadah apapun yang dapat menampung air,
bagaimana kondisi saluran air, apakah pernah dilakukan kerja bakti,
kebersihan warga untuk membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas
yang berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk, perilaku masyarakat apakah
sering menggantung baju di belakang pintu.
- Mengetahui tentang penggunaan Selambu, repellent dan abate.
- Apakah pernah dilakukan fogging, berapa kali dilakukan fogging.
Pencapaian hasil :
1. Program yang ada di Puskesmas Ngunut dalam mencegah penyebaran penyakit
chikungunya adalah Pengawas Jentik Berkala (JUMANTIK) yang di ambil dari warga
desa tersebut. Program ini cukup efektif, karena begitu ada kemungkinan
pertumbuhan jentik, akan segera dapat diketahui oleh pihak puskesmas dan
mendapatkan intervensi. Warga yang ditunjuk menjadi pengawas jentik juga akan
mendapatkan kompensasi setiap melaporkan adanya pertumbuhan jentik. Namun
karena terkendala masalah anggaran biaya, akhirnya program ini kurang berjalan
dengan baik. Untuk jadwal dilakukannya fogging dan penyuluhan tentang
chikungunya dan PSN, hanya dilakukan secara insidental.
19
2. Upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat desa Kaliwungu dalam mencegah
penyebaran penyakit chikungunya.
- Berdasarkan informasi yang didapatkan dari beberapa warga yang
diwawancarai secara acak, didapatkan kebiasaan menguras bak mandi saat
mulai terlihat kotor kira-kira sekitar 2-3 minggu sekali. Kesadaran warga untuk
membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas yang berpotensi untuk
menjadi sarang nyamuk juga masih kurang. Perilaku masyarakat untuk
menggantung pakaian di belakang pintu juga kadang masih dilakukan.
- Kondisi saluran air yang ada di desa Kaliwungu juga tidak mengalir dengan
baik. Sehingga, terdapat pertumbuhan jentik nyamuk. Untuk program kerja
bakti berdasarkan informasi dari bapak Bambang, selaku Kepala Desa di
Kaliwungu, kerja bakti kadang dilaksanakan, tetapi untuk jadwal rutin masih
belum ada.
- Penggunaan Selambu sudah jarang sekali dilakukan.
- Beberapa warga mengaku masih suka menggunakan repellent
- Pemakaian abate untuk membunuh jentik nyamuk masih sedikit sekali yang
melakukan. Jika berdasarkan informasi dari petugas puskesmas, jika terjadi
kasus, kemudian dilakukan PE (penyelidikan epidemiologi), baru dilakukan
pemberian Abate.
- Fogging pernah beberapa kali dilakukan di desa Kaliwungu. Pada bulan Maret
yang diinisiasi oleh kepala desa dan pada bulan April dari Dinas kesehatan.
20
4.2.Penyuluhan dan Pengukuran Tingkat Pengetahuan Tentang Chikungunya dan
Pemberantasan Sarang Nyamuk
Waktu Pelaksanaan : 26 April 2014
Tempat : Rumah Kader Kesehatan Desa Kaliwungu
Peserta : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu
Sasaran kegiatan : Warga Desa Kaliwungu
Tujuan Kegiatan :
1. Mengetahui tingkat pengetahuan warga desa Kaliwungu tentang chikungunya
dan PSN.
2. Memberi informasi kesehatan tentang penyakit Chikungunya, cara penularan,
pengobatan, dan cara pencegahannya.
3. Memaparkan informasi tentang faktor resiko yang didapat dari survei
pendahuluan dan menyarankan warga untuk mulai mengubah perilaku yang
menjadi faktor resiko tersebut untuk mencegah penyebaran penyakit chikungunya
di Desa Kaliwungu.
Pencapaian hasil :
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan penyuluhan tentang
penyakit Chikungunya, cara penularan, pengobatan, dan cara pencegahannya
dilakukan pre dan post test yang terdiri dari 5 soal. Peserta digolongkan dalam kategori
pengetahuan baik bila mencapai skor ≥70 dan dikategorikan pengetahuannya kurang
bila skornya < 70. Sebelum dilakukan penyuluhan hasilnya adalah 60% peserta
pengetahuannya kurang dan 40% peserta pengetahuannya baik. Setelah pelaksanaan
penyuluhan didapatkan peningkatan jumlah peserta yang pengetahuannya baik yaitu
sebesar 90% dan peserta yang pengetahuannya kurang yaitu sebesar 10%.
21
Perbandingan dan Diagram Hasil Nilai Pretest dan Post test
Gambar Diagram Perbandingan Nilai Pre
Test dan Post test Peserta Penyuluhan
22
No Nama Peserta Nilai Pretest
1 Umi Khusnul 60
2 Ade Trifena 60
3 Evi 70
4 Kurnia 50
5 Sulistyarini 60
6 Erna
Kushariat 70
7 Surati 70
8 Sunarti 60
9 Siti Musrikah 70
10 Anik Winarni 70
11 Dina Setya 80
12 Yuliani 60
13 Eka Retnowati 50
14 Sulastri 60
15 Wiwik 70
16 Siti Maryam 70
17 Sudarwati 40
18 Nikmatul 60
19 Sri Esti 50
20 Isniar 50
No Nama Peserta Nilai Post test
1 Umi Khusnul 90
2 Ade Trifena 80
3 Evi 100
4 Kurnia 70
5 Sulistyarini 80
6 Erna Kushariat 100
7 Surati 90
8 Sunarti 80
9 Siti Musrikah 90
10 Anik Winarni 90
11 Dinaa Setya 100
12 Yuliani 80
13 Eka Retnowati 80
14 Sulastri 90
15 Wiwik 100
16 Siti Maryam 90
17 Sudarwati 60
18 Nikmatul 80
19 Sri Esti 80
20 Isniar 60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 200
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Pre TestPost Test
Analisis keberhasilan
- Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:
Kegiatan diikuti secara tertib oleh seluruh peserta penyuluhan yaitu
sebanyak 20 orang kader.
Jumlah peserta yang hadir ini sudah memenuhi 50% target (dari
jumlah total kader kesehatan didesa Kaliwungu yaitu 30orang)
Antusiasme peserta terhadap materi yang diberikan cukup baik, hal ini
dikarenakan penyajian materi yang mudah dimengerti, bahasa yang
digunakan adalah bahasa sehari-hari, dan penyajiannya menarik
dengan booklet dan presentasi kepada tiap peserta.
Pemateri menggunakan teknik diskusi dengan penjelasan singkat dan
lebih banyak menggali pengetahuan dan pengalaman peserta dengan
memberi pertanyaan mengenai materi yang telah diberikan, kemudian
dilanjutkan sesi tanya jawab.
Penyuluhan yang diberikan dapat diterima dengan baik oleh hampir
semua peserta, hal ini dibuktikan dari data yang diperoleh bahwa
terjadi peningkatan grafik perbandingan nilai pretest dan post test
peserta.
23
4.3 Simulasi Pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana
Waktu Pelaksanaan : 26 April 2014
Tempat : Rumah Kader Kesehatan Desa Kaliwungu
Peserta : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu
Sasaran kegiatan : Warga Desa Kaliwungu
Tujuan Kegiatan :
1. Memberikan informasi tentang cara pembuatan, mekanisme kerja, dan
hal yang harus diperhatikan dari Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.
2. Melakukan simulasi pembuatan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana.
Manfaat Kegiatan :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang cara pembuatan, mekanisme kerja,
dan hal yang harus diperhatikan dari Alat Penangkap Nyamuk
Sederhana.
2. Membuat peserta lebih terampil jika harus membuat Alat Penangkap
Nyamuk Sederhana secara mandiri.
Pencapaian hasil :
Pada sesi kali ini peserta penyuluhan melakukan simulasi pembuatan Alat
Penangkap Nyamuk Sederhana. Evaluasi dalam proses simulasi ini diukur
dengan beberapa parameter kualitatif yang dibuat oleh peneliti, antara lain:
1. Antusiasme
24
Seluruh peserta simulasi memiliki antusiasme yang tinggi saat simulasi.
Para peserta banyak mengajukan pertanyaan tentang mekanisme kerja,
cara pembuatan, dan hal yang harus diperhatikan tentang alat penangkap
nyamuk tersebut.
2. Keterampilan yang sistematis
Perserta dapat melakukan simulasi pembuatan Alat Penangkap Nyamuk
Sederhana secara sistematis sesuai dengan langkah-langkah yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3. Kerapian hasil alat yang dibuat
Beberapa alat yang dihasilkan dari simulasi yang dilakukan oleh peserta,
sebagian ada yang rapi, dan sebagian lainnya juga ada yang masih
kurang rapi, namun tidak membuat alat kehilangan fungsinya.
Analisis tingkat keberhasilan program :
Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:
Kegiatan diikuti oleh peserta yang aktif dan antusias.
Hasil evaluasi proses pembuatan Alat Penangkap Nyamuk yang
disimulasikan oleh peserta dinilai baik. Hal tersebut dibuktikan dengan
peserta mampu membuat Alat Penangkap Nyamuk secara mandiri,
dengan cara yang sistematis dan sesuai langkah-langkah yang
dijelaskan sebelumnya.
Selain itu, juga dapat dilihat dari sebagian besar alat yang dihasilkan,
berhasil dibuat secara rapi seperti yang dicontohkan oleh peneliti.
Dengan ini diharapkan setelah ini, peserta simulasi dapat mencoba
membuat sendiri dirumah Alat Penangkap Nyamuk Sederhana
tersebut.
25
4.4 Evaluasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk Sederhana
Waktu Pelaksanaan : 6 Mei 2014
Tempat :Rumah Kader Kesehatan
Peserta : Kader Kesehatan yang telah membuat Alat Penangkap
Nyamuk pada simulasi sebelumnya.
Sasaran kegiatan : Kader Kesehatan Desa Kaliwungu
Tujuan Kegiatan : Evaluasi Penggunaan Alat Penangkap Nyamuk
Sederhana yang telah dibuat oleh Kader Kesehatan Desa
Kaliwungu.
Manfaat Kegiatan : Mengetahui apakah Alat Penangkap Nyamuk Sederhana
dapat berfungsi untuk menangkap nyamuk yang secara
tidak langsung untuk mengurangi penyebaran penyakit
chikungunya yang ada di Desa Kaliwungu.
Pencapaian hasil :
Dalam evaluasi ini, peneliti fokus untuk melakukan evaluasi terhadap
fungsi dari alat yang telah dibuat oleh kader kesehatan saat simulasi pembuatan
Alat Penangkap Nyamuk Sederhana. Evaluasi dilakukan setelah 1-2minggu alat
tersebut digunakan. Evaluasi diukur melalui beberapa parameter kualitatif yang
dibuat oleh peneliti. Berikut adalah parameter evaluasi untuk alat penangkap
nyamuk sederhana:
26
1. Jika Jumlah Nyamuk yang ditangkap >10ekor nilainya 100, 5-9
ekor nilainya 75, <5ekor nilainya 50.
2. Pendapat subjektif kader dan keluarga bahwa nyamuk tidak
dirasakan samasekali bernilai 100, nyamuk berkurang bernilai 75,
tidak ada perbedaan 50.
3. Kader membuat alat penangkap nyamuk tambahan, selain yang
dibuat saat simulasi. Kader membuat alat tambahan bernilai 100,
Hanya menggunakan alat yang dibuat saat simulasi bernilai 75,
dan pasien tidak menggunakan alat yang dibuat bernilai 50.
PENILAIAN ALAT PENANGKAP NYAMUK
No Nama Kader
PARAMETER PENILAIAN
1 (Jumlah
nyamuk)
2 (Pendapat
Subektif)
3
(Penggunaan
alat)
Nilai Rata-
rata
1 Umi Khusnul 75 75 75 75
2 Ade Trifena 50 50 75 58
3 Evi 75 75 75 75
4 Kurnia 75 75 100 83
5 Sulistyarini 50 50 75 58
6 Erna Kushariat 75 75 100 83
7 Surati 50 50 75 58
8 Sunarti 75 75 75 75
9 Siti Musrikah 75 75 75 75
10 Anik Winarni 75 75 75 75
11 Dina Setya 50 75 75 66
12 Yuliani 50 50 75 58
13 Eka Retnowati 75 75 100 83
14 Sulastri 50 50 75 58
15 Wiwik 50 75 75 66
27
16 Siti Maryam 50 50 75 58
17 Sudarwati 75 75 100 83
18 Nikmatul 50 50 75 58
19 Sri Esti 50 50 75 58
20 Isniar 75 75 75 75
* Hasil berarti baik jika nilai rata-rata ≥ 75
Analisis Tingkat Keberhasilan:
Program ini dinilai cukup berhasil karena beberapa faktor:
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa, dari 20 alat yang digunakan, 10
alat mendapatkan nilai rata-rata ≥75, 10 alat mendapatkan nilai rata-
rata <75. Artinya 50% menunjukkan hasil yang baik.
Analisis Kekurangan:
Pemanfaatan alat, memang masih belum maksimal, karena seharusnya
alat digunakan dengan jarak tiap 3 meter (memakasimalkan hasil
fermentasi).
DOKUMENTASI SAAT EVALUASI ALAT PENANGKAP NYAMUK
SEDERHANA
28
BAB 5
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari pihak puskesmas,
didapatkan permasalahan komunitas berupa wabah Chikungunya di desa
Kaliwungu. Setelah dilakukan survei pendahuluan di desa kaliwungu, diketahui
terdapat beberapa perilaku yang menyebabkan atau memperburuk
permasalahan tersebut. Beberapa perilaku tersebut antara lain kebiasaan jarang
menguras bak mandi, tidak membuang atau mengubur kaleng dan botol bekas
yang berpotensi untuk menjadi sarang nyamuk, menggantung pakaian di
belakang pintu, dan lain sebagainya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
pengetahuan dari warga desa yang masih kurang, tentang penyakit, cara
penularan, dan pencegahan Chikungunya. Adapun upaya-upaya yang telah
dilakukan oleh masyarakat desa kaliwungu antara lain dengan menggunakan
repellent, penggunaan selambu walaupun sudah jarang dilakukan, dan fogging
yang sudah dilakukan pada bulan Maret dan April.
30
Karena permasalahan diatas, peneliti menyarankan beberapa intervensi.
Yang pertama, dengan memberikan penyuluhan dan diskusi tentang Penyakit
chikungunya, bagaimana penularan dan cara pencegahannya. Sehingga, setelah
ini, masyarakat diharapkan mampu mengubah perilaku seperti yang disebutkan
diatas, yang menyebabkan pertumbuhan nyamuk atau penyebaran chikungunya
makin bertambah luas. Yang kedua, dengan menyarankan penggunaan alat
penangkap nyamuk sederhana. Dengan ini, diharapkan mampu memberikan
alternatif terhadap pemberantasan nyamuk.
Berdasarkan hasil evaluasi pada intervensi yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan masyarakat desa kaliwungu tentang penyakit
dan pencegahan chikungunya meningkat, ditandai dengan peningkatan hasil
yang signifikan dari nilai pretest dan post test saat penyuluhan dan diskusi.
Kesimpulan kedua, hasil evaluasi alat penangkap nyamuk sederhana,
menunjukan bahwa, 50% alat penangkap nyamuk yang digunakan, mendapat
nilai yang baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa alat ini bisa digunakan
sebagai alternative untuk pemberantasan nyamuk dan mengurangi penyebaran
Chikungunya.
5.2 Saran
Pengetahuan yang telah disampaikan saat penyuluhan dan diskusi, harus
disebarkan ke masyarakat lainnya. Karena jika hanya sebagian orang (kader
kesehatan saja), maka penyebaran nyamuk tetap terjadi karena masih banyak
masyarakat yang belum mengerti. Kemudian untuk penggunaan alat penangkap
nyamuk sederhana, harus disesuaikan dengan aturan, agar hasil yang
didapatkan menjadi optimal.
Saran untuk puskesmas, untuk tetap melakukan follow up kepada kader
kesehatan yang telah mendapatkan pengetahuan tentang chikungunya dan alat
penangkap nyamuk sederhana. Selain itu, untuk terus menggalakkan program
untuk pengawas jentik, agar bisa mengurangi pertumbuhan dan penyebaran
nyamuk.
Saran untuk desa, advokasi pada perangkat desa agar menjalankan
program yang dapat mengurangi penyebaran nyamuk didesa kaliwungu.
Misalnya, kerja bakti di lingkungan desa dan pembagian bubuk abate.
31
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit UI. Jakarta
Chen LC, Lei HY, Liu CC, Shiesh SC, Chen SH, Liu HS. 2006. Correlation of Serum Levels of Macrophage Migration Inhibitory Factor with Disease Severity and Clinical Outcome in Dengue Patients. Am J Trop Med Hyg. 74(1): 142-7
Depkes, 2009. Waspadai Demam Chikungunya. Jakarta.
Http://www.depkes.go.id/index.php/491-waspadai-demam-
Chikungunya.html. Diakses tanggal 28 Februari 2014.
Direktorat Jenderal P2PL DepKes RI. Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009.
Freedman DO, Weld LH, Kozarsky PE, Fisk T, Robins R, von Sonnenburg F. 2006. Spectrum of Disease and Relation to Place of Exposure among Ill Returned Travellers. N Engl. J Med. 354(2):119-30
Kusnendar, 2013. Mengusir Nyamuk Secara Alami dan Aman bagi Kesehatan.
Medical news. 2009. Apa itu Chikungunya.
Http://www.news-medical.net/health/What-is-Chikungunya-
%28Indonesia%29.aspx. Diakses tanggal 28 Februari 2014
32
Rothman AL. 2004. Dengue: Defining Protective versus Pathologic Immunity. J Clin Invest. 113(7): 946-51
Soedarmo, P; Gama H; S.H,Sri Rezeki , Ed. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed. Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sebastian MR, Lodha R, Kabra SK. 2009. Chikungunya Infection. Indian Journal,
volume 76-February 2009. http://www.springerlink.com. Diakses tanggal
28 Februari 2014
Trochim, W. 2006. Probability Sampling. (online, http://socialresearchmethods.net, diakses tanggal 18 Maret 2014)
WHO, 2007. What is Chikungunya fever?.http://www.who.int/features/qa/63/en/.
Diakses tanggal 1 Maret 2014.
WHO, 2008. Chikungunya. WHO Media Centre.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/en. diakses tanggal 28
Februari 2014.
Widoyono, 2005. Penyakit Tropis (Epidimiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya). Erlangga: Jakarta.
33