PEMBELAJARAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT - HENDRA … file · Web viewKebutuhan ini merupakan...
Transcript of PEMBELAJARAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT - HENDRA … file · Web viewKebutuhan ini merupakan...
PEMBELAJARAN DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT
I. Pendahuluan
Sebagaimana kita ketahui, manusia memiliki kebutuhan yang harus
dipenuhi. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan banyak hal.
Ketika masih bayi, kita menangis untuk mendapatkan susu ibu. Setelah kita
berbicara, kita dapat meminta langsung kepada orang tua. Namun tak selamanya
manusia harus bergantung penuh pada manusia lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Ketika masih sangat kecil kita minta disuapi oleh orang tua agar
kebutuhan kita terpenuhi. Semakin dewasa, manusia dituntut untuk semakin
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri yang semakin banyak dan bertambah.
Menurut Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap individu mempunyai
kebutuhan-kebutuhan yang dapat digolongkan ke dalam urutan prioritas, yaitu
lima tingkatan kebutuhan manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok yang
dimaksud, adalah (1) dengan dorongan-dorongan primer atau fisiologis ada
dibagian dasar. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar yang bersifat primer
dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia
seperti kebutuhan akan pangan, sandang dan papan, kesehatan pisik, kebutuhan
seks dan sebagainya; (2) keselamatan dan jaminan keamanan perlindungan pada
lapisan berikutnya seperti terjamin keamanannya, terlindung dari bahaya dan
ancaman penyakit, perang, kemiskinan kelaparan, perlakuan tidak adil dan
sebagainya; (3) dorongan hidup berkelompok atau diakui sebagai anggota
kelompok, cinta, diperhitungkan sebagai pribadi, rasa setia kawan, kerjasama; (4)
afeksi sebagai dorongan kategori tertinggi berikutnya yaitu kebutuhan akan
penghargaan, dihargai karena prestasi, prestise, kemampuan, kedudukan atau
status, kekuasaan dan pemilikan adalah langsung lebih tinggi daripada dorongan
muncul berkumpul, cinta, dan afeksi; (5) kemudian aktualisasi diri (self
actualisation ) yaitu mempertinggi potensi-potensi yang dimiliki, pengembangan
diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi, kebutuhan untuk mengenal dan
mengetahui, serta kebutuhan estetis yang ada dipuncak hierarki.
1
Upaya yang dilakukan orang untuk memperoleh kebutuhan itu dengan
bekerja yang lebih baik dan menguntungkan. Usaha yang dilakukan dari hal-hal
yang sifatnya sederhana dengan kemampuan yang dimiliki manusia dapat
mengusahakan pemenuhan kebutuhanya. Seorang petani yang semula mengolah
tanah dengan cangkul atau bajak kemudian mereka dengan kemajuan teknologi
yang ada di sekitar mereka mulai menggunakan traktor yang lebih mudah.
Kemudahan bekerja dengan menggunakan alat itu ternyata di samping
menguntungkan juga menuntut pengetahuan teknik dari penggunanya. Seseorang
selain menggunakan hasil teknologi diharapkan dapat juga memperbaiki apabila
alat tersebut tidak bekerja dengan baik. Kemajuan teknologi selain menyebabkan
dampak positif ada juga dampak negatifnya yang telah dibahas oleh kelompok
sebelumnya. Selain itu manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya dapat
melakukan melalui proses pembelajaran.
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat ekplisit maupun implisit.
Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisis yang
saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu,
belajar dapat difahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu
ketercapaian. Dalam implementasinya, belajar adalah kegiatan individu
memperoleh pengetahuan, prilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan
belajar. Para ahli psikolog dan guru-guru pada umumnya memandang belajar
sebagai perubahan perilaku . Untuk dapat menangkap isi dan pesan belajar, maka
dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah: (1)
kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau
pikiran dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi; (2) afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
rekasi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori
penerimaan, partisipasi, penilaian/ penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan
pola hidup; dan (3) psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan
keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa, gerakan kompleks, peyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas. Orang dapat
2
mengamati tingkah laku seseorang telah belajar setelah membandingkan sebelum
belajar.
Untuk pemenuhan kebutuhannya dalam belajar, seorang siswa dapat
berhasil dengan persyaratan tertentu, antara lain : (1) kemampuan berpikir yang
tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berpikir kritis, logis, sistematis, dan
objektif ( tes skolastik); (2) menimbulkan minat yang tinngi terhadap mata
pelajaran ; (3) bakat dan minat yang disesuaikan dengan potensinya; (4)
menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran di
sekolah lanjutanya; (5) menguasai salah satu bahasa asing, terutama bahasa
inggris ; (6) stabilitas psikis ; (7) kesehatan jasmani; (8) lingkungan yang tenang;
(9) kehidupan ekonomi yang memadai; (10) menguasai tehnik belajar di sekolah
dan di luar sekolah.
Proses pembelajaran tidak selalu efektif dan efisien dan hasil proses
belajar tidak selalu optimal, karena ada sejumlah hambatan. Karena itu, guru
dalam memberikan materi pelajaran hanya yang berguna dan bermanfaat bagi
para siswa. Materi sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan mereka dalam
belajar. Pembelajaran akan lebih bermakna dimana guru mampu menciptakan
kondisi belajar yang dapat membangun kreativitas siswa dalam menguasai ilmu
pengetahuan. Cara belajar yang baik tentu harus mampu mengatasi kesulitan
belajar . Untuk membantu siswa mengatasi kesulitan belajar, dibutuhkan suatu
prosedur yang sistematis dan terencana. Artinya membantu mengatasi kesulitan
belajar siswa dikerjakan secara sungguh-sungguh, bukan setengah hati. Cara
mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa antara lain: (1) menetapkan target
dan tujuan belajar yang jelas; (2) menghindari saran dan kritik yang negatif;(3)
menciptakan situasi belajar yang sehat dan kompetetif; (4) menyelenggarakan
remedial program; dan (5) memberi kesempatan agar siswa memeperoleh
pengalaman yang sukses. Untuk tujuan itu dalam makalah ini mencoba membahas
bagaimana proses pembelajaran dalam konteks masyarakat, perkembangan di
Indonesia dan di negara lain .
3
II. Pembelajaran dalam Konteks Masyarakat
Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
Pembelajarn merupkan proses komunikasi dua arah, megajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Mengajar adalah
mengorganisasikan aktivitas siswa dalam arti luas. Peranan guru bukan semata-
mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan memberi fasilitas
belajar agar proses belajar lebih memadai. Bahan pelajaran dalam proses
pembelajaran hanya merupakan perangsang tindakan pendidik atau guru, juga
hanya merupakan tindakan memebrikan dorongan dalam belajar yang tertuju pada
pencapaian tujuan belajar. Antara belajar dan mengajar dengan pendidikan
bukanlah sesuatu yang terpisah atau bertentangan. Justru proses pembelajaran
adalah aspek yang terintengrasi dari proses pendidikan. Berdasarkan sejumlah
penelitian dalam proses pembelajaran diyakini bahwa untuk mempertahankan
irama belajar siswa agar tidak menurun harus terdapat variasi proses dan cara
belajar. Kita harus ingat bahwa belajar :
1. 10% dari apa yang kita baca
2. 20% dari apa yang kita dengar
3. 30% dari apa yang kita lihat
4. 50% dari apa yang kita lihat da dengar
5. 70% dari apa yang kita katakan
6. 80% dari apa yang kita katakan dan lakukan
Untuk tujuan itu guru dalam proses pembelajaran harus memikirkan model
pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa . Banyak diantara
guru yang mengembangkan model pembelajaranya dengan mengkondisikan
siswanya dengan disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang kurang perlu seperti
mencatat bahan pelajaran yang sudah ada di buku, menceritakan hal-hal yang
tidak perlu, dan lain sebagainya. Sejalan dengan hal tersebut Rooijakkers
(2003:15) menjelaskan bahwa keberhasilan seseorang pengajar akan terjamin, jika
pengajar itu dapat mengajak para muridnya mengerti suatu masalah melalui
semua tahap proses belajar, karena dengan cara begitu murid memahami hal yang
4
diajarkan. Dengan begitu dalam proses pembelajaran pengajar harus dapat
menggunakan model-model dan pendekatan mengajar yang dapat menjamin
pembelajaran berhasil sesuai yang direncanakan.
Untuk meningkatkan kualitas hidupnya siswa harus meningkatkan
kemampuan berfikir kritis dan inovatif menghadapi persaingan global , kreatif,
dan tekun mencari peluang untuk memperoleh kehidupan layak dan halal, namun
dapat menerima dengan tabah andaikata menghadapi kegagalan setelah berusaha.
Sebagai makhlok sosial ia harus dapat menjalin hubungan baik antar individu
melalui kolaborasi dan koooperasi, serta bersedia membantu orang lain yang
memerlukan uluran tangannya dengan ikhlas. Oleh karenanya setiap lembaga
pendidikan tenaga kependidikan di samping membekali lulusanya dengan
penguasaan materi subyek dari bidang yang dikaji dan pedagogi bahan kajian atau
materi subyek tersebut, diharapkan juga memberikan pemahaman tentang kaitan
antara materi pelajaran dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari siswa
sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian pembelajaran baik formal
maaupun nonformal diharapkan dapat memberi pengalaman bagi siswanya
melalui “lerning to know, lerning to do, learning to be and learning to live
tigether” anjuran yang dicanangkan oleh UNESCO ( 1996).
Dalam “standar for Science Teacher Preparation” yang diselenggarakan
oleh NSTA pada tahun 1998 dan bekerja sama dengan “ The Association or the
Education of Teacher in Science, dinyatakan bahwa salah satu aspek yang harus
diperhatikan oleh guru sains adalah kontek sosial atau social context. National
Science teachers Association,sebuah organissasi guru sains di Amerika
mengemukakan bahwa guru sains harus dapat mengidentifikasi dan menggunakan
sumber-sumber dari luar sekolah. Melalui pengenalan tentang keluarga dan
lingkungan kebudayaan siswa, sekolah akan lebih mudah merencanakan
kurikulum dan kegiatan belajar di kelas. Pembelajaran dalam konteks masyarakat
diantaranya melalui pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual ini
diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa, partisipasi orang tuan mereka dan
masyarakat di lingkungan sekolah.
5
Untuk maksud pembelajaran kontekstual ini sama halnya dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui
Direktorat Pendidikan lanjutan Pertama , mencanangkan suatu pendekatan
pembelajaran yang dinamakan Contekstual teaching and learning (CTL) atau
pembelajaran dan pengajaran kontekstual, yaitu pendekatan pembelajaran yang
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sebagai individu, anggota
keluarga, anggota masyarakat dan bangsa. Alasan mengapa pendekatan ini
menjadi pilihan oleh Depdiknas (2003) yaitu : (1) sejauh ini pendidikan kita masih
didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta
yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama
pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utma strategi belajar. Untuk itu,
diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah
strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi
sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak
mereka sendiri; (2) melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL dipromosikan
mejadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi ini , siswa diharapkan
belajar mengalami, bukan menghapal. Pembelajaran kontekstual merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapanya dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Hal ini menurut Nurhadi (2003) dilakukan dengan melibatkan
komponen utama pembelajaran yang efektif yaitu : (1) konstruktivisme ;(2)
bertanya (questioning);(3) menemukan (Inquiry); (4) masyarakat belajar
(Learning community); (5) permodelan (modeling); (6) refleksi (reflection);(7)
penilaian sebenarnya ( authentic assesment).
Berdasarkan landasan filosofis konstruktivisme yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran kontekstual ini menurut Zahorik (1995:14-22) yaitu : (1)
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge); (2) pemerolehan
pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara
6
keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya; (3) pemahaman
pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun konsep
sementara (hipotesis) , melakukan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan
(validasi) dan atas dasar tanggapan itu, dan konsep direvisi dan dikembangkan;(4)
mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge); dan
melakukan refleksi (reflecting knowledg) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut.
Berdasarkan landasan konstruktivisme selain pembelajaran kontekstual
yang dikembangkan Depdiknas ada satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
melaksanakan pembelajaran dalam konteks masyarakat adalah pendekatan sains
teknologi masyarakat. Istilah sains tehnologi masyarakat diterjemahkan dari
bahasa Inggris “science technology society”,yang pada awlnya dikemukakan oleh
John Ziman dalam bukunya Teaching and Learning abaut science and Society.
Pembelajaran science tehnology society berarti mennggunakan teknologi sebagai
penghubung antara sains dan masyarakat. STS merupakan suatu pendekatan yang
mengaitkan antara bidang yang dikaji dengan masalah aktual dalam kehidupan,
agar pengetahuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan dalam kehidupan siswa atau
siswa. Dalam pendekatan ini konsep-konsep yang telah dipelajari tidak mudah
dilupakan oleh siswa. Selain mempermudah mengkontruksi pengetahuan,
pendekatan ini dapat mempermudah terbentuknya penghayatan bidang afeksi
karena ada pengembangan etika pada diri siswa.
STS dilaksanakan oleh beberapa negara sebagai suatu mata pelajaran pada
kelas terakhir sekolah menengah tingkat akhir atas setelah siswa memperoleh
pengetahuana tentang sains yang terintegrasi melalui mata pelajaran fisika, kimia
atau biologi. Dalam mata pelajaran STS yang dibahas adalah tema-tema yang
harus ditanggapi dan didiskusikan secara interdisiplin. Tujuan model
pembelajaran STS ini utnuk membentuk individu yang memiliki literasi sains dan
tehnologi serta memiliki kepedulian terhadap masalah masyarakat dan
lingkunganya. Seseorang yang memiliki literasi sains dan tehnologi , adalah yang
memiliki kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains
yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk tehnologi
7
yang ada di sekitarnya berserta dampaknya, mampu menggunakan hasil tehnologi
yang disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai.
Pembelajaran menggunakan pendekatan sains tehnologi masyarakat dan sekarang
sudah menjadi model dapat mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotor yang secara utuh terbentuk dalam diri individu sebagai siswa , dengan
harapan agar diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kekhasan pada model STS ini adalah bahwa pada pendahuluan
dikemukakan isu-isu atau masalah yang ada di masyarakat yang dapat digali dari
siswa, atau masalah yang dikemukakan oleh guru. Tahap pendahuluan ini disebut
inisiasi atau mengawali, memulai dan dapat pula disebut dengan invitasi yaitu
undangan agar siswa memusatkan perhatian pada pembelajaran. Berdasarkan isu-
isu tentu saja mengundang pro dan kontra sehingga mengharuskan siswa berfikir
untuk menganalisis isu tersebut. Dengan interaksi antara guru dan siswa atau
siswa dengan siswa lain menuntut seseorang untuk berfikir tentang ide-ide dan
analisis yang akan dikemukakan atau cara mempertahankan pandangan tentang
isu-isu tersebut. Kesempatan diskusi dapat meningkatkan keberanian siswa
berbicara untuk mengemukakan pendapat. Bagi guru, kesempatan mengekplorasi
kemampuan siswa sehingga guru dapat mengetahui seberapa jauh pemahaman
siswa atas isu/masalah yang dikembangkan. Tahap berikutnya berdasarkan hasil
eksplorasi yang dilakukan guru maka dapat melakukan proses pembentukan
konsep melalui metode yang dipilihnya. Metode yang digunakan dapat melalui
pendekatan ketrampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan kecakapan hidup ,
metode demontrasi, eksperimen di laboratorium, diskusi kelompok,bermain
peran ,dsb. Pada akhir pembentukan konsep diharapkan siswa telah dapat
memahami apakah analisis terhadap isu-isu atau penyelesaian masalah yang
dikemukakan pada tahap pendahuluan dengan menggunakan konsep-konsep yang
telah dikembangkan para ilmuwan. Pada kegiatan pembentukan konsep ini dengan
berbagai aktivitas yang dilakukan siswa, akan menyadarkan siswa akan kesalahan
konsep awal dan dapat menemukan konsep-konsep yang benar. Pada tahap ke-3
setelah pemahaman terhadap konsep sudah benar maka langkah berikutnya
malakukan analisis yaitu dengan aplikasi konsep dalam kehidupan. Setelah proses
8
pembentukan konsep, penyelesaian masalah dan atau analisis isu (tahap 2 dan 3)
guru perlu meluruskan konsep apabila ada miskonsepsi selama kegiatan belajar
mengajar yaitu dengan tahap pemantapan konsep (tahap 4). Atas dasar pelurusan
konsep oleh guru diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi di kemudian hari. Model pembelajaran STS ini mudah-mudahan dapat
dijadikan salah satu model pembelajaran IPS atau IPA yang disebut model
pembelajaran IPS terpadu atau IPA terpadu.
III. Perekembangan STS di Luar Negeri
Di berbagai negara pendidikan sains dan teknologi yang dikaitkan
dengan kebutuhan masyarakat mulai diperhatikan. Hal ini dimulai sejak awal
tahun 1960 Para ilmuwan di negara-negara maju banyak yang memberikan
perhatian dan memberikan ide-ide bagi inovasi dalam pendidikan sains dengan
mengemukakan berbagai metode dan pendekatan dalam mengajarkan sains.
Sebagai contoh pada tahun 1968 Conference and Technical Training in Telation
to Development in Africa diadakan di Nairobi. Kemudian tahun 1974 di Dakar
diadakan Conference of Ministers of Africa Member States Responsible for
Aplication of Sience and Technology to Development. Para menteri negara-negara
Arab mengadakan pertemuan pada tahun 1972 untuk membahas pendidikan sains
dan teknologi. Begitupun para menteri Amerika Latin berkumpul di Meksiko pada
tahun 1980 untuk membahas hal yang sama (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan Asian
Symposium on Updating and Retraining of Science Teaher yang diselenggarakan
di Hongkong pada bulan Desember 1982, pelaksanaan pendidikan sains terpadu
atau dengan menggunakan topik-topik tertentu diujicobakan di negara-negara
Asia, seperti: Thailand, Filipina, Hongkong, dan Cina.
Dalam konteks kekinian, perkembangan sains dan teknologi yang
demikian pesat, merupakan kemajuan pada bidang psikologi pendidikan atau
teori-teori pembelajaran, dan hasil-hasil penelitian dalam bidang pendidikan sains
telah mendorong upaya penerapan berbagai program atau pendekatan dalam
pembelajaran sains (antara lain fisika, kimia, biologi, dan bumi antariksa) di
9
sekolah. Salah satu di antaranya adalah Program atau Pendekatan Sains-
Teknologi-Masyarakat (STM) atau Science-Technology-Society (STS).
Gerakan reformasi dalam pembelajaran sains dan teknologi di sekolah,
tiada lain menjadikan warga negara melek akan sains dan teknologi (scientific and
technological literacy) sebagaimana apa yang dilakukan dan telah dimulai dalam
dua dekade terakhir oleh negara-negara maju.
Amerika Serikat misalnya, melakukan program STM muncul sebagai
upaya nyata reformasi dalam pengajaran sains di sekolah (Yager, 1991 dalam
tulisan Uus Tohari, 2007). Hal itu juga dinyatakan dalam Proyek 2061: Science
For All Americans seperti direkomendasikan oleh American Association for the
Advancement of Science (AAAS, 1988) serta dewan Scope, Sequence, and
Coordination Project (SS&C, 1989), dan National Science Teachers Association
(NSTA) (NSTA, 1990; 1984).
Di negara bagian New York mulai tahun 1986 setiap Sekolah Menengah
Atas diwajibkan memberikan program STS sebanyak 2 kredit. Sejak tahun 1980
terjadi perubahan strategi dalam pendidikan sains di Amerika Serikat yang
dikemukakan oleh The National Commission on Excellence in Education, yaitu
pengajaran sains pada sekolah pra universitas diharapkan dapat menghasilkan
lulusan yang memiliki: a) konsep, hukum, dan proses sains; b) metode-metode
inkuiri ilmiah dan penalaran; c) aplikasi pengetahuan ilmiah pada kehidupan
sehari-hari; d) implikasi sosial dan lingkungan dari pengembangan sains dan
teknologi.
Hal yang sama juga dilakukan di Canada dan beberapa negara Eropa
(seperti, Inggris, Belanda, dan Jerman) program STM telah dimulai pada 1970-an
(Solomon, 1993). Di Inggris, misalnya, dikenal Program SISCON (Science In a
Social CONtext, 1971) yang di set up oleh Bill Williams dari Universitas Leeds
dan disponsori oleh Nuffiel Foundation, dan Program Science and Technology in
Society (SATIS) juga di Inggris didukung oleh Association for Science Education
(ASE) (ASE, 1986; Lo, 1991; Maton, 1993). Di negara-negara Asia seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Filipina, dan India, program/pendekatan STM sudah
10
menjadi bagian integral dari program sistem pendidikan sains di sekolah (Gill,
1991).
Selain merombak strategi pendidikan, Amerika Serikat pun melakukan
pengembangan profesional guru yang harus memenuhi standar sebagaimana yang
dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) dalam tulisannya Sufian
Husni 92007) bahwa ada empat standar pengembangan profesi guru yaitu;
1. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para
guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui
perspektifperspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa ini
melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-
penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan fenomena
alam
2. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru
sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran,
pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran
sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu
bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang
mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang
berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu
siswa belajar.
3. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para
guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk
pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan
memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang
masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus
untuk belajar.
4. Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru
sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk
menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi
terfragmentasi dan tidak berkelanjutan.
11
IV. Perekembangan STS di Indonesia
Di Indonesia, program STM belum dikenal secara meluas oleh guru-
guru sains di sekolah dan juga belum menjadi suatu program nyata yang secara
nasional melembaga, padahal upaya untuk membuat warga negara melek sains
dan teknologi sejak SD semakin mendesak karena hasil-hasil sains dan teknologi
serta dampak-dampak penyertanya sudah menjadi bagian integral dari kehidupan
kita sehari-hari (Uus Toharudin, 2007). Indonesia juga telah ikut dalam
kesepakatan internasional di Paris pada 1993 tentang perlunya negara-negara
peserta melakukan inisiatif atau upaya-upaya/program-program yang dapat
membuat semua warga negara melek sains dan teknologi (scientific and
technological literacy for all).
Menurut Poedjiadi (1994) pendekatan STM sudah diperkenalkan di
depan anggota Senat Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung pada bulan
Desember 1985, namun tindak lanjut berupa uji coba pelaksanaan STM di
Sekolah Menengah Umum baru dilaksanakan pada tahun 1992 atas biaya British
Council dan British Petroleum. Tahun 1986 pendekatan STM belum dapat
diimplementasikan di kelokah, hal ini dikarenakan kurikulum yang berlaku masih
terpusat, sehingga implementasinya di lapangan harus melalui ujicoba dan garis-
garis besar program pengajaranpun harus mengalami perubahan. Selain itu para
guru belum mempunyai pengalaman sehingga memerlukan pendidikan dan latihan
yang tentu saja memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu pendekatan
STM hanya dimulai dengan memperkenalkannya pada program Pasca-sarjana
IKIP Bandung melalui perkuliahan.
Sejak tahun 2000, STM mulai diberikan pada Program Pasca-sarja
Universitas Pendidikan Indonesia sebagai mata kuliah pada program studi
Pendidikan IPS. Adapun tujuan pemberian mata kuliah STM bagi para guru/dosen
dan calon guru bidang studi sosial dan humaniora adalah agar para mahasiswa
memahami:
1. Kaitan antara sains teknologi dan masyarakat
2. dampak positif dan negatif produk teknologi yang dirasakan oleh manusia
12
3. penggunaan model pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat bagi mereka
yang berminat mencobanya.
Dalam PP No. 28/1990 tentang pendidikan dasar di Indonesia, telah
tersirat bahwa isi kurikulum pendidikan dasar wajib memuat bahan kajian dan
pelajaran pengantar sains dan teknologi (pasal 14 ayat 2 butir g). Hal itu berarti
sains dan teknologi dapat menjadi bahan kajian dan pelajaran wajib pada tingkat
pendidikan dasar dan perlu ditunjang oleh wawasan mengenai Pendekatan STM.
Sayang semua itu, masih belum dipahami atau masih enggan untuk dilakukan
terbukti hanya beberapa sekolah yang sudah melakukan, itu pun hanya dalam
koridor keterbatasan
Undang-Undang Sikdinas tahun 2003 pasal 38 butir (2) menyatakan:
“Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.”
Dengan ketentuan di atas maka sebenarnya sekolah lebih leluasa untuk
mengembangkan sendiri kurikulumnya. Ini memberikan peluang kepada para
pengajar sains dan teknologi di tiap jenjang persekolah dapat menerapkan
pendekatan STM dalam mengembangkan silabusnya. Ini pun sebenarnya telah
tercantum dalam Standar Isi yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri no 22 tahun
2006 pada mata pelajaran IPA tingkat Sekolah Dasar yang berbunyi:
“IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana”
Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut.
13
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Di tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang
diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya
melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Adapun tujuan pembelajaran Mata pelajaran IPA di SMP/MTs adalah
agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya
2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam,
konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari
14
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat
4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap
dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.
Selanjutnya diuraikan pula bahwa pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya
sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di
SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sedangkan
Pembelajaran IPA di SMP/MTs selain dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
(scientific inquiry) tersebut di atas juga menekankan pada pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA di tingkat SMP/MTs disarankan untuk
disajikan sebagai mata pelajaran IPA terpadu yang menurut Poedjiadi (1994)
bahwa sains terpadu (IPA terpadu) tidak jauh berbeda dengan pengajaran STS.
Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa baik secara individual
maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip
secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3). Pembelajaran ini merupakan
model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan (Beane, 1995:615).
15
Melalui pembelajaran IPA terpadu, siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima,
menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. Dengan demikian,
siswa terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari
secara menyeluruh (holistik), bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan
pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap
kebermaknaan pengalaman bagi para siswa. Pengalaman belajar yang lebih
menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih
efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga
anak memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan
belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan, dunia nyata dan
fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau
TOPIK tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau
disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal siswa. Dalam pembelajaran
IPA terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian
dalam bidang kajian IPA. Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut
makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, dan materi dan
sifatnya. Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek makhluk hidup
dan proses kehidupan dan energi dan perubahannya, atau materi dan sifatnya dan
makhluk hidup dan proses kehidupan, atau energi dan perubahannya dan materi
dan sifatnya saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa
konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali
dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk
pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan
akan lebih efektif.
Pada tingkat SMA/MA, sains tidak lagi disajikan dalam satu mata
pelajaran, tetapi sudah terpisah dalam tiga mata pelajaran di antaranya: biologi,
fisika, dan kimia. Setiap mata pelajaran yang terpisah itu dipandang penting untuk
diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri dengan beberapa pertimbangan.
16
Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada siswa, mata pelajaran-mata
pelajaran itu dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-
hari. Kedua, perlu diajarkan terpisah untuk tujuan yang lebih khusus yaitu
membekali siswa pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi. Pembelajaran dilaksanakan secara inkuiri
ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah
serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup.
Pemerintah kota Bandung pada tahun 2007 ini mengeluarkan Peraturan
Walikota Bandung Nomor 031 tahun 2007 tentang Kurikulum Muatan Lokal
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) Kota Bandung untuk semua tingkat satuan
pendidikan dari mulai TK sampai SMA/SMK.
Tujuan Mata Pelajaran Muatan Lokal PLH ini antara lain:
1. Memahami konsep dan pentingnya lingkungan hidup dalam kehidupan Kota
Bandung sebagai kota besar dengan segala karakteristiknya
2. Menampilkan sikap apresiatif terhadap pengelolaan lingkungan hidup Kota
Bandung
3. Menampilkan kreativitas melalui kegiatan nyata dalam rangka meningkatkan
daya dukung lingkungan dan upaya pelestarian lingkungan hidup
4. Menampilkan peran serta secara nyata dalam setiap upaya pelestarian
lingkungan untuk menyukseskan Visi Kota Bandung
5. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik tentang konsep
Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan, dan Pengawasan tanaman untuk
mengelola kelestarian Lingkungan Hidup Kota Bandung (P4LH)
6. Membiasakan peserta didik untuk melaksanakan Pembibitan, Penanaman,
Pemeliharaan, dan Pengawasan tanaman untuk mengelola kelestarian
Lingkungan Hidup (P4LH) di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat.
7. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik tentang
Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3) di lingkungan rumah, sekolah,
dan masyarakat
17
8. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ketertiban, kebersihan, dan
keindahan untuk menuju suatu kondisi kota yang aman, nyaman, dan bersih.
Kurikulum Muatan Lokal PLH Kota Bandung minimal meliputi aspek-
aspek:
1. Pengetahuan tentang konsep lingkungan hidup beserta peraturan perundang-
undangan
2. Nilai-nilai lingkungan hidup dalam skala lokal
3. Kemampuan mendeskripsikan dan merekayasa kegunaan barang-barang bekas
sebagai sumber daya alternatif untuk penguatan ekonomi serta upaya
pelestarian lingkungan.
Sedangkan inti pembahasan materi pendidikan lingkungan hidup Kota
Bandung yang tersebar pada satuan pendidikan TK, RA, SD, MI, SMP, MTs,
SMA, MA dan SMK terdiri atas:
1. Konsep Dasar Lingkungan Hidup
2. Kebijakan tentang Gerakan masyarakat dalam Pembibitan, Penanaman,
Pemeliharaan, dan Pengawasan tanaman untuk mengelola kelestarian
Lingkungan Hidup (P4LH)
3. Implementasi Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Ketertiban,
Kebersihan, dan Keindahan (K3)
4. Implementasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Muatan Lokal PLH ini jika dicermati bisa saja merupakan salah satu
mata pelajaran dengan pendekatan pendidikan Sains Teknologi Masyarakat.
Sebab.
Departemen Pendidikan, Sains dan Pelatihan Australia pada tahun 2006
menyelenggarakan Young Researchers Forum (Forum Peneliti Muda) di
Kedutaan Besar Australia. Forum yang diselenggarakan pertama kali dan
diharapkan menjadi peristiwa tahunan tersebut dirancang untuk menjadi sarana
bagi para peneliti muda Australia dan Indonesia untuk saling bertukar gagasan dan
keahlian guna membangun jaringan dan mempererat hubungan. Forum tersebut
18
bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran sains, teknologi
dan inovasi dalam memastikan kesejahteraan masyarakat dan perkembangan
perekonomian Indonesia yang secara lingkungan berkesinambungan;
menunjukkan sumbangan penting yang diberikan para peneliti muda Australia dan
Indonesia terhadap sains dan teknologi; dan, mendorong minat kawula muda
untuk terus mendalami sains, matematika dan teknik, dan memasuka karir yang
berlandaskan sains.
Dengan meningkatnya minat dalam bidang akademik dan penelitian
sains dan teknologi di Indonesia, dengan bangga Australia mendorong dan
mendukung upaya-upaya untuk mempromosikan sains dan inovasi. Pendidikan
sains dan teknologi penting bagi masa depan Australia sebagai sebuah masyarakat
dan ekonomi yang maju, dan Australia memusatkan perhatiannya kepada
peningkatan pengajaran sains, matematika dan teknologi di sekolah menengah dan
universitas. Tantangan penting adalah memastikan agar sains tetap relevan dan
menarik bari pelajar.
Presentasi yang disampaikan para peneliti muda unggulan Australia dan
Indonesia diharapkan memberikan kesempatan baik untuk menjajagi
kemungkinan-kemungkinan penelitian di masa mendatang dalam bidang sains dan
teknologi.
V. Kesimpulan
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya mengupayakan berbagai cara.
Kemampuan manusia dalam menggunakan daya pikirnya menghasilkan berbagai
teknologi yang dapat mempermudah kehidupan manusia. Namun, semakin tinggi
teknologi yang diciptakan, akan semakin tinggi pula resiko yang diakibatkannya.
Untuk meminimalkan dampak negatif dari teknologi serta resiko yang
diakibatkannya, setiap individu harus mempunyai literasi sains dan teknologi.
Diharapkan setiap individu dalam suatu masyarakat tidak hanya sebagai pengguna
tetapi sekaligus sebagai pemelihara dan bila mungkin sebagai pencipta teknologi.
Untuk memdapatkan literasi sains dan teknologi dapat melalui pendidikan Sains
Teknologi Masyarakat.
19
Di berbagai negara khususnya di negara maju, pendidikan Sains
Teknologi Masyarakat telah diajarkan di persekolahan dengan menggunakan
berbagai strategi pembelajaran. Dari berbagai pendekatan, konstruktivisme pada
saat ini diyakini sebagai pendekatan yang paling efektif dalam mengetengahkan
STM dalam pembelajaran. Selain mengubah paradigma pembelajaran, standarisasi
profesional guru menjadi acuan bagi keberhasilan guru sains dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Di Indonesia STM baru memperlihatkan geliatnya pada era 90-an, hal ini
karena kurikulum-kurikulum sebelumnya bersifat terpusat dan membatasi gerak
guru sains untuk mengubah garis-garis besar pengajarannya, selain itu amat
sedikit guru yang memahami tentang konsep STM ini. Pemberlakuan UU
Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006
memberikan tempat yang luas bagi keterlaksanaan STM ini di persekolahan. Di
jenjang TK dan SD kelas 1, 2, dan 3, pendidikan STM dapat melaui tema,
sedangkan kelas 4, 5, dan 6, serta tingkat SMP, pendidikan STM dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran IPA terpadu. Pendidikan STM pun dapat pula
dilaksanakan melalui pembelajaran mata pelajaran lain, salah satunya dapat
berbentuk mata pelajaran Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup seperti
yang dilaksanakan di persekolahan wilayah Kota Bandung.
Dewasa ini semua negara-negara di dunia termasuk Indonesia,
meningkatkan perhatiannya terhadap pengajaran sains dan teknologi. Melalui
pendekatan pendidikan Sains Teknogi Masyarakat, diharapkan tiap individu
dalam masyarakat memiliki literasi sains dan teknologi guna meraih keajegan
dalam kehidupannya serta dapat melestarikan lingkungan hidup sekitarnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Dasim Budimansyah,Dr.M.Si.2003.Model Pembelajaran Portofolio.Bandung : PT Granesindo
Depdiknas.2003.Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Depdiknas Dirjed Pendidikan dasar dan menengah Direktorat PLP
Peraturan menteri no 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Mata Pelajaran IPA. Jakarta: Depdiknas
Peraturan Kota Bandung Nomor 031 Tahun 2007 tentang Kurikulum Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup Kota Bandung. Bandung: Dinas Pendidikan Kota Bandung
Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat .Bandung : PT Remaja Karya
Poedjadi, Anna. 1994. Konsep STS dan Pengembangannya Berdasarkan Kurikulum Sekolah. Makalah disajikan pada Seminar/Lokakarya Sains, Teknologi dan Masyarakat di PPPG-IPA Bandung tanggal 11-21 Januari 1994
Poedjadi, Anna . 1994. Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pendidikan sebagai Upaya Meningkatkan Literasi Sains dan Teknologi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan MIPA ke III pada Tanggal 25-27 Juli 1994 di Ujung Pandang
Poedjadi, Anna . 1994. pembaharuan Pandangan dalam Pendidikan Sains. Makalah disajikan pada Penyuluhan Pelaksanaan Pengajaran di SMU Berdasarkan Kurikulum 1994 bagi Guru Kimia Se Jawa Barat. FMIPA. IKIP Bandung.
Puskur. 2006 Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas
Rooijakkers, Ad. 2003.Mengajar dengan Sukses.Jakarta : PT Gramedia
Sagala, Syaiful, 2005.Konsep dan Makna Pemebelajaran. Bandung : Alfabeta.
Siaran Media. 21 Juni 2006. Forum Peneliti Muda Australia-Indonesia. Tersedia: http://www.austembjak.or.id/jaktindonesian/SM06_22.html
Zahorik, John A. 1995.Constructivist Teaching( fastback 390). Bloomington,Indiana: Phi-Delta Kappa Educational Foundation.
21
Undang-Undang Sisdiknas no 20 tahun 2003
Uyoh Sadulloh. 2006.Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.
Uus Toharudin. 2007. Sains Dalam Pembelajaran di Sekolah. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/012007/05/wacana.htm
22