PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL...
Transcript of PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL...
PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
(Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2012)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
ATIEK AF’ IDATA
1110048000010
K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S
PROGRAM STUDI I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435H/2014 M
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi ini berjudul Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (Analisis
Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012), telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Hukum (SH) pada
Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 2014
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
DR. H. JM Muslimin, MA
NIP. 196808121999031014
PANITIA UJIAN
Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., MA (.............................)
NIP. 195003061976031001
Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum (.............................)
NIP. 196509081995031001
Pembimbing I : Nahrowi, S.H., M.H. (.............................)
NIP. 197302151999031002
Pembimbing II : Andi Syafrani, S.H.I., M.C.C.L. (.............................)
Penguji I : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. (.............................)
NIP. 19740252001121001
Penguji II : H. M. Yasir, S.H.,M.H. (.............................)
NIP.
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan
yang ada pada Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau
jiplakan karya orang lain, maka saya siap dikenakan sanksi sesuai dengan
ketentuan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 April 2014
Atiek Af’ Idata
NIM : 1110048000010
iv
ABSTRAK
Nama : Atiek Af’ Idata
Program Studi : Ilmu Hukum
Judul Skripsi : PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
(Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peraturan mengenai Pembatalan Putusan
Arbitrase Internasional, serta praktek beracara yang dilakukan oleh lembaga peradilan
di Indonesia terutama terkait hukum acara arbitrase asing. dalam penulisan ini Penulis
menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan.
Hasilnya bahwa peraturan mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional
belum jelas dan lengkap, masih terdapat multi tafsir pada suatu pasal di UU AAPS
yang menyatakan pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan dan prosedur
pelaksanaan beracara yang tumpang tindih antara putusan arbitrase lokal atau
internasional.
Hal tersebut dapat dilihat pada kasus antara Harvey Nichols and Company Limited
melawan PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adi Perkasa, Tbk. Dimana kasus
terebut erat kaitannya dengan upaya pembatalan suatu putusan arbitrase internasional
dan adanya prosedur pelaksanaan kasasi terhadap putusan putusan PN Jakarta Pusat
yang telah menolak gugatan Pemohon Pembatalan Putusan Arbitrase.
Upaya analisis ini dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain Undang-undang
No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Konvensi New
York 1985, serta prinsip-prinsip yang digunakan dalam Hukum Perdata Internasional
maupun Hukum Dagang Internasional.
Kata Kunci : Arbitrase, Arbitrase Internasional, Arbitrase Asing, Pembatalan Putusan
Arbitrase Internasional
Dosen Pembimbing I : Nahrowi, S.H., M.H
Dosen Pembimbing II : Andi Syafrani, S.HI., MCCL
Daftar Pustaka : Tahun 1981-Tahun 2011
v
KATA PENGANTAR
Sebuah mimpi tak akan terwujud jika usahamu tak sebesar mimpimu. Dan “Aku
adalah apa yang hambaKu fikirkan tentangKu”.
Selama menempuh Pembelajaran di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Program
Studi Ilmu Hukum ini, tentu jalannya tak semudah kelihatannya. Banyak
penyesuaian-penyesuaian yang Penulis jalankan dalam menuntut ilmu di UIN Syarif
Hidayatullah ini, yang patut disyukuri ialah Penulis mendapatkan ilmu yang
diselaraskan dengan ilmu agama.
Tidak Penulis pungkiri, bahwa dalam penulisan skripsi ini Penulis banyak menemui
berbagai rintangan. Namun sebanyak apapun kesulitan itu, Penulis selalu mendapat
motivasi besar untuk memacu semangat Penulis dalam menjalankan proses-proses
untuk meraih gelar Sarjana Hukum, sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai
dengan baik. Untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Allah SWT yang Rahman dan RahimNya menjadikan jaminan bahwa
perjuangan Penulis akan selalu dilancarkan. IlmuNya meliputi langit dan
bumi, bahkan alam semesta tak dapat menggambarkan keluasan ilmuNya.
FirmanNya selalu menjadi benteng bagi Penulis dalam menjalani hidup, selalu
memberikan kenikmatan yang tak ternilai.
2. Nabi Muhammad Saw. Motivator terhebat dalam hidup Penulis, yang kasih
sayangnya selalu membuat Penulis meneteskan air mata ketika mengingat
kecintaannya kepada ummat. Semoga Penulis termasuk kedalam
golongannya.
vi
3. DEKAN Fakultas Syariah dan Hukum Bp. JM. Muslimin, MA., Ph.D. yang
sangat Penulis hormati, menjadi Guru, Pemimpin sekaligus menjadi
Pengayom bagi Mahasiswa/i nya.
4. Ketua Jurusan Bp. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Sekretaris Jurusan
Bp. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum atas kesabarannya dan dedikasinya untuk
Jurusan Ilmu Hukum begitu besar.
5. Pembimbing Penulis Bp. Nahrowi S.H., M.H dan Bp. Andi Syafrani S.HI.,
MCCL. atas semua nasihat, ilmu dan waktunya hingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
6. Ibu Masitoh dan ayahanda Bapak Zaenal Muslimin, telah menjadikan Penulis
dewasa dan mandiri, jasa kalian tak akan sanggup Penulis balas dengan
apapun. Tante Tuti Ulwiyah dan Om Syafrudin yang telah menjadi rumah
kedua bagi Penulis. Reza Wahyu Prawira, Afien Aninnas dan Salman Al
Farisi, kakak dan adik Penulis yang sangat mempengaruhi perkembangan
Penulis, mendidik Penulis dengan cara yang berbeda.
7. Keluarga Besar alm. H. Naisan dan alm. Muslim, kedekatan dan kasih sayang
kalian selalu menjadi bahan bakar bagi Penulis. Sebagai motivasi terhebat
untuk Penulis, agar selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi.
8. Sepupuku tercinta Alvi Muhibbah, Syifa Sakinah, Chairunnisa, Ulfa
Fauziyah, Zakiyah Mulyani, Faiz Zakaria, kalian bukan hanya berperan
sebagai sepupu, tetapi kalian adalah partner yang sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian Penulis.
9. Teman-teman Ilmu Hukum 2010, terutama teman-teman hukum bisnis,
Nourma Andriany Utami, Apriyanti, Ayyida Sabila, Liza Tri Kusuma, Andi
Komara, Nur Fika, Nazia, Ka Defi, Ka Ninis, Basith, Endah, Ainul, Cantika,
vii
Kendri dan tak bisa penulis sebutkan satu persatu. Trimakasih telah sabar
menjadi teman terbaik Penulis dalam berdiskusi. Dan kawanku di Lembaga
Negara Hopsah, Setyo, M. Rizky dan khususnya Zikri Muliansyah yang telah
banyak membantu kesulitan Penulis dalam menulis skripsi ini.
10. Keluarga Besar BLC (Business Law Community) UIN Jakarta, Nanda,
Marwan, Dhani, Anto, Azhar dan yang tak dapat Penulis sebutkan di sini.
Teruslah menjadi bagian dari keluarga besar BLC UIN yang solid dan maju.
11. Sahabat tercinta Penulis, Meryam Zahida, Puspita Anggraini, Annisa Suciati,
Defi Rizky Amanda, Kilat Liliani Ningtyas, Arfan Zuhdi dan Cendy Tiara.
Kalian sangat berperan dalam membentuk kedewasaan Penulis, bukan hanya
sahabat, kalian adalah keluarga bagi Penulis. Dan Mas Furqon Wicaksono,
timakasih atas kritikan, bimbingan dan kesabarannya yang secara lamban tapi
pasti telah melatih mental Penulis menjadi lebih tangguh.
12. Keluarga Besar “KKN Garuda 18”, terimakasih untuk pembelajaran yang
kalian berikan, sehingga Penulis termotivasi atas kegigihan kalian, atas sifat-
sifat positif yang kalian tularkan kepada Penulis.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan nikmat dan kasih sayangnya
untuk membalas kebaikan seluruh pihak yang telah membantu dan menjadi inspirasi
bagi Penulis. Tidak ada gading yang tak retak, tentunya dalam penulisan skripsi ini
banyak kekurangan. Namun demikian, besar harapan Penulis, karya tulis ini dapat
memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di
bidang Hukum Bisnis.
Ciputat, April 2014
Atiek Af’ Idata
viii
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 7
C. Batasan dan Rumusan Masalah ...................................................... 7
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...................................... 8
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................... 9
F. Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................ 10
G. Metode Penelitian .............................................................................. 11
H. Sumber Penelitian .............................................................................. 13
I. Sistematika Penulisan ........................................................................ 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL
A. Pengertian dan Perkembangan Arbitrase Internasional ................... 17
B. Kekuatan Hukum Arbitrase Internasional (Choice of Forum,
Choice of Law, Final and Binding)
1. Choice of Forum .......................................................................... 22
2. Choice of Law .............................................................................. 25
ix
3. Final and Binding ........................................................................ 27
C. Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia .. 28
BAB III PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
A. Ditinjau dari Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ............................. 34
B. Ditinjau dari Hukum Perdata Internasional ..................................... 40
BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN Mahkamah Agung RI
No. 631/K/Pdt.Sus/2012
A. Posisi Kasus ...................................................................................... 47
B. Isi Putusan Mahkamah Agung ......................................................... 54
C. Analisis Putusan Hakim
1. Menurut Konvensi New York 1985 dan Hukum Perdata
Internasional ................................................................................ 56
2. Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 65
B. Saran ................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 69
LAMPIRAN ........................................................................................................ 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sengketa merupakan suatu kondisi dimana siapapun tak
menginginkannya, tetapi ada baiknya setiap subjek hukum menghindari maupun
mempersiapkan kemungkinan-kemungkinan sengketa tersebut terjadi.1 Terlebih
dalam hal ini yang menjadi subjek hukum merupakan perusahaan yang
didalamnya memiliki kepentingan-kepentingan untuk meningkatkan profit (tujuan
ekonomi) perusahaan tersebut. Tentunya hal ini dapat memicu terjadinya suatu
benturan kepentingan yang berujung pada sengketa.
Kelemahan yang dimiliki oleh proses Pengadilan „meja hijau‟ dan
kelebihan-kelebihan tersendiri dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase,
membuat Arbitrase menjadi primadona. Dengan keunggulannya bahwa, proses
penyelesaian sengketa melalui arbirase kerahasiaannya dapat terjamin dengan
baik. Selain itu seorang arbiter yang dipilih secara seksama dan sesuai
kesepakatan kedua belah pihak tentunya, harus memiliki pengetahuan khusus
berkaitan dengan sengketa tersebut. Sehingga dalam pengambilan keputusannya
1 Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan APS Suatu Pengantar. (Jakarta: Fikahati aneska,
2011), h. 4. Menerangkan bahwa dalam setiap sengketa salah satu pihak mungkin benar dalam
masalah-masalah tertentu dan pihak lainnya benar dalam masalah-masalah lainnya.
2
dapat bersifat praktis.2 Hal ini yang menjadikan suatu kelebihan tersendiri dalam
proses ber-arbitrase.
Pemilihan seorang Arbiter yang berkompeten dalam bidang sengketa
selain mempersingkat proses penyelesaian sengketa karena kompetensi arbiter
(dibidang „hal‟ yang disengketakan). Dapat juga memberikan output dalam
penyelesaian sengketa tersebut dengan rasa yang tidak merugikan bagi para pihak
yang bersengketa (win-win solution).3
Arbitrase pada dasarnya merupakan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan. Namun yurisdiksi pengadilan tetap sangat berperan terhadap putusan
arbitrase. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 59 yaitu mengenai pendaftaran putusan
arbitrase, kemudian Pasal 61 mengenai pengakuan, dan Pasal 64 mengenai
pelaksanaan yang tertuang dalam UU No. 30 Tahun 1999 mengenai Arbitrase dan
APS.
Dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS
sendiri tidak menyatakan jelas apakah pembatalan putusan arbitrase berlaku
2 Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu
Pengantar, 2011. (BANI-PT. Fikahati Aneska), h. 63. Priyatna Arrasyid secara tidak langsung
menjelaskan banyaknya kelebihan yang ada pada Arbitrase selain terletak pada prosedur ber-
Arbitrase itu sendiri. Kelebihan alternatif penyelesaian sengketa ini terletak pada Arbiternya,
karena diharuskan seorang Arbiter haruslah memiliki pengetahuan khusus mengenai hal yang
disengketakan, sehingga dapat menghasilkan putusan yang bersifat praktis dan tidak memihak,
wajar dan adil.
3 Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu
Pengantar, 2011., (BANI-PT. Fikahati Aneska),. h. 58. Menerangkan penting memilih arbiter
yang tepat, kompeten, jujur dan memiliki integritas bukan saja pribadinya akan tetapi juga
kemampuan dan keahliannya dibidang hukum arbitrase dan kemudian tentang inti sengketa yang
dihadapinya.
3
umum untuk semua jenis putusan arbitrase, arbitrase asing salah satunya. Dalam
Pasal 70 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 secara tegas disebutkan bahwa
permohonan pembatalan terhadap putusan arbitrase dapat diajukan oleh para
pihak.
Terkait dengan pembatalan putusan arbitrase internasional di Indonesia,
harus kita ketahui terlebih dahulu perbedaan antara pembatalan dengan penolakan
putusan arbitrase. Ada perbedaan mendasar antara kedua konsepsi ini, pertama
dari segi istilah, pembatalan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai annulment
atau set aside, sementara penolakan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai
refusal.4Perbedaan keduanya dapat dilihat dari konsekuensi hukumnya.
Pembatalan putusan arbitrase berakibat pada dinafikannya (seolah tidak pernah
dibuat) suatu putusan arbitrase.5
Terhadap putusan arbitrase yang dibatalkan, pengadilan dapat meminta
agar para pihak mengulang proses arbitrase (re-arbitrate). Hanya saja pembatalan
putusan arbitrase tidak membawa konsekuensi pada pengadilan yang
membatalkan untuk memiliki wewenang memeriksa dan memutus sengketa.
4 Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68.
5 Hikmahanto Juwana “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68, „Namun demikian, ada pengadilan dari suatu
negara yang harus dan tetap melaksanakan putusan arbitrase sehingga mengabaikan putusan
pengadilan dari negara lain yang membatalkan putusan pengadilan arbitrase tersebut.
Sebagaimanan akan diuraikan lebih lanjut dalam tulisan ini‟.
4
Apabila hal ini dilakukan maka akan bertentangan dengan asas kebebasan
berkontrak yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka
dan pengadilan dapat dianggap sebagai tidak menghormati asas kebebasan
berkontrak.6
Dalam Konvensi Pasal II ayat (3) menjelaskan “The court of a
Contracting State, when seized of an action in a matter in respect of which the
parties have made an agreement with in the meaning of article, shall, at the
request of one of the parties refer the parties to arbitration, unless it finds that
said agreement is null and void in operative or incapable of being performed”.
Berdasarkan pasal ini, Konvensi New York menempatkan status arbitrase
sebagai forum atau mahkamah yang memiliki kompetensi absolut untuk memutus
persengketaan yang timbul dari perjanjian yang bersangkutan.7 Terlihat jelas
bahwa apabila penyelesaian sengketa sudah dilaksakan melalui jalur arbitrase
maka pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikannya kembali.
Tidak dijelaskan apakah mengenai pembatalan putusan arbitrase, termasuk juga
kewenangan yang dimaksud.
6 Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol.21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002. h. 68.
7Yahya Harahap. Arbitrase Ditinjau dari: (Reglemen Acara Perdata, Peraturan
Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration Law, convention on the Recognition and
Enforcment of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1 Tahun 1990). (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), h. 26.
5
Namun dapat kita perhatikan bahwasanya ketentuan pembatalan putusan
telah mencederai asas bahwa putusan arbitrase bersifat final dan mengikat.
Pemberian asas ini seharusnya tidak relevan lagi dengan perkembangan hukum
dan segala ketentuan yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan internasional yang
kemudian menjadi hukum perdata internasional. Secara garis besar asas tersebut
jika dihubungkan dan kita analisis, maka akan bertentangan dengan asas
resiprositas dan kemudian kedaulatan Negara.
Dalam kasus penelitian ini yaitu putusan MA No. 631/K/Pdt.Sus/2012
Harvey Nichols and Company Limited dengan PT Harapan Nusantara dan PT
Mitra Adiperkasa,Tbk, berawal dari sengketa bisnis antara para pihak yang
kemudian dibawa oleh Harvey Nichols and Company Limited untuk diselesaikan
di Badan Arbitrase London. Sebagaimana sesuai dengan kesepakatan antara
keduanya dalam perjanjian. Namun atas dasar ketidakpuasan, pihak PT Hamparan
Nusanatara dan PT Mitra Adiperkasa,Tbk mengajukan gugatan pembatalan
putusan arbitrase kehadapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun PN Jakarta
Pusat tidak memberikan putusan sebagaimana kewenangan yang diberikan oleh
Undang-undang terkait dengan pembatalan putusan arbitrase untuknya. Sehingga
putusan PN Jakarta Pusat ini dibantah melalui gugatan kasasi ke Mahkamah
Agung oleh Harvey Nichols and Company Limited.
Yang menarik dalam pembahasan kasus ini ialah ketika adanya suatu
perjanjian yang telah disetujui dan disepakati satu sama lain antara para pihak,
6
namun ditengah-tengah penggugat melakukan upaya tuntutan hukum dengan
alasan bahwa pelaksanaan perjanjian tersebut telah menyalahi aturan hukum di
negara RI terkait dengan menyalahi aturan PP No. 42 tahun 2007 tentang
Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008
tentang Penyelenggaraan Waralaba, hal ini patut diselidiki sebatas mana suatu
perjanjian dapat dikatakan bertentangan dengan hukum. Selain itu dalam
putusannya MA mengeluarkan putusan yang membatalkan putusan sela
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Patut menjadi pertanyaan ialah, karena meskipun UU mengatur mengenai
Pembatalan Putusan Arbitrase, UU No. 30/1999 mengenai AAPS terkait pasal
pembatalan putusan arbitrase tersebut mengalami contra dictio in termidis,
seharusnya apabila ini terjadi maka majelis dapat menggunakan yurisprudensi
yang menyatakan bahwa putusan arbitrase internasional dapat dibatalkan.
Berdasarkan pemaparan tersebut penulis bermaksud meneliti dan
mengkaji lebih dalam lagi mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional di
Indonesia dan keterkaitannya dengan pertimbangan hakim yang akan dibenturkan
dengan asas-asas serta teori yang berlaku di setiap Negara. Oleh karena itu
penulis memilih judul “PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
INTERNASIONAL (Analisis Putusan Mahkamah Agung No.
631/K/Pdt.Sus/2012)”.
7
B. Identifikasi Masalah
1. Putusan Arbitrase asing masih menjadi perdebatan dalam hal penerapan dan
pelaksanaannya, terkait dengan hal penolakan putusan arbitrase asing yang
dinyatakan tidak dapat diakui.
2. Efektifitas UU yang dikritisi dengan fenomena kasus tertentu, menunjukkan
ada banyaknya kelemahan yang seharusnya menjadi alasan dan tujuan untuk
membentuk aturan mengenai arbitrase agar lebih baik lagi.
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar pembahasan fokus dan tidak meluas, Penulis membatasi
permasalahan yang akan dibahas hanya pada substansi Undang-undang dan
Peraturan dalam bidang pembatalan putusan arbitrase internasional yang
belum memiliki aturan secara benar dalam hukum materiil. Selain itu Penulis
juga membatasi analisis kasus ini pada Putusan MA No. No.
631/K/Pdt.Sus/2012.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan ulasan yang Penulis paparkan dalam latar belakang dan
permasalahan yang sudah Penulis batasi, rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana aturan dalam hukum perdata internasional dan hukum
nasional mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional?
8
2. Bagaimana kedudukan hukum putusan kasasi Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat ke MA dalam kasus Harvey Nichols Company Ltd melawan PT
Mitra Adi Perkasa dan PT Hamparan Nusantara?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui tentang aspek-aspek hukum pembatalan putusan
arbitrase internasional di Indonesia.
b. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses penyelesaian
sengketa putusan arbitrase internasional di Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran dalam Ilmu Hukum, khususnya Hukum Bisnis yang
berkaitan dengan penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
b. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bahan rujukan bagi mahasiswa, mengenai sengketa pembatalan putusan
arbitrase internasional di Indonesia, mengingat skripsi tentang ini masih
sangat minim. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gagasan
kepada pemerintah mengenai bagaimana agar Peraturan dan Perundangan
tentang Arbitrase dan APS lebih baik lagi dan sesuai dengan kondisi
situasi perekonomian terkini.
9
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian ini, Penulis melakukan
tinjauan kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini di beberapa
perpustakaan yang Penulis temukan, yaitu :
1. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2012 ,
yang disusun oleh Maisaroh Harahap, dengan judul skripsi “Pembatalan
Putusan Arbitrase Tentang Sengketa Ekonomi Syariah Oleh Pengadilan
Agama”. Penulis skripsi ini hanya membahas tentang bagaimana
penyelesaian sengketa ekonomi syariah dalam pembatalan putusan Basyarnas,
berbeda dengan skripsi yang akan Penulis tulis mengenai pembatalan putusan
arbitrase asing, putusan asing berarti putusan yang dikeluarkan di luar
teritorial negara Indonesia.
2. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2012, yang disusun oleh Raden
Umar Faaris Permadi dengan judul skripsi “Pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional di Indonesia (Studi Kasus: Putusan MA No.
273PK/Pdt/2007 dan Putusan MA No. 56PK/Pdt.Sus/2011)”. Skripsi
menelaah mengenai aspek hukum perdata internasional dalam pembatalan
putusan arbitrase internasional dan membandingkan secara komparatif
putusan hakim. Berbeda dengan Penulis, substansi skripsi ini tidak
menyinggung mengenai hukum acara untuk pelaksanaan putusan arbitrase
internasional, sedangkan dalam skripsi Penulis, Penulis memiliki substansi
10
pembahasan mengenai prosedural suatu putusan arbitrase yang dimohonkan
pembatalannya.
3. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2011, yang disusun oleh Arman
dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap pembatalan Putusan Arbitrase
di pengadilan Negeri Indonesia Dalam Hal Adanya Dugaan Pemalsuan
Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia”. Tesis ini
menelaah tentang pembatalan putusan arbitrase di Indonesia terkait dengan
adanya dugaan upaya pemalsuan dan perilaku hakim. Penulis tesis
mempermasalahkan mengenai pembatalan putusan final arbitrase dengan
hanya berdasarkan adanya dugaan pemalsuan dokumen oleh salah satu pihak.
Sedangkan skripsi yang penulis angkat mengenai kedudukan arbitrase asing di
Indonesia, hal ini memiliki keterkaitan dalam hal pembatalan tetapi sangat
berbeda dari segi substansi pada masing-masing penelitian.
F. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Hal ini tertuang dalam Pasal 1 butir 1 UU
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS.
2. Putusan Arbitrase Asing, adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu Badan
Arbitrase ataupun Arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum
Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan Arbitrase Asing. Hal ini
11
tertuang dalam Pasal 2, Perma No. 1 tahun 1990 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.
3. Teori Kedaulatan Negara, menurut George Jellinek menyatakan bahwa
hukum adalah penjelmaan daripada kehendak atau kemauan Negara. Jadi,
negara jualah yang menciptakan hukum, maka negara dianggap satu-satunya
sumber hukum dan negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan.8
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Pada penelitian jenis ini hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis
dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang
dianggap pantas9. Penelitian ini berpacu pada putusan Mahkamah Agung
sebagai putusan yang dianalisis dan kaitannya dengan landasan norma hukum
yang berlaku dan terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun
perjanjian-perjanjian internasional. Karenanya penulisan ini menggunakan
8 Soehino. Ilmu Negara. (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2004), h. 155.
9 Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet.I. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h.118.
12
metode penelitian hukum normatif atau studi pustaka10
, analisa data bersifat
kualitatif yaitu hasil pembahasan tidak berupa angka-angka.
2. Pendekatan Masalah
Penelitian hukum normatif sendiri memiliki beberapa pendekatan.
Melalui pendekatan ini, Penulis mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang akan dibahas. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian hukum normatif yaitu11
: pendekatan perundang-undangan,
pendekatan kasus, pendekatan historis dan pendekatan konseptual.
Dalam penelitian ini Penulis tentu menggunakan pendekatan
perundang-undangan (Statue Approach), karena Penulis menggunakan
metode normatif yang melibatkan aturan-aturan hukum terkait dengan
masalah penelitian Penulis. Undang-undang yang penulis gunakan yaitu
Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999, Konvensi New York 1958 dan
peraturan-peraturan hukum lainnya yang berkaitan erat dengan pembatalan
putusan arbitrase Internasional.
Pendekatan kasus (Case Approach) yang Penulis gunakan yaitu,
pendekatan kasus pembatalan putusan Arbitrase Internasional oleh Mahkamah
Agung. Kemudian Penulis analisis dan teliti terkait dengan ketentuan-
10
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 2010), h. 10.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, jenis penelitian penulis ialah problem-focueds research,
yaitu penelitian yang berfokus pada masalah.
11 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum, Cet.VI. (Jakarta: Kencana, 2010), h. 93.
13
ketentuan dalam segi pelaksanaannya menurut peraturan dan perundangan
terkait, yaitu Konvensi New York 1958 dan UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase serta peraturan-peraturan hukum lain yang dapat Penulis kaitkan
secara normatif.
Pendekatan historis (Historical Approach) yang akan Penulis singgung
ialah mengenai sejarah awal aturan tentang arbitrase dan terakhir, Pendekatan
konseptual (Conceptual Approach) membantu Penulis dalam mengkonsep
pembuatannya dan alur penulisannya, serta bagaimana bentuk penulisan
selanjutnya.
H. Sumber Penelitian
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu :
1. Bahan Hukum Primer, yakni bahan-bahan yang berisi kekuatan mengikat
kepada masyarakat. Bahan hukum primer yang penulis gunakan antara lain
UU No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase; Konvensi New York 1958;
Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1982 dan peraturan-peraturan hukum
lainnya yang berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase internasional.
2. Bahan Hukum Sekunder, yakni bahan-bahan yang memberikan informasi
atau hal-hal yang berkaitan dengan ini sumber primer serta implementasinya.
Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan antara lain ialah; buku-buku;
artikel-artikel dalam jurnal hukum;
14
3. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum, Dari bahan hukum yang sudah
terkumpul baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder,
diklasifikasikan sesuai isu hukum yang akan dibahas. Kemudian bahan
hukum diuraikan dan diteliti sehingga mendapatkan penjelasan secara
sistematis. Pengolahan bahan hukum bersifat deduktif, yaitu menarik
kesimpulan yang menggambarkan permasalahan secara umum ke
permasalahan yang khusus. Bahan hukum itu diolah dan diuraikan, kemudian
Penulis menganalisanya (melakukan penalaran ilmiah) dan
menyimpulkannya. Sehingga dapat terjawab isu hukum yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah.
I. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan sistematis, penulis
mengklasifikasikan penelitian yang akan disusun ke dalam lima bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, kerangka teori dan
konseptual, metode penelitian serta sumber Penelitian.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL
Menjelaskan mengenai pengertian arbitrase dan arbitrase
15
insternasional, sejarah munculnya arbitrase dan perkembangan di
Indonesia, Perjanjian Arbitrase dan Kewenangannya.
BAB III : PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL
Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai Ketentuan Hukum
Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional ditinjau dari Undang-
undang No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS dan ditinjau dari Hukum
Perdata Internasional yang akan dikaitkan dengan asas-asas yang
berlaku secara internasional.
BAB IV : ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE
INTERNASIONAL (Studi Analisis Putusan Mahkamah Agung No.
631/K/Pdt.Sus/2012)
Dalam bab ini akan dianalisis perkara putusan sela oleh MA terkait
kewenangan Pengadilan dalam Pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional. Yaitu antara Harvey Nichols and Company Ltd,
dengan PT Hamparan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa, Tbk.
Pembahasan merupakan hasil kritisisasi UU No. 30/1999 tentang
AAPS dengan mengaitkannya pada putusan hakim Mahkamah
Agung dalam kaitannya pada Pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional.
16
BAB V : PENUTUP
Pada bab penutup dimuat suatu kesimpulan dan saran, yaitu uraian
kesimpulan dari hasil penelitian yang dapat diberikan terhadap
permasalahan-permasalahan yang dibahas serta saran yang akan
penulis sampaikan setelah melakukan penelitian ini.
17
BAB II
TINJAUAN UMUM
TENTANG ARBITRASE INTERNASIONAL
A. Pengertian dan Perkembangan Arbitrase Internasional
Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu perkara perdata di luar
pengadilan, umumnya yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat
secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.12
Pada dasarnya arbitrase
merupakan perjanjian perdata dimana para pihak sepakat untuk menyelesaikan
sengketa yang terjadi di antara mereka, atau mungkin akan timbul di kemudian
hari yang diputuskan oleh orang ketiga.
Penyelesaian sengketa dilakukan oleh seorang atau beberapa orang wasit
(arbitrator) yang bersama-sama ditunjuk oleh pihak yang berperkara, dengan
tidak diselesaikan melalui pengadilan tetapi secara musyawarah menunjuk pihak
ketiga dan dituangkan dalam salah satu bagian dari kontrak.13
Kata Arbitrase
berasal dari bahasa latin yaitu arbitrare yang berarti kekuasaan untuk
12
Pasal 1 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
13 Joni Emirzon. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,
Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 97.
17
18
menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan.14
Dalam Islam arbitrase
lebih dikenal dengan dengan istilah al tahkim, dan dalam hukum Islam istilah
yang sepada dengan tahkim adalah ash-shulhu yang berarti memutus
pertengkaran atau perselisihan.15
Dalam Hadist Riwayat An Nasa‟i, tentang dialog Nabi Muhammad
dengan Abu Sjureich (sering juga dipanggil Abu al hakam):16
Nabi Muhammad: Sesungguhnya hakam itu adalah Allah dan kepadaNya
lah dimintakan keputusan hukum. Mengapa kamu
dipanggil Abu Al hakam?
Abu Sjurech : Sesungguhnya apabila kaumku bertengkar mereka
akan datang kepadaku meminta Penyelesaian dan
kedua belah pihak rela dengan putusanku itu.
Nabi Muhammad: Alangkah baiknya perbuatanmu itu!
Arbitrase pada dasarnya menggunakan konsep musyawarah, dan Islam
sangat banyak membahas mengenai musyawarah. Salah satunya dalam
firmanNya, Allah Swt menjelaskan bahwa:
14
Joni Emirzon. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi,
Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001. h. 97.
15 Achmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia, 2006, Jakarta: Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas), h. 26.
16 Achmad Djauhari, Arbitrase Syariah di Indonesia, 2006, Jakarta: Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas), h. 30.
19
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertakwallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
Suatu arbitrase dianggap “Internasional” apabila para pihak pada saat
dibuatnya perjanjian, yang bersangkautan mempunyai tempat usaha mereka
(place of business) di negara-negara yang berbeda.17
Misalnya dalam suatu
kerjasama, salah satu pihak memiliki Perusahaan di London. Dalam arti,
perusahaan tersebut berdiri berdasarkan hukum di Inggris dan pihak lain memiliki
Perusahaan di Indonesia. Jika terjadi perselisihan dan keduanya menyepakati
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka arbitrase ini tergolong arbitrase
internasional.
17
Sudargo Gautama. Perkembangan Arbitrase Dagang Internasional di Indonesia. Bandung:
PT Eresco, 1989. h. 3.
20
Dalam sejarah perundang-undangan di negara Indonesia, aturan mengenai
Arbitrase diatur dalam Buku Ketiga Reglemen Acara Perdata tentang Aneka
Acara, yaitu pada Bab Pertama yang mengatur mengenai Putusan Wasit
(Arbitrase) yang terdiri mulai dari Pasal 615-651. Sebagai pedoman aturan umum
arbitrase yang diatur dalam Reglemen Acara Perdata, meliputi lima bagian
pokok18
:
- Bagian Pertama (615-623): Persetujuan arbitrase dan pengangkatan
arbitrator atau arbiter
- Bagian Kedua (624-630): Pemeriksaan di muka badan Arbitrase
- Bagian Ketiga (631-640): Putusan Arbitrase
- Bagian Keempat (641-647): Upaya-upaya terhadap putusan Arbitrase
- Bagian Kelima (647-651): Berakhirnya acara-acara Arbitrase.
Sumber hukum perdata zaman kolonial tidak mengatur sama sekali aturan
mengenai Arbitrase Internasional. “Seolah-olah, peraturan itu memencilkan
bangsa Indonesia dari lingkungan kehidupan hubungan antarnegara di bidang
arbitrase”.19
18
M. Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari: Regelemen Acara Perdata (Rv), Peraturan
Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), UNCITRAL
Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award,
PERMA No. 1 Tahun 1990). Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 2.
19 M. Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari: Regelemen Acara Perdata (Rv), Peraturan
Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), UNCITRAL
Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award,
PERMA No. 1 Tahun 1990). Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 3.
21
Beberapa landasan pelaksanaan arbitrase asing di Indonesia antara lain
yaitu UU No. 5 Tahun 1968 yang merupakan persetujuan atas konvensi tentang
penyelesaian perselisihan antar negara dan warganegara asing mengenai
penanaman modal atau biasa disebut „Convention on the Settlement of Investment
Disputes between States and Nationals of other States‟. Konvensi ini lazim juga
disebut World Bank Convention atau Konvensi Bank Dunia.
Tujuan menetapkan persetujuan ratifikasi atas Konvensi ini bermaksud
untuk mendorong dan membina perkembangan penanaman modal asing atau joint
venture di Indonesia.20
Hal ini diupayakan, sebab Pemerintah Indonesia ingin
memberikan suatu rasa aman dan kepercayaan kepada Investor asing bahwa,
apabila terjadi sengketa penyelesaiannya dapat dibawa ke ranah forum arbitrase.
Namun meskipun Indonesia telah meratifikasi Convention on the Recognition and
Enforcment of Foreign Arbitral Award, namun dalam hal eksekusi putusan
arbitrase asing masih memiliki kendala.
Keppres No. 34 Tahun 1981 menunjukkan Pemerintah RI telah
mengesahkan dan bergabung ke dalam Konvensi New York 1958. Namun
kendala pelaksanaannya terjadi dikarenakan belum adanya dasar hukum
mengenai pelaksanaan tersebut, karena itu Perma No. 1 Tahun 1990 merupakan
jawaban terhadap tata cara pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing. Ketika
20
Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan
Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), INCITRAL
Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award,
PERMA No. 1 Tahun 1990, Cet. Ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 5.
22
unsur-unsur mengakui sudah terpenuhi, unsur melaksanakan eksekusi
(enforcement) yang masih belum dapat dilaksanakan.
Pasalnya, sesuai dengan praktek hukum yang berlaku diperlukan lagi
peraturan pelaksanaan tentang tata cara “exequatur”. Tanpa peraturan
pelaksanaan, pengadilan Indonesia tidak dapat menilai dan mempertimbangkan
dengan hukum atau ketertiban umum yang berlaku di Indonesia.21
Penyempurnaan dilakukan melalui undang-undang pelaksanaanya, yaitu
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Penjelasan mengenai Arbitrase Internasional dapat dilihat dalam Pasal
1 dalam ketentuan umum butir 9 bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah
putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan
di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap sebagai suatu putusan arbitrase Internasional”.
B. Kekuatan Hukum Arbitrase Internasional (Choice of Forum, Choice of Law,
Final and Binding)
1. Choice of Forum
21
Yahya Harahap. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan
Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment Disputes (ICSID), INCITRAL
Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award,
PERMA No. 1 Tahun 1990, Cet: ke-3. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. h. 32.
23
Pilihan forum merupakan pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dalam rangka mengajukan tuntutan pengembalian hak
terhadap pihak yang dianggap telah melanggar dan/atau merugikan pihak
yang mengajukan tuntutan.22
Sedangkan dalam HPI (Hukum Perdata Internasional) yang dimaksud
dengan pilihan hakim atau pilihan forum (Choice of Court, Choice of Forum)
adalah pemilihan yang dilakukan terhadap instansi peradilan atau instansi lain
yang oleh para pihak ditentukan sebagai instansi yang akan menangani
sengketa mereka jika terjadi di kemudian hari.23
Pilihan forum memiliki beberapa prinsip yang berlaku antara lain:24
1. Prinsip kebebasan para pihak
Kebebasan para pihak termasuk di dalamnya kebebasan untuk
mengubah forum yang sebelumnya telah disepakati. Prinsip kebebasan
22
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska,
2012. h. 50.
23 Sudargo Gautama. Hukum Perdata Internasiona Indonesial. Bandung: Alumni, 1989. h.
53-54. Para pihak di dalam suatu kontrak dapat menyepakati sebuah klausula yang isinya menentukan
bahwa, apabila di kemudian hari timbul sengketa dari substansi kontrak yang mereka sepakati tersebut,
sengketa dimaksud akan dibawa untuk diselesaikan oleh sebuah lembaga peradilan yang mereka pilih
selain pengadilan negeri di Indonesia. Pilihan dapat dilakukan terhadap lembaga tempat penyelesaian
sengketa yang ada, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.” Lihat juga Erman Suparman,
Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2012), h. 52.
24 Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Cet: ke-II. Bandung: Rafika
Aditama, 2008. h. 167-168.
24
para pihak dalam memilih forum ini pada prinsipnya adalah hukum
yang mengikat.
2. Prinsip bonafid
Kesepakatan para pihak harus dihormati dan dilaksanakan dengan
iktikad baik. Penghormatan terhadap prinsip ini terletak pada
penghormatan atas ekspektasi dan keyakinan para pihak bahwa forum
yang dipilihnya adalah forum yang netral dan adil untuk
menyelesaikan sengketa, termasuk keahlian pengadilan di dalam
menyelesaikan sengketa.
3. Prinsip prediktabilitas dan efektifitas
Pilihan forum tidak boleh dilakukan secara sparodis. Pemilihan suatu
forum harus didasarkan pada pertimbangan apakah forum yang akan
menangani sengketa suatu kontrak dapat diprediksi kewenangannya
dalam memutus sengketa. Selain itu perlu diperhatikan pula efektifitas
putusan yang akan dikeluarkan dan kemungkinan akan ditaati dan
dilaksanakan.
4. Prinsip jurisdiksi eksklusif
Pilihan forum hendaknya tegas, eksklusif dan tidak menimbulkan
jurisdiksi ganda. Di dalam perancangan kontrak internasional, tidak
jarang para pihak mencantumkan lebih dari satu pilihan forum untuk
menyelesaikan satu sengketa.
25
Pilihan forum arbitrase berawal dari adanya perjanjian atau kesepakatan
yang memang sebatas persoalan perniagaan. Kompetensi forum arbitrase
sebagai akibat adanya pilihan jurisdiksi melalui perjanjian arbitrase
(agreement to arbitrate), baik melalui klausul arbitrase (arbitration clause)
maupun melalui submission agreement, secara implisit diakui dan dinyatakan
dalam artikel II ayat (3) Konvensi New York 1958. Bahwa pengadilan dari
negara penandatanganan konvensi harus merujuk pada pihak ke forum
arbitrase, menunjukkan betapa akibat adanya pilihan forum pengadilan negeri
menjadi tidak berwenang memeriksa sengketa dimaksud, kecuali apabila
ternyata dapat dibuktikan bahwa “... the said agreement is “null and void”
inoperative or incapable of being performed”.25
Prof. Erman menjelaskan bahwa, negara kita menganut asas kebebasan
berkontrak, karenanya klausula arbitrase mengikat secara mutlak terhadap
para pihak yang membuatnya. Klausula arbitrase langsung melahirkan
kompetensi absolut forum arbitrase sesuai pilihan para pihak.
2. Choice of Law
Dalam mengantisipasi terjadinya sengketa, para pihak dapat melakukan
pilihan hukum terkait klausul perjanjian yang mereka sepakati. Dalam
25
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska,
2012. h. 68-69. Yang dimaksud yaitu apabila dalam kesepakatan memiliki adanya kehendak yang tidak
bebas dalam menentukan persetujuan, maupun adanya penipuan dalam berjalannya suatu proses ber-
arbitrase. Maka perananya, pengadilan negeri menjadi memiliki kewenangan dalam menangani
perkara.
26
bukunya “Arbitrase Komersial Internasional”, Huala Adolf membagi dua
jenis pilihan hukum yang dikenal dalam Hukum Perdata Internasional:
Pertama, pilihan hukum secara tegas. Dalam hal ini memberitahukan
secara jelas dalam kontrak yang biasanya memiliki klausul tersendiri, yaitu
menyatakan menggunakan hukum mana dalam pelaksanaan perjanjian
tersebut. Contohnya, untuk menyelesaikan perkara jual beli yang mungkin
timbul antara perusahaan/pengusaha Amerika Serikat dengan pengusaha
Indonesia. Maka dengan persetujuan bersama di dalam kontrak itu
dicantumkan klausul tambahan. Misalnya saja dalam klausul itu ditentukan
bahwa untuk perjanjian jual beli itu berlaku ketentuan hukum Indonesia.26
Kedua, pilihan hukum secara diam-diam. Yang dimaksud dalam pilihan
hukum ini ialah para pihak tidak memilih hukum mana yang akan berlaku,
tetapi pilihan hukum itu akan tampak melalui penafsiran terhadap isi kontrak
atau dalam kehendak para pihak. Misalnya dalam dokumen kontrak itu, para
pihak mengutip beberapa pasal hukum perdata Amerika Serikat. Maka secara
tidak langsung tampak bahwa para pihak menginginkan kontrak itu tunduk
pada hukum Amerika Serikat, sehingga apabila timbul sengketa di kemudian
hari, maka hukum yang akan mengaturnya adalah hukum Amerika Serikat.27
26
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers, 1991. h. 44.
27 Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : Rajawali Pers , 1991. h. 44.
27
Selanjutnya, apabila para pihak tidak memberikan petunjuk sama sekali,
maka hakim yang menangani perkara harus mencari hukum yang paling tepat
sesuai dengan fakta-fakta yang melekat pada para pihak yang saling
mengikatkan janji maupun ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam
perjanjian tersebut. Perjanjian arbitrase seperti halnya perjanjian hukum
lainnya, hanya dapat dirubah atau ditambah oleh kedua belah pihak atau lebih
dalam perjanjian.28
3. Final dan Binding
Arbitrase memiliki asas final dan binding yang berarti putusan arbitase
bersifat putusan akhir dan tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain,
seperti banding atau kasasi.29
Hal tersebut dituangkan dalam Pasal 60 UU
AAPS “Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum
tetap dan mengikat para pihak”.
Padahal pada prakteknya asas ini tidak sesuai dengan kenyataan, nyatanya
putusan arbitrase dapat dimintai pembatalan untuk putusan arbitrase nasional
melalui jalur Pengadilan Negeri. Dan penolakan pengakuan yang
mempengaruhi dapat dilakukan eksekusi atau tidaknya, melalui Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Pelaksanaan eksekuaturnya pun setelah memperoleh
28
Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu
Pengantar. BANI: PT Fikahati Aneska, 2011. h. 76.
29 Sudiarto dan Zaenani Asyhadie, Mengenal Arbitrase (Salah Satu Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis). Jakarta : PT Raja Grafindo, 2004. h. 32.
28
persetujuan dari Mahkamah Agung yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keterlibatan pengadilan di sini, patut dipertanyakan, terkait dengan prinsip
kemandirian, final dan mengikatnya putusan arbitrase. Terlebih terhadap
putusan arbitrase asing yang sangat terkait erat dengan prinsip timbal balik
atau resiprositas (reciprocity principle).30
C. Pengakuan dan Pelaksanaan Arbitrase Internasional di Indonesia
Dalam hal pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase yang dibuat di
luar negeri masih menjadi perdebatan. Pasalnya dalam suatu pengakuan dan
pelaksanaannya, terkait dengan Arbitrase Internasional ini bukan hanya
mengandalkan pengakuan terkait Konvesi New York 1958 saja, namun harus ada
aturan yang bersifat nasional yang dibuat di masing-masing negara bersangkutan
yang saling mengakui, sebagai aplikasi pelaksanaan dari putusan arbitrase
internasional tersebut.
Sebenarnya, timbulnya masalah ini merupakan refleksi dari peraturan atau
konvensi internasional pada umumnya, termasuk Konvensi New York 1958,
yakni bahwa konvensi internasional ini tidak mengatur peraturan-peraturan yang
detail, namum hanya mengatur hal-hal pokoknya saja. Dalam lingkup nasional,
konvensi ini ibarat undang-undang pokok yang pelaksanaannya dijabarkan
30
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska,
2012. h. 147.
29
melalui Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, Instruksi Presiden, Keputusan
Menteri, yang kesemuanya ini merupakan Implementating Legislation-nya.31
Mengacu pada Konvensi New York 1958 yang menjadi landasan bagi
negara dalam melaksanakan „pelaksanaan keputusan arbitrase komersial
internasional‟ di negara-negara yang saling meratifikasi, maka apabila
diperhatikan Konvensi ini mengandung 16 Pasal. Dari pasal-pasal ini dapat
ditarik 5 prinsip berikut ini:32
Pertama, konvensi ini menerapkan prinsip pengakuan dan pelaksanaan
keputusan arbitrase luar negeri dan menempatkan keputusan tersebut pada
kedudukan yang sama dengan keputusan arbitrase luar negeri dan menempatkan
keputusan tersebut pada kedudukan yang sama dengan keputusan peradilan
nasional. Kedua, konvensi ini mengakui prinsip keputusan arbitrase yang
mengikat tanpa perlu ditarik dalam pengambilan keputusannya. Ketiga, konvensi
ini menghindari proses pelaksanaan ganda (double enforcement process).
Keempat, Konvensi New York 1958 menyaratkan penyerderhanaan
dokumentasi yang diberikan oleh pihak yang mencari pengakuan dan pelaksanaan
konvensi, dalam hal ini hanya menyaratkan 2 dokumen saja untuk dapat
melaksanakan suatu keputusan, yaitu dokumen keputusan yang asli atau kopinya
yang sah dan dokumen perjanjian arbitrase yang asli atau kopinya yang sah (Pasal
31
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : PT Rajawali, 1991. h. 78.
32 Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta : PT Rajawali, 1991. h. 80.
30
IV). Prinsip kelima, Konvensi New York 1958 lebih lengkap, lebih komprehensif
daripada hukum nasional pada umumnya. Secara garis besar Konvensi New York
tidak hanya mengatur pada pelaksanaan saja (enforcement), namun juga mengenai
pengakuan (recognition) terhadap suatu keputusan arbitrase meskipun tak ada
pembahasan terkait pembatalan putusan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal
dalam konvensi tersebut yang menerangkan mengenai pengakuan dan
pelaksanaan keputusan arbitrase yaitu Pasal I, III dan V Konvensi New York
1958.
Pasal I menjelaskan bahwa Konvensi berlaku untuk putusan-putusan
arbitrase yang dibuat dalam wilayah suatu negara maupun negara lain, yang mana
pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase itu diminta dan berlaku terhadap
putusan-putusan arbitrase yang bukan domestik di suatu negara dimana
pengakuan dan pelaksanaannya diminta.
Pasal III menjelaskan mengenai kewajiban bagi setiap negara peserta
untuk mengakui keputusan arbitrase yang dibuat di luar negeri mempunyai
kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan hukum (secara) nasional
dimana keputusan tersebut akan dilaksanakan.
Konvensi hanya menyebutkan saja tentang daya mengikat suatu keputusan
dan tentang bagaimana pelaksanaan suatu keputusan dan tentang bagaimana
pelaksanaan atau eksekusinya. Konvensi tidak mengatur siapa pihak yang
berwenang untuk mengeksekusi keputusan tersebut. Pasal V menjelaskan
31
mengenai alasan-alasan yang dapat diajukan oleh para pihak untuk menolak
pengakuan dan pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing.
Namun pada waktu itu Mahkamah Agung berpendapat, bahwa meskipun
pemerintah RI telah mengaksesi Konvensi melalui Keppres No. 34 Tahun 1981,
namun dengan adanya perundang-undangan tersebut tidak serta merta berarti
bahwa keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan di Indonesia. Mahkamah
berpendapat bahwa perlu adanya peraturan pelaksana dari Keppres tersebut agar
pelaksanaan (eksekusi) keputusan arbitrase asing dapat dilaksanakan. Lengkapnya
Mahkamah menyatakan sebagai berikut33
:
“Bahwa selanjutnya mengenai Keppres No. 34 Tahun 1981 tanggal 5
Agustus 1981 dan lampirannya tentang pengesahan Convention on the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award sesuai dengan
praktek hukum yang masih berlaku harus ada peraturan pelaksanaannya
tentang apakah permohonan eksekusi putusan hakim arbitrase dapat diajukan
langsung kepada Pengadilan Negeri, kepada Pengadilan Negeri yang mana,
ataukah permohonan eksekusi diajukan melalui Mahkamah Agung dengan
maksud untuk dipertimbangkan apakah putusan tersebut tidak mengandung
hal-hal yang bertentangan dengan ketertiban hukum Indonesia bahwa
berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, permohonan pelaksanaan Hakim
Arbitrase asing seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima”.
Cairnya kevakuman pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing di
Indonesia terjadi setelah MA mengeluarkan peraturannya, yaitu Perma No. 1
33
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional, Cet: ke-3. Jakarta : PT Rajawali, 2002. h.
120.
32
Tahun 1990. Pada tahun itu pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing
dilakukan di bawah kewenangan Mahkamah Agung (Pasal 4). Namun kemudian
dibentuknya UU AAPS No. 30 Tahun 1999 yang mana pelaksanaan eksekusi
arbitrase asing dibahas melalui Pasal 67 “(1) Permohonan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan
didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat”. Maka, pelimpahan kewenangan mengenai eksekusi putusan
arbitrase asing berada di bawah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terkecuali, jika
terjadi penolakan pengakuan dan pelaksanaan maka dapat diajukan kasasi ke
Mahkamah Agung.
Dalam sejarahnya Mahkamah Agung pernah mengeluarkan putusan
mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Asing yang terjadi pada tahun 1992
dimana terjadi sengketa mengenai kontrak Bulog antara Haryanto (Pengusaha
Indonesia) dan Man (Pengusaha Inggris). Karena saat itu harga Bulog sedang
melambung tinggi akhirnya Haryanto membatalkan perjanjian secara sepihak dan
pihak Man merasa dirugikan akan hal tersebut sehingga mengajukan gugatan ke
Badan Arbitrase di London sesuai kesepakatan dalam perjanjian.
Namun Haryanto tidak mematuhi putusan Arbitrase tersebut dan
mengajukan gugatan pembatalan kontrak tadi ke PN Jakarta Pusat dengan
gugatan melanggar ketertiban umum. Baik PN Jakarta Pusat maupun Pengadilan
Tinggi mengabulkan gugatan tersebut, saat naik banding pihak Man meminta
33
pelaksanaan putusan arbitrase London dan MA mengabulkan Permohonan
tersebut.
Pada tanggal 14 Desember 1992, Majelis Hakim diketuai oleh Prof.
Bustanil Arifin menolak kasasi Man. Keputusan tersebut menyatakan penetapan
exequatur tadi tidak bisa dilaksanakan. Alasannya, penetapan tersebut hanya
bersifat tittel eksekuatur saja, yang belum merupakan perintah (prima facie).
Sedangkan pelaksanaan putusan menurut Majelis, tetap harus tunduk kepada
hukum acara Indonesia.34
Dari kasus ini dapat dilihat bahwa alasan kepentingan
umum dipakai sebagai alasan suatu pembatalan putusan arbitrase.
34
Huala Adolf. Arbitrase Komersial Internasional,Cet: ke-3 . Jakarta : PT Rajawali, 2002. h.
127.
34
Bab III
Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional
A. Ditinjau dari Undang-undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa No. 30 Tahun 1999 (UU AAPS)
Arbitrase merupakan lembaga yang paling umum digunakan untuk
menyelesaikan sengketa komersial dalam lingkup transaksi bisnis domestik
maupun bisnis internasional. Dalam hal ini lembaga peradilan diharuskan
menghormati lembaga arbitrase. Kewajiban pengadilan tersebut ditegaskan dalam
Pasal 3 juncto Pasal 11 ayat (2) UU No. 30 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa
pengadilan negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah
terikat dalam perjanjian arbitrase.35
M. Yahya Harahap kurang setuju mengenai hal ini. Menurutnya yang
dikaitkan dengan yurisdiksi arbitrase dan pengadilan yang digariskan Pasal 3 dan
11 menimbulkan kecenderungan yang keliru. “Terdapat kecenderungan
penerapan yurisdiksi arbitrase secara generalisasi dan absolut, tanpa
memperhatikan rumusan klausul yang disepakati dalam perjanjian”.36
35
Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2006. h. 70.
36M. Yahya Harahap. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30 Tahun
1999”, Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21, Jakarta: Yayasan
Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 16. Dalam tulisannya M. Yahya Harahap menerangkan bahwa
bentuk klausula yang bersifat umum yang disepakati dalam perjanjian. Para pihak sepakat agar para
pihak sepakat agar segala atau setiap disputes yang terjadi atau yang timbul dari perjanjian, akan
34
35
Artinya, ketentuan Pasal 3 dan Pasal 11 telah membentuk kecenderungan
penerapan klausula arbitrase secara generalisasi dan absolut berbentuk klausul
umum, sehingga setiap klausula yang diperjanjikan otomatis melahirkan
yurisdiksi absolut arbitrase untuk menyelesaikan segala atau setiap sengketa yang
terjadi dari perjanjian. Padahal di sisi lain, hukum tidak hanya mengakui dan
membenarkan bentuk klausula umum saja, tetapi juga bentuk klausula yang
bersifat enumeratif atau parsial secara terbatas untuk jenis sengketa tertentu saja.
Dalam bentuk klausula yang bersifat rinci (enumeratif) dan parsial atau
terbatas, harus ditegakkan penerapan yurisdiksi secara terbatas untuk jenis
sengketa tertentu saja. Dalam bentuk klausula yang enumeratif dan parsial, harus
ditegakkan penerapan yurisdiksi secara terpisah dan mendua:37
- Yang menjadi yurisdiksi arbitrase hanya terbatas sepanjang jenis
sengketa yang disebut dalam klausula;
- Sebaliknya segala sengketa yang timbul di luar ruang lingkup yang
disebut dalam klausula arbitrase, mutlak menjadi yurisdiksi PN.
Keterangan mengenai kelemahan pasal UU Arbitrase tersebut apabila
dilihat pada pasal-pasal lain memiliki beberapa kelemahan yang hampir sama.
Salah satunya pasal mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase.
diselesaikan oleh arbitrase. Sedangkan absolut dalam pasal tersebut, menerangkan bahwa sengketa apa
saja yang timbul dari perjanjian menjadi mutlak yurisdiksi arbitrase untuk menyelesaikannya.
37 M. Yahya Harahap. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30
Tahun 1999”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 18.
36
Dalam pasal yang menyinggung mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase,
yaitu dijelaskan pada Bab VII di Pasal 70 hingga Pasal 72. Isi dalam bab tersebut
mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase dan tidak dijelaskan diperuntukkan
untuk putusan arbitrase mana yang dapat dibatalkan.
Sebelumnya patut diperhatikan perbedaan mengenai Pembatalan dan
Penolakan. Dari segi bahasa Inggris Pembatalan diistilahkan sebagai annulment
atau set aside, sementara Penolakan dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai
refusal. Dalam hal ini, Pembatalan dan Penolakan dapat dilihat dari konsekuensi
hukumnya. Pembatalan putusan berakibat pada dinafikannya (seolah tak pernah
dibuat) suatu putusan arbitrase, dan Penolakan putusan arbitrase oleh pengadilan
tidak berarti menafikan putusan tersebut.38
Pasal 65 menjelaskan”Yang berwenang menangani masalah Pengakuan
dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat”. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan tempat
penyelenggaraan pendaftaran terkait dengan pengakuan putusan arbitrase asing,
dan hal tersebut merupakan yurisdiksi yang kewenangannya diberikan melalui
Perma No. 1 Tahun 1990 dan diperkuat lagi melalui UU No. 30 Tahun 1999.
Kemudian sebatas mana Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berhak atas pengakuan
dan pelaksanaan tersebut diatur kemudian di dalam pasal selanjutnya.
38
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 68.
37
Keterkaitan kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap
Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, dijelaskan di dalam UU No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS juga tidak secara jelas menerangkan
arbitrase nasional maupun arbitrase Internasional. Para penegak hukum pun masih
banyak yang keliru menerapkan bunyi pasal ini.
Adanya indikasi bahwa aturan pembatalan putusan arbitrase
diperuntukkan untuk putusan arbitrase nasional, terlihat pada pengaturan tentang
pengadilan yang berwenang untuk menerima pendaftaran putusan arbitrase.
Dalam hal pelaksanaan terhadap Putusan Arbitrase Internasional, sebagaimana
diatur dalam Pasal 65 dan 67 ayat (1), pembentuk UU menunjuk secara eksklusif
„Pengadilan Negeri Jakarta Pusat‟. Sementara dalam pembatalan putusan
arbitrase, sebagaimana diatur dalam Pasal 70 dan 71, tidak dilakukan secara
eksklusif di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melainkan bisa didaftarkan di
panitera „Pengadilan Negeri‟.39
Hal tersebut menerangkan bahwa pembatalan putusan arbitrase
Internasional tidak diatur dalam UU No. 30 Tahun 1999. Dalam praktiknya
Pengadilan Indonesia pernah membatalkan Putusan Arbitrase Internasional, yaitu
pada Kasus Karaha Bodas Company (KBC). Dimana PN Jakarta Pusat
39
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 71.
38
menyatakan bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk membatalkan Putusan
Arbitrase Jenewa.
Sengketa ini bermula dengan ditandatanganinya perjanjian Join Operation
Contract (JOC) pada tanggal 28 Nopember 1994. Pada tanggal yang sama PT
Perusahaan Listrik Negara (PLN) di satu pihak dan Pertamina serta KBC
menandatangani perjanjian Energy Supply Contract (ESC). Perjanjian kerjasama
ini bertujuan untuk memasok kebutuhan listrik PLN dengan memanfaatkan
tenaga panas bumi yang ada di Karaha Bodas, Garut, Jawa Barat. Dalam
perjalanannya proyek kelistrikan ini ditangguhkan oleh Pemerintah berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997 tertanggal 20 September 1997.
Dampak penangguhan adalah kerjasama Pertamina dengan KBC tidak dapat
dilanjutkan.40
Secara garis besar, kesimpulannya Pertamina tidak mau melaksanakan
putusan Arbitrase Jenewa tersebut dan berusahan menolakan putusan Arbitrase
melalui berbagai cara. Salah satunya yaitu melakukan penolakan ke pengadilan-
pengadilan di negara-negara dimana KBC meminta untuk dilakukan eksekusi.
Bahkan Pertamina bukan hanya melakukan upaya hukum dengan menolak
putusan tersebut, tetapi melakukan permohonan pembatalan putusan Arbitrase
yang dilakukan di Pengadilan Indonesia.
40
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 69.
39
Pada tanggal 14 Maret 2002 Pertamina secara resmi mengajukan gugatan
pembatalan Putusan Arbitrase Jenewa kepada PN Jakarta Pusat. Sebelum
diajukannya gugatan pembatalan ini, Pertamina pada tanggal 8 Maret 2002 telah
menyerahkan dan mendaftarkan Putusan Arbitrase Jenewa ke PN Jakarta Pusat.41
Seperti telah diutarakan bahwa pada prinsipnya dalam pemberian
eksekuatur Ketua Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa dan menilai
benar tidaknya materi putusan arbitrase. Akan tetapi, terhadap prinsip tersebut
dikenal ada pengecualian. Setidaknya ada dua hal yang dikecualikan, sehingga
dalam rangka melakukan eksekuatur KPN Jakarta Pusat boleh menilai segi-segi
materi putusan arbitrase. Pertama, apakah materi putusan arbitrase tidak
melampaui batas yang dibenarkan hukum dan perundang-undangan. Kedua,
apakah putusan arbitrase tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum
(public policy).42
Materi putusan arbitrase dianggap melampaui batas yang dibenarkan
hukum dan perundang-undangan apabila forum arbitrase telah memeriksa dan
memutus kasus-kasus sengketa yang secara mutlak tidak termasuk jurisdiksi
arbitrase. Sedangkan yang berkaitan dengan persoalan ketertiban umum (public
policy), penilaian dilakukan terhadap setiap putusan arbitrase internasional yang
41
Hikmahanto Juwana. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Vol 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisns, 2002. h. 70.
42 Erman Suparman. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati
Aneska, 2012. h. 190, Lihat juga pada Pasal V (2) Konvensi New York 1958.
40
dimintakan untuk dieksekusi di Indonesia, apakah putusan tersebut bertentangan
dengan ketertiban umum atau tidak.43
Hal ini diatur dalam Pasal 62 UU No. 30
Tahun 1999.
Perlu diketahui sebelumnya, bahwa indikator mengenai ketertiban umum
tidak dinyatakan jelas sebatas mana ketertiban umum itu dapat tercederai atau
tidak. Ketertiban umum yang dimaksud ialah “rem” yang dipergunakan untuk
menjauhkan keberlakuan Hukum Asing yang seharusnya dipergunakan oleh
ketentuan Hukum Perdata Internasional Indonesia. Diberlakukan hukum asing
oleh Hakim Indonesia, tidak boleh sampai berakibat dilanggarnya atau
tercederanya sendi-sendi hukum negara kita sendiri.
B. Ditinjau dari Hukum Perdata Internasional
Hukum Internasional bukanlah hukum yang bersumber dari Internasional,
melainkan hukum negara yang melewati perbatasan negara dan subjek hukum
berbeda negara.44
Pengertian “Internasional” pada istilah Hukum Perdata
Internasional (Private International Law, International Privatrecht, droit
International Prive) di sini bukan diartikan sebagai “Internasiones” bukan berarti
43
Erman Suparman. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati
Aneska, 2012. h. 190-191.
44 Priyatna Abdurrasyid. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)Suatu
Pengantar. BANI: PT Fikahati Aneska, 2011. h. 59.
41
bahwa sumber Hukum Perdata Internasional adalah Internasional. Sebaliknya
sumber HPI adalah nasional belaka.45
Karena Hukum Perdata Internasional bersumber pada masing-masing
hukum nasional suatu negara, maka tak jarang terjadi benturan hukum ketika
suatu negara satu dengan negara yang lainnya memiliki ketersinggungan yang
menyebabkan suatu hukum harus dilaksanakan terhadap subjek hukum tersebut.
Negara merupakan salah satu pihak yang terkait dalam kontrak
Internasional, yaitu suatu subjek hukum yang disebut juga sebagai subjek hukum
yang sempurna. Negara memiliki kedaulatan, berdaulat penuh atas wilayahnya,
memiliki yurisdiksi eksklusif atas orang termasuk badan hukum, benda-benda dan
peristiwa hukum yang terjadi di wilayahnya. Konsep-konsep negara sebagai
subjek hukum yang sempurna hanya dapat dijelaskan oleh hukum Internasional.46
Dalam Pasal 1 UNCITRAL Rule menyimpulkan bahwa suatu arbitrase
adalah internasional, jika meliputi syarat-syarat berikut ini 47
:
a. Pihak yang membuat klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase pada
saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha di negara-
negara yang berbeda.
45
Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, 1967. Bandung:
Binacipta. h. 3.
46 Huala Adolf. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional. Bandung: PT Resika Aditama,
2008. h. 12.
47 Sudiarto dan Zaeni Asyhadie. Mengenal Arbitrase (Salah Satu Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004. h. 131-132.
42
b. Jika tempat di mana akan dilakukannya arbitrase (yang ditentukan
dalam perjanjian arbitrase) terletak di luar negara tempat usaha para
pihak, meskipun tempat usaha para pihak masih dalam satu negara.
c. Tempat dari objek perjanjian terletak di luar wilayah negara dimana
para pihak memiliki usahanya.
d. Para pihak menyetujui secara tegas, bahwa objek perjanjian arbitrase
mereka ini berhubungan dengan lebih dari satu negara.
Keterikatan arbitrase dan pengadilan juga berlaku di dunia Internasional,
dimana sebagian besar pengadilan menghormati ketentuan yang ada dalam
klausul arbitrase. Disini, agar sebuah arbitrase Internasional dapat bekerja secara
efektif, pengadilan-pengadilan nasional dan kedua belah pihak yang bersengketa
harus mengakui dan mendukung arbitrase. Namun bukan berarti apabila suatu
negara mengakui dan mendukung putusan arbitrase, negara tersebut lantas
kehilangan jati dirinya dalam memperjuangkan kedaulatan negaranya sendiri,
dalam arti mempertahankan aturan-aturan yang berlaku di Inonesia.
Dalam kegiatan bisnis internasional terdapat dua alasan mengapa
pengadilan merupakan sistem yang penting dalam proses kelangsungan arbitrase,
yaitu:48
Pertama, putusan arbitrase harus dapat dilaksanakan melalui sistem
peradilan negara tersebut. Jadi, di mana pun arbitrase diputuskan, maka negara
tersebut patut mengakuinya dan memprosesnya sesuai dengan ketentuan hukum
48
Gatot Soemartono. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia, 2006. h. 73.
43
yang berlaku di negara bersangkutan, baik itu terkait dengan menyalahi aturan
suatu negara tersebut atau tidak, ataupun mencederai nilai-nilai ketertiban umum.
Arbitrase harus diproses sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
Jadi, tak perlu ada pembedaan dapat dilakukannya gugatan pembatalan atau tidak,
sedangkan untuk persoalan keputusan harus diputus sesuai dengan UU
bertentangan atau tidak.
Kedua, klausul arbitrase hendaknya secara tegas menyatakan bahwa para
pihak setuju atas yurisdiksi setiap pengadilan yang berkompeten terhadap
pelaksanaan setiap putusan. Pencantuman klausula tersebut sangat penting
meskipun Konvensi New York 1958 telah memberikan jaminan atas pelaksanaan
putusan arbitrase di banyak yurisdiksi nasional. Dengan demikian, jika salah satu
pihak menang melalui proses arbitrase (di mana pun itu dilakukan), maka ia yakin
bahwa pengadilan nasional di setiap negara akan bersedia melaksanakan putusan
arbitase, jika putusannya tak menyalahi aturan di negara yang dimohonkan
eksekusi.
Pengadilan memiliki peran dalam arbitrase yang dilakukan sebelum, saat
dan sesudah dilakukannya proses berarbitrase. Konvensi New York Tahun 1958
sendiri mengaturnya dalam Pasal 2 ayat (3) yang berisikan rumusan sebagai
berikut:
“The court of a contracting state, when seized of an action in a matter in
respect of which the parties have made an agreement within the meaning of this
44
article, shall, at the request of one of the parties, refer the parties to arbitration,
unless it finds that the said agreement is null and void, inoperative or incapable
of being performed ”
Ketentuan tersebut pada intinya memberikan arti bahwa pengadilan dari
negara-negara yang ikut meratifikasi Konvensi ini, yang telah mengikatkan
dirinya untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui Arbitrase, wajib
menyerahkan kewenangan tersebut kepada forum arbitrase, kecuali ditemukan
bahwa perjanjian tersebut tidak sah atau mengandung suatu cacat hukum.49
Hal ini terkait dengan kewenangan lembaga arbitrase yang dipilih dalam
penyelesaian sengketa dan tercantum dalam perjanjian, menurut Konvensi
pengadilan tidak memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa apabila
dalam klausula perjanjian mereka memilih arbitrase sebagai lembaga untuk
penyelesaian sengketa tersebut. Kemudian bagaimana dengan asas yang
menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasan
apapun, justru hal ini yang dapat mencederai rasa keadilan bagi para pihak.
Perlu diketahui terlebih dahulu apa saja kewenangan pengadilan suatu
negara terhadap keputusan arbitrase internasional. Selain pengakuan,
pelaksanaan (exequatur) pengadilan juga memiliki kewenangan pembatalan.
Terkait dengan pengakuan dan pelaksanaan hal tersebut diatur dalam Pasal V
49
Gunawan Widjaja dan Michael Adrian. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis (Peran
Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa Oleh Arbitrase). Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2008. h. 60.
45
Konvensi New York 1958, menjelaskan mengenai alasan-alasan yang dapat
diajukan oleh para pihak untuk menolak pengakuan dan pelaksanaan suatu
keputusan arbitrase asing.
Apabila dikaitkan dengan pembatalan putusan, hal ini diatur dalam Pasal
V (1) (e) Konvensi New York 1958 yang menjelaskan bahwa “The award has not
yet become binding on the parties, or has been set aside or suspended by a
competent authority of the country in which, or under the law of which, that
award was made”
Maka apabila ditafsirkan competent authority yang dapat melakukan
pembatalan putusan arbitrase adalah pengadilan dari negara di mana putusan
arbitrase itu dibuat. Sedangkan dalam Pasal III Konvensi New York 1958 juga
diterangkan mengenai kandungan asas jus sanguinis atau “asas personalitas” yang
menentukan, pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing dijalankan menurut
tata cara hukum acara yang berlaku di negara mana eksekusi dimohon. Ketentuan
ini menunjukkan bahwa, eksekusi putusan arbitrase asing yang hendak dijalankan
di Indonesia haruslah mengikuti aturan hukum acara yang berlaku di Indonesia,
yaitu KUHPerdata.
Karenanya seperti yang diketahui sebelumnya mengenai kewenangan
pengadilan baik hal tersebut dinyatakan jelas dalam Konvensi maupun UU No. 30
Tahun 1999 tentang AAPS, merupakan aplikasi dari ratifikasi konvensi tersebut.
Sehingga kewenangan pengadilan terhadap putusan arbitrase internasional yaitu
46
diperlakukan sama dengan kewenangan hukum acara yang sudah berlaku di
negara Indonesia, karena bagaimanapun juga suatu putusan arbitrase harus
dihargai sebagai putusan yang final dan mengikat antara para pihak. Hal ini
merupakan suatu wujud konsistensi kesepakatan dan penghormatan terhadap
hukum positif di Indonesia.
47
Bab IV
Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012
Dalam bab ini, akan dibahas mengenai pelaksanaan putusan Mahkamah Agung
mengenai pembatalan putusan arbitrase asing, yang kemudian penulis kaitkan dengan
Hukum Perdata Internasional serta Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
A. Posisi Kasus
Dalam putusan Mahkamah Agung No. 631/K/Pdt.Sus/2012 yaitu antara
Harvey Nichols and Company Limited melawan PT Harapan Nusantara dan PT
Mitra Adiperkasa, Tbk, melibatkan tiga pihak. Para pihak yang dimaksud
adalah:50
Pemohon:
Harvey Nichols Company Limited, yang berkedudukan di 109/125
Knightsbridge, London SW1X 7 RJ, Inggris. Pemohon dahulu merupakan
Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam hal ini
diwakili kuasa hukum A Karim, SH, LL.M, (selanjutnya disebut sebagai
Pemohon).
Termohon:
PT. Harapan Nusantara yang berkedudukan di Wisma 46- Kota BNI Lantai
45, Jalan Jendral Sudirman Kav.1, Jakarta Pusat dan PT Mitra Adi Perkasa, Tbk
50
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor: 631/K. Pdr.Sus/2012.
(Tanggal: 27 Desember 2012). h. 1.
47
48
yang berkedudukan di Wisma Kota BNI lantai 8, Jalan Jendral Sudirman Kav.1,
Jakarta Pusat. Termohon dahulu merupakan Penggugat di muka persidangan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan dalam hal ini diwakili kuasa hukum Joni
Aries Bangun, SH, MM, MH., (selanjutnya disebut sebagai Termohon).
Harvey Nichols and Company Limited merupakan sebuah perusahaan retail
yang melakukan suatu perjanjian kerjasama dengan PT Mitra Adi Perkasa dan PT
Hara pan Nusantara melalui perjanjian Lisensi Eksklusif (Exclusive License
Agreement).51
Perjanjian tersebut juga mengatur pembayaran royalti, atau keuntungan yang
dibagi kepada pemilik merk, sesuai dengan kesepakatan di awal yang telah
disetujui pada tanggal 23 Januari 2007. Selain itu, perjanjian juga mengatur
mengenai jaminan yang dikeluarkan oleh pemegang hak merk, sehingga
memberikan suatu kenyamanan dalam mengembangkan bisnisnya.
Namun kedua hal tersebut diciderai oleh pihak PT Mitra Adi Perkasa dan PT
Harapan Nusantara. Keduanya telah lalai dalam melunasi pembayaran royalti
yang menurut Harvey Nichols and Company Limited, mereka telah meraup
keuntungan yang sangat besar dari bisnis retail dengan menggunakan brand-
brand milik Harvey Nichols tersebut.
51
Dalam perjanjian tersebut, dimaksudkan dengan perjanjian pemberian izin dari pemegang
hak atas kekayaan intelektual yang diberi perlindungan guna menikmati manfaat ekonomi. Yaitu,
jangka waktu tertentu dan syarat tertentu seperti hak paten, hak merk, hak cipta, hak desain industri,
hak atas rahasia dagang dan hak desain tata letak sirkuit terpadu.
49
„Tidak melaksanakan suatu perbuatan‟ atau wanprestasi inilah yang
melatarbelakangi pihak PT Harapan Nusantara dan PT Mitra Adi Perkasa digugat
ke Arbitrase di Chartered Institution of Arbitrators, Inggris.
Hal ini sesuai dengan klausul dalam Perjanjian Lisensi Eksklusif, bahwa
keduanya telah sepakat untuk menyerahkan sengketa ke ranah arbitrase di
London. Namun setelah tiga kali dipanggil oleh Arbiter, Termohon tidak hadir.
Pemeriksaan perkara karenanya dilakukan tanpa kehadiran pihak Termohon.
Setelah pemeriksaan, putusan arbitrase pun dikeluarkan oleh arbiter pada
tanggal 8 September 2010. Isi putusan tersebut antara lain :52
1. Menetapkan bahwa Termohon kedua melanggar perjanjian;
2. PT Mitra Adi Perkasa dan PT Harapan Nusantara atas tindakannya
merugikan Pemohon dan menimbulkan pelanggaran material dari
perjanjian oleh masing-masing mereka;
3. Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-
sendiri membayar kepada Pemohon sejumlah £971,524.26 bersama
dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya, berlipat setiap tiga
bulannya, dari 1 Juni 2010 hingga pembayaran;
4. Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan sendiri-
sendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut sejumlah US$ 35.000
52
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012. (Tanggal: 27
Desember 2012). h. 9-8.
50
sebagai kerugian yang ada hingga dan termasuk 31 Agustus 2010 untuk
pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta;
5. Pemohon (Harvey Nichols and Company Limited) berhak untuk ganti rugi
sehubungan dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010
sebagai akibat dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam
menerbitkan proses-proses di Jakarta;
6. Para Termohon dan masing-masing mereka untuk dengan segera membuat
Barclays Bank Plc atau Bank Internasional besar lainnya dengan
kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon untuk menerbitkan
surat jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam
Bagian 2, Lampiran 2 Perjanjian untuk Pemohon sejumlah US$ 3 juta;
7. Para Termohon dan masing-masing mereka secara bersama-sama dan
sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah £45,000
sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase Pemohon;
8. Termohon harus membayar biaya-biaya jasa arbiter yang ditetapkan
sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku (termasuk biaya-biaya
putusan atas yursidiksi), bersama-sama dengan pengeluaran-pengeluaran
sebesar £340.75; dan bahwa apabila Pemohon harus membayar biaya-
biaya jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut sebelumnya, diberikan
hak untuk penggantian segera oleh para Termohon;
51
Dalam proses pemeriksaan Arbitrase berlangsung, PT Mitra Adi Perkasa dan
PT Harapan Nusantara melakukan “perlawanan”. Mereka menggugat Harvey
Nichols Company di PN Jakarta Selatan pada tanggal 13 Juli 2010 untuk
pembatalan Perjanjian. Dengan gugatan, perjanjian tersebut bukanlah Perjanjian
Lisensi Eksklusif, melainkan perjanjian „waralaba‟. Karena di dalamnya tidak
hanya membahas pemberian izin dari pemegang hak kepada pihak lain untuk
menggunakan suatu hak kekayaan intelektual saja, tetapi juga hak khusus atas ciri
khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa.
Kemudian pada tanggal 13 Desember 2010, Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan mengeluarkan putusannya sebagai berikut:53
1. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan
menyatakan Lisensi Eksklusif Agreement melanggar dan bertentangan
dengan hukum di Indonesia;
2. Menyatakan batal sejak semula (batal demi hukum) dan tidak sah
karenanya tidak berkekuatan hukum Perjanjian Lisensi Eksklusif
(Axclusive License Agreement) antara HNC dan PT HN & PT MAP
tanggal 23 Januari 2007 dengan segala akibat hukumnya;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian para Penggugat
yang seluruhnya berjumlah Rp. 191.290.659.369 ditambah bunga 6% per
tahun dari jumlah tersebut, terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum
tetap sampai dibayar lunasnya ganti kerugian tersebut oleh Tergugat
kepada para Penggugat;
53
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Nomor: 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel. “Tentang
Pertimbangan Hukum”, (Tanggal: 13 Desember 2010). h. 71-81.
52
Kemudian, pasca pengakuan Putusan Arbitrase Asing (IDRS 129100009) oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PT Mitra Adiperkasa dan PT Hamparan
Nusantara mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase asing tersebut di PN
Jakarta Pusat. Dalam permohonan pembatalannya, Pemohon membangun
argumen hukum dengan mengacu pada kasus KBC.54
Di mana pada tanggal 14
Maret 2002 Pertamina secara resmi mengajukan gugatan Pembatalan Putusan
Arbitrase Jenewa kepada PN Jakarta Pusat. Dalam putusannya, Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan tersebut.
Namun sesuai kewenangannya, PN Jakarta Pusat tidak mengabulkan
permohonan Penggugat. Sehingga pada tahap ini Harvey Nichols and Company
Limited memenangkan perkara. Kemenangan tersebut tidak membuat serta merta
Pihak Harvey Nichols and Company Limited merasa puas, sehingga melakukan
gugatan kasasi ke Mahkamah Agung.
Gugatannya mengacu pada Putusan Sela yang dikeluarkan oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dengan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 20 maret
2012, yang isinya sebagai berikut :55
54
Di mana pada tanggal 30 April 1998 KBC memasukkan gugatan ganti rugi ke Arbitrase
Jenewa sesuai dengan tempat penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak dalam JOC (Joint
Operation Contract). Pada tanggal 18 Desember 2000 Arbitrase Jenewa membuat putusan agar
Pertamina dan PLN membayar ganti rugi kepada KBC, kurang lebih sebesar US$ 270,000,000. Namun
Pertamina tidak bersedia melaksanakannya.
55 Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tangal: 27
Desember 2012). h. 30.
53
1) Menolak eksepsi kompetensi absolut Tergugat;
2) Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini;
3) Memerintahkan kepada pihak yang berperkara untuk melanjutkan
pemeriksaan hingga putusan akhir;
4) Menangguhkan putusan biaya perkara hingga putusan akhir;
Dalam putusan tersebut Harvey Nichols Company and Limited mengajukan
upaya hukum lanjutan, yaitu dengan menunjukkan adanya ketidak konsistenan Judex
Facti, dalam menguraikan pertimbangan hukum dengan putusan sela yang
dikeluarkan. Yaitu pada butir 2, “Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini”.
Meskipun dalam putusan akhirnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
memutuskan gugatan pembatalan tidak dapat diterima dan menghukum Penggugat
dalam hal ini PT Hamparan Nusantara dan PT Mitra Adiperkasa untuk membayar
biaya perkara.
B. Isi Putusan Mahkamah Agung
Pada tanggal 27 Desember 2012 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan
dengan mempertimbangkan, bahwa Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional
tidak diatur dalam perjanjian Internasional, yaitu New York Convention 1958
54
yang menjadi acuan dan dasar pelaksanaan putusan arbitrase asing tersebut.56
Oleh sebab itu, Pengadilan Nasional suatu Negara tidak mungkin dapat
membatalkan Putusan Arbitrase Internasional.
Konvensi memang menjelaskan aturan mengenai pembatalan Putusan
Arbitrase Internasional. Yaitu dengan menyerahkannya kepada masing-masing
Negara peserta Konvensi, untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang
digunakan sebagai alasan pembatalan putusan arbitrase. Dan patut diketahui
bahwa, hanya di Negara di mana arbitrase diputuskanlah yang dapat membatalkan
putusan arbitrase asing tersebut.
Sehingga sebagaimana pertimbangan Konvensi New York 1958, jelas bahwa
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang. Selain itu, dengan
pertimbangan bahwa gugatan dilakukan atas dasar inkonsistensi Judex Facti
dalam mengeluarkan Putusan Sela. Majelis Hakim Mahkamah Agung
mengeluarkan putusan yang antara lain:57
1. Mengabulkan permohonan kasasi Harvey Nichols and Company Limited;
2. Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst;
56
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tanggal: 27
Desember 2012). h. 36.
57 Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Nomor : 631/K/Pdt.Sus/2012,(Tanggal: 27
Desember 2012). h. 37.
55
3. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili
gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDRS
129100009;
4. Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini
sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Namun yang patut dipertanyakan adalah bagaimana kedudukan hukum,
putusan kasasi yang dilontarkan oleh Mahkamah Agung ini, apabila
dikontradiktifkan dengan undang-undang yang membahas mengenai
kewenangannya Pengadilan. Kemudian terkait dengan ketentuannya dalam
hukum acara mengenai pembatalan putusan arbitrase internasional.
C. Analisis Putusan Hakim
1. Menurut Konvensi New York 1958 dan Hukum Perdata Internasional
Konvensi New York 1958 diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor
34 Tahun 1981 pada tanggal 5 Agustus 1981. Dengan demikian Konvensi ini
telah menjadi dasar hukum yang berlaku secara nasional. Namun, upaya
ratifikasi Konvensi New York 1958 ternyata belum memberikan jalan keluar
56
dari masalah yang selama ini menghambat pelaksanaan putusan arbitrase
asing di Indonesia.58
Perkara dalam putusan ini merupakan putusan yang termasuk ke dalam
ruang lingkup Hukum Perdata Internasional (HPI). Sebagaimana dalam
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 mengenai AAPS, di Pasal 1 butir 9
menjelaskan bahwa “Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang
dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase
atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional”.
Ketentuan ini sesuai dengan ciri-ciri putusan arbitrase IDRS 129100009,
yaitu bersifat transnasional. Antara perusahaan yang berdiri menggunakan
hukum di Indonesia (PT Mitra Adiperkasa, Tbk dan PT Harapan Nusantara)
melawan perusahaan yang berdiri berdasarkan hukum Inggris yaitu (Harvey
Nichols and Company Limited), sehingga secara status personal hubungannya
menyentuh pada aspek Hukum Perdata Internasional.
Hukum Perdata Internasional memiliki ciri khas dan titik paut dalam
menetapkan „Prinsip Hukum Perdata Internasional‟ tersebut, antara lain; titik
taut dalam HPI di negara-negara Eropa Kontinental lebih mengedepankan
58
Eman Suparman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska,
2012. h. 199.
57
segi personalitas daripada hukum. Sebaliknya, titik-titik taut dalam HPI di
negara-negara Anglo-Saxon lebih mengedepankan segi teritorial daripada
hukum.
Menurut sistem domisili yang mengedepankan segi teritorialitas daripada
hukum, maka semua hubungan yang berkenaan dengan permasalahan
perorangan (individu), kekeluargaan, warisan, singkatnya: “Status Personil”,
ditentukan oleh domisilinya.59
Kemudian diprioritaskannya kuasa teritorial
daripada hukum di sesuatu negara, mengakibatkan semua orang yang berada
di dalam wilayah suatu negara dianggap takluk di bawah hukum Negara itu.
Sedangkan dalam menetapkan penggunaan hukum yang dipakai, ialah harus
dilihat dari Pilihan Forum.
Dalam penjelasan di bab sebelumnya, yaitu bab II telah diterangkan
bahwa pilihan forum ialah pilihan terhadap jurisdiksi lembaga atau badan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, dalam rangka
mengajukan tuntutan pengembalian hak terhadap pihak yang dianggap telah
melanggar dan/atau merugikan hak para pihak yang mengajukan tuntutan.
Sehingga perlu diketahui bahwa, hubungan antara pihak penggugat dan pihak
tergugat merupakan hubungan Perdata Internasional.
59
Sudargo Gautama. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina
Cipta. h. 54.
58
Ketika membahas mengenai Perdata Internasional bukanlah hukumnya
yang bersifat Internasional, tetapi hubungannya yang bersifat Internasional.
Hubungan Internasional ini adalah hubungan hukum yang terjadi melawan
lintas batas negara, bukan hukum antar negara-negara.60
Pilihan forum menjadi suatu penilaian, forum mana yang dipilih dan
memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan hukum. Hal ini bukan
hanya dilihat dari substansi perjanjian, tetapi dilihat juga di mana suatu
perjanjian tersebut dibuat. Pilihan forum yang dilakukan oleh masyarakat
menjadi salah satu alasannya. Pilihan Forum dalam Perjanjian Lisensi
Eksklusif sendiri dapat dilihat dari isi perjanjian tersebut, yang mana di
dalamnya menerangkan bahwa penyelesaian sengketa dalam perjanjian
tersebut melalui Chartered Institute of Arbitrators di London.
Konstitusi di Negara kita memang memiliki framework tersendiri, dalam
hal ini katakan mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Namun
ketentuan tersebut tidak dapat membatasi seorang Hakim untuk
mengembangkan kewenangannya dalam berinterpretasi. Ketika suatu pihak
dalam suatu kasus mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase
internasional, maka bukan berarti Pengadilan lantas menolak saja gugatan
yang diajukann padanya.
60
Erman Suparman. Arbitrase & Dilema Pe negakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati Aneska,
2012. h. 50.
59
Hal ini bertentangan dengan konstitusi yang berlaku, bahwasannya
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas.
Melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009.
Seperti yang telah diketahui bahwa Konvensi New York 1958 Pasal V
hanya mengatur mengenai alasan-alasan untuk menolak pengakuan dan
pelaksanaan suatu keputusan arbitrase asing. Alasan-alasan untuk menolak
putusan tersebut adalah sebagai berikut :61
a. Bahwa para pihak yang telah membuat perjanjian untuk arbitrase ini
(arbitration clause) menurut hukum yang berlaku, mereka tidak
berwenang untuk melakukan hal itu. Misalnya mereka itu masih
dibawah umur atau mereka dalam perwalian (curatele) dan
sebagainya. Para pihak dapat dianggap tidak berwenang menurut
hukum yang berlaku untuk perjanjian bersangkutan, atau dapat pula
mereka dipandang tidak berwenang menurut hukum.
b. Tidak dipenuhinya hal-hal tertentu dalam pelaksanaan acara
berperkara arbitrase. Misalnya tidak diberitahukan secara lazim
tentang pengangkatan arbiter atau tentang berjalannya perkara
61
Sudargo Gautama. Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit
Alumni, 1981. h. 220-222.
60
arbitrase. Dalam hal pihak yang dikalahkan ini tidak diberi
kesempatan untuk melakukan pembelaannya, maka dapat dianggap
keputusan arbitrase telah diperoleh dengan cara-cara yang tidak wajar.
Dalam hal demikian maka dimintakan penolakan pengakuannya.
c. Arbitrase mencakup hal-hal yang di luar wewenang para arbiter,
seperti yang telah ditugaskan kepada mereka. Hanya bagian daripada
keputusan arbitrase yang termasuk dalam lingkungan wewenang para
arbiter itu, yang dapat dilaksanakan.
d. Prosedur untuk arbitrase tidak sesuai dengan apa yang telah disetujui
oleh para pihak. Atau apabila para pihak tidak mengadakan perjanjian
mengenai arbitrase.
e. Keputusan arbitrase masih belum mengikat para pihak, telah
dikesampingkan atau ditunda oleh instansi yang berwenang di dalam
negara di mana keputusan arbitrase itu dibuat atau menurut hukum
dari negara di mana keputusan bersangkutan dilakukan.
f. Dapat juga ditolak pelaksanaan atau pengakuan dari pada keputusan
arbitrase luar negeri, apabila menurut badan peradilan dari negara di
mana dimintakan pelaksanaan atau pengakuan. Dipandang bahwa
pokok persoalan yang diputus dengan arbitrase ini, tidak dapat
diselesaikan melalui arbitrase. Menurut ketentuan hukum daripada
hakim di mana dimintakan pelaksanaan itu.
61
g. Public Policy, arbitrase asing tidak dapat dijalankan apabila dianggap
bertentangan dengan sendi-sendi daripada hukum negaranya sendiri.
Hingga apabila dilaksanakan pula, akan melanggar aturan sendi-sendi
hukum di negara tersebut.
Pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam putusan perkara No. 631
K/Pdt.Sus/2012 yang antara lain menyebutkan bahwa : “Menurut Konvensi
New York 1958, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan
pembatalan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan di tempat
putusan arbitrase tersebut dijatuhkan”. Dirasakan tidak dapat menghentikan
prosedural yang sangat berkaitan pada kewenangan Pengadilan, dalam hal ini
tetap melaksanakan dan melanjutkan gugatan yang diajukan kepadanya,
meskipun gugatan tersebut tidak diatur dalam Undang-undang yang berlaku,
dalam hal ini UU AAPS terkait Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional.
2. Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Dalam gugatan pembatalan putusan arbitrase asing oleh PT Mitra
Adiperkasa dan PT Hamparan Nusantara, PN Jakarta Pusat mengeluarkan
putusan sela dengan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011
yang kemudian di kasasi ke Mahkamah Agung dengan amarnya sebagai
berikut;
62
1. Mengabulkan permohonan kasasi Harvey Nichols and Company
Limited;
2. Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.
126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst;
3. Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
mengadili gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas
putusan IDRS 129100009;
4. Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat
kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Dapat dilihat pada butir 2 dan butir 3 putusan Mahkamah Agung, bahwa
tidak ada ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mana aturannya mengenai
ketidakberwenangnya Pengadilan Neger Jakarta Pusat mengadili „gugatan‟
pembatalan putusan arbitrase internasional. Apabila hal tersebut diajukan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka Pengadilan memiliki
kewenangan dan bahkan berkewajiban untuk memeriksa dan mengadili
perkara tersebut.
Meskipun sejatinya UU No. 30 Tahun 1999 mengatur bahwa pengadilan
dalam negeri tidak memiliki kewenangan dalam membatalkan putusan
arbitrase Internasional, namun tidak dapat Pengadilan menolak perkara
dengan alasan apapun, karena hal ini akan bertabrakan dengan ketentuan di
dalam UU No. 48 Tahun 2009. Ketentuannya berisi bahwa kewenangan
63
Pengadilan di Indonesia untuk mengadili perkara meskipun bahwa hukum
tidak ada atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
Ketetapan undang-undang yang secara emplisit menyatakan bahwasannya
Putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dibatalkan di pengadilan dalam
negeri, „dapat tetap tegak‟, meskipun undang-undang mengatur mengenai
Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Hal ini ditujukan agar adanya
kepastian hukum terkait ketidakberwenangan pengadilan dalam
„membatalkan‟ putusan Arbitrase Internasional tersebut, dan terkait
prosedural yang akan dilaksanakan apabila gugatan tersebut dilayangkan
dengan segala kemungkinannya.
Sebagaimana dasar dari munculnya putusan arbitrase, yaitu adanya
“kesepakatan” antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan yang
akan terjadi antara mereka melalui jalur arbitrase. Pada intinya dasar dari
keinginan penyelesaian melalui arbitrase tersebut adalah kesepakatan yang
dituangkan dalam perjanjian.
Islam mengatur hal substansial yang demikian dalam surah Al Anfaal ayat
58 yang berbunyi;
64
“Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya)
pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian tersebut
kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh Allah tidak menyukai orang
yang berkhianat”
65
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan dan dipaparkan dalam bab-bab
sebelumnya, yaitu mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia
maka dapat diberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Pembatalan Putusan Arbitrase merupakan upaya yang dilakukan untuk
membatalkan isi putusan arbitrase, dengan membatalkan sebagian atau
seluruh isi putusan. Di Indonesia kewenangan tersebut diatur dalam Bab
VII Pasal 70 hingga 72. Aturan dalam pasal ini memang tidak diterangkan
secara jelas, apakah pembatalan putusan tersebut diperuntukan untuk
putusan arbitrase lokal maupun internasional. Namun Konvensi New York
1958 menjelaskan, bahwa kewenangan Pembatalan Putusan Arbitrase
Internasional tidak dapat dilakukan oleh Pengadilan di Negara yang tidak
memutuskan Putusan Arbitrase tersebut. Sehingga Pengadilan di Negara
Indonesia tidak memiliki kewenangan membatalkan putusan arbitrase
asing, terkecuali putusan arbitrasenya memang di keluarkan di Negara
Indonesia. Namun apabila putusan tersebut dikeluarkan bukan di Negara
Indonesia, maka Pengadilan tidak memiliki kewenangan tersebut.
65
66
2. Hukum Perdata Internasional bukanlah hukum yang bersumber dari
Internasional, melainkan hukum negara yang saling memiliki
ketersinggungan antara suatu negara dengan negara lain. Terkait teritorial
atau batas suatu negara, maupun subjek hukum yang berbeda negara, atau
hubungan hukum individu/kelompok yang melewati lintas batas negara.
Permohonan pembatalan putusan arbitrase oleh PT Mitra Adi Perkasa dan
PT Harapan Nusantara ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Meskipun dalam putusannya Harvey Nichols and Company Limited
memenangkan perkara, bahwa putusan arbitrase Internasional tidak dapat
dilakukan di Indonesia. Namun Harvey Nichols tetap melakukan upaya
hukum kasasi dengan gugatan putusan sela yang menyatakan bahwa
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang membatalkan perkara ini.
Putusan MA yang membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tersebut dapat dinyatakan invalid atau cacat hukum. Pada dasarnya
pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya,
selain itu kewenangan yang dimaksud ialah kewenangan untuk
membatalkan, karena pada isi putusan akhir PN Jakarta Pusat tersebut
menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang dalam menangani perkara
pembatalan putusan arbitrase asing. Dalam Pasal 136 HIR, putusan
penolakan eksepsi kompetensi adalah putusan sela yang tidak dapat
dibanding tersendiri, tetapi harus diputuskan bersama-sama dengan pokok
67
perkara. Dengan demikian, terdapat kontroversi dapat-tidaknya eksepsi
diajukan banding tersendiri dan terpisah dari pokok perkara
B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan ialah harus dilakukan revisi terhadap UU
No. 30 Tahun 1999 tentang AAPS secara keseluruhan. Perbaikan tersebut
khususnya terhadap hal yang dianggap kecil terlebih dahulu, terkait ketentuan
bahwa putusan arbitrase merupakan putusan yang bersifat final dan binding
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 60 UU No. 30 Tahun 1999, “Putusan
arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap”.
Padahal di dalam hukum, yang hitam jelas hitam dan yang putih pun harus
jelas, dapat dilakukannya upaya banding atas putusan arbitrase menunjukkan
tidak konsistennya ketentuan dalam undang-undang, bahwa putusan arbitrase
tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain. Sehingga menurut penulis hal
ini perlu diperhatikan.
Selain itu, undang-undang ini harus ditambahkan pasal mengenai pembatalan
putusan arbitrase internasional dengan menjelaskan bahwa putusan tersebut tidak
dapat „dibatalkan‟ karena hal ini dapat mempertegas kewenangan Pengadilan
Negeri di Indonesia dalam membatalkan putusan arbitrase Internasional tersebut.
Kemudian kelalaian atau kealpaan yang dilakukan oleh hakim Mahkamah
Agung terhadap ketentuan yang telah digariskan oleh perundangan dapat
68
mengakibatkan keputusan yang dibuat menjadi cacat (invalid). Bila terjadi hal
yang demikian tentunya proses persidangan yang telah berlangsung dan menyita
waktu yang banyak akan sangat merugikan bagi para pihak yang bersengketa,
disamping itu biaya yang harus dikeluarkan oleh para pihak akan bertambah
besar, yang mana hal ini sangat bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat
dan biaya murah.
Dengan begitu diharapkan hakim dalam mengambil keputusan harus
memperhatikan lagi dengan seksama yurisprudensi-yurisprudensi yang ada,
bahwasannya gugatan pembatalan putusan arbitrase internasional dapat diajukan
ke pengadilan, hanya saja pengadilan tidak memiliki kewenangan dalam
membatalkannya, dan hakim harus memperhatikan bahwasannya ada undang-
undang lain yang akan saling bersinggungan dalam satu perkara dan ini patut
dicermati.
69
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Suatu
Pengantar, Cet. Ke-II. Jakarta: Fikahati Aneska, 2011.
Adolf, Huala. Arbitrase Komersial Internasional. Jakarta: Rajawali Pers, 1991.
Adolf, Huala. Dasar-dasar Hukum Kontrak Internasional, Bandung: PT Resika
Aditama, 2008.
Ali, Ahmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang
(Legisprudence). Vol.I. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009).
Cet. Ke-III.
Amirudin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cet. Ke-I.
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Djauhari, Achmad. Arbitrase Syari‟ah di Indonesia. Jakarta: Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas), 2006.
Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,
Mediasi, Konsolidasi, dan Arbitrase). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2001.
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Metode Penulisan
Skripsi. Jakarta: UIN Press, 2000.
Gautama, Sudargo. Indonesia dan Konvensi-konvensi Hukum Perdata Internasional.
Bandung: Penerbit Alumni, 1996.
69
70
. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia. Bandung: Bina
Cipta, 1987.
. Soal-soal Aktual Hukum Perdata Internasional. Bandung: Penerbit
Alumni, 1981.
Harahap, Yahya. Arbitrase (Ditinjau dari : Reglemen Acara Perdata (Rv), Peraturan
Prosedur BANI, International Centre for the Settlement of Investment
Disputes (ICSID), INCITRAL Arbitration Rules, Convention on the
Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, PERMA No. 1
Tahun 1990. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Cet: ke-3.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis
Peradilan Umum dan Perdata Khusus Mahkamah Agung Republik
Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung, 2007.
Soemartono, Gatot. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia,
2006.
Widjaja, Gunawan dan Michael Adrian. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis (Peran
Pengadilan Dalam Penyelesaian Sengketa Oleh Arbitrase). Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
. Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Arbitrase Vs. Pengadilan Persoalan
Kompetensi (Absolut) Yang Tidak Pernah Selesai. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Cet. Ke-VI. Jakarta: Kencana, 2010.
Saleh, Abdul Rahman, dkk. Arbitrase Islam di Indonesi. Jakarta: Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia Kerjasama dengan Bank Muamalat, 1994.
71
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-III. Jakarta: UI-Press,
2010.
Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet. Ke-XIX. Jakarta: PT Intermasa, 1984).
Sudiarto dan Zaeni Asyhadie. Mengenal Arbitrase, Salah Satu Alternatif
Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta : PT RajaGrafindo, 2004.
Suparman, Erman. Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: PT Fikahati
Aneska, 2012.
Jurnal dan Artikel Ilmiah :
Fuady, Munir. “Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase”. Jurnal Hukum
Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Vol. 21. Jakarta:
Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002.
Harahap, Yahya. “Beberapa Cacatan Yang Perlu Mendapat Perhatian Atas UU. 30
Tahun 1999”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Vol.21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002.
Juwana, Hikmahanto. “Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional Oleh Pengadilan
Nasional”. Jurnal Hukum Bisnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Vol. 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002.
Panggabean, H.P. “Efektifitas Eksekusi Putusan Arbitrase Dalam Sistem Hukum
Indonesia”. Jurnal Hukum Bidnis: Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Vol. 21. Jakarta: Yayasan Pengembang Hukum Bisnis, 2002.
Perundang-undangan :
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
72
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Peraturan Mahmakah Agung No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Putusan Arbitrase Asing;
Konvensi New York Tahun 1985
Putusan Arbitrase, Pengadilan dan Mahkamah Agung :
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan Nomor: 394/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Sel
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan Nomor: 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Putusan Nomor: 631K/Pdt.Sus/2012
Internet :
Budidjaja, Tony, “Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia” Pengadilan
Indonesia”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13217/pembatalan-putusan-
arbitrasedi-indonesia, diunduh pada tanggal: 13 Januari 2014.
Faiz, Pan Muhammad, “Kemungkinan Diajukannya Perkara Dengan Klausul
Arbitrase Ke Muka Pengadilan.”,
http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/09/klausul-arbitrase-dan-
pengadilan_18.html, diunduh pada tanggal: 6 Februari 2014.
Hakim, Amri, “Apa Definisi Ketertiban Umum?”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3e380e0157a/apa-definisi-
ketertiban-umum, diunduh pada tanggal : 18 Februari 2014.
73
Rachmadsyah, Shanti, “Penyelesaian Sengketa di Arbitrase”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3897/penyelesaian-sengketa-
di-arbitrase, diunduh pada tanggal : 23 Februari 2014.
,“Wewenang PN dalam Melaksanakan Putusan Arbitrase.”,
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3082/wewenang-pn-dalam
melaksanakan-putusan-arbitrase, diunduh pada tanggal: 1 Maret 2014.
Risdiana, Yana, “Beberapa Kelemahan Ketentuan Pembatalan Putusan Arbitrase”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol9134/beberapa-kelemahan-
ketentuan-pembatalan-putusan-arbitrase, diunduh pada tanggal: 5 Januari
2014.
Umar, Muhammad Husseyn, “Pokok-pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional di Indonesia”,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4bbd785494fc7/pokokpokok-
masalah-pelaksanaan-putusan-arbitrase-internasional-di-indonesia-br-
oleh-m-husseyn-umar- , diunduh pada tanggal : 4 April 2014.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara Perdata Khusus (Arbitrase) dalam tingkat kasasi telah memutuskan
sebagai berikut dalam perkara:
HARVEY NICHOLS AND COMPANY LIMITED, suatu
perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Inggris
(registrasi No. 1774537), berkedudukan di 109/125 Knightsbridge,
London SW1X 7RJ, Inggris, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
ISWAHJUDI A. KARIM, SH., LL.M., dan kawan-kawan, para
Advokat, berkantor di Plaza Mutiara Lantai 7, Jalan Lingkar Mega
Kuningan Kav. 1 & 2, Jakarta 12950, berdasarkan surat kuasa khusus
tanggal 15 April 2011;
Pemohon Kasasi dahulu Tergugat;
m e l a w a n :
1 PT. HAMPARAN NUSANTARA;
2 PT. MITRA ADIPERKASA, Tbk;
Keduanya berkedudukan di Wisma 46-Kota BNI Lantai 8, Jalan
Jendral Sudirman Kav. 1, Jakarta Pusat 10220, dalam hal ini
memberi kuasa kepada: JONI ARIES BANGUN, SH., MM., MH.,
dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Bapindo Plaza-
Citibank Tower Lantai 24, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 54-55, Jakarta
12190, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Februari 2012;
Para Termohon Kasasi dahulu para Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para
Termohon Kasasi dahulu sebagai para Penggugat telah menggugat sekarang Pemohon
Kasasi dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
pada pokoknya atas dalil-dalil:
1 Bahwa Tergugat telah mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir
pada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sebagaimana dimaksud dalam
Hal. 1 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Akta pendaftaran putusan Arbitrase Internasional nomor 05/PDT/ARB-
lNT/2011/PN.JKT.PST tertanggal 22 Maret 2011;
2 Bahwa oleh karenanya pengajuan gugatan pembatalan putusan akhir dan
adendum putusan akhir ini telah dilaksanakan sesuai dengan, dalam tenggang
waktu, cara-cara dan syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia yang berlaku cq. Pasal 71 Undang-undang nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU
No. 30/1999");
3 Bahwa adapun amar putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah sebagai
berikut:
Putusan akhir:
"VI-Award
71. For the reasons set out above I award as follows:
a. I declare that the Exclusive licence agreement between the parties dated
23 January 2007 ("the Agreement") is a valid agreement which is
binding on the parties;
b. I confirm the declarations made in my award on Jurisdiction dated 14
June 2010, namely that:
i. Clause 15 of the Exclusive Licence Agreement dated 23 January
2007 between the Claimants and the Respondents constitutes a valid
and binding arbitration agreement between the parties;
ii. My appointment as sole arbitrator by the President of the Chartered
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid and effective so
that the arbitral tribunal is properly constituted;
iii. I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to
arbitration pursuant to its notice of Arbitration dated 25 March 2010
and request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010;
c. I declare that the first respondent is in breach of the Agreement in the
following respects:
i. failing to issue the second letter of guarantee in the Sterling
equivalent of US $3 million as required by clause 4.2(j) of the
Agreement;
ii. failing to pay to the claimant the minimum royalty in accordance
with clauses 7.2 and 8.1 of the Agreement;
2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
iii. failing to renew the second letter of guarantee after the claimant's
drawdown in accordance with clause 7.4 of the Agreement; and
iv. issuing the proceedings dated 26 May 2010 against the claimant in
the South Jakarta District Court ("the Jakarta proceedings");
d. I declare that the second respondent is in breach of the Agreement in the
following respects:
ifailing to perform its obligation to ensure the performance by the
first respondent of all monetary obligation of the first respondent
under the Agreement, namely the timely payment of minimum
royalties and the renewal or reissue of the second letter of
guarantee by the first respondent; and
ii issuing the Jakarta proceedings;
e. I declare that the conduct of both respondents described in (c) and (d)
above amounts to a material breach of the Agreement by each of them;
f. I order that the respondents and each of them jointly and severally do
pay to the claimant the sum of £971,524.26, together with interest
thereon at 4% per annum above Libor, compounded with monthly rests,
from 1 July 2010 until payment;
g. I order that the respondents and each of them jointly and severally do
pay to the claimant the further sum of US $35,000 as damages incurred
up to and including 31 August 2010 for the respondents' breach in
issuing the Jakarta proceedings, together with interest thereon at 4% per
annum above Libor, compounded with monthly rests, from 1 September
2010 until payment;
h. I declare that the claimant is entitled to further damages in respect of
any loss and damage suffered after 31 August 2010 as a result of the
respondents' breach of Agreement in issuing the Jakarta proceedings
and I reserve power to assess those damage in due course;
i. I order that the respondents and each of them do forthwith cause
Barclays Bank Plc or another major international bank of similar
standing acceptable to the claimant to issue a second letter of guarantee
substantially in the form set out in Part 2, Schedule 2 to the Agreement in
favour of the claimant in the amount of US $3 million;
Hal. 3 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
j. order that the respondents and each of them jointly and severally to pay
to the claimant the sum of £45,000 in respect of the claimant's costs of
the arbitration;
k. I order that the respondents must pay my fees, which I settle in the total
amount of £12,175 plus VAT if applicable (which includes the costs of
the award on Jurisdiction), together with expenses of £340.75; and that
if the claimant has paid those fees and expenses in the first sentence, it is
entitled to immediate reimbursement by the respondents;"
Dengan terjemahan sebagai berikut:
"VI-Putusan
71. Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, saya memutuskan sebagai
berikut:
a. Saya memutuskan bahwa Perjanjian lisensi ekslusif antara para pihak
tertanggal 23 Januari 2007 ("Perjanjian") adalah sebuah perjanjian yang
sah yang mengikat para pihak;
b. Saya menegaskan bahwa penetapan-penetapan yang dibuat dalam
putusan atas yurisdiksi tertanggal 14 Juni 2010, yaitu bahwa:
i Pasal 15 dari Perjanjian Lisensi Ekslusif tertanggal 23 Januari 2007 antara
Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan
mengikat antara para pihak;
ii Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh Presiden dari Chartered Institute of
Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga Majelis Arbitrase
dibentuk secara patut;
iii Saya memiliki yuridiksi untuk menyelesaikan tuntutan Pemohon merujuk pada
Arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25 Maret 2010 dan
permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010;
b Saya menetapkan bahwa Termohon kesatu telah melanggar perjanjian
dengan cara-cara sebagai berikut:
i lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua dalam Sterling setara dengan US $3
juta sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4.2 (j) Perjanjian;
ii lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum berdasarkan Pasal-Pasal 7.2
dan 8.1 Perjanjian;
iii lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua setelah penarikan Pemohon
berdasarkan Pasal 7.4 Perjanjian; dan
4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
iv menerbitkan proses-proses tertanggal 26 Mei 2010 terhadap Pemohon di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ("proses-proses di Jakarta");
c Saya menetapkan bahwa Termohon kedua telah melanggar perjanjian
dengan cara-cara sebagai berikut:
i. lalai untuk melaksanakan kewajibannya untuk memastikan
pemenuhan oleh Termohon pertama atas semua kewajiban keuangan
dan Termohon pertama berdasarkan perjanjian, yaitu pembayaran
dari waktu ke waktu atas royalti-royalti minimum dan pembaharuan
atau penerbitan ulang surat jaminan kedua oleh Termohon pertama;
dan
ii. menerbitkan proses-proses di Jakarta;
d Saya menetapkan bahwa tindakan kedua Termohon yang diuraikan
dalam (c) dan (d) di atas menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh
masing-masing mereka;
e Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon sejumlah
£971,524.26, bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor,
berlipat setiap bulannya, dari 1 Jui 2010 hingga pembayaran;
f Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon lebih lanjut
sejumlah US $ 35,000 sebagai kerugian yang ada hingga dan termasuk 31 Agustus 2010
untuk pelanggaran para Termohon dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta, bersama
dengan bunganya sebesar 4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap bulannya,
dari 1 September 2010 hingga pembayaran;
g Saya menetapkan bahwa Pemohon berhak untuk ganti rugi sehubungan
dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat dari
pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan proses-proses di Jakarta
dan saya mencadangkan wewenang untuk menetapkan kerugian-kerugian tersebut
selanjutnya;
h Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau bank internasional besar lainnya
dengan kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon untuk menerbitkan surat
jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran
2 Perjanjian untuk Pemohon sejumlah US $3 juta;
Hal. 5 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
i Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada Pemohon sejumlah
£45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase Pemohon;
j Saya memutuskan bahwa para Termohon hams membayar biaya-biaya
jasa saya, yang saya tetapkan sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku
(termasuk biaya-biaya putusan atas yurisdiksi), bersama-sama dengan pengeluaran-
pengeluaran sebesar £340.75; dan bahwa apabila Pemohon harus membayar biaya-biaya
jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut sebelumnya, diberikan hak untuk
penggantian segera oleh para Termohon;"
Adendum putusan akhir:
V-Amended Award
13. For the reasons set out above paragraph 71 of my award is amended to read
as follows (the only changes being to sub-paragraphs (f) and (g):
a I declare that the Exclusive licence agreement between the parties dated 23
January 2007 ("the Agreement") is a valid agreement which is binding on the parties;
b I confirm the declarations made in my award on Jurisdiction dated 14 June
2010, namely that:
i. Clause 15 of the Exclusive Licence Agreement dated 23 January 2007
between the claimants and the Respondents constitutes a valid and
binding arbitration agreement between the parties;
ii. My appointment as sole arbitrator by the President of the Chartered
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid and effective so that
the arbitral tribunal is properly constituted;
iii. I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to
arbitration pursuant to its notice of Arbitration dated 25 March 2010
and request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010;
c. I declare that the first respondent is in breach of the Agreement in the
following respects:
i. failing to issue the second letter of guarantee in the Sterling equivalent
of US $3 million as required by clause 4.2(j) of the Agreement;
ii. failing to pay to the claimant the minimum royalty in accordance with
clauses 7.2 and 8.1 of the Agreement;
iii. failing to renew the second letter of guarantee after the claimant's
drawdown in accordance with clause 7.4 of the Agreement; and
6
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
iv. issuing the proceedings dated 26 May 2010 against the claimant in the
South Jakarta District Court ("the Jakarta proceedings");
d. I declare that the second respondent is in breach of the Agreement in the
following respects:
i. failing to perform its obligation to ensure the performance by the first
respondent of all monetary obligation of the first respondent under the
Agreement, namely the timely payment of minimum royalties and the
renewal or reissue of the second letter of guarantee by the first
respondent; and
ii. issuing the Jakarta proceedings;
e. I declare that the conduct of both respondents described in (c) and (d)
above amounts to a material breach of the Agreement by each of them;
f. I order that the respondents and each of them jointly and severally do pay
to the claimant the sum of £971,524.26, together with interest thereon at
4% per annum above Libor, compounded with three monthly rests, from 1
July 2010 until payment;
g. I order that the respondents and each of them jointly and severally do pay
to the claimant the further sum of US $35,000 as damages incurred up to
and including 31 August 2010 for the respondents' breach in issuing the
Jakarta proceedings, together with interest thereon at 4% per annum
above Libor, compounded with three monthly rests, from 1 September
2010 until payment;
h. I declare that the claimant is entitled to further damages in respect of any
loss and damage suffered after 31 August 2010 as a result of the
Respondents' breach of Agreement in issuing the Jakarta proceedings and
I reserve power to assess those damage in due course;
i. I order that the respondents and each of them do forthwith cause Barclays
Bank Plc or another major international bank of similar standing
acceptable to the claimant to issue a second letter of guarantee
substantially in the form set out in Part 2, Schedule 2 to the Agreement in
favour of the claimant in the amount of US $3 million;
j. I order that the respondents and each of them jointly and severally to pay
to the claimant the sum of £45,000 in respect of the claimant's costs of the
arbitration;
Hal. 7 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
k. I order that the respondents must pay my fees, which I settle in the total
amount of £12,175 plus VAT if applicable (which includes the costs of the
award on Jurisdiction), together with expenses of £340.75; and that if the
claimant has paid those fees and expenses in the first sentence, it is entitled
to immediate reimbursement by the respondents";
Dengan terjemahan sebagai berikut:
"VI-Putusan Yang Diubah
13. Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, paragraf 71 putusan saya
diubah untuk dibaca sebagai berikut (perubahan hanya pada sub-paragraf (f)
dan (g)):
a Saya memutuskan bahwa Perjanjian lisensi ekslusif antara para pihak tertanggal
23 Januari 2007 ("Perjanjian") adalah sebuah perjanjian yang sah yang mengikat para
pihak;
b Saya menegaskan bahwa penetapan-penetapan yang dibuat dalam putusan atas
yurisdiksi tertanggal 14 Juni 2010, yaitu bahwa:
i Pasal 15 dari Perjanjian lisensi ekslusif tertanggal
23 Januari 2007 antara Pemohon dan para
Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang
sah dan mengikat antara para pihak;
ii Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh
Presiden dari Chartered Institute of Arbitrators
pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga
Majelis Arbitrase dibentuk secara patut;
iii Saya memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan
tuntutan Pemohon merujuk pada arbitrase sesuai
dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25
Maret 2010 dan permohonan untuk penunjukan
seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010;
c Saya menetapkan bahwa Termohon kesatu telah melanggar perjanjian dengan
cara-cara sebagai berikut:
i lalai untuk menerbitkan surat jaminan kedua
dalam Sterling setara dengan US $3 juta
sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 4.2(j)
Perjanjian;
8
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ii lalai untuk membayar Pemohon royalti minimum
berdasarkan Pasal-pasal 7.2 dan 8.1 Perjanjian;
iii lalai untuk memperbaharui surat jaminan kedua
setelah penarikan Pemohon berdasarkan Pasal 7.4
Perjanjian; dan
iv menerbitkan proses-proses tertanggal 26 Mei 2010
terhadap Pemohon di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan ("proses-proses di Jakarta");
d. Saya menetapkan bahwa Termohon kedua telah melanggar perjanjian
dengan cara-cara sebagai berikut:
i. lalai untuk melaksanakan kewajibannya untuk memastikan pemenuhan
oleh Termohon pertama atas semua kewajiban keuangan dari
Termohon pertama berdasarkan perjanjian, yaitu pembayaran dari
waktu ke waktu atas royalti-royalti minimum dan pembaharuan atau
penerbitan ulang surat jaminan kedua oleh Termohon pertama; dan
ii. menerbitkan proses-proses di Jakarta;
e. Saya menetapkan bahwa tindakan kedua Termohon yang diuraikan dalam
(c) dan (d) di atas menimbulkan pelanggaran material dari perjanjian oleh
masing-masing mereka;
f. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon
sejumlah £971,524.26 bersama dengan bunganya sebesar 4% setiap
tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1 Jui 2010
hingga pembayaran;
g. Saya menetapkan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri membayar kepada Pemohon lebih
lanjut sejumlah US$ 35,000 sebagai kerugian yang ada hingga dan
termasuk 31 Agustus 2010 untuk pelanggaran para Termohon dalam
menerbitkan proses-proses di Jakarta, bersama dengan bunganya sebesar
4% setiap tahunnya di atas Libor, berlipat setiap tiga bulannya, dari 1
September 2010 hingga pembayaran;
h. Saya menetapkan bahwa Pemohon berhak untuk ganti rugi sehubungan
dengan tiap kerugian yang diderita setelah 31 Agustus 2010 sebagai akibat
dari pelanggaran para Termohon atas perjanjian dalam menerbitkan
Hal. 9 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
proses-proses di Jakarta dan saya mencadangkan wewenang untuk
menetapkan kerugian-kerugian tersebut selanjutnya;
i. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
untuk dengan segera membuat Barclays Bank Plc atau Bank Internasional
besar lainnya dengan kedudukan yang sama yang diterima oleh Pemohon
untuk menerbitkan surat jaminan kedua yang isinya dalam bentuk yang
dikemukakan dalam Bagian 2, Lampiran 2 Perjanjian untuk Pemohon
sejumlah US$ 3 juta;
j. Saya memutuskan bahwa para Termohon dan masing-masing mereka
secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk membayar kepada
Pemohon sejumlah £45,000 sehubungan dengan biaya-biaya arbitrase
Pemohon;
k. Saya memutuskan bahwa para Termohon harus membayar biaya-biaya jasa
saya, yang saya tetapkan sejumlah £12,175 ditambah PPN apabila berlaku
(termasuk biaya-biaya putusan atas yurisdiksi), bersama-sama dengan
pengeluaran-pengeluaran sebesar £340.75; Dan bahwa apabila Pemohon
harus membayar biaya-biaya jasa dan pengeluaran-pengeluaran tersebut
sebelumnya, diberikan hak untuk penggantian segera oleh para
Termohon";
4. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya karena:
a. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 394/PDT.G/2010/
PN.JKT.SEL tertanggal 15 Desember 2010 ("Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan") menyatakan aI. (1) Harvey Nichols and Company Limited cq.
Tergugat melakukan perbuatan melawan hukum, dan (2) Exclusive license
agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 melanggar dan
bertentangan dengan hukum yang berlaku dan karenanya batal demi hukum;
b. Putusan akhir dan adendum putusan akhir melanggar atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia (vide Pasal
1320 butir 4 jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 Tahun
1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba
10
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Waralaba);
c. Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 mengabaikan prinsip audi et alteram
partem, yaitu mendengar kedua belah pihak;
d. Penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males cacat secara hukum dan
tidak memenuhi syarat-syarat Exclusive license agreement (perjanjian lisensi
esklusif) tertanggal 23 Januari 2007;
e. Kuasa yang digunakan oleh Tergugat untuk mendaftarkan putusan akhir dan
adendum putusan akhir adalah bukan kuasa sebagaimana disyaratkan oleh
ketentuan hukum yang berlaku;
f. Pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada Panitera Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat mengandung cacat hukum dan tidak lengkap menurut
hukum;
Sebagaimana lebih lanjut akan didalilkan dalam butir 5 sampai dengan butir 10 di
bawah ini;
5. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan aI. (1)
Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat melakukan perbuatan melawan
hukum, dan (2) Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal
23 Januari 2007 melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku dan
karenanya batal demi hukum;
a. Bahwa amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:
Mengadili:
I. Dalam Eksepsi:
a. Dalam eksepsi tentang kompetensi relatif:
• Menolak eksepsi Tergugat tentang kompetensi relatif;
• Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang untuk
memeriksa dan memutus perkara ini;
b Dalam eksepsi terhadap gugatan para Penggugat:
• Menolak eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
II Dalam Provisi:
Hal. 11 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Menolak tuntutan para Penggugat dalam provisi;
III Dalam Pokok Perkara:
1 Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk sebahagian;
2 Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3 Menyatakan Perjanjian lisensi ekslusif (exclusive lisence agreement) antara
Harvey Nichols and Company Limited (Tergugat) dan PT. Hamparan Nusantara
(Penggugat I) dan PT. Mitra Adiperkasa Tbk. (Penggugat II) tanggal 23 Januari
2007 adalah melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia;
4 Menyatakan batal sejak semula (batal demi hukum) dan tidak sah dan karenanya
tidak berkekuatan hukum Perjanjian lisensi ekslusif (exclusive lisence
agreement) antara Harvey Nichols and Company Limited (Tergugat) dan PT.
Hamparan Nusantara (Penggugat I) dan PT. Mitra Adiperkasa Tbk. (Penggugat
II) tanggal 23 Januari 2007 dengan segala akibat hukumnya;
5 Menghukum Tergugat untuk membayar ganti kerugian kepada para Penggugat
yang seluruhnya berjumlah Rp 191.290.659.369,- (seratus sembilan puluh satu
milyar dua ratus sembilan puluh juta enam ratus lima puluh sembilan ribu tiga
ratus enam puluh sembilan rupiah) dengan perincian sebagai berikut:
a Royalty yang telah dibayarkan oleh Penggugat kepada Tergugat sebesar
Rp. 15.014.079.119,- (lima belas milyar empat belas juta tujuh puluh
sembilan ribu seratus sembilan belas rupiah);
b Biaya investasi sebesar Rp. 104.166.005.101,- (seratus empat milyar
seratus enam puluh enam juta lima ribu seratus satu rupiah);
c Gaji para karyawan sejak tahun 2007 sampai dengan bulan Maret 2010
adalah sebesar Rp. 25.386.057.042,- (dua puluh lima milyar tiga ratus
delapan puluh enam juta lima puluh tujuh ribu empat puluh dua rupiah);
d Pesangon pemutusan hubungan kerja karyawan sebesar Rp.
339.843.500,- (tiga ratus tiga puluh sembilan juta delapan ratus empat
puluh tiga ribu lima ratus rupiah);
e Sisa stock yang belum terjual per tanggal 27 April 2010 sebesar Rp.
46.384.671.607,- (empat puluh enam milyar tiga ratus delapan puluh
empat juta enam ratus tujuh puluh satu ribu enam ratus tujuh rupiah);
Ditambah bunga 6% per tahun dari jumlah Rp.
191.290.659.369,- tersebut terhitung sejak putusan ini berkekuatan
12
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum tetap sampai dibayar lunasnya ganti kerugian tersebut oleh
Tergugat kepada para Penggugat;
6 Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 161.000,-
(seratus enam puluh satu ribu rupiah);
7 Menolak gugatan para Penggugat untuk yang lain dan selebihnya;
b. Bahwa berdasarkan amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut,
Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat dinyatakan telah melakukan
perbuatan melawan hukum;
c. Bahwa disamping itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan
Exclusive license agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari
2007, yang merupakan objek perselisihan perkara Arbitrase Internasional kasus
IDRS 129100009 dalam putusan akhir dan adendum putusan akhir:
i. melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia;
ii. batal seiak semula atau batal demi hukum dan tidak sah dan karenanya tidak
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya;
d. Bahwa karena (1) Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan (2)
Exclusive license agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari
2007 melanggar dan bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan
batal sejak semula atau batal demi hukum dan tidak sah, dan karenanya tidak
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, maka putusan akhir dan
adendum putusan akhir yang pihaknya adalah Tergugat dan seluruh objek
perselisihan, isi, pertimbangan dan amarnya berkaitan dengan Exclusive license
agreement (perjanjian lisensi eksklusif) tertanggal 23 Januari 2007 menjadi batal
demi hukum dan tidak sah serta tidak berkekuatan hukum berdasarkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
e. Bahwa apabila putusan akhir dan adendum putusan akhir tidak batal menurut
hukum atau tetap berkekuatan hukum, quod non, maka dikhawatirkan akan sulit
memulihkan keadaannya kembali seperti keadaan semula (restitutio in
integrum);
f. Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir harus batal
demi hukum atau harus dibatalkan menurut hukum karena bertentangan dengan
putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
6. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
Hal. 13 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukumnya karena melanggar atau bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Republik Indonesia (vide Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal
1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo.
Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/ M-DAG/PER/3/2006 tahun 2006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo.
PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/
M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba);
a. Bahwa objek sengketa, isi, pertimbangan dan amar putusan akhir dan adendum
putusan akhir berkaitan erat atau tidak dapat dipisahkan dari Exclusive license
agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
b. Bahwa ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia mengenai syarat- syarat
sahnya suatu perjanjian (cq. Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339
KUHPerdata) mengatur secara tegas sebagai berikut:
i. Pasal 1320 butir 4 KUHPerdata menyatakan bahwa salah satu syarat sahnya
suatu perjanjian adalah apabila memenuhi syarat "suatu sebab yang halal";
ii. Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang
apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan
atau ketertiban umum;
iii. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya
mengikat hal-hal yang diatur dalam perjanjian tetapi juga hal-hal yang
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang;
c. Bahwa ternyata Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007 tidak memenuhi unsur sebab yang halal sebagaimana
disyaratkan Pasal 1320 butir 4 jo. Pasal 1337 KUHPerdata karena melanggar
atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang
Waralaba cq. PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri
Perdagangan No. 31/ M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba, sebagaimana diuraikan berikut ini:
i. Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23
Januari 2007 melanggar atau bertentangan dengan PP No. 16 tahun 1997
tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, karena:
(1) Tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia;
(2) Tidak menggunakan hukum Indonesia sebagai hukum yang berlaku;
14
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
(3) Tidak ada pemberian keterangan tertulis atau prospektus dari Pemberi
Waralaba kepada Penerima Waralaba sebelum dibuatnya perjanjian;
(4) Pemberi Waralaba tidak memiliki surat keterangan legalitas usaha yang
dikeluarkan oleh instansi berwenang di Negara asalnya;
(5) Tidak ada pendaftaran perjanjian waralaba dan keterangan tertulis atau
prospektus kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
Departemen Perdagangan;
ii Exclusive license agreement
(perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007
melanggar atau bertentangan
dengan PP No. 42 tahun 2007
tentang Waralaba jo. Peraturan
Menteri Perdagangan No. 31/M-
DAG/PER/8/2008 tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Waralaba,
karena:
1 Tidak diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia;
2 Antara Pemberi Waralaba
dan Penerima Waralaba
tidak mempunyai
kedudukan hukum yang
setara;
3 Tidak menggunakan hukum
Indonesia sebagai hukum
yang berlaku;
4 Tidak ada pemberian
prospektus penawaran
waralaba dari Pemberi
Waralaba kepada Penerima
Waralaba sebelum
dibuatnya perjanjian;
5 Tidak ada pendaftaran
perjanjian waralaba kepada
Hal. 15 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Direktorat Bina Usaha dan
Pendaftaran Perusahaan,
Direktur Jenderal
Perdagangan Dalam Negeri,
Departemen Perdagangan;
6 Tidak ada pendaftaran
prospektus penawaran
waralaba kepada Direktorat
Bina Usaha dan Pendaftaran
Perusahaan, Direktur
Jenderal Perdagangan
Dalam Negeri, Departemen
Perdagangan;
iii Exclusive license agreement
(perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007
melanggar ketentuan Pasal 5 ayat 1
Peraturan Menteri Perdagangan No.
31/M-DAG/PER/8/2008 tahun
2008 tentang Penyelenggaraan
Waralaba yang secara tegas
mensyaratkan adanya kedudukan
hukum yang setara antara pemberi
waralaba dan penerima waralaba di
dalam suatu perjanjian waralaba
dan terhadap mereka berlaku
hukum Indonesia, karena:
1 tidak memberlakukan
hukum Indonesia melainkan
hukum Inggris dalam
perjanjian (vide Pasal 15.1
Exclusive license agreement
(perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007;
dan,
16
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2 mencerminkan
ketidakadilan atau tidak
adanya "fairness" dalam
suatu perikatan karena
Pemberi Waralaba (cq.
Tergugat) yang posisinya
secara ekonomis lebih kuat
dan dominan menggunakan
pengaruhnya agar Penerima
Waralaba (cq. Penggugat I)
dan Penjamin (cq.
Penggugat II) menerima isi
perjanjian seolah-olah
menggunakan prinsip "take
it or leave it" sehingga
Tergugat dapat bertindak
secara sepihak, leluasa dan
menurut kehendaknya
sendiri dalam menentukan
isi atau materi perjanjian,
hal mana sama sekali
menunjukkan tidak adanya
kedudukan hukum yang
setara antara para
Penggugat dan Tergugat
dalam perjanjian;
d. Bahwa selain itu, Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007 tersebut juga melanggar atau bertentangan dengan
Pasal 1339 KUHPerdata, karena penerapan Exclusive license agreement
(perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 tidak hanya semata-mata
terikat pada pasal-pasal dalam Exclusive license agreement (perjanjian lisensi
ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007 saja namun juga pada hal-hal yang
diharuskan oleh:
i. Kepatutan:
Hal. 17 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Karena secara ekonomi, bisnis dan hukum pada umumnya, kegiatan usaha
seperti yang dijalankan oleh Tergugat dalam bidang Toko Serba Ada
Eksklusif Harvey Nichols adalah jenis usaha waralaba dan bukan jenis usaha
lisensi, sehingga adalah patut dilandasi oleh perjanjian waralaba bukan
perjanjian lisensi;
ii. Undang-undang:
Yaitu PP No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri
Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No.
42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/
M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba; dan,
iii. Ketertiban umum:
Karena seyogianya pelaksanaan usaha/bisnis waralaba di Indonesia harus
memenuhi atau tidak melanggar ketertiban umum yang ada di Indonesia cq.
peraturan perundang-undangan yang berlaku (cq. PP No. 16 tahun 1997
tentang Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/
PER/3/2006 tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang
Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008
tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba);
e. Bahwa oleh karena Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 200 melanggar atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia (cq. Pasal 1320 butir 4
jo. Pasal 1337 jo. Pasal 1339 KUHPerdata jo. PP No. 16 tahun 1997 tentang
Waralaba jo. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tahun
2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran
Usaha Waralaba jo. PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba jo. Peraturan
Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba), maka putusan akhir dan adendum putusan akhir
tersebut harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum, dan karenanya
tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya;
7. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya, karena Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus
18
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
perkara Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 mengabaikan prinsip audi et
alteram partem, yaitu mendengar kedua belah pihak;
a. Bahwa Pasal V paragrap 1 butir (b) Konvensi New York menyatakan sebagai
berikut:
Article V paragraph 1 point (b) Konvensi New York:
Recognition and enforcement of the award may be refused, at the request of the
party against whom it is invoked, only if that party furnishes to the competent
authority where the recognition and enforcement is sought, proof that:
The party against whom the award is invoked was not given proper notice of the
appointment of the arbitrator or of the arbitration proceedings or was otherwise
unable to present his case; or
Dengan terjemahan sebagai berikut:
Pasal V ayat 1 butir (b) Konvensi New York:
Pengakuan dan pelaksanaan putusan dapat ditolak, atas permintaan dari pihak
yang terhadapnya suatu putusan dimintakan, hanya jika pihak tersebut
mengajukannya kepada pihak yang berwenang di tempat pengakuan dan
pelaksanaan tersebut dimintakan, membuktikan bahwa:
Pihak yang terhadapnya suatu putusan dimintakan tidak diberitahu secara wajar
mengenai penunjukan Wasit atau persidangan Arbitrase atau telah dinyatakan
tidak dapat mengajukan sengketanya; atau
b Bahwa dalam suatu persidangan cq. Arbitrase terdapat asas utama yaitu asas
audi et alteram partem yang artinya kedua belah pihak harus didengar dan diperlakukan
sama serta tidak memihak dan tidak membedakan orang (eines mannes rede, ist keines
mannes rede, man soll sie horen beide, horen van beide partijen), sehingga kehadiran
kedua belah pihak dalam seluruh persidangan cq. Arbitrase mutlak diperlukan agar para
pihak dapat didengar oleh Arbiter cq. Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan
memutuskan perkara tersebut, yang pada akhirnya memberikan keadilan pada semua
pihak (vide Pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR jo. Pasal
47 Rv);
c Bahwa ternyata Arbiter tunggal tidak memberitahukan secara langsung dan patut
menurut hukum kepada para Penggugat mengenai persidangan Arbitrase, sehingga para
Penggugat tidak mengikuti/hadir dalam persidangan Arbitrase dan Arbiter tunggal
hanya menerima/ mendengar keterangan dari Tergugat saja secara sepihak tanpa
memberikan kesempatan kepada para Penggugat dan tanpa kehadiran para Penggugat,
perbuatan mana jelas sangat melanggar asas audi et alteram partem (vide Pasal 5 ayat 1
Hal. 19 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR jo. Pasal 47 Rv) dan Pasal V
paragraph 1 butir (b) Konvensi New York;
d Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, putusan akhir dan adendum putusan
akhir harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak
berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya, karena bertentangan dengan asas
audi et alteram partem sebagaimana disyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan
yang berlaku (vide Pasal 5 ayat 1 UU No. 4/2004 jo. Pasal 132a; Pasal 121 ayat 2 HIR
jo. Pasal 47 Rv) dan Pasal V paragraph 1 butir (b) Konvensi New York);
1 Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya, karena penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males cacat
secara hukum dan tidak memenuhi syarat-syarat Exclusive license agreement
(perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
a Bahwa Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007 menyatakan:
Any dispute or difference arising out of or in connection with this Agreement
shall be referred to the arbitration of a sole arbitrator to be appointed in
accordance with S.16 (3) of the Arbitration Act 1996 ("the Act"), the seat of such
arbitration being hereby designated as London, England. In the event of failure
of the parties to make the appointment pursuant to S.16 (3) of the Act, the
appointment shall be made by the President for the time being of the Chartered
Institute of Arbitrators. The arbitrator shall decide the dispute according to the
substantive laws of England and Wales;
Dengan terjemahan resminya sebagai berikut:
Setiap perselisihan atau perbedaan yang timbul dari atau yang berhubungan
dengan Perjanjian ini akan dirujuk kepada arbitrase dari seorang Wasit tunggal
yang akan ditunjuk sesuai dengan S.16 (3) Undang-Undang Arbitrase 1996
("Undang-Undang"), tempat kedudukan dari Arbitrase tersebut dengan ini
ditunjuk London, Inggris. Dalam hal kegagalan para pihak untuk membuat
penunjukkan mengenai S.16 (3) dari Undang-Undang, penunjukkan akan dibuat
oleh Presiden yang untuk saat ini dari Chartered Institute of Arbitrators. Wasit
akan memutuskan perselisihan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip hukum
substantif Inggris dan Wales;
20
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
b Bahwa berdasarkan Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi
ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007, pihak yang menunjuk Arbiter tunggal
apabila para pihak gagal menunjuk para Arbiter adalah Presiden Chartered
Institute of Arbitrators pada saat itu;
c Bahwa ternyata penunjukkan Arbiter tunggal cq. Tuan Stephen Males dilakukan
oleh IDRS Ltd., yang beralamat di 24 Angel Gate, City Road, London EC1V
2PT, Inggris, dengan suratnya tertanggal 14 Mei 2010 dan bukan Presiden
Chartered Institute of Arbitrators;
d Bahwa penunjukkan Tuan Stephen Males sebagai Arbiter tunggal oleh IDRS
Ltd. tersebut adalah keliru, bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang
berlaku dan Pasal 15.2 Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif)
tertanggal 23 Januari 2007 karenanya adalah menurut hukum setiap produk yang
dihasilkan oleh Arbiter tunggal yang penunjukkannya cacat dan tidak sah secara
hukum (dalam hal ini putusan akhir dan adendum putusan akhir) menjadi tidak
sah, cacat, batal demi hukum dan bertentangan dengan hukum;
e Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir yang
didasarkan atas penunjukkan yang tidak sah tersebut harus batal demi hukum
atau dibatalkan menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan
segala akibat hukumnya;
9. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya, karena kuasa yang digunakan oleh Tergugat untuk mendaftarkan
putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah bukan kuasa sebagaimana
disyaratkan oleh ketentuan hukum yang berlaku;
a. Bahwa Pasal 67 ayat (1) UU No. 30/1999 menyatakan sebagai berikut:
"Permohonan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional dilakukan setelah
putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh Arbiter atau kuasanya kepada
Panitera Pengadilan Negeri;"
b. Bahwa amar putusan akhir dan adendum putusan akhir mengenai pemberian
kuasa menyatakan sebagai berikut:
Putusan akhir:
74. I authorise each of the parties severally to register this award in Indonesia
(or in any country where such registration is necessary) and if necessary
to instruct local counsel to do so;
Hal. 21 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dengan terjemahan sebagai berikut:
74. Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-
sendiri untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia (atau di Negara lain
dimana pendaftaran tersebut dianggap perlu) dan jika perlu memerintahkan
penasehat hukum lokal untuk melakukannya;
Adendum putusan akhir:
18. I authorise each of the parties severally to register this award in Indonesia
(or in any country where such registration is necessary) and if necessary
to instruct local counsel to do so;
Dengan terjemahan sebagai berikut:
18. Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-
sendiri untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia (atau di Negara lain
dimana pendaftaran tersebut dianggap perlu) dan jika perlu memerintahkan
penasehat hukum lokal untuk melakukannya;
c. Bahwa pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada Panitera
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dilakukan oleh kuasa hukum Tergugat cq. Offy
Syofiah, SH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 Juli 2010 dari Harvey
Nichols and Company Limited selaku pemberi kuasa cq. Tergugat;
d. Bahwa kuasa yang diberikan kepada Offy Syofiah, SH., tertanggal 2 Juli 2010
tersebut mengandung cacat hukum dan tidak sah menurut hukum, karena
kewenangan atau alas hak pemberian kuasa diberikan oleh Arbiter pada saat
penerbitan putusan akhir dan/atau adendum putusan akhir yaitu pada tanggal 8
September 2010 dan 7 Oktober 2010 sebagaimana dinyatakan dalam amar-amar
putusan akhir dan adendum putusan akhir;
e. Bahwa Harvey Nichols and Company Limited cq. Tergugat memberikan kuasa
untuk mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir kepada Offy
Syofiah, SH., jauh sebelum putusan akhir dan adendum putusan akhir
dikeluarkan oleh Arbiter tunggal;
f. Bahwa pemberian kuasa oleh Tergugat kepada Offy Syofiah, SH., jauh sebelum
Arbiter tunggal memberikan kuasa melalui amar putusan akhir dan adendum
putusan akhir adalah bertentangan dengan hukum, karena pada saat itu (a) belum
ada (terjadi) pemberian kuasa dari Arbiter tunggal kepada Tergugat yang
menjadi dasar atau memberikan kewenangan kepada Tergugat untuk menunjuk
pihak lain cq. kuasa hukumnya untuk mendaftarkan putusan akhir dan adendum
22
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
putusan akhir, dan (b) Arbiter tunggal belum membuat dan/atau menerbitkan
putusan akhir dan adendum putusan akhir;
g. Bahwa disamping itu, kuasa yang diberikan Arbiter tunggal dalam amar-amar
putusan akhir dan adendum putusan akhir, adalah bukan surat kuasa khusus
sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan digunakan dalam hukum acara perdata;
h. Bahwa dengan demikian, kuasa yang diberikan oleh Arbiter tunggal kepada
Tergugat, dan oleh Tergugat kepada kuasa hukumnya untuk mendaftarkan
putusan akhir dan adendum putusan akhir mengandung cacat hukum, tidak sah
dan bertentangan dengan hukum, karenanya putusan akhir dan adendum putusan
akhir harus batal demi hukum atau dibatalkan menurut hukum;
10. Bahwa putusan akhir dan adendum putusan akhir dalam perkara Arbitrase
Internasional kasus IDRS 129100009 harus batal demi hukum atau dibatalkan
menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat
hukumnya, karena pendaftaran putusan akhir dan adendum putusan akhir pada
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengandung cacat hukum dan tidak
lengkap menurut hukum;
a. Bahwa Arbiter tunggal yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara
Arbitrase Internasional kasus IDRS 129100009 telah mengeluarkan 3 (tiga)
putusan Arbitrase Internasional, yaitu:
i. Award on jurisdiction (putusan mengenai yurisdiksi) tertanggal 14 Juni 2010
("putusan mengenai yurisdiksi"); dan,
ii. Final award tertanggal 8 September 2010 cq. putusan akhir; dan,
iii. Addendum to final award dated 8 September 2010 tertanggal 7 Oktober
2010 cq. adendum putusan akhir;
b. Bahwa adapun amar putusan mengenai yurisdiksi adalah sebagai berikut:
"VI-Award
40 For the reasons set out above I award and declare that:
a Clause 15 of the Exclusive license agreement dated 23 January 2007
between the claimants and the respondents constitutes a valid and
binding arbitration agreement between the parties;
b My appointment as sole Arbitrator by the President of the Chartered
Institute of Arbitrators on 12 May 2010 was valid dan effective so that
the arbitral tribunal is properly constituted;
Hal. 23 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
c I have jurisdiction to determine the claimant's claim referred to
arbitration pursuant to its notice of arbitration dated 25 March 2010 and
request for the appointment of an Arbitrator dated 4 May 2010;
41 I reserve all questions relating to the costs of the jurisdiction issue;
42 The seat of this arbitration is London;
43 I authorize each of the parties severally to register this award in Indonesia and
if necessary to instruct local Indonesian counsel to do so;"
Dengan terjemahan sebagai berikut:
"VI-Putusan
40 Untuk alasan-alasan yang dikemukakan di atas, saya memutuskan dan
menyatakan bahwa:
a Pasal 15 dan Perjanjian lisensi ekslusif tertanggal 23 Januari 2007 antara
Pemohon dan para Termohon merupakan perjanjian arbitrase yang sah dan
mengikat antara para pihak;
b Penunjukan saya sebagai Wasit tunggal oleh Presiden dari Chartered Institute of
Arbitrators pada 12 Mei 2010 adalah sah dan efektif sehingga Majelis Arbitrase
dibentuk secara patut;
c Saya memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan tuntutan Pemohon merujuk pada
Arbitrase sesuai dengan pemberitahuan Arbitrase tertanggal 25 Maret 2010 dan
permohonan untuk penunjukan seorang Wasit tertanggal 4 Mei 2010;
41 Saya menahan seluruh pertanyaan berkaitan dengan biaya dari masalah
yurisdiksi;
42 Kedudukan Arbitrase ini adalah di London;
43 Saya memberikan kuasa kepada masing-masing pihak secara sendiri-sendiri
untuk mendaftarkan putusan ini di Indonesia dan jika perlu untuk memerintahkan
penasihat hukum lokal Indonesia untuk melakukannya";
c. Bahwa apabila benar, quod non, berdasarkan putusan mengenai yurisdiksi, a)
Exclusive license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari
2007 merupakan perjanjian yang sah dan mengikat, (b) penunjukkan Tuan
Stephen Males sebagai Arbiter tunggal adalah sah dan efektif dan (c) Arbiter
tunggal memiliki yurisdiksi untuk menyelesaikan tuntutan Tergugat;
d. Bahwa keabsahan pemeriksaan dan penyelesaian perkara Arbitrase Internasional
kasus IDRS 129100009 adalah didasarkan pada putusan mengenai yurisdiksi
yang memberikan kewenangan kepada Arbiter tunggal untuk memeriksa,
24
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengadili dan memutus perkara tersebut dengan objek sengketa Exclusive
license agreement (perjanjian lisensi ekslusif) tertanggal 23 Januari 2007;
e. Bahwa dengan demikian, ketiga putusan Arbitrase tunggal yaitu putusan
mengenai yurisdiksi, putusan akhir dan adendum putusan akhir adalah satu
kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain menurut hukum, dimana
apabila putusan mengenai yurisdiksi ditiadakan atau diabaikan, maka putusan
akhir dan adendum putusan akhir mengandung cacat hukum, tidak sah dan tidak
berdasar dan karenanya harus batal demi hukum;
f. Bahwa Tergugat hanya mendaftarkan putusan akhir dan adendum putusan akhir
pada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanpa mendaftarkan putusan
mengenai yurisdiksi;
g. Bahwa pendaftaran yang dilakukan oleh Tergugat atas putusan akhir dan
adendum putusan akhir tersebut adalah cacat hukum, tidak sah, tidak lengkap
secara hukum, tidak berdasar dan karenanya harus batal demi hukum, karena
putusan akhir dan adendum putusan akhir tidak memiliki landasan hukum dan
tidak dapat berdiri sendiri tanpa alas/dasar hukumnya, yaitu putusan mengenai
yurisdiksi;
h. Bahwa dengan demikian, putusan akhir dan adendum putusan akhir batal demi
hukum atau harus dibatalkan menurut hukum, dan karenanya tidak berkekuatan
hukum dengan segala akibat hukumnya karena pendaftarannya cacat hukum,
tidak sah, tidak lengkap secara hukum, dan tidak mempunyai alas atau dasar
hukum;
11. Bahwa oleh karena terdapat kekhawatiran para Penggugat bahwa Tergugat akan
melakukan tindakan pelaksanaan eksekusi atas putusan akhir dan adendum putusan
akhir dan juga untuk mencegah kerugian yang berkelanjutan akibat pelaksanaan
eksekusi tersebut, maka sebelum adanya putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (inkracht van gewijsde), para Penggugat mohon kepada Majelis Hakim
yang terhormat untuk memutuskan dan menetapkan putusan provisi sebagai berikut:
a. Menghukum Tergugat atau kuasanya atau siapapun yang mendapat hak dari
Tergugat, untuk tidak melaksanakan dan/atau melakukan tindakan hukum
apapun yang berhubungan dengan pelaksanaan sebagian atau seluruh isi final
award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd.,
sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa,
Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September
2010, dan Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam perkara
Hal. 25 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan
(1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010, sampai adanya
putusan Hakim dalam perkara ini yang berkekuatan hukum tetap (status quo);
b. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada para
Penggugat sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) setiap hari terhitung
sejak tanggal putusan provisi diterbitkan apabila Tergugat atau kuasanya atau
siapapun yang mendapat hak dari Tergugat tidak melaksanakan isi putusan
provisi ini;
12. Bahwa oleh karena gugatan ini diajukan berdasarkan bukti-bukti otentik yang sah
menurut hukum, maka telah cukup beralasan gugatan ini dapat diterima dan/atau
dikabulkan menurut hukum dan dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij
voorraad) meskipun ada perlawanan (verzet), banding atau kasasi;
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Penggugat mohon kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat supaya memberikan putusan yang dapat dijalankan
lebih dahulu, sebagai berikut:
Dalam Provisi:
1. Mengabulkan gugatan provisi para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Tergugat atau kuasanya atau siapapun yang mendapat hak dari
Tergugat untuk tidak melaksanakan dan/atau melakukan tindakan hukum apapun
yang berhubungan dengan pelaksanaan sebagian atau seluruh isi final award dalam
perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon
dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September 2010, dan Addendum to
final award dated 8 September 2010 dalam perkara Arbitrase Internasional antara
Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2)
PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009)
tertanggal 7 Oktober 2010, sampai adanya putusan Hakim dalam perkara ini yang
berkekuatan hukum tetap (status quo);
3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) kepada para
Penggugat sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) setiap hari terhitung
sejak tanggal putusan provisi diterbitkan apabila Tergugat atau kuasanya atau
siapapun yang mendapat hak dari Tergugat tidak melaksanakan isi putusan provisi
ini;
4. Menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir;
26
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan final award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey
Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT.
Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal
8 September 2010, dan Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam
perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon
dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para
Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010 melanggar dan
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia;
3. Menyatakan batal dan tidak sah dan karenanya tidak berkekuatan hukum final
award dalam perkara Arbitrase Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd.,
sebagai Pemohon dan (1) PT. Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk.
sebagai para Termohon (kasus IDRS 129100009) tertanggal 8 September 2010, dan
Addendum to final award dated 8 September 2010 dalam perkara Arbitrase
Internasional antara Harvey Nichols & Co.Ltd., sebagai Pemohon dan (1) PT.
Hamparan Nusantara, (2) PT. Mitra Adiperkasa, Tbk. sebagai para Termohon (kasus
IDRS 129100009) tertanggal 7 Oktober 2010 dengan segala akibat hukumnya;
4. Menghukum Tergugat untuk tunduk dan taat pada putusan perkara ini;
5. Menyatakan putusan perkara ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada
bantahan (verzet), banding atau kasasi (uitvoerbaar bij voorraad);
6. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara;
Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat mengajukan
eksepsi yang pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:
Dalam eksepsi kompetensi absolut;
A. Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa ("UU Arbitrase"), putusan Arbitrase IDSR 129100009 yang
dikeluarkan oleh Arbiter tunggal Stephen Males qc. yang ditunjuk oleh President of
The Chartered Institute of Arbitrators di London, Inggris ("Putusan Arbitrase
IDSR 129100009") merupakan putusan Arbitrase Internasional;
1. Pasal 1 ayat 9 dari UU Arbitrase menyatakan:
"Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
lembaga Arbitrase atau Arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik
Indonesia, atau putusan suatu lembaga Arbitrase atau Arbiter perorangan yang
Hal. 27 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
Arbitrase internasional";
2. Bahwa Arbiter tunggal Stephen Males qc. yang ditunjuk oleh President of The
Chartered Institute of Arbitrators yang bertempat di London, Inggris,
menjatuhkan Final award tanggal 8 September 2010 ("putusan akhir") dan
Addendum to final award tanggal 8 Oktober 2010 ("adendum putusan akhir")
dalam perkara arbitrase antara para Penggugat dan Tergugat dan terdaftar dalam
putusan Arbitrase IDSR 129100009 ("Putusan Arbitrase IDSR 129100009")
(vide bukti T-1);
3. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo dijatuhkan di London, Inggris,
sebagaimana dinyatakan dalam angka 16 putusan Arbitrase IDSR 129100009
sebagai berikut:
"16. The seat of this Arbitration is London";
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
"Tempat dimana Arbitrase ini dilangsungkan adalah di London"
4. Oleh karena itu, putusan Arbitrase IDSR 129100009 merupakan putusan yang
dijatuhkan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, sehingga berdasarkan UU
Arbitrase, putusan Arbitrase IDSR 129100009 dinyatakan sebagai putusan
Arbitrase Internasional;
B. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili permohonan
pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
5. Permohonan pembatalan putusan Arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
sampai dengan Pasal 72 UU Arbitrase hanya mengatur pembatalan putusan
Arbitrase Nasional dan bukan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
6. Mahkamah Agung Republik Indonesia telah dengan secara tegas mengatur hal
ini dalam pedoman yang telah dikeluarkan kepada seluruh Pejabat struktural dan
fungsional beserta Aparat peradilan melalui Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan sebagaimana
terlampir dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
nomor: KMA/032/SK/IV.2006;
7. Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II,
halaman 178 dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:
"C. Pembatalan Putusan Arbitrase
1. Yang dapat dimohonkan pembatalan adalah putusan Arbitrase Nasional,
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang No.
28
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
30 Tahun 1999, sesuai ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 72
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999." (Vide bukti T-2);
8. Dari ketentuan di atas, terlihat dengan jelas bahwa putusan Arbitrase yang dapat
dimohonkan pembatalan kepada Pengadilan Negeri hanya terbatas kepada
putusan Arbitrase Nasional saja, itu pun sepanjang putusan Arbitrase Nasional
tersebut memenuhi syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam UU Arbitrase.
Adapun putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dimohonkan pembatalan
kepada Pengadilan Negeri;
9. Dengan demikian, jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase IDSR 129100009
karena putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo merupakan putusan Arbitrase
Internasional dan bukan putusan Arbitrase Nasional;
10. Lebih lanjut, dalam butir kedua Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor: KMA/032/SK/IV.2006, Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia menetapkan: "Memerintahkan kepada semua Pejabat
struktural dan fungsional beserta Aparat peradilan untuk melaksanakan
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan sebagaimana tersebut
dalam Buku II secara seragam, disiplin, tertib dan bertanggung jawab." (Vide
bukti T-3);
11. Jelas bahwa dengan adanya surat keputusan di atas, Mahkamah Agung Republik
Indonesia telah secara khusus memberikan arahan yang wajib diikuti oleh semua
Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat Pengadilan, yang isinya
menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak dapat menerima permohonan
pembatalan putusan Arbitrase Internasional, karena yang dapat dimohonkan
pembatalan hanyalah permohonan pembatalan putusan Arbitrase Nasional saja;
12. Berdasarkan hal di atas, Penggugat memohon agar yang mulia Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan dirinya tidak berwenang untuk
mengadili perkara a quo karena perkara a quo merupakan perkara permohonan
pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
C. Menurut Konvensi New York, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili
permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di
tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan;
13. Konvensi New York mengenai Pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase
Asing ("Konvensi New York"), sebagaimana telah diratifikasi oleh Republik
Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 34/1981, tanggal 5 Agustus 1981,
Hal. 29 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menyatakan bahwa Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan
pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di tempat putusan
arbitrase tersebut dijatuhkan;
14. Pasal V butir (e) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu putusan Arbitrase
Internasional dapat ditolak apabila putusan Arbitrase Internasional tersebut telah
dibatalkan oleh:
"a competent authority of the country in which, or under the law of which, that
award was made";
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: "Lembaga yang
berwenang di Negara di mana, atau berdasarkan hukum mana putusan tersebut
dijatuhkan";
15. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 dijatuhkan di London, Inggris. Oleh karena
itu, sekiranya terdapat alasan pembatalan putusan arbitrase dalam putusan
Arbitrase IDSR 129100009 (quod non), para Penggugat harus mengajukan
permohonan pembatalan tersebut ke Pengadilan di London, Inggris, dan bukan
Pengadilan di Indonesia;
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
mengambil putusan sela, yaitu putusan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13
Oktober 2011 yang amarnya sebagai berikut:
1 Menolak eksepsi kompetensi absolut Tergugat;
2 Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini;
3 Memerintahkan kepada pihak yang berperkara
untuk melanjutkan pemeriksaan perkara hingga
putusan akhir;
4 Menangguhkan putusan biaya perkara hingga
putusan akhir;
Bahwa terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah
mengambil putusan akhir, yaitu putusan No. 126/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 20
Maret 2012 yang amarnya sebagai berikut:
• Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;
• Menghukum Penggugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 266.000,- (dua
ratus enam puluh enam ribu rupiah);
Menimbang, bahwa putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut
telah dijatuhkan dengan hadirnya Tergugat/Pemohon Kasasi pada tanggal 13 Oktober
30
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
2011, kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Pemohon Kasasi, dengan perantaraan
kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 15 April 2011, diajukan permohonan
kasasi secara lisan pada tanggal 27 Oktober 2011 sebagaimana ternyata dari Akte
permohonan kasasi No. 85/Srt.Pdt.Kas/2011/PN.JKT.PST. jo. No. 126/PDT.G/2011/
PN.JKT.PST yang dibuat oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan
mana diikuti dengan memori kasasi yang memuat alasan-alasan yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut pada tanggal 10 November
2011;
Bahwa setelah itu, oleh para Penggugat/para Termohon Kasasi yang pada
tanggal 9 Februari 2012 telah diberitahu tentang memori kasasi dari Tergugat/Pemohon
Kasasi, diajukan jawaban memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 23 Februari 2012;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya telah
diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan
dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan
kasasi tersebut formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Tergugat dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:
Dalam eksepsi kompetensi absolut;
A Keberatan pertama;
Judex Facti tingkat pertama salah dalam menerapkan Pasal 1 UU Arbitrase serta
tidak konsisten dalam menguraikan fakta antara pertimbangan hukum dan amar
putusan;
1. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
putusan sela a quo, Hakim Judex Facti menyatakan:
"Menimbang, bahwa setelah Majelis memperhatikan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh Tergugat dan Penggugat mengenai eksepsi ini Majelis Hakim
berpendapat bahwa dalam seluruh peraturan perundang-undangan maupun
sumber-sumber lain yang dijadikan alasan eksepsi Tergugat maupun jawaban
Penggugat tersebut ternyata tidak ada satupun ketentuan yang secara nyata atau
eksplisit menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
untuk memeriksa dan mengadili perkara pembatalan putusan Arbitrase
Internasional";
2. Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Judex Facti tingkat pertama
tersebut telah salah dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan maupun
Hal. 31 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pembatalan putusan Arbitrase
Internasional;
3. Bahwa Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa ("UU Arbitrase") menggunakan istilah yang berbeda
antara putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam wilayah hukum Republik
Indonesia dengan putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar wilayah hukum
Republik Indonesia. Khusus untuk putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar
wilayah hukum Republik Indonesia, UU Arbitrase menggunakan istilah yang
telah ditentukan (defined term) yaitu istilah "Putusan Arbitrase Internasional"
(dengan penggunaan huruf kapital untuk setiap awal kata). Hal ini terlihat dalam
Pasal 1 Ayat (10) UU Arbitrase:
"Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik
Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
arbitrase internasional";
4. Bahwa untuk putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam wilayah hukum
Republik Indonesia, UU Arbitrase hanya menggunakan istilah "putusan
arbitrase" (dengan penggunaan huruf kecil "p" dan "a" di awal kata);
5. Bahwa dengan adanya penggunaan dua istilah yang berbeda tersebut, maka jelas
para Pembuat undang-undang bermaksud untuk menerapkan pengaturan yang
berbeda antara putusan arbitrase yang dijatuhkan di dalam negeri dan putusan
arbitrase yang dijatuhkan di luar negeri atau putusan Arbitrase Internasional;
6. Bahwa hal tersebut terlihat dalam Bab VI UU Arbitrase yang dengan konsisten
selalu menggunakan istilah "putusan arbitrase" ketika mengatur perihal putusan
untuk arbitrase nasional dan menggunakan istilah "Putusan Arbitrase
Internasional" ketika mengatur perihal putusan untuk Arbitrase Internasional;
7. Bahwa oleh karena itu, setiap ketentuan yang menggunakan istilah "putusan
arbitrase" dalam UU Arbitrase seharusnya dipahami sebagai pengaturan bagi
putusan arbitrase nasional saja dan setiap ketentuan yang menggunakan istilah
"Putusan Arbitrase Internasional" seharusnya dipahami sebagai pengaturan bagi
putusan Arbitrase Internasional saja;
8. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
putusan sela a quo, Hakim Judex Facti tingkat pertama menyatakan:
32
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
"Menimbang, bahwa setelah memperhatikan ketentuan Pasal 1 ayat (9) UU No.
30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta
bukti T-1 tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil Tergugat yang
menyatakan bahwa putusan yang sedang disengketakan adalah putusan
Arbitrase Internasional dapat dibenarkan";
9. Bahwa pertimbangan Judex Facti tingkat pertama tersebut telah nyata
memperlihatkan, bahwa Majelis Hakim sependapat dengan eksepsi kompetensi
yang diajukan oleh Tergugat (sekarang Pemohon Banding) bahwa objek yang
disengketakan, yakni putusan Arbitrase Internasional ISDR 129100009, adalah
merupakan putusan Arbitrase lnternasional. Namun pada amar putusannya,
Majelis Hakim tidak konsisten dalam memberikan putusannya dengan
menyatakan bahwa "Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa dan
mengadili perkara ini";
Dengan demikian, jelas terlihat adanya ketidakkonsistenan antara pertimbangan
hukum yang diuraikan dan amar putusan dari Majelis Hakim yang memeriksa dan
menjatuhkan putusan sela a quo;
B Keberatan kedua;
Judex Facti tingkat pertama salah dalam menerapkan Pasal 65 UU Arbitrase sebagai
dasar kewenangannya dalam memeriksa dan mengadili perkara a quo;
1. Bahwa berdasarkan apa yang kami dengar dan kami catat dari pembacaan
putusan sela a quo oleh Hakim Judex Facti, Majelis Hakim Judex Facti
menyatakan bahwa:
"Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan tersebut apabila diterapkan dalam
perkara a quo maka Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat
harus tetap diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
sebagai Pengadilan yang diberi kewenangan berdasarkan Pasal 65 UU No. 30
Tahun 1999 dengan terlebih dahulu mendengar dan memperhatikan hak-hak dari
pihak Tergugat untuk memberikan tanggapan";
2. Bahwa Pasal 65 UU Arbitrase menyatakan bahwa: "Yang berwenang menangani
masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional adalah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;
3. Pasal 65 hingga Pasal 69 UU Arbitrase mengatur tatacara pengajuan
permohonan pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional. Tidak
satupun pasal-pasal dalam UU Arbitrase yang mengatur tentang pembatalan
putusan Arbitrase Internasional;
Hal. 33 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. Bahwa gugatan yang diajukan oleh para Penggugat (sekarang para Termohon
Banding) adalah merupakan gugatan "Pembatalan putusan Arbitrase
Internasional". Permohonan pembatalan putusan arbitrase diatur pada Pasal 70
UU Arbitrase. Pasal 70 UU Arbitrase menyatakan bahwa terhadap putusan
arbitrase dapat diajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut
mengandung unsur-unsur tertentu yang disebutkan pada Pasal 70 tersebut;
5. Pasal 70 UU Arbitrase mengatur permohonan pembatalan putusan arbitrase
dalam negeri bukan putusan Arbitrase Internasional;
6. Pasal 65 hingga Pasal 69 UU Arbitrase merupakan tatacara bagi para Pemohon
pengakuan dan pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional. Pasal-pasal tersebut
bukan merupakan tatacara pengajuan gugatan pembatalan putusan Arbitrase
Internasional;
Maka oleh karena itu, Judex Facti telah salah dalam menerapkan Pasal 65 UU
Arbitrase sebagai dalil kewenangannya dalam menangani perkara gugatan
pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
C. Keberatan ketiga;
Berdasarkan Konvensi New York, Pengadilan yang berwenang untuk mengadili
permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di
tempat putusan arbitrase tersebut dijatuhkan;
1. Konvensi New York mengenai Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Asing ("Konvensi New York"), yang telah diratifikasi oleh Republik Indonesia
melalui Keputusan Presiden No. 34/1981, tanggal 5 Agustus 1981, menyatakan
bahwa Pengadilan yang berwenang untuk mengadili permohonan pembatalan
putusan Arbitrase Internasional adalah Pengadilan di tempat putusan arbitrase
tersebut dijatuhkan;
2. Pasal V butir (e) menyatakan bahwa pelaksanaan suatu putusan Arbitrase
Internasional dapat ditolak apabila putusan Arbitrase Internasional tersebut telah
dibatalkan oleh:
"a competent authority of the country in which, or under the law of which, that
a ward was made”;
Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:
“Lembaga yang berwenang di Negara di mana, atau berdasarkan hukum mana
putusan tersebut dijatuhkan";
34
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Putusan Arbitrase IDSR 129100009 adalah putusan Arbitrase Internasional yang
dijatuhkan di London, Inggris. Oleh karena itu, sekiranya terdapat alasan
pembatalan atas putusan Arbitrase IDSR 129100009, para Penggugat (sekarang
para Termohon Banding) harus mengajukan permohonan pembatalan tersebut ke
Pengadilan di London, Inggris, dan bukan Pengadilan di Indonesia;
D Keberatan keempat;
Pedoman yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung menyatakan bahwa yang dapat
dimohonkan pembatalan adalah hanya putusan arbitrase nasional, dan dengan
demikian Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili permohonan pembatalan
putusan Arbitrase Internasional;
1. Permohonan pembatalan putusan arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 70
sampai dengan Pasal 72 UU Arbitrase hanya mengatur pembatalan putusan
arbitrase nasional dan bukan pembatalan putusan Arbitrase Internasional;
2. Mahkamah Agung Republik Indonesia telah secara tegas mengatur hal ini dalam
pedoman yang telah dikeluarkan kepada seluruh Pejabat struktural dan
fungsional beserta Aparat peradilan melalui Pedoman Pelaksanaan Tugas dan
Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan sebagaimana
terlampir dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. KMA/032/SK/IV.2006;
3. Dalam Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku II,
halaman 178 dinyatakan dengan tegas sebagai berikut:
"C. Pembatalan putusan arbitrase
1. Yang dapat dimohonkan pembatalan adalah putusan arbitrase nasional,
sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang No. 30
Tahun 1999, sesuai ketentuan Pasal 70 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang
No. 30 Tahun 1999." (Vide bukti T-2);
4. Dari ketentuan di atas, terlihat dengan jelas bahwa putusan arbitrase yang dapat
dimohonkan pembatalan kepada Pengadilan Negeri hanya terbatas kepada
putusan arbitrase nasional saja, itupun sepanjang putusan arbitrase nasional
tersebut memenuhi syarat pembatalan sebagaimana diatur dalam UU Arbitrase.
Adapun putusan Arbitrase Internasional tidak dapat dimohonkan pembatalan
kepada Pengadilan Negeri;
5. Dengan demikian, jelas bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang
untuk mengadili permohonan pembatalan putusan Arbitrase IDSR 129100009
Hal. 35 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
karena putusan Arbitrase IDSR 129100009 a quo merupakan putusan Arbitrase
Internasional dan bukan putusan arbitrase nasional;
6. Lebih lanjut, dalam butir kedua Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor: KMA/032/SK/IV.2006, Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia menetapkan:
"Memerintahkan kepada semua Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat
peradilan untuk melaksanakan Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan sebagaimana tersebut dalam Buku II secara seragam, disiplin, tertib
dan bertanggung jawab." (Vide bukti T-3);
7. Jelas bahwa dengan adanya surat keputusan di atas, Mahkamah Agung Republik
Indonesia telah secara khusus memberikan arahan yang wajib diikuti oleh semua
Pejabat struktural dan fungsional beserta Aparat
Pengadilan, yang isinya menyatakan, bahwa Pengadilan Negeri tidak dapat
menerima permohonan pembatalan putusan Arbitrase Internasional, karena yang
dapat dimohonkan pembatalan hanyalah permohonan pembatalan putusan
arbitrase nasional saja;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut di atas, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan, dengan pertimbangan
hukum sebagai berikut:
- Bahwa Pengadilan yang berwenang membatalkan putusan Arbitrase IDSR
129100009 a quo adalah di Negara mana putusan arbitrase tersebut dibuat yaitu
Pengadilan di London, Inggris;
- Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional tidak diatur dalam perjanjian
internasional, oleh sebab itu Pengadilan Nasional suatu Negara tidak mungkin dapat
membatalkan putusan Arbitrase Internasional;
- Bahwa pembatalan putusan Arbitrase Internasional diatur dalam Konvensi New
York 1958 dan sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing Negara peserta
konvensi untuk menentukan sendiri kriteria dan dasar yang digunakan sebagai
alasan pembatalan putusan arbitrase, sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak
berwenang, namun pertimbangan hukum Pengadilan Negeri tentang gugatan
prematur sudah tepat sebab landasan putusan adalah putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan yang belum berkekuatan hukum tetap;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah
Agung berpendapat terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari
36
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pemohon Kasasi: HARVEY NICHOLS AND COMPANY LIMITED tersebut, dan
membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/Pdt.G/2011/
PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara
ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/
Tergugat dikabulkan dan para Termohon Kasasi/para Penggugat berada di pihak yang
kalah, maka para Termohon Kasasi/para Penggugat harus dihukum untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan;
Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-undang No. 48 Tahun 2009, Undang-
undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No.
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2009, dan
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 serta peraturan perundang-undangan lain yang
bersangkutan;
M E N G A D I L I :
Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: HARVEY
NICHOLS AND COMPANY LIMITED tersebut;
Membatalkan putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 126/
Pdt.G/2011/PN.Jkt.Pst tanggal 13 Oktober 2011;
MENGADILI SENDIRI:
Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili
gugatan pembatalan putusan Arbitrase Internasional atas putusan IDSR 129100009;
Menghukum para Termohon Kasasi/para Penggugat untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.
500.000,- (lima ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung
pada hari Kamis, tanggal 27 Desember 2012 oleh Prof. Dr. Valerine J.L.K, SH.,
MA., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua
Majelis, Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH., dan Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M.,
Hakim-Hakim Agung masing-masing sebagai Hakim Anggota, dan diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri
oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh Bongbongan Silaban, SH.,
LL.M., Panitera Pengganti, dengan tidak dihadiri oleh para pihak.
Hakim-Hakim Anggota: K e t u a :
Hal. 37 dari 38 hal. Put. No. 631 K/Pdt.Sus/2012
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ttd/Prof. Dr. Valerine J.L.K, SH., MA.ttd/Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH.ttd/Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LL.M.
Biaya-biaya: Panitera Pengganti:
1. M e t e r a i ............... Rp. 6.000,- ttd/Bongbongan Silaban, SH.,LL.M.
2. R e d a k s i .............. Rp. 5.000,-
3 Adminstrasi Kasasi... Rp. 489.000,-
Jumlah = Rp. 500.000,-
============
Untuk Salinan:Mahkamah Agung RI
a.n. PaniteraPanitera Muda Perdata Khusus,
RAHMI MULYATI, SH.,MH.Nip. 19591207 1985 12 2 002
38
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38