PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT TARUNA...
Transcript of PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT TARUNA...
i
PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT
TARUNA SEJAHTERA GUNUNG PATI
(ANALISA FATWA DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000
TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Lilis Setiyowati
NIM: 21411011
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTO PENULIS
“Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan,
selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.”
(Alexander Pope)
“Teman sejati adalah ia yang meraih tangan anda dan menyentuh hati
anda.”
(Heather Pryor)
“Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan
bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan kenyakinan
yang teguh.”
(Evelyn Underhill)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua orang tuaku Bapak Memeng Karsimin dan Ibu Khotimah tercinta,
yang telahmendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan
selama ini.
2. Adikku Muhammad Feriyanto dan Ahmad Fatkhurroziqin, yang telah
mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan
menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang
penulissayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing
dengan penuhkesabaran.
4. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang
penulisbanggakan.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkatrahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan.Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan
skripsiini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah, Jurusan
S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul:“Pelaksanaan Akad Mudharabah di
BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah)”.Penulis mengakui
bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
Salatiga.
viii
3. BapakIlya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar
dan baik.
4. Ibu Evi Ariyani, SH.,M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi
Syari‟ahdi IAIN Salatiga dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu
memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuaiyang diharapkan.
5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Bapak Arbain, selaku Manager BMT Taruna Sejahtera cabang Gunung
Pati yang telah berkenan memberikan izin penelitian diBMT Taruna
Sejahtera Gunung Pati serta jajaran pegawai yang telah memberikan
informasi berkaitan penulisan skripsi.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Sahabat-sahabatku Yessi Widhi Astuti, Tri Subiyanti yang selalu
mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
ix
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ahangkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga,01 September 2015
Penulis.
x
ASBTRAK
Setiyowati, Lilis. 2015.Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera
Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Mudharabah). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan. S1 Hukum
Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing:
Evi Ariyani, SH.,M.H.
Kata Kunci : Pembiayaan, Mudharabah, Fatwa DSN-MUI
BMT Taruna Sejahtera merupakan salah satu lembaga keuangan syari‟ah dalam
bentuk perbankan syari‟ah yang banyak mengeluarkan produk penghimpunan
dana. Salah satunya yaitu penghimpunan dana dengan produk simpanann berkah
plus yang menggunakan akad mudharabah. Salah satu syarat mudharabah adalah
keuntungan harus diketahui kadarnya. Tujuannya diadakannya akad mudharabah
adalah untuk memperoleh keuntungan, apabila keuntungannya tidak jelas maka
akibatnya akad mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu keuntungan
tidak tercapai. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang analisisfatwa DSN-MUI
no.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah pada produk
simpanan berkah plus di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Pertanyaan utama
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)Bagaimanakah pelaksanaan
Akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati? (2) Apakah
pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati sesuai
dengan fatwa DSN-MUI no.07/DSN-MUI/IV/2000?. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif yang menggunakan metode
deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bertujuan untuk mengetahui
pelaksanaan akad mudharabah dalam BMT sudah sesuai apa belum sesuai dengan
fatwa DSN-MUI. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa,pertama:Pelaksanaan
akad mudharabah dalam produk simpanan berkah plus pemberian bonus yang
dilakukan di BMT ini diberikan di awal karena pemberian bonus di awal sangat
disukai nasabah karena menurut nasabah pembagian bonus di awal sebagai bentuk
pembagian keuntungan yang jelas. Kedua: Praktik dalam pembagian bonus di
BMT Taruna Sejahtera sudah berjalan dengan baik. Namun belum sesuai dengan
fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 yaitu bonus seharusnya diberikan di
akhir periode simpanan itu berakhir atau selesai bukan diberikan di awal periode.
Karena dalam DSN-MUI tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap
pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus
dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan
nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING............................................................................... ii
PENGESAHAN.......................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. iv
MOTO......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR............................................................................... vii
ABSTRAK................................................................................................. x
DAFTAR ISI............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian........................................................... 7
E. Penegasan Istilah................................................................ 8
F. Tinjauan Pustaka................................................................ 9
G. Metode Penelitian............................................................... 11
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................. 11
2. Kehadiran Peneliti....................................................... 11
3. Lokasi Penelitian......................................................... 11
4. Sumber Data................................................................ 12
5. Prosedur Pengumpulan Data....................................... 12
6. Analisis Data............................................................... 13
xii
H. Sistematika Penulisan......................................................... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Mudharabah dalam Perspektif Fiqih................................... 16
1. Pengertian Mudharabah............................................... 16
2. Dasar Hukum Mudharabah.......................................... 19
3. Rukun dan Syarat Mudharabah................................... 23
4. Jenis-Jenis Mudharabah.............................................. 25
5. Sifat Akad Mudharabah.............................................. 25
6. Hukum Pelaksanaan Mudharabah.............................. 26
7. Kedudukan Mudharabah............................................ 27
8. Biaya pengelolaan Mudharabah................................. 28
9. Tindakan setelah Pemilik modal Meninggal.............. 29
10. Pembatalan Mudharabah............................................ 30
11. Dampak Sosial Ekonomi Mudharabah....................... 32
B. Mudharabah dalam Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/
IV/2000 ............................................................................. 33
1. Ketentuan Pembiayaan................................................ 33
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan.................................... 34
3. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan................... 37
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum BMT Taruna Sejahtera........................ 38
1. Sejarah BMT Taruna Sejahtera................................... 38
2. Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera......................... 41
3. Produk-produk BMT Taruna Sejahtera....................... 44
a. Simpanan Amanah................................................ 44
b. Simpanan Berkah.................................................. 45
c. Pembiayaan Manfaat............................................ 47
d. Simpanan Berkah Plus.......................................... 48
e. Strategi Pemasaran Produk Simpanan Berkah Pus 49
xiii
B. Hasil Penelitian................................................................. 52
1. Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus............. 52
a. Ketentuan yang Berlaku........................................ 55
b. Pengelolaan Dana.................................................. 57
c. Praktek Pembagian Keuntungan........................... 58
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus....... 63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................... 73
B. Saran.................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.1 Struktur Organisasi BMT Taruna Sejahtera................................. 41
xv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.2 Jumlah Keanggotaan BMT Taruna Sejahtera............................. 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia perbankan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan dan
perkembangan yang sangat pesat setelah diberlakukannya Paket Kebijakan
Oktober 1998 (Pakto 1998), yang memberikan kesempatan yang luas
kepada masyarakat untuk mendirikan bank-bank yang telah ada untuk
membuka kantor-kantor cabang, sehingga banyak berdiri bank-bank baru
maupun bank-bank lama yang membuka cabang di seluruh Indonesia.
Kehadiran lembaga keuangan Syariah di Indonesia tidak terlepas
dari kebutuhan masyarakat yang tidak menghendaki adanya bunga
traksaksi perbankan. Indonesia dewasa ini dapat dikatakan sudah
memasuki era ekonomi syariah yang ditandai dengan bermunculnya
berbagai lembaga bisnis dan keuangan yang memakai prinsip berkeadilan
yang bebas bunga.
Kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992,
telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan
yang lebih mampu menyentuh kalangan bawah. Meskipun misi keumatan
cukup tinggi, namun realitas dilapangannya mengalami banyak hambatan,
baik dari sisi prosedur, plafon pembiayaan maupun lingkungan bisnisnya.
Di dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan,
menjadi penghalang BMI untuk memberikan pelayanan dikalangan bawah.
2
Untuk memberikan pelanyanan yang lebih luas kepada masyarakat
bawah, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Harapan
kepada BPRS untuk mampu menjangkau ekonomi kecil sangat besar,
meningkat cakupan bisnis bank ini lebih kecil. Nama perkreditan menjadi
kendala, karena nama tersebut sesungguhnya tidak tepat, karena banyak
bank islam tidak melanyani perkreditan tetapi pembiayaan, sehingga
penggunaan nama perlu dipertimbangkan. Istilah perkreditan menjadikan
makna pembiayaan menjadi kabur.
Kendala lain dalam realitanya sistem bisnis BPRS juga terjebak
pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang, yakni para pemilik
modal. Komitmen untuk membantu meningkatkan derajat hidup
masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun
teknis. Dari sisi hukum, prosedur peminjaman bank umum dengan BPRS
sama, begitu juga dari sisi teknis. Padahal disinilah kendala utama
pengusaha kecil. Sehingga harapan besar pada BPRS hanya menjadi
idealita.
Dari persoalan diatas mendorong munculnya lembaga keuangan
syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi
bisnis tetapi juga sosial. Lembaga yang tidak melakukan pemusatan
kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan
anggota yang meminjam mayoritas usaha kecil dan mikro serta
kekayaannya terdistribusi secara adil dan merata. Lembaga yang tidak
terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi
3
membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama yaitu
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran
masyarakat luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama. Semua
komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah
sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu
menjangkau lapisan pengusaha yang kecil sekalipun.
Peran BMT dalam menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil
dilingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi
pembangunan nasional. Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara
keuangan ternyata hanya mampu bermain pada lefel menengah keatas.
Sementara lembaga keuangan non formal yang mampu menjangkau
pengusaha mikro, tidak mampu meningkatkan kapitalisasi usaha kecil.
Maka BMT diharapkan tidak terjebak pada dua kutup ekonomi yang
berlawanan tersebut.
BMT tidak digerakkan dengan motif laba semata, tetapi juga motif
sosial. Karena beroperasi dengan pola syariah, sudah barang tentu
mekanisme kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari
luar tetapi agamanya menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih
dominan.
Untuk dapat menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan, BMT
perlu melakukan kegiatan penghimpunan dana, istilah penghimpunan dana
dapat diartikan sebagai kegiatan usaha untuk mengelola dana dari
4
masyarakat dalam rangka melakukan kegiatan pembiayaan di bidang
ekonomi. Untuk dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana secara
syar‟i, harus ada akad-akad syariah yang perlu ditetapkan dalam
produknya. Yaitu akad Wadi‟ah, akad Mudharabah, akad Musyarakah dan
seterusnya.
Pengertian akad secara etimologi berarti perikatan, perjanjian.
Sedangkan secara terminologi akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan
dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat
hukum terhadap obyeknya. Sedangkan mudharabah berasal dari kata
dharaba yang berarti memukul atau berjalan. Yang dimaksud memukul
atau berjalan yaitu seseorang yang memukulkan tangannya untuk berjalan
dimuka bumi dalam mencari karunia Allah SWT. Jadi akad mudharabah
merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan
pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan.
Kemudian apabila terjadi kerugian, resiko dana akan ditanggung oleh
pemilik modal selama bukan karena kelalaian pihak pengelola. Namun,
apabila kerugian disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian pihak
pengelola, maka mereka harus mempertanggung jawabkan atas kerugian
tersebut.
Salah satu syarat mudharabah yaitu keuntungan harus diketahui
kadarnya. Tujuannya diadakannya akad mudharabah adalah untuk
memperoleh keuntungan, apabila keuntungannya tidak jelas maka
5
akibatnya akad mudharabah bisa menjadi fasid. Apabila seseorang
menyerahkan modal kepada pengelola sebesar Rp 10.000.000 dengan
ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan, maka akad semacam ini
hukumnya sah, dan keuntungan dibagi rata setengah-setengah. Hal
tersebut dikarenakan syirkah atau persekutuan menghendaki persamaan
(Muslich,2010:375).
Apabila dibuat syarat yang menyebabkan ketidakjelasan dalam
keuntungan maka mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu
keuntungan tidak tercapai. Akan tetapi, jika syarat tersebut tidak
menyebabkan keuntungan menjadi tidak jelas maka syarat tersebut batal,
tetapi akadnya tetap sah. Misalnya, pemilik modal mensyaratkan kerugian
ditanggung oleh mudharib atau oleh mereka berdua maka syarat tersebut
batal, tetapi akad mudharabah tetap sah, sedangkan kerugian tetap
ditanggung oleh pemilik modal. Apabila disyaratkan dalam akad
mudharabah bahwa keuntungan semuanya untuk mudharib, maka menurut
Hanafiah dan Hanabilah, akad berubah menjadi qardh (utang piutang)
bukan mudharabah. Sedangkan menurut Syafi‟iyah mudharabah semacam
itu adalah mudharabah yang fasid. Dalam hal ini amil diberi upah atau
imbalan sesuai dengan pekerjaannya. Menurut Malikiyah, apabila
disyaratkan keuntungan semuanya untuk mudharib atau untuk pemilik
modal maka hal itu dibolehkan, karena ini merupakan tabarru‟ atau
sukarela.
6
Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama
dengan pembagian secara nisbah atau presentase, misalnya setengah-
setengah, sepertiga dan dua pertiga atau 40% : 60%, 35% : 65% dan
seterusnya. Apabila keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti,
seperti pemilik mendapat Rp 100.000 dan sisanya untuk pengelola
(mudharib), maka syarat tersebut tidak sah, dan mudharabah menjadi
fasid. Hal ini oleh karena karakter mudharabah menghendaki keuntungan
dimiliki bersama, sedangkan penentuan syarat dengan pembagian yang
pasti menghalangi kepemilikan bersama tersebut (Muslich,2010:376).
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengungkap
tentang pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung
Pati.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna
Sejahtera Gunung Pati?
2. Apakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera
Gunung Pati sesuai dengan fatwa DSN-MUI No.07/DSN-
MUI/IV/2000 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna
Sejahtera Gunung Pati.
7
2. Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna
Sejahtera Gunung Pati itu sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000.
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
berguna bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Kegunaan
yang diharapkan dapat dipetik adalah:
1. Manfaat Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian tentang pelaksanaan akad di BMT
Taruna Sejahtera, penulis akan mengetahui bagaimana pelaksanaan
akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera.
2. Manfaat Bagi BMT Taruna Sejahtera
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pihak lembaga BMT Taruna Sejahtera sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan sebagai masukan dalam
meningkatkan pelayanan kepada anggotanya agar sesuai dengan
syariah.
3. Manfaat Bagi Pihak Lain
Sedangkan bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat
menambah ilmu pengetahuan baik secara teori maupun secara praktis
dan bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan rujukan
bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
8
E. Penegasan Istilah
Agar terdapat kejelasan tentang judul skripsi di atas, dan tidak
terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul, maka perlu penulis
menjelaskan makna yang terdapat pada judul.
Menurut Muhammad Abu Zahrah pengertian akad menurut bahasa
adalah untuk menggabungkan antara ujung sesuatu dan mengikatnya.
Sedangkan menurut istilah ada dua pengertian yaitu arti umum dan arti
khusus. Pengertian umum akad adalah segala sesuatu yang diniatkan oleh
seseorang untuk dikerjakan, baik timbul karena satu kehendak, seperti
wakaf, pembebasan, talak dan sumpah, maupun yang memerlukan kepada
dua kehendak didalam menimbulkannya, seperti jual beli, sewa-menyewa,
pemberian kuasa dan gadai. Menurut Muslich (2010:111) yang mengutip
dari Wahbah Zuhaili arti khusus akad adalah pertalian antara ijab dngan
qabul menurut ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat hukum pada
obyeknya atau dengan redaksi yang lain, Keterkaitan antara pembicaraan
salah seorang yang melakukan akad dengan yang lainnya menurut syara‟
pada segi yang tampak pengaruhnya pada obyek.
Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak (orang ) saling
menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain
untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari
keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan (Suhendi, 2010:136).
9
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang akad mudharabah sebenarnya banyak dilakukan.
Penelitian tentang akad mudharabah ini pernah dilakukan oleh Ngatirin
dengan judul “Analisis Implementasi Prinsip-prinsip Perjanjian Akad
Mudharabah Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Tumang Boyolali”.
Penetian ini memfokuskan pada terjadinya ingkar janji atau wanprestasi
dalam akad mudharabah di BMT Tumang Boyolali karena pelanggaran isi
perjanjian yang telah disepakati dan kurang adanya sifat kejujuran dan
kelalaian dari nasabah dalam menjalankan usaha dan pengelolaannya.
(Ngatirin,tt:nn)
Skripsi Alexander Leo Mandala Putra dengan judul “Pelaksanaan
Jaminan Fidusia Pada Akad Mudharabah Di Bank Nagari Syariah
Padang”. Penelitian ini menjelaskan tentang peraturan bank indonesia
(PBI) adalah peraturan yang di keluarkan oleh bank indonesia untuk
mengawasi dan membina semua Bank yang berbadan hukum indonesia
atau beroperasi di indonesia (Putra,2011:nn).
Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Akad Mudharabah pada
Produk di Bank Nagari Syariah Cabang Padang Panjang”.Penelitian ini
berisi akibat hukum bagi para pihak baik itu dari nasabah maupun bank
dalam pelaksanaan akad mudharabah pada Bank Nagari Syariah cabang
Padang Panjang yaitu pembagian keuntungan dan kerugian serta hak dan
kewajiban para pihak, serta mengenai sanksi terhadap pelanggaran yang
dilakukan para pihak yang telah diatur Undang-Undang Nomor 21 tahun
10
2008 tentang perbankan syariah pasal 63 dan juga yang telah diatur dalam
akad tersebut yaitu pembayaran ganti kerugian (Andra,2010:nn).
Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) pada BMT Agam Madani Nagari Sungai
Pua Kabupaten Agam”.Penelitian ini berisi pelaksanaan pembiayaan di
BMT tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku , yaitu UU
No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan pasal 6 Peraturan Bank
Indonesia No:7/46/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana
bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
namun ada beberapa kendala, yaitu dalam pengelolaan usaha adanya
anggota yang belum mampu mengelola usahanya secara baik. Kondisi
ekonomi yang tidak stabil pada saat ini (Sani,2011:nn).
Skripsi dengan judul “Analisa Pelaksanaan Akad Mudharabah
Terhadap Investasi Dinar”.Yang berisi praktik pembiayaan mudharabah
yang dilakukan BMT Artha Kencana Mulia Semarang belumlah sempurna
dengan aturan hukum islam. Hal-hal ini dikarenakan dalam proses
penentuan bagi hasil , pihak BMT tidak diperkenankan menjanjikan
pemberian keuntungan tetap perbulan dalam jumlah tertentu dengan sistem
persentase sebagaimana lazim berlaku dalam tatanan perbankan
konvensional (Fumiaty,2012:93).
Dari telaah pustaka yang deperoleh penulis, maka mengenai
Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati
menurut Fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 sangat menarik
11
untuk dikaji, dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensi-
referensi tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
metode deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bersifat
deskriftif analitis. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang
dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Penelitian
deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat
fakta dan karakteristik mengenai bidang tertentu. Pendekatan normatif
digunakan untuk mengetahui hukum dari pelaksanaan akad
mudharabah dalam perbankan syariah sesuai dengan fatwa DSN-MUI.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data
yang mana penulis langsung mewawancarai masyarakat yang sudah
menjadi nasabah di perbankan syariah. Kehadiran penelitian diketahui
pelaksanaannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Ungaran dan di daerah gunung
pati yaitu BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Karena tempat BMT
Taruna Sejahtera tersebut sangat strategis. Jadi mudah untuk di
jangkau semua orang.
12
4. Sumber Data
Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan
skripsi ini meliputi:
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau alat
pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber
informasi yang dicari. Dalam hal ini keterangan diperoleh dari
karyawan-karyawan yang bekerja di BMT Taruna Sejahtera
dan nasabah yang melakukan transaksi dan pihak BMT Taruna
Sejahtera.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari fihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.
Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data
laporan yang tersedia. Peneliti menggunakan buku-buku, jurnal
serta fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.
5. Prosedur Pengumpula Data
a. Metode wawancara
Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. Adapun metode wawancara yang dilakukan dengan
tanya jawab lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah
13
dirumuskan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan terhadap
nasabah yang melakukan transaksi di perbankan syariah.
b. Metode Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan
jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian.
Metode ini penulis gunakan sebagai awal untuk mengetahui
kondisi objektif mengenai obyek penelitian.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variable yang berupa catatan, transkrip , buku,surat kabar,
majalah dan sebagainya. Metode ini sumber datanya masih tetap,
dan belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati
bukan benda hidup tetapi benda mati.
Dokumentasi dapat dianggap sebagai materi tertulis atau
sesuatu yang menyediakan informasi tentang suatu subyek.
Dokumentasi dapat berisi tentang deskripsi-deskripsi, penjelasan-
penjelasan, daftar-daftar, cetakan hasil komputer, contoh-contoh
obyek dari sistem informasi. Adapun yang digunakan oleh peneliti
yaitu perjanjian antara nasabah dengan perbankan syariah.
6. Analisis Data
Analisis data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah
karena dengan analisa data tersebut dapat diberi arti dan makna yang
berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Ada tiga tahap
14
dalam analisa ini yaitu Reduksi. Reduksi adalah memilih atau
memisahkan data, dari data yang telah didapatkan. Menyajikan data
adalah menyajikan data yang telah pilih tadi. Yang terakhir adalah
menyimpulkan yaitu menyimpulkan data yang telah disajikan untuk
dimasukkan de dalam analisis tersebut. Dalam analisa ini penulis
menggunakan analisis deskriptif yang mendeskripsikan fatwa DSN-
MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang
lebih lanjut dan lebih jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah
sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut:
Bab I pendahuluan : Bab ini berisi Latar Belakang, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah,
Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan
Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data,
Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, dan Sistematika Penulisan.
Bab II Tinjauan Umum Tentang Akad Mudharabah. Bab II berisi
pembahasan tentang: Pengertian mudharabah, dasar hukum
mudharabah,rukun dan syarat mudharabah, jenis-jenis mudharabah, sifat
akad mudharabah, hukum pelaksanaan akad mudharabah, kedudukan
mudharabah, biaya pelaksanaan mudharabah, tindakan setelah pemilik
meninggal, pembatalan mudharabah, dampak sosial ekonomi mudharabah
dan Mudharabah menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.
15
Bab III Gambaran umum tentang BMT Taruna Sejahtera.. Bab ini
berisi tentang sejarah BMT Taruna Sejahtera, Visi dan Misi BMT Taruna
Sejahtera, produk-produk BMT Taruna Sejahtera, dan Operasional
Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna
Sejahtera.
Bab IV Analisis. Bab ini berisi tentang analisis strategi pemasaran
produk simpanan berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000
dan menurut Hukum Islam, analisis pengelolaan dana produk simpanan
berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut
Hukum Islam, analisis prosedur pembagian keuntungan prodk simpanan
berkah plus menurut fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut
Hukum Islam.
Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qirahd atau
muqaradhah bahasa penduduk Hijaz. Namun, pengertian qiradh dan
mudharabah adalah satu makna. Mudharabah berasal dari kata al-dharb,
yang berarti secara harfiah adalah berpergian atau berjalan (Hendi,
2010:135). Sebagaimana firman Allah:
artinya: “Dan yang lainnya, berpergian di muka bumi mencari
karunia Allah” ( Al Muzamil:20).
Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu,
berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya
untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuangannya (Azzam,
2010: 245). Ada pula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan
muamalah. Jadi, menurut bahasa mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u
(potongan), berjalan dan berpergian.
Para fuqaha dan sebagian para sejarahwan muslim secara umum
mendefinisikan mudharabah sebagai kerja sama antar dua pihak, yaitu
pihak pertama memberikan fasilitas modal dan pihak kedua memberikan
tenaga atau kerja. Perhitungan labanya akan dibagi dua dan kerugiannya
ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Dari definisi ini, dapat
17
disimpulkan bahwa kerja sama model mudharabah ini muncul ketika
terdapat dalam sebuah masyarakat keinginan untuk bekerja sama antara
anggotanya dalam rangka meningkatkan taraf hidup ekonomi
(Muhammad, 2008: 27).
Menurut istilah, mudharabah dikemukakan oleh para ulama
sebagai berikut:
a. Menurut Zuhaily mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal)
yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelola
dana (mudharib). Keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan
biasanya dalam bentuk presentase (nisbah) (Nawawi, 2012: 141).
b. Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak
(orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya
kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah
ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan.
c. Menurut Harfiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak
yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta
diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta
itu.
d. Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad perwakilan, di
mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk
18
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan
perak).
e. Imam Hanabillah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat pemilik
harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang
yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
f. Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad yang
menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk
ditijarahkan.
g. Syaikh Syihab al-din al-qalyubi dan Umarah berpendapat bahwa
mudharabah ialah seseorang menyerahkan harta kepada yang lain
untuk ditijarahkan dan keuntungan bersama-sama.
h. Al-bakri Ibn al-arif Billah al-sayyid Muhammad syata berpendapat
bahwa mudharabah ialah seseorang memberikan masalahnya kepada
yang lain dan didalamnya diterima penggatian.
i. Sayyid Sabiq berpendapat, mudharabah ialah akad antara dua belah
pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk
diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan
perjanjian.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah
suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana pihak
pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan
tenaga dan keahlian, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi di antara
mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.
19
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa mudharabah adalah
kerja sama antara modal dengan tenaga atau keahlian. Dengan demikian,
dalam mudharabah ada unsur syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan
kerja sama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan
antara harta dengan tenaga. Di samping itu, juga terdapat unsur syirkah
(kepemilikan bersama) dalam keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian
maka kerugian tersebut ditanggung pemilik modal, sedangkan pengelola
tidak dibebani kerugian, karena ia telah rugi tenaga tanpa keuntungan
(Muslich, 2010: 366-367).
Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para
ulama di atas, kiranya dapat difahami bahwa mudharabah atau qiradh
adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut,
dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah
kesepakatan (Hendi, 2010:136-138).
2. Dasar Hukum Mudharabah
Melakukan mudharabah hukumnya jaiz (boleh) dengan ijma‟
(Sabiq,1987:31).
Dalam al-qur‟an: QS. al-Jumu‟ah: 10 mendorong umat
Muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha atau mencari karunia
Allah yang tersebar di bumi.
20
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah
kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Al-Jumuah:10).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.
Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah
dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan
sesamanya. (QS.Al-maidah:1)
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki
hasil perniagaan) dari Tuhanmu”. (Al-Baqarah: 198)
Landasan dasar penerapan sistem mudharabah pada prinsipnya
terbagi kepada dua landasan hukum, yaitu landasan berdasarkan hukum
Islam (Alqur‟an, hadis, ijma‟ dan qiyas) dan landasan berdasarkan
Undang-Undang perbankan yang berlaku di Indonesia (Sahrani dan
Abdullah, 2011: 190).
Ijma‟
Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada
orang, mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak
seorangpun mengingkari mereka. Karenannya, hal itu dipandang
sebagai ijma‟ (Zuhaily, 1989: 838).
Qiyas
Transaksi mudharabah diqiyaskan dengan transaksi musaqah
(mengambil upah untuk menyiram tanaman). Ditinjau dari segi
kebutuhan manusia, karena sebagian orang ada yang kaya dan ada yang
21
miskin, terkadang sebagian orang memiliki harta tetapi tidak
berkemampuan memproduktifkannya dan ada juga orang yang tidak
mempunyai harta tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya.
Karena itu, syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak
dapat mengambil manfaatnya (Zuhaily, 1989: 838).
Dasar hukum mudharabah ialah sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasanya Rasulullah saw. telah
bersabda:
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi
modal dan mencampur gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk
dijual”.
Zuhaily mengemukakan kesepakatan ulama tentang bolehnya
mudharabah. Diriwayatkan sejumlah sahabat melakukan mudharabah
dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tidak ada
seorang pun dari mereka menyanggah atau menolak. Jika praktik para
sahabat dalam suatu praktik amalan tertentu yang disaksikan sahabat yang
lain tidak ada satu pun yang menyanggah maka hal itu merupakan ijma‟.
Ketentuan ijma‟ ini secara sharih mengakui keabsahan praktik pembiayaan
mudharabah dalam sebuah perniagaan. Di samping mengemukakan dalil
ijma‟ ulama juga mengemukakan qiyas mudharabah dengan analogi
terhadap transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam
bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan
orang lain dengan pekerjaan penyiraman, pemeliharaan, merawat isi
22
perkebunan, mendapat bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan dari
hasil perkebunan (Nawawi, 2012: 142).
Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila
memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan
digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan
dibawa menyeberangi sungai. Apabila kamu melakukan salah satu
larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku”
(Hendi, 2010:138).
Menurut Rasyid yang saya kutip dalam (Hendi, 2010:139)
mengatakan dalam al-Muthawaththa’ Imam Mali, dari al-A‟la Ibn Abd al-
Rahman Ibn Ya‟qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah
mengerjakan harta Utsman r.a. sedangkan keuntungannya dibagi dua.
Qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman
Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat
menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan qiradh.Rasulullah pernah
melakukan mudharabah dengan Khadijah , dengan modal daripadanya
(Khadijah). Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk
diperdagangkan. Ini sebelum beliau diangkat sebagai Rasul. Pada zaman
jahilliyah, mudharabah telah ada dan setelah datang agama islam.
Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan: Mudharabah telah terjadi pada
masa Rasulullah, beliau mengetahui dan menetapkannya. Kaulah tidak
23
demikian (terlarang) tentu Rasulullah tidak membiarkannya (Sabiq,
1987:31-32).
3. Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut ulama Syafi‟iyah rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu:
a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
b. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari
pemilik barang.
c. Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.
d. Mal, yaitu harta pokok atau modal.
e. Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba.
f. Keuntungan.
Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan qabul
yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.Syarat-syarat sah
mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri.
Syarat-syarat mudharabah adalah:
a. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila
barang itu berbentuk emas atau perak batangan, mas hiasan atau
barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal.
b. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan
tasharruf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang
gila dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan.
c. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal
yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan
24
tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati.
d. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal
harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga atau
seperempat.
e. Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini
kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan
qabul dari pengelola.
f. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola
harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-
barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain
tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari
tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah
ada persyaratan-persyaratan maka mudharabah tersebut menjadi rusak
(fasid) menurut pendapat al-Syafi‟i dan Malik. Sedangkan menurut
Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, mudharabah tersebut sah (Hendi,
2010:140).
4. Jenis-jenis mudharabah
Pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua jenis berdasarkan tujuan
alokasi pembiayaan kepada nasabah. Kedua jenis pembiayaan mudharabah
tersebut adalah:
25
a. Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal
dengan mudharib dimana tidak ada batasan tertentu mengenai usaha
yang akan dilakukan oleh mudharib.
b. Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul
maal dengan mudharib dimana shahibul maal menentukan batasan
usaha yang akan dilakukan oleh mudharib baik dari segi jenis, waktu
dan tempat usaha (Karim, 2006: 212-213).
5. Sifat Akad Mudharabah
Para ulama telah sepakat bahwa sebelum dilakukannya kegiatan
usaha oleh pengelola, akad mudharabah sifatnya tidak mengikat (ghair
lazim), dan masing-masing pihak boleh membatalkannya. Akan tetapi,
mereka (para ulama) berbeda pendapat apabila pengelola (mudharib) telah
memulai kegiatan usahanya. Menurut Imam Malik, akad mudharabah
menjadi akad yang mengikat (lazim) setelah pengelola memulai kegiatan
usahanya. Dengan demikian, akad tersebut tidak bisa dibatalkan sampai
barang-barang dagangan berubah menjadi uang. Di samping itu akad
tersebut juga bisa diwaris. Dengan demikian apabila mudharib memiliki
anak-anak yang dapat dipercaya, mereka bisa bekerja dalam kerangka
mudharabah seperti bapaknya. Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah,
Syafi‟i dan Ahmad, meskipun mudharib telah memulai kegiatan usahanya
akad tersebut tetap tidak mengikat (ghair lazim) sehingga setiap saat bisa
dibatalkan. Di samping itu akad mudharabah tersebut tidak bisa
diwariskan (Muslich, 2010: 372).
26
6. Hukum Pelaksanaan Mudharabah
Hukum-hukum dalam mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Mudharabah harus dilakukakan sesama kaum Muslimin yang
diperbolehkan bertindak. Mudharabah juga boleh dilakukan antara
kedua orang Muslim dengan orang kafir dengan syarat modalnya dari
orang kafir dan yang bekerja adalah orang Muslim, karena orang kafir
tidak bisa dijamin meninggalkan interaksi dengan riba atau mengambil
harta dengan haram.
b. Modalnya harus diketahui.
c. Bagian dari pekerja terhadap keuntungan harus ditentukan. Jika tidak
ditentukan ia berhak mendapatkan uang atas kerjanya dan pemilik
modal berhak atas seluruh keuntungan. Tapi jika keduanya berkata “
keuntungan menjadi milik kita bersama”, keuntungannya dibagi dua
untuk keduanya.
d. Jika kedua belah pihak tidak sepakat tentang bagian yang disyaratkan
apakah seperempat atau setengah, ucapan yang diterima ialah ucapan
pemodal dengan disuruh bersumpah.
e. Pekerja (peminjam) tidak boleh melakukan mudharabah dengan orang
lain jika merugikan harta orang pertama, kecuali jika orang pertama
mengizinkannya, karena menimpakan kerugian kepada sesama kaum
Muslimin itu diharamkan.
27
f. Keuntungan tidak dibagi selama akad masih berlangsung, kecuali jika
kedua belah pihak rela dan sepakat melakukan pembagian keuntungan
(Hirsanuddin, 2008: 25).
g. Modal itu selamanya diambilkan (dipotong) dari keuntungan. Jadi
pekerja tidak berhak sedikit pun atas keuntungan kecuali setelah modal
diambil dari keuntungan. Ini jika keuntungan belum dibagi.
h. Jika mudharabah telah selesai, sedang sebagian harta berbentuk barang
atau utang di orang, kemudian pemodal meminta penjualan barang
tersebut agar menjadi uang kontan dan meminta pelunasan utang maka
pekerja harus melakukannya.
i. Jika pekerja mengaku modal habis dan mengalami kerugian,
ucapannya diterima jika tidak ada bukti yang membatalkan
pengakuannya. Jika ia mengaku modal habis, mengalami kerugian dan
mengajukan bukti-buktinya, ia bersumpah dan pengakuannya diterima
(Nawawi, 2012: 143-144).
7. Kedudukan Mudharabah
Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan
keadaan. Maka kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudharabah
juga tergantung pada keadaan. Karena pengelola modal perdagangan
mengelola modal tersebut atas izin pemilik harta, maka pengelola modal
merupakan wakil pemilik barang dalam pengelolaannya dan kedudukan
modal adalah sebagai wikalah‟alaih (obyek wakalah) (Hendi, 2010:141).
28
Ketika harta ditasharrufkan oleh pengelola, harta tersebut berada
dibawah kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya.
Sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanat (titipan). Apabila
harta itu rusak bukan karena kelalaian pengelola, ia tidak wajib
menggantinya. Bila kerusakan timbul karena kalalaian pengelola, ia wajib
menanggungnya.
Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila ada
keuntungan dalam pengelolaan uang, laba itu dibagi dua dengan
persentase yang telah disepakati. Karena bersama-sama dalam keuntungan,
maka mudharabah juga sebagai syirkah. Ditinjau dari segi keuntungan
yang diterima oleh pengelola harta, pengelola mengambil upah sebagai
bayaran dari tenaga yang dikeluarkan, sehingga mudharabah dianggap
sebagai ijarah (upah-mengupah atau sewa menyewa) (Hendi, 2010:141).
Apabila pengelola modal mengingkari ketentuan-ketentuan
mudharabah yang telah disepakati kedua belah pihak. Maka telah terjadi
kecacatan dalam mudharabah. Kecacatan yang terjadi menyebabkan
pengelolan dan penguasaan harta tersebut dianggap ghasab.
8. Biaya Pengelolaan Mudharabah
Biaya bagi mudharib diambil dari hartanya sendiri selama ia
tinggal di lingkungannya sendiri, demikian juga bila ia mengadakan
perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Bila biaya mudharabah
diambil dari keuntungan, kemungkinan pemilik harta tidak akan
29
memperoleh bagian dari keuntungan karena mungkin saja biaya tersebut
sama besar atau bahkan lebih besar daripada keuntungan.
Namun jika pemilik modal mengizinkan pengelola untuk
membelanjakan modal mudharabah guna keperluan dirinya di tengah
perjalanan atau karena penggunaan tersebut sudah menjadi kebiasaan,
maka ia boleh menggunakan modalnya. Imam Malik berpendapat bahwa
biaya-biaya baru boleh dibebankan kepada modal, apabila modalnya
cukup besar sehingga masih memungkinkan mendatangkan keuntungan-
keuntungan (Hendi, 2010:142).
Kiranya dapat dipahami bahwa biaya pengelolaan mudharabah
pada dasarnya dibebankan kepada pengelola modal. Namun tidak masalah
biaya diambil dari keuntungan apabila pemilik modal mengizinkannya.
Menurut Imam Malik menggunakan modal pun boleh apabila modalnya
besar sehingga memungkinkan memperoleh keuntungan berikutnya
(Hendi, 2010:142).
9. Tindakan setelah Pemilik Modal Meninggal
Menurut Sabiq (1987: 41) jika pemilik modal menginggal dunia,
mudharabah menjadi fasakh (batal). Bila mudharabah telah batal pengelola
modal tidak berhak mengelola modal mudharabah lagi. Jika pengelola
bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan ia mengetahui bahwa
pemilik modal telah meninggal dan tanpa izin para ahli warisnya. Maka
perbuatan ini dianggap sebagai ghasab. Ia wajib mengembalikannya
kemudian jika modal itu menguntungkan keuntungannya harus dibagi dua.
30
Jika mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk barang
dagangan, pemilik modal dan pengelola modal menjual atau membaginya
karena yang demikian itu adalah hak kedua belah pihak. Jika pelaksana
setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, pemilik
modal dipaksa menjualnya, karena pengelola mempunyai hak dalam
keuntungan dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan menjualnya,
demikian pendapat Mazhab Syafi‟i dan Hanbali (Hendi, 2010:142).
10. Pembatalan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
a. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.
Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan
modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan.
Maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagi upah,
karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas
berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan
tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemilik modal. Karena pengelola adalah
sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak
bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya.
b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola
modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung
jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
31
c. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah
seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal
(Hendi, 2010:143).
d. Salah satu pihak terserang penyakit gila
Menurut jumhur ulama selain Syafi‟iyah, apabila salah satu pihak
terserang penyakit gila yang terus- menerus. Maka mudharabah
menjadi batal. Hal ini dikarenakan gila menghilangkan kecakapan
(ahliyah).
e. Pemilik modal murtad
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam), lalu ia
meninggal atau dihukum mati karena riddah atau ia berpindah ke
negeri bukan Islam (dar al-harb) maka mudharabah menjadi batal,
semenjak hari ia keluar dari Islam menurut Abu Hanifah. Akan tetapi,
apabila mudharib yang murtad maka akaf mudharabah tetap berlaku
karena ia memiliki kecakapan (ahliyah).
f. Harta mudharabah rusak di tangan mudharib
Apabila modal rusak atau hilang di tangan mudharib sebelum ia
membeli sesuatu maka mudharabah menjadi batal. Hal tersebut
dikarenakan sudah jelas modal telah diterima oleh mdharib untuk
kepentingan akad mudharabah. Dengan demikian, akad mudharabah
menjadi batal karena modalnya hilang atau rusak. Demikian pula
halnya, mudharabah dianggap batal, apabila modal diberikan kepada
32
orang lain atau dihabiskan sehingga tidak ada sedikit pun untuk
dibelanjakan (Muslich, 2010: 389-390).
Kemudian jika modal itu menguntungkan, maka keuntungannya
dibagi dua. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Dengan cara inilah
Amirulmukminin Umar Ibnu Al Khaththab menghukumkan kasus
harta yang diambil oleh kedua putranya dari baitul mal, mereka
memperdangkannya sebelum terlebih dahulu meminta hak, maka
kemudian Umar menjadikannya sebagai mudharabah” (Sabiq,
1987:36-37).
11. Dampak sosial ekonomi mudharabah
Dari kerja sama permodalam, ada dua manfaat bagi pemilik modal, yaitu:
a. Mendapatkan pahala besar dari Allah SWT. Karena ia adalah
penyebab lenyapnya kemiskinan dari orang-orang miskin. Karena
kalau tanpa Dia orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam
kemiskinan. Tetapi orang miskin tersebut harus pandai bekerja agar
keduanya saling bisa tukar menukar kepentingan.
b. Berkembangnya harta dan semakin benyaknya kekayaan akibat dari
pengembangan bisnis yang dilakukan sesuai dengan bidangnya
masing-masing (Nawawi, 2012: 149).
33
B. MUDHARABAH DALAM FATWA DSN-MUI NO.07/DSN-
MUI/IV/2000
Menurut fatwa DSN-MUI yang ditandatangani oleh K.H. Ali Yafie
(ketua) dan Nazim Adlani (sekretaris) pada tanggal 1 April 2000 tentang
bagi hasil dengan cara mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha
antara dua pihak. Pihak pertama (malk, shabib,al-mal, LKS) menyediakan
seluruh modal sedangkan pihak kedua („amil, mudharib, nasabah)
bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka
sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
1. Ketentuan Pembiayaan
a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh
LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana)
membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan
pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola
usaha.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian
keuntungan ditentukan berdasarkan kesempatan kedua belah pihak
(LKS dengan pengusaha).
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah
disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan LKS tidak ikut
serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai
hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
34
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam
bentuk tunai bukan piutang.
f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat
dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan
kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada
jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,
LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga.
Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad.
h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan
fatwa DSN.
i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
j. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban
atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib
berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan
(Anshori,2007:91).
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan
a. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus
cakap hukum.
35
b. Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad).
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi
atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Modal adalah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh
penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat
sebagai berikut:
1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika
modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut
harus dinilai pada waktu akad.
3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan
kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak,
sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus
dipenuhi:
1) Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.
36
2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung
kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan
desengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagi perimbangan
modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan
hal-hal berikut:
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak
untuk melalukan pengawasan.
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan
pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi
tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam
dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah,
dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas
itu (Anshori,2007:91-92).
37
3. Beberapa ketentuan hukum pembiayaan
a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian
di masa depan yang belum tentu terjadi.
c. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena
pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali
akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran
kesepakatan.
d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (Anshori,2007:92).
38
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum BMT Taruna Sejahtera
1. Sejarah BMT Taruna Sejahtera
Krisis Moneter tahun 1997-1998 yang mengakibatkan
fluktiatif harga bahan makanan dan input pertanian sejak
pertengahan tahun 1997. Selama periode puncak harga krisis
pangan di pasar ritel meningkat pada tingkat yang lebih tinggi
hingga 3-25 kali lipat pertumbuhan harga sebelum krisis, telah
mendorong sekelompok pemuda kota Ungaran untuk membentuk
lembaga usaha yang bertujuan untuk meringankan beban rakyat
kecil akibat himpitan ekonomi dampak krisis moneter. Sehingga
pada tanggal 24 Agustus 1998 setelah peringatan kemerdekaan RI
ke 53 telah berdiri Lembaga Usaha yang diberi nama Koperasi
Warung Taruna Sejahtera dengan kegiatan usaha penyaluran
sembako khususnya penjualan beras murah dan telah mendapatkan
pengesahan badan hukum dari Kementrian Koperasi Pengusaha
kecil dan Menengah Kabupaten Semarang No.:
007/BH/KWK.11.1/IX/1998 tanggal 23 September 1998.
Tetapi pada perkembangannya usaha tersebut tidak dapat
berjalan dengan baik dan mengalami kerugian terus menerus.
Sehingga pada tahun 2000 koperasi menutup usaha penyaluran
sembako dan memilih fokus pada usaha simpan pinjam dengan
39
sistem syariah. Yang bertujan untuk memberikan pelayanan
penguatan modal usaha mikro dan kecil yang diberi nama BMT
Taruna Sejahtera yang mendapatkan pengesahan Akte perubahan
Badan Hukum No.:019/BH/PAD/KDK/11.1/II/2000 tanggal 18
Febuari 2000.
Usaha Simpan Pinjam dengan pola syariah diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan Koperasi. Tetapi
usaha tersebut belum dapat beroperasi dengan baik dan Koperasi
tidak mengalami pertumbuhan. Sehingga pada awal tahun 2011
Koperasi melakukan perubahan besar yang meliputi perubahan
Manajemen kepegawaian dengan menerapkan IMS (Incentive
Manajemen System). Perubahan sistem Akuntasi dengan
mengimplemasikan Aplikasi Core Banking IBS Realtime serta
memperluas jaringan kerja dengan membuka Kantor Kas diseluruh
wilayah Kabupaten Semarang.
Pada saat yang bersamaan diterbitkan pula produk-produk
baru BMT seperti Simpanan Amanah yang berhadiah menarik,
Simpanan Berkah dengan bagi hasil yang kompetitif, Simpanan
Berkah bonus berupa Kendaraan baik Sepeda Motor maupun
Mobil dan Pembiayaan Manfaat.
Perubahan dari Pola Operasional lama ke Pola Operasional
Baru membawa dampak pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini
40
dapat dilihat dari pertumbuhan Asset yang semula pada awal tahun
2011 sebesar 1 Milyar menjadi 14 Milyar di akhir bulan Mei 2013.
Disamping perubahan Pola Operasional, pada RAT tahun
2012 pada tanggal 27 April 2013 dalam rangka menyesuaikan
dengan Undang-Undang No 17 tahun 2012 BMT yang semula
bernama Koperasi Warung Taruna Sejahtera di Li. HOS
Cokroaminoto di rubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah
BMT Taruna Sejahtera dan alamatnya pindah di Jl. Gatot Subroto
No.133 Mutiara Ungaran Square Kav.3 Ungaran.
BMT Taruna Sejahtera sudah memiliki banyak kantor
cabang. Pada tahun 2014, BMT Taruna Sejahtera telah memiliki
18 kantor cabang. Salah satu cabang BMT Taruna Sejahtera
dengan alamat Jl. Pasarsari No.72 Gunung Pati- Semarang.
Berikut adalah nama-nama pengelola, pengawas dan
pengelola BMT Taruna Sejahtera berdasarkan hasil RAT tahun
tutup buku 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pengawas BMT Taruna Sejahtera meliputi:
Ketua : Munawar, Spd.
Anggota: M. Ircham,SE. Dan Moh. Makmun,SH.
41
Tabel 3.1 Struktur Organisasi
Sumber: buku rapat anggota tahunan 2014 BMT Taruna Sejahtera
b. Pengurus BMT Taruna Sejahtera meliputi:
Ketua : Yahsun, S.E.
Sekretaris : Jaka Santosa
Bendahara : Supriyadi
c. Pengelola BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati
meliputi:
General Manager : Yahsun, SE
Manager Cabang : M. Arbain
Kepala kas Boja : Agus Marwanto
Account officer (AO): M.Yumroni, Ubaidillah, Misbakhul
Munir
Kasir atau Teller : Yohana Prahesti
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
cGeneral Manager
Kasir/Teller
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
c General Manager
Account
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
cGeneral Manager
Kepala Kas Boja
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
cGeneral Manager
Manager
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
cGeneral Manager
Officer
General Manager
General Manager
General Manager
General Manager
cGeneral Manager
42
2. Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera
Visi BMT Taruna Sejahtera
Mewujudkan BMT Taruna Sejahtera sebagai Lembaga
Keuangan Syariah yang mampu melayani kebutuhan Modal usaha
bagi Anggota guna menunjang kesejahteraan bersama yang
diridhoi Allah SWT.
Misi BMT Taruna Sejahtera
a. Pemberdayaan Usaha ummat di wilayah Jawa Tengah, khususnya
di Kabupaten Semarang.
b. Menyelenggarakan usaha Simpan Pinjam untuk melayani Anggota
sesuai prinsip-prinsip Koperasi.
c. Menjalankan Usaha Simpan Pinjam yang sesuai prinsip syariah
dengan effektif, effisien dan transparan.
Adapun keuntungan menjadi anggota BMT Taruna
Sejahtera, yaitu:
a. Kenyamanan dan ketentraman hati, karena Operasional BMT
Taruna Sejahtera berdasarkan Syariah dengan sistem bagi hasil.
b. Kemudahan dalam pelayanan, karena penyetoan, penarikan dan
angsuran dapat dilayani ditempat (Rumah, Toko atau pasar).
c. Anggota bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan (pinjaman) untuk
memperkuat modal usaha.
d. Anggota dapat memperoleh informasi saldo pada setiap hari kerja
melalui telepon atau HP.
43
Berdasarkan data BMT Taruna Sejahtera per 31
Desember 2013 keanggotaan BMT Taruna Sejahtera mengalami
kenaikan sebagai berikut:
Tabel 3.2: Jumlah Keanggotaan BMT Taruna Sejahtera
Jumlah Anggota Tahun 2012 Tahun 2013
Anggota 791 3.288
Calon Anggota 1.060 -
Sumber: buku rapat anggota tahunan 2014 BMT Taruna Sejahtera
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah
anggota BMT Taruna Sejahtera mengalami kenaikan yang
sangat signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah anggota di tahun
2012 sebanyak 791, kemudian di tahun 2013 menjadi 3.288
anggota kerena jumlah anggota bertambah 2.497 di tahun 2013.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa BMT Taruna Sejahtera
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan
perubahan operasional dari pola lama ke pola baru yang dikelola
berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, jumlah keanggotaan BMT
Taruna Sejahtera juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan
karena BMT Taruna Sejahtera memberikan banyak keuntungan
kepada nasabah berupa kenyamanan dan kemudahan dalam
pelayanannya.
44
3. Produk-produk BMT Taruna Sejahtera
a. Simpanan Amanah
Simpanan Amanah adalah simpanan anggota yang
dapat melakukan penyetoran dan penarikan sewaktu-waktu
pada jam kerja BMT sesuai kebutuhan anggota, yang dikelola
secara halal sesuai syariah. Dana simpanan amanah
diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha
produkif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan
umat.
Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan
Amanah adalah sebagai berikut:
1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simpanan Amanah.
2) Melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku).
3) Setoran pertama minimal Rp 10.000. Setoran selanjutnya
minimal Rp 5.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar Rp.
100.000 (dapat diangsur 10 kali).
Fasilitas yang ditawarkan pada produk Simpanan
Amanah adalah sebagai berikut:
1) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan sewaktu-waktu
pada jam kerja BMT Taruna Sejahtera.
2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat
(rumah/warung/pasar).
45
Sedangkan keuntungan yang ditawarkan pada produk
Simpanan Amanah adalah sebagai berikut:
1) Dikelola dengan akad mudharabah, bebas riba,
menentramkan dan menenangkan hati.
2) Memperoleh bagi hasil yang menarik dan kompetitif setiap
bulan yang akan ditambahkan pada saldo simpanan.
3) Berhadiah menarik (mobil, sepeda motor, TV, kulkas,
mesin cuci, dll) yang diundi setiap 6 (enam) bulan, setiap
kelipatan saldo Rp 500.000 mendapatkan 1 (satu) kupon
undian, saldo minimal Rp 1.000.000,. Gratis biaya
administrasi (saldo simpanan tidak akan berkurang).
b. Simpanan Berkah
Simpanan Berkah adalah simpanan berjangka anggota
merupakan investasi dengan waktu 1,3,6, dan 12 bulan.
Diperuntukkan bagi anggota BMT yang ingin berinvestasi
secara halal sesuai dengan syariah. Dana tersebut diperuntukkan
untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif
yang bermanfaat untuk kepentingan umat.
Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan
Berkah adalah sebagai berikut:
1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simapanan Berkah
2) Melampirkan foto kopi KTP ( yang berlaku)
46
3) Setoran minimal Rp 1.000.000. Menyetorkan setoran pokok
sebesar Rp 1.000.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar
Rp 100.000 (dapat diangsur 10 kali) bagi anggota baru.
Fasilitas yang ditawarkan pada produk Simpanan
Berkah adalah sebagai berikut:
1) Jangka waktu 1,3,6 dan 12 bulan.
2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat
(rumah/ warung/ pasar).
3) Dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over).
4) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan (pinjaman) di
BMT Taruna Sejahtera.
Adapun keuntungan yang ditawarkan bagi nasabah pada
produk Simpanan Berkah adalah sebagai berikut:
1) Dikelola dengan akad mudharabah, bebas riba,
menentramkan dan menenangkan hati.
2) Memperoleh bagi hasil yang menarik dan kompetitif
setiap bulan yang lansung dibukukan pada
Simpanan Amanah.
I. Jangka waktu 1-3 bulan, nisbah 33,34 atau
setara 12,00%
II. Jangka waktu 6 bulan, nisbah 36,67 atau
setara 13,20%
47
III. Jangka waktu 12 bulan, nisbah 40,00 atau
setara 14,40%
3) Gratis biaya administrasi.
c. Pembiayaan Manfaat
Pembiayaan Manfaat adalah fasilitas pembiayaan atau
pinjaman guna memenuhi kebutuhan modal anggota untuk usaha
produktif maupun konsumtif yang dikelola secara halal sesuai
syariah yaitu dengan akad murabahah (Ba‟i Bitsaman Ajil) dan
Qardul Hasan(Qardul Hasan adalah pembiayaan yang bersifat
sosial (non profit oriented) dimana nasabah tidak diberikan
kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas pembiayaan
yang diberikan).
Adapun persyaratan pada produk Pembiayaan Manfaat
adalah sebagai berikut:
1) Mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan.
2) Foto kopi KTP suami/ istri dan foto kopi KK.
3) Foto kopi rekening listrik atau rekening telepon (bulan
terakhir).
4) Slip gaji bulan terakhir (karyawan).
5) Kartu jamsostek (karyawan).
6) Buku tabungan Bank dan kartu ATM.
7) Jaminan:
a) Sertifikat SHM dan PBB.
48
b) BPKB dan foto copy STNK.
Jadi dapat disimpulkan bahwa produk yang ditawarkan
BMT Taruna Sejahtera meliputi produk penghimpunan dan
penyaluran dana. Masing-masing produk memiliki persyaratan,
fasilitas dan keuntungan yang berbeda.
Sehingga nasabah memiliki banyak pilihan untuk
menentukan produk yang ditawarkan.
d. Simpanan Berkah Plus
Simpanan Berkah Plus adalah simpanan berjangka
anggota, merupakan investasi secara halal sesuai dengan
syariah dengan waktu 12,24 dan 60 bulan. Produk simpanan
ini, diperuntukkan bagi anggota BMT yang ingin mendapatkan
bonus mobil atau sepeda motor. Dana tersebut diperuntukkan
untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif
yang bermanfaat untuk kepentingan umat.
Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan
Berkah Plus adalah sebagai berikut:
1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simpanan Amanah.
2) Melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku).
3) Setoran minimal Rp 60.000.000. Menyetorkan setoran pokok
sebesar Rp 100.000,- (dapat diangsur 10 kali) bagi anggota
baru.
49
Fasilitas yang ditawarkan pada produk Simpanan
Berkah Plus adalah sebagai berikut:
1) Jangka waktu 12, 24 dan 60 bulan.
2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat (rumah/
warung/ pasar).
3) Dapat diperpanjang secara otomatis (automatic roll over).
4) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan (pinjaman) di BMT
Taruna Sejahtera
Adapun keuntungan yang ditawarkan bagi nasabah pada
produk Simpanan Berkah adalah sebagai berikut:
1) Dikelola dengan akad mudharabah, bebas riba,
menentramkan dan menenangkan hati.
2) Memperoleh bonus berupa mobil atau sepeda motor.
3) Gratis biaya administrasi.
e. Strategi Pemasaran Produk Simpanan Berkah Plus.
Secara umum, strategi pemasaran yang digunakan BMT
Taruna Sejahtera dalam mensosialisasikan produk-produk yang
ditawarkan adalah dengan strategi jemput bola. BMT Taruna
Sejahtera Gunung Pati melakukan sosialisasi produk-produknya
di pasar-pasar dan masyarakat yang ada di Kabupaten Semarang
khususnya di daerah Gunung Pati dan sekitarnya. Strategi jemput
bola yang digunakan oleh BMT Taruna Sejahtera adalah dengan
50
cara menerjunkan pegawai ke lapangan terutama ke pasar-pasar
tradisional dengan memberikan brosur dan memberikan
informasi secara lisan tentang produk-produk yang ditawarkan.
Dengan cara jemput bola ini diharapkan para calon nasabah dapat
memperoleh informasi secara rinci mengenai produk produk
yang ada di BMT Taruna Sejahtera, sehingga nantinya nasabah
dapat tertarik untuk menyimpan dananya ataupun mengajukan
pembiayaan di BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati,
Semarang.
Menurut Kepala Kantor Kas Boja, Strategi pemasaran
produk Simpanan Berkah Plus adalah dengan meyebarkan
brosur dan ditujukan kepada orang-orang tertentu yang sudah
memiliki kedekatan hubungan dengan pihak BMT. Hal ini karena
masih banyak masyarakat yang belum percaya atau takut
menyetorkan modalnya dalam jumlah banyak dan dengan
jangka waktu yang lama kepada pihak BMT. Inilah yang
merupakan kendala BMT dalam memasarkan produk Simpanan
Berkah Plus.
Strategi pemasaran khusus yang digunakan BMT
Taruna Sejahtera dalam memasarkan produk Simpanan Berkah
Plus adalah dengan menawarkan bonus berupa mobil atau
motor sebagai bagi hasilnya. Menurut manager BMT Taruna
51
Sejahtera hal ini dilakukan untuk memaksimalkan penggalangan
dana yang nantinya akan berpengaruh pada asset BMT.
Berdasarkan data yang diambil dari neraca per 31
Desember 2013 dan 2012, simpanan berjangka anggota
menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu dari
Rp.8.407.807.831 menjadi Rp.22.139.612.847.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa masyarakat
merespon positif dengan adanya produk simpanan berjangka
yang ditawarkan BMT (Simpanan Berkah maupun Simpanan
Berkah Plus). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada produk ini tidak
dikenai denda apabila nasabah mengambil uang depositonya
sebelum masa deposito berakhir dengan alasan darurat dan
tidak berpengaruh pula pada bonus yang telah diberikan. Hal ini
dilakukan karena bonus yang telah diberikan sudah menjadi hak
deposan dan tidak akan diambil lagi oleh pihak BMT Taruna
Sejahtera. Pemberlakuan denda baru diberlakukan kepada
nasabah yang mengambil uang depositonya sebelum masa berakhir
tanpa alasan darurat.
Selain itu, menurut Kepala Kantor Kas Boja BMT
Taruna Sejahtera, teknis penyerahan bonus dapat dilakukan di
awal, di tengah atau di akhir sesuai permintaan nasabah atau
bonus dapat juga diberikan dalam bentuk uang tiap bulannya.
Pemberian bonus yang dipraktekkan di BMT Taruna Sejahtera
52
Cabang Gunung Pati adalah bonus diserahkan di awal sesuai
permintaan nasabah karena nasabah lebih menyukai pemberian
bonus yang diberikan di awal yang menurutnya sebagai bentuk
pembagian keuntungan yang jelas.
B. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito
Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera.
Kegiatan utama sebuah lembaga keuangan adalah
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Semakin banyak jumlah
nasabah, maka semakin banyak pula dana yang dihimpun dan
semakin banyak pula dana yang dapat disalurkan. Sehingga
keberadaan lembaga keuangan semakin kuat. Salah satu cara
untuk menghimpun dana dari masyarakat adalah dengan
menyediakan produk deposito. Salah satu produk deposito yang
ditawarkan BMT Taruna Sejahtera adalah produk Simpanan
Berkah Plus.
Untuk menjadi nasabah produk simpanan berkah plus di
BMT Taruna Sejahtera harus mempunyai simpanan amanah.
Simpanan Amanah adalah simpanan anggota yang dapat
melakukan penyetoran dan penarikan sewaktu-waktu pada jam
kerja BMT sesuai kebutuhan anggota, yang dikelola secara halal
sesuai syariah. Setelah nasabah memiliki simpanan amanah
nasabah langsung bisa mempunyai simpanan berkah plus karena
53
salah satu syarat menjadi nasabah simpanan berkah plus adalah
harus memiliki simpanan amanah terlebih dahulu. Simpanan
Berkah Plus adalah simpanan berjangka anggota, merupakan
investasi secara halal sesuai dengan syariah dengan waktu 12,24
dan 60 bulan. Produk simpanan ini diperuntukkan bagi nasabah
BMT yang ingin mendapatkan bonus mobil atau sepeda motor.
Dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam
usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan
umat.
Adapun syarat-syarat untuk menjadi nasabah simpanan
berkah plus yaitu harus memiliki simpanan amanah dahulu, kalau
sudah memiliki simpanan amanah langsung saja mendaftarkan
menjadi nasabah simpanan berkah plus dengan melampirkan foto
kopi KTP (yang berlaku), dengan menyetorkan uang minimal Rp.
60.000.000 (dapat diangsur 10 kali) setiap bulannya dan
menyetorkan setoran pokok sebesar Rp.100.000 setiap bulan bagi
anggota baru. Apabila nasabah terlambat menyetorkan uangnya
maka pihak BMT tidak mengenakan denda kepada nasabahnya
karena dalam produk ini tidak di kenai denda, tetapi kalau sudah 3
kali terlambat menyetorkan uangnya maka nasabah akan dikenakan
surat peringatan (teguran) dari pihak BMT. Akad yang digunakan
dalam simpanan berkah plus ini adalah akad mudharabah. Akad
mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul
54
maal) dengan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan
kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil (keuntungan atau
kerugian) menurut kesepakatan (Susanto, 2008: 265). Adapun
ketentuan-ketentuan dalam akad tersebut yaitu bahwa pada produk
ini tidak dikenai denda apabila nasabah mengambil uang
depositonya sebelum masa deposito berakhir dengan alasan
darurat (seperti sakit yang harus segera dioperasi) dan tidak
berpengaruh pula pada bonus yang telah diberikan. Hal ini
dilakukan karena bonus yang telah diberikan sudah menjadi hak
deposan dan tidak akan diambil lagi oleh pihak BMT Taruna
Sejahtera. Pemberlakuan denda baru diberlakukan kepada
nasabah yang mengambil uang depositonya sebelum masa berakhir
tanpa alasan darurat. Selain itu, teknis penyerahan bonus dapat
dilakukan di awal, di tengah atau di akhir sesuai permintaan
nasabah atau bonus dapat juga diberikan dalam bentuk uang
tiap bulannya. Pemberian bonus yang dipraktekkan di BMT
Taruna Sejahtera adalah bonus diserahkan di awal sesuai
permintaan nasabah karena nasabah lebih menyukai pemberian
bonus yang diberikan di awal yang menurutnya sebagai bentuk
pembagian keuntungan yang jelas.
Adapun pelaksanaan Simpanan Berkah Plus di BMT
Taruna Sejahtera meliputi: pengelolaan dana produk Simpanan
Berkah Plus dan pembagian keuntungan produk Simpanan
55
Berkah Plus di BMT Taruna Sejahtera akan diterangkan di
bawah ini:
a. Ketentuan yang Berlaku pada Produk Simpanan Berkah
Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera:
1) Ketentuan yang Berlaku pada Produk Simpanan
Berkah Plus (Deposito Mudharabah). Berikut
adalah ketentuan yang berlaku pada produk
Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah):
a) Pembagian keuntungan Simpanan Berkah
Plus (deposito mudharabah) dibagikan dalam
bentuk bonus berupa motor atau mobil.
b) Untuk simpanan berjangka yang telah jatuh
tempo, secara otomatis akan di perpanjang
kembali untuk jangka waktu yang sama
(perpanjangan otomatis). Terjadi seperti itu jika
pemilik tidak mengkonfirmasi untuk berhenti
atau melanjutkan simpanan berjangka tersebut,
maka simpanan berjangka tersebut akan di
perpanjang secara otomatis. Namun apabila
nasabah menkonfirmasi untuk berhenti dalam
simpamnan berjangka tersebut, maka simpanan
berjangka tersebut akan diberhentikan oleh
56
pihak BMT dengan persetujuan yang telah
disetujui oleh kedua belah pihak.
c) Untuk setiap simpanan berjangka yang
diperpanjang seperti pada butir dua diatas,
tidak diterbitkan sertifikat simpanan berjangka
baru.
d) Pada waktu permintaan pembayaran kembali,
sertifikat ini harus diserahkan pada BMT
dengan dibubuhi tanda tangan pemilik
sebagai bukti pembayaran simpanan berjangka.
e) Sertifikat simpanan berjangka tidak dapat
dipindahtangankan, apabila pemilik meninggal
dunia maka akan dibayarkan pada ahli waris
yang sah.
f) Jika sertifikat berjangka ini dimiliki oleh
Badan Hukum/ Badan Usaha/ Lembaga
Organisasi, maka bila terjadi penggantian
pengurus, uang simpanan dibayarkan kepada
pengurus baru yang sah dengan melampirkan:
(1) Surat resmi tentang Penggantian Pengurus
(Berita Acara serah terima dll).
(2) Sertifikat Simpanan Berjangka.
57
g) Perubahan Nama, Alamat dan Tanda tangan
dan hal-hal yang menyimpang dari ketentuan
dan keterangan-keterangan yang diberikan
oleh BMT harus segera diberitahukan secara
tertulis kepada BMT Taruna Sejahtera.
b. Pengelolaan Dana Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito
Mudharabah) Dalam mengelola dana yang telah
terkumpul, termasuk dana Simpanan Berkah Plus
(deposito mudharabah), BMT Taruna Sejahtera
mengelolanya dengan cara menyalurkan melalui produk
Pembiayaan Manfaat kepada pihak ketiga dengan akad
murabahah (Ba‟i Bitsaman Ajil) dan Qardul Hasan
(Qardul Hasan adalah pembiayaan yang bersifat sosial
(non profit oriented) dimana nasabah tidak diberikan
kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas
pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan nasabah ini
diberikan kepada nasabah yang mempunyai Kriteria
tertentu) (Antonio: 2000, 131). Dana yang telah
terkumpul diperuntukkan untuk membiayai berbagai
macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat
untuk kepentingan umat. BMT dapat memaksimalkan
dana tersebut untuk memperoleh keuntungan dari
pengelolaan dana simpanan deposito tersebut. Keuntungan
58
tersebut akan dibagikan antara BMT dengan para
nasabah pembiayaan dan memberikan keuntungan pula
kepada nasabah simpanan Berkah Plus (deposito
mudharabah).
c. Praktek Pembagian Keuntungan Produk Simpanan Berkah
Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera
Praktek pembagian keuntungan produk Simpanan
Berkah Plus (deposito mudharabah) di BMT Taruna
Sejahtera adalah dengan pemberian bonus berupa sepeda
motor atau mobil. Dan jenis bonus yang diberikan telah
ditentukan dan diberikan seluruhnya kepada nasabah.
Untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian keuntungan
atau bonus di BMT Taruna Sejahtera tersebut melalui
musyawarah atau kesepakatan antara shahibul maal dengan
mudharib terlebih dahulu. Untuk mencapai mufakat antara
kedua belah pihak. Setelah mencapai kesepakatan antara
kedua belah pihak, maka di ambillah kesepakatan tersebut.
Namun pada akhirnya ketentuan BMT lah yang digunakan
dalam pembagian keuntungan tersebut. Yang penting sudah
gugur kewajiban pihak BMT untuk melakukan kesepakatan
pembagian keuntungan antara kedua belah pihak.
59
Pembagian keuntungan yang biasa dipakai di BMT Taruna
Sejahtera adalah 40:60.
Teknis penyerahan bonus yang dipraktekkan di
BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati adalah di
awal. Perhitungan pemberian bonus didasarkan pada
nisbah bagi hasil yang ditetapkan tiap bulan, namun
bagi hasil diberikan seluruhnya di awal dengan sebutan
pemberian bonus.
Adapun rincian bonus yang diberikan pada
produk Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah) di
BMT Taruna Sejahtera adalah sebagai berikut:
1) Setoran deposito Rp 60.000.000,- jangka waktu 24
bulan mendapatkan bonus Honda Revo CW atau Honda
Beat F1 CW.
2) Setoran deposito Rp 70.000.000,- jangka waktu 24
bulan mendapatkan bonus Honda Vario Techno CBS
atau Supra X 125 CW.
3) Setoran deposito Rp 105.000.000,- jangka waktu 12
bulan mendapatkan bonus Honda Revo CW atau Honda
Beat F1 CW.
4) Setoran deposito Rp 125.000.000,- jangka waktu 12
bulan mendapatkan bonus Honda Vario Techno CBS
atau Supra X 125 CW.
60
5) Setoran deposito Rp 400.000.000,- jangka waktu 60
bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza E.1,3
Manual.
6) Setoran deposito Rp 420.000.000,- jangka waktu 60
bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza G.1,3
Manual.
7) Setoran deposito Rp 460.000.000,- jangka waktu 60
bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza Velos
1,5 Manual.
Jenis bonus yang diberikan diatas bersifat fleksibel.
Maksudnya, meskipun telah ditentukan jenis bonus di awal,
namun deposan boleh memilih jenis bonus yang diinginkan.
Apabila jenis bonus yang ditentukan harganya kurang dari
bonus yang diinginkan, maka nasabah harus menambah harga
bonus yang diinginkan. Misalnya, deposito Rp.100.000.000,-
jangka waktu 12 bulan seharusnya mendapatkan bonus berupa
Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW. Tetapi deposan
menginginkan bonus berupa Honda Vario Techno CBS atau Supra
X 125 CW, maka deposan harus menambah harga untuk
mendapatkan bonus yang diinginkan (Honda Vario Techno CBS
atau Supra X 125 CW).
Contoh perhitungan bagi hasil produk Simpanan Berkah
Plus (deposito mudharabah) adalah sebagai berikut:
61
1) Seorang nasabah mendepositokan uangnya Rp
100.000.000,- melalui produk Simpanan Berkah Plus
yang ditawarkan BMT Taruna Sejahtera dengan jangka
waktu selama 12 bulan. Pembagian keuntungan yang
didapatkan nasabah adalah pemberian bonus berupa Honda
Revo CW atau Honda Beat F1 CW. Rincian
perhitungannya adalah sebagai berikut:
2) Untuk deposito dengan jangka waktu 12 bulan, nisbah
40,00 atau setara 14,40%. Jadi, 14,40% x nominal deposito.
3) Atau setiap deposito Rp 100.000.000,- akan mendapat
bagi hasil Rp 1.200.000./ bulan.
Apabila nasabah mendepositokan uangnya
Rp.100.000.000,-akan mendapat bagi hasil Rp 1.200.000/ bulan.
Jika jangka waktu deposito 12 bulan, maka Rp.1.200.000 x 12
= Rp.14.400.000,-.
Atau setiap deposito dengan jangka waktu 12 bulan,
maka nisbah adalah 40,00 atau setara 14,40%. Jadi, 14,40% x
Rp.100.000.000 = Rp.14.400.000,-. Nominal bagi hasil inilah
yang nantinya diberikan dalam bentuk pemberian bonus berupa
Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW yang diberikan di awal
akad.
62
1) Seorang nasabah mendepositokan uangnya Rp.
60.000.000,- melalui produk Simpanan Berkah Plus
yang ditawarkan BMT Taruna Sejahtera dengan
jangka waktu selama 24 bulan. Pembagian
keuntungan yang didapatkan nasabah adalah pemberian
bonus berupa Honda Revo CW atau Honda Beat F1
CW.
Apabila nasabah mendepositokan uangnya Rp.
60.000.000, dengan jangka waktu 24 bulan, akan mendapat
bagi hasil 14,40% x Rp 60.000.000 = Rp. 8.640.000,- /tahun.
Karena jangka waktu deposito dua tahun, maka Rp. 8.640.000,-
x 2 = Rp. 17.280.000,- jadi, nasabah mendapatkan bagi hasil Rp.
17. 280.000,-. Nominal bagi hasil inilah yang nantinya diberikan
dalam bentuk pemberian bonus berupa Honda Revo CW atau
Honda Beat F1 CW yang diberikan di awal akad.
63
BAB IV
ANALISIS
Analisis Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus
Islam menganjurkan dan membolehkan mudharabah karena
mengandung manfaat di dalamnya. Seseorang terkadang mempunyai harta
banyak tetapi tidak berkemampuan untuk mengelolanya. Sebaliknya, ada pula
orang yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk
mengelolanya. Sehingga syariat membolehkan sistem ini supaya kedua belah
pihak dapat mengambil manfaatnya dengan berbagi hasil atas usaha kerjasama
tersebut.
Visi lembaga keuangan syariah adalah menjadi wadah terpercaya bagi
masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil
sesuai prinsip syariah. Kesediaan masyarakat untuk menyerahkan dananya pada
pihak lembaga keuangan syariah dilandasi oleh rasa kepercayaan. Jika
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah hilang, maka dapat
menimbulkan efek domino bagi lembaga keuangan syariah yang lain dan secara
keseluruhan akan mengalami kesulitan. Sehingga sangat penting bagi lembaga
keuangan syariah untuk tetap menjaga kepercayaan sehingga visi dan misi
tersebut dapat tercapai.
Sebagimana visi BMT Taruna Sejahtera sebagai lembaga keuangan
syariah non bank yang mampu melanyani kebutuhan modal usaha bagi anggota
guna menunjang kesejahteraan bersama yang di ridhoi Allah SWT. Sehingga
dalam menjalankan usaha simpan pinjam sesuai prinsip syariah dengan sistem
64
bagi hasil. Salah satu produk penghimpun dana yang ditawarkan adalah produk
Simpanan Berkah Plus dan salah satu aspek penting yang terkait akad
mudharabah adalah pembagian keuntungannnya.
Dalam mengelola dana yang telah terkumpul, termasuk dana Simpanan
Berkah Plus BMT Taruna Sejahtera mengelolanya dengan cara menyalurkan
melalui produk pembiayaan manfaat kepada pihak ketiga dengan akad
mudharabah (Ba‟i Bitsaman Ajil) dan Qardul Hasan (Qardul Hasan adalah
pembiayaan yang bersifat sosial (non profit oriented) dimana nasabah diberikan
kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas pembiayaan yang diberikan.
Pembiasaan nasabah ini diberikan kepada nasabah yang mempunyai kriteria
tertentu) (Antonio: 2000, 131). Dana yang telah terkumpul diperuntukkan untuk
membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat
untuk kepentingan umat. BMT dapat memaksimalkan dana tersebut untuk
memperoleh keuntungan dari pengelola dana simpanan deposito tersebut.
Keuntungan tersebut akan dibagikan antara BMT dengan para nasabah
pembiayaan dan memberikan keuntungan pula kepada nasabah simpanan berkah
plus (deposito mudharabah).
Adapun ketentuan-ketentuan dalam akad tersebut adalah bahwa produk ini
tidak dikenai denda apabila nasabah mengambil uang depositonya sebelum masa
deposito berakhir dengan alasan darurat (seperti sakit yang harus segera diopeasi)
dan tidak berpengaruh pula dengan bonusnya. Karena bonus tersebut sudah
menjadi hak deposan dan tidak akan diambil oleh pihak BMT. Tetapi itu tidak
berlaku apabila nasabah mengambil uang depositonya tanpa alasan darurat, maka
65
nasabah akan dikenakan denda. Dan denda tersebut sudah ditentukan oleh pihak
BMT. Dengan pernyataan di atas bahwa pernyataan tersebut sudah sesuai dengan
fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena dalam fatwa tersebut
menerangkan bahwa penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung karugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
Produk Simpanan Berkah Plus merupakan simpanan berjangka anggota
atau investasi secara halal sesuai dengan syariah dengan waktu 12, 24 dan
60 bulan. Produk simpanan ini, diperuntukkan bagi anggota BMT yang ingin
mendapatkan bonus mobil atau sepeda motor. Dana tersebut diperuntukkan
untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang
bermanfaat untuk kepentingan umat. Produk ini dikelola berdasarkan prinsip
mudharabah.
Bahwa mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni yang bersifat tidak
terbatas (mudharabah mutlaqah, unrestricted) dan yang bersifat terbatas
(mudharabah muqayyadah, restricted). Terkait dengan jenis akad mudharabah
yang digunakan pada produk Simpanan Berkah Plus, dapat diketahui bahwa
produk Simpanan Berkah Plus ini termasuk jenis mudharabah mutlaqah. Hal
ini dikarenakan pemilik dana (nasabah Simpanan Berkah Plus) memberikan
otoritas dan hak sepenuhnya kepada BMT Taruna Sejahtera untuk
menginvestasikan atau memutar uangnya dengan tujuan mendapatkan
keuntungan. Dengan kata lain pihak pengelola diberi kuasa penuh untuk
menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan apapun urusan yang
66
berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan waktu, tempat, jenis,
perusahaan dan pelanggan. Dengan pernyataan di atas bahwa pernyataan tersebut
sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena dalam
fatwa tersebut dijelaskan bahwa mudharib boleh melakukan berbagai macam
usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan Lembaga
Keuangan Syariah tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek
tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
Tentang Deposito Mudharabah bahwa deposito yang dibenarkan
adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip mudharabah. Selanjutnya
ketentuan nisbah keuntungan dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Prosentase, artinya nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam
bentuk prosentase, bukan dinyatakan dalam nilai nominal
tertentu (Karim: 2011, 206). Dalam pembagian keuntungan boleh
sepakat bahwa 40 persen dari keuntungan riil menjadi bagian
shahibul maal dan 60 persen menjadi bagian mudharib atau
sebaliknya (Ascarya: 2012, 64). Pernyataan di atas sudah sesuai
dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena di
dalam fatwa juga berbunyi bagian keuntungan proporsional bagi
setiap pihak juga harus diketahui dan dinyatakan pada waktu
kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
67
b. Bagi untung dan bagi rugi, artinya dalam kontrak
mudharabah, yang temasuk ke dalam kontrak investasi (Natural
Uncertainty Contacts) return dan timing cash flow tergantung
kepada kinerja sektor riilnya. Jika laba bisnisnya besar, maka
kedua belah pihak mendapatkan bagian yang Natural Uncertainty
Contracts adalah suatu kontrak yang berkarakter tidak pasti.
Dikatakan demikian karena kotrak ini tidak memberikan kepastian
pendapatan (return) , baik dari segi jumlah (amount) maupun
waktunya (timing) besar pula. Namun, jika laba bisnisnya
kecil, mereka mendapatkan bagian laba yang kecil pula. Jadi,
besarnya keuntungan yang diperoleh bersifat fluktuatif. Filosofi
ini hanya dapat berjalan jika nisbah keuntungan ditentukan
dalam bentuk prosentase, bukan dalam bentuk nominal
tertentu. Jika bisnis dalam akad mudharabah mengalami
kerugian dan kerugian yang terjadi hanya murni diakibatkan oleh
resiko bisnis (business risk) bukan akibat kelalaian maupun
kecurangan mudharib, maka pembagian kerugian bukan
didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-
masing pihak. Kalau pernyataan di atas dilakukan dengan
kesepakatan antara kedua belah pihak dan tidak ada paksaan maka
pernyataan tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI
NO.07.DSN-MUI/IV/2000 karena didalam fatwa tersebut juga
68
tertulis bagian keuntungan bagi setiap pihak harus diketahui dan
disepakati pada waktu kontrak dan keuntungan sesuai kesepakatan.
c. Menentukan besarnya nisbah, artinya besarnya nisbah
ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang
berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah muncul sebagai hasil
tawar menawar antara shahibul maal dan mudharib. Dengan
demikian, angka nisbah bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30,
80:20, dan lain-lain. Namun, para ahli fiqh sepakat bahwa
nisbah 100:0 tidak diperbolehkan (Ascarya: 2012, 207). Dalam
praktiknya, di perbankan modern, tawar menawar nisbah antara
pemilik modal dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan
dengan jumlah besar. Kondisi ini disebut sebagai spesial nisbah.
Sedangkan untuk deposan kecil, biasanya tawar menawar tidak
terjadi. Bank syariah hanya akan mencantumkan nisbah yang
ditawarkan, setelah itu deposan boleh setuju atau tidak. Bila
deposan setuju maka ia akan melanjutkan menabung. Bila ia tidak
setuju, maka deposan dipersilakan untuk mencari bank syariah
lain yang menawarkan nisbah yang lebih menarik. Seharusnya
antara deposan besar maupun deposan kecil harus melalui tawar-
menawar nisbah, karena semua deposan memiliki hak yang sama
atas tawar-menawar nisbah tersebut. Tetapi biasanya pihak BMT
sudah melakukan kesepakatan antara kedua belah pihak namun
dengan kesepakatan baku. Kalau semua calon nasabah yang akan
69
melakukan transaksi di BMT harus melakukan kesepakatan
bersama maka akan memerlukan banyak waktu. Jadi biasanya para
calon nasabah melakukan kesepakatan dengan kesepakatan baku
karena hal itu bisa lebih mempersingkat waktu. Pernyataan di atas
belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000
karena di dalam fatwa tersebut tertulis keuntungan mudharabah
adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dan
syaratnya adalah harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan
tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak, bagian keuntungan
proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam prosentase nisbah dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
Diketahui bahwa sumber dana yang digunakan untuk pemberian bonus
kepada nasabah produk Simpanan Berkah Plus adalah bersumber dari bagi
hasil. Perhitungan bagi hasil untuk pembelian bonus pada produk Simpanan
Berkah Plus adalah tetap untuk setiap bulannya. Kemudian akumulasi bagi
hasil yang dipraktekkan di BMT Taruna Sejahtera bahwa bagi hasil tersebut
diberikan seluruhnya atau sekaligus dalam bentuk bonus dan diberikan di awal.
Dasar perhitungannya adalah nisbah dikalikan dengan nominal deposito.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa nasabah tidak akan mendapatkan bagi hasil
kecuali pemberian bonus yang sudah ditetapkan dan diberikan seluruhnya di
awal. Pernyataan tersebut belum sesuai dengan ajaran islam karena dalam ajaran
70
islam dengan prinsip syariah pemberian bonus seharusnya diberikan pada akhir
periode setelah deposito tersebut akan diambil atau selesai. Karena kalau
diberikan di awal maka perhitungannya belum tahu apakah nanti akan mengalami
keuntungan atau kerugian. Kalau bonusnya diberikan di akhir maka sudah tahu
apakah mengalami keuntungan atau kerugian. Pernyataan di atas juga belum
sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena didalam fatwa
tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi
nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan
kesepakatan.
Dengan demikian terjadi peralihan atau perubahan penamaan dari
istilah bagi hasil menjadi istilah bonus karena sumber bonus berasal dari
bagi hasil. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan istilah bonus adalah
hanya sebagai sales marketing untuk menarik minat nasabah yang diharapkan
dapat memaksimalkan penggalangan dana yang nantinya akan berpengaruh
pada asset BMT.
Dari hasil penelitian pengelolaan simpanan berjangka di BMT Taruna
Sejahtera ini, dari ketentuan pembiayaan sampai ketentuan hukum pembiayaan
yang ada di dalam BMT ini belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI N0.07/DSN-
MUI/IV/2000. Karena masih banyak syarat dan ketentuan yang belum sesuai
dengan fatwa DSN-MUI tersebut. Yaitu keuntungan mudharabah adalah jumlah
yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dengan syarat harus diperuntukkan
bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak,
71
bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
Hal tersebut masih akan berlangsung, jika tidak atau belum ada perbaikan syarat
atau ketentuan yang telah dibuat dari pihak BMT untuk nasabahnya. Hal tersebut
juga akan menghambat terwujudnya suatu akad mudharabah yang sempurna dan
sesuai dengan ketentuan fatwa yang ada.
Berdasarkan analisis data diatas menurut peneliti yang menjadi faktor
penghambat dalam terlaksanakannya akad mudharabah tersebut adalah kurangnya
sosialisasi tentang fatwa-fatwa yang mengatur tentang pembiayaan mudharabah.
Dalam hal penyampaian fatwa-fatwa disini kurangya mensosialisasikan kepada
masyarakat. Hambatan bagi pihak BMT sendiri adalah sulitnya menerangkan
aturan-aturan yang ada untuk diketahui oleh masyarakat luas. Atau lebih tepatnya
minimnya pengetahuan dan informasi dari masyarakat.
Menurut peneliti seharusnya shahibul maal (pihak bank) bekerja ekstra
untuk menjelaskan atau mengasihkan informasi dengan jelas kepada masyarakat
tentang peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah agar
masyarakat bisa mengetahui peraturan yang sudah ada. Pihak bank (pemilik dana)
juga dapat menjalankan kewajibannya sesuai dengan fatwa DSN-MUI
N0.07/DSN-MUI/IV/2000. Jika selama ini dalam menjalankan kewajibannya
kurang maksimal. Dengan cara tersebut diharapkan pemilik dana akan lebih cepat
berkembang sehingga tujuan dari akad tersebut tidak perlu mengalami hambatan
lagi.
72
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera yaitu
pelaksanaan produk simpanan berkah plus (deposito mudharabah).
Untuk menjadi nasabah produk tersebut harus mempunyai simpanan
amanah dahulu,kalau sudah memiliki simpanan amanah langsung saja
mendaftarkan menjadi nasabah simpanan berkah plus dengan
melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku), dengan menyetorkan uang
minimal Rp.60.000.000 (dapat diangsur 10 kali) setiap bulannya dan
menyetorkan setoran pokok sebesar Rp.100.000 setiap bulan bagi
nasabah baru. Apabila nasabah terlambat menyetorkan uangnya maka
pihak BMT tidak mengenakan denda kepada nasabahnya karena dalam
produk ini tidak dikenai denda, tetapi kalau sudah 3 kali terlambat
maka nasabah akan dikenakan surat peringatan (teguran). Teknis
penyerahan bonus dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir
sesuai dengan permintaan nasabah atau bonus dapat juga diberikan
dalam bentuk uang tiap bulannya. Pemberian bonus yang dilakukan di
BMT ini yaitu dilakukan di awal karena pemberian bonus di awal
sangat disukai nasabah karena menurutnya pembagian bonus di awal
sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas.
73
2. Praktik dalam pembagian bonus di BMT Taruna Sejahtera sudah
berjalan dengan baik. Namun belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI
NO.07/DSN-MUI/IV/2000 yaitu bonus seharusnya diberikan di akhir
periode simpanan itu berakhir atau selesai bukan diberikan di awal
periode. Karena dalam DSN-MUI tertulis bagian keuntungan
proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada
waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah
dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
B. SARAN
Adapun saran-saran dari penulis, yaitu:
1. Bagi BMT Taruna Sejahtera dalam melaksanakan akad mudharabah
lebih memperhatikan lagi dengan aturan yang sudah ada. Agar sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah yang telah ditentukan.
2. Dalam membagi keuntungan sebaiknya dilakukan di akhir jatuh tempo
saja. Karena strategi marketing untuk menarik nasabah harus tetap
mengikuti ketentuan akad yang digunakan sebagaimana yang telah
digariskan dalam Islam.
3. Bagi nasabah dan masyarakat dalam melakukan transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah harus memperhatikan peraturan-peraturan
pemerintah agar nasabah mengetahui bahwa lembaga tersebut apakah
sudah melaksanakan peraturan yang sudah ditentukan oleh pemerintah
apa belum.
74
4. Bagi nasabah dan masyarakat harus lebih mencari informasi-informasi
agar tidak buta informasi.
5. Bagi nasabah harus pintar dalam melakukan kesepakatan dengan pihak
BMT agar tidak terjerumus dalam peraturan baku yang telah dibuat
oleh pihak BMT.
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim.
Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Payung Hukum Perbankan (UU di bidang
perbankan, fatwa DSN-MUI dan peraturan bank Indonesia). Yogyakarta:
UII Press.
Antonio, Syafi‟i. 2000. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Zaenul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alvabet.
Ascarya. 2012. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Ash-Shiddiqieqy, Hasbi. 1974. Pengantar Fiqh Muamalat. Jakarta: Bulan
Bintang.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam
Fiqh Islam.Jakarta: Amzah.
Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah.
Fani,Faridha, 2008. Analisis Kelayakan Pembiayaan Mudharabah Pada BMT (
Studi pada BMT Tanjung Sejahtera dan BMT Al- Kautsar). Skripsi.
Jakarta: Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah.
Fumiaty, Fenty. 2012. Analisa Pelaksanaan Akad Mudharabah terhadap Investasi
Dinar. Semarang. Skripsi.
Hirsanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Pembiayaan Bisnis
dengan Prinsip Kemitraan).Yogyakarta: Genta Press.
76
Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan.Jakarta:
Rajawali Press.
Karim, Adiwarman A. 2011. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta:
Grafindo Persada.
Muhammad. 2008. Manajemen Pembiayaan Mudharabah Di Bank Syariah.
Jakarta: Rajawali Pers.
Muslich, Ahmad Wardi.2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.
Moleong, J. Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Surabaya:
Ghalia Indonesia.
Rapat Anggota Tahunan. Ungaran: Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Taruna
Sejahtera Badan Hukum: 019/BH/PAD/KDK.11.1/II/2000.
Ridwan, Muhammad. 2007. Konstruksi Bank Syariah Indonesia.Yogyakarta:
Pustaka SM.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah Jilid 12.Bandung: PT Al-Ma‟arif.
Sahrani, Sohari & Abdullah Ru‟fah. 2011. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi
dan Tugas Akhir. Salatiga: STAIN Salatiga.
Suhendi, Hendi.2010. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali Press.
Susanto, Burhanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah Di
Indonesia.Yogyakarta: UII Press.
77
Zuhaily, Wahbah. 1989. Fiqih Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-
Kattani, dkkdalam “al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu” jilid IV. Damaskus:
Darul Fikr.