Pemanfaatan air tanah
-
Upload
dianora-didi -
Category
Documents
-
view
4.824 -
download
11
Transcript of Pemanfaatan air tanah
Pemanfaatan Air Tanah
Menanggapi tulisan Saudari Dwi Sephtiani di Bangka Pos tanggal 28 November
2012, dengan judul Kelapa Sawit vs Tanah Bangka, penulis ingin berbagi sedikit
berbagi informasi mengenai kelapa sawit dan air tanah. Umumnya informasi yang kita
peroleh mengenai kelapa sawit adalah kebutuhan air yang relatif cukup besar, yaitu 12
– 30 liter perhari (Boy Maclin, 2010 dalam Dwi Septiani, 2012). Tentunya dibandingkan
dengan informasi sekilas mengenai keterdapatan air tanah di Pulau Bangka yang
potensinya relatif kecil, tentulah sebagian orang langsung menyatakan bahwa kelapa
sawit adalah jenis tanaman yang menghabiskan air tanah dan menyebabkan
menurunnya jumlah pasokan air tanah. Namun alangkah baiknya jika opini tersebut
didukung oleh literatur yang terpercaya, mengingat media ini dibaca oleh kalangan
dengan beragam strata pendidikan. Mungkin saja sebagian besar pembaca akan
langsung menyetujui pendapat ini tanpa menelaahnya terlebih dahulu.
Pertama-tama penulis ingin berbagi informasi mengenai air tanah. Air di dalam
tanah (biasa disebut air tanah) adalah air yang terdapat pada lapisan tanah atau batuan
di bawah permukaan tanah. Jadi air tanah di alam terdapat pada lapisan tanah dan juga
lapisan batuan. Air tanah yang terdapat pada lapisan batuan atau biasa disebut akuifer.
Sedangkan definisi akuifer menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008
adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air
tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis. Adapun cara pengisian air ke dalam tanah
adalah melalui 2 cara yaitu melalui media pori dan melalui media rekahan. Pada media
pori, air meresap dengan cara mengisi ruang antar butir tanah atau batuan. Contoh
pada lapisan pasir, batu lempung pasiran dan lainnya. Pada media rekahan, air yang
mengisi melalui rekahan batuan. Contoh pada rekahan batuan keras seperti granit.
Adapun jenis akuifer ada 3 macam yaitu : 1) akuifer bebas/ tidak tertekan atau
biasa disebut juga akuifer dangkal, karena umumnya keterdapatan dangkal dari
permukaan tanah, 2) akuifer tertekan, biasa disebut akuifer dalam dan 3) akuifer semi
tertekan. (DESDM, 2008). Jadi harus dibedakan antara tanah penutup dengan akuifer
dangkal. Tanah penutup adalah lapisan tanah yang posisinya berada di atas akuifer
bebas/tidak tertekan/dangkal. Air pada tanah penutup bisa meresap ke dalam akuifer
jika struktur batuannya memungkinkan, namun air tanah ini juga bisa menguap kembali
ke udara jika temperatur udara memungkinkan.
Telah banyak penelitian yang dilakukan guna memberikan kejelasan informasi
mengenai hubungan antara pengaruh perkebunan kelapa sawit terhadap ketersedian
air tanah. Salah satunya adalah hasil penelitian Erwin Masrul, 2007, yang
dipublikasikan dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar dalam bidang ilmu
konservasi tanah dan air Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Beliau
menyatakan bahwa semakin bertambah umur sawit maka persentase ruang pori
semakin meningkat. Hal ini dikarenakan oleh aktifitas perakaran kelapa sawit yang
meningkat. Ini sesuai dengan penjelasan mengenai akuifer dengan media pengisian
berupa ruang antar pori, yaitu meningkatnya jumlah pori akan meningkatkan pula
kemampuan tanah dalam menahan air. Hal ini dibuktikan pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) Barumun, Sumatera Utara, sewaktu daerah tangkapan yang dikonversi dengan
kelapa sawit maka hidrografnya menjadi membaik, yakni tidak banjir pada musim hujan
dan masih tersedia air yang cukup banyak pada musim kemarau.
Senada dengan hasil penelitian Erwin Masrul di atas, hasil penelitian kegiatan
pengembangan data dan informasi pengelolaan air tanah pada Dinas Pertambangan
dan Energi Kabupaten Bangka Tengah, 2012 di sekitar area perkebunan sawit
menunjukan bahwa tidak terdapat penurunan muka air tanah pada sumur gali
penduduk. Pengukuran dilakukan di Desa Romadhon Kecamatan Sungai Selan
Kabupaten Bangka Tengah dengan rentang pengukuran selama 4 (empat) tahun. Hasil
pendugaan geolistrik pada 3 (tiga) titik di sekitar area perkebunan kelapa sawit
menginformasikan bahwa terdapat 2 (dua) lapisan akuifer di wilayah tersebut. Yang
pertama adalah akuifer dangkal pada kedalaman 1,43 – 3,76 m, 9,46 – 20,53 m dan
11,29 – 18,26 m. Lapisan akuifer kedua adalah akuifer dalam pada ketiga titik tersebut
berkisar pada kedalaman 45,18 – 68,92 m. Menurut Harahap, 2003, akar kelapa sawit
yang tumbuh normal akan mencapai kedalaman 2-5 m dari pangkal batang. Jika
dibandingkan dengan kedalaman akuifer dangkal yang terdapat di area perkebunan
sawit, asumsi bahwa kelapa sawit mendapatkan pasokan air melalui akuifer dangkal.
Namun hasil pengukuran muka air tanah (MAT) di sumur gali penduduk menunjukan
tidak terjadi penurunan MAT. Hal ini menunjukan bahwa perkebunan kelapa sawit tidak
mempengaruhi jumlah keterdapatan air tanah pada akuifer dangkal. Ini menunjukan
bahwa infiltrasi air tanah tidak terpengaruh oleh kegiatan perkebunan sawit. Kelapa
sawit bisa hidup pada daerah dengan curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun (Tui, 2004
dalam Murtilaksono dkk, 2007) sedangkan data curah hujan rata-rata di Bangka Tengah
adalah 3444,3 mm (Bangka Tengah Dalam Angka, 2010).
Hal lain yang sebenarnya lebih penting untuk dicermati berkenaan dengan
cadangan air tanah di Pulau Bangka adalah pengambilan air tanah pada akuifer dalam.
Hal ini disebabkan Pulau Bangka termasuk pulau yang tidak terlalu luas dan termasuk
daerah kepulauan yang dikelilingi oleh laut sehingga aktifitas pengambilan air tanah
yang berlebihan dapat menyebabkan intrusi air laut. Langkah yang sebaiknya diambil
berkenaan dengan pengambilan air tanah di wilayah manapun, terlebih pada wilayah
pesisir, adalah harus sesuai dengan parameter akuifernya. Pengambilan air tanah tidak
boleh melebihi daya imbuh akuifernya.
Demikian uraian singkat ini disampaikan. Semoga memberikan tambahan
pengetahuan sebagai bahan diskusi ataupun second opinion bagi kita semua.