Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan
-
Upload
adi-sucipto -
Category
Documents
-
view
249 -
download
7
description
Transcript of Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan
![Page 1: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/1.jpg)
1
Pembentukan dan Differensiasi
Kuning Telur Ikan
Adi Sucipto
I. PENDAHULUAN
Kuning telur atau yolk atau disebut juga deutoplasma merupakan bahan
makanan cadangan telur. Bahan makanan ini dilindungi oleh membran yang
disebut yolk sac. Pembentukan kuning telur merupakan salah satu bagian penting
dalam proses pematangan gonad dan ovulasi pada ikan betina. Oleh karenanya,
maka tulisan ini diawali dengan kupasan secara singkat proses tersebut dan
perbedaan mendasar antar keduanya. Dengan gambaran tersebut, akan terlihat
posisi vitelogenesis secara lugas.
Vitellogenesis, dicirikan oleh bertambah banyaknya volume sitoplasma
yang berasal dari luar sel, yakni kuning telur atau vitelogenin, oleh karena itu
maka kualitas telur sangat ditentukan selama proses tersebut
berlangsung. Beberapa faktor seperti kualitas pakan, lingkungan dan aktifitas
hormon sangat berperan untuk menunjang keberhasilan proses tersebut (Fujaya,
2004). Penelitian pada ikan medaka (Oryzias latipes) menunjukkan bahwa cahaya
dan suhu berpengaruh terhadap kualitas telur dan interval pemijahan (Kogera et
al., 1999).
II. VITELLOGENESIS
Selama proses vitelogenesis akan terjadi penambahan ketebalan pada zona
radiata, sel-sel granulosa dan teka. Sel-sel teka inilah yang nanti bertanggung
jawab dalam sintesis 17α-Hidroksiprogesteron dan testosteron. Oleh sel-sel
granulosa, hormon tersebut diubah menjadi 17α, 20β-dihidroksi-4-pregnen-3-one
(17,20-P) dan estradiol-17β. Sirkulasi estradiol-17β mengatur pengembangan
beberapa gen vitelogenin (Vg) (Fujaya, 2004).
Vitelogenesis dan diferensiasi oosit diawali dengan adanya sinyal
lingkungan seperti hujan, perubahan suhu atau katersedian substrat untuk
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html
![Page 2: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/2.jpg)
2
penempelan telur yang diterima oleh sistem syaraf pusat dan diteruskan ke
hipotalamus. Hipotalamus akan merespon sinyal tersebut dengan melepaskan
GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon) yang bekerja di kelenjar
hipofisis. Selanjutnya kelenjar hipofisis akan melepaskan hormon gonadotropin I
yang bekerja di lapisan teka pada oosit (Zairin, 2003). Penulis lain menamakan
hormon tersebut dengan GTH I (Tang dan affandi, 2006) atau Yaron dan Siva
(2006) menyebutnya sebagai follicle stimulating hormone (FSH). Bahkan secara
spesifik, Tang dan Affandi (2006) menjelaskan bahwa penamaan GTH berlaku
untuk ikan, sedangkan FSH berlaku untuk tetrapoda. Bagi penulis, keduanya tidak
berbeda; GTH I dapat disebut juga FSH. Dan dalam perkembangan telur
berikutnya, GTH II dapat disebut juga luteinizing hormone (LH). Yang diperlukan
adalah konsistensi dalam memberikan nama dan dalam penggunaannya.
Gambar 1. Aktifitas hormon dalam vitelogenesis, pematangan akhir dan ovulasi pada proses reproduksi ikan (Saya gambar ulang dari Yaron dan Sivan, 2006)
Akibat kerja hormon gonadotropin I, lapisan teka akan mensintesis
testosteron dan di lapisan granulosa, testosteron akan diubah menjadi estradiol-
17β oleh enzim aromatase. Estradiol-17β akan merangsang hati untuk mensintesis
vitelogenin yang merupakan bakal kuning telur. Melalui aliran darah, vitelogenin
akan diserap secara selektif oleh lapisan folikel oosit (Zairin, 2003; Yaron dan
Sivan, 2006). Proses inilah yang dikenal dengan vitelogenesis, sedangkan proses
selanjutnya adalah pematangan akhir yang di dalamnya terjadi pergerakan inti
telur ke tepi, peleburan inti atau germinal vesicle break down (GVGD) dan
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html
![Page 3: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/3.jpg)
3
ovulasi yang ditandai dengan pecahnya lapisan folikel dan keluarnya telur ke
dalam rongga ovari (Zairin, 2003; Santos, et al., 2005; Yaron dan Sivan, 2006)
(Gambar 1). Pada udang, prosesnya tersaji dalam Gambar 2 (Zairin, 2006).
Gambar 2. Aktifitas hormon dalam vitelogenesis pada udang (Zairin, 2006)
Perkembangan telur dapat ditelusuri melalui analisis histology karena dapat
mengetahui tahapan vitelogenesisnya, seperti yang telah dilakukan oleh Santos et
al. (2005)pada ikan Characiform, oligosarcus hepsetus yang berasal dari waduk di
Brazil. Oogenesis atau perkembangan telur dimulai dengan berkembangnya oosit
sebagai hasil dari perkembangan karakter-karakter pada sel-sel
germinatif. Terdapat delapan fase perkembangan oosit yang diamati pada betina
O. hepsetus (Gambar 3). Gambaran lainnya juga telah diteliti oleh peneliti lain,
seperti pada ikan lele (Clarias gariepinus) (Graaf dan Janssen, 1996).
Fase I: oogonia (Gambar 3A). Sel-selnya berbentuk oval dan berukuran kecil (7.5-
10 μm). Pada saat ini terlihat adanya nucleolus kromatin (cn) dan tahap
awal perinukleolus (ep).
Fase II: oosit nucleolus kromatin (Gambar 3A). Pada fase ini terdapat sedikit
sitoplasma, dan posisi inti sudah mulai nampak. Oosit sudah berukuran 20-
30 μm.
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html
![Page 4: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/4.jpg)
4
Fase III: tahap awal oosit perinukleolus (Gambar 3A). Pada fase ini, ukurannya
sudah bertambah menjadi 38-48 μm dan sudah mempunyai sitoplasma
basofil dan membrane sel yang disebut karioteka.
Fase IV: tahap akhir oosit perinukleolus. Oosit berukuran 69-85 μm.
Gambar 3. Analisa jaringan ovari O. hepsetus untuk menunjukkan perkembangan oosit dan folikel post-ovulatori. (A) Oogonia (panah), tahap nukleolus kromatin (cn), tahap awal perinukleolus (ep), skala bar = 30 μm. (B) Tahap vesikel oosit, menunjukkan adanya vesikel kuning telur (panah), nukleolus (n), skala bar = 30 μm. (C) Oosit vitellogenik, kortical alveoli (ca), nukleus (n), skala bar = 250 μm. (D) Folikel post-ovulatory (pof), sel follikel (f), zona radiata (z), globula kuning telur (yg), skala bar = 30 µm. (E) Oosit matang , sel follikel (f), zona radiata (z), globula kuning telur (yg), skala bar = 30 μm. (F) Follikel menunjukkan atresia dengan permulaan zona radiata hingga deteriorat (panah), skala bar = 250 µm.
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html
![Page 5: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/5.jpg)
5
Fase V: vesikel kuning telur (Gambar 3B). Oosit berukuran 195-210 μm, bentuk
nucleus tidak beraturan dan posisi nukleoli berada di zona
peripheral. Zona radiata atau korion, berada antara oosit dan sel folikel.
Fase VI: vitelogenesis (Gambar 3C). Oosit berukuran antara 570-750 μm dan
menunjukkan adanya deposisi ekstra-vesikular kuning telur didalam zona
radiate. Nukleus mempunyai garis tepi yang tidak beraturan dan
mengandung beberapa nucleolus periferikal.
Fase VII: oosit vitellogenik (matang) (Gambar 3E). Ukuran sel ovari menjadi
(850-1020 μm) dan mempunyai granula protein kuning telur (protein
vitellus) dan vesikel kortikal (lipid vitellus). Ukuran vesikel kuning telur
bertambah, demikian juga dengan granula kuning telur.
Fase VIII: folikel post-ovulatory (Gambar 3D). Setelah matang, folikel pecah dan
oosit dilepaskan. Peneliti lain menyebutkan tahap ini dengan istilah GVBD
(germinal vesicle break down) (Zairin, 2003).
Setelah itu, folikel mengalami atresia (Gambar 3 F). Bentuknya tidak
beraturan akibat dari pecahnya zona radiate atau korion yang diakhiri dengan
proses fagositosis.
III. SINTESIS DAN TRANSPORTASI VITELOGENIN
Selama perkembangan oosit, vitelogenin (Vg) disintesis di hati dibawah
rangsangan hormon estrogen. Sekresi vitelogenin diairkan melalui aliran darah
dalam bentuk persenyawaan dengan Ca2+ (Yaron dan Sivan, 2006). Pada beberapa
spesies, rangsangan hormon estrogen (seperti estradiol-17β) dapat menyebabkan
peningkatan konsentrasi plasma dari vitelogenin (prekursor protein kuning telur
yang diproduksi oleh hati), tetapi tidak menyebabkan bergabungnya vitelogenin
ke dalam butiran kuning telur dengan oosit (Davy dan Chouinard dalam Tang dan
Affandi, 2006).
Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama
dari oosit yang sudah tumbuh dan dihasilkan di hati. Vitelogenin ini berupa
glikoposfoprotein yang mengandung kira-kira 20% lemak, terutama posfolipid,
trigliserida dan kolesterol. Bobot molekul vitelogenin berkisar antara 200 kDa
pada ikan salmon (Tang dan Affandi, 2006).
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html
![Page 6: Pembentukan Dan Differensiasi Kuning Telur Ikan](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022081803/5571f8f149795991698e7143/html5/thumbnails/6.jpg)
6
Vitelogenin ikan mengandung sejumlah gugus fosfat, beberapa
diantaranya berupa fosfor protein yang diendapkan sebagao posvitin. Berbeda
dengan kandungan fosfat, kandungan lipid pada ikan biasanya sekitar dua kali
lebih banyak dibanding kelompok hewan vertebrata lainnya. Kandungan lipid
sekitar 20% berdasar bobot ikan, tergantung pola hidup dan kebiasaan makannya.
Ikan mas koki mempunyai kandungan lipid 21%, sedangkan pada rainbow trout
dan sea trout masing-masing 21% dan 19% (Tang dan Affandi, 2006).
Material lipida yang kemudian membentuk lipovitelin kuning telur ini
dapat digolongkan sebagai polar lipid/lipida kutub. Pada vitelogenin rainbow
trout, lipida kutub menyusun sampai 82% dari total vitelogenin (Tang dan
Affandi, 2006).
PUSTAKA
de Graaf, G and Janssen, H. Artificial Reproduction and Pond Rearing of the African Catfish Clarias Gariepinus in Sub-Saharan Africa - A Handbook. Fisheries technical paper. FAO. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Ding, J.L. 2005. Vitellogenesis and vitellogenin uptake into oocytes (molecular aspects of fish and marine biology-vol. 4). P: 254-276. In: Hormones and their receptors in fish reproduction, Melamed, P., and Sherwood, N., (Eds.). World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore.
Hadadi, A., Mundayana, Y., Pogram, Supriatna, T., Ridwan, E., dan Setyorini. 2004. Rekayasa formulasi pakan induk dan benih ikan mas (cyprinus carpio). Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi
Kogera, C.S., Teha, S.J., and Hinton, D.E. 1999. Biology of Reproduction, 61: 1287-1293. Society for the Study of Reproduction, Inc.
Santos, R. N., Andrade, C. C., Santos, A. F. G. N., Santos, l. N. and Araújo, F. G. 2005. Hystological analysis of ovarian development of the characiform Oligosarcus hepsetus (cuvier, 1829) in a brazilian reservoir. Braz. J. Biol., 65(1): 169-177
Zairin, M., Jr. 2003. Endokrinologi dan peranannya bagi masa depan perikanan Indonesia. Orasi ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Fisiologi Reproduksi dan Endokrinologi Hewan Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 71 halaman.
http://www.adisucipto.com/aquatika/pembentukan-dan-diferensiasi-kuning-telur-ikan.html