PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK...
Transcript of PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK...
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK
VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu
syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)
Oleh:
Amla Eva Nadya
NIM : 204046102892
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT NON REGULER
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M/1430 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk” telah diujikan dalam Sidang Munaqashah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I) pada program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, Maret 2009
Mengesahkan, Dekan Fakulats Syariah dan Hukum
Prof. DR . KH. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA (....................................)
NIP. 130 789 745
sekretaris : Drs. H. Ahmad Yani, MA (....................................)
NIP. 150 269 678
Pembimbing : Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA (....................................)
NIP. 150 222 824
Penguji I : Drs. H. Husni Thoyyar, M.Ag (....................................)
NIP. 150 050 919
Penguji II : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H (....................................)
NIP. 150 318 308
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Maret 2009
Amla Eva Nadya
KATA PENGANTAR
�اا�����ا������
Al-Hamdulillahi Rabb al-‘Alamin, segala puja-puji syukur penulis panjatkan
hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, kemudian semoga shalawat dan
salam hanya tercurah kepada manusia mulia ialah Nabi Muhammad SAW. Atas
perjuangan beliaulah kita dapat saling kenal-mengenal dan menjalin tali ukhuwah
Islamiyyah.
Selanjutnya, berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini, secara pribadi penulis
mengucapkan terima kasih kepada segenap civitas akademika Fakultas Syari'ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik secara kelembagaan maupun
perorangan.
Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma S.H., M.A., MM. selaku Dekan
Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Euis Amalia M.Ag selaku Ketua Jurusan Muamalat, dan Bapak H. Ah.
Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H. selaku Sekretaris Jurusan Muamalat.
3. Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA. Selaku Ketua Program Teknis Non
Reguler, dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku Sekretaris Program
Teknis Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. Selaku Dosen Pembimbing,
yang telah membimbing penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan
baik.
5. Para dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum, serta para pengurus Perpustakaan
Umum maupun Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah,
yang telah memberikan bantuannya berupa pinjaman buku-buku baik selama
penulisan skripsi maupun selama penulis menjalankan perkuliahan.
6. Direksi PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk., Bapak Brilyano selaku Kabag.
Treasury Officer, dan para staf perpustakaan Muamalat Institute, yang telah
meluangkan waktu dan memberikan data-data yang penulis butuhkan.
7. Kepada bapak Agustianto, penulis haturkan terimakasih atas bantuannya
dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Orang tuaku tercinta Ibunda Djuhaeriah dan Ayahanda Djaini Soufian atas
do’a restunya baik spiritual maupun material, karena setiap tetes air
matanya adalah doa, dan setiap tetes keringatnya adalah semangat
juangku; untuk tidak menyerah pada keadaan.
9. Kakak-kakakku tercinta Aa Nanang, Aa Azhar, Aa Ubbum, Alma dan Mba ku
Dewi Rachmawati nan jauh di Dubai serta Adikku Emma, yang telah
memberikan perhatian dan dukungan moriil dan materiil yang tulus serta
ikhlas yang tak ternilai harganya.
10. Untuk sahabat-sahabatku Enung, Fitriah, Mbak Ida, Mba Iing, Devi, Naras,
Eva, Tia, Rizka dan seluruh teman-teman mahasiswa Perbankan Syariah
angkatan 2004 terutama kelas C.
Akhirnya hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala jualah penulis berdo’a
semoga mereka mendapat balasan yang mulia. Dengan segala kelemahan, kekurangan
dan kelebihan yang ada semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap
langkah kita, Amiin Yaa Rabb al-‘Alamiin.
Jakarta, Maret 2009
Penulis
Amla Eva Nadya
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………… 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………… 7
D. Review Studi Terdahulu……………………………………… 8
E. Metodologi Penelitian………………………………………… 10
F. Sistematika Penulisan………………………………………… 12
BAB II. TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING
A. Pengertian Transaksi Valuta Asing…………………………… 14
B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing…………………… 16
C. Prinsip Transaksi Valuta Asing……………………………… 27
D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing…………………………… 28
BAB III. KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH
A. Pengertian Bai’ al-Sharf…………………………………….… 27
B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf ……………………..................… 28
C. Syarat-syarat Bai’ al-Sharf………………………………….… 33
D. Macam-macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah............ 39
BAB IV. PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK
VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat……………… 45
B. Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas
di Bank Muamalat…………............................................... 52
C. Peluang pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat… 56
D. Analisis Penulis.................................................................... 59
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 61
B. Saran……………………………………………………… 66
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 69
LAMPIRAN……………………………………………………………… 72
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran. Salah
satu bentuk pertukaran di zaman dahulu adalah barter, dimana barang saling
dipertukarkan. Rasulullah SAW. menyadari kesulitan-kesulitan dan kelemahan-
kelemahan sistem pertukaran barter ini. Beliau kemudian menggantinya dengan
sistem pertukaran melalui uang. Oleh karena itu, Beliau menekankan kepada para
sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-transaksi mereka.1
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation. Hal ini
karena spekulasi tidak diperbolehkan. Uang pada hakekatnya adalah milik Allah
SWT. yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kepentingan kita dan masyarakat. Oleh karenanya, menimbun uang dibawah
bantal (dibiarkan tidak produktif) tidak dikehendaki karena berarti mengurangi
jumlah uang yang beredar. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept,
karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang
berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan
masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.
1 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2, Terjemahan Drs. Soeroyo, M.A dan Drs.
Nastangin (Yogyakarta: Penerbit dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 73
8
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam
menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis
dengan sistem bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil resiko yang mungkin
timbul karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, Islam sangat menganjurkan
untuk melakukan qardh, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena
meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.2
Suku bunga atau riba sangat berpengaruh terhadap ketidakstabilan
ekonomi dunia saat ini. Menurut Friedman (dalam Chapra, 1996): attributed the
unprecedentedly erratic behavior of the US economy to the erratic behavior of
interest rates. Tingginya volatilitas dari suku bunga mengakibatkan tingginya
tingkat ketidakpastian (uncertainty) dalam financial market sehingga investor
tidak berani untuk melakukan investasi-investasi jangka panjang. Akibat dari
ketidakpastian ini menggiring borrower maupun lender lebih mempertimbangkan
pinjaman maupun investasi jangka pendek, yang pada gilirannya membuat
investasi-investasi jangka pendek yang berbau spekulasi lebih menarik, sehingga
masyarakat lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar komoditi,
saham, valuta asing dan keuangan. Keadaan tersebut membuat pasar-pasar
tersebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu penyebab
ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini. Berdasarkan survey yang dilaksanakan
oleh Bank for International Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cet.I, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 186
asing mencapai $1,230 milliar per hari kerja pada bulan April 1995, yang berbeda
jauh dibandingkan turnover pada bulan April 1989 yang masih $620 milliar per
hari kerja. Meningkatnya turnover terutama disebabkan meningkatnya derivatives
contract (futures and options). Diperkirakan sampai dengan akhir Maret 1995,
volume harian sebesar $839 milliar yang jauh lebih besar dibandingkan volume
harian ekspor dan impor yang hanya mencapai $26.3 milliar. Allais (1993) juga
menemukan bahwa speculative cash flow dari Negara-negara G-7 adalah 34 kali
dibandingkan flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa.3
Meskipun tidak menyebut secara eksplisit, undang-undang No.21 Tahun
2008 tentang Perbankan sebenarnya telah cukup memberikan keleluasaan bagi
bank syariah untuk mengembangkan sendiri produknya, sebab undang-undang itu
hanya mengikat sistem perbankan konvensional. Hal itu dapat dilihat, baik dari
sisi teoritis maupun praktis, perbankan syariah telah mendapat tempat khusus.
Sebagai contoh dalam perpajakan ada ketentuan yang tidak mengenakan pajak
jual-beli atas penjualan oleh sebuah bank syariah, sepanjang penjualan itu
merupakan bisnis murni bank syariah, karena memang prinsip operasinya
mengharuskan seperti itu. Oleh karena itu secara teoritis semestinya produk bank
syariah telah berkembang karena Bank Muamalat telah didirikan sejak tahun
1992. Tetapi mengapa hanya Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil (jual beli secara
3 Mulya E. Siregar Peneliti Bank Senior, Tim Penelitian & Pengembangan Bank Syariah,
DPNP, Bank Indonesia, Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia, h. 6, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://[email protected]
kredit) saja yang terus-menerus dipergunakan, seperti tidak ada produk lain yang
bisa dikembangkan?
Nampaknya karena kritik tersebut, pada tahun 1997 Bank Muamalat
melakukan workshop interen untuk mengembangkan sendiri produknya, dan tidak
lagi “mengekor” kepada produk-produk Bank Islam Malaysia Berhad. Para
narasumber didatangkan dan berbagai sumber digali, baik dalam bidang fiqih,
ekonomi, perbankan maupun akuntansi. Semua kemungkinan dijajaki dan diuji,
paling tidak dalam tataran teori. Hasilnya lumayan mengejutkan. Dari lokakarya
itu ditemukan bahwa selama ini apa yang diterapkan dalam produk-produk, baik
liabilitas, aset maupun jasa ternyata telah mengambil jalan yang lumayan berbeda
dari produk asli syariah. Manajemen kemudian bertekad untuk memperbaiki yang
ada dan mengembangkan produk-produk syariah yang selama ini tidak
“tersentuh.” Ternyata pengembangan produk syariah ke perbankan tidak semudah
yang diduga. Perdebatan yang tadinya hanya berkisar tentang hal-hal kecil seperti
penentuan harga terhadap nasabah, berkembang menjadi masalah berat seperti
time value of money, economic cycle, posisi harta dalam Islam, peran hakim
syariah, dan sebagainya. Selain itu sumber daya manusia juga bukan masalah
kecil. Dengan beragam latar belakang pendidikan, pengalaman dan bidang kerja
para karyawan, pengembangan produk tidak lagi menjadi tanggung jawab sebuah
divisi, tetapi inter-divisi dan bahkan bank secara keseluruhan.4
Salah satu pendekatan yang juga mempengaruhi pengembangan produk
bank syariah adalah ambivalensi bank syariah yang berada diantara sektor riil dan
moneter. Disatu sisi, kata “bank” sendiri sudah menunjukkan bahwa lembaga ini
memang bergerak di bidang finansial alias moneter. Adalah logis jika kemudian
produk-produknya, termasuk dalam hal ini produk bank syariah, mengikuti
perkembangan produk finansial. Disisi lain para penulis ekonomi Islam umumnya
menggariskan bahwa Islam tidak mengenal perbedaan antara sektor moneter dan
sektor riil. Sektor moneter merupakan bayangan atau cermin dari sektor riil. Jika
sektor riilnya tidak ada maka bagaimana ada sektor moneter? Oleh karena itu
penciptaan produk finansial yang terlepas dari produk riil akan mengakibatkan
derivasi yang menyebabkan timbulnya bubble economics.
Ambivalensi seperti ini mengakibatkan pengembangan produk, terutama
derivative, menjadi lambat jika tidak terhenti sama sekali. Ada dua kutub yang
sama-sama dipelajari bank syariah di Indonesia dan masing-masing memiliki
pengaruhnya, yaitu Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) dan bank-bank Islam
Timur Tengah. BIMB, meskipun banyak dikritik karena sikap akomodatifnya
terhadap produk derivatif, berhasil merekayasa banyak produk sektor perbankan
4 Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, Problem
Pengembangan Produk dalam Bank Syariah, h. 1-2, Artikel di akses pada 23 Januari 2008 dari http://www.vibiznews.com
dan keuangan Islam. Misalnya ada Pasar Uang Antar Bank Islam, Obligasi Islam,
Islamic Futures, Islamic Option, Islamic Swap, Islamic Securitization dan
sebagainya. Sementara bank-bank di Timur Tengah, meskipun mengklaim
sebagai pelaksana produk syariah secara konsisten, lambat mengembangkan pasar
uangnya.5
Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini
disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi
valas, sedangkan transaksi valas yang bukan spot seperti transaksi forward, swap,
dan option tidak diperbolehkan. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSN-
MUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah
haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak
pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di
Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-negara Arab lainnya yang menerapkan
Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan
terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional.
Saat ini, nilai transaksi harian yang ada di pasar uang mencapai
US$1miliar-US$2miliar. Dari jumlah itu, sekitar 30%-40% diperkirakan
merupakan transaksi yang bersifat spekulatif. Direktur Direktorat Pengendalian
Devisa Bank Indonesia (BI) Rasmo Samiun mengatakan itu di Jakarta, kemarin.
5 Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, Problem
Pengembangan Produk dalam Bank Syariah, h. 12
Menurutnya, Peraturan Bank Indonesia No.7/14/2005 mengenai transaksi
rupiah dan pemberian kredit valuta asing (valas) dikeluarkan dengan tujuan yang
sejalan dengan tujuan utama BI, yaitu menjaga kestabilan nilai tukar rupiah
dengan cara meminimalisasi transaksi yang bersifat spekulatif.6
Berdasarkan dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik
untuk mengadakan pengkajian lebih dalam tentang praktik valas dalam dunia
perbankan dilihat dari perspektif Islam kedalam sebuah skripsi yang berjudul
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS DI
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk. Dengan tujuan agar dapat
diperoleh gambaran tentang permasalahan tersebut, hingga nantinya dapat
dimanfaatkan dalam rangka memperluas khazanah kajian mengenai Bank
Syariah.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu membatasi masalah hanya
pada:
1. Jenis produk valas dalam pembahasan ini adalah produk sharf yang diberikan
Bank Muamalat kepada masyarakat.
2. Peluangnya berupa permintaan nasabah yang semakin meningkat, dan
tantangannya berupa fluktuasi valas yang cukup tinggi.
6 Media Indonesia, Peraturan BI Diharap Tekan Spekulasi, Koran Media Indonesia pada
tanggal 21 Juni 2005 dari http://els.bappenas.go.id/upload/other/Transaksi%20valas%20capai-MI.htm
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini
adalah:
1. Bagaimana operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat?
2. Bagaimana peluang dan tantangan pengembangan produk valas di Bank
Muamalat?
3. Manakah di antara jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan
di Bank Muamalat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat.
2. Untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam mengembangkan produk
valas di Bank Muamalat.
3. Untuk mengetahui jenis produk valas yang berpeluang dikembangkan di Bank
Muamalat.
Adapun manfaatnya yaitu:
a. Bagi penulis sendiri, hal ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai produk sharf yang diberikan Bank Muamalat.
b. Bagi pihak Bank Muamalat, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan suatu kebijakan mengenai operasionalisasi jual beli valas.
c. Bagi pihak lain, merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran bagi
kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya
yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
D. Review Studi Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap beberapa sumber
kepustakaan, telah banyak judul penelitian yang telah membahas topik ini antara
lain sebagai berikut:
Judul skripsi “Analisis Risiko Pasar Sharf (Foreign Exchange Rate) pada
Bank Syariah Mandiri” studi kasus di Bank Syariah Mandiri cabang Pondok
Indah Jakarta Selatan. Oleh: Syatria Rahman, (No. skripsi 2 SJM 2008).
Permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini mengenai konsep manajemen risiko
di dalam pasar sharf (foreign exchange rate), praktek pemberlakuan manajemen
risiko tersebut di Bank Syariah Mandiri, dan sejauhmana kesesuaian antara
konsep dan praktek manajemen risiko pasar sharf di Bank Syariah Mandiri.
Judul skripsi “Valuta Asing Menurut Hukum Ekonomi Islam” Oleh:
Syamsul Rizal, (No. Skripsi 59 SJM 2005). Permasalahan yang diteliti dalam
skripsi ini mengenai pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valuta
asing, pandangan hukum ekonomi Islam terhadap praktek atau operasionalisasi
valuta asing dalam perekonomian antar negara, dan pandangan hukum ekonomi
Islam terhadap valuta asing.
Judul skripsi “Teori Al-Sharf dan Aplikasinya pada Bank syariah Mandiri”
Oleh: Epo Pringadi Butar-butar, (No. skripsi 83 SJM 2003). Permasalahan yang
diteliti dalam skripsi ini mengenai konsep Al-Sharf dalam tinjauan Fiqh
Muamalah, tata cara dan persyaratan pemberlakuan Al-Sharf pada Bank Syariah
Mandiri, serta kendala atau hambatan yang dialami oleh Bank Syariah Mandiri
dalam proses pemberlakuan dan persyaratan Al-Sharf.
Namun dalam penelitian ini penulis buat sangat berbeda dengan ketiga
penelitian di atas, disini penulis membahas tentang bagaimana operasionalisasi
jual beli valas di Bank Muamalat, bagaimana peluang dan tantangan
pengembangan produk valas di Bank Muamalat, manakah diantara jenis produk
valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat.
Artinya dalam skripsi ini penulis ingin menjelaskan upaya mengantisipasi
fluktuasi mata uang khususnya bagi para pelaku pasar domestik.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu gambaran secara
sistematis, faktual, dan akurat yang berkenaan dengan hubungan antar
fenomena yang diteliti. Disini penulis menggambarkan permasalahan dengan
didasari pada data yang ada.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan penulis adalah melakukan studi
kasus di Bank Muamalat Indonesia yang berlokasi di Gedung Artha loka Lt. 5
Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta.
3. Jenis Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber
data, yaitu:
a. Data Primer
Sumber pokok data penulisan ini diperoleh langsung dari perusahaan
yang penulis pilih baik dokumen ataupun informasi dari wawancara.
b. Data Sekunder
Sumber data lainnya penulis ambil dari literatur kepustakaan seperti
buku, majalah, media tulis serta media elektronik yang berkaitan dengan
penulisan skripsi ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara, penulis menggunakan wawancara untuk memperoleh
informasi yang berkenaan dengan hal yang berkaitan dengan transaksi
valas. Wawancara ini dilakukan dengan kepala bagian Treasury
Officer di Bank Muamalat.
b. Studi Pustaka, yaitu mengadakan kajian dengan menelaah dan
menelusuri literatur yang berkenaan dengan masalah yang diteliti baik
berupa buku, majalah, artikel, dan lain sebagainya. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam melaksanakan studi kepustakaan ini adalah
dengan cara membaca, mengutip dan menganalisa serta merangkum
hal-hal yang diperlukan.
5. Teknik Analisa Data
Dalam mengolah dan menganalisa data, penulis menggunakan metode
content analysis, yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi
yang dapat ditiru (replicable),7 dan shahih data dengan memperhatikan
konteksnya. Selain itu, penulis juga menggunakan metode komparatif, jadi
penulis akan membandingkan kedua batasan masalah setelah dilakukan
analisis isi.
6. Teknik Penulisan Laporan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Press, 2007”.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi yang merupakan laporan hasil
penelitian, terdiri atas :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING
Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Tinjauan umum
Transaksi Valuta Asing, yang mencakup pengertian Transaksi Valuta
7 Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
h.173
Asing, Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing, Prinsip Transaksi
Valuta Asing, serta Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing.
BAB III KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH
Pada bab ini membahas tentang Pengertian Bai’ al-Sharf, Dasar
Hukum Bai’ al-Sharf, Syarat-syarat Bai’ al-Sharf, dan Macam-macam
Bai’ al-Sharf dalam perspektif syariah.
BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK
VALAS DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
Pada bab ini menjelaskan hasil dari penelitian yaitu Praktik Transaksi
Valas di Bank Muamalat, Peluang dan Tantangan Pengembangan
Produk Valas di Bank Muamalat, dan Peluang Pengembangan Islamic
Swap di Bank Muamalat.
BAB V PENUTUP
Bab ke 5 ini menjelaskan tentang Kesimpulan, Saran–saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN UMUM TRANSAKSI VALUTA ASING
A. Pengertian Transaksi Valuta Asing
Adapun yang dimaksud dengan transaksi dalam kamus istilah ekonomi,
adalah suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak atau
kewajiban menurut hukum, misalnya transaksi jual-beli, sewa-menyewa, dan
sebagainya.8
Dalam Ensiklopedi Umum, valuta diambil dari bahasa Italia yang berarti
nilai uang, kurs wesel, devisa atau alat-alat pembayaran luar negeri.9
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian valas adalah nilai uang,
alat pembayaran yang dijamin oleh cadangan emas atau perak yang ada di bank
pemerintah.10
Sedangkan dalam Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan, valuta asing
adalah mata uang (currency) negara lain atau kertas dagang (commercial paper)
yang dibayarkan dengan mata uang lain atau valuta asing disebut juga Foreign
8 Wien’s Anorga, Kamus Istilah Ekonomi, Ed. Pertama, (Bandung: M2S Bandung, 2004), h.
516 9 Yayasan Kanisius, Valuta, (Yogyakarta: Ensiklopedi Umum, 1997), h. 146
10 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Depdikbud-Balai Pustaka), h. 1001
14
Exchange, yaitu suatu pertukaran (exchange) mata uang dan atau kertas dagang
suatu negara dengan mata uang negara lain.11
Adapun transaksi valuta asing dapat diartikan sebagai kesepakatan atau
perjanjian antara dua pihak untuk mempertukarkan (jual/beli) mata uang yang
dimilikinya. Istilah yang lebih umum dalam pertukaran dalam valuta tersebut
adalah jual beli valuta asing.12
Nilai tukar (exchange rate) atau kurs valuta asing itu sendiri adalah harga
relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain.13
Forex kependekan dari Foreign Exchange, atau pertukaran dari nilai mata
uang yang berbeda, kegiatan forex tanpa disadari maupun sadar, sering
dilaksanakan oleh semua orang didunia, bila seseorang berpergian keluar negeri
pasti ia menukarkan mata uangnya dengan mata uang negara yang ia tuju. Atau
contoh lain akibat dari kegiatan ekspor-impor, kebutuhan pasar serta institusi
bank, pasti melakukan kegiatan tukar-menukar mata uang.
Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu bursa
atau pasar yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan
bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan
negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan
11 Gurtno, Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan, (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1996), h. 161 12 Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, Cet. I, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2004), h. 37
13 Yoopi Abimanyu, Ph.D., Memahami Kurs Valuta Asing, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), h. 6
dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan
transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang
berbeda nilai.
Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti
dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila
antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan
valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut
devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil
ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor
dari luar negeri.14
Dengan demikian akan timbul penawaran dan permintaan di bursa valuta
asing. Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing
(kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing) misalnya 1
dolar Amerika = Rp. 10.000. Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar
setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-
masing. Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan
di Bursa Valuta Asing
B. Tujuan dan Fungsi Transaksi Valuta Asing
Tujuan transaksi valuta asing terbagi dua, yaitu:
14 A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, (Jakarta: Depdikbud, 1982), h. 76
1. Tujuan transaksi valuta asing bagi bank adalah sebagai berikut:15
a. Memberikan alternatif (kemungkinan-kemungkinan) yang paling baik
kepada nasabah sehubungan dengan adanya penyeberangan suatu mata
uang kepada mata uang yang lain, misalnya memberikan rate yang
kompetitif, bersedia melakukan transaksi dalam jumlah dan jatuh tempo
yang diinginkan nasabah.
b. Untuk memelihara posisi bank terhadap atas mata uang asing.
c. Menghasilkan laba bagi bank.
2. Sedangkan tujuan dari transaksi valuta asing bagi nasabah atau investor adalah
untuk mencari keamanan dan likuiditas disamping peluang untuk memperoleh
pendapatan bunga. Hal tersebut karena dana yang diinvestasikan adalah
kelebihan dana sementara dan biasanya dibutuhkan dalam waktu singkat
untuk membayar pajak, gaji, dividen, dan sebagainya. Dengan alasan ini,
maka investor pasar uang sangat sensitif terhadap risiko.16
Adapun fungsi transaksi valas adalah sebagai berikut:17
1. Transfer daya beli
Transfer daya beli (transfer of purchasing power) sangat diperlukan
terutama dalam perdagangan internasional dan transaksi modal yang biasanya
15 Jopie Jusuf, Panduan Dasar Untuk Account Officer, Cetakan Pertama, (Jakarta: Intermedia
Jakarta, 1992), h. 80 16 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Ed. Kedua, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
UI, 1999), h. 137 17 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Cet. I, (Jakarta: Intermedia, 1995), h.
439-440
melibatkan pihak-pihak yang tinggal di negara yang memiliki mata uang yang
berbeda.
2. Penyediaan kredit
Pengiriman barang antar negara dalam perdagangan internasional
membutuhkan waktu. Oleh karena itu, harus ada suatu cara untuk membiayai
barang-barang dalam perjalanan pengiriman tersebut termasuk setelah barang
sampai ketempat tujuan yang biasanya memerlukan beberapa waktu untuk
kemudian dijual kepada pembeli.
Salah satu contoh sumber alternatif yang pertama dalam penyediaan kredit
adalah dalam hal transaksi mobil Toyota, eksportir Jepang memberikan kredit
kepada importir Australia dengan atau tanpa dikenakan bunga. Sumber yang
kedua adalah importir Australia membayar tunai biaya pengapalan dari Jepang
dan membiayai mobil-mobil importir tersebut dengan perpanjangan
pembayaran yang normal. Sumber yang ketiga adalah pasar valas
menyediakan sumber kredit ketiga seperti banker’s acceptance dan L/C untuk
membiayai perdagangan.
3. Mengurangi risiko valas
Importir Australia dan eksportir Jepang dalam transaksi tersebut tidak
akan bersedia mengambil risiko terhadap fluktuasi kurs. Kedua-duanya
mengharapkan memperoleh keuntungan dalam usaha perdagangan mobil
dalam kondisi normal dari kemungkinan risiko yang tidak diperkirakan,
misalnya terjadi perubahan kurs yang tiba-tiba sehingga mempengaruhi
besarnya keuntungan yang telah diperkirakan.
C. Prinsip Transaksi Valuta Asing
Prinsip pokok dalam transaksi valas adalah sebagai berikut:18
a. Pengertian kurs jual dan kurs beli selalu dilihat dari kepentingan atau
kepentingan pihak bank atau Money Changer atau pedagang valas.
b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya, kurs beli
selalu lebih rendah dari kurs jual.
c. kurs jual/kurs beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/kurs
jual mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain, kurs jual/kurs beli USD
sama dengan kurs beli/kurs jual Rupiah.
D. Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing
a. Transaksi Spot
Transaksi spot (spot transaction) adalah jual/beli valuta untuk
penyerahan yang dilakukan dua hari kerja setelah tanggal kontrak
(persetujuan).
Contoh: bila kontrak ditutup pada tanggal 18 Desember 1991 maka
penyerahan dana dilakukan pada tanggal 20 Desember 1991. Bila dua hari
setelah tanggal kontrak jatuh pada hari libur, maka tanggal penyerahan
diundurkan sampai hari pertama kerja setelah hari libur tersebut. Misalnya
18 Hady Hamdy, Manajemen Keuangan Internasional, Cet. Pertama, (Jakarta: Yayasan
Administrasi Indonesia, 2005), h. 205
kontrak tanggal 7 Maret 1991 (Kamis), tanggal penyerahan adalah 11 Maret
1991 (Selasa), karena tanggal 9 Maret adalah hari Sabtu dimana pasar valuta
tidak beroperasi, dan tanggal 10 Maret 1991 merupakan hari Minggu.19
b. Transaksi Forward
Transaksi forward (forward transaction/transaksi berjangka) adalah jual
beli valuta untuk penyerahan beberapa saat di masa yang akan datang di mana
harga untuk penyerahan di masa yang akan datang tersebut telah ditentukan
pada saat kontrak dibuat.
Tujuan dilakukannya forward transaction antara lain untuk:20
a. Hedging/covering, adalah suatu usaha untuk menghindari risiko yang
ditimbulkan dari fluktuasi nilai tukar valuta (hedging risk). Contoh: PT. X
memiliki kewajiban dalam mata uang USD 90 hari yang akan datang
(katakanlah untuk keperluan negosiasi L/C impor). Saat ini terjadi
kecenderungan nilai tukar USD makin kuat (Rupiah makin melemah).
Untuk itu, PT. X dapat melakukan pembelian USD forward 90 hari.
Misalnya harga spot sekarang adalah 1797 dan kurs forward-nya adalah
1837. Dengan menutup forward contract saat ini, PT. X tidak perlu
khawatir terhadap kenaikan USD yang terus-menerus, karena pada saat
tanggal penyerahan tiba, PT. X tetap hanya membayar kurs 1837 untuk
19 Jopie Jusuf, Panduan Dasar untuk Account Officer, h. 87 20 Ibid., h. 90-91
mendapatkan USD-nya. Walaupun disebut “menghindari risiko”, tindakan
hedging ini belum tentu menguntungkan. Misalnya PT. X telah menutup
transaksi forward USD 90 hari dengan kurs 1837. Bila pada saat jatuh
tempo ternyata kurs USD adalah 1900 maka PT. X untung sebesar 63
point per USD (sebab PT. X tetap membayar 1837), tetapi bila ternyata
kurs USD pada saat itu adalah 1800, maka PT. X sebenarnya rugi sebesar
37 point karena ia tetap harus membayar 1837 setiap USD yang dibeli.
b. Spekulasi, yaitu untuk memperoleh keuntungan dari kenaikan nilai tukar
dua mata uang. Contoh: Tuan A memperkirakan bahwa akan terjadi
devaluasi (penurunan nilai tukar satu mata uang domestik terhadap mata
uang asing tertentu yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang
berlaku dalam sistem nilai tukar tetap) dalam waktu 90 hari lagi. Ia dapat
mengambil untung dari hal tersebut jika perkiraannya memang menjadi
kenyataan dengan membeli USD forward selama 90 hari. Misalnya ia
menutup forward contract dengan kurs 1850, bila benar-benar terjadi
devaluasi dan kurs menjadi 2000, tuan A akan memperoleh laba sebesar
150 (2000-1850) per USD.
c. Transaksi Swap
Transaksi swap diartikan sebagai pertukaran dua valuta dalam satu
periode tertentu melalui mekanisme pembelian dengan tanggal valuta spot
sekaligus penjualan kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang
(tanggal valuta forward) atau penjualan valuta di tanggal valuta spot sekaligus
pembelian kembali valuta tersebut di waktu yang akan datang (tanggal valuta
forward).21
Hal yang terpenting dalam transaksi swap adalah posisi transaksi spot
harus berlawanan dengan posisi transaksi forwardnya. Sebagai contoh dalam
transaksi swap, apabila transaksi spotnya berupa transaksi spot beli maka
posisi transaksi forwardnya haruslah transaksi forward jual. Sebaliknya
apabila posisi transaksi spotnya adalah berupa transaksi spot jual, maka posisi
transaksi forwardnya harus berupa transaksi forward beli.
Dilihat dari posisi transaksi spot dan posisi transaksi forward maka
transaksi swap ada dua macam:22
a. Transaksi Swap Jual/Beli atau transaksi Swap Sell/Buy, adalah transaksi
swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot jual dan transaksi
forwardnya berupa transaksi forward beli. Transaksi swap ini dapat juga
disebut dengan transaksi Swap S/B.
b. Transaksi Swap Beli/Jual atau transaksi Swap Buy/Sell, adalah transaksi
swap dimana transaksi spotnya berupa transaksi spot beli dan transaksi
forwardnya berupa transaksi forward jual. Transaksi swap ini dapat juga
disebut dengan transaksi Swap B/S.
Kegunaan transaksi swap antara lain:
21 Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 138 22 Ibid., h. 140-141
a. Hedging/lindung nilai merupakan kegiatan untuk melindungi kekayaan
perusahaan dari gejolak harga yang terjadi di pasar. Misal PT. Titan
Internasional mendapat utang luar negeri sebesar USD 1.000.000,- jangka
waktu utang tersebut adalah satu tahun. Jadi tahun depan PT. Titan
Internasional harus mengembalikan utang tersebut dalam bentuk USD
tentunya. Utang tersebut rencana digunakan untuk memperkuat modal
kerja PT. Titan Internasional. Modal kerja yang diperlukan adalah dalam
valuta Rupiah, maka PT. Titan Internasional harus menukar dana
pinjaman yang diterimanya dalam bentuk USD ke dana Rupiah. PT. Titan
Internasional dapat menjual USD yang diterima sekarang dan digunakan
untuk modal kerja, satu tahun kemudian saat PT. Titan Internasional harus
membayar utangnya, dia bisa membeli USD untuk membayar utangnya.
Jika cara ini digunakan oleh PT. Titan Internasional, maka dia akan
menghadapi risiko kenaikan kurs USD/IDR pada saat membeli kembali
valuta USD satu tahun yang akan datang. Pada saat itu kurs USD/IDR
dapat naik sehingga mengakibatkan PT. Titan Internasional dapat
menanggung kerugian karena selisih kurs pada saat dia menjual USD-nya
dengan kurs pada saat dia membeli kembali USD tersebut untuk
membayar utang.
Untuk menghindari hal tersebut, PT.Titan Internasional dapat
melakukan transaksi swap. Pada saat PT.Titan Internasional menerima
utang tersebut dia melakukan transaksi swap sell/buy dengan jangka satu
tahun. Dengan melakukan transaksi swap sell/buy berarti PT.Titan
Internasional menjual USD yang diterimanya sekarang sehingga dapat
digunakan sebagai tambahan modal kerja sekaligus dia membeli USD
tersebut satu tahun yang akan datang dengan kurs yang telah ditentukan
sekarang. Karena kurs sudah ditentukan sekarang maka apabila kemudian
satu tahun yang akan datang ternyata kurs USD/IDR naik tinggi maka hal
ini tidak merugikan PT.Titan Internasional. Tindakan PT.Titan
Internasional melakukan transaksi swap ini dapat dikategorikan sebagai
tindakan hedging atau lindung nilai yaitu tindakan melindungi posisinya
yang muncul dari utang dari kemungkinan kerugian akibat pergerakan
kurs di pasar valuta asing.
b. Trading atau mencari keuntungan, dimana transaksi swap dapat juga
digunakan sebagai salah satu sarana dalam mencari keuntungan karena
pergerakan kurs di pasar valuta asing.
c. Alat penyediaan dana dalam valuta tertentu, contohnya PT.Titan
Internasional saat ini kelebihan dana USD yang didapat dari hasil ekspor
barang. Dana USD ini sebulan yang akan datang digunakan untuk
melunasi impor mesin produksi baru dari luar negeri. Saat ini pula
PT.Titan Internasional memerlukan dana Rupiah untuk membeli salah
satu bahan baku dari dalam negeri. Diperkirakan dana rupiah ini akan
kembali ke kas PT.Titan Internasional pada satu bulan yang akan datang.
Dengan melihat kondisinya tersebut PT.Titan Internasional dapat
melakukan transaksi swap sell/buy untuk mendapatkan dana rupiah dan
memanfaatkan kelebihan dana USD yang ada padanya.
d. Transaksi Option
Option secara umum dapat diartikan sebagai suatu instrumen keuangan
yang memberi pemegangnya hak untuk membeli atau menjual sesuatu yang
diperjanjikan (undelying assets) dalam jumlah tertentu pada satu waktu
tertentu di masa yang akan datang dan atau sebelumnya (exercise date)
dengan harga yang sudah ditentukan (exercise price/strike price).23
Beberapa point penting yang menggambarkan transaksi option yaitu:
a. Option memberi pemegangnya hak bukan kewajiban untuk membeli atau
menjual sesuatu. Pemegang option tidak bisa dipaksa untuk membeli atau
menjual satu barang yang diperjanjikan tersebut.
b. Hak untuk membeli atau menjual satu barang tersebut hanya bisa
dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang atau
sebelumnya. Tergantung dari jenis option yang dipegang, ada option yang
mengatur bahwa hak untuk membeli atau menjual satu barang bisa
dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang tidak
dapat dilaksanakan sebelum waktu yang ditentukan tersebut. Ada pula
jenis option yang hak untuk membeli atau menjualnya dapat dilaksanakan
sebelumnya.
23Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 186
c. Apabila pemegang option melaksanakan haknya untuk membeli atau
menjual satu barang tertentu maka barang yang dibeli atau dijual tersebut
sudah ditentukan sebelumnya (biasanya ditentukan pada saat transaksi
option dilakukan) tidak peduli berapa harga pasar barang tersebut saat
pelaksanaan hak. Jadi harga yang dipakai saat pelaksanaan hak sudah
ditentukan sebelumnya dan bukan harga pasar barang tersebut saat itu.
Contoh 1: Bank A mengeluarkan option yang memberikan
pemegangnya hak untuk membeli (Call Option) USD/IDR sebesar USD
1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan
memegang option yang dikeluarkan oleh Bank A tersebut maka satu tahun
yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan
keharusan) membeli USD 1.000.000,- ke Bank A dengan harga atau kurs
10.000,- tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat
itu. Contoh 2: Bank B mengeluarkan option yang memberikan pemegangnya
hak untuk menjual (Put Option) USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan
kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option
yang dikeluarkan oleh Bank B tersebut maka satu tahun yang akan datang
orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) menjual
USD 1.000.000,- ke Bank B dengan harga atau kurs 10.000,- tidak perduli
harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu.24
24Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, h. 186-187
BAB III
KONSEP TRANSAKSI VALAS DALAM TINJAUAN SYARIAH
A. Pengertian Bai’ al-Sharf
Arti harfiah dari sharf25 adalah penambahan, pertukaran, penghindaran,
pemalingan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta
dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat
dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan
rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau
sebaliknya).
Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan
segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat
pertukaran.26
Ulama fikih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang
dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis. Dalam literatur fikih klasik,
pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham
dengan dirham, atau dinar dengan dirham. Satu dinar menurut Syauqi Isma'il
25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Houve, 1997), h. 1610-1612
26 Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, h. 6, Artikel di akses
pada 23 Januari 2008 dari http://www.vibiznews.com
27
Syahatah (ahli fikih dari Mesir), bernilai 4,51 gram emas. Menurut jumhur ulama,
1 dinar adalah 12 dirham dan menurut ulama mazhab Hanafi, 10 dirham.
Perbedaan harga dinar tersebut terjadi karena fluktuasi mata uang pada zaman
mereka masing-masing.27
Pada masa kini, bentuk jual beli ini banyak dijumpai dilakukan oleh bank-
bank devisa atau para money changer, misalnya jual beli rupiah dengan dollar
Amerika Serikat atau dengan mata uang asing lainnya.
B. Dasar Hukum Bai’ al-Sharf
Dasar hukum keabsahan melakukan jual beli uang (sharf) terdapat dalam
al- Qur’an. Firman Allah SWT:
�������� �� �� ��� ��
�������� �����������
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS.Al- Baqarah:275) Ayat ini menegaskan halalnya akad jual beli dan haramnya riba.
Berdasarkan ketentuan ini, jual beli mata uang (al-sharf) adalah dapat dibenarkan
dan telah mendapatkan pengakuan dari syara’ selama dalam jual beli tersebut
tidak ada unsur riba dan oleh karena itu lembaga keuangan syariah dapat
menerapkan dalam operasionalnya.28
27 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata hukum Perbankan
Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 88 28 Tim Penulis DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28 Tahun 2002, h.
576
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual
beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun
jual beli ada empat, yaitu:29
a. ada orang yang berakad (penjual dan pembeli)
b. ada ijab qabul
c. ada barang yang dibeli
d. ada nilai tukar pengganti barang
Dan syarat-syarat jual beli adalah sebagai berikut:
a. Syarat orang yang berakad, yaitu berakal dan yang melakukan akad itu adalah
orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu
yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad
menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Jual beli seperti ini adalah
tidak sah.
b. Syarat yang terkait dengan ijab qabul, yaitu dengan melakukan ijab qabul
maka ada kerelaan kedua pihak dalam bertransaksi.
c. Syarat barang yang dijualbelikan:
1. barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya, barang di
gudang dan dalam proses pabrik ini dihukumkan sebagai barang yang ada.
29 Nasroen Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 115
2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. oleh sebab itu,
bangkai, khamar dan darah tidak sah menjadi obyek jual beli karena dalam
pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak bermanfaat bagi muslim.
3. Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak
boleh dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut atau emas
dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual.
4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang):
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya.
2. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti
pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang), maka waktu pembayarannya harus jelas.
3. Apabila jual beli itu saling mempertukarkan barang, maka barang yang
dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’, seperti babi
dan khamar, karena kedua jenis benda initidak bernilai dalam syara’.
Dasar hukum keabsahan jual beli mata uang (sharf) juga terdapat pada hadis
Nabi SAW. sebagai berikut:30
30 Muhammad Nashhiruddin Al Albani, Mukhtashar Shahih Muslim Buku 1, Cet.I, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2003), h. 666
��دة ا�� ا������ ر� ا� � ��ل �� ا� : ���ل ر � ل ا� ص
!���#� و ا�.�ه, ���.�ه, وا�+*�( ���+*�( وا��$) ����$'وا�&�%#$ :
/�0��� /� �:; 0�:9 ، �اء 7��اء ی3ا �#3 ���&�%#$ وا�0�1$ 0�1���$ وا0�
�+� ه.E اDص�ف B�#%�ا آ#A ش?1! اذاآ�ن ی3ا 3#� 1FذاGB)!�7� Eروا(
Dari Ubadah bin Shamit r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda: emas
ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan
gandum, padi ditukar dengan padi, kurma ditukar dengan kurma, dan garam
ditukar dengan garam dalam jumlah yang sama dan serah terimanya pada saat
itu juga. Apabila jenisnya berbeda-beda, maka juallah sesuka hatimu asalkan
dengan tunai dan langsung serah terimanya. Diriwayatkan oleh muslim. (Muslim:5/45)
Jelas sekali penegasan dengan sabdanya, ”harus sama ukurannya, dan
sama nilainya” itu. Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan
pengharaman lebih sesuatu yang sama jenisnya dari enam macam yang
disebutkan dalam nash hadits tersebut. Adapun haramnya riba bagi semuanya itu
menjadi pendapat ulama seluruhnya.
Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dilakukan dalam
jumlah dan kadar yang sama, dan harus diserahkan pada saat transaksi. Misalnya,
antara mata uang rupiah lembaran Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ditukar
dengan uang rupiah lembaran Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Atau uang kertas
ditukar dengan uang logam atau sebaliknya.
Adapun jika barang yang dijualbelikan tersebut berlainan jenis, maka
diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang
diserahkan pada saat akad, misalnya jual beli mata uang Rupiah dengan mata
uang Dollar dengan kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan
diserahkan pada akad berlangsung. Sedangkan jual beli antara barang ribawi
dengan barang yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk diserahkan pada saat
akad.
Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.:31
� أ� ه$ی$ة ر� ا� � ��ل : �#�� ا� ���ل ر � ل ا� ص
زن� ��زنو وا�+*�( ���+*�( و ��! ا�.�ه, ���.�ه, وزن� ��زن �:; 0�:9،
�!.(���:; 0B 9:0�� زاد اوا N1اد MB� ر7� Eروا (
Dari Abu Hurairah r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. bersabda:”emas
dengan emas, yang sama timbangannya, yang sama jenisnya, perak dengan
perak yang sama timbangannya dan sama jenisnya. Barangsiapa yang
melebihkannya atau meminta tambah, maka itu adalah riba.” Diriwayatkan
oleh Muslim.
Dalam hadits tersebut terdapat dalil yang menunjukkan kepada
penentuan kadar dengan penimbangan bukan dengan kira-kira dan penafsiran
saja. Akan tetapi, harus penentuannya dengan penimbangan itu. Sabdanya,
“barangsiapa yang menambah” yaitu memberikan tambahan atau kelebihan atau
31 Drs. Abubakar Muhamad, Terjemahan Subulussalam III, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), h.
130-131
minta tambah, maka dia sudah berbuat riba yaitu mengerjakan perbuatan yang
diharamkan dan sama-sama berdosa baik yang mengambil riba itu maupun yang
memberinya.
Landasan hukum positif atas akad al-Sharf dalam praktik perbankan
syariah ini dapat kita lihat dalam ketentuan pasal 37 ayat (1) huruf a PBI No.
6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, yang intinya menyatakan bahwa bank syariah
dapat pula melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf.32
Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam produk jasa berupa tukar
menukar mata uang asing dengan mendasarkan pada akad kurs jual dan kurs beli
suatu mata uang. Pihak bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih antara
kurs jual dan kurs beli yang ada, ditambah dengan biaya-biaya administrasi yang
besarnya ditentukan sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan.33
C. Syarat-syarat Bai’ al Sharf
Menurut Syaikh 'Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, syarat-syarat sahnya jual beli
sharf adalah sebagai berikut:34
1. Adanya Taqabudh, yaitu kedua belah pihak harus melakukan transaksi secara
langsung pada tempat akad sebelum berpisah. Yang dimaksud taqabudh ialah
32 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007), h. 163 33 Ibid., h. 165 34 Syaikh 'Isa bin Ibrahim ad-duwaisy, Jual beli yang Dibolehkan dan yang Dilarang, Cet.
Pertama, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 28-30
kedua belah pihak harus bertransaksi (menerima barang) secara langsung
sebelum keduanya berpisah. Hal ini untuk mencegah terjadinya riba nasi'ah,
yaitu riba yang timbul karena adanya penangguhan penyerahan dan
penerimaan barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Dalam perbankan konvensional, riba nasi'ah dapat ditemui dalam
pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan, dan
giro.
2. Kadar atau ukurannya harus sama. Yang dimaksud dengan kadarnya harus
sama adalah apabila satu jenis dijual dengan jenis yang sama, seperti emas
dijual dengan emas atau perak dijual dengan perak, sehingga adanya tamatsul
(kesamaan kadar) disyaratkan dalam jual beli ini, karena jual beli ini tidak
boleh dilakukan kecuali jika kadarnya sama dan timbangannya pun sama.
Adapun mata uang-mata uang yang ada pada saat ini seperti Riyal, Dinar dan
Junaih ataupun lainnya, maka ini bertingkat-tingkat sesuai dengan harga
tukarnya. Misalnya Riyal ditukar dengan harga yang lebih sedikit atau lebih
banyak dari mata uang lainnya dengan syarat pembeli menerima barang
secara langsung di tempat transaksi (qabadh).
3. Tidak ada khiyar (menentukan pilihan lebih tinggi atau lebih rendah), yaitu
tidak boleh memberi syarat khiyar antara dua orang yang bertransaksi dalam
jual beli ini, karena sudah ada qabadh yang merupakan syarat mutlak sahnya
jual beli ini.
Menurut ulama fikih, persyaratan yang harus dipenuhi dalam jual beli mata
uang adalah sebagai berikut:35
1. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus dikuasai langsung oleh masing-
masing pihak. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai, baik
oleh pembeli maupun penjual, sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan
itu dapat berbentuk penguasaan secara material maupun secara hukum.
Penguasaan secara material, misalnya pembeli langsung menerima dollar
Amerika Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah.
Sedangkan penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan
menggunakan cek. Menurut para ahli fikih, syarat ini diperlukan untuk
menghindari terjadinya riba An-nasi'ah (penambahan pada salah satu alat
tukar). Apabila keduanya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang
penukaran berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka menurut
mereka, akadnya batal karena syarat penguasaan terhadap obyek transaksi
sharf itu tidak terpenuhi. Berpisah badan dalam hal ini harus benar-benar
berpisah sebagaimana layaknya perpisahan antara seorang yang pergi dan
yang tinggal. Apabila perpisahan itu dilakukan dengan pulang bersama,
menurut ahli fikih, perpisahan belum dianggap sempurna, karena masih
memungkinkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan oleh syara' (hukum
Islam).
35 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, Cet.III, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007), h. 89-90
2. Kualitas dan kuantitas valuta yang diperjualbelikan harus sama bagi
penukaran valuta yang sejenis. Apabila mata uang atau valuta yang
diperjualbelikan itu dari jenis yang sama, maka jual beli mata uang itu harus
dilakukan dalam mata uang sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama,
sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata uang
rupiah lembaran Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) ditukar dengan uang
rupiah lembaran Rp 5.000 (lima ribu rupiah). Atau uang kertas ditukar dengan
uang logam atau sebaliknya.
3. Khiyar syarat dilarang diperjanjikan dalam akad sharf; syarat itu menjadi
batal bila diperjanjikan. Khiyar ru'yah dan khiyar 'aib tidak dilarang
diperjanjikan. Dalam Sharf, tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya
hak khiyar syarat (khiyar) bagi pembeli. Yang dimaksudkan dengan khiyar
syarat itu adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan jual beli
mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya jual beli yang terdahulu
atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat itu diperjanjikan ketika
berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut. Alasan tidak diperbolehkannya
khiyar syarat itu adalah selain untuk menghindari riba, juga karena hak khiyar
membuat hukum akad jual beli menjadi belum tuntas. Sedangkan salah satu
syarat jual beli sharf adalah penguasaan valuta yang dipertukarkan sesuai
dengan nilai tukar keduanya oleh masing-masing pihak. Dalam hal pada akad
sharf diperjanjikan suatu khiyar syarat, maka syarat tersebut tidak sah.
Berbeda halnya dengan khiyar ru'yah (hak pilih bagi pembeli untuk
membatalkan jual beli ketika pembeli telah melihat barang yang akan dibeli,
sedangkan ketika akad berlangsung ia belum melihat barang tersebut sama
sekali), dan khiyar 'aib (hak pilih bagi pembeli untuk membatalkan akad jual
beli karena adanya cacat tersembunyi pada barang yang dibeli). Kedua bentuk
khiyar yang disebut terakhir ini tidak menimbulkan hal-hal yang dilarang
syara' (hukum Islam), karena tidak menghambat pemilikan dan penguasaan
terhadap objek jual beli. Oleh sebab itu, apabila salah satu pihak
menggunakannya, maka akad sharf itu tetap sah.
4. Penguasaan objek akad harus dilakukan secara tunai. Dalam akad sharf tidak
boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang saling
dipertukarkan, karena bagi sahnya sharf penguasaan objek akad harus
dilakukan secara tunai (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak boleh
diutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah berlangsung
sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli valuta itu berpisah
badan. Akibat hukumnya, apabila salah satu pihak mensyaratkan tenggang
waktu, maka akad sharf tersebut tidak sah, karena berarti terjadi
penanggguhan pemilikan dan penguasaan objek akad sharf yang saling
dipertukarkan itu.
Menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa (ahli fikih) dua syarat terakhir terkait
erat dengan syarat pertama atau dalam hal terjadi tenggang waktu penyerahan.
Oleh sebab itu, ada beberapa akibat hukum yang ditimbulkan oleh syarat
penguasaan objek akad secara tunai tersebut adalah sebagai berikut:36
Pertama, ibra (pengguguran hak) atau hibah. Apabila seseorang menjual
dollarnya dengan rupiah, kemudian setelah pembeli menerima dollarnya, penjual
menyatakan ibra atau menghibahkan haknya (rupiah dari pembeli), maka dalam
hal ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:
1.) Apabila pembeli menerima ibra atau hibah tersebut, maka gugurlah
kewajibannya untuk menyerahkan rupiah sebagai alat untuk membeli dollar
tersebut dan akad sharf pun menjadi batal. Karena salah satu objek sharf tidak
bisa dikuasai, sehingga syarat akad sharf tidak terpenuhi.
2.) Apabila pembeli tidak mau menerima ibra atau hibah tersebut, maka ibra atau
hibahnya tidak sah, sedangkan hukum sharf-nya tetap berlaku. Artinya, pihak
pembeli wajib menyerahkan uang rupiahnya untuk membayar dollar tersebut.
Namun, bila penjual enggan untuk menerima haknya tersebut, ulama fikih
sepakat menyatakan bahwa ia harus dipaksa menerimanya.
Kedua, apabila salah satu pihak memberikan sesuatu yang melebihi
kewajibannya dalam pertukaran objek sharf, menurut ulama fikih hal itu tidak
boleh, karena merupakan riba.
Ketiga, apabila terjadi pengalihan utang kepada orang lain (hiwalah),
misalnya salah satu pihak menunjuk orang lain menerima dan menguasai objek
36 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, h. 91-92
sharf secara langsung di majelis akad, menurut ulama fikih, hukumnya boleh
karena penguasaan terhadap objek sharf tersebut memenuhi syarat secara
sempurna. Demikian juga hukumnya, apabila dalam menerima dan menguasai
objek sharf yang menjadi hak salah satu pihak, dilakukan melalui seorang kafil
(penanggung jawab utang).
Keempat, terjadi saling pengguguran hak atau utang (Al Muqasah).
Misalnya, seseorang menjual uang US$106 kepada pembeli dengan Rp 220.000.
tetapi penjual tidak menerima uang sebesar Rp 220.000 tersebut, karena ia
berutang kepada pembeli sejumlah itu. Dalam kasus seperti ini, apabila
keberadaan utang penjual itu terjadi sebelum akad sharf, maka menurut jumhur
ulama, hukumnya boleh bila disetujui oleh kedua belah pihak. Akan tetapi, Zufar
Bin Qais, ulama fikih mazhab Hanafi, menyatakan tidak sah, karena unsur
penguasaan terhadap objek sharf tidak nyata dan tidak terpenuhi. Namun, apabila
utang terjadi setelah akad sharf, misalnya penjual menarik kembali uangnya
secara paksa dan mengklaimnya sebagai utang kepada pembeli, maka menurut
ulama fikih mazhab Hanafi, seperti Imam Sarakhsi (ahli ushul fikih), akad sharf
menjadi tidak sah karena pengguguran hak atau utang hanya berlaku bagi hak
atau utang yang telah ada. Berbeda dengan pendapat tersebut, kebanyakan ahli
fikih membolehkan pengguguran hak atau utang dalam akad sharf, seperti
tersebut di atas, dengan cara memperbarui akad sharf, karena pada dasarnya akad
sharf telah batal akibat tidak terpenuhinya objek sharf, dan pembayaran dilakukan
dengan cara saling menggugurkan hak atau utang sesuai dengan kesepakatan yang
telah diambil kedua belah pihak.
D. Macam-Macam Bai’ al-Sharf dalam Perspektif Syariah
1. Transaksi Option
Transaksi option hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir
(spekulasi). Contoh dari transaksi option, misalnya A dan B membuat kontrak
pada 1 Januari 1999. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS
dengan kurs Rp 7.500 per dollar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 1999, tanpa
B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi sejumlah uang untuk hak
yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B. Transaksi ini
disebut call option, sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjual
tanpa B berkewajiban menjualnya disebut put option.
Ulama kontemporer memandang hal ini sebagai janji untuk melakukan
sesuatu (menjual atau membeli) pada kurs tertentu, dan ini tidak dilarang
syariah. Namun, jelas saja transaksi ini bukan transaksi jual beli. Yang menjadi
persoalan secara fiqih adalah adanya sejumlah uang sebagai kompensasi untuk
melakukan janji tersebut.
Transaksi option dapat menjadi lebih rumit. Misalnya, A dan B membuat
kontrak pada 1 Januari 1999. Perjanjiannya A menjual US$ 1 juta dengan kurs
Rp 7.500 per dollar kepada B. Transaksi ini lunas. Pada saat yang sama, A juga
memberikan hak kepada B untuk menjual kembali US$ 1 juta pada tanggal atau
sebelum 30 Juni 1999 dengan kurs Rp 8.500 per dollar dan tetap demikian
dalam 21 hari kerja berturut-turut sebelum 30 Juni 1999.
Ulama kontemporer juga menolak hal ini. Pertama, karena ada
kompensasi utang sebagaimana telah dijelaskan terdahulu. Kedua, karena jual
beli yang pertama dikaitkan dengan option untuk menjual kembali. Dalam
kaidah fiqih ini disebut jual beli bersyarat yang tidak lazim. B belum tentu
bersedia untuk menjual US$ 1 juta pada kurs Rp 7.500 per dollar bila A tidak
memberinya option berikutnya menjual kembali pada kurs Rp 8.500 per dollar,
itupun bila syarat berikutnya terpenuhi.37
2. Transaksi Forward
Dalam transaksi sharf, penyerahan valuta harus dilakukan secara tunai
(naqdan) dan tidak dapat dilakukan secara tangguh. Terkait ini, maka transaksi
forward tidak dapat dibenarkan. Hal ini dikarenakan transaksi forward mirip
dengan jual beli kali bi kali/nasi’ah bi nasi’ah/dain bi dain, yaitu menjual
barang yang belum ada, karena jual beli dengan pembayaran dan penyerahan
barang tertunda yang disebut juga dengan jual beli hutang dengan hutang.38
3. Transaksi Swap
Transaksi swap hukumnya haram. Singkatnya, swap dapat dikatakan
gabungan antara transaksi spot dan transaksi futures atau forward. Salah satu
37 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Cet.1, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h.133 38 Adiwarman Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), h. 137
transaksi swap adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar
deposito rupiah terhadap dollar pada kurs Rp 7.500 per dollar pada 1 Januari
1999. Bank B menempatkan US$ 1 juta. Bank A menempatkan Rp 7,5 milyar.
Pada 30 Juni 1999 (enam bulan kemudian) A membayar kembali US$ 1 juta, B
membayar kembali Rp 7,5 milyar, terlepas dari kurs pasar saat itu. Ulama
kontemporer juga menolak transaksi ini karena kedua transaksi ini terkait dan
merupakan satu kesatuan. Bila yang satu dipisahkan dari orang lain, namanya
bukan lagi swap.
Di Malaysia, transaksi swap dibolehkan. Tentunya swap yang
berlandaskan syariah. Bahkan kebolehannya dianggap telah demikian jelas
sehingga tidak diperlukan lagi fatwa. Alasannya adalah, bila spot boleh
dilakukan dan futures (sebagai suatu janji) juga boleh, tentunya swap pun boleh
dilakukan.
Namun paling tidak, masih ada dua hal yang dapat dipertanyakan dalam
praktek ini. Pertama, bagaimana dengan keberatan sebagian ulama akan adanya
kompensasi uang untuk transaksi futures. Kedua, transaksi spot dan futures
dalam transaksi swap itu haruslah tidak terkait satu sama lain. Kontra argumen
dari alasan kedua ini adalah dua transaksi dapat saja disyaratkan terkait, selama
syarat sahnya adalah syarat shahih lazim.Bukan hanya swap saja yang
dibolehkan, di negeri Jiran ini juga dikembangkan Islamic Futures Contract.39
39 Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, hal.133-134
Mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat dibenarkan oleh Islam,
karena sama halnya seperti jual beli barang lain. Harganya sewaktu-waktu naik
dan sewaktu-waktu turun. Lain halnya dengan memonopoli saham, valuta asing
untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu ketika orang yang bersangkutan
memainkan harganya di bursa efek atau valuta asing.
Spekulasi dalam bursa valuta asing adalah melakukan transaksi valas
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dari turun naiknya kurs suatu
mata uang asing. Kerugian dapat terjadi akibat salah antisipasi terhadap
ketidakpastian kurs suatu valuta asing tertentu. Dari penjelasan diatas, dapat
dipahami bahwa melakukan kegiatan valas hanya bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yang tidak mengandung riba, karena dalam naik turunnya mata
uang telah ada kesepakatan dari beberapa negara.
Dalam perkembangannya, transaksi valas makin jauh dari kaidah fiqih.
Contoh pertama adalah transaksi margin trading yang merupakan transaksi jual
beli valas tanpa pergerakan dana dengan menggunakan sejumlah dana (cash
margin) dalam persentase tertentu (misalnya 10%) sebagai jaminan. Contohnya
dengan margin 10% untuk transaksi US$ 1 juta, pembeli harus menyediakan
dana US$ 100.000. Dalam sehari, bank dapat melakukan transaksi berulang-
ulang. Adapun penyelesaian pembayaran dan perhitungan untung-ruginya
dilakukan secara netto saja. Jadi, jual beli valas yang dilakukan bukan untuk
memilikinya, melainkan semata-mata untuk spekulasi.
Contoh kedua adalah transaksi futures. Misalnya, A dan B membuat
kontrak pada 1 Januari 1999. A akan menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 7.500
per dollar pada 30 Juni 1999, tidak perduli berapa kurs pasar saat itu. Di satu
sisi, transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, namun di sisi lain dapat
dipandang sebagai hedging (melindungi dari gejolak kurs). Ulama kontemporer
menolak transaksi ini karena bai’ ad-dayu bi daya (jual beli uang rupiah dengan
uang dollar) hanya dapat dilakukan secara tunai. Oleh karena itu, transaksi
futures tidak dapat dianggap sebagai transaksi jual beli, tetapi dapat dianggap
sebagai janji untuk melakukan transaksi jual beli. Implikasinya, hal dan
kewajiban A dan B tidak dapat ditransfer kepada pihak lain. Alasan kedua
penolakannya adalah hampir semua transaksi futures tidak dimaksudkan untuk
memilikinya, hanya nettonya saja seperti transaksi margin trading.40
40Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, h. 133
BAB IV
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN PRODUK VALAS
DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Praktik Transaksi Valas di Bank Muamalat
PT.Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai
kegiatan operasinya pada 1 Syawal 1412 H atau tanggal 27 Mei 1992. Didukung
oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank Muamalat
juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham
Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian
Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana Bogor,
diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam
modal senilai Rp 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.41
41 Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report,
(Jakarta: Muamalat Institute, 2006) h.4, t.d
Pada akhir tahun 1990-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tergolong oleh kredit macet disegmen korporasi, Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet
(NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar.
Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal
setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development
Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21
Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat.
Oleh karenanya, kurun waktu antara 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang
penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu
tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba
berkat upaya dan dedikasi setiap kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan
yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap
pelaksanaan perbankan syari’ah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian
menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: (i) Restrukturisasi
45
aset dan program efisiensi, (ii) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari
para pemegang saham, (iii) tidak melakukan PHK satupun terhadap sumber daya
insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak kru
Muamalat sedikitpun, (iv) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri kru
Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru,
(v) peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat
menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (vi) pembangunan tonggak-tonggak
usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran
Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank
kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki
tahun 2005 dan seterusnya.
Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank
Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 7,43 triliun,
modal disetor sebesar Rp 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp
106,66 miliar pada tahun 2005.42
Jasa valuta asing (Bank Notes) merupakan uang kartal asing yang
dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank di luar negeri. Bank notes dikenal juga
dengan istilah “devisa tunai” yang mempunyai sifat-sifat seperti uang tunai. Tidak
semua bank notes dapat diperjualbelikan, hal ini tergantung daripada peraturan
devisa di negara asal bank notes diterbitkan.
42
Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report, (Jakarta: Muamalat Institute, 2006), h. 5
Dalam transaksi jual beli bank notes, bank mengelompokkan bank notes ke
dalam dua klasifikasi, yaitu bank notes yang lemah dan bank notes yang kuat.
Bank biasanya lebih menyukai bank notes yang nilainya kuat ketimbang yang
lemah.43
Pengelompokkan bank notes yang kuat berdasarkan kategori sebagai berikut:
1. Bank notes tersebut mudah diperjualbelikan.
2. Nilai tukar terkendali/stabil.
3. Frekuensi penjualan sering terjadi.
4. Dan pertimbangan lainnya.
Sedangkan kelompok bank notes yang lemah adalah kebalikan dari bank
notes yang kuat. Dalam praktiknya bank tidak selalu menerima penjualan dan
pembelian bank notes. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan yaitu:44
1. Kondisi bank notes cacat/rusak.
2. Tergolong dalam valuta lemah.
3. Tidak memiliki persediaan.
4. Diragukan keabsahannya.
Penjualan bank notes juga dilakukan antar bank dan juga diperjualbelikan di
travel, autorizhed money changer (pedagang valuta asing) dan tempat lainnya.
Contoh bank notes yang tergolong dalam kategori kuat adalah sebagai berikut:
43 Kasmir, Manajemen Perbankan, Ed. I, Cet. 7, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007),
h. 120 44 Ibid.
1. USD: United State Dollar (Amerika)
2. GBP: Great Britain Poundsterling (Inggris)
3. DEM: Deutsche Mark (Jerman)
4. JPY: Japanese Yen (Jepang)
5. HKD: Hongkong Dollar (Hongkong)
Sedangkan bank notes yang masuk dalam kategori golongan lemah antara lain:
1. ITL: Italian Lira (Itali)
2. NLG: Netherlands Guilder (Belanda)
3. FRF: French Franc (Perancis)
4. CAD: Canadian Dollar (Canada)
5. NZD: New Zealands Dollar (Selandia Baru)
6. MYR: Malaysian Ringgit (Malaysia)
7. THB: Thailand Baht (Thailand)
Di Bank Muamalat sendiri, jenis mata uang yang paling umum digunakan
adalah USD, karena hampir semua transaksi import menggunakan mata uang ini.
Selain itu, jenis mata uang lainnya yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia
adalah Euro, Dollar Singapura, Malaysian Ringgit, Real, kemudian jenis mata
uang lainnya relatif kecil.45
Dalam transaksi jual beli bank notes bank menggunakan kurs. Kurs ini
setiap hari diperoleh dari kurs konversi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia,
dimana isinya perbandingan antara nilai tukar mata uang rupiah dengan valuta
45 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November 2008)
asing. Kurs yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia oleh perbankan dijadikan
patokan harga mata uang asing tersebut. Dalam transaksi jual beli bank notes ada
dua macam kurs yaitu kurs beli (buying rate) dan kurs jual (selling rate).
Penggunaan kurs beli dan kurs jual dalam transaksi bank notes adalah sebagai
berikut:46
1. Kurs jual pada saat bank menjual, artinya dalam hal ini nasabah membeli.
2. Kurs beli pada saat bank membeli, artinya dalam hal ini nasabah menjual.
Transaksi valas di Bank Muamalat dilakukan ketika ada nasabah yang
datang ke Teller, kemudian mereka melakukan transaksi, sedangkan penentuan
kurs yang berlaku pada hari itu dilakukan oleh Treasury. Bila terjadi fluktuasi
valas yang cukup tinggi, maka kita ambil posisi lebar, dimana harga menjadi
mahal untuk nasabah.47
Oleh karena itu dalam penerapannya, Bank Muamalat hanya menggunakan
transaksi valas dengan akad jual beli untuk sharf-nya adalah sebagai berikut:
1. Transaksi Spot: deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau
pengirimannya (penyerahannya) dua hari.
2. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): deal-nya atau kesepakatannya hari ini
dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) esok hari.
46 Kasmir, Manajemen Perbankan, h. 121-122 47 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
2009)
3. Transaksi Today (Transaksi Tod): deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan
delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) hari ini.
Adapun transaksi Today dan Tomorrow merupakan satu kesatuan dari
transaksi spot itu sendiri. Transaksi ini dipisahkan dikarenakan tergantung dari
valas yang tersedia di Bank Muamalat. Misalnya, jika nasabah membutuhkan
dollar saat ini dan di Bank Muamalat belum tersedia maka menggunakan
transaksi Tomorrow atau transaksi Spot, dimana penyerahannya dilakukan
keesokan harinya atau dua hari setelah tanggal kontrak (persetujuan).48
Dalam pelaksanaan jual beli mata uang, Bank Muamalat juga mengacu
kepada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.32/34/KEP/DIR tentang
Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dimana transaksi jual beli mata uang
boleh dilakukan oleh lembaga keuangan syariah dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Motif transaksi jual beli tersebut harus jelas yaitu untuk mendukung transaksi
komersial, seperti transaksi perdagangan barang dan jasa antarnegara.
2. Transaksi jual beli mata uang dilakukan bukan untuk memperoleh
keuntungan dari naik turunnya nilai suatu mata uang.
3. Apabila transaksi jual beli tersebut dilakukan terhadap mata uang sejenis,
maka harus sama nilainya dan dilakukan dengan cara tunai.
48 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
2009)
4. Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan sesuai dengan market rate yang
berlaku pada saat transaksi dan dilakukan dengan cara tunai.
B. Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di Bank Muamalat
Peluang transaksi valas di Bank Muamalat adalah karena adanya permintaan
dari nasabah. Ketika nasabah membutuhkan valas maka pihak Bank Muamalat
membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada nasabah.49
Karena Bank Muamalat sendiri tidak mengambil keuntungan dari kenaikan
atau penurunan dari nilai valas. Penentuan kurs ini mengacu pada kurs yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan margin keuntungan yang ditetapkan
di Bank Muamalat merupakan kompensasi dari berapa biaya yang dibutuhkan
untuk menyimpan mata uang tadi, atau dengan kata lain, yaitu dilihat dari segi
biaya perawatan, pengamanannya, dan pemeliharaannya. Guna untuk
mengantisipasi perubahan harga.50
Adapun tantangan yang dihadapi Bank Muamalat dalam transaksi valas
adalah ketika terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita mengambil
‘posisi lebar’, yaitu harga atau kurs yang ditetapkan menjadi mahal untuk
nasabah.51
49 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
2009) 50 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November 2008) 51 Brilyano, Kabag. Treasury Officer, Wawancara Pribadi via telepon, (Jakarta: 3 Maret
2009)
Wawancara lapangan menunjukkan, meski resiko negara tampaknya tidak
menjadi persoalan besar bagi investor Islam sekaligus investor yang lain, resiko
mata uang merupakan masalah penting. Untuk melindungi diri dari resiko mata
uang, transaksi seringkali dilakukan dengan mata uang dolar, ataupun nilai mata
uang dijamin oleh pihak ketiga.
Membatasi resiko mata uang jauh lebih sulit bagi para investor Islam
daripada investor lain, karena langkah untuk menekan resiko yang umumnya
digunakan dalam keuangan konvensional secara teoritis tidak tersedia bagi para
investor Islam. Kontrak mata uang berjangka dilarang karena harga sekaligus
pertukaran moneternya ditangguhkan di kemudian hari. Opsi put dan call dilarang
karena keduanya mengandung spekulasi. Suku bunga dan tukar menukar mata
uang dilarang karena mengandung bunga (riba).52
C. Peluang Pengembangan Islamic Swap di Bank Muamalat
Terakhir, mungkin akan timbul pertanyaan dengan demikian adakah
alternatif untuk pihak-pihak yang ingin melakukan lindung nilai. Diperlukan
adanya instrumen lindung nilai yang islami, lepas dari riba dan gharar yang
berlebihan. Ada beberapa instrumen islami yang ada dan mulai dikembangkan
oleh beberapa negara. Semisal, bai’ salam, bai’ istisna’ dan swap syariah (islamic
52 Frank E. Vogel dan Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori dan
Praktik, Cet.I, (Bandung: Nusamedia, 2007), h. 238-239
swap). Tentunya diperlukan pengembangan lebih jauh terhadap kontrak-kontrak
ini sehingga ramah pasar, tetapi tetap berlandaskan syariah.53
Menurut Rifki Ismail, M.A, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan
Moneter Bank Indonesia, bahwa mekanisme currency swap islami adalah dimana
A yang saat ini mempunyai rupiah menukarkan rupiahnya tersebut dengan dollar
yang dimiliki oleh B untuk jangka waktu tertentu. di akhir masa transaksi, A akan
kembali mendapatkan rupiahnya demikian pula B kembali mendapatkan
dollarnya dalam jumlah yang sama seperti saat mereka melakukan swap di awal
periode tanpa adanya pembayaran premi.
Berbeda dengan transaksi swap seperti contohnya currency swap
(pertukaran mata uang). currency swap adalah suatu transaksi yang menukarkan
mata uang domestik dengan mata uang asing di saat ini untuk periode tertentu ke
depan (6 bulan, 12 bulan, dan sebagainya) dan memperoleh kembali mata uang
domestik di akhir periode transaksi. Hal ini dilakukan dalam rangka
mengantisipasi perubahan nilai tukar ke depan (rupiah semakin melemah terhadap
dollar) dan tentunya terdapat premi yang harus dibayar oleh pihak yang
melakukan transaksi swap tersebut.
Dalam konsep ekonomi Islam, mekanisme transaksi swap konvensional di
atas tidak diperbolehkan, karena terdapat unsur spekulasi dan keharusan
pembayaran premi swap. Adanya unsur spekulasi, apabila rupiah ditukar dengan
53 Muhammad Gunawan Yasni, Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan, Cet.I,
(Bandung: Mizan, 2007), h. 140
dollar untuk mendapatkan rupiah yang lebih banyak di akhir periode transaksi
swap, yaitu ketika rupiah diyakini akan semakin melemah terhadap dollar.
Sedangkan premi swap antara lain merepresentasikan selisih tingkat bunga
investasi kedua mata uang, perkiraan apresiasi/depresiasi nilai tukar ke depan dan
biaya lain-lain.54
a) Selisih tingkat bunga investasi kedua mata uang; sebagai contoh, apabila
bunga simpanan rupiah per tahun 7% sedangkan bunga simpanan dollar per
tahun hanya 3%, maka pihak yang diberikan rupiah harus membayar selisih
4% kepada pihak yang diberikannya dollar.
b) Perkiraan apresiasi/depresiasi nilai tukar ke depan; sebagai contoh, apabila
kurs awal 1 USD=Rp 10.000 dan diperkirakan kurs ke depan menjadi 1
USD=Rp 10.050 maka perhitungan premi adalah: (Rp 50/Rp 10.000) x
(360/jangka waktu swap) x 100%.
c) Sementara itu biaya lain-lain mencakup biaya administrasi.
Dalam hal ini Islam melarang transaksi yang memastikan perolehan
keuntungan (return) di masa datang yang berwujud suku bunga.
Adapun yang dimaksud dengan depresiasi adalah turunnya nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing (Dollar). Misalnya tadinya 1 USD=Rp 10.000
menjadi 1 USD=Rp 10.050, dengan kata lain, depresiasi Rupiah menyebabkan
semakin banyak Rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan 1 unit Dollar.
54 Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic
Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
Sedangkan apresiasi adalah kebalikan dari depresiasinya Rupiah, yaitu naiknya
nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (Dollar).55
Aplikasi dalam transaksi ekspor impor dapat diilustrasikan sebagai berikut:
eksportir A yang berkedudukan di Indonesia pada tanggal 1 Mei 2005
mengekspor kerajinan tangan ke Amerika sebesar 1000 USD atau dengan kurs 1
USD =Rp 10.000 setara dengan Rp 10.000.000. Sementara itu, eksportir B yang
berkedudukan di Amerika juga mengekspor elektronik ke Indonesia pada hari
yang sama senilai 2000 USD atau setara dengan Rp 20.000.000. A yang
mendapatkan hasil ekspor 1000 USD khawatir akan fluktuasi (perubahan) nilai
tukar dollar terhadap rupiah 6 bulan ke depan (khawatir rupiah menguat)
demikian pula si B yang mendapatkan hasil ekspor senilai Rp 20.000.000
(khawatir dollar menguat).
Oleh karena itu, pada 1 Mei 2005 mereka sepakat untuk melakukan Islamic
currency swap agar nilai mata uang yang mereka pegang saat ini tetap berada
pada kurs 1 USD=Rp 10.000 pada tanggal 1 November 2005 nanti dan terhindar
dari risiko perubahan kurs rupiah terhadap dollar. Caranya yaitu A memberikan
1000 USD kepada B, dan B memberikan Rp 10.000.000 kepada A. Pada 1
November nanti A berjanji akan memberikan kembali Rp 10.000.000 kepada B,
demikian pula B akan memberikan 1000 USD milik A tanpa adanya kewajiban
membayar premi oleh kedua pihak.
55 Aris Budi Setiawan, Perekonomian Indonesia, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta:
Universitas Gunadarma, 1997), h. 69
Oleh A, perolehan Rp 10.000.000 digunakan sebagai modal operasional
usahanya 6 bulan ke depan, demikian pula B, sehingga proses produksi tetap
berjalan dan mereka secara otomatis telah melakukan hedging terhadap
pendapatan mereka ke depan. Apabila A memperoleh keuntungan yang besar
dalam usahanya, A dapat saja memberikan hadiah uang tambahan kepada B,
misalnya mengembalikan sebesar Rp 11.000.000 tanggal 1 November nanti.
Namun hal ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan sehingga berbeda sifatnya
dengan premi swap. Selain itu, A dan B dapat pula melakukan perjanjian bagi
hasil usaha sebagai kesepakatan bersama dalam transaksi Islamic Currency Swap
sehingga di akhir periode transaksi mereka tidak akan hanya mendapatkan
kembali uang mereka namun juga pendapatan ekstra bagi hasil usaha.56
Selain dalam kasus ekspor-impor di atas, kasus yang marak terjadi selama
ini adalah currency swap konvensional di bidang perbankan. Sebagai ilustrasi,
perusahaan A di Jakarta memperoleh dana dari investor senilai Rp 100.000.000
dari hasil menerbitkan obligasi yang jatuh tempo 2 tahun ke depan dengan tingkat
bunga obligasi 5% per tahun atau Rp 5.000.000 per tahun. Perusahaan A
kemudian melakukan transaksi swap konvensional 2 tahun dengan bank C yaitu
dengan menukarkan Rp 100.000.000 miliknya tersebut dengan USD 10.000 (kurs
USD 1= Rp 10.000) dari bank C. Oleh karena bank C dapat mendepositokan Rp
100.000.000 dengan bunga 7% per tahun, sementara A yang memegang dollar
56 Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic
Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
hanya akan memperoleh bunga 3% dari deposito dollar maka, bank C akan
membayar premi sebesar 4% kepada A (asumsi kurs tetap dan tidak ada biaya
lain-lain).
Oleh A, dana USD 10.000 tersebut didepositokan ke bank asing di LN (Luar
Negeri) mengingat suku bunga deposito dollar di LN lebih besar daripada di
dalam negeri antara lain karena naiknya Fed Fund Rate (suku bunga Bank Sentral
Amerika). Apabila suku bunganya 10% per tahun maka perolehan A setahun dari
bunga deposito adalah USD 1000 atau senilai Rp 10.000.000. selain itu, A
memperoleh pembayaran premi swap dari bank C sebesar Rp 4.000.000 (4% dari
Rp 100.000.000). Sehingga total penerimaan A adalah Rp 14.000.000 sedangkan
biaya bunga obligasi hanya Rp 5.000.000 per tahun sehingga A memperoleh
keuntungan senilai Rp 9.000.000 per tahun.
Beberapa nilai lebih dari penerapan Islamic swap antara lain:
1. Merupakan hedging (lindung nilai) terhadap penghasilan
2. Mendukung proses produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan menyerap tenaga kerja
3. Pertambahan asset finansial (dana) akan sejalan dengan pertambahan jumlah
asset riil (barang) karena diterapkannya sistem bagi hasil sehingga tentunya
hal ini tidak menimbulkan inflasi
4. Mendukung perkembangan ekonomi dan perbankan Islam
5. Tidak ada pihak yang dirugikan bahkan saling diuntungkan serta sesuai
dengan syariah Islam.57
Bila ditinjau dari penjelasan diatas, kita telah memahami bahwa praktek dan
keberadaan valuta asing di pasar dunia dibolehkan dan tidak menjadi persoalan.
Asalkan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dewan syariah. Dengan
adanya kegiatan dalam valuta asing ini, negara-negara menjadi lebih terbantu
melancarkan usahanya antar negara yang mempunyai kepentingan.
D. Analisis Penulis
Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini
disebabkan di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi
valas, sedangkan transaksi valas yang bukan spot seperti transaksi forward, swap,
dan option tidak diperbolehkan. Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSN-
MUI/III/2002 bahwa seluruh transaksi valuta asing yang bukan spot adalah
haram, maka forward transaction dan swap adalah haram. Namun banyak
pendapat yang membenarkan transaksi swap secara Islam. Seperti halnya di
Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-negara Arab lainnya yang menerapkan
Islamic Swap dalam transaksi valas guna meng-hedging kekayaan perusahaan
terhadap penurunan nilai tukar valuta asing dalam perdagangan internasional.
Hal ini dikarenakan Bank Muamalat memegang prinsip kehati-hatian
dalam menjalankan transaksi valas agar tidak berlawanan dengan prinsip Islam
57 Rifki Ismail, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Islamic
Cerrency Swap, artikel diakses dari http://www.rifkiismail.com/ pada tanggal akses, 23 Januari 2008
atau kaidah fiqh itu sendiri. Dimana dengan adanya ‘bunga’ sudah membuat
transaksi valas menjadi ‘haram’ jika transaksi tersebut lewat dari 1 hari.
Akibatnya trader muslim harus membatasi diri dengan melakukan transaksi-
transaksi ‘intraday’ (spot) saja untuk menghindarkan adanya swap.
Akan tetapi dalam transaksi Islamic Swap tidak ada keharusan membayar
premi swap, dimana dalam perhitungan premi swap, yaitu dengan
merepresentasikan selisih tingkat bunga investasi kedua mata uang. Islamic Swap
jelaslah bukan gharar, sebab dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang
dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga dengan jumlah, mutu, tempat dan
waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di atas rel resmi yang ketat, sebagai
antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa penipuan, satu hal yang
sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jual-beli konvensional.
Pada intinya, sesuatu yang dilarang oleh Islam adalah sesuatu yang
cenderung mendatangkan kerugian atau mudharat. Penyelenggaraan perdagangan
berjangka, bisa memberikan manfaat yang luas, baik terhadap individu maupun
pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Antara lain, lantaran ia mempunyai fungsi
pembentukan harga (price discovery) yang transparan.Disisi lain, kegiatan
perdagangan berjangka bisa dikatakan beresiko tinggi. Tapi, tidak tepat jika lantas
disimpulkan bahwa hal itu mengundang praktik spekulasi yang berbau judi. Ada
banyak perbedaan fundamental antara perdagangan berjangka dengan judi, paling
tidak jika dilihat dari manfaat ekonomi, penguasaan terhadap pengetahuan
(kemampuan analisis) yang harus dimiliki, serta eksistensi risiko itu sendiri.
Kalau soal risiko, seperti kata orang bijak, kehidupan manusia tidak bisa
dilepaskan dengan risiko. Persoalannya, bagaimana mengantisipasi atau
meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko itu dalam perdagangan berjangka,
justru itulah yang dilakukan, tepatnya melalui hedging.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keterangan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat adalah untuk memenuhi
kebutuhan bank sendiri dan nasabah. Jika nasabah membutuhkan valas, maka
bank akan membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada
nasabah. Karena Bank Muamalat Indonesia tidak mengambil posisi atau
mengambil keuntungan dari kenaikan atau penurunan dari nilai valas. Jadi
kalau hari ini kebutuhannya besar, kita beli hari ini. Contohnya, ada nasabah
yang akan import barang ke luar negeri dimana ia membutuhkan mata uang
USD, maka kita menyediakan USD dengan cara membeli USD di Market atau
pasar uang kemudian kita jual lagi kepada nasabah. Dimana akad yang
digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah akad jual beli (sharf), dengan
transaksi-transaksi sebagai berikut:
a. Transaksi Spot: deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya
atau pengirimannya (penyerahannya) dua hari.
b. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): deal-nya atau kesepakatannya hari
ini dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) esok hari.
61
c. Transaksi Today (Transaksi Tod): deal-nya atau kesepakatannya hari ini
dan delivery-nya atau pengirimannya (penyerahannya) hari ini.
2. Peluang transaksi valas di Bank Muamalat adalah karena adanya permintaan
dari nasabah. Ketika nasabah membutuhkan valas maka pihak Bank
Muamalat membelikan atau menyediakannya kemudian dijual kepada
nasabah. Adapun tantangan yang dihadapi Bank Muamalat dalam transaksi
valas adalah ketika terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita
mengambil ‘posisi lebar’, yaitu harga atau kurs yang ditetapkan menjadi
mahal untuk nasabah.
3. Islamic Swap atau swap secara Islami merupakan salah satu produk syariah
dalam transaksi valas, selain daripada spot. Swap Islami adalah dimana A
yang saat ini mempunyai rupiah menukarkan rupiahnya tersebut dengan dollar
yang dimiliki oleh B untuk jangka waktu tertentu. di akhir masa transaksi, A
akan kembali mendapatkan rupiahnya demikian pula B kembali mendapatkan
dollarnya dalam jumlah yang sama seperti saat mereka melakukan swap di
awal periode tanpa adanya pembayaran premi.
Peluang pengembangan produk Islamic Swap antara lain:
1. Merupakan hedging (lindung nilai) terhadap penghasilan.
2. Mendukung proses produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan menyerap tenaga kerja.
3. Pertambahan asset finansial (dana) akan sejalan dengan pertambahan
jumlah asset riil (barang) karena diterapkannya sistem bagi hasil sehingga
tentunya hal ini tidak menimbulkan inflasi.
4. Mendukung perkembangan ekonomi dan perbankan Islam.
5. Tidak ada pihak yang dirugikan bahkan saling diuntungkan serta sesuai
dengan syariah Islam.
Bila ditinjau dari penjelasan di atas, kita telah memahami bahwa praktek
dan keberadaan valuta asing di pasar dunia dibolehkan dan tidak menjadi
persoalan. Asalkan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan dewan syariah.
Dengan adanya kegiatan dalam valuta asing ini, negara-negara menjadi lebih
terbantu melancarkan usahanya antar negara yang mempunyai kepentingan.
B. Saran
Bank Muamalat saat ini masih terbatas dan masih kaku. Hal ini disebabkan
di Bank Muamalat hanya menerapkan transaksi spot dalam transaksi valas.
Karena mengacu pada fatwa MUI No.28/DSN-MUI/III/2002 bahwa seluruh
transaksi valuta asing yang bukan spot adalah haram, maka forward transaction
dan swap adalah haram. Namun banyak pendapat yang membenarkan transaksi
swap secara Islam. Seperti halnya di Malaysia, Bahrain, Qatar, dan di negara-
negara Arab lainnya yang menerapkan Islamic Swap dalam transaksi valas guna
meng-hedging kekayaan perusahaan terhadap penurunan nilai tukar valuta asing
dalam perdagangan internasional.
Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian
diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka
jual beli tersebut sah. Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu
dan lain hal, tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak
sah.
Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar. Sebab, dalam kontrak
berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan. Begitu juga
dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya. Semuanya berjalan di
atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek
penyimpangan berupa penipuan satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada
praktik jual-beli konvensional.
Kita sebagai umat Islam yang juga merupakan warga Negara Indonesia
sudah selayaknya untuk dapat berhijrah dari sistim konvensional kepada sistim
ekonomi yang berlandaskan syariah Islam untuk dapat memajukan nilai-nilai
Islam dalam kehidupan yang ada pada ajaran agama Islam. Diharapkan produk
Islamic swap ini dapat diterima dan dapat dikembangkan di bank-bank syariah di
Indonesia karena kebutuhan masyarakatnya dalam melakukan transaksi valas di
dalam hubungan perdagangan internasional agar tidak berpengaruh terhadap
perubahan nilai tukar valuta asing.
Pengembangan produk dalam bank syariah seringkali terjebak diantara kedua
aturan yang saling tarik menarik, yaitu syariah dan hukum positif. Perlu ada
upaya bersama untuk mencari jalan keluar, misalnya menyusun undang-undang
bank syariah tersendiri. Hal ini amat penting agar bank syariah dapat
menunjukkan ciri khas produknya dari yang dimiliki bank konvensional.
Pengembangan produk dalam perbankan syariah dapat mengikuti arah perbankan
konvensional, tetapi asas-asas produk syariah tidak boleh ditinggalkan. Semua
produk syariah dapat diterapkan untuk semua jenis kategori, tetapi harus
mengikuti konsekwensinya. Perlu adanya usaha terus menerus mengembangkan
teknis keuangan untuk memberikan alternatif bagi perbankan syariah terhadap
produk keuangan di dunia konvensional. Rujukan (benchmark) keuangan
merupakan contoh yang paling jelas dalam hal ini. Pengembangan produk bukan
saja melibatkan sumber daya yang ada dalam penelitian dan pengembangan,
tetapi juga sumber daya yang mengerti dan mendalami syariah, karena sumber
daya manusia yang ada di bank syariah sekarang ini belum memiliki pengetahuan
di kedua bidang itu secara simultan.
DAFTAR PUSTAKA
Terjemahan Al Qur’an dan Al Hadits.
Anshori, Abdul Ghofur. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2007.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Cet.I. Jakarta:
Gema Insani Press, 2001.
Abimanyu Ph.D., Yoopi. Memahami Kurs Valuta Asing. Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004.
Achmad Baraba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah.
Ad-Duwaisy, Syaikh ‘Isa bin Ibrahim. Jual Beli yang Dibolehkan dan yang Dilarang.
Cet.Pertama. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2005..
Bank Muamalat Indonesia. Bank Muamalat Laporan Tahunan 2005 Annual Report.
Jakarta: Muamalat Institute, 2006.
Berlianta, Heli Charisma. Mengenal Valuta Asing. Cet.I. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2004.
Brilyano, Kabag.Treasury Officer, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 November
2008).
Cecep Maskanul Hakim, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP.
Problem Pengembangan Produk dalam Bank Syariah.
66
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid 5.
Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1997.
Gurtno, Kamus Ekonomi Bisnis dan Perbankan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996.
Hamdy, Hady. Manajemen Keuangan Internasional. Cet.Pertama. Jakarta: Yayasan
Administrasi Indonesia, 2005.
Jusuf, Jopie. Panduan Dasar untuk Account Officer. Cet.Pertama. Jakarta: Intermedia
Jakarta, 1992.
Karim, Ir.H.Adiwarman A. S.E.,M.B.A, M.A.E.P. Ekonomi Islam Kajian
Kontemporer. Cet.I. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Karim, Ir.H.Adiwarman A. S.E.,M.B.A, M.A.E.P. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq, 2004
Kasmir. Manajemen Perbankan. Ed.I. Cet.7. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2007.
Muhammad, Drs.Abubakar. Terjemahan Subulussalam III. Surabaya: Al Ikhlas,
1995.
Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam. Jilid 2, Terjemahan Drs. Soeroyo,M.A dan
Drs.Nastangin. Yogyakarta: Penerbit Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Setiawan, Aris Budi. Perekonomian Indonesia. Ed.Pertama. Cet.Pertama. Jakarta:
Universitas Gunadarma, 1997.
Siregar, Mulya E. Peneliti Bank Senior, Tim Penelitian dan Pengembangan Bank
Syariah, DPNP, Bank Indonesia. Manajemen Moneter Alternatif dan
Penerapannya di Indonesia.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Ed.Kedua. Jakarta: Fakultas
Ekonomi UI, 1999.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia, 1995.
Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia. Cet.III. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007.
Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1992.
Soedarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Ed.II. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004.
Tupanno, A. W. J. et. al. Ekonomi dan Koperasi. Jakarta: Depdikbud, 1982.
Tim Penulis DSN-MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSN-
BI, 2003.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Depdikbud-Balai Pustaka, 2002.
Vogel, Frank E., dan Samuel L. Hayes, III. Hukum Keuangan Islam: Konsep, Teori
dan Praktik. Cet.I. Bandung: Nusamedia, 2007.
Yasni, Muhammad Gunawan. Ekonomi Sufistik: Adil dan Membahagiakan. Cet.I.
Bandung: Mizan, 2007.
BERITA ACARA WAWANCARA
ANALISIS TRANSAKSI VALAS DI BANK MUAMALAT INDONESIA
Nama : Brilyano
Jabatan : Kabag. Treasury Officer
Tanggal : Selasa, 18 November 2008
Tempat wawancara : Bank Muamalat Indonesia
Gedung Artha loka Lt. 5 Jl. Jendral Sudirman No. 2 Jakarta
PERTANYAAN
Tanya : Bagaimana penerapan transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia?
Jawab : Bank Muamalat Indonesia dalam hal penerapannya melakukan transaksi
valas untuk memenuhi kebutuhan bank sendiri dan kebutuhan nasabah. Jika
nasabah butuh valas maka kita menyediakannya atau membelinya kemudian
kita jual kepada nasabah. Karena kita bank syariah tidak mengambil posisi,
artinya kita tidak mengambil keuntungan dari kenaikan atau penurunan dari
nilai valas. Contohnya, jika ada nasabah akan import barang ke luar negeri,
dimana ia membutuhkan USD, maka kita menyediakan USD dengan membeli
USD ke market atau pasar kemudian kita jual lagi ke nasabah.
Tanya : Akad apa saja yang digunakan?
Jawab : Akad yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah dengan akad jual
beli untuk sharf-nya dengan transaksi-transaksi sebagai berikut:
4. Transaksi Spot: transaksi pembelian atau penjualan valas dengan
penyerahan dua hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu deal-nya atau
kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya
(penyerahannya) dua hari.
5. Transaksi Tomorrow (Transaksi Tom): transaksi pembelian atau penjualan
valas dengan penyerahan satu hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu
deal-nya atau kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau
pengirimannya (penyerahannya) esok hari.
6. Transaksi Today (Transaksi Tod): transaksi pembelian atau penjualan
valas dengan penyerahan pada saat hari yang sama, yaitu deal-nya atau
kesepakatannya hari ini dan delivery-nya atau pengirimannya
(penyerahannya) hari ini.
Tanya : Berapa omzet transaksi valas?
Jawab : Tergantung kebutuhan atau permintaan akan pertukaran valas, jika hari ini
kebutuhan akan transaksi valas besar maka barulah kita beli.
Tanya : Mata uang apa saja yang digunakan dalam transaksi valas, dan berapa hari
proses riilnya?
Jawab : Jenis mata uang yang paling umum digunakan adalah USD, karena hampir
semua transaksi import menggunakan mata uang ini. Selain itu, jenis mata
uang lainnya yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah Euro,
Dollar Singapura, Malaysian Ringgit, kemudian jenis mata uang lainnya
relatif kecil. Sedangkan untuk proses riilnya, Bank Muamalat Indonesia
menggunakan transaksi spot, today, dan tomorrow.
Tanya : Kapan lahirnya produk sharf di Bank Muamalat Indonesia?
Jawab : Sejak tahun 1991 didirikan, dari kita menjadi bank devisa maka selanjutnya
pada tahun 1992-1994 barulah ada produk sharf yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan karena kita sudah menjadi bank devisa.
Tanya : Apa yang mendasari lahirnya produk sharf di Bank Muamalat Indonesia?
Jawab : Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang mendasari lahirnya produk
sharf adalah untuk memenuhi kebutuhan. Jika butuh barulah kita
menyediakan mata uang asing, baik kita simpan di bank sendiri ataupun di
bank lain seperti di citybank, JP Morgan dan bank-bank lainnya.
Tanya : Bagaimana prosedur Bank Muamalat Indonesia untuk dapat mengeluarkan
suatu produk sharf?
Jawab : Prosedur yang berlaku di Bank Muamalat Indonesia untuk dapat
mengeluarkan suatu produk sharf diawali dengan melalui analisa oleh Devisi
Pengembangan Produk (Bussines Development) yang hasilnya diserahkan ke
Direksi, dan jika analisa tersebut disetujui oleh Direksi, maka diteruskan ke
Dewan Pengawas Syariah (DPS) Bank Muamalat Indonesia. Di DPS inilah
yang menentukan apakah suatu produk dapat diaplikasikan atau tidak.
Tanya : Bagaimana Bank Muamalat Indonesia menentukan kurs yang akan dipakai
dalam transaksi sharf?
Jawab : Adapun cara yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia dalam menentukan
kurs yang dipakai dalam transaksi sharf adalah dengan terus memantau
perkembangan harga valas yang ada di bank-bank devisa maupun institusi
yang bergerak dalam valas baik dalam negeri maupun luar negeri. Dari nilai
harga yang ada, Bank Muamalat Indonesia menentukan nilai relevan yang
dipakai untuk transaksi sharf. Hal ini dilakukan agar Bank Muamalat
Indonesia dapat bersaing dengan bank-bank devisa lain.
Tanya : Bagaimana Bank Muamalat Indonesia mengambil margin keuntungan di
dalam transaksi sharf?
Jawab : Margin keuntungan merupakan kompensasi dari berapa biaya yang kita
butuhkan untuk menyimpan mata uang tadi, dimana kita harus menyimpan
dollarnya, brankas yang aman dan rapi. Atau dengan kata lain, yaitu dilihat
dari segi biaya perawatan, pengamanannya dan pemeliharaannya. Guna untuk
mengantisipasi perubahan harga.
Tanya : Karakteristik apa saja dalam transaksi valas yang ada di Bank Muamalat
Indonesia?
Jawab : Karakteristik transaksi valas yang ada di Bank Muamalat Indonesia adalah
sebagai berikut:
1. Transaksi jual beli ini menggunakan akad sharf.
2. Menggunakan kurs jual beli yang ditetapkan oleh Bank Muamalat
Indonesia.
3. Perhitungan kurs jual beli valas harus didasarkan pada valuta rupiah.
4. Jual beli valas dapat dilakukan dengan tunai atau pendebetan rekening.
5. Bank note yang diperjualbelikan harus tanpa cacat dan sesuai ketentuan
Bank Muamalat Indonesia.
Jakarta, 18 November 2008
Narasumber
Brilyano
Kabag. Treasury Officer
FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS58
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). Menimbang : a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain. c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman. Mengingat : " Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..." " Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban). " Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.". " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan
58 http://www.mui.or.id , tanggal akses 23 Januari 2008
yang tunai. " Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai). " Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram." " Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu. Memperhatikan : 1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002. MEMUTUSKAN Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut: a.Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). b.Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan). c.Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). d.Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing a.Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. b.Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). c.Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). d.Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi). Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M DEWAN SYARI'AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA