pembahasan dan kasus susu sapi mastitis
-
Upload
nurjannahismi -
Category
Documents
-
view
44 -
download
0
description
Transcript of pembahasan dan kasus susu sapi mastitis
Modul 2
• Susu perahan peternak A ditolak oleh KUD karena sapi tersebut mengalami
peradangan pada 1 kuartirnya. Apakah kuartir lainnya (normal) dapat dilakukan
pemerahan dan dikonsumsi, sebutkan alasannya? Berapakah jumlah maksimum sel
somatic dan jumlah cemaran mikrobia pada susu? Dan bagaimanakah strategi
pengendaliannya?
• Diskusikan dengan kelompok mengenai mikrobiologi pada susu. Buatlah makalah dan
presentasi kelompok.
Pembahasan
Mastitis yaitu keradangan pada tenunan ambing (kelenjar susu pada hewan perah).
Menurut Subronto (2003), mastitis ditandai dengan kenaikan sel didalam susu, perubahan
fisik maupun susunan susu, dan disertai atau tanpa disertai perubahan patologis atas kelenjar
susu itu sendiri. Perubahan fisik yang terjadi yaitu berupa perubahan warna, bau, rasa, dan
konsistensi.
Penyebabnya ada 2 faktor yaitu infeksi dan lingkungan. Factor infeksi akibat
masuknya mikroorganisme terutama bakteri atau berhubungan dengan penyakit tertentu.
Bakteri yang sering menyebabkan mastitis antara lain: Streptococcus agalactiae,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Corynebacterium pyogenes, dan E. coli,
sedangkan penyakit yang sering berkolaborasi dengan mastitis yaitu tuberculosis, atau
brucellosis. Faktor lingkungan penyebab mastitis antara lain: kesalahan teknis dalam
pemerahan sehingga menyebabkan luka pada puting atau ambing (paling sering); tidak
terpenuhinya syarat kandang; kesalahan pemberian pakan atau adanya zat kimia tertentu yang
mengalir dan dapat menyebabkan luka.
Pathogenesis dari mastitis terbagi 3 fase:
a. Fase infasi yaitu proses masuknya mikroorganisme kedalam puting susu, biasa
terjadi setelah pemerahan karena saluran kelenjar ambing terbuka dan didukung
oleh keadaan lingkungan yang jelek.
b. Fase infeksi yaitu fase pembentukan mikroorganisme menjadi koloni dalam waktu
singkat dan akan menyebar ke alveoli dari kelenjar susu.
c. Fase infiltrasi adalah penyebaran mikroorganisme yang telah menyebar sampai
kelenjar ambing, sehingga menimbulkan keradangan yang menyebabkan sel-sel
darah terlepas kedalam susu, sehingga sifat susu dan susunannya berubah.
Mastitis pada sapi perah berdasarkan tingkatan atau tipenya dapat dibagi 4 macam:
a. Mastitis akut cirinya ambing bengkak, panas, merah, jika diraba sapi kesakitan,
dan terganggunya fungsi ambing
b. Mastitis subakut cirinya perubahan bentuk atau asimetris, bengkak dan kemerahan
c. Mastitis kronis cirinya keradangan telah berlangsung lama dan ambing mengalami
atropi atau (mengecil)
d. Mastitis sub kronis yang terjadi biasanya tanpa gejala tetapi komposisi susu telah
mengalami perubahan
Susu dari sapi yang menderita mastitis, dilarang untuk dikonsumsi maupun diedarkan
karema kandungan mikrobanya yang tinggi.
Perbandingan komposisi susu normal dengan susu mastitis
Komponen Susu normal Susu mastitis
Lemak 3,45 3,2
Fruktosa 4,85 4,4
Casein 27,9 22,5
Whey protein 8,2 13,1
Na 5,7 104,6
K 172,5 157,3
Cl 80-130 >250
Ca 136 49
Pb 6,65 6,9-7
Pemeriksaan susu mastitis secara sederhana dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
a. Uji CMT (California Mastitis Test)
Dengan cara mencampurkan air susu dengan reagen CMT pada gelas arloji dengan
perbandingan 1:1, kemudian aduk dengan tusuk gigi secara cepat kemudian amati ada
tidaknya viscous
b. Uji WST (White Side test)
Caranya sama tetapi reagennya NaOH 4%
c. Uji detergen 5%
Cara sam seperti uji CMT dan WST tetapi reagen digunakan detergen 5%. Pengujian
mastitis sebaiknya dilakukan langsung sekaligus untuk air susu yang dihasilkan oleh
masing-masing putting susu. Sehingga nantinya dapat diketahui putting yang mana
yang menderita mastitis. Pada kebanyakan kasus, mastitis hanya terjadi pada satu atau
dua kuartir dan jarang terjadi pada seluruh kuartir ambing
d. Uji lain
Winconsin mastitis test, uji katalase, dan lain-lain
Mastitis tidak dapat dieradikasi
1. Banyak jenis bakteri yang terlibat, dan sebagian besar selalu ada.
Pengobatan dengan antibiotik menghasilkan berbagai efektifitas (tidak selalu berhasil),
menggunakan vaksinasi hanya dapat menurunkan sebagian kejadian
2. Cara pendekatan yang terbaik melalui program pengendalian.
Strategi pengendalian mastitis
1) Mengurangi reservoir (ternak terinfeksi) melalui:
lingkungan yang bersih (sebersih mungkin),
mengurangi sapi pembawa agen kontagius dengan terapi kering kandang,
teat dipping setelah pemerahan
culling
2) Pengendalian vektor:
a. Pemerah, (pemerahan dengan tangan)
b. Sarung tangan
c. Pemerahan awal (sebaiknya dilakukan sebelum pemerahan). Setelah itu baru
puting dicuci demikian juga dengan tangan pemerah.
d. Puting harus selalu dikeringkan, sebelum diperah bisa digunakan desinfektan
dengan level rendah (60 ppm jodium atau 200 ppm sodium hypochlorite)
sehingga jumlah bakteri di puting, di air hangat dan di tangan pemerah dapat
ditekan
e. Pemerahan sapi penderita mastitis harus terakhir meskipun tidak tersedia kandang
khusus.
3. Optimalkan daya pertahanan ternak
Pertahanan ambing banyak ditentukan oleh puting susu dan ambing sendiri. Beberapa
daya pertahanan ambing :
1) kulit puting susu
2) teat canal
3) mekanisme intrinsic
a. laktoferin
b. laktoperoksidase
c. complement
d. immunoglobulin
e. PMNs (Polymorphonuclear neutrophil)
Menjaga puting dan lubang puting dalam kondisi yang baik. Hal ini merupakan
komponen penting dalam pengendalian mastiti
Peradangan pada mastitis dapat terjadi pada salah satu kuartir ambing saja, mastitis
tidak bersifat sistemik sehingga kuartir yang lainnya bisa jadi normal dan susu yang
dihasilkan juga normal. Tetapi dalam hal susu dapat dilakukan pemerahan untuk konsumsi
atau tidak hal iini dipengaruhi oleh jenis bakteri yang menyerang dan juga asal infeksi apabila
infeksi berasal dari bakteri yang berasal dari lingkungan maka kemungkinan besar susu yang
berasal dari kuartir lainnya yang normal dapat di konsumsi. Apabila bakteri berasal dari
dalam ambing yaitu bakteri flora normal yang mengalami predisposisi maka sebaiknya susu
tidak di konsumsi karena di khawatirkan bahwa pada ambing yang terlihat normal juga
mengalami mastitis namun yang sifatnya subklinis sedangkan yang terlihat mengalami
peradangan mengalami mastitis klinis.
Jumlah sel somatik maksimum yang dapat dikonsumsi dan jumlah cemaran mikroba
pada susu diatur dalam SNI 3141. 1 : 2011 yang merupakan revisi dari SNI tahun 1998.
Jumlah sel somatik pada susu yang masih dapat dikonsumsi dihitung dengan metode
perhitungan langsung jumlah sel somatis yaitu dengan pewarnaan breed (methylen blue
loffler). Yaitu maksimum berjumlah 400000 sel per ml. Jumlah cemaran mikroba maksimum
dibagi menjadi
Total plate count (TPC) maksimal 1000000 CFU(colony forming unit) per ml
Staphylococcus aureus maksimal 100 CFU per ml
Enterobacteraceae maksimal 1000 CFU per ml
Mastitis dapat menyebabkan beberapa kerugian diantaranya, kehilangan produksi
susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi yang diculling. Penurunan produksi
susu per kuartir bisa mencapai 30% atau 15% per sapi per laktasi, sehingga menjadi
permasalahan besar dalam industri sapi perah. Resistensi atau kepekaan terhadap mastitis
pada sapi, kambing atau domba bersifat menurun. Karena Gen- gen yang menurun akan
menentukan ukuran dan struktur puting.
Mastitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal yang
berasal dari ternak itu sendiri yang termasuk dalam faktor genetik, faktor nutrisi, faktor
lingkungan dan manajemen pemerahan. Resistensi atau kepekaan terhadap mastitis pada sapi,
kambing atau domba bersifat menurun. Gen- gen yang menurun akan menentukan ukuran
dan struktur puting. Disamping faktor –faktor mikroorganisme yang meliputi berbagai jenis,
jumlah dan virulensinya, faktor ternak dan lingkungannya juga menentukan mudah tidaknya
terjadi radang ambing dalam suatu peternakan. Faktor predisposisi radang ambing dilihat dari
segi ternak, meliputi : bentuk ambing, misalnya ambing yang sangat menggantung, atau
ambing dengan lubang puting terlalu lebar. Jadi faktor gen juga menjadi pendukung
penyebab terjadinya mastitis pada hewan.
Letak kuartir juga mempengaruhi kejadian mastitis. Kuartir kiri, belakang dan kanan,
depan lebih sering mengalami mastitis daripada kedua puting lainnya. Pada kiri belakang,
mastitis mencapai 34,3%, sedangkan kanan, depan mencapai 30,06%. Faktor lingkungan dan
pengelolaan peternakan yang banyak mempengaruhi terjadinya radang ambing meliputi :
pakan, perkandangan, banyaknya sapi dalam satu kandang, ventilasi, sanitasi kandang dan
cara pemerahan susu. Pada ventilasi jelek, mastitis mencapai 87,5%, ventilasi yang baik
mencapai 49,39%.
Penularan mastitis dari seekor sapi ke sapi lain dan dari kuarter terinfeksi ke kuarter
normal bisa melalui tangan pemerah, kain pembersih, mesin pemerah dan lalat. Berdasarkan
uji sensitifitas terhadap berbagai antibiotik diketahui bahwa sebagian besar S. aureus telah
resisten terhadap oksasilin, penicillin, dan eritromisin dan ada beberapa isolate yang juga
resisten terhadap tetrasiklin, ampisillin, dan gentamisin. Resistensi Staphylococcus aureus
terhadap penicillin disebabkan oleh adanya β- laktamase yang akan menguraikan cincin β-
laktam yang ditemukan pada kelompok penicillin.
Pencegahan terhadap mastitis ditempuh melalui dipping puting sehabis pemerahan
dengan antiseptika, antara lain: alkohol 70 %, Chlorhexidine 0,5%, kaporit 4% dan Iodophor
0,5 – 1%. Pengobatan mastitis sebaiknya menggunakan : Lincomycin, Erytromycin dan
Chloramphenicol. Mastitis yang disebabkan oleh Streptococcus sp masih bisa diatasi dengan
penicillin, karena streptococcus sp masih peka terhadap penicillin
Guna mencegah infeksi baru oleh bakteri penyebab mastitis, maka perlu beberapa
upaya, antara lain :
Meminimalisasi kondisi-kondisi yang mendukung penyebaran infeksi dari satu sapi
ke sapi lain dan kondisi-kondisi yang memudahkan kontaminasi bakteri dan penetrasi
bakteri ke saluran puting.
Air susu pancaran pertama saat pemerahan ditampung di strip cup dan diamati
terhadap ada tidaknya mastitis. Pencelupan atau diping puting dalam biosid 3000 IU
(3,3 mililiter/liter air). Penggunaan lap yang berbeda untuk setiap ekor sapi, dan
pastikan lap tersebut telah dicuci dan didesinfektan sebelum digunakan.
Pemberian nutrisi yang berkualitas, sehingga meningkatkan resistensi ternak terhadap
infeksi bakteri penyebab mastitis. Suplementasi vitamin E, A dan β-karoten serta
imbangan antara Co (Cobalt) dan Zn (Seng) perlu diupayakan untuk menekan
kejadian mastitis.
Penggunaan antibiotik pada setiap kasus mastitis, yang mungkin tidak selalu tepat,
maka timbul masalah baru yaitu adanya residu antibiotika dalam susu, alergi, resistensi serta
mempengaruhi pengolahan susu. Mastitis subklinis yang disebabkan oleh bakteri gram positif
juga makin sulit ditangani dengan antibiotik, karena bakteri ini sudah banyak yang resisten
terhadap berbagai jenis antibiotik. Diperlukan upaya pencegahan dengan melakukan blocking
tahap awal terjadinya infeksi bakteri.