pedsos singgih
-
Upload
hernowo-setyo -
Category
Documents
-
view
231 -
download
6
Transcript of pedsos singgih
PRESENTASI KASUS
SEORANG ANAK PEREMPUAN 14 BULAN DENGAN GLOBAL
DELAYED DEVELOPMENT DENGAN STATUS GIZI LEBIH
Oleh :
Itqan Ghazali G99142115/k072015
Hernowo Setyo Utomo G99142116/k0812015
Pembimbing :
Dra. Suci Murti Karini, MSi
KEPANITERAAN KLINIK SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A
Usia : 14 bulan
Tanggal Lahir : 14 September 2010
Berat Badan : 12 kg
Tinggi Badan : 75 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jetis, Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 3 November 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara alloanamnesis terhadap orang tua
pasien di bangsal anak RSDM
A. Keluhan Utama
Tumbuh kembang terhambat.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Orang tua pasien datang ke IGD RS. Dr. Moewardi dengan
keluhan keluar cairan dari telinga berulang disertai gangguan tumbuh
kembang.
Pasien belum bisa duduk sendiri dan belum dapat mengucapkan
kata termasuk memanggil orangtuanya, pasien sudah dapat memainkan
mainan atas keinginan sendiri.Orang tua pasien merasa perkembangan
anaknya lebih lambat dari balita seusianya.
Asupan gizi saat ini hanya ASI saja tanpa makanan pendamping
ASI. Orang tua pasien sempat memberikan MP-ASI saat pasien berusia 6
bulan namun mulai usia 10bulan pasien tidak mau makan MP-ASI jenis
apapun yang diberikan.
Pasien saat ini belum bisa makan sendiri dan menyatakan
keinginannya dengan cara menangis. Orangtua pasien belum pernah
memeriksakan kondisi tumbuh kembang anaknya sebelumnya.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat mondok : (+), karena OMA saat umur
10bulan di RS Swasta
Riwayat operasi : (-)
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang sebelumnya : (-)
Riwayat perkembangan keterlambatan : (+), keterlambatan bicara,
masih menyatakan
keinginannya dengan
menangis
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi obat / makanan : disangkal
Riwayat kejang pada keluarga : disangkal
E. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
Muntaber (-)
Rubella (-)
Bronkitis (-)
Morbili (-)
Pertusis (-)
Difteri (-)
Varicella (-)
Malaria (-)
CMV (-)
Polio (-)
Thypus abdominalis (-)
Cacingan (-)
Gegar otak (-)
Fraktur (-)
Kolera (-)
TB paru (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal di rumah bersama kedua orangtua,kakek, dan
neneknya. Orang tua pasien memeriksakan pasien dengan BPJS.
G. Riwayat Makan Minum Anak
Saat masih bayi pasien diberikan ASI eksklusif oleh ibunya sampai
usia 6 bulan kemudian diberikan ASI dengan MP-ASI sampai usia
10bulan. Selanjutnya pasien hanya diberikan ASI saja oleh ibunya hingga
saat ini. Pasien mendapatkan makanan padat pertama kali pada usia 6
bulan. Saat ini pasien tidak bisa makan sendiri dan tidak mau MP-ASI
dalam bentuk dan jenis apapun. Asupan makanan dan cairan pasien dirasa
cukup, nafsu makan pasien baik.
H. Riwayat Pemeriksaan Kehamilan dan Prenatal
Ibu pasien hamil pada usia 19 tahun dan merupakan kehamilan
yang pertama. Pasien memeriksakan kehamilannya secara teratur ke
Bidan, yaitu pertama pada umur kehamilan 1 bulan. Pada trimester
pertama dan kedua 1 kali sebulan. Pada trimester ketiga, periksa ke Bidan
setiap 2 minggu sekali. Ibu mendapatkan asupan Fe dan nutrisi yang cukup
selama kehamilan. Tidak didapatkan adanya keluhan selama kehamilan.
Riwayat sakit berat, hipertensi, pre eklampsia, konsumsi obat-obatan, atau
trauma saat kehamilan juga disangkal.
I. Riwayat Kelahiran
Orang tua pasien melahirkan normal di bidan pada usia kehamilan
38 minggu, bayi langsung menangis segera setelah lahir dan berwarna
kemerahan. Berat waktu lahir 3000 gram, panjang badan saat lahir 48 cm.
Setelah melahirkan pasien dan ibunya dirawat gabung.
J. Riwayat Pemeriksaan Post Natal
Rutin ke posyandu tiap bulan untuk timbang dan mendapatkan
imunisasi.
K. Riwayat Imunisasi
1. HB0 : 0 bulan
2. BCG, Polio 1 : 1 bulan
3. DPT/Hb1, Polio 2 : 2 bulan
4. DPT/Hb2, Polio 3 : 3 bulan
5. DPT/Hb3, Polio 4 : 4 bulan
6. Campak : 9 bulan
Kesimpulan : pasien mendapatkan imunisasi lengkap sesuai pedoman
Depkes 2013.
I.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : baik
Derajat Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kesan lebih
2. Tanda vital
S : 36,5 oC
N : 100 x/menit, ocial, simetris, isi dan tegangan cukup.
RR : 30 x/menit, tipe abdominal, kedalaman cukup, ocial.
BB : kg
TB : cm
3. Kulit : warna kecoklatan, kelembaban baik, turgor baik.
4. Kepala : bentuk makrocephal, sutura tidak menutup, rambut tidak tumbuh.
Lingkar kepala 48 cm
5. Muka : sembab (-), wajah orang tua (-)
6. Mata : cowong (-), bulu mata hitam lurus tidak rontok, conjunctiva anemis
(-/-), strabismus (-), xeroftalmia (-), bercak bitot’s (-), oedem palpebra (-/-)
7. Hidung : bentuk normal, napas cuping hidung(-/-), sekret (-/-), darah (-/-),
deformitas(-).
8. Mulut : sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
mukosa basah (+), susunan gigi normal.
9. Tenggorokan : uvula di tengah, tonsil T1 –T1, faring hiperemis (-),
pseudomembran (-), post nasal drip (-).
10. Telinga : bentuk aurikula dextra et sinistra normal, kelainan MAE (-),
serumen (+/+), membrana timpani perforasi (+/-), prosesus mastoideus
tidak nyeri tekan, tragus pain (-), sekret (+).
11. Leher : bentuk normal, trachea ditengah, kelenjar thyroid tidak membesar.
12. Limfonodi : kelenjar limfe auricular, submandibuler, servikalis,
suparaklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar.
13. Thorax : bentuk normochest, retraksi (-) interkostal dan sub sternal, iga
gambang (-), gerakan simetris ka = ki
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II LPSS
Kiri bawah : SIC IV LMCS
Kanan atas : SIC II LPSD
Kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
- ---
- ---
- ---
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Batas paru-hepar : SIC V kanan
Batas paru-lambung : SIC VI kiri
Redup relatif di : SIC V kanan
Redup absolut : SIC VI kanan (hepar)
Auskultasi : SD vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH
(-/-)
14. Abdomen : Inspeksi : dinding dada sejajar dinding perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba.
15. Urogenital : dalam batas normal
16. Gluteus : Baggy pants (-)
17. Ekstremitas :
akral dingin sianosis oedem
CRT < 2 detik , ADP teraba kuat
18. Kuku : keruh (-), spoon nail (-), konkaf (-)
19. Status Neurologis
N. II : dalam batas normal
N. III, IV, VI : dalam batas normal
N. V : sulit dievaluasi
N. VII : sulit dievaluasi
N. VIII : dalam batas normal
N. IX, X, XI, XII : dalam batas normal
Refleks Fisiologis : dalam batas normal
Refleks Patologis : (-)
Meningeal Sign : negatif
II. STATUS GIZI
BB/U : 12,5/12,5 x 100% = 100 % (-2 SD < Z Score < -2 SD)
TB/U : 97/89 x 100% = 108,98 % (2 SD < Z Score < 3 SD)
BB/TB : 12,5/14,5 x 100% = 86,20 % (-2 SD < Z Score < -2 SD)
Kesimpulan status gizi : gizi baik, overheight, normoweight menurut
antropometri WHO.
III.DENVER DEVELOPMENTAL SCREEENING TEST
Hasil tes perkembangan Denver yaitu, personal sosial mengalami
keterlambatan setara dengan usia 10 bulan, adaptif-motorik halus
mengalami keterlambatan setara dengan usia 5,5 bulan. Motorik kasar
mengalami keterlambatan setara dengan usia 0,5 bulan, dan kemampuan
bahasa mengalami keterlambatan setara dengan anak usia 4,5 bulan.
Ditemukan keterlambatan dalam aspek personal sosial, adaptif motorik
halus, bahasa, dan motorik kasar (global delay development)
IV. RESUME
Orang tua pasien datang ke poli tumbuh kembang RS. Dr.
Moewardi karena anaknya yang sudah berusia 2 tahun, mengalami
pembesaran pada bagian kepalanya. Keluhan ini dialami pasien sejak
berusia 4 bulan, dan semakin lama semakin membesar. Sebelumnya
saat pasien berusia 2 bulan perkembangannya masih baik, pasien
sudah bisa tengkurap. Akan tetapi semenjak memasuki bulan ke-4
kepala pasien sudah mulai mengalami pembesaran, pasien sudah
tidak bisa melakukan tengkurap lagi dan tumbuh kembang pasien
dirasa lebih lambat. Saat ini pasien tidak bisa mengangkat kepalanya
dan hanya bisa tidur terlentang. Saat didudukkan pasien tidak bisa
menyangga tubuh maupun kepalanya.
Kemampuan berbicaranya juga dirasa lebih lambat
dibandingkan dengan anak seusianya. Pasien hanya bisa bersuara,
berteriak dan tertawa, tanpa bisa mengucapkan kata-kata. Pasien
juga bisa menoleh saat terdengar bunyi icik-icik.
Hasil tes perkembangan Denver keterlambatan dalam aspek
personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa, dan motorik kasar
(global delay development).
V. ASSESMENT
1. Keterlambatan personal ocial atau personal social delayed
development setara usia 10 bulan.
2. Keterlambatan motorik halus setara usia 5,5 bulan.
3. Keterlambatan motorik kasar atau motoric delayed development
setara usia 0,5 bulan.
4. Keterlambatan perkembangan bahasa atau Speech Delayed
Development setara usia 4,5 bulan.
5. Gizi baik.
VI. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi orangtua pasien tentang penyakitnya
2. Fisioterapi
3. Terapi wicara
VII. PLANNING
1. Konsul bedah saraf
2. Konsul Rehabilitasi Medik
3. Konsul Gizi
4. Kontrol poli tumbuh kembang per 3 bulan
VIII.PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Global Developmental Delay
2.1 Definisi
Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan
Global (KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain
perkembangan anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif,
personal atau sosial aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak
berumur kurang dari 5 tahun, sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun
saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan hasil yang akurat maka istilah yang
dipergunakan adalah retardasi mental.1,2 Anak dengan KPG tidak selalu menderita
retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan seorang anak
mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.2,3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi KPG sekitar 5-10% pada anak di seluruh dunia, sedangkan di
Amerika Serikat angka kejadian KPG diperkirakan 1%-3% dari anak-anak
berumur<5 tahun.3 Penelitian oleh Suwarba dkk.4 di RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta mendapatkan prevalensi KPG adalah 2,3 %. Etiologi KPG sangat
bervariasi, sekitar 80% akibat sindrom genetik atau abnormalitas kromosom,
asfiksia perinatal, disgenesis serebral dan deprivasi psikososial sedangkan 20%
nya belum diketahui. Sekitar 42% dari etiologi keterlambatan perkembangan
global dapat dicegah seperti paparan toksin, deprivasi psikososial dan infeksi intra
uterin, serta asfiksia perinatal.3
Menurut penelitian Deborah M dkk.5 prevalensi KPG di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah adalah 1,8% dan sering ditemukan pada anak berumur lebih dari
12 bulan (67%). Rasio laki-laki dan perempuan hampir sama 1:1,12. Keluhan
terbanyak adalah belum bisa berbicara pada 16 (24%), belum bisa berbicara dan
berjalan pada 14 (21%), serta belum bisa berjalan pada 12 (18%) pasien.
Didapatkan 20% BBLR dan BBLSR, ibu berpendidikan menengah ditemukan
pada 68% kasus. Karakteristik klinis didapatkan 30% gizi kurang, 29%
mikrosefali, 20% dicurigai suatu sindrom. Evaluasi perkembangan menunjukkan
40 (60%) terlambat pada seluruh sektor perkembangan. Etiologi ditemukan pada
61% dengan penyebab terbanyak adalah kelainan majemuk, hipotiroid, serebral
disgenesis, palsi serebral.
2.3 Tahap Perkembangan Normal pada Anak
2.3.1 Ciri-ciri dan Prinsip-prinsip Tumbuh Kembang Anak
Anak memiliki suatu ciri khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan
yang sesuai dengan usianya.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.6
Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta
sosialisasi dan kemandirian.6
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan peristiwa yang terjadi secara
simultan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya
perkembangan sistem neuromuskular, kemampuan bicara, emosi, dan sosialisasi.
Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia yang utuh.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak akan terus mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan. Proses tumbuh kembang anak memiliki ciri-ciri
yang satu sama lainnya saling berkaitan. Ciri-ciri tersebut antara lain
perkembangan menimbulkan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan pada
tahap awal menentukan perkembangan selanjutnya, pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda, perkembangan berkorelasi
dengan pertumbuhan, perkembangan mempunyai pola yang tetap, serta
perkembangan memiliki tahap yang berurutan. 6,7
Selain memiliki ciri-ciri yang khusus, proses tumbuh kembang anak juga
memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan. Prinsip-prinsip dapat digunakan
sebagai kaidah atau pegangan dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan
anak. Terdapat dua prinsip proses tumbuh kembang, yaitu perkembangan
merupakan hasil proses kematangan dan belajar, serta pola perkembangan dapat
diramalkan.6,7
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan normal
yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-
faktor tersebut antara lain faktor Internal, diantaranya ras/etnik atau bangsa,
keluarga, umur, jenis kelamin, genetik, dan kelainan kromosom; faktor eksternal,
diantaranya faktor prenatal (gizi, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi,
infeksi, kelainan imunologi, anoksia embrio, dan psikologi ibu), faktor persalinan,
faktor pasca persalinan (gizi, penyakit kronis/kelainan kongenital, lingkungan fisis
dan kimia, psikologis, endokrin, sosio-ekonomi, lingkungan pengasuhan,
stimulasi, dan obat-obatan).6,8
2.3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dipantau
Aspek-aspek perkembangan yang dipantau meliputi6:
1. Motorik kasar, adalah aspek yang berhubungan dnegna kemampuan anak
melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dan sebagainya.
2. Motorik halus, adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat
seperti mengamati sesuatu, menjimpit, menulis, dan sebagainya.
3. Kemampuan bicara dan bahasa, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, berbicara,
berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya.
4. Sosialisasi dan kemandirian, adalah aspek yang berhubungan dengan
kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan selesai
bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, dan sebagainya.
2.3.4 Periode Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan
berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi hingga dewasa. Tumbuh
kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Periode tumbuh kembang anak
adalah sebagai berikut6,8:
1. Masa prenatal atau masa intra uterin
Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu:
Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu.
Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu. Ovum
yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organism, terjadi
diferensiasi yang berlangsung cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.
Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir
kehamilan. Masa ini terdiri dari 2 periode, yaitu masa fetus dini, sejak umur
kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin. Pada
masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia
sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi.
Masa fetus lanjut, yaitu trimester akhir kehamilan. Pada masa ini
pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi.
Terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui plasenta.
Akumulasi asam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanoic Acid) dan
Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.
2. Masa bayi (umur 0 – 11 bulan)
Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu:
a. Masa neonatal (umur 0 – 28 hari)
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi
b. Masa post (pasca) neonatal (umur 29 hari – 11 bulan)
Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan
berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf.
Pada masa ini, kebutuhan akan pemeliharaan kesehatan bayi, mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan penuh, diperkenalkan kepada makanan pendamping
ASI sesuai umurnya, diberikan imunisasi sesuai jadwal, mendapat pola asuh
yang sesuai. Masa bayi adalah masa dimana kontak erat antara ibu dan anak
terjalin, sehingga dalam masa ini pengaruh ibu dalam mendidik anak sangat
besar.
3. Masa anak dibawah lima tahun (umur 12 – 59 bulan)
Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan
dalam perkembangan motorik (motorik kasar dan motorik halus) serta fungsi
ekskresi. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa
balita. Setelah lahir, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan
dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan
serabut-serabut saraf dan cabang-cabangnya. Jumlah dan pengaturan
hubungan-hubungan antar sel saraf ini akan sangat mempengaruhi segala
kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga
bersosialisasi.
Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada
masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak
dideteksi dan ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya
manusia dikemudian hari.
4. Masa anak prasekolah (umur 60 – 72 bulan)
Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan
dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan
proses berpikir. Pada masa ini, selain lingkungan di dalam rumah maka
lingkungan di luar rumah mulai diperkenalkan. Pada masa ini juga anak
dipersiapkan untuk sekolah, untuk itu panca indra dan sistem reseptor penerima
rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar
dengan baik. Perlu diperhatikan bahwa proses belajar pada masa ini adalah
dengan cara bermain.
2.4 Etiologi
KPG dapat merupakan manifestasi yang muncul dari berbagai kelainan
neurodevelopmental (mulai dari disabilitas belajar hingga kelainan
neuromuskular. Tabel berikut memberikan pendekatan beberapa etiologi KPG :
Tabel 1. Penyebab KPG menurut Forsyth dan Newton, 2007 (dikutip dari Walters
AV, 2010)8
Kategori Komentar
Genetik atau Sindromik
Teridentifikasi dalam 20% dari
mereka yang tanpa tanda-tanda
neurologis, kelainan dismorfik,
atau riwayat keluarga
Sindrom yang mudah
diidentifikasi, misalnya Sindrom
Down
Penyebab genetik yang tidak
terlalu jelas pada awal masa
kanak-kanak, misalnya Sindrom
Fragile X, Sindrom Velo-cardio-
facial (delesi 22q11),Sindrom
Angelman, Sindrom Soto,
Sindrom Rett, fenilketonuria
maternal, mukopolisakaridosis,
distrofi muskularis tipe Duchenne,
tuberus sklerosis,
neurofibromatosis tipe 1, dan
delesi subtelomerik.
Metabolik
Teridentifikasi dalam 1% dari
mereka yang tanpa tanda-tanda
Skrining universal secara nasional
neonatus untuk fenilketonuria
(PKU) dan defisiensi acyl-Co A
Dehidrogenase rantai sedang.
neurologis, kelainan dismorfik,
atau riwayat keluarga
Misalnya, kelainan siklus/daur
urea
Endokrin Terdapat skrining universal
neonatus untuk hipotiroidisme
kongenital
Traumatik Cedera otak yang didapat
Penyebab dari lingkungan Anak-anak memerlukan kebutuhan
dasarnya seperti makanan,
pakaian, kehangatan, cinta, dan
stimulasi untuk dapat berkembang
secara normal
Anak-anak tanpa perhatian, diasuh
dengan kekerasan, penuh
ketakutan, dibawah stimulasi
lingkungan mungkin tidak
menunjukkan perkembangan yang
normal
Ini mungkin merupakan faktor
yang berkontribusi dan ada
bersamaan dengan patologi lain
dan merupakan kondisi yaitu
ketika kebutuhan anak diluar
kapasitas orangtua untuk dapat
menyediakan/memenuhinya
Malformasi serebral Misalnya, kelainan migrasi neuron
Palsi Serebral dan Kelainan
Perkembangan Koordinasi
(Dispraksia)
Kelainan motorik dapat
mengganggu perkembangan secara
umum
Infeksi Perinatal, misalnya Rubella, CMV,
HIV
Meningitis neonatal
Toksin Fetus: Alkohol maternal atau obat-
obatan saat masa kehamilan
Anak: Keracunan timbal
2.5 Deteksi Dini
Perkembangan setiap anak memiliki keunikan tersendiri dan kecepatan
pencapaian perkembangan tiap anak berbeda. Kisaran waktu pencapaian tiap
tahap perkembangan umumnya cukup besar, misalnya seorang anak dikatakan
normal jika ia dapat berjalan mulai usia 10 hingga 18 bulan, sehingga seringkali
terjadi perbedaan perkembangan di antara anak yang seusia. Untuk itu, orang tua
perlu mengenal tanda bahaya (red flag) perkembangan anak.9 Untuk mengetahui
apakah seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan umum, perlu data /
laporan atau keluhan orang tua dan pemeriksaan deteksi dini atau skrining
perkembangan pada anak.
Deteksi dini merupakan suatu upaya yang dilaksanakan secara
komprehensif untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang dan
mengetahui serta mengenal faktor resiko pada anak usia dini. Melalui deteksi dini
dapat diketahui penyimpangan tumbuh kembang anak secara dini, sehingga upaya
pencegahan, stimulasi, penyembuhan serta pemulihan dapat diberikan dengan
indikasi yang jelas pada masa proses tumbuh kembang. Penilaian pertumbuhan
dan perkembangan meliputi dua hal pokok, yaitu penilaian pertumbuhan fisik dan
penilaian perkembangan.6,9
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat
dari beberapa tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang
tercantum di bawah 9,10:
Tanda bahaya perkembangan motor kasar
1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh
bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari
usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat
dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap
suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan
dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi /
interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini
gangguan bicara juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau
panduan skala khusus, misalnya: menggunakan DDST (Denver Developmental
Screening Test – II), Child Development Inventory untuk menilai kemampuan
motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire, Parent’s
Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining
yang lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale)
dan CLAMS (Clinical Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai
kemampuan bahasa ekspresif, reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3
tahun.10,11
2.6 Gejala Klinis
Mengetahui adanya KPG memerlukan usaha karena memerlukan perhatian
dalam beberapa hal. Padahal beberapa pasien seringkali merasa tidak nyaman bila
di perhatikan. Akhirnya membuat orang tua sekaligus dokter untuk agar lebih jeli
dalam melihat gejala dan hal yang dilakukan oleh pasien tersebut. Skrining
prosedur yang dilakukan dokter, dapat membantu menggali gejala dan akan
berbeda jika skrining dilakukan dalam sekali kunjungan dengan skrining dengan
beberapa kali kunjungan karena data mengenai panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas dan berat badan. Mengacu pada pengertian KPG yang
berpatokan pada kegagalan perkembangan dua atau lebih domain motorik kasar,
motorik halus, bicara, bahasa, kognitif, sosial, personal dan kebiasaan sehari-hari
dimana belum diketahui penyebab dari kegagalan perkembangan ini. Terdapat hal
spesifik yang dapat mengarahkan kepada diagnosa klinik KPG terkait
ketidakmampuan anak dalam perkembangan milestones yang seharusnya,
yaitu10,11:
1. Anak tidak dapat duduk di lantai tanpa bantuan pada umur 8 bulan
2. Anak tidak dapat merangkak pada 12 bulan
3. Anak memiliki kemampuan bersosial yang buruk
4. Anak tidak dapat berguling pada umur 6 bulan
5. Anak memiliki masalah komunikasi
6. Anak memiliki masalah pada perkembangan motorik kasar dan halus
2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Dokter memulai anamnesis dengan mendengarkan penjelasan orangtua secara
seksama tentang perkembangan anaknya. Orang tua dapat mencatat setiap
keterlambatan perkembangan, perubahan tubuh dan kurang responsifnya anak
tersebut, sehingga perlu perhatian khusus. Tiap orangtua tentunya memiliki
daerah perhatian yang berbeda. Penggalian anamnesis secara sistematis meliputi,
resiko biologi akibat dari gangguan prenatal atau perinatal, perubahan lingkungan
akibat salah asuh, dan akibat dari penyakit primer yang sudah secara jelas
terdiagnosis saat infant.
Tabel 2. Anamnesis Keterlambatan Perkembangan Global menurut First Lewis
dan Judith, 199410
Contoh, dari pandangan biologi, infant dengan berat badan lahir rendah
seringkali beresiko terhadap angka kejadian perdarahan intraventrikel, sepsis atau
meningitis, gangguan metabolik, dan defisit nutrisi yang dapat secara langsung
memengaruhi perkembangan otak. Anak dengan resiko lingkungan termasuk
didalamnya ibu yang masih muda dan tidak berpengalaman serta ibu yang tidak
sehat secara individu atau kekurangan finansial. Anak yang hidup dalam keluarga
bermasalah akibat obat-obatan terlarang, minuman keras dan kekerasan sering
menyebabkan hasil buruk. Anak dengan faktor resiko kondisi medis seperti
myelomeningocele, sensorineural deafness, atau trisomy 21 diketahui memiliki
hubungan dengan keterlambatan perkembangan anak. Perhatian saat ini sering
pula akibat dari infeksi virus HIV. Kurangnya motorik milestones, peubahan
perilaku, atau kognitif buruk serta perubahan fungsi serebelum dalam tahun
pertama sering dihubungkan dengan HIV.10,11
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Faktor risiko untuk keterlambatan dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik.
Pengukuran lingkar kepala (yang mengindikasikan mikrosefali atau makrosefali)
adalah bagian penting dalam pemeriksaan fisik. Perubahan bentuk tubuh sering
dihubungkan dengan kelainan kromosom, atau faktor penyakit genetik lain sulit
dilihat dalam pemeriksaan yang cepat.10 Sebagai tambahan, pemeriksaan secara
terstruktur dari mata, yaitu fungsi penglihatan dapat dilakukan saat infant, dengan
menggunakan pemeriksaan sederhana seperti meminta mengikuti arah cahaya
lampu. Saat anak sudah memasuki usia pre-school, pemeriksaan yang lebih
mendalam diperlukan seperti visus, selain itu pemeriksaan saat mata istirahat
ditemukan adanya strabismus. Pada pendengaran, dapat pula dilakukan test
dengan menggunakan brain-stem evoked potentials pada infant. Saat umur
memasuki 6 bulan, kemampuan pendengaran dapat dites dengan menggunakan
peralatan audiometri. Pada usia 3-4 tahun, pendengaran dapat diperiksa
menggunakan audiometer portable. Pemeriksaan telinga untuk mencari tanda dari
infeksi otitis media menjadi hal yang penting untuk dilakukan karena bila terjadi
secara kontinyu akan menyebabkan gangguan pendengaran ringan. Pemeriksaan
kulit secara menyeluruh dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit
ektodermal seperti tuberous sklerosis atau neurofibromatosis yang dihubungkan
dengan delay. Pemeriksaan fisik juga harus meliputi pemeriksaan neurologi yang
berhubungan dengan perkembangan seperti adanya primitive reflek, yaitu moro
reflex, hipertonia atau hipotonia, atau adanya gangguan tonus.10,11
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan laboratorium untuk anak dengan kemungkinan
gangguan perkembangan tidak dibedakan dengan tes skrining yang dilakukan
pada anak yang sehat. Hal ini penting dan dilakukan dengan periodik. Adapun
beberapa pemeriksaan penunjangnya antara lain11,12:
a. Skrining metabolik
Skrining metabolik meliputi pemeriksaan: serum asam amino, serum glukosa,
bikarbonat, laktat, piruvat, amonia, dan creatinin kinase. Skrining metabolik
rutin untuk bayi baru lahir dengan gangguan metabolisme tidak dianjurkan
sebagai evaluasi inisial pada KPG. Pemeriksaan metabolik dilakukan hanya
bila didapatkan riwayat dari anamnesis atau temuan pemeriksaan fisik yang
mengarah pada suatu etiologi yang spesifik. Sebagai contohnya, bila anak-
anak dicurigai memiliki masalah dengan gangguan motorik atau disabilitas
kognitif, pemeriksaan asam amino dan asam organik dapat dilakukan. Anak
dengan gangguan tonus otot harus diskrining dengan menggunakan kreatinin
phospokinase atau aldolase untuk melihat adanya kemungkin penyakit
muscular dystrophy.
b. Tes sitogenetik
Tes sitogenetik rutin dilakukan pada anak dengan KPG meskipun tidak
ditemukan dismorfik atau pada anak dengan gejala klinis yang menunjukkan
suatu sindrom yang spesifik. Uji mutasi Fragile X, dilakukan bila adanya
riwayat keluarga dengan KPG. Meskipun skrining untuk Fragile X lebih
sering dilakukan anak laki-laki karena insiden yang lebih tinggi dan severitas
yang lebih buruk, skrining pada wanita juga mungkin saja dilakukan bila
terdapat indikasi yang jelas. Diagnosis Rett syndrome perlu dipertimbangkan
pada wanita dengan retardasi mental sedang hingga berat yang tidak dapat
dijelaskan.
c. Skrining tiroid
Pemeriksaan tiroid pada kondisi bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital
perlu dilakukan. Namun, skrining tiroid pada anak dengan KPG hanya
dilakukan bila terdapat klinis yang jelas mengarahkan pada disfungsi tiroid.
d. EEG
Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada anak dengan KPG yang memiliki
riwayat epilepsia tau sindrom epileptik yang spesifik (Landau-Kleffner).
Belum terdapat data yang cukup mengenai pemeriksaan ini sehingga belum
dapat digunakan sebagai rekomendasi pemeriksaan pada anak dengan KPG
tanpa riwayat epilepsi.
e. Imaging
Pemeriksaan imaging direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KPG
(terlebih bila ada temuan fisik berupa mikrosefali). Bila tersedia MRI harus
lebih dipilih dibandingkan CT scan jika sudah ditegakkan diagnosis secara
klinis sebelumnya.
2.8 Diagnosis Banding
Etiologi dan penyebab dari KPG saat ini belum bisa memprediksi secara
spesifik, gangguan mana saja yang akan terlibat dalam penegakan KPG ini,
terdapat beberapa penyakit atau gangguan dengan gambaran serupa GDD, namun
memiliki beberapa perbedaan yaitu retardasi mental, palsi serebral, Attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan Autism Spectrum Disorder (ASD).12
2.8.1 Retardasi Mental
Suatu keadaan yang dimulai saat masa anak-anak yang ditandai dengan
keterbatasan dalam intelegensi dan kemampuan adaptasi. Menurut kriteria DSM-
IV, retardasi mental adalah fungsi intelektual yang di bawah rata-rata, terdapat
gangguan fungsi adaptasi, onset sebelum umur 18 tahun. Untuk mengetahui
adanya gangguan fungsi intelegensi, digunakan tes IQ (akurat diatas umur 5
tahun), dengan klasifikasi hasil:
a. Ringan , yaitu IQ 50-70
b. Sedang, yaitu IQ 40-50
c. Berat, yaitu IQ 20-40
d. Sangat berat, yaitu IQ <20
2.8.2 Palsi Serebral atau Cerebral palsy (CP)
Membedakan antara CP dengan KPG, pada CP, ada tiga faktor resiko awal
yaitu bayi lahir prematur (semakin kecil usia, semakin tinggi faktor risiko), bayi
lahir dengan ensefalopati sedang hingga berat (semakin berat keluhan semakin
berat risiko), dan bayi yang lahir dengan faktor risiko paling ringan. Dua faktor
risiko awal tersebut harus ditunjang dengan MRI untuk melihat gambaran otak.
Bila terdapat gangguan bahasa, penglihatan, pendengaran dan epilepsi, dapat
dicurigai hal tersebut adalah suatu gambaran CP. Selain itu, diagnosis palsi
serebral dapat dilakukan berdasarkan kriteria Levine (dikutip dari Soetjiningsih,
19957), yaitu pola gerak dan postur; pola gerak oral; strabismus; tonus otot;
evolusi reaksi postural dan kelainannya yang mudah dikenal; refleks tendon,
primitif dan plantar.
2.8.3 Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD merupakan suatu gangguan yang terjadi sangat awal dari kelahiran
bayi, yang dinamis, serta tergantung dengan perkembangan korteks. Tanda
ADHD yaitu development delay, nilai akademik yang rendah, serta permasalahan
sosial. Penggunaan milestones pada tahun ke-3 mudah mengarahkan diagnosis
ADHD.
2.8.4 Autism Spectrum Disorder (ASD)
Tanda awal untuk membedakan antara ASD dengan KPG. Beberapa kata
kunci adalah gangguan bersosial. Pada tahun pertama akan sulit membedakan
antara ASD dengan KPG, yaitu ciri tidak berespon ketika nama dipanggil, afek
kurang, berkurangnya interaksi sosial, dan sulit untuk tersenyum. Pada tahun
kedua dan ketiga, bahasa tubuh yamg tidak lazim dan sangat ekspresif. Perilaku
lain yakni motorik, sensorik dan beberapa domain lain.
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum
ditemukan. Hal itu disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-
anak belajar dan berkembang dengan cara mereka sendiri berdasarkan
kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga penanganan KPG
dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain6,9,12:
1. Speech and Language Therapy
Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP,
autism, kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities.
Metode yang dilakukan bervariasi tergantung dengan kondisi dari anak
tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan atau barang
yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada
mulut, lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak
dengan gangguan pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat
yang membuat anak-anak tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi
tersebut.
2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri
dalam menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka
antara bermain, belajar dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi,
memakai pakaian, makan, dan lain-lain. Sehingga anak-anak yang mengalami
kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat membantu mereka
meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.
3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan
halus, keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya.
Kemampuan motorik kasar yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang
besar seperti berguling, merangkak, berjalan, berlari, atau melompat.
Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang lebih kecil seperti
kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan
sendi, dan kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini
dilakukan oleh terapi dan orang-orang yang berada dekat dengan anak
tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan
memiliki efek kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau
buruk seperti melempar barang-barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-
lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi yang berfokus untuk
mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi.
Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam
pelaksanaanya. Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif.
Hal itu terlihat pada terapi kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan
emosional yang mempengaruhi sikap tertentu, sedangkan behavioural therapy
dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap yang tidak
diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang
disebut cognitive-behavioural therapy.
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada anak-anak dengan KPG, yakni
kemunduran perkembangan pada anak-anak yang makin memberat. Jika tidak
tertangani dengan baik, dapat mempengaruhi kemampuan yang lain, khususnya
aspek psikologi dari anak itu sendiri. Salah satunya, anak akan mengalami depresi
akibat ketidakmampuan dirinya dalam menghadapi permasalahannya. Sehingga
anak itu dapat bersikap negatif atau agresif.
2.11 Prognosis
Prognosis KPG pada anak-anak dipengaruhi oleh pemberian terapi dan
penegakkan diagnosis lebih dini (early identification and treatment). Dengan
pemberian terapi yang tepat, sebagian besar anak-anak memberikan respon yang
baik terhadap perkembangannya. Walau beberapa anak tetap menjalani terapi
hingga dewasa. Hal tersebut karena kemampuan anak itu sendiri dalam
menanggapi terapinya. Beberapa anak yang mengalami kondisi yang progresif
(faktor-faktor yang dapat merusak sistem saraf seiring berjalannya waktu), akan
menunjukkan perkembangan yang tidak berubah dari sebelumnya atau mengalami
kemunduran. Sehingga terapi yang dilakukan yakni meningkatkan kemampuan
dari anak tersebut untuk menjalani kesehariannya.6,9
Hidrosefalus
1. Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti
kepala. Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan
pembentukan aliran atau penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan
volume pada CNS.
Kondisi ini juga dapat didefinisikan gangguan hidrodinamik pada LCS.
Hidrosefalus akut dapat terjadi dalam beberapa hari. Sub akut dalam mingguan
dan yang kronik bulanan atau tahunan. Kondisi-kondisi seperti atrofi serebral dan
lesi destruktif fokal juga menyebabkan peningkatan abnormal LCS dalam CNS.
Pada situasi semacam ini, kehilangan jaringan serebral meninggalkan ruangan
kosong yang secara pasif akan terisi dengan LCS. Kondisi semacam iu tidak
disebabkan oleh gangguan hidrodinamik sehingga tidak diklasifikasikan sebagai
hidrosefalus. Istilah lain yang dulu digunakan untuk kondisi tersebut adalah
hidrosefalus ex vacuo.
2. Epidemiologi
Secara keseluruhan, Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran.
Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan
11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan
bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat
abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan
meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior.
Secara internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui
jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju,
tetapi informasi untuk negara-negara lain masih sedikit.
Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena
herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi
batang otak dan sistem pernapasan.
Pemasangan shunt telah dilakukan pada 75% dari semua kasus hidrosefalus
dan di 50% pada anak-anak dengan hidrosefalus komunikan. Pasien dirawat di
rumah sakit untuk merevisi shunt sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan,
untuk pengobatan komplikasi, atau kegagalan shunt.
Kurangnya perkembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau
hilangnya fungsi kognitif pada orang dewasa, dapat mejadi komplikasi pada
hidrosefalus yang tidak diobati. Hal ini dapat bertahan setelah pengobatan.
Kehilangan fungsi visual dapat menjadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak
diobati dan dapat menetap setelah pengobatan.
3. Anatomi dan Fisiologi
CSS dibentuk di dalam system ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus
koroideus. Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus
koroideus, yang terdiri atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian
tengahnya mengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan
dibentuk melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid, tetapi
aspek pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya.
Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing
dihubungkan oleh akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di
garis tengah dan memiliki tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di
sebelah lateral dan sebuah foramen magendie di tengah. Lubang-lubang ini
berjalan menuju ke sebuah system yang saling berhubungan dan ruang
subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna.
Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas
konveksitas serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid
spinalis berhubungan dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna
basalis.
Aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga
kemudian ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang
subaraknoid di atas konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat
terjadinya penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik. Sebagian besar penyerapan
CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan masuk kedalam saluran vena sinus
sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi lapisan ependim system ventrikel dan
di ruang subaraknoid spinalis. Pada orang dewasa normal, volume total CSS
adalah sekitar 150 mL, yang 25 % nya terdapat di dalam sistem ventrikel. CSS
terbentuk dengan kecepatan sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa
perputaran CSS terjadi tiga sampai empat kali sehari.
4. Patofisiologi
Produksi LCS normal berkisar antara 0,20-0,50 mL/menit. Sebagian besar
diproduksi oleh plexus choroideus yang terletak diantara sistem ventrikuler
terutama pada ventrikel lateral dan ventrikulus IV. Kapasitas ventrikel laeral dan
III pada orang sehat sekitar 20 ml. Total volume LCS pada orang dewasa adalah
150 ml.
Tekanan intra kranial meningkat jika produksi melebihi absorbsi. Ini terjadi
jika adanya over produksi LCS, peningkatan tahanan aliran LCS, atau
peningkatan tekanan sinus venosus. Produksi LCS menurun jika tekanan
intrakranial meningkat. Kompensasi dapat terjadi melalui penyerapan LCS
transventrikuler dan juga dengan penyerapan pada selubung akar saraf.
Lobus temporal dan frontal melebar lebih dulu, biasanya asimetris. Ini dapat
menyebabkan kenaikan corpus callosum, penarikan atau perforasi septum
pelucidum, penipisan selubung serebral, atau pelebaran ventrikel tertius ke bawah
menuju fosa hipofisis ( yang dapat menyebabkan disfungsi hipofisis).
Gambar 1. Aliran LCS, patofisiologi hidrosefalus
Hidrosefalus timbul akibat terjadi ketidak seimbangan antara produksi dengan
absorpsi dan gangguan sirkulasi CSS. Adapun keadaan-keadaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan tersebut adalah:
1. Disgenesis serebri
Empat puluh enam persen hidrosefalus pada anak akibat malformasi otak dan
yang terbanyak adalah malformasi Arnold-Chiary. Berbagai malformasi serebral
akibat kegagalan dalam proses pembentukan otak dapat menyebabkan
penimbunan CSS sebagai kompensasi dari tidak terdapatnya jaringan otak. Salah
satu contoh jelas adalah hidroanensefali yang terjadi akibat kegagalan
pertumbuhan hemisferium serebri.
2. Produksi CSS yang berlebihan
Ini merupakan penyebab hidrosefalus yang jarang terjadi. Penyebab tersering
adalah papiloma pleksus khoroideus, hidrosefalus jenis ini dapat disembuhkan.
3. Obstruksi aliran CSS
Sebagian besar kasus hidrosefalus termasuk dalam kategori ini. Obstruksi
dapat terjadi di dalam atau di luar sistem ventrikel. Obstruksi dapat disebabkan
beberapa kelainan seperti: perdarahan subarakhnoid post trauma atau meningitis,
di mana pada kedua proses tersebut terjadi inflamasi dan eksudasi yang
mengakibatkan sumbatan pada akuaduktus Sylvius atau foramina pada ventrikel
IV.
Sisterna basalis juga dapat tersumbat oleh proses arakhnoiditis yang
mengakibatkan hambatan dari aliran CSS. Tumor fossa posterior juga dapat
menekan dari arah belakang yang mengakibatkan arteri basiliaris dapat
menimbulkan obstruksi secara intermiten, di mana obstruksi tersebut berhubungan
dengan pulsasi arteri yang bersangkutan.
4. Absorpsi CSS berkurang
Kerusakan vili arakhnoidalis dapat mengakibatkan gangguan absorpsi CSS,
selanjutnya terjadi penimbunan CSS. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan
kejadian tersebut adalah:
- Post meningitis
- Post perdarahan subarachnoid
- Kadar protein CSS yang sangat tinggi
5. Akibat atrofi serebri
Bila karena sesuatu sebab terjadinya atrofi serebri, maka akan timbul
penimbunan CSS yang merupakan kompensasi ruang terhadap proses atrofi
tersebut. Terdapat beberapa tempat yang merupakan predileksi terjadinya
hambatan aliran CSS :
a. Foramen Interventrikularis Monroe
Apabila sumbatan terjadi unilateral maka akan menimbulkan pelebaran
ventrikel lateralis ipsilateral.
b. Akuaduktus Serebri (Sylvius)
Sumbatan pada tempat ini akan menimbulkan pelebaran kedua
ventrikel lateralis dan ventrikel III.
c. Ventrikel IV
Sumbatan pada ventrikel IV akan menyebabkan pelebaran kedua
ventrikel lateralis, dan ventrikel III dan akuaduktus serebri
d. Foramen Mediana Magendie dan Foramina Lateralis Luschka
Sumbatan pada tempat-tempat ini akan menyebabkan pelebaran pada
kedua ventrikel lateralis, ventrikel III, akuaduktus serebri dan ventrikel
IV. Keadaan ini dikenal sebagai sindrom Dandy-Walker.
e. Ruang Sub Arakhnoid di sekitar medulla-oblongata, pons, dan
mesensefalon
Penyumbatan pada tempat ini akan menyebabkan pelebaran dari
seluruh sistem ventrikel. Akan tetapi apabila obstruksinya pada tingkat
mesensefalon maka pelebaran ventrikel otak tidak selebar seperti jika
obstruksi terjadi di tempat lainnya. Hal ini terjadi karena penimbunan
CSS di sekitar batang otak akan menekan ventrikel otak dari luar.
Produksi Sirkulasi Absorpsi
Meningkat Normal Normal
- Papiloma
plexus
choroideus
Normal Terhambat
- Aquaductus Silvii
- Foramen Magendi dan
Luscha ( Sind. Dandy
Walker)
- Ventrikel III
- Ventrikel IV
- Ruang Sub Arakhnoid
Menurun
- Trauma
- SAH
- Gangguan
pembentukan villi
arakhnoid
- Post meningitis
- Protein CSS >>
5. Gambaran Klinis
Gejala yang menonjol pada hidrosefalus adalah bertambah besarnya ukuran
lingkar kepala anak dibanding ukuran normal. Di mana ukuran lingkar kepala
terus bertambah besar, sutura-sutura melebar demikian juga fontanela mayor dan
minor melebar dan menonjol atau tegang. Beberapa penderita hidrosefalus
kongenital dengan ukuran kepala yang besar saat dilahirkan sehingga sering
mempersulit proses persalinan, bahkan beberapa kasus memerlukan operasi seksio
sesaria. Tetapi sebagian besar anak-anak dengan hidrosefalus tipe ini dilahirkan
dengan ukuran kepala yang normal. Baru pada saat perkembangan secara cepat
terjadi perubahan proporsi ukuran kepalanya.
Akibat penonjolan lobus frontalis, bentuk kepala cenderung menjadi
brakhisefalik, kecuali pada sindrom Dandy-Walker di mana kepala cenderung
berbentuk dolikhosefalik, karena desakan dari lobus oksipitalis akibat pembesaran
fossa posterior.
Sering dijumpai adanya Setting Sun Appearance / Sign, yaitu adanya retraksi
dari kelopak mata dan sklera menonjol keluar karena adanya penekanan ke depan
bawah dari isi ruang orbita, serta gangguan gerak bola mata ke atas, sehingga bola
mata nampak seperti matahari terbenam.
Kulit kepala tampak tipis dan dijumpai adanya pelebaran vena-vena subkutan.
Pada perkusi kepala anak akan terdengar suara cracked pot, berupa seperti suara
kaca retak. Selain itu juga dijumpai gejala-gejala lain seperti gangguan tingkat
kesadaran, muntah-muntah, retardasi mental, kegagalan untuk tumbuh secara
optimal.
Pada pasien-pasien tipe ini biasanya tidak dijumpai adanya papil edema, tapi
pada tahap akhir diskus optikus tampak pucat dan penglihatan kabur. Secara pelan
sikap tubuh anak menjadi fleksi pada lengan dan fleksi atau ekstensi pada tungkai.
Gerakan anak menjadi lemah, dan kadang-kadang lengan jadi gemetar.
1. Hidrosefalus pada bayi (Tipe congenital/infantil):
- Kepala membesar
- Sutura melebar
- Fontanella kepala prominen
- Mata kearah bawah (sunset phenomena)
- Nistagmus horizontal
- Perkusi kepala : cracked pot sign atau seperti semangka masak.
Ukuran rata-rata lingkar kepala berdasarkan umur:
Umur Lingkar Kepala
0 bulan 35 cm
3 bulan 41 cm
6 bulan 44 cm
9 bulan 46 cm
12 bulan 47 cm
18 bulan 48,5 cm
2. Tipe juvenile/adult (2-10 tahun) :
- Sakit kepala
- Kesadaran menurun
- Gelisah
- Mual, muntah
- Hiperfleksi seperti kenaikan tonus anggota gerak
- Gangguan perkembangan fisik dan mental
- Papil edema; ketajaman penglihatan akan menurun dan lebih lanjut dapat
mengakibatkan kebutaan bila terjadi atrofi papila N.II.
- Tekanan intrakranial meninggi oleh karena ubun-ubun dan sutura sudah
menutup, nyeri kepala terutama di daerah bifrontal dan bioksipital. Aktivitas
fisik dan mental secara bertahap akan menurun dengan gangguan mental yang
sering dijumpai seperti : respon terhadap lingkungan lambat, kurang perhatian
tidak mampu merencanakan aktivitasnya.
2.7 Diagnosis
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yaitu :
Rontgen foto kepala
Transiluminasi
Lingkaran kepala
Ventrikulografi
Ultrasonografi
CT Scan kepala
MRI Kepala
2.8 Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya. Dapat
dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat-pusat kesehatan dimana
sarana bedah saraf tidak ada.
Obat yang sering digunakan adalah:
a. Asetasolamid
25-100 mg/kg/bb/hari Acetazolamide bekerja dengan cara merintangi enzym
karboanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga Na dan K
dieksresikan lebih banyak, bersamaan dengan air. Fungsi diuretiknya lemah.
Efek samping dari obat ini biasanya kebas pada jari tangan dan kaki karena
hipokalemia. Beberapa dapat mengalami pandangan yang kabur, tapi biasanya
hilang dengan penghentian obat. Acetazolamide juga meningkatkan resiko batu
ginjal kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Untuk mengurangi dehidrasi dan sakit
kepala dianjurkan untuk minum banyak cairan.
Kontraindikasi bagi mereka yang mempunyai sickle cell anemia, alergi
terhadap sulfa dan CA inhibitor, sakit ginjal atau hati, gagal kelenjar adrenal,
diabetes, ibu hamil dan menyusui.
b. Furosemid
Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6
mg/kgBB/hari. Furosemide bekerja sebagai loop diuretic kuat pada transport Na K
Cl loop henle thick ascending untuk menghambat Na dan Cl reabsorbsi. Karena
absorbsi Mg dan Ca pada thick ascending tergantung konsentrasi Na dan Cl, loop
diuretik juga menghambat absorbsi ion tersebut. Dengan terganggunya reabsorbsi
ion ini loop diuretik mengganggu terbentuknya medula renal yang hipertonik.
Dengan tanpa adanya medula yang terkonsentrasi, air menjadi kurang osmotik
kemudian melalui collecting duct, sehingga berakibat kenaikan produksi urin.
Diuretik ini mengurangi air yang direabsorbsi kembali ke darah berakibat
pada penurunan volume darah. Loop diuretik juga menyebabkan vasodilatasi vena
pembuluh darah ginjal sehingga menurunkan tekanan darah.
Efek samping lainnya dapat menyebabkan jaundice, tinitus, fotosensitif, rash,
pankreatitis, mual, sakit perut, pusing, anemia.
Terapi Pembedahan
1. Pada pusat-pusat kesehatan yang memiliki sarana bedah saraf
Terapi operasi langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita yang gawat dan sambil menunggu operasi penderita biasanya diberikan:
Mannitol (cairan hipertonik), dengan cara pemberian dan dosis: per infus, 0,5-2
g/kg BB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
2. Tidak terdapat fasilitas bedah saraf
a. Pasien tidak gawat
Diberi terapi medikamentosa, bila tidak berhasil, pasien dirujuk ke rumah
sakit terdekat yang mempunyai fasilitas bedah saraf.
b. Pasien dalam keadaan gawat
Pasien segera dirujuk ke rumah sakit terdekat yang mempunyai fasilitas
bedah saraf setelah diberikan mannitol.
Jenis Terapi Operatif pada Pasien Hidrosefalus
1. Third Ventrikulostomi/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari ventrikel
III dapat mengalir keluar.
2. Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
- Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara.
Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi hidrosefalus
tekanan normal.
- Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
-Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor- Kjeldsen)
-Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
-Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
-Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
-Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
-Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
b. Lumbo Peritoneal Shunt
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum dengan
operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan.
Teknik Shunting
1. Sebuah kateter ventrikular dimasukkan melalui kornu oksipitalis atau kornu
frontalis, ujungnya ditempatkan setinggi foramen Monro.
2. Suatu reservoir yang memungkinkan aspirasi dari CSS untuk dilakukan
analisis.
3. Sebuah katup yang terdapat dalam sistem Shunting ini, baik yang terletak
proksimal dengan tipe bola atau diagfragma (Hakim, Pudenz, Pitz,
Holter) maupun yang terletak di distal dengan katup berbentuk celah (Pudenz).
Katup akan membuka pada tekanan tertentu.
4. Ventriculo-Atrial Shunt. Ujung distal kateter dimasukkan ke dalam atrium
kanan jantung melalui v. jugularis interna .
5. Ventriculo-Peritoneal Shunt.
a. Slang silastik ditanam dalam lapisan subkutan.
b. Ujung distal kateter ditempatkan dalam ruang peritoneum.
Pada anak-anak, dengan kumparan silang yang banyak, memungkinkan tidak
diperlukan adanya revisi walaupun badan anak tumbuh memanjang.
Komplikasi Shunting
a. Infeksi
Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan sepanjang saluran subkutan.
Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni dapat mengawali
terjadinya Shunt Nephritis yang biasanya disebabkan Staphylococcus epidermis
ataupun aureus, dengan risiko terutama pada bayi. Profilaksis antibiotik dapat
mengurangi risiko infeksi.
b. Hematoma Subdural
Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan korteks serebri dari
duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi terlentang mengurangi
risiko sedini mungkin.
c. Obstruksi
Dapat ditimbulkan oleh:
- Ujung proksimal tertutup pleksus khoroideus.
- Adanya serpihan-serpihan (debris).
- Gumpalan darah.
- Ujung distal tertutup omentum.
- Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA Shunt, ujung distal kateter
dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan mengakibatkan terbentuknya
trombus dan timbul oklusi.
d. CSS yang rendah
Beberapa pasien Post shunting mengeluh sakit kepala dan vomiting pada
posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan karena tekanan CSS yang
rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan jalan:
- Intake cairan yang banyak.
- Katup diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.
e. Asites oleh karena CSS
Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali dilaporkan oleh Ames, kejadian
ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP shunt. Adapun patogenesisnya
masih bersifat kontroversial. Diduga sebagai penyebab kelainan ini adalah
pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis, protein yang tinggi dalam CSS.
Asites CSS biasanya terjadi pada anak dengan tekanan intrakranial di mana
gejala yang timbul dapat berupa distensi perut, nyeri perut, mual dan muntah-
muntah.
f. Kraniosinostosis
Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan shunt pada hidrosefalus
yang berat, sehingga terjadi penututupan dini dari sutura kranialis.
2.9 Komplikasi
- Atrofi otak
- Herniasi otak yang dapat berakibat kematian
2.10 Prognosis
Pada hidrosefalus infantil dengan operasi shunt menunjukkan perbaikan yang
bermakna. Jika tidak diobati 50-60% bayi akan tetap dengan hidrosefalus atau
mengalami penyakit yang berulang-ulang. Kira-kira 40% dari bayi yang hidup
dengan intelektual mendekati normal. Dengan pengobatan dan pembedahan yang
baik setidak-tidaknya 70% penderita dapat hidup hingga melampaui masa anak-
anak, di mana 40% diantaranya dengan intelegensi normal dan 60% sisanya
mengalami gangguan intelegensi dan motorik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Delia R, Nickolaus dan RN Leanne Lintula. Hydrocephalus
Therapy, Living with Hydrocephalus.Medtronic, 2004.
2. Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Dexamedia 2006; 19, 40-48.
3. Alberto J Espay, MD. Hydrocephalus. Emedicine 2010 : 4 available
at www.emedicine.com di akses pada 26 November 2010
4. Price SA, Wilson LM. Vetrikel dan Cairan Cerebrospinalis, dalam
Patofiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1994, 915-6
5. Dan Stranding S. Ventricular System and Cerebrospinal Fluid, in Grays
Anatomy The Anatomical Basis of Clinical Practice, thirty nine edition,
Churchill Livingstone, New York : 2005, 287-94
6. Kahle, Leonhardt, Platzer. Sistem Saraf Dan Alat-Alat Sensoris, dalam
Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia jilid 3, edisi 6,. Hipokrates,
2005, 262-271
7. R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC,
Jakarta : 2004, 809-810
8. http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm
DeVito EE, Salmond CH, Owler BK, Sahakian BJ, Pickard JD. 2007.
9. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure
hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007: 116: pages 328–332.
10. Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. BMJ 2003: 327: 1408-doi: 10.1136/
bmj.327.7428.1408.
11. Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And Victor’s
Principles Of Neurology: Eight Edition. USA.
12. Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf indonesia dengan UGM.
2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: UGM Press.
Rudolph AM, dkk. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi 20. Volume 3.
Jakarta: EGC, 2006. Hal 2053-57
13. Shevell MI. The evaluation of the child with a global developmental delay.
Seminar Pediatric Neurology. 1998;5:21–26.
14. Fenichel GM. Psychomotor retardation and regression. Dalam: Clinical
Pediatric Neurology: A signs and symptoms approach. Edisi ke-
4.Philadelphia: WB Saunders; 2001.h.117–47.
15. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirzt D, dkk.
Practice parameter: Evaluation of the quality standards subcommittee of
the American Academy of Neurology and the practice committee of the
child neurology society. Neurology 2003;60:67-80.
16. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil klinis dan etiologi
pasien keterlambatan perkembangan global di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Sari Pediatri 2008;10:255-61.
17. Melati D, Windiani IGAT, Soetjiningsih. Karakteristik Klinis
Keterlambatan Perkembangan Global Pada Pasien di Poliklinik Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali
18. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen
Kesehatan RI. 2005.
19. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Dalam: RanuhIGN, penyunting.
Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995. h. 1-32.
20. Walters AV. Development Delay: Causes and Identification. ACNR 2010;
10(2);32-4.
21. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum pada Anak. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Indonesia. [diunduh 19 Desember 2013]. [Available
from]: URL: http
//idai.or.id/public-articles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan-perkembangan-umum-pada-anak.html .
22. First LR, Palrey JS. Current Concepts: The Infant or Young Child with
Developmental Delay. The New England Journal of Medicine 1994; 7478-
483.
23. Srour M, Mazer B, Shevell MI. Analysis of clinical features predicting
etiologic yield in the Assessment of global development delay. Pediatrics
2006;118:139-45.
24. Menkes JH. Textbook of Child Neurology. 4th. ed. Philadelphia: Lea &
Febiger 1990; 306-311.