pdf F1

download pdf F1

of 80

Transcript of pdf F1

Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN Apa definisi farmakoterapi? Farmakoterapimerupakancabangilmuyangmempelajari tatalaksana terapi dengan menggunakan farmakon (obat) Mengapa mahasiswa farmasi perlu memahami farmakoterapi? Sejak10tahunterakhirterjadiperkembanganfarmasiklinikdiIndonesia(didunia sudah dimulai sejak tahun 1960-an) Tuntutan pelayanan farmasis bidang farmasi klinik Bekal pengetahuan untuk memberikan layanan bidang farmasi klinik Salah satunya adalah farmakoterapi SalahsatualasanyangmendasaripenambahanmuatanSKSfarmakoterapidari10 SKS (kurikulum 2003) menjadi 20 SKS (kurikulum 2007) Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 1 (satu) Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 4 (empat) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Kedudukan Ilmu Farmakoterapi dalan ruang lingkup bidang pengetahuan Farmakologi Referensi Pharmaceutical Care Practice Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach Applied Therapeutics : The Clinical Use of Drug Principles of Physiology Pharmacological Basic for Therapeutic Drug Information Handbook AHFS MIMS; ISO www.cochrane.org www.nejm.com www.bmj.com www.jama.com www.pubmed.gov Strategi Pembelajaran StrategipembelajaranyangdigunakandalamperkuliahanFarmakoterapi1yaitu denganmetodeSTART(StudentTeacherAestheticRole-sharingusing Technology) dengan pendekatan Student Centered Learning (cooperative learning dan problem based learning) Jadwal (Timeline) dan Topik Perkuliahan NoPertemuan Ke-Topik Bahasan dan Sub Topik Bahasan 111. Pendahuluan -Learning contract -Definisi Farmasi klinik dan komunitas -Definisi Farmakoterapi -Kedudukanfarmakoterapidalamlingkup keilmuan farmakologi-Keterkaitanfarmakoterapidenganfarmasi klinik dan komunitas 221.Filosofi Farmasi klinik dan komunitas 2.DRPs dan metode yang digunakan 33Kaji ulang anatomi fisiologi manusia sistem saraf Farmakologi obat-obatan pada sistem saraf 441.Definisi, epidemiologi, patofisiologi nyeri 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan nyeri 3.Evaluasiobat-obatantinyeriyangberedardi Indonesia 55Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami nyeri 661.Definisi, epidemiologi, patofisiologi sakit kepala 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan sakit kepala 3.Evaluasiobat-obatsakitkepalayangberedardi Indonesia 77 Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami sakit kepala 88, 91.Definisi, epidemiologi, patofisiologi epilepsi 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan epilepsy 3.Evaluasiobat-obatepilepsiyangberedardi Indonesia 9101.Definisi,epidemiologi,patofisiologistatus epileptikus 2.Sasaran,strategidanpenatalaksanaanstatus epileptikus 3.Evaluasiobat-obatststusepileptikusyangberedar di Indonesia 1011, 12Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami epilepsi-status epileptikus 11131.Definisi, epidemiologi, patofisiologi sparkinson 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan Parkinson 3.Evaluasiobat-obatparkinsonyangberedardi Indonesia 1214Evaluasi obat-obat alami untuk terapi parkinson yang beredar di Indonesia 1315UJIAN TENGAH SEMESTER 1416, 17Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami parkinson 15181.Definisi, epidemiologi, patofisiologi ansietas 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan ansietas 3.Evaluasiobat-obatantiansietasyangberedardi Indonesia 1619. Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami ansietas 17201.Definisi, epidemiologi, patofisiologi insomnia 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan insomnia 3.Evaluasiobat-obatantiinsomniayangberedardi Indonesia 1821Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami insomnia 19221.Definisi, epidemiologi, patofisiologi depresi 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan depresi 3.Evaluasiobat-obatantidepresiyangberedardi Indonesia 2023Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami depresi 21241.Definisi, epidemiologi, patofisiologi skizophrenia 2.Sasaran,strategidanpenatalaksanaan skizophrenia 3.Evaluasiobat-obatantiskizophreniayangberedar di Indonesia 2225Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami skizophrenia 23261.Definisi, epidemiologi, patofisiologi alzheimer 2.Sasaran, strategi dan penatalaksanaan Alzheimer 3.Evaluasiobat-obatalzheimeryangberedardi Indonesia 2427Evaluasiobat-obatalamiuntukterapialzheimeryang beredar di Indonesia 2528, 291. Kasus pasien (simulasi / riil) yang mengalami alzheimer 2630UJIAN AKHIR SEMESTER Sistem Penilaian NoKomponenBobot 1Presensi kehadiran10 2Tugas (pembuatan makalah, dll)20 3Partisipasi di kelas (keaktifan)10 4Kuiz20 5UTS20 6UAS20 TOTAL100 % Cara berpakaian, keterlambatan : mengikuti peraturan universitas yang telah ditetapkan Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT Pertemuan kedua Pengetahuan Farmakoterapi Mendukung pelayanan FARMASI KLINIK/KOMUNITAS Inti pelayanan FARMASI KLINIK/KOMUNITAS: Pharmaceutical care Pharmaceutical Care 1.Mengidentifikasi DRPs 2.Mengatasi DRPs actual 3.Mencegah DRPs potensial 4.Monitoring terapi pengobatan dan KIE Klasifikasi DRPs 1.Untreated indications (Indikasi yang tidak diterapi). 2.Drug without indication (obat tanpa indikasi ). 3.Improper drug selection (pemilihan obat yang tidak tepat) 4.Overdose drug (dosis berlebih). 5.Subdose drug (dosis subtherapeutics). 6.reaksi efek samping 7.Drug interaction (interaksi obat). 8.Failure to recieve drug (gagal menerima obat), termasuk patient noncompliance (ketidakpatuhan pasien). (Cipolle et al., 1998; Cohen, 1999; Floriddia, 2000; Zagaria , 2005). Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 2 (dua) Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 5 (lima) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Drug-Related Problems (DRPs) Drug-RelatedProblems(DRPs)adalahsuatukejadianatausituasiyang menyangkutterapiobat,yangmempengaruhisecarapotensialatauaktualhasilakhir terapipasien(Cipolleetal.,1998).DalamPharmaceuticalcare,farmasisdituntut untukdapatmengidentifikasiDRPs.Untukdapatmelakukanfungsitersebut,maka farmasisharusmempunyaipengetahuanyangspesifikmengenaipasienseperti karakteristikdemografi,sosial,danriwayatpengobatan,keadaanumurpasien,status kesehatan, dan kondisi ekonomi. StudimengenaiDRPstelahbanyakdilakukandibeberapanegaradengan batasan-batasanyangberbedamengenaiDRPs.Sebagianbesarhanyamengevaluasi beberapadaftarDRPsterutamaefeksampingobatdanketidakpatuhanyangbiasa terjadi.StudiDRPspadapenyakittertentubelumbanyakdilakukan,yangsudah banyakdilakukanadalahDRPsobattertentu,pengobatanpadageriatri,atau pendekatanumumperanfarmasispadadrug-therapymanagement(McDonoughet al., 2003). SuatukejadiandapatdikatakansebagaiDRPsbilamemenuhi2komponen berikut (Cipolle et al., 1998) : 1.Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien Kejadianinidapatberupakeluhanmedis,gejala,diagnosis,penyakit, ketidakmampuan (disability), atau sindrom; dapat merupakan efek dari kondisi psikologis, fisisologis, sosial kultural, atau ekonomi. 2.Ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat Bentukhubunganinidapatberupakonsekuensidariterapiobat,maupun kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif. Sebagaipengembantugaspelayanankefarmasian,seorangfarmasismemiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs, yaitu dalam hal : 1.Mengidentifikasi DRPs 2.Menyelesaikan DRPs 3.Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRPs (Anonim, 2006) Drug-RelatedProblems(DRPs)menurutKoda-Kimble(2005) diklasifikasikan sebagai berikut : 1.Drug needed (kebutuhan akan obat, termasuk referred to us no drug) a.Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan, problem medik sudah jelas (terdiagnosa) tetapi tidak di terapi (mungkin tidak diperlukan) b.Obatyangdiresepkanbenar,tetapitidakdiambilataudiminum(non compliance) 2.Wrong/inappropriate Drug (salah obat) a.Tidak ada problem medik yang jelas untuk penggunaan suatu obat b.Obat tidak sesuai untuk indikasi problem medik yang ada c.Problem medik terjadi hanya sebentar (sembuh/hilang sendiri) d.Duplikasi terapi e.Obat lebih mahal dan ada alternatif lain yang lebih murah f.Obat tidak ada dalam formularium g.Pemberiantidakmemperhitungkankondisipasiensepertikehamilan, usia lanjut, kontraindikasi lain h.Penggunaan obat-obat bebas yang tidak sesuai oleh pasien i.Recreational drug use 3.Wrong dose a.Dosisobatyangdiresepkanterlalutinggi(termsukadjusmentdose untuk ketidaknormalan fungsi hati, ginjal, usia, ukuran tubuh) b.Peresepan benar, tetapi overuse oleh pasien (overcompliance) c.Dosis terlalu rendah d.Peresepan benar, tetapi underuse oleh pasien (undercompliance) e.Ketidaktepatan,ketidakbenaranintervaldosis(padapenggunaan bentuk sediaan sustained release 4.Adverse drug reaction a.Efek samping b.Alergi c.Drug induced release d.Drug induced laboratory change 5.Drug interaction a.Interaksi obat-obat b.Interaksi obat-makanan c.Interaksi obat-uji laboratorium d.Interaksi obat-sediaan herbal DRPsdapatdisebabkanolehbanyakhal.PenyebabDRPstersebutharus dihindariuntukmendapatkanhasilterapiyangdiharapkan.Faktor-faktorpenyebab Drug-Related Problems (DRPs) dapat dilihat pada tabel I Tabel I. Faktor-faktor penyebab Drug-Related Problems (DRPs) (Cipolle et al., 1998) Jenis DRPsPenyebab DRPs 1.Indikasi tanpa obata.Pasien membutuhkan terapi obat baru b.Pasienmenderitapenyakitkronissehingga membutuhkan terapi obat lanjutan c.Pasienmembutuhkankombinasiobatuntuk memperoleh efek sinergis d.Pasienberesikomengalamikejadianyang tidakdiharapkanakibatterapiobatyang dapat dicegah dengan terapi profilaksis 2.Pemilihan obat yang tidak tepata.Pasienmempunyairiwayatalergiterhadap obat yang diterima b.Obatyangditerimapasienbukanmerupakan obat yang paling efektif c.Pasienmempunyaikontraindikasiterhadap obat yang diterima d.Pasienmendapatkanobatyangefektiftapi bukan yang paling murah e.Pasienmenerimakombinasiobatyang sebenarnya tidak diperlukan 3.Penggunaan obat tanpa indikasia.Pasienmenerimaobattanpaadaindikasi medis yang jelas b.Terapinon-obat(misalnyaperubahanpola hidup) lebih baik untuk pasien c.Adanya duplikasi terapi d.Pasienmenerimaobatuntukmengatasiefek sampingobatlainyangsebenarnayadapat dicegah 4.Dosis sub-terapia.Dosisyangdiberikanterlalurendahuntuk menghasilkan respon yang diharapkan b.Kadarobatdalamdarahpasienberada dibawah kisaran terapic.Frekuensipemberian,durasiterapi,dancara pemberian obat pada pasien tidak tepat d.Waktu pemberian profilaksis tidak tepat 5.Overdosisa.Dosis yang diberikan terlalu tinggi b.Kadarobatdalamdarahpasienmelebihi kisaran terapi c.Frekuensipemberian,durasiterapi,dancara pemberian obat pada pasien tidak tepat d.Dosis obat dinaikkan terlalu cepat 6.ReaksiObatyangtidk dikehendaki(ROTD)/Adverse Drug Reaction (ADR) a.Pasien mengalami reaksi alergi terhadap obat b.Pasienmemilikiresikomengalamiefek samping obat c.Pasienmengalamireaksiidiosinkrasi terhadap obat d.Bioavailabilitas obat berubah akibat interaksi obat dengan obat lain atau dengan makanan e.Efekobatberubahakibatpenggantianikatan antara obat 7.Kegagalan dalam terapia.Terjadi Medication Error b.Pasientidakmampumembeliobatkarena mahal c.Pasientidakmemahamipetunjuk penggunaan obat d.Pasientidakmauminumobat(misalnya karena rasa obat yang tidak enak) Bagaimana cara/metode untuk mengetahui ada-tidaknya DRPs METODE 1.SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan) 2.FARM (Findings, Assessment, Resolution, Monitoring) 3.PAM (Problem, Assessment, Monitoring) Bagaimana langkah selanjutnya setelah Farmasis mengetahui ada kejadian DRPs?MEMBERIKAN REKOMENDASI untuk 1.Mengatasi DRPs aktual (contoh?) 2.Mencegah DRPs potensial (contoh?) 3.Monitoring terapi pengobatan dan KIE Ward Round : Visit Bangsal, sebagai salah satu penerapan pharmaceutical Care Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT Review Mata Kuliah Pendukung Pemahaman Farmakoterapi Anatomi dan fisiologi Sistem Saraf Dasar-dasar Farmakoterapi SSP Neurofarmakologi : studi tentang obat yang berpengaruh terhadap jaringan syaraf Ruang lingkup: Gangguan neurologik (nyeri, sakit kepala, epilepsi, parkinson,dll) dan gangguan psikiatrik (skizoprenia, depresi, dll) Secara garis besar sifat obat : simptomatik; Kuratif / kausatif Sebagian besar obat obatan SSP bersifat simptomatik Faktor penentu Keberhasilan Terapi pada gannguan sistem saraf : biovailabilitas , kemampuan menembus Blood-Brain Barrier, sifat obat Pembagian Sistem Syaraf Sistem Saraf Pusat ( SSP ) : otak dan medula spinalis Sistem Saraf Tepi ( SST ) : Sistem saraf somatis ( dengan kesadaran ) dan sistem saraf otonom ( tanpa kesadaran ) Saraf Otonom terdiri atas saraf otonom simpatis dan saraf otonom parasimpatis Fungsi Susunan Saraf SSP: proses informasi motorik/gerakan dan perasaan/sensory Khusus otak kecil / cerebellum: mengontrol waktu dan ritme gerakan SST :-Saraf afferent (Sensory : menerima impuls dari ujung syaraf ke SSP) Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 3 (tiga) Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 4 (empat) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 -Saraf efferent( motorik : membawa impuls keluar dr SSP mengaktifkan sel lainnya ) Brainstem ( batang otak ) Fungsi meliputi hal hal yang terkait dgn keberlangsungan hidup manusia( bernafas, denyut jantung, pencernaan, dan tekanan darah )dan terkait dgn funsi kesadaran ( terjaga dan waspada ) Cerebellum ( otak kecil ) Fungsi : membantu koordinasi gerakan ( keseimbangan dan koordinasi otot ) Frontal lobe ( otak depan ) Fungsi pd perencanaan, pengaturan, pemecahan masalah, perhatian, kepribadian dan funsi kognitif yang lebih tinggi, termasuk tingkah laku dan emosi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu : anterior:berperan dalam hal pengetahuan, intelektual, dan kepribadian ; posterior berperan dalam gerakan dan modifikasi gerakan Occipital lobe Terletak pada otak bagian belakang, berfungsi memproses informasi visual Parietal lobe, terdiri dari -Parietal lobe kanan, berfungsi dalam kemampuan pandang ruang ( menempatkan diri di suatu tempat ) -Parietal lobe kiri, berfungsi dalam kemampuan memahami bahasa lisan dan atau tulisan Temporal lobe Terletak sejajar dgn telinga, berfungsi membedakan suara dan bau, menyortir informasi baru dan bertanggung jawab thd memori jangka pendek. Terdiri dari : lobus kanan(memori visual) dan lobus kiri (memori verbal) Komponen Struktural Sel Syaraf Dendrit : bagian sel syaraf yang berfungsi menerima pesan dari neuron lain dan menghantarkannya ke reseptor Badan sel : daerah di sekitarnucleus, dimana tdp organel organel sitoplasma utama ( badan golgi, mitokondria,dll )yang berkelompok membentuk proses dasar untuk keberlangsungan hidup sel Akson : bagian sel yang berbentuk silinder memanjang seperti kabel penghantaran informasi Ujung sinaptik : bagian ujung syaraf yg mengandung vesikel ( tempat dimana neurotransmitter disintesis dan disimpan ) Penghantaran Impuls Syaraf Depolarisasi kanal Na membuka dan menutupnya kanal Na sepanjang akson Potensial aksi mencapai ujung sinaptik membran ujung sinaptik mengalami depolarisasi kanal Ca terbuka di ujung sinaptik Kanal Ca terbuka Ca dari luar sel masuk dan berikatan dgn vesikel sinaptik pelepasan neurotransmitter di ujung sinaptik Neurotransmitter mengikat reseptornya pada post sinaptik ( penghantaran neurotransmitter dari presinaptik ke post sinaptik disebut transmisi sinaptik , akan berhenti ketika konsentrasi neurotransmitter berkurang / habis ) Neurotransmitter Sel syaraf yang satu dgn sel syaraf yg lain dipisahkan oleh celah sinaptik membutuhkan neurotransmitter untuk berkomunikasi Neurotransmitter : senyawa yang disintesis dan dilepaskan oleh sel syaraf, digunakan untuk saling berkomunikasi antar sel Berada di ujung sel syaraf, dan sel syaraf harus dapat membuat atau mengakumulasikan dan menginaktivasikannya Dilepaskan pada saat terjadi stimulasi syaraf impuls ujung sinaptik pelepasan neurotransmitter reseptornya aktivasi reseptor Contoh neurotransmitter Senyawa amina : Ach, dopamin, NE, histamin, serotonin Asam amino : GABA, glutamat, glisin Nukleotida : adenosin Peptida : Bradikinin, vasopresin, substance P, insulin Sintesis Neurotransmitter Diproduksi di ujung sinaptik / ujung presinaptik Diperlukan enzim, precusor dan energi Aktivitas Neurotransmitter Setelah dilepaskan, neurotransmitter akan : 1. berikatan dgn reseptornya pada sel syaraf post sinaptik 2. berikatan dgn reseptor yang terkait dgn protein G, atau dgn kanal ion yg terkait dgn ligand ( ligand gated ion channel ) Inaktivasi Neurotransmitter Merupakan suatu cara menghentikan transmisi sinaptik Inaktivasi neurotransmitter, antara lain : -Difusi -Degradasi enzimatik -Dire-uptake ke dalam presinaptik ( umumnya digunakan untuk menghentikan aksi dopamin, serotonin, NE ) Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT FARMAKOTERAPI NYERI Definisi Nyeri : peone ( latin ); poine ( Yunani ); pinalti / hukuman Aristoteles a feeling and classified it as a passion of the soul, where the hearth was the source or processing center of pain Descartes, Galen andVesalius a sensation in which the brain played an important role Muellr, Van Frey, and Goldscheider the concepts of neuroreceptors, nociceptors, and sensory input An unpleasant sensory and emotional experience associated with actual or potential tissue damage or described in terms of such damage Patofisiologi Gejala penyakit atau kerusakan pada jaringan atau sel Disebabkan krn rangsang mekanik, panas, kimia atau listrik yg melampaui nilai ambang nyeri kerusakan jaringan disertai pelepasan mediator nyeri Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 5 (lima) Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 5 (lima) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Reseptor Nyeri / Nosiseptor Metode penilaian NYERI Strategi Terapi Terapi nyeri dapat dilakukan dgn : Mencegah sensibilitas reseptor nyeri dg cara penghambatan sintesis prostaglandin Mencegah pembentukan rangsang dlm reseptor nyeri, misal : memakai anaestesi permukaan Meringankan nyeri mll pengubahan mekanisme di SSP Menaikkan ambang nyeri Jalur dan Mekanisme Terjadinya Nyeri Rangsangan impuls syaraf( pd syaraf eferen ) transmisi ke spinal cord ke SSP respon berupa rasa nyeri PENATALAKSANAAN TERAPI NYERI A. Analgesik Narkotik ( opiat ) Reseptor opiat terletak di SSP Reseptor yg memodulasi transmisi nyeri, menurunkan persepsi nyeri mll penyekatan nyeri pd berbagai tingkat, terutama di otak tengah dan medula spinalis Terdapat 3 macam reseptor opiat yaitu : mu, kappa, dan reseptor delta yang masing masing memiliki peran yg berbeda Sebagian besar aksi opiat diperantarai reseptor mu Agonis reseptor opiat endogen dibuat di korteks adrenal dan pituitary Analgesik narkotik dibagi menjadi 3 kelas, yi: 1.Agonis : Kodein, fentanil, heroin, meferidin, metadon, morfin, Sulfentil, tramadol 2.Agonis-antagonis : nalbuphine, pentazocine 3.Antagonis : nalokson, naltrekson Aksi Morfin dan agonis lainnya 1.SSP mengantuk, sedatif, analgesia Dosis awal menyebabkan mual krn stimulasi lgsg kemoreseptor di medula oblongata 2.Mata miosis 3.Pernafasan depresi pernafasan 4.Sistem kardiovaskulartakikardi5.Gastrointestinal meningkatkan tonus istirahat saluran gastrointestinal, menurunkan spasme otot polos pd sal.bilier 6.Saluran Genitouria menurunkan kontraksi otot polos Saluran Genitouria dan mengakibatkan retensi urine Aksi Opioid endogen maupun eksogenpada reseptor opioid Morfin sebagai prototype BENTUK SEDIAAN ANALGESIK OPIOID 1.Morfin Tersedia dalam bentuk sediaan 10 mg (intermediate release); 10;15;30 mg (sustained release) 2.Fentanil (injeksi) 3.Pethidin (injeksi) 4.Kodein (tablet, dikombinasi dengan parasetamol) 5.Methadone Tablet 6.Tramadol tablet Mengapa methadone menjadi terapi pengobatan yang digunakan untuk mencegah efek putus obat / withdrawal syndromepada pasien pecandu morfin Rejimen dosis morfin dan metadon Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN B. Analgesik Non Narkotika Macam obat antiinflamasi non steroid Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 6 - 7Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 4 (empat) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Efek prostaglandin dalam Tubuh Macam Prostaglandin dan reseptornya B. Analgesik Non Narkotika Digunakan untuk nyeri ringan sedang Memiliki aksi thd nyeri akibat proses inflamasi, sehingga beberapa obat memiliki aktivitas antiinflamasi Mekanisme kerja : menghambat aktivitas enzim Siklooksigenase ( COX ) ADR NSAIDs Mekanisme kerusakan fungsi ginjal pada penggunaan NSAIDs jangka panjang Profil NSAIDs-Toksisitas Saluran Cerna Tahapan Pelaksanaan Nyeri Terapi Farmakologi Tahap I : analgesik non opiat Tahap II : NSAID + adjuvant Tahap III : Analgesik opiat lemah NSAID ajuvan Tahap IV : analgesik opiat kuat NSAID ajuvan Terapi Non Farmakologi Nyeri akut : pendekatan psikologi, olahraga ringan Nyeri Kronik : terapi psikologi dansupportive therapy Kasus Nyeri 1. Kasus 1 Tn. Y, 68 thn, MRS dgn keluhan nyeri di bagian persendian. RPD: -. TTV: TD 130/80, suhu 37 C, nadi 78x/menit, RR 20x/menit. Diagnosa: artritis. Terapi yang diberikan: piroksikam 20 mg OD. Analisa kasus tersebut dgn metode FARM 2. Kasus 2 Ny. Z, 56 thn, didiagnosa mengalami osteoartritis (OA). Dokter memutuskan untuk memberikan terapi dgn NSAID untuk mengatasi OA-nya. RPD: IHD (ischemic heart disease). Berdasarkan kasus tersebut, bagaimana rekomendasi Saudara mengenai pilihan NSAIDuntuk Ny.Z, berikan alasannya? Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN FARMAKOTERAPI SAKIT KEPALA Sakit kepala mrpk salah satu bentuk nyeri / pain Sakit kepala - Simptomatis - idiopatik Klasifikasi sakit kepala menurut IHS ( International Headache Society ) Sakit Kepala Primer 1.Migrain 2.Tension type 3.Cluster Headche Sekunder --- sakit kepala yang merupakan gejala dari suatu penyakit (misalnya kanker otak, dll) Migrain dan cluster termasuk vaskular headache Tension headache termasuk nonvaskular headache Tujuan Terapi Sakit Kepala 1.Pengobatan sakit kepala akut harus dapat mengurangi rasa nyeri dan gejala yang menyertainya 2.Pencegahan harus dapat mengurangi frekuensi dan keparahan serangan dan meningkatkan kualitas hidup pasien 3.Perbaikan gaya hidup 4.Pemilihan obat sakit kepala harus memperhatikan kondisi kesakitan dan dapat mencapai efikasi maksimum dengan efek samping minimal Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 8 9Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 7 (tujuh) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 MIGRAINE Sakit kepala berat, berdenyut denyut, unilateral, berpindah dari satu sisi kepala ke sisi yang lainSering dimulai dgn berbagai gejala prodomal ( gejala yang menyertai, timbul sblum nyeri ) yaitu mual, sensitif thd cahaya, suara, dan bau; diikuti dgn aura ( penglihatan kabur, berkelip-kelip, berkunang-kunang ) Epidemiologi Di AS, 18,2 % pada wanita, 6,5 % pada pria tiap tahunnya Prevalensi migrain bervariasi tergantung pada usia dan jenis kelamin -usia < 12 th, migrain lebih sering terjadi padalaki-laki disbanding perempuan -usia > 12 th, migrain lebih sering terjadi pd perempuan, 2-3 X lebih tinggi -Prevalensi tertinggi pada usia 35 45 thn Studi di AS -92 % perempuan dan 89 % laki-laki headache-related disability - 53 % severely disable or needed bed rest Patofisiologi Picuan migrain

Vasospasme refleks dari berbagai arteri di kepala tmsk arteri pensuplai darah otak Vasokonstriksi a.intraserebral mengaktivasi sy.trigeminal Iskemia bagian otakmelepaskan senyawa peptida( CGRP-calcitonin Gene- Related Peptide, neurokininA, substance P ) Gejala prodormal ( mual,aura visual dll) dilatasi pembuluh darah and dural plasma ekstravasasi inflamasi perivaskular ketk darah melewati p.d tsb saraf-sarafdisekitarnyamentransmisikan impuls ke otak NYERI Pada migrain disebabkan karena VASOKONSTRIKSI pembuluh darah cerebral yang terjadi 15 menit,kemudian berbalik menjadi VASODILATASI yang kuat VASODILATASI ini yang menyebkan nyeri dan kepala berdenyut denyut VASODILATASI diberi VASOKONSTRIKTOR NYERI diberi ANALGESIK (mis.NSAID)

Untuk profilaksis migrain : diberi vasodilator pembuluh darah cerebral Untuk migrain akut : diberi vasokonstriktor pembuluh darah cerebral e Pemicu migrain : 1.Emosi dan stres2.Respon thd stimulan yang berlebihan ; suara bising, cahaya silau, makanan 3.Bau-bauan tajam, perubahan hormonal, cedera otak Keterlibatan neurotransmiter ( what and how ? ) Serotonin, 5HT1B, 5HT1D -Agonis Serotonin : Vasokonstriktor p.d cerebral -Antagonis Serotonin : Vasodilator p.d cerebral Sasaran Terapi akut 1.Menghilangkan nyeri dengan analgesik 2.Mengatasi vasodilatasi cerebral pd fase akut dgn sumatriptan atau ergotamine 3.Menghilangkan gejala prodormal Penatalaksanaan Terapi Terapi Farmakologi 1. Berdasarkan tujuan : Profilaksis untuk kasus > sekali tiap bulan, dan biasanya berat TERAPI PROFILAKSIS : antagonis beta-adrenergik, antidepresan, antikonvulsan, antagonis serotonin, Ca bloker, NSAID, vit B2 Terapi utama : antagonis beta-adrenergik -Anti depresan bukan terapi utama, dosis yang digunakan rendah -NSAID dan B2 merupakan adjuvan Akut-Terapi spesifik : ergot dan triptans-Terapi non spesifik : NSAID, antiemetik 2. Berdasarkan Tingkat keparahan dari migrain (akutmigrain) Serangan ringan : parasetamol , NSAID Serangan sedang : NSAID,NSAID + Codein triptans, dihidroergotamin Serangan berat : injeksi dihidroergotamin, jika disertai mual / muntah dibri metochlopramide ^Terapi Non Farmakologi Kompres esIstirahat dan tidurJauhi stres dan kebisingan Olahraga teatur dan pola makan teratur Hindari rokok dan alcohol CLUSTER HEADACHE Sakit kepala berkelompok,the most severe of the primary headache,terjadi dlm rangkaian dan bisa hilang nyerinya u/ berminggu-minggu, brbulan-bulan bahkan bertahun tahun ( nyeri kepala periodik ) Menyerang di daerah mata atau hidung Unilateral Lebih jarang dijumpai dibanding migrain, ttp fisiologinya sama shg terapinya pun sama Sakit kepala dalam satu periode biasanya tjd antara 15 menit 3 jam, ttp umumnya kurang lebih 30- 45 menit Epidemiologi + Prevalensi 0,4 % pada laki-laki, 0,08 % pada perempuan +Frekuensi tjd pd laki-laki 4-7 X lebih tinggi dibanding perempuan +Dpt terjadi pada segala usia, tetapi plg banyak tejadi di usia akhir 20-an Patofisiologi Pemicunya tidak sebanyak migrain, yang paling utama krn alkohol dan merokok Melibatkan aktivasi sy.trigeminovaskular pelepasan neuropeptida vasoaktif inflamasi pada sinus cavernous nyeri pada bagian muka Proses ini juga melibatkan serotonin Bersifat vaskular, disebabkan aktivitas p.d yang tidak normal dilatasi p.d yang berlebihan di sekitar salah satu organ mata Gejala : warna kemerahan di wajah, unilateral. Keluar air mata, hidung berair, tanpa disertai gejala mual, atau sensitivitas thd cahaya, suara Strategi Terapi ( mirip dgn migrain ) Menghilangkan nyeri dgn analgesik Mencegah vasodilatasi cerebral Penatalaksanaan Terapi Profilaksis : Ca Chanel bloker, ergotamin, metisergid, anti inflamasi Akut : derivat ergotamin, sumatriptan, pemberian oksigen TERAPI PROFILAKSIS ERGOTAMIN VERAPAMIL KORTIKOSTEROID TENSION HEADACHE Nyeri akibat kontraksi terus menerus dari otot kulit kepala, dahi dan leher disertai vasokonstriksi ekstrakranial Ditandai dgn perasaan tegang yang menjepit kepala dan nyeri daerah oksipitoservikal Epidemiologi Sakit kepala yang sering dialami Prevalensi perempuan > laki-laki Patofisiologi Faktor pemicu : stres, ketegangan, emosi kontraksi otot di kepala, leher, punggung atas Dapat jg disebabkan karena ketidakseimbangan biokimia di otak, faktor psikologi seperti depresi dan kebingungan Dikarakteristik dgn perasaan menekan yang tidak enak pada leher, pelipis, dahi, terkadang leher terasa kaku, umumnya bilateral Tergolong nyeri ringan, tetapi berlangsung lama Sasaran Terapi dan Terapinya Menghilangkan rasa nyeri, dengan analgesik Terapi non farmakologi : merelaksasi otot Penatalaksanaan Terapi Usahakan jangan menggunakan obat Obat penenang tdk menguntungkan faktor ESO Pencegahan : latihan peregangan, teknik relaksasi otot Terapi obat : cukup gunakan NSAID, jk pasien gelisah dan tegang dapat diberi diazepam ( hati-hati ESO ) FARMAKOLOGI KLINIK 1.NSAID 2.MUSCLE RELAXANT (DIAZEPAM) Kasus Migrain Ny.K,42thn,seorangwanitakarier.Duabulanterakhirini,Ny.Kseringkali merasakan kepala bagian kiri berdenyut-denyut. Rasa berdenyut-denyut ini terkadang berpindahkesisiyanglain.Hampirsetiap2minggu,sakitkepalainimenyerang Ny.K. Menurut Ny.K, hal ini dirasakan sejak permasalahan keluarga yang dialaminya. Sejak 2 bulan yll pula, Ny.K seringkali merasa sulit tidur sehingga sakit kepala yang dirasakan semakin lama semakin berat. Untuk pengatasan rasa sakit kepalanya, Ny.K mengkonsumsiPanadolextra1tabletdanuntukmengatasikesulitantidurnyaNy.K mengkonsumsitabletCTM2mg.Akhirnya,Ny.Kmemeriksakandirinyakedokter, dan didiagnosa mengalami migrain disertai depresi. RPD: -.Tanda-tanda vital: dalam batas normal. Bila Anda sebagai farmasis; -Bagaimana analisa anda mengenai obat yang selama ini dikonsumsi oleh Ny.K? -RekomendasiapayangAndasampaikankpdDokterterkaitterapifarmakologiterbaikuntukNy.K,jelaskan! Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN Definisi Berasal dari kata Yunani : epilembanein serangan PERDOSSI : manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, namun dengan gejala tunggal khas, yakni serangan berkala yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron neuron otak secara berlebihan Manifestasi utama dari epilepsi adalah kejang / seizure Epidemiologi Setiap tahun, 120 dari 100.000 penduduk di US berobat karena memiliki indikasi kejang / seizure dan 8 %nya mengalami kejang paling tidak satu kali Tiap tahunnya, kira kira ada sekitar 125.000 kasus baru epilepsi, dan 30 %nya berumur kurang dari 30 tahun Kejadian kejang yang pertama kali : - newborn and young children - > 65 tahun Di Indonesia, sedikitnya ada 1.000.000 2.000.000 orang penyandang epilepsi ( PERDOSSI ) Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 10 - 12 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 10 (sepuluh) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Etiologi Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. epilepsi primer / idiopatik 2. epilepsi sekunder Penyebab spesifik dari epilepsi : Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin / kehamilan ibu Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran : hipoksia, kerusakan karena tindakan, dll Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak Tumor otak, terutama pada anak anak Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak Radang atau infeksi Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan Faktor pencetus terjadinya serangan pada penyandang epilepsi, diantaranya yaitu : -Kurang tidur -Stres emosional -Infeksi -Obat obat tertentu -Alkohol -Perubahan hormonal -Terlalu lelah -Fotosensitif Patofisiologi +An abnormality of potassium conducytance +A relative deficiency of inhibitory NT or an increase in excitatory NT Klasifikasi kejang dan tipe epilepsy Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi : Partial seizures / serangan kejang parsial / fokal: serangan parsial sederhana; serangan parsial kompleks Generalized seizures / serangan kejang umum a. absence / petit mal b. tonic - klonic ( grand mal ) c. myoclonic seizures d. atonic seizures Serangan epilepsi tak terklasifikasikan, misalnya gerakan ritmis pada mata, gerakan mengunyah dan berenang Status epileptikus Klasifikasi Epilepsi beserta tanda klinisTonic clonic : bentuk yang paling banyak terjadi Pasien tiba tiba jatuh, kejang, nafas terengah - engah, keluar air liur Bisa terjadi ngompol, menggigit lidah Terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur Absence attacks = petit mal Jenis yang jarang Umumnya hanya terjadi pada masa anak anak atau awal remaja Penderita tiba tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan mata terkulai Kejadiannya Cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari Myoclonic seizures Biasanya terjadi pagi hari, setelah bangun tidur Pasien mengalami sentakan yang tiba tiba Atonic seizures Jarang terjadi Pasien tiba tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera recovered Serangan parsial sederhanaPasien tidak kehilangan kesadaran Terjadi sentakan sentakan pada bagian tertentu dari tubuh Serangan parsial kompleks Pasien melakukan gerakan gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis Pasien mengalami penurunan kesadaran Sasaran Terapi Mengontrol supaya tidak terjadi kejang Mengeliminasi ADR Prinsip umum terapi Epilepsi 1.Monoterapi lebih baik daripada politerapi 2.Meminimalkan penggunaan anti epilepsi yang sedatif 3.Mulai dengan dosis terkecil 4.Adanya variasi individual 5.Lakukan monitoring kadar obat dalam darah 6.Kepatuhan pasien Fokus Terapi Epilepsi -Pada GABA -Aktivitas neuron yang terkait dengan kanal Na ( depolarisasi ) -Ca yang masuk ke dalam neuron Strategi Terapi 1.Mencegah atau menurunkan muatan listrik syaraf yang berlebihan, yaitu melalui perubahan pada kanal ion atau modulasi NT 2.Mengurangi penyebaran picuan dari fokus serangan Tatalaksana terapi epilepsi Mekanisme Kerja Obat * EFEK SAMPING OBAT ANTIEPILEPSI Interaksi Obat antiepilepsi-antiepilepsi Interaksi obat antiepilepsi obat non antiepilepsi Terapi antiepilepsi pada Wanita Hamil Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian OAE pada wanita hamil dengan epilepsi ( termasuk pada golongan wanita dengan epilepsiyang merencanakan hamil, yaitu : Petunjuk penatalaksanaan wanita dengan epilepsi yang merencanakan hamil Resiko untuk terjadinya malformasi berat, anomali minor dan dysmorphic pada bayi bayi yang ibunya menderita epilepsi dan menerima OAE adalah 2-3 kali lipat dibandingkan resiko pada bayi-bayi yang ibunya tidak menderita epilepsi Ada kemungkinan bahwa resiko tadi disebabkan karena predisposisi genetik pada keluarga tertentu. Perlu dilakukan anamnesis yang cermat thd keduabelah pihak orangtua perihal cacat bawaan Perlu dilakukan pembicaraan tentang kemungkinan diagnosis prenatal sehubungan dengan adanya malformasi berat. Apabila digunakan valproat atau CBZ maka kemungkinan pemeriksaan amniosentris dan USG untuk berbagai jenis malformasi berat dapat dikerjakan pada umur kehamilan 18 22 minggu Efek kejang tonik-klonik terhadap janin selama kehamilan belum diketahui secara jelas. Bagaimanapun juga, kejang tonik-klonik dapat mengganggu janin, mencederai ibu bahkan dapat mengakibatkan abortus atau persalinan prematur Diet sebelum konsepsi harus disertai asam folat Apabila penderita bebas serangan, minimal selama 2 tahun ( mis. bebas dari absence, parsial kompleks dan kejang tonik-klonik ) maka perlu dipertimbangkan untuk menghentikan OAE Apabila diindikasikan menggunakan OAE, berikan OAE secara monoterapi Usahakan, bila mungkin, memberi OAE dengan dosis dan kadar dalam serum yang paling rendah tetatpi cukup efektif dalam menangani epilepsinya Petunjuk pemberian OAE selama hamil, yaitu : Gunakanlah obat pilihan pertama yang sesuai dengan jenis serangan epilepsi Laksanakan prinsip monoterapi dengan dosis dan kadar dalam serum yang paling rendah dan efektif untuk melindungi terhadap serangan tonik klonik Hindari penggunaan valproat atau CBZ bila ada riwayat keluarga ttg defek neural-tube Hindari politerapi Pantaulah kadar OAE dalam serum secara teratur Teruskanlah pemberian asupan asam folat setiap harinya Apabila diberikan valproat, hindari kadar dalam serum yang tinggi, bagilah pemberiannya dalam dosis twerbagi 3 4 kali per hari Pada pasien yang diindikasikan mendapat valproat atau CBZ, diupayakan untuk dilakukan pemeriksaan alfa-fetoprotein pada umur kehamilan 16 minggu dan pemeriksaan USG pada kehamilan 18 19 minggu, untuk mengetahui defek neuraltube. USG pada kehamilan 22 24 minggu dapat mendeteksi sumbing dan kelainan jantung Penambahan suplemen vitamin K unuk mencegah gangguan koagulasi pada neonatal Pemberian terapi OAE pada wanita hamil perlu adanya beberapa hal yang harus diperhatikan :termasuk kemungkinan terjadinya peningkatan serangan kejang, komplikasi pada kehamilan dan efek pada janin.Kira kira 25 30 % wanita hamil dengan epilepsi mengalami peningkatan terjadinya serangan kejang selama kehamilannya Peningkatan serangan kejang dapat disebabkan karena penurunan ambang rangsang serangan ataupun akibat penurunan konsentrasi OAE ( berdasarkan data : adanya peningkatan klirens dari phenitoin, CBZ, phenobarbital, ethosuximide, lamotrigin dan klorazepat ) juga terlihat adanya perubahan jumlah obat yang terikat protein Perubahan ADME dari OAE dimulai dari 10 minggu pertama kehamilan dan dapat kembali normal sekitar 4 minggu setelah melahirkan ( CBZ dan Phenobarbital > phenitoin ) OAE yang potensial menyebabkan neural tube defect ( resiko bayi yang dilahirkan mendapat heart malformations = pembentukan cacat atau abnormal dari organ jantung, orofacial cleft = kecacatan pada daerah wajah bayi ; sumbing ,dll ) Pemberian terapi dgn Asam valproat dan CBZ potensial penyebabkan spina bifida anomali perkembangan yang ditandai dengan kelainan penutupan selubung tulang pada medula spinalis, dimana selaput meninges dapat menonjol keluar dan hypospadias ( anomali perkembangan dimana uretra pria bermuara pada sisi bawah penis atau pada perineum laki laki ; anomali perkembangan pada wanita dimana uretra bermuara ke vagina wanita ) Akibat lain penggunaan OAE pada wanita hamil : gangguan mental, psikomotor, dan pertumbuhan Wanita hamil dengan epilepsi juga potensial mengalami keguguran dan 10 20 % dari bayi yang dilahirkan dengan BB rendah Perlu adanya pemberian asam folat ( masa prenatal, dan vitamin K ( bulan bulan terakhir masa kehamilan ) Kasus epilepsi An.K,9thn,21kgdidiagnosamenderitaepilepsyjenistonikklonikberdasarkan kondisi klinis maupun gambaran EEGnya. Riwayat penggunaan obat: fenitoin 2 X 90 mg po sejak 3 tahun yang lalu. Sejak 2 hari yang lalu, An.K mengalami kejang, kemudiankontrolkedokterspesialissarafyangselamainimenangani penyakitnyadanterapiyangdiberikanadalahcarbamazepine3X150mgpodan fenitoin 2 X 90 mg. Pertanyaan: a.Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian pada an.K?b.Parameter apa saja yang perlu dimonitoring? Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN STATUS EPILEPTIKUS Definisi Status Epilepticus (SE) adalah : Epidemiologi Kesulitan untuk mencari data prevalensi SE, disebabkan karena ketidakakuratan dalam: -pencatatan data umur pasien -Penyebab terjadi serangan -Tipe serangan -Lama terjadinya serangan Prevalensi di dunia terjadinya SE diperkirakan 1.2 5 juta kasus per tahun, dengan angka kejadian sekitar 100.000 152.000 kasus / tahunnya di US Etiologi Beberapa studi memberikan data yang bervariasi tentang faktor penyebab dari SE Beberapa kejadian SE yang terjadi pada jenis epilepsi yang telah diketahui, disebabkan karena :-Acute anti-convulsant withdrawal -Metabolic disorder -Concurrent illness -Progression of a preexisting neurologic disease Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 13Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 4 (empat)Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Any seizure lasting longer than 30 minutes whether or not consciousness is impaired, or Recurrent seizures without an intervening period of consciousness between seizures Secara garis besar, penyebab umum dan besarnya angka rata rata kejadian mortalitas pada anak dan dewasa, dapat dilihat pada tabel berikut : Penyebab Ped. (n=200) % SE cases (% mortality) Adult (n=512) % SE cases (% mortality ) TYPE I Infeksi 55 (5) 6 (35) Infeksi CNS 11 (0) 2 (20) Metabolik20 (5)12 (36) Level AED rendah 16 (0) 24 (7) Alkohol 0 (0) 13 (8) Idiopatik 6 (0) 13 (18) TYPE II Anoksia / hipoksia 27 (13) 14 (65) Tumor CNS 3 (50) 5 (22) CVA 5 (0) 26 (27) Drug overdose 5 (0) 3 (23) Hemorrhage 5 (11) 4 (35) Trauma 13 (0) 3 (23) Remote causes 33 (5) 7 (13) Patogenesis Umumnya kejang dapat berhenti setelah 5 menit karena ada mekanisme dari NT inhibitori yang menyeimbangkan neurotransmiter eksitatori Sampai saat ini, belum diketahui jelas mengapa mekanisme yang mengkontrol homeostasis neuron pada kasus SE menjadi tidak ada sehingga kejang yang terjadi dalam waktu yang cukup lama Meski demikian, awal dari terjadinya kejang disebabkan karena tidak seimbangnya antara neurotransmitter eksitatori dan neurotransmitter inhibitori Selama terjadi SE, akivasi glutamat ( neurotransmitter eksitatori ) pada reseptornya (NMDA dan AMPA reseptor) menyebabkan pembukaan kanal kalsium dan natrium. Masuknya ion ion tersebut menyebabkan DEPOLARISASI Aktivasi glutamat bukan satu satunya penyebab dari SE, diduga ada mekanisme lain yang juga berperan dalam terjadinya peningkatanlamanya serangan terjadi Patofisiologi Diduga ada dua tahapan yaitu, : 1.Fase I terjadi dalam 30 menit pertama terjadinya serangan kejang 2.Fase II terjadi pada saat 60 menit selanjutnya Selama fase I, dalam plasma terjadi peningkatan epinephrin, norepinephrine dan konsentrasi steroid yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah, takikardi dan aritmia Selama fase II, kadar glukosa darah normal atau dapat mengalami penurunan, juga terjadi peningkatan prolaktin, GH, dll Sasaran TerapiSasaran terapi utama untuk penderita Status Epilepticus adalah untuk mencegah atau menurunkan terjadinya kerusakan otak melalui penghentian aktivitas serangan kejang sesegera mungkin Status epileptikus adalah kejang yg terjadi selama 5 menit atau lebih, atau kejang 2 kali/lebih tanpa pemulihan kesadaran diantara 2 kejadian tsb Frekuensi serangan tinggi, jeda waktu antar serangan sempit Merupakan kondisi darurat yg memerlukan pengobatan yg tepat utk meminimalkan kerusakan permanent maupun kematian Selama status epileptikus, harus diberikan suplemen oksigen, dimonitor kemungkinan hipertermia MACAM OBAT EPILEPSI BERDASARKAN MEKANISME : 1.Meningkatkan transmisi inhibitory GABAergik sehingga memacu aktivitas GABA -Agonis GABA, bekerja di sisi modulator dr reseptor GABA (meningkatkan aksi GABA) Contoh : fenobarbital, barbiturat, benzodiazepin -penghambat GABA transaminase ~ menghambat peruraian GABA mjd succinic semialdehid, shg jml GABA di celah sinaptik tetap tinggi -Penghambat GABA transporter ~ reuptake GABA dihambat 2.Menurunkan nilai ambang rendah arus ion CA (tipe T) yaitu dgn menurunkan arus ion Ca. Contoh : etoksusinid, valproat 3.Menginaktivasi kanal Na sehingga menghambat penyebaran impuls. Contoh: valproat, carbamazepin, fenitoin, lamotrigin Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN KEJANG DEMAM DEFINISI Suatu kejadian kejang yang terjadi saat masa anak-anak dan bayi (umumnya terjadi pada usia 3 bulan - 5 tahun, berhubungan dengan demam, tetapi tidak ada bukti infeksi intrakranial atau penyebab pasti (konsensus dari National Institute oh Health, 1980) Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam) EPIDEMIOLOGI Anak-anak berusia 6 bulan - 5 tahun (prevalensi 2-4%) Maeda dkk: 9.7% (laki-laki 10.5% dan perempuan 8.9%) Bila anak berumur < 6 bulan, atau > 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pertimbangkan kemungkinan lain (infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam) Penelitian Prof Lumbatobing: Kejang berlangsung < 15 menit (58%), berupa kejang umum/general seizure (89%) Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 14 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 2 (dua) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 PATOFISIOLOGI Keadaan demam (terjadi kenaikan suhu 1C Kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen 20% Bila tdk terpenuhi, terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron Difusi ion K dan Na terganggu Lepasnya muatan listrik yang dapat meluas (dgn bantuan NT) ke seluruh sel ataupun ke membran sel yang berdekatan KEJANG SASARAN TERAPI Mengatasi kejang sesegera mungkin Memberikan pengobatan penunjang Memberikan maintenance therapy Mencari dan mengobati penyebab Mengatasi kejang sesegera mungkin Diazepam iv; diazepam per rectal Diazepam iv 0.3-0.5 mg/kg BB, dosis maksimal 20 mg Diazepam per rectal 0.5-0.75 mg/kg BB Bila kejang belum berhenti, diberikan fenitoin iv dgn dosis awal 10-20 mg/Kg BB Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN PENYAKIT PARKINSON Pendahuluan Dikenal pertama kali thn 1817 oleh DrJames Parkinson yi pada pasien dgn shaking palsy ( shake=gemetar; palsy=kelumpuhan) or paralysis agitans Diagnosis klinis penyakit parkinson : 4 gejala utama di bawah ini, yi: -Tremor -Rigiditas (kekakuan ) -Bradikinesia ( gerakan lambat ) -Instabilitas postural (tidak dapat mempertahankan posisi tubuhnya) Umumnya penyakit parkinson bersifat idiopatik disertai gambaran klinis yaitu : 1.wajah parkinson kurangnya ekspresi muka serta mimik muka ( seperti topeng, kedipan mata berkurang ), berminyak dan salivasi berlebihan karena berkurangnya reflek menelan ludah 2. Mikrografia, bila tangan yang dominan terlibat, maka tulisan secara gradual menjadi kecil dan rapat 3.Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir berbicara monoton dan volume yang kecil 4.Disfungsi otonom: terjadi inkontinensia Epidemiologi Kemunculan terkait dengan usia, umumnya muncul pada usia 60-an Penelitian epidemiologi : faktor lingkungan turut berperan: daerah yang tercemar logam berat ( mangan, merkuri) hidrokarbon tinggi ( polusi karbon monoksida) Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 15 -17 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 4 (empat) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Etiologi Ada 2 bentuk utama penyakit parkinson berdasarkan penyebabnya, yi1.Parkinsonidiopatik ( kira-kira 7 dari 8 kasus ), umumnya karena pengaruh penuaan / degenerasi syaraf yang mengakibatkan produksi dopamin menurun dan aktivasi kolinergik yang berlebihan 2.Parkinson simptomatik, disebabkan karena cedera, keracunan atau pemakainan obat obat tertentu ( terutama obat yang menekan aksi dopamin, yaitu obat-obatan antihipertensi ( reserpin-deplesi dopamine di otak; Memblok reseptor dopamin di otak yaitu gol phenothiazine dan beberapa obat=obatan yang dapat menimbulkan parkinson-like syndrome, yaitu; amitriptyline ; carbamazepine; butyrophenon (Haloperidol) Patofisiologi Naturally occuring parkinsonism penyebab alamiah dari penyakit parkinson merupakan penyebab yang tidak pasti dan terkait dengan penambahan usia mulai 50-an-60-an. Keadaan patologisnya dikarakteristik dengan penurunan dopamin dan degenerasi syaraf dopaminergik pada jalur serabut syaraf/nigrostriatal tract yang secara normal menghambat aktivasi syaraf GABA-ergik. Sebagian besar reseptor dopamin postsinaptik adalah reseptor D2. Penurunan jumlah NT dopamin mengakibatkan aktivasi dari eksitatori dari Asetilkolin

Sasaran Terapi1.Meningkatkan jumlah dopamin di otak 2.Mengontrol asetilkolin Tujuan Terapi Memperbaiki keseimbangan antara aktivitas dopaminergik dan asetilkolinergik dan mencegah degenerasi syaraf lebih lanjut Penyakit parkinson bersifat progresif dan sulit disembuhkan, maka terapinya bersifat simptomatik Prinsip Terapi -Terapi dilakukan perlahan-lahan -Jaga terapi pada dosis efektif terendah -Hentikan terapi secara bertahap (jika memunginkan)-drug holiday Strategi Terapi 1.Meningkatkan dopamin endogen, dengan cara : -Menghambat sintesis dopamin perifer -Penghambatan COMT -Menghambat metabolisme dopamin oleh MAO 2.Agonis Dopamin 3.Antikolinergik Terapi Farmakologi 1.Levodopa ( L-dopa) -Digunakan bersama dengan Carbidopa atau benserazide -Efek Farmakologik: meredakan gejala bradykinesia; Tidak menyembuhkan parkinsonism; Respon berkurang seiring waktu shg dapat mengalami progresivitas penyakit -Toksisitas : sebagian besar bersifat dose-dependent, yaitu: Efek pada sistem gastrointestinal anoreksia, nausea, dan emesis. Efek ini dapat dikurangi dengan menggunakan obat ini dalam dosis terbagi. Emesis akibat Levodopa umumnya dapat ditoleransi setelah beberapa bulan Efek pada sistem kardiovaskularHipotensi postural sering terjadi, umumnya pada tahap awal pengobatan. Efek lain seperti takikardi, cardiac arythmias (jarang) Dyskinesias (abnormality or impairment of voluntary movement)Bahavioral effects : ansietas, agitasi, confused, delusions, halusinasi dan depresi 2.Bromokriptin -suatu senyawa alkaloida ergot -Bromokriptin dapat digunakan bersama levodopa atau obat antikolinergik pada pasien intolerate thd Levodopa -Toksisitas : = Levodopa, lebih sering terjadi dibandingkan Levodopa.-Sama dengan Levodopa, Bromokriptin dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat psycosis. -Bromokriptin dapat menyebabkan pulmonary infiltrates dan erythromelalgia ( miscellaneous effects ) -Lain-lain: dapat digunakan sebagai terapi untuk menekan hormon prolaktin 3.Amantadine -Efek farmakologik : dapat meredakan bradykinesia, rigidity, dan tremor tetapi umumnya hanya efektif untuk beberapa minggu saja. - Amantadine jugamemiliki efek anti viral -Toksisitas :Behavioral effect : restlessness, agitasi, insomnia, confusion, halusinasi, acute toxic psychosis Miscellanous effects : gangguan gastrointestinal, retensi urin, postural hipotensi Peripheral edema, yang berespon thd diuretik 4.Selegiline -dapat meningkatkan jumlah dopamin intracerebral -Digunakan sebagai terapi tambahan pada penggunaan levodopa 5.Acetylcholine-blocking ( Antimuscarinic ) drugs : Trihexyphenidyl -meredakan tremor dan rigidity,tidak pada bradykinesia -Potensi dan efikasi obat ini berbeda untuk tiap individu. -Adverse effects : typical of atropin like drug. -CNS toxic effects : drowsiness, inattention, confusion, delutions, dan halusinasi Prinsip pemilihan Obat Antiparkinson 1.Manifestasi klinis penyakit parkinson yang nampak pada pasien, contoh: + gejala tremor: L-dopa; antikolinergik;amantadine(ketiga obat ini kurang efektif untuk gejala bradikinesia. Ketiga obat ini efektif untuk mengatasi disability pada pasien yang mengalami penyakit parkinson pada beberapa tahun pertama. 2.Ada/tidaknya kontraindikasi pada pasien akan penggunaan obat antiparkinson TugasTerapi penyakit Parkinson dengan obat alami dan terapi non farmakologi Kasus Parkinson Tn. M, 65 tahun, sudah dua tahun ini didiagnosa mengalami Parkinson. Terapi farmakologi yang digunakan adalah L-Dopa + Benzerazide dan Triheksipenidil (dosis sesuai) akhir-akhir ini Tn. M sering kali merasa pengelihatan ganda dan mulutnya kering. Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian pada kasus Tn. M? Terapi Penyakit Parkinson menggunakan obat alami; non farmakologi Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN DEPRESI (DEPRESSIVE DISORDERS) Pendahuluan Epidemiologi The National Comorbidity Survey Replication : 16.2 % populasi mengalami gangguan depresi dalam hidupnya, dan lebih dari 6.6 % mengalami gangguan ini dalam 12 bulan terakhirPerempuan memiliki resiko yang lebih tinggi 1.7-2.27 %, mengalami depresi ketika pada usia awal remaja-pertengahan 50-an dibanding pada laki-laki Gangguan depresi umumnya terjadi saat remaja, yang juga disertai dengan keterlibatan dalam penyalahgunaan obat, keinginan untuk bunuh diri Patofisiologi Pengertian Penyakit Secara garis besar, mood disorder (gangguan mood) dibedakan menjadi 2, yaitu : 1.Depressive disorder (unipolar) 2.Bipolar disorder : disebut juga maniac-depresive Depresi : gangguan/kekacauan pada perasaan/mood, suatu emosi yang meresap dan menetap yang dalam kondisi ekstrim sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap dunia.Komplikasi depresi yang tersering adalah bunuh diri. Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 18 - 20Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 7 (tujuh) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Etiologi Etiologi depresi sangat kompleks karena banyak faktor dapat terjadi scr bersamaan menyebabkan gangguan depresi pasien depresi menunjukkan adanya perubahan neurotransmitter otak, antara lain NE, 5-HT, DA Depresi bersifat genetik Patofisiologi Ada beberapa hipotesis mengenai patofisiologi depresi, yaitu: 1.Hipotesis amin biogenic (Biogenic amin Hypothesis) Pada masa lalu, ada anggapan, yaitu: -Obat antidepresan yang paling efektif bekerja dengan cara meningkatkan ketersediaan monoamin-Beberapa obat antihipertensi (mis.reserpin) bekerja dengan memblok dopaminergik, menyebabkan 15 % pasien mengalami depresi 2.Permissive hypothesis -Prang dkk (awal 1970) : kadar 5-HT yang rendah memungkinkan munculnya gannguan mood, tetapi kondisi ini juga melibatkan NE -Jika 5-HT kurang dari ambang batas bakat depresi -Jika 5-HT melebihi ambang batas tidak menjadi bakat -Jika kadar 5-HT rendah dan NE rendah maka terjadi depresi -Jika kadar 5-HT rendah tetapi NE tinggi maka terjadi mania Menurut hipotesis ini, peningkatan kadar 5-HT dapat memperbaiki kondisi sehingga tidak muncul bakat gangguan mood Prognosis Episode depresi yang tertangani dapat sembuh dalam 3 bulan, jika tidak tertangani bisa mencapai 6-12 bulan Umumnya depresi tidak dapat sembuh total dan dapat kambuh kembali jika ada pemicu 20-30 % pasien terapi obat mengalami gejala residual dan gannguan fungsi social Gejala dan Tanda Diagnosis :depresi sesungguhnya bukan karena medis, psikiatri, atau kerena obat tetapi pasien mengalami depresi karena memiliki bakat gangguan mood Gangguan depresi ditandai oleh satu/lebih major depressive episode. Satu major depressive episode ditandai oleh 5 atau lebih gejala, antara lain : -Perasaan tertekan/depresi sepanjang hari, hampir setiap hari -Kehilangan interest atau kesenangan thd hampir semua aktivitas -Berkurangnya BB secara signifikan atau bertambahnya BB, dengan penurunan atau kenaikan nafsu makan hampir setiap hari -Insomnia/hiperinsomnia -Kemunduran psikomotor -Kelelahan atau kehilangan energi -Perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak semestinya -Tidak bisa konsentrasi berpikir, daya ingat menurun -Secara berulang berpikir tentang ingin mati atau bunuh diri atau usaha bunuh diri -Meskipun keinginan/upaya perempuan untuk bunuh diri 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki, kesuksesan laki-laki untuk bunuh diri 3X lebih besar daripada perempuan 3. Teori Terbaru Pada pasien depresi, terjadi atrofi sel syaraf sehingga menyebabkan pengurangan volume, dan pengurangan reseptor 5-HT di hippocampus. Hippocampus : bagian otak dimana terdapat progenitor sel syaraf yang terus membelah dan membentuk sel syaraf baru Jenis Depresi 1.Depresi melankolis 2.Depresi musiman (seasonal) 3.Depresi post partum Sasaran Terapi Perubahan efek berupa mood pasien, yang dapat dipengaruhi kadar 5-HT dan NE diotak sasarannya adalah modulasi kadar 5-HT dan NE di otak dengan agen-agen yang sesuai Tatalaksana Terapi -Terapi non farmakologi: Psikoterapi; ECT -Terapi farmakologi Terapi non farmakologi Psikoterapi : untuk depresi ringan. Dibedakan menjadi 2, yaitu: interpersonal dan cognitive-behavioral therapy. Sebuah studi (Antonuccio, 1995): intervensi psikoterapi sama efektifnya dengan obat antidepresan, tidak ada efek samping, murah merupakan first line therapy pada depresi ringan Electroconvulsive Therapy (ECT) Terapi dengan menggunakan kejutan listrik Terapi yang aman dan efektif, tetapi dapat menimbulkan adverse effect seperti disfungsi kognitif Bukan merupakan pilihan utama terapi non farmakologi ECT dilakukan bila : diperlukan respons yang cepat, terapi dengan obat tidak/kurang menimbulkan respon Terapi Farmakologi Yaitu dengan menggunakan antidepresan (obat yang dapat menghilangkan depresi). 5 golongan antidepresan: 1. NE/5 HT reuptake inhibitors Cth. : Venlafaxine, bupropion, nefazodone, trazodone, maprotiline, mirtazapine, TCA-amitriptilin, clomipramine, doxepin, Imipramine, trimipraminedesipramine, nortriptiline, protriptiline, amoxapine 2. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) Cth. : Citalopram, escitalopram, Fluoxetine, Fluvoxamine, paroxetine, sertraline 3. MAO Inhibitors Cth. Phenelzine, Tranylcypromine 4. TCA : amitriptilin, nortriptilin, imipramin 5. Dibenzoxazepine : amoxapine Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan obat anti depresan, antara lain : -Sejarah riwayat pengobatan pasien -Faktor farmakogenetik -Jenis depresi Profil efek samping obat-obat antidepresi Kasus Depresi 1.Ny.Sinta,40th,1bulanterakhir,merasakannafsumakannyahilang, kehilangansemangatuntukmelakukanaktivitasapapun,kesulitan tidur/insomnia,sehinggapekerjaannyasebagaiseorangakuntanterbengkalai.HalinidirasakansejaksuamiNy.Sintameninggalduniaakibatsuatu kecelakaan.Sejakawalmenjadiseorangakuntan,Ny.Sintadikenalseorang yang workaholic. Kebiasaan Ny.Sinta berupa makan yang tidak teratur, selain juga kesibukannya yang luar biasa, mengakibatkan Ny.Sinta mengalami ulkus peptikum. Simetidin 400 mg tablet, 2 X sehari, yang diminum Ny.Sinta dapat mengatasi gangguan tersebut.BerdasarkangejalayangdialamiNy.Sintasaatini,Ny.Sintadidiagnosa mengalamidepresi.TerapiyangdiberikanuntukNy.Sintaadalahamitriptilin 125 mg tablet, 1 X sehari. Bagaimanaaplikasipharmaceuticalcare/asuhankefarmasianuntukkasus tersebut? Dan parameter apa yang perlu dimonitoring? Arahan Penyelesaian Kasus a.Terapkan salah satu metode (FARM; SOAP) b.Pelajari terapi ulkus peptikum dan depresi c.Berikan komentar pemilihan simetidin, dosisnya d.Berikankomentarpemilihanamitriptilin,CERMATIgejaladepresiyang dirasakan pasien e.Berikankomentarpadapenggunaansimetidindanamitriptilin,interaksi? Bagaimana manajemen/pengelolaannya mengenai hal tersebut f.Tekankan parameter monitoring adalah: efektivitas terapi; efek samping obat ( prevalensitinggi,pasiendgnfactorrisiko,ESOygmengancamjiwa)dan interaksi obat level signifikansi 1 dan 2 2.Tn. Bayu, 70 tahun, didiagnosa mengalami depresi sejak Tn Bayu merasakan beberapagejalasepertikehilangannafsumakan,anergia,tidakbisatidur.Riwayat penyakit yang dialami Tn. Bayu adalah gagal jantung, dengan terapi farmakologiyangdigunakanadalahdigoksintablet,furosemidetablet, suplemen kalium. Pilihan terapi maupun dosis yang diberikan untuk Tn Bayu sbgterapigagaljantungnyasudahsesuai,Untukterapidepresinya,Tn.Bayu mendapatkan terapi dengan imipramin 10 mg tablet, 1 X sehari. Bagaimanaaplikasipharmaceuticalcare/asuhankefarmasianuntukkasus tersebut? Dan parameter apa yang perlu dimonitoring? Arahan Penyelesaian Kasus a.Terapkan salah satu metode (FARM; SOAP) b.Berikankomentarpemilihanimipraminpdgagaljantung,maupun dosisnya c.Tekankanparametermonitoringadalah:efektivitasterapi;efek sampingobat(prevalensitinggi,pasiendgnfactorrisiko,ESOyg mengancam jiwa) dan interaksi obat level signifikansi 1 dan 2 3.Ny. Siti, 72 tahun, didiagnosa mengalami depresi sejak 2 bulan terakhir sejak kepergian anak semata wayangnya keluar negri. Terapi yang digunakan untuk mengatasi depresi yaitu Phenelzine tablet 1 X sehari. Bagaimanaaplikasipharmaceuticalcare/asuhankefarmasianuntukkasus tersebut? Dan parameter apa yang perlu dimonitoring? Arahan Penyelesaian Kasus a.Terapkan salah satu metode (FARM; SOAP) b.Berikankomentarpemilihanphenelzinepadausialanjut,maupun dosisnya c.Tekankanparametermonitoringadalah:efektivitasterapi;efek sampingobat(prevalensitinggi,pasiendgnfactorrisiko,ESOyg mengancam jiwa) dan interaksi obat level signifikansi 1 dan 2 4.An.Rio,8tahun,17kg,sejaksemingguterakhirmengurungdiridikamar, tidakmaumakandantidakmaulagimelakukanaktivitaskesehariannya sepertisekolah,bermain,tidur,dll.An.Riodidiagnosamengalamidepresi. Terapifarmakologiyangdigunakanadalahdesipramine10mg,1xsehari, malam hari. Bagaimanaaplikasipharmaceuticalcare/asuhankefarmasianuntukkasus tersebut? Dan parameter apa yang perlu dimonitoring? Arahan Penyelesaian Kasus a.Terapkan salah satu metode (FARM; SOAP) b.Berikankomentarpemilihandesipraminpdanak-anak,maupundosis dan waktu pemberiannya? c.Tekankanparametermonitoringadalah:efektivitasterapi;efek sampingobat(prevalensitinggi,pasiendgnfactorrisiko,ESOyg mengancam jiwa) dan interaksi obat level signifikansi 1 dan 2 Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN PENYAKIT SKIZOPHRENIA Epidemiologi Prevalensi schizophrenia di US sekitar 0.6 % - 1.9 % Umumnya terjadi pada usia 20 40 thn Prevalensi seimbang baik pada perempuan maupun pada pria, awal terjangkiti lebih cepat terjadi pada pria yaitu pada usia 20-an thn sedangkan pada perempuan pada akhir 20-an atau awal 30 thn Patofisiologi Definisi Istilah skizophrenia diciptakan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss) skhizo = split/membelah dan phren = pikiranterbelahnya antara emosi dan pikiran/intelektualmerupakan penyakit psikiatrik yang menunjukkan sindrom yang heterogen, antara lain : pikiran aneh dan tidak teratur, delusi, halusinasi, dan kegagalan fungsi psikososial Etiologi Tidak diketahui dengan pasti Penelitian menyebutkan adanya struktur dan fungsi otak yang abnormal Terdapat hubungan kuat antara sistem dopaminergik dan serotonergikJalur dopaminergik yang mempengaruhi terjadinya skizoprenia adalah jalur nigrostriatal (jalur dari substansia nigra menuju korpus striatum), jalur mesolimbik, dan jalur mesocortical Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 21 - 23 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 8 (delapan) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa reseptor dopamin yang terlibat adalah reseptor dopamin-2 (D-2), yaitu terjadi peningkatan densitas reseptor D-2.penderita skizoprenia juga terjadi perubahan struktur otak, yaitu ukuran bagian otak tertentu menjadi lebih kecil dibanding pada orang normal Hipotesa Skizoprenia terkait dengan NT dopamine -Umumnya obat antipsikotik mrmblokade reseptor Dopamin intraserebral (terutama reseptor D-2) dapat timbul gejala parkinsonism -Obat-obatan dengan mekanisme kerja agonis Dopamin(CTH.AMPHETAMIN, LEVODOPA) dapat mencetuskan terjadinya skizoprenia -Peningkatan dari densitas dari reseptor dopamin pada beberapa bagian di serebral-Hipotesa tersebut tidak diakui sepenuhnya karena obat antipsikotik hanya sebagian efektif pada kebanyakan pasien, dan obat efektif lainnya lebih memiliki afinitas untuk reseptor lain ( cth. D-4, 5-HT) -Blokade reseptor dopaminpada jalur mesocortical dan mesolimbic di SSP terkait dengan mekanisme kerja obat antipsikotik konvensional -Beberapa obat juga berefek sebagai antipsikotik tetapi juga memblokade alpha-adrenoreseptor -Afinitas Clozapin memblokade D-2 lebih lemah dibandingkan pada reseptor D-4 dan 5-HT-2a Berikut adalah tabel mekanisme kerja dari obat neuroleptik Obat D2 Block D4 Block 1 Block Muscarinic Block H1 Block 5HT2 Block Most phenothiazines&Thioxanthenes ++ - ++ + + + Thioridazine ++ - ++ +++ + + Haloperidol +++ - + - - - Clozapin - ++ ++ + - ++ Molindon ++ - + + + - Gejala dan Tanda Gambaran klinis skizoprenia sangat bervariasi Episode psikotik yang pertamakali mungkin terjadi secara tiba-tiba atau biasanya diawali dengan kelakuan yang dapat berupa menarik diri dari pergaulan, pencuriga, dan aneh.Pada episode akut, pasien kehilangan kontak dengan realitas Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder ed 4 (DSM-IV) membagi gejala skizoprenia menjadi 2 kategori, yaitu positif dan negatif

Gejala + Gejala - Delusions Alogia Halusinasi Emosi tumpul Prilakuaneh,tidak terorganisir Avolition Bicara tidak teratur Anhedonia/asosiality Ilusi Tidak mampu berkonsentrasi Beberapa contoh pertanyaan untuk menilai skizoprenia Delusion Apakah anda merasa bahwa orang-orang berkomplot melawan anda? Apakah anda merasa bahwa anda pernah diamati dan dimata-matai Apakah ada seseorang yang pernah mencoba mengacau atau mengganggu anda? Apakah orang lain bisa membaca pikiran anda ? Halusinasi Apakah anda mendengar suara yang orang lain tidak dengar ? Apa yang dikatakannya ? Berapa sering suara-suara itu muncul? Pernahkah anda mendengar nama anda dipanggil padahal tidak ada seorangpun di sekeliling anda ? Pernahkah anda melihat sesuatu yang aneh yang tidak dapat anda jelaskan ? Pasien didiagnosis menderita skizoprenia jika gejala gejala ( positif dan negatif ) muncul secara terus-menerus ( sedikitnya 6 bulan ), dgn sedikitnya 1 bulan telah menunjukkan gejala-gejala tersebut -Pasien skizoprenia tidak mampu belajar dari pengalaman -Pasien skizoprenia tidak mampu memahami pentingnya pengobatan -Pasien mengalami episode sembuh, umumnya mengalami tanda-tanda residual Prognosis Cukup baik jika pemicunya diketahui, sejarah pre-morbid bagus dan ada dukungan keluarga 20-30 % kemungkinan bisa kembali normal 20-30 % mengalami perbaikan / gejala berkurang 40 60 % mungkin tidak akan kembali normal seumur hidupnya Sasaran Terapi Bervariasi, berdasarkan fase dan keparahan penyakit Pada fase akut, mengurangi atau menghilangkan gejala psikotik Pada fase stabilitasi, mengurangi resiko kekambuhan dan meningkatkan adaptasi pasien terhadap kehidupan dalam masyarakat Strategi Terapi Menggunakan obat-obat antipsikotik/neuroleptik Tatalaksana Terapi 1.Terapi non-farmakologi : -Psikoterapi : terapi tambahan, terutama jika pasien sudah berespon thd obat -Rehabilitasi : pelatihan berbagai skills ( living skills, social skills,etc ) -Family education 2.Terapi Farmakologi, dibedakan 2 jenis obat, yaitu Obat tipikal ( tradisional atau konvensional, generasi pertama ) Cth. : CPZ, Fluphenazine, Haloperidol, Loxapine, Molindon, Mesoridazine, Pherphenazine, Thioridazine, thiothixene, trifluoperazine Obat atipikal ( generasi kedua ) Cth. Aripiprazole, clozapine, olanzapine, quetiapine, risperidone, ziprasidone Perbedaan antara Gol tipikal vs Atipikal Pada pemberian terapi farmakologi pasien skizoprenia, dapat dibedakan menjadi 3 tahap, yaitu : 1.Terapi serangan akut Tujuan terapi ( 7 hr pertama ) : mengurangi agitasi,hostility, agresi dan anxiety. Terapi : -dapat diberikan gol BDZ (lorazepam 2 mg setiap 30 menit) terbukti efektif mengurangi agitasi dan mengurangi dosis obat antipsikotik yang dibutuhkan dan mengurangi efek samping. -Bila terjadi agitasi berat, dapat diberikan obat potensi tinggi, haloperidol 2-5 mg im setiap 60 menit TipikalAtipikal - Generasi pertama/lama - Memblok reseptor D2(dopamine) - Efek samping ekstra piramidal besar - Efektif untuk mengatasi gejala positif. - Generasi kedua/baru - Memblok reseptor 5-HT2, blockade dopamine rendah - Efek samping ekstra piramidal lebih kecil - Efektif untuk mengatasi gejala positf dan negatif. 2.Terapi stabilisasi : dilakukan setelah 2 minggu Terapi yang dilakukan pada minggu ke 2-3 = terapi stabilisasi Tujuan : meningkatkan sosialisasi dan perbaikan kebiasaan (self care habits ) dan perasaan -Diperlukan terapi 6-8 minggu untuk mendapat respon yang diharapkan -Pada pasien kronis, diperlukan 3-6 bln -Terapi dilakukan dengan obat atipikal ( obat tipikal : dosis ekuivalen CPZ 300-1000 mg ) -Terapi tidak bisa menyembuhkan, hanya mengurangi gejala 3.Terapi pemeliharaan : terapi jangka panjang Tujuan : mencegah kekambuhan -Umumnya pasien skizoprenia yang tidak mendapat pengobatan akan kambuh dalam waktu 1-3 thn -Minimal diberikan 1 thn sejak sembuhdari episode akut, kemungkinan diperlukan terapi hingga 5 thn dgn dosis yang dapat diturunkan perlahan. KONSEP PENTING 1.Patofisiologi skizophrenia dapat melibatkan satu atau lebih neurotransmitter 2.Manifestasi klinis skizophrenia dapat berupa gejala positif, negatif, dan gangguan fungsi kognitif 3.Evaluasi pasien (sejarah, status mental, fisik, analisa lab) perlu dilakukan untuk menegakkan dx skizophrenia dan mengidentifikasi gx lain pada pasien 4.Pemilihan antipsikotik terbaik untuk tiap pasien berdasarkan efikasi dan efek samping obat Profil Efek Samping Antipsikosis ObatSedasiEkstrapiramidalAntikolinergikOrtostatik Klorpromazin Flufenazin Haloperidol LoksapinPerfenazin Tioridazin Tiotiksen Molindon Klozapin Olanzapin Quetiapin Risperidon ziprasidon ++++ + + +++ ++ ++++ + + ++++ ++ ++ + ++ +++ ++++ ++++ +++ +++ +++ ++++ +++ + ++ + ++ ++ +++ + + ++ ++ ++++ + ++ ++++ ++ + + + ++++ + + +++ ++ ++++ + ++ ++++ ++ ++ ++ ++ Keterangan: Hasil Penelitian di RS khusus gangguan kejiwaan prop.DIY JumlahPersen (%) Karakteristik Kategori2002200620022006 Laki-laki562604057,27Jenis kelamin Perempuan 841946042,73 7-12-2-0,44 13-191419104,19 20-6512542589,393,61 Umur (tahun) >65180,701,76 SD3111222,1424,67 SLTP4410831,4323,79 SLTA/sederajat4619532,8642,95 Universitas/ sederajat 5 29 3,57 6,39 Tidak Sekolah5103,572,2 Pendidikan Tidak ada keterangan 9-6,43- Kawin 2616218,5735,68Status marital Tidak kawin11429281,4364,32 Bekerja10637,1413,88Pekerjaan Tidak bekerja13039192,8686,12 Kasus Skizophrenia Tn.P, 56 tahun, sejak terlibat hutang dan akhirnya ditinggal pergi istrinya, mengalami gejala-gejaladelusidanhalusinasi.Aktivitaskesehariannyadiisidenganmerenung, tidakmaulagiberkomunikasidenganorang-orangdisekitarnya.Tn.Pbahkansudah takmampulagiuntukmenjalanirealitakehidupan.Akhirnya,pihakkeluarga memutuskanuntukmembawaTn.Pkerumahsakitkhususgangguankejiwaan. Berdasarkanhasilpemeriksaan,Tn.Pdidiagnosamenderitaskizophreniadengan gejaladominanberupagejalapositif.Tekanandarahpasien130/80mmHg,suhu maupuntanda-tandavitallainnyadalambatasnormal.Riwayatpenyakit:-.Terapi yangdiberikanadalahHaldol5mgtab,2kalisehari.SetelahTn.Pmembaik kondisinya,akhirnyaTn.Pdiperbolehkanpulangdengansarantetapmenjalaniterapi nonfarmakologimaupunterapiobatnya,Haldol5mgtablet.Setelah3bulan penggunaan,Tn.Pmerasakanadanyarasanyeripadabagiandadanya,terutamabila ditekan,Ternyataselainadanyanyeritekan,payudarapadaTn.Pterlihatagak membesar. Tn.P dinyatakan mengalami gynecomastia oleh dokter. Pertanyaan a.Mengapa Tn.P dapat mengalami gynecomastia, jelaskan! b.Bagaimana penerapan asuhan kefarmasian pada Tn.P? c.Parameter apa saja yang perlu dimonitoring ? JumlahPersen (%) Karakteristik Kategori2002200620022006 Tipikal 12938792,1485,24Golongan Antipsikotik Kombinasi Tipikal dan Atipikal11677,8614,76 1-10 -42-9,25 11-20-95-20,93 21-30-78-17,18 Lama durasi penggunaan obat (hari) >30-239-52,64 Tunggal1-0,72-Penggunaan antipsikotik Kombinasi13945499,28100 1-310331473,5769,16 4-5 3613325,7129,30 Jumlah item obat >5170,721,54 Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN INSOMNIA Insomnia is defined as difficulty with the initiation, maintenance, duration, or quality of sleep that results in the impairment of daytime functioning, despite adequate opportunity and circumstances for sleep. (Difficultywithsleepmaintenanceimplieswaking aftersleephasbeen initiated but before a desired wake time.) Most research studies adopt an arbitrary definition of a delay of more than 30 minutes in sleep onset or a sleep efficiency (the ratio of time asleep to time in bed)oflessthan85percent.However,inclinicalpractice,apatient's subjectivejudgment ofsleepqualityandquantityisamoreimportantfactor. Transient insomnialastslessthanoneweek,andshort-terminsomniaone to four weeks. Chronicinsomniainsomnialastingmorethanonemonthhasa prevalenceof10to15percentandoccursmore frequentlyinwomen,older adults, and patients with chronic medical and psychiatric disorders.Taking a careful history from the patient and a bed partner, if present, usually allows accurate categorization of the causes of insomnia.Insomniacanbeclassifiedasprimaryorsecondary(Table1). The pathogenesis of primary insomnia is unknown, but available evidence suggests a state of hyperarousal.Ascomparedwith controls,patientswithinsomniashowincreasedglobal cerebral glucosemetabolismonpositron-emissiontomographywhenawake andasleep,increasedbetaactivityanddecreasedthetaand deltaactivityon electroencephalography during sleep, an increased 24-hour metabolic rate, and higher levels of secretion of adrenocorticotropic hormone and cortisol.Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 24 - 25 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 7 (tujuh) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 Insomniasecondarytoothercausesismorecommonthanprimary insomnia (Table1)andmustbeexcludedortreatedbeforemaking adiagnosisof primary insomnia. If insomnia persists despite treatment of secondary causes, then therapy for primary insomnia should be instituted Strategies and Evidence Cognitive Behavioral Therapies Manyrandomized,controlledtrialshavedemonstratedtheefficacy of cognitive behavioral therapies in primary insomnia.Twolarge meta-analysesconcludedthat,ascomparedwithplacebo, such therapiesresultinimprovementsininitialsleep-onset latencyandtotalsleep time (by about 30 minutes for each measure, on average) and the number and thedurationofawakenings.About 50percentofpatientsshowmeaningful clinical improvement. Treatment generally combines several approaches. Although data support the efficacyofthevariousindividualcomponentsof therapy(withthepossible exceptions of sleep-hygiene education and cognitive therapy alone), combined therapies are more effective than individual techniques alone. Pharmacologic Therapies Classes of prescription medications that are used for the treatment of insomnia includebenzodiazepines,benzodiazepine-receptor agonists,andsedating antidepressants.Benzodiazepinesthat areapprovedbytheFoodandDrugAdministration (FDA) for use in insomnia include drugs of long, intermediate, and short half-life, whereasapprovedbenzodiazepine-receptoragonistsincludedrugs of intermediate, short, or ultrashort half-life (Table 3).Benzodiazepines act through the benzodiazepine-aminobutyric-acidreceptor complexbyaffectingchlorideflux.Benzodiazepine-receptor agonistsbindto thesamereceptorcomplexbuthavedifferent affinitiesforvariousreceptor subclasses. Onprescriptionproductsthataremarketedforthetreatment ofinsomnia includesedatinghistamine-1receptorantagonists (diphenhydramineand doxylamine)andmelatonin,buttheuse ofthesedrugsisnotsupportedby rigorous data.Randomized, controlledtrialsofthehistamine-1receptorantagonists suggest thattheyimprovesleepsubjectively,butconclusions arelimitedbyasmall numberofsubjects,ashortduration ofdrugadministration,andalackof objective measurements; morning sedation is a recognized side effect. Studies of melatonin, which have involved small numbers of subjects treated for short periodswithvariousdosesandformulations,havedemonstrated conflicting results. Manyrandomizedtrialshaveshowntheefficacyofbenzodiazepines and benzodiazepine-receptoragonistsinrelievingshort-term insomnia,butno studies extend beyond six months of use.A meta-analysisof22studiesofbenzodiazepinesorthebenzodiazepine-receptor agonistzolpidem(Ambien)demonstratedthatthesemedications resulted in significant improvements in sleep latency, total sleep time, number of awakenings, and sleep quality.Anothermeta-analysisofbenzodiazepinetherapy(includingshort-, intermediate-,andlong-actingagents)confirmedthebeneficial effectsofthis classofdrugontotalsleeptimebutdidnot findasignificanteffectonsleep latency.Studies of the benzodiazepine-receptor agonist zaleplon (Sonata) have shown a 50 percent reduction of sleep latency as compared with baseline but have had nosignificanteffectontotalsleeptime aresultthatisconsistentwiththe veryshorthalf-lifeof thedrug.Zaleplon,administered3.5hoursafterlights outwith4hoursmoresleeppermitted,didnotresultinany daytime drowsiness or cognitive impairment.Asix-monthstudy ofeszopiclone(Lunesta),abenzodiazepine-receptor agonist with an intermediate half-life that was recently approved for use in the UnitedStates,showeda50percentreductioninsleep latencyand65percent reduction in wake time after the onset of sleep as compared with baseline. Studies with zolpidem have shown that intermittent use (three to five times a week) canalsobeeffectiveinchronicinsomnia,withsustainedbenefit on nightsthedrugistakenandsleepthatisnoworsethan baselineonnights without medication.Withdrawaleffects,especiallyreboundinsomnia,arerareafter the discontinuation of long-duration benzodiazepines and tend to be mild after the discontinuation of intermediate-acting benzodiazepines. Therateofwithdrawalof benzodiazepinesshouldbeindividualized, dependingonthehalf-life anddoseofthedrug,thedurationoftherapy,and whether the insomnia is acute or chronic.Side effects are more frequent in the elderly, and dose reductions are needed. The use of long-acting benzodiazepines has been associated with an increased risk of falls and hip fractures in older patients.Sedatingantidepressantshavebeenincreasinglyprescribedfor chronic insomnia,despiteapaucityofdatafromrandomized trialstosupportthis practice. Small, randomized trials have demonstrated the efficacy of trazodone in treating insomnia in patients with depression A14-daytrialcomparingtrazodone, zolpidem,andplaceboinpatientswith primaryinsomniashowed improvementinsleeplatencyandduration(as assessedbyquestionnaire) withtrazodoneascomparedwithplacebobutless effect than with zolpidem. A four-week study of the tricyclic antidepressant doxepin in the treatment of primaryinsomniashowedsignificant improvementsinsleeplatency(21 percentreductionfrombaseline), sleepefficiency(13percentincreasefrom baseline), and total sleep time (13 percent increase from baseline). Sideeffects oftricyclicantidepressantsincludedrymouth,postural hypotension, drowsiness,cardiacarrhythmias,andweightgain,whereas trazodone can produce hypotension, constipation, and priapism.Mirtazapine, a tetracyclic antidepressant that has adrenergic and serotoninergic antagonist actions, reduces wake time after the onset of sleep, enhances sleep efficiency,andincreasesthedurationofslow-wave sleepinnormalsubjects, but data are lacking on its effects in primary insomnia. Pharmacologic Therapy vs. Cognitive Behavioral Therapy Severalrandomized,controlledstudieshavecomparedcognitive behavioral therapy with pharmacologic therapy and with combined therapy.Onestudycomparingtheefficacyoftriazolamwith cognitivebehavioral therapy showed a shorter sleep latency with triazolam at two weeks but equal latencies at four weeks. Anotherstudycomparingtheefficacyofzolpidemwithcognitive behavioral therapy showed that the latter was superior throughout the study. Follow-up at four to six weeks after the discontinuation of medication and the completionofcognitivebehavioraltherapy showedasustainedbenefitonly for the cognitive behavioral therapy groups in both studies.A meta-analysis comparing studies of cognitive behavioral therapy with those of hypnotics showed similar short-term outcomes during treatment, except that cognitive behavioral therapy resulted in a greater reduction in sleep latency. Severalstudieshavecomparedacombinationofcognitivebehavioral and drug therapy with cognitive behavioral therapy alone. Allofthesereportshaveshownthatat10to24monthsoffollow-up, improvementsaremaintainedforcognitivebehavioraltherapy alonebutnot forcombinedtherapy.Themostlikelyexplanation isthatpatientsareless committedtolearningandpracticing cognitivebehavioraltherapytechniques if they can control insomnia with medications.Incontrast,cognitivebehavioral therapythatwasinstitutedwhileattempting totaperdoses ofbenzodiazepinesforpatientswithlong-standingchronic insomnia resultedinahigherpercentageofpatientswhoweredrug-free, as compared with tapering alone.

Areas of Uncertainty Cognitivebehavioraltherapyhasbeenwellestablishedaseffective inchronic primary insomnia, but its role in secondary insomnia, especially insomnia as a result ofpsychiatricdisorders,has notbeensystematicallytested.Furtherstudiesare needed to demonstrate whether primary care physicians can obtain successful results by teaching behavioral techniques in a small number of sessions compatible with the flowofabusypractice.For patientswithchronicprimaryinsomniawhodonot benefit adequately from cognitive behavioral therapy, questions remain regarding the role of long-term drug therapy. Although studies of treatment with benzodiazepine-receptoragonistsforaslongassixmonths havedemonstratedefficacywithout evidence of tolerance, it is not known whether these results are sustained over longer periods.Melatonin-receptoragonistshaveshownbenefitinrandomized trials. Ramelteon (Rozerem) has just received FDA approval, but more published data and clinicalexperiencewiththedrug willbeneededtodetermineitsroleininsomnia management. Universitas Islam IndonesiaFM-UII-AA-FKA-07/R0 MATERI HANDOUT PENDAHULUAN PENYAKIT ALZHEIMER (ALZHEIMER DISEASE = AD) EPIDEMIOLOGI Prevalens AD: meningkat seiring bertambahnya usia 7 % pada usia 65-74 thn, 53% pada usia 75-84,dan 40% pada usia>85 thn DEFINISI Alois Alzheimer (1970) Apakah lansia yang menjadi lupa nama seorang temannya dapat langsung dikategorikan mengalami AD atau hanya AAMI (age associated memory Impairment) / Cognitively Impaired Not Demented-CIND? in between group konsensus Mild Cognitive Impairment (MCI)

Fakultas: Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamPertemuan ke-: 26 - 28 Jurusan/Program Studi: FarmasiHandout Ke-: 1 (satu) Kode Mata Kuliah:Jumlah Halaman: 5 (lima) Nama Mata Kuliah: Farmakoterapi 1Mulai Berlaku: Februari 2010 i now begin the journey that will lead me into the sunset of my life Ronald Reagen suatu sindrom dementia yang ditandai dengan penurunan ingatan dan kemampuan kognitif secara progresif ETIOLOGI Belum diketahui dg pasti Kemungkinan melibatkan faktor genetik dan faktor lingkungan PATOFISIOLOGI Umumnya mengalami atrofi kortikal (akibat kerusakan ataupun kematian sel saraf), sehingga jumlah neuron scr signifikan, t.u pd saraf kolinergik Kerusakan saraf kolinergik tjd t.u pd daerah limbik (terlibat dlm emosi) dan korteks (terlibat dalam memori, advanved reasoning center) Neurotransmiter yg terlibat dalam AD adl Ach Tjd penurunan jumlah enzim kolin asetiltransferase di korteks serebral dan hipokampus penurunan biosintesis Ach di ujung presinaps Pd bagian otak pasien AD, ditemukan lesi yg disebut senile plaques (berisi amyloid, penyebab degenerasi sel saraf) dan neurofibrillary tangles yg terpusat pd daerah = tmpt terjadinya defisit kolinergik Gejala dan Tanda Kemungkinan patofisiologi AD bermula jauh sebelum tanda dan gejala klinik terlihat ada ambang nilai Ach AD penurunan kemampuan kognitif secara progresif yg dapat mempengaruhi fungsi sosialnya, meliputi: - Ingatan jangka pendek, kemampuan belajar, atau menyimpan informasi;- kemampuan berbahasa; ketidakmampuan menggambar atau mengenal gambar 2-3 dimensi -Gejala AD mirip dg kepikunan Tes untuk mendeteksi AD(Pd AD ditemui 2 gejala yg berkaitan dg kemampuan kognitif dan yg berkaitan dg psikologis)

DIAGNOSIS Metode: 1.Dementia Rating Scale TAHAPAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF BERDASARKAN DMS STAGELEVELKETERANGAN 1NormalTidak ada perubahan fungsi kognitif 2PelupaKehilangan memori, tetapi tdk mempengaruhi fungsi social, bagian dari proses penuaan yg normal 3Early Confusion Ada penurunan kognitif yg menyebabkan gangguan fx social, anomia, anxiety 4Late Confusion (early AD) Tidak bias melakukan aktivitas keseharian, mengingat peristiwa yg baru terjd, ttp tkdg msh disertai penyangkalan dari diri pasien 5Early Dementia (Moderate AD) Perlu bantuan org lain, terjadi disorientasi, mulai menjadi pencuriga dan mudah depresi 6Middle Dementia (moderately Severe AD) Kegiatan sehari-hari (mandi, makan,dsb) tdk dpt dilakukan tnp bantuan org lain, disertai gejala agitasi, paranoid, dan delusi 7Late DementiaTdk bias bicara dg jelas, hanya bs bergumam, berteriak, inkontinensia urin, BAB, kesadaran menurun, koma 2.Test Lab 3.Test neuropsikologi (MMSE - Mini Mental Status Exam., skala 10-26)Makin rendah skala, keparahan penyakit >> pengukuran GDS-Global Deterioration Scale untuk mengetahui stage dan karakteristik penyakit SASARAN TERAPI 1.Memelihara fungsi kognitif, sosial pasien 2.Menunda perkembangan penyakit 3.Mengontrol gejala-gejala yang dialami akibat AD Terapi FarmakologiTerapi farmakologi AD disertai gangguan kognitif -Inhibitor kolinesterase -Gol lain: memantin -Terapi lain-lain: vit E-selegiline, ginko-biloba, lipid lowering agents, estrogen, anti inflamasi Terapi farmakologi pengobatan AD tanpa gangguan/gejala kognitif Terapi Penyakit Alzheimer menggunakan terapi obat alami dan terapi non farmakologi