pbl cinthya.docx

28
Poliomielitis pada Anak Cinthyawati Tunggal Manuain (C6) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Abstrak : Sistem saraf mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sehingga ketika system saraf mengalami gangguan maka dapat membawa dampak negative, salah satunya adalah ketika system saraf diserang oleh virus polio. Poliomyelitis atau yang lebih dikenal dengan Polio merupakan penyakit diakibatkan oleh virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dalam hitungan jam. Virus Polio merupakan RNA virus yang menginfeksi dengan caras fecal oral. Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi, yaitu pemberian kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin atau bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan. Kata Kunci : Virus polio, Imunisasi, Vaksin Abstract : The nervous system plays an important role in human life so that when the nervous system disorder , it can bring negative effects , one of which is when the nervous system is attacked by the polio virus . Poliomyelitis or better known as Polio is a disease caused by the polio virus can cause paralysis and even death in a matter of hours. Polio virus is an RNA virus that infects the fecal oral caras . Until now has not found a way of treatment of polio . The most effective way of prevention is

Transcript of pbl cinthya.docx

Page 1: pbl cinthya.docx

Poliomielitis pada Anak

Cinthyawati Tunggal Manuain (C6)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Abstrak :

Sistem saraf mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sehingga ketika system saraf mengalami gangguan maka dapat membawa dampak negative, salah satunya adalah ketika system saraf diserang oleh virus polio. Poliomyelitis atau yang lebih dikenal dengan Polio merupakan penyakit diakibatkan oleh virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dalam hitungan jam. Virus Polio merupakan RNA virus yang menginfeksi dengan caras fecal oral. Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi, yaitu pemberian kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin atau  bibit penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan.

Kata Kunci : Virus polio, Imunisasi, Vaksin

Abstract :

The nervous system plays an important role in human life so that when the nervous system disorder , it can bring negative effects , one of which is when the nervous system is attacked by the polio virus . Poliomyelitis or better known as Polio is a disease caused by the polio virus can cause paralysis and even death in a matter of hours. Polio virus is an RNA virus that infects the fecal oral caras . Until now has not found a way of treatment of polio . The most effective way of prevention is immunization , which grant immunity to a disease with a vaccine or germs entering an already weakened or killed.

Keyword : polio virus, immunization, vaccine

Page 2: pbl cinthya.docx

Pendahuluan

Poliomielitis disebabkan oleh virus Polio. Polio dapat menyebabkan demam, sakit kepala, muntah, sakit perut, nyeri otot, kekakuan pada leher dan punggung, serta kelumpuhan. Kebanyakan pasien akan pulih, namun dalam kasus yang parah, penyakit ini dapat menyebabkan cacat permanen dan kematian. Penyakit ini sangat menular. Polio menyebar dari orang ke orang, terutama melalui rute dari tinja ke mulut. Virus memasuki tubuh melalui rute mulut dan akhirnya menyerang sistem saraf pusat. Masa inkubasi Biasanya 7 sampai 14 hari, dengan kurun waktu antara 3 sampai 35 hari. Orang yang diduga terinfeksi harus dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut dan isolasi. Dewasa ini, tidak ada perawatan penyembuhan untuk penyakit tersebut. Vaksinasi adalah cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit polio. Terdapat dua jenis vaksin polio: Vaksin Polio Oral (OPV) yang diberikan melalui mulut dan Vaksin Polio Inaktivasi (IPV) yang diberikan melalui suntikan. Untuk mengetahui mengenai poliomielitis lebih jauh maka penulis akan membahas mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, criteria diagnosis, diagnosis banding, sampai pada pengobatan dan komplikasi yang dapat ditimbulkan.1

Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena kaki kanannya tidak dapat digerakkan sejak 2 hari yang lalu.

Anamnesis

Beberapa hal yang perlu ditanyakan berhubungan dengan kasus poliomileitis adalah sebagai berikut :

1. Identitas pasien2. Keluhan utama, dalam hal ini keluhan utama adalah kaki kanan tidak dapat digerakkan

sejak 2 hari yang lalu3. Riwayat penyakit sekarang

Apakah keluhannya muncul secara tiba-tiba? Apakah pasien mengalami trauma sehingga kakinya tidak bisa digerakkan? Apakah awalnya kaki kanannya terasa lemas dan nyeri? Apakah ada bagian tubuh lain yang juga sulit digerakkan? Apakah pasien sebelumnya terserang demam? Apakah pasien mengalami keluhan yang lain seperti batuk, pilek, sakit kepala,

dan nyeri otot? Bagaimana dengan pertumbuhan anak, apakah mengalami penurunan berat

badan? Bagaimana dengan nafsu makannya?

4. Riwayat penyakit dahulu

Page 3: pbl cinthya.docx

Dalam hal ini ditanyakan apakah pasien pernah mengalami hal yang sama atau apakah pasien memiliki riwayat penyakit tertentu yang berhubungan dengan tulang dan otot.

5. Riwayat penyakit keluargaDalam riwayat penyakit keluarga dapat ditanyakan apakah keluarga pasien ada yang menderita keluhan yang sama atau tidak.

6. Riwayat Pribadi SosialKarena pasien adalah seorang anak berusia 8 tahun maka perlu ditanyakan mengenai riwayat imunisasinya. Dari kasus diketahui bahwa imunisasinya lengkap tapi untuk imunisasi polio hanya 2 kali yang didapat. Selanjutnya ditanyakan apakah anak tersebut suka jajan di tempat yang tidak terjamin kebersihannya serta apakah orang tua memperhatikan hygiene anak tersebut.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-

tanda vital (TTV). Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi dari ujung kepala hingga ujung kaki. Karena pasien mengeluh batuk dan pilek maka perlu diperiksa mulut, lidah, dan tonsil. Dari mulut diperhatikan apakah ada trismus atau kesukaran membuka mulut, apakah mada halitosis (bau mulut tidak sedap), lalu perhatikan dinding posterior faring apakah terdapat hiperemia, edema, atau abses. Pada infeksi saluran napas bagian atas, biasanya dinding faring ikut terkena sehingga berwarna kemerah-merahan, tetapi dari kelainan lokalnya saja tidak dapat dibedakan infeksi bakteri dengan infeksi virus.2

Pasien dalam kasus ini adalah seorang anak yang datang dengan keadaan kaki kanan yang tidak dapat digerakkan sehingga penting untuk dilakukan pemeriksaan neurologis. Apabila dalam hasil pemeriksaan neurologis terdapat kelainan maka hasilnya harus dicatat dan menjadi perhatian. Berikut adalah pemeriksaan neurologis yang dimaksud :

1. Tanda rangsang meningealTerdapatnya rangsang meningeal dapat diperiksa dengan beberapa test, antara lain pemeriksaan kaku kuduk, tanda Brudzinski, kernig, dan lasegue.

Kaku kuduk (nuchal rigidity), pasien dalam posisi terlentang, bila lehernya ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada dada, maka dikatakan kaku kuduk positif. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang belakang, keadaan ini disebut opistotonus. Kaku kuduk biasanya terjadi pada tetanus, abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbal dan artritis reumatoid.

Brudzinski (Brudzinski’s neck sign), letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang terlentang, dan tangan lain di letakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke

Page 4: pbl cinthya.docx

dada secara pasif (jangan dipaksa). Bila terdapat rangang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul sendi lutut.

Kernig Sign, pemeriksaan kernig ini bermacam-macam cara, yang biasa dipergunakan ialah pada pasien dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas gerka lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Dalam keadaan normal tungkai bawah dapat membentuk sudut lebih dari 135 terhadap tungkai atas. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan. Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi dibawah umur 6 bulan.

Lasegue’s Sign, cara pemeriksaannya angkat satu tungkai pasien dengan fleksi di sendi panggul. Tungkai lain dalam keadaan lurus. Perhatikan timbulnya nyeri atau tahanan. Dalam keadaan normal dapat membentuk sudut lebih dari 70.

2. Motorik

Sistem motorik terdiri dari :

a) Upper motor neuron (UMN) : Badan sel di korteks motorik (girus prefrontal) Akson berakhir di nukelus saraf otak (kortikobulbaris), kornu anterior medulla

spinalisb) Lower motor neuron (LMN) :

Badan sel di nucleus saraf otak, kornu anterior medulla spinalis Akson berakhir di motor end plate (otot rangka)

Paresis dan paralisis

Paresis adalah kelumpuhan otot yang tidak sempurna (incomplete paralysis), sedangkan paralisis ialah kelumpuhan otot yang sempurna (complete paralysis). Baik paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik. Pada paresis/paralisis flaksid otot tidak dapat mempertahankan tonus pada posisi yang normal. Flaksiditas pada umumnya menunjukkan adanya lesi lower motor neuron dan dapat ditemukan pada penyakit poliomielitis, amiotonia kongenital, miastenia, atau kerusakan medula spinalis. Flaksiditas biasanya disertai dengan berkurangnya refleks.Paresis/paralisis spastik ditandai tonus otot yang meningkat dengan kontraksi yang berlangsung lama, disertai refleks yang meningkat serta refleks patologis. Kelainan ini terjadi akibat lesi upper motor neuron.2

Refleks superfisial

Page 5: pbl cinthya.docx

Refleks kremaster dilakukan dengan menggores kulit paha bagian dalam. Dalam keadaan normal testis akan naik. Refleks kremaster yang negatif terdapat pada lesi medula spinalis misalnya poliomielitis. Pada bayi normal dibawah 6 bulan dan anak diatas 12 tahun refleks ini dapat negatif.2

Refleks tendon dalam

Refleks tendon dalam biasanya diperiksa pada tendon biceps, triceps, patella dan achilles. Pada bayi dan anak kecil ketukan cukup dilakukan dengan jari tangan, pemukul refleks hanya dipakai pada anak yang besar.Perlu dibandingkan refleks kanan dan kiri. Refleks tendon dalam akan meninggi pada lesi upper motor neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia atau tumor batang otak. Hiporefleksi terjadi pada lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi dan beberapa kelainan metabolik.2

Uji kekuatan dan tonus otot

Uji ini hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif. Anak yang diperiksa dalam posisi duduk dengan tungkai bawah tergantung.Ia diminta untuk menggerakkan anggota badan yang diuji dan pemeriksa menahan anggota badan yang diuji dan pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan kinetik), dan setelah itu disuruh menahan anggota badan yang dites tetap pada tempatnya dengan kekuatan terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan pemeriksa (kekuatan statik).2

Penilaian derajat kekuatan otot bermacam-macam. Berikut adalah penilaian dengan menggunakan angka 0-5.

0 = Tidak ada kontraksi sama sekali

1 = Ada sedikit kontraksi otot

2 = Tak kuat melawan gravitasi, menggeser

3 = Bisa melawan gravitasi, tak kuat melawan tahanan ringan

4 = Bisa melawan tahanan ringan

5 = Bisa mengimbangi tahanan pemeriksa

3. Sensorik

Uji sentuhan/raba

Sepotong kain atau kapas disentuhkan pada kulit yang diperiksa dan anak disuruh menjawab apakah terasa tersentuh atau tidak.

Uji rasa nyeri

Page 6: pbl cinthya.docx

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mempergunakan jarum yang tajam dan tumpul. Ditunjukkan lebih dahulu caranya dengan mata pasien terbuka dan anak diminta membedakan ujung jarum tajam dan tumpul. Setelah itu anak disuruh menutup mata, kemudian uji dilakukan di kulit tangan, kaki, pipi, rahang, dan anak disuruh membedakan ujung jarum yang tajam dan tumpul.2

Working Diagnosis

Penegakan diagnosis poliomielitis dapat dibuat berdasarkan :

1. Pemeriksaan VirologiPemeriksaan virologi dengan membiakkan virus polio, baik yang liar maupun virus vaksin.

Hasil pemeriksaan dipengaruhi oleh tatacara laboratorik dan kualitas spesimen. Spesimen yang kering, tidak dingin, terkontaminasi atau pengambilan sampel setelah 2 minggu setelah lumpuh akan memberikan hasil biakan negatif palsu. Selain biakan, identifikasi antigen dilakukan dengan pemeriksaan probe atau squencing.3

2. Pengamatan gejala dan perjalanan klinik

Banyak sekali kasus yang menunjukkan gejala lumpuh layuh yang termasuk dalam acute flaccid paralysis. Pemeriksaan yang teliti dan pengamatan lanjutan sangat membantu. Kasus klinik mirip polio adalah kasus yang setelah 60 hari masih mempunyai paralisis residual tanpa informasi medik yang jelas, atau penderita meninggal. Sensitifitas menjadi 64% dan spesifitas 82% apabila kita menggunakan variabel gabungan dengan menambahkan variabel umur dibawah 6 tahun, adanya panas dipermulaan sakit, perubahan paralisis yang cepat menjadi maksimal. Cara lain adalah dengan menambahkan variabel lain misalnya penambahan pola yang dianggap khas seperti kelumpuhan proksimal, unilateral, tidak adanya gangguan sensori. Pada akhir program eradikasi sensitivitas diperlebar menjadi border-line cases, yaitu semua penderita yang lumpuh layu akut.3

3. Pemeriksaan KhususPemeriksaan hantar saraf dan elektro miografi dapat memisahkan kerusakan motor neuron

dengan kelainan akibat proses demyelinasi pada saraf tepi, sehingga mempermudah membedakan polio dengan polio dengan kelainan kerusakan lower motor neuron lain, misalnya Guillain-Bare syndrome. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan didaerah kolumna anterior. Pemeriksaan liquor memberikan gambaran sel dan bahan kimia (kadar gula dan protein). Pemeriksaan histologik corda spina dan batang otak sangat penting untuk menentukan kerusakan yang terjadi pada sel motor neuron.3

Pemeriksaan Penunjang

Page 7: pbl cinthya.docx

Untuk pemeriksaan penunjang pada poliomyelitis dapat digunakan beberapa specimen. Untuk penderita yang tidak dirawat dapat diambil dari tinja sedangkan untuk pasien yang dirawat dapat diambil dari tinja ataupun apus tenggorokan. Sedangkan pada kasus kematian dapat diambil jaringan dari brain stem, spinal cord dan decending colon dan serum.3

1. Kultur Feses

Semua spesimen untuk isolasi virus harus dikumpulkan secepatnya setelah timbul gejala penyakit. Kontaminasi spesimen untuk isolasi virus ini harus dicegah atau dihindari. Specimen untuk isolasi virus adalah tinja. Spesimen tinja merupakan satu-satunya spesimen yang bermanfaat dan sebaiknya dalam 7 hari setelah timbul gejala. Pengeluaran virus dalam tinja dapat terjadi terus menerus maka dilakukan pengumpulan tinja dua kali dengan jarak 24-48 jam. Tinja sebesar kuku ibu jari orang dewasa (4-8 gram) diambil, lalu dimasukkan dalam tempat tinja dari plastik, dan plastik tersebut harus kering bersih, tidak bocor dan tertutup rapat. Bila tinja tidak dapat diperoleh misalnya kesulitan pengambilan atau sedang di lapangan, tinja dapat diambil dengan menggunakan straw (pipa sedotan). Straw ini khusus dibuat dari plastik dan dapat diperoleh di EPI/WHO. Straw ini dimasukkan dalam rectum secara perlahan-lahan dan dengan sedikit gerakan, tinja dalam jumlah cukup dapat diperoleh. Straw yang berisi tinja dimasukkan dalam botol kering, bersih dan tertutup rapat. 3

2. Kultur swab tenggorokan

Apus Tenggorokan Apus tenggorokan steril diusapkan perlahan ke dinding tonsil bagian belakang pharing, setelah keluar lidi dipotong di bavvah ujung kapas. Ujung kapas dimasukkan dalam botol srew cap berisi Virus Transport Media (VTM). Apus tengorokan agak kurang bermanfaat mengingat virus polio hanya berada di oropharinx 7-10 hari setelah onset penyakit. 3

3. Test antibody virus polio

Spesimen yang digunakan adalah serum darah. Diagnosis ini secara rutin tidak lagi direkomendasikan karena kesulitan interpretasi pada testnya terutama apabila cakupan imunisasi polio telah tinggi. Untuk survei serologi cukup diambil satu spesimen, yang memerlukan 5 cc darah. Pengambilan darah dapat menggunakan filter paper. Filter paper yang digunakan adalah filter khusus. Jumlah filter paper yang dibutuhkan sangat tergantung dari merk/ ukuran/ketentuan dari pembuatnya. Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan didapatkan hasil yang positif. Pemeriksaan imunoglobulin mempunyai nilai diagnostik, bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positif antara fase akut dan konvalesens.3

Page 8: pbl cinthya.docx

4. Pemeriksaan KaliumKalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat pada cairan vaskuler (pembuluh darah),

90% dikeluankan melalui urin, rata-rata 40 mEq/L atau 25 -120 mEq/24 jam wa laupun masukan kalium rendah.

Nilai normal : 

Dewasa 3,5 - 5,0 mEq/LAnak 3,6 - 5,8 mEq/LBayi 3,6 - 5,8 mEq/L

Peningkatan kalium (hiperkalemia) terjadi jika terdapat gangguan ginjal, penggunaan obat terutama golongan sefalosporin, histamine, epinefrin, dan lain-lain.Penurunan kalium (hipokalemia) terjadi jika masukan kalium dari makanan rendah, pengeluaran lewat urin meningkat, diare, muntah, dehidrasi, luka pembedahan.

Differential Diagnosis

1. Sindrom Guillain-Barre′

Sindrom Guillain-Barre′ merupakan suatu neuropati perifer autoimun pascainfeksi yang sering terjadi setelah infeksi respiratorik atau gastrointestinal. Infeksi Campylobacter jejuni sering dikaitkan dengan bentuk penyakit yang berat. Gejala yang khas meliputi arefleksia, flaksiditas, dan kelemahan yang relatif simetris dimulai dari kaki dan naik hingga melibatkan lengan, tubuh, tenggorokan, dan wajah. Biasanya gejala dimulai dengan mati rasa atau parestesia pada tangan dan kaki, kemudian rasa lemah dan berat pada kaki, diikuti ketidak mampuan naik tangga atau berjalan.Insufisiensi bulbar dan respiratorik dapat terjadi dengan cepat. Disfungsi saraf autonomik dapat menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipotensi ortostatik, takikardia, dan aritmia lain; retensi atau inkontinensia urin; retensi feses; atau episode berkeringat yang abnormal, flushing, atau vasokonstriksi perifer. Polineuropati ini dapat sulit dibedakan dari sindrom medulla spinalis akut.Terpeliharanya fungsi defekais dan miksi, hilangnya refleks-refleks pada lengan, tidak adanya suatu batas sensorik yang tegas, dan tidak adanya nyeri di sekitar tulang punggung mengarah kepada Sindrom Guillain-Barre′.Varian saraf kranial dari Sindrom Guillain-Barre′ disebut varian Miller Fisher, bermanifestasi sebagai ataksia, oftalmoplegia parsial, dan arefleksia.

Penyakit ini dapat sembuh spontan pada 75% pasien fungsi normal kembali dalam 1 sampai 12 bulan. 20% pasien mengalami gejala sisa kelemahan ringan sampai sedang pada kaki dan tungkai bagian bawah.Angka kematian sebesar 5%, dan kematian disebabkan oleh disfungsi

Page 9: pbl cinthya.docx

autonomic (hipertens i-hipotensi, takikardia-bradikardia, dan kematian mendadak), gagal napas, komplikasi ventilasi mekanik, kolaps kardiovaskular, atau emboli paru.

Laboratorium dan Pemeriksaan Diagnostik.Cairan serebrospinal (CSS) pada Sindrom Guillain-Barre′ seringkali normal pada beberapa hari pertama sakit, namun pada tahap penyakit selanjutnya akan menunjukkan kadar protein yang meningkat tanpa pleositosis yang bermakna..5

Anak dengan kelemahan sedang, berat atau progresif cepat harus dirawat di unit perawatan intensif anak (ICU). Fungsi paru dan jantung perlu dipantau terus-menerus.Intubasi endotrakeal harus dilakukan secara elektif pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoventilasi atau akumulasi secret bronkus. Terapi bersifat simtomatik dan rehabilitatif dan ditunjukan untuk mengontrol tekanan darah dan aritmia jantung; nutrisi, cairan, dan elektrolit; kontrol nyeri; pencegahan komplikasi (kulit, kornea, dan sendi, infeksi); manajemen miksi dan defekasi; dukungan psikologis; dan terapi komunikasi. Sebagian besar pasien awalnya diterapi dengan immunoglobulin intravena (IV) (dosis total 1-2 g/kg diberikan selama 2 sampai 5 hari).Plasmaferesis dan immunoglobulin IV bermanfaat pada penyakit yang progresif cepat.4

2. Miastenia Gravis Miastenia gravis adalah suatu kondisi autoimun adanya antibody terhadap respon asetilkolin

di neuromuscular junction yang memblok dan melalui jalur yang diperantarai komplemen, merusak neuromuscular junction. Miastenia gravis klinis dapat dimulai pada usia remaja dengan awitan ptosis, diplopia, oftalmoplegia, dan kelemahan ekstremitas, leher, wajah dan rahang. Gejala yang berfluktuasi dan umumnya minimal timbul saat terbangun di pagi hari dan memburuk secara bertahap seiring berjalannya hari atau dengan latihan fisis. Pada beberapa anak, penyakit ini tidak pernah lebih berat daripada oftalmoplegia dan ptosis (miastenia okular). Anak lain menderita penyakit yang progresif dan potensial mengancam jiwa, melibatkan semua otot, termasuk otot-otot pernapasan dan otot-otot menelan (miastenia sistemik).5

Diagnosis dipastikan dengan pemberian edrofonium klorida (Tensilon) IV, yang memperbaiki kekuatan dan mengurangi mudah lelah untuk sementara waktu.Antibodi antireseptor asetilkolin seringkali dapat dideteksi dalam serum. Stimulasi repetitive saraf menunjukkan respons dekremental pada 1-3 Hz.5

Tatalaksana meliputi inhibitor asetilkolin esterase (piridostigmin), timektomi, prednison, plasmaferesis, dan obat-obatan imunosupresif.Gangguan pernapasan merupakan indikasi intubasi segera dan perawatan di ICU.5

3. Polimiositis

Page 10: pbl cinthya.docx

Polimiositis adalah peradangan difus nonsupuratif otot skelet yang menyebabkan kelemahan simetrik disertai atrofi otot, terutama mengenai otot-otot proksimal gelang bahu, panggul, leher dan faring. Manifestasi klinik yang utama adalah kelemahan otot yang dapat mengenai sebagian atau semua otot skelet; timbul akut atau subakut. Paling sering mengenai otot proksimal gelang bahu dan gelang panggul; kadang-kadang dapat juga mengenai otot lain, sehingga menimbulkan kesulitan mengangkat kepala, berjalan lurus dan sebagainya. Kesulitan menelan menyebabkan ancaman aspirasi yang dapat mengancam jiwa.Pada kasus berat semua otot skelet dapat terkena, sehingga pasien terpaksa tinggal di tempat tidur karena tak dapat bergerak.Nyeri otot hanya ditemukan pada sebagian kecil kasus.Otot dapat membengkak, keras dan kaku.Refleks tendon pada umumnya menurun.

Gejala sistemik dapat berupa badan lemah, demam, malaise, anoreksia, dan berat badan menurun.Pada sendi dapat ditemukan sinovitis subakut yang mungkin menyerupai gambaran artritis rheumatoid.Pada paru dapat ditemukan fibrosis paru dan pneumonia interstitialis, sedangkan pada saluran cerna dapat ditemukan disfagia dan enterovaskulitis, terutama pada anak-anak.

Pemeriksaan Diagnostik. Kadar SGOT, SGPT, keratin fosfokinase (CPK), dan aldolase akan meningkat; demikian juga laju endap darah (LED) dan C-reactive protein(CRP). Didalam urin juga akan didapatkan peningkatan kadar mioglobulin dan keratin. Pada elektromiografi didapatkan fibrilasi spontan dan potensial polifasik serta berjangka pendek yang menunjukkan adanya aktifasi insersional.5

Kortikosteroid merupakan obat lini pertama untuk polimiositis dengan dosis 60 mg/hari sampai 2 mg/kgbb prednison. Metotreksat juga dapat diberikan baik pada dewasa maupun anak-anak, dengan dosis awal 7,5mg/minggu dan dapat dinaikkan sampai 15 mg/minggu bila setelah 4-6 minggu tidak didapatkan perbaikan yang diharapkan.6

4. Paralisis HipokalemikParalisis periodik primer akibat hipokalemik. Dapat timbul pada dekade pertama atau kedua,

meningkat serangannya selama masa dewasa awal dan berkurang atau berhenti pada dekade keempat dan kelima kehidupan.Laki-laki lebih sering terserang dari pada wanita. Serangan timbul setelah diet tinggi karbohidrat atau natrium atau setelah istrahat langsung pasca latihan.Oleh sebab itu dianjurkan menurunkan derajat latihan secara bertahap. Diagnosis ditegakkan bila didapatkan hypokalemia dan dapat disingkirkan berbagai penyebab sekunder.

Gambaran klinik umum paralisis periodic pada berbagai tipe adalah sebagai berikut : Serangan paralisis dapat berakhir dari kurang satu jam sampai dapat berlangsung dalam

beberapa hari Kelemahan otot dapat terlokalisir atau umum Refleks tendon dalam menurun dan hilang selama serangan

Page 11: pbl cinthya.docx

Serabut otot resisten terhadap stimulasi elektrik selama serangan Serangan dimulai dari otot proksimal dan berkembang ke otot distal Istrahat langsung setelah latihan dapat mencetuskan serangan pada otot yang dilatih Paparan dingin juga dapat mencetuskan serangan paralisis Pemulihan sempurna dapat terjadi pada serangan pertama Pada kelainan primer, dapat terjadi kelemahan otot yang permanen.

Penatalaksanaan. Pemberian KCl oral 0,2-0,4 mMol/kgBB harus diberikan setiap 30 menit. Selama pemberian KCl, kekuatan otot dan EKG harus dimonitor terus. Hindari pemberian KCl bersama glukosa atau NaCl karena akan memperburuk hipokalemi. Pasien juga harus diberikan diet rendah karbohidrat dan rendah Natrium serta menghindari latihan dan kegiatan fisik yang berlebihan. Untuk mencegah serangan berikutnya, dapat diberikan asetazolamid 125-1000 mg/hari dalam dosis terbagi sehingga terjadi asidosis metabolik yang akan mencegah inaktifasi sodium channel.6

Etiologi

Virus polio yang termasuk dalam genus enterovirus dari Famili Picornmiridae terdiri dari tiga serotipe yaitu tipe-1. tipe-2 dan tipe-3, seperti virus entero yang lain, virus polio bersifat stabil pada PH asam selama 1-3 jam. Arena virionnya tidak mempunyai envelope yang mengandung lipid sehingga tidak dipengaruhi oleh zat pelarut lemak seperti ether atau sodium dioxcholate. Virus polio menjadi tidak aktif jika virus tersebut dipanasi pada suhu 56°C selama 30 menit. Adanya magnesium chlorida akan menyebabkan virus polio tetap aktif, dan zat tersebut biasa dipakai untuk menstabilkan vaksin. Virus polio berkembang biak dalam sel yang terinfeksi. Siklus infeksinya berjalan sempurna setelah sekitar 6 jam. Virus yang telah masak akan keluar dari sel yang lisis. Di laboratorium, virus tersebut dapat ditumbuhkan pada biakan jaringan primer dan berkelanjutan dari berbagai jaringan manusia maupun kera. Ketiga tipe virus tersebut masing-masing dapat dibedakan secara intratipik. yaitu dengan menggunakan cara baru dari biologi molekuler. Agar nomenklatur dari virus tersebut seragam maka diberikan nama menurut tipe. negara asal atau tempat asal. nomer strain dan tahun isolasinya.1,3

Epidemiologi

Polio menjadi epidemi di seluruh bagian dunia antara tahun 1840 dan tahun 1950-an. Sejak dikembangkannya vaksin polio, insidensi penyakit ini telah menurun secara drastis. Polio berhasil dieradikasi di sejumlah negara. Hanya beberapa kasus polio yang dilaporkan di negara barat pada akhir tahun 1970-an. Kejadian luar biasa masih terdapat di negara berkembang, biasanya pada sekelompok masyarakat yang tidan menerima vaksin. Polio juga muncul pada orang yang berkunjung ke daerah yang terdapat penyakit tersebut. Kampanye vaksin besar-besaran selama lebih dari 20 tahun berhasil secara luas, hingga hanya beberapa negara yang masih mengalami kejadian polio seperti di Afrika dan Asia

Page 12: pbl cinthya.docx

Infeksi poliovirus menunjukkan hanya 4-8% yang berupa penyakit non spesifik dan 1-2% infeksi yang berakhir dengan gangguan saraf. Insidensi paralisis meningkat pada usia muda, usia lanjut, tonsilektomi, kehamilan, latihan berat, dan ketidakseimbangan pertahanan limfosit B. Mortalitas dari poliomielitis akut paralisis adalah 5-10%, tapi bisa mencapai 20-60% pada kasus keterlibatan bulbar. Poliomielitis akut tidan memiliki predileksi menurut ras tertentu. Perbandiangan kejadian poliomielitis laki-laki:perempuan adalah 1:1 dan kebanyakan terjadi pada populasi pediatrik. Imunisasi poliovirus dapat memberikan perlindungan seumur hidup.3

Patofisiologi

Pintu masuk (port d entre) dari virus polio ini adalah mulut. Perkembangbiakan virus mulamula terjadi di oropharing atau intestinum, dan dalam beberapa hari virus dapat muncul di darah. Virus dapat diisolasi dari usap tenggorokan sebelum dan pada waktu gejala pertama timbul. Masa inkubasi biasanya antara 7-14 hari tetapi dapat bervariasi antara 3-35 hari. Satu minggu setelah serangan penyakit hanya sedikit virus didapatkan di tenggorokan. Tetapi virus dalam jumlah besar terus dikeluarkan melalui tinja sampai beberapa minggu meskipun antibodi humoral telah terbentuk pada periode yang sama. Virus dari darah dapat menyerang susunan saraf pusat, kecuali bila antibodi netralisasi sudah terbentuk dengan titer yang cukup tingi untuk memblokir invasi virus tersebut. Di dalam saraf pusat virus menyebar sepanjang serabut saraf dan proses perkembangbiakan virus intraseluler akan dapat merusak sebagian atau sepenuhnya sel saraf yang diserang, sehingga menyebabkan paralisis. Pada umumnya yang terlibat adalah sel anterior horn dan dapat juga terserang dorsal root. Demikian pula, gangguan di otak dapat terjadi pada pembentukan reticular, vestibular nuclei dan cereberall nuclei bagian dalam. Virus polio tidak berkembangbiak pada jaringan otot secara in vivo. Malfungsi yang terjadi pada saraf periferal dan otot tertentu mengikuti replikasi virus pada sel saraf. Perubahan secara cepat terjadi di sel saraf dari kromatolisis yang ringan ke neurophagia dan kerusakan total. Beberapa sel syaraf yang kehilangan fungsinya karena adanya odema lokal dapat sembuh sempurna. Pembengkakan. terutama karena limphocytes. adalah merupakan akibat serangan sekunder pada sel saraf. Jika seseorang yang rentan terhadap virus polio, terserang virus yang virulen, reaksi yang terjadi dapat berupa. (1) infeksi yang tidak tampak (tidak bergejala), (2) sakit ringan, (3) aseptik meningitis atau polio paralitik. Hanya sekitar 1% infeksi virus polio bermanifestasi klinik. Pengeluaran virus dari tenggorokan dan tinja dan penyebaran infeksi yang lain dapat terjadi tanpa adanya serangan sistem saraf pusat. Sakit ringan dapat berupa demam, malaise, drowsiness, sakit kepala, mual (nausea) dan muntah-muntah, konstipasi, dan sakit tengorokan dalam berbagai kombinasi. Penderita akan sembuh dalam beberapa hari. Non paralytic poliomyelitis (aseptic meningitis) adalah tambahan dari gejala di atas termasuk kaku dan sakit pada punggung dan leher. Penyakit ini berakhir 2- 10 hari secara cepat dan kesembuhan penuh. Virus polio hanya merupakan salah satu dari banyak enterovirus dan virus-virus lain yang dapat mengakibatkan aseptik meningitis. Pada polio paralitik. serangan penyakit mengikuti gejala ringan dapat pula terjadi langsung tanpa melalui stadium permulaan. Keluhan utama adalah adanya flasid paralisis sebagai akibat dari rusaknya motor neuron bagian bawah. Kesembuhan

Page 13: pbl cinthya.docx

maksimal dicapai setelah 6 bulan, tetapi sisa paralisis biasanya berlangsung lebih lama lagi. Manusia merupakan satu-satunya reservoir bagi virus polio, dan kontak sesama manusia merupakan faktor utama bagi penyebaran virus ini. Virus dapat diisolasi dari orofaring untuk beberapa hari, tetapi dalam tinja dapat diketemukan sampai satu bulan atau lebih. Cara penularan yang umum adalah dari oropharing atau tinja menyebar melalui jari yang terkontaminasi. Anak-anak merupakan reservoir utama dari infeksi yang akan menyebar ke anggota keluarga lain yang rentan. Pada waktu penyakit ini diketahui pada salah satu anggota keluarga, maka pada saat itu juga semua anggota keluarga yang rentan telah terinfeksi. Jika virus polio beredar dalam suatu masyarakat, virus dapat diketemukan dalam air buangan yang akan dapat berfungsi sebagai sumber penularan melalui air minum, air mandi, dan sebagai. Di negara beriklim dingin, infeksi dengan virus entero. termasuk virus polio, terjadi terutama pada musim panas dan musim gugur. Di negara tropis, sirkulasi virus polio cenderung terjadi sepanjang tahun atau berhubungan dengan musim hujan. Ada hubungan langsung antara kejadian penyakit dengan beberapa faktor seperti; sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk, dan terbentuknya antibodi pada umur muda.1,3,5

Manifestasi Klinis

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 9-12 hari, tetapi kadang-kadang 3-35 hari. Gambaran klinis yang terjadi sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat yaitu :

1. Asimptomatik (Silent infection)

Kejadian infeksi yang asimptomatik ini sulit diketahui, tetapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang standar higinenya jelek. Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap virus tersebut. Bayi baru lahir mula-mula terlindungi karena adanya antibodi maternal yang kemudian akan menghilang setelah usia 6 bulan. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus ditinja atau meningginya titer antibodi.4

2. Poliomielities abortif

Diduga secara klinis hanya pada daerah yang terserang epidemi, terutama yang diketahui kontak dengan penderita poliomielitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus, seperti demam bisa sampai 39.5C, malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus di biakan jaringan. Diagnosis banding: influensa atau infeksi bakteri daerah nasofaring.5

3. Poliomielitis non-paralitik

Page 14: pbl cinthya.docx

Gejala klinik sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur (tanda Tripod) dan terlihat kelakuan otot spinal oleh spasme. Duduk kaku terlihat secara pasif dengan kernig dan Brudzinsky yang positif. “Head drop” yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik.5

4. Poliomielitis paralitik

Gejala klinis sama dengan Poliomielitis non Paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet dan kranial. Gejala ini bisa menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flaccid paralysis yang biasanya unilateral dan simetris.Yang paling sering terkena adalah tungkai. Keadaan ini bisa disertai kelumpuhan vesica urinaria, atonia usus dan kadang-kadang ileus paralitik. Pada keadaan yang berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernafasan. Secara klinis dapat dibedakan atas 4 bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada susunan syaraf pusat yaitu :

1) Bentuk spinal dengan gejala kelemahan otot leher, perut, punggung, diafragma, atau extremitas, dimana yang terbanyak adalah extremitas bawah. Tersering yaitu otot-otot besar pada tungkai bawah kuadriceps femoris, pada lengan otot deltoideus. Sifat kelumpuhan ini adalah asimetris. Refleks tendon menurun sampai menghilang dan tidak ada gangguan sensibilitas. Diagnosa banding adalah :

a) Pseudo paralisis non neurogen : tidak ada kaku kuduk, tidak ada peliositosis. Disebabkan oleh trauma/kontusio, demam rematik akut, osteomyelitis

b) Polineuritis : gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan paralisis palatum mole dan gangguan otot bola mata.

c) Poliradikuloneuritis (sindroma Guillain-Barre) : 50% kasus sebelum paralisis didahului oleh demam tinggi, paralisis tidak akut tetapi perlahan-lahan, kelumpuhan bilateral dan simetris, pada liquor serebrospinal protein meningkat, sembuh tanpa gejala, terdapat gangguan sensorik.

2) Bentuk bulbar ditandai dengan kelemahan motorik dari satu atau lebih syaraf kranial dengan atau tanpa gangguan pusat vital seperti pernafasan, sirkulasi dan temperatur tubuh. Bila kelemahan meliputi syaraf kranial IX, X dan XII maka akan menyebabkan paralisis faring, lidah dan faring dengan konsekuensi terjadinya sumbatan jalan nafas.3) Bentuk bulbospinal didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bubar.

Page 15: pbl cinthya.docx

4) Bentuk ensefalitik ditandai dengan kesadaran yang menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.5

Penatalaksanaan

Terapi poliomielitis tak ada yang spesifik, tetapi tergantung penyulit yang terjadi. Sehingga, terapi poliomielitis dapat dibagi sebagai berikut:

1. Fase Pre-paralitikTirah baring merupakan pengobatan yang penting untuk menjaga terjadinya footdrop, bila anak tampak gelisah dapat diberikan sedatif ringan seperti diazepam, pada otot yang sakit diberikan kompres air panas, dan dapat diberikan antipiretik bila demam.

2. Fase ParalitikSelama fase akut dapat diberi analgetik non narkotik. Rasa nyeri pada otot dikurangi dengan mengurang manipulasi. Fisioterapi dimulai pada masa konvalesens untuk mencegah kontraktur. Pemberian cairan suplemen per-oral bila kurang dan pemberian enema bila obstipasi. Setelah fase akut lewat, mulai dilakukan fisio terapi aktif. Terapi fisik seperti serakan pasif yang ringan dilakukan bersamaan dengan pemanasan  lembap untuk memperluas rentang gerak dan menghindari kontraktur potensial dan deformitas. Konsultasi ortopedi dapat dilakukan segera, tetapi operasi biasanya dilakukan 1-2 tahun setelah awitan. Braces mungkin dapat dipakai untuk mengkompensasi kelemahan otot.

3. Gangguan PernafasanKelemahan otot perifer inter-kostal dan diafragma disertai gangguan pada pusat regulasi menyebabkan gangguan respirasi. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi kelemahan otot faring, laring, dan terdapat gangguan menelan. Intubasi endotrakea untuk menjaga saluran nafas dan untuk menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat ditelan. Terapi gangguan respirasi yang ringan  dapat dilakukan fisioterapi atau postural drainage. Bila kapasitas menurun sampai 30-50%, O2 arteri menurun, atau respirasi irreguler dapat dilakukan trakeostomi dan pemakaian alat bantu pernafasan. Ventilasi mekanik mungkin perlu bila terjadi paralisis diafragma.

4. Deformitas ototKontraktur, devervasi atau gangguan keseimbangan dapat menyebabkan deformitas. Dapat terjadi gangguan ekstremitas bila terkena kipo-skoliosis. Pemendekan tendon dapat dicegah dengan fisioterapi segera, walaupun biasanya dibutuhkan terapi bedah.1,3,5.

Komplikasi

Komplikasi merupakan hasil dari infeksi akut dan menyebabkan kelumpuhan yang permanen. Dapat terjadi pada saluran pernapasan, faring, kandung kemih, dan kerusakan usus. Kematian biasanya akibat komplikasi yang timbul dari disfungsi pernapasan. Pada poliomielitis bisa terjadi melena berat sehingga memerlukan tranfusi. Dilatasi lambung akut menyebabkan gangguan

Page 16: pbl cinthya.docx

respirasi dan aspirasi lambung. Hipertensi ringan karena lesi pada pusat vasoregulator akibat kurang ventilasi. Cedera tungkai  sebelum infeksi, misalnya penggunaan injeksi intramuskular, penggunaan yang berlebihan, atau trauma mudah memburuk dan memiliki prognosis yang jelek pada pemulihan (provocation paralysis). Atrofi otot post polio terjadi pada 30-40% kasus dan menjadi  lumpuh 20-30 tahun kemudian yang ditandai dengan kelemahan.1

Pencegahan

Meskipun peningkatan sanitasi lingkungan mengurangi penyebaran virus polio, satu-satunya cara yang spesifik untuk pencegahan paralitik polio adalah imunisasi dengan vaksin polio oral yang hidup (OPV=ora/ polio vaccine) dan atau vaksin polio yang dimatikan (IPV= inactived polio vaccine). Kedua vaksin tersebut pada waktu ini sudah tersedia dan cukup bagus kualitasnya. Keduanya berisi ketiga serotipe virus polio. Vaksin polio yang diinaktifkan dengan formalin (IPV, yang juga dikenal sebagai vaksin polio Salk), dibuat dari virus yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal kera (dulu biakan jaringan kera primer sekarang biakan jaringan cell vero). Booster berulang diperlukan untuk memelihara kekebalan dengan vaksin inaktif ini. Formulasi baru dari IPV dengan konsentrasi antigen yang lebih tinggi (enchanced atau e IPV) telah dikembangkan akhir-akhir ini. Tujuan utama dari vaksin baru ini adalah menimbulkan kekebalan yang cukup tinggi dan lama pada proporsi yang besar dari orang-orang yang divaksin, cukup hanya diberikan dua dosis. Meskipun demikian sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang jelas tentang efikasi klinik dan efek jangka panjangnya. Vaksin polio oral yang dilemahkan (OPV), atau dikenal sebagai vaksin sabin berisi virus polio yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal kera primer atau pada cell diploid manusia. OPV dapat distabilkan dengan magnesium chlorida atau sacharosa. Magnesium chlorida lebih sering dipakai. OPV yang telah distabilkan dapat disimpan pada suhu 0-8°C selama 6-12 bulan tanpa kehilangan titer yang berarti. OPV dapat disimpan selama 2 tahun bila disimpan pada suhu -20°C. pada kenaikan temperatur, OPV yang telah distabilkan akan tetap memiliki titer minimal/potensi minimum selama waktu yang singkat: 7-14 hari pada 26°C dan dua hari pada 31°C. Pada temperatur 37°C potensi vaksin turun 0.15 log 10 nap harinya. Jadi total virus sebesar 6,15 log 10 akan kehilangan potensinya sebesar separo dalam dua hari pada suhu 37°C. Kedua vaksin OPV dan IPV menimbulkan imunitas humoral yang akan beredar di darah dan melindungi saraf pusat dari serangan virus polio alam atau liar. Imunitas yang ditimbulkan oleh IPV hanya memberikan sedikit perlindungan pada infeksi usus, dan pembawa virus yang menerima IPV akan tetap merupakan alat atau organ yang potensial untuk penyebaran virus alam atau liar kepada orang yang rentan. Kebalikannya, OPV berkembang dan mengebalkan orang seperti pada infeksi alam. OPV tidak hanya menimbulkan IgM dan IgG didalam darah yang tahan lama tetapi juga antibodi sekretoris IgA dalam pharing dan usus,yang menyebabkan resistensi terhadap infeksi virus liar. Virus polio yang dilemahkan terutama serotipe polio 3 mengalami mutasi dalam batas tertentu, selama berkembang dalam tubuh anak yang divaksinasi, tetapi tidak sampai penuh bersifat neurovirulence, dan sangat jarang menyebabkan polio paralisis. Resiko terjadinya polio paralisis disebabkan karena perubahan atau mutasi serotipe virus vaksin sangatlah kecil. Berdasarkan

Page 17: pbl cinthya.docx

penelitian yang pernah dilakukan, diperkirakan bahwa satu kasus polio paralisis karena vaksinasi akan terjadi tiap 2 sampai 4 juta dosis OPV yang dipakai. Di negara-negara berkembang, imunisasi primer harus dimulai sedini mungkin dan berakhir sedini mungkin juga. Jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh WHO dalam EPI adalah 3 dosis secara seri dengan OPV. Ini harus dilakukan pada umur 6,10 dan 14 minggu atau secepatnya setelah itu, jarak interval yang lebih besar dari 4 minggu tidak diperlukan ulangan dari permulaan. Pada bayi yang lahir di rumah sakit atau bayi yang sejak dini telah berhubungan dengan pelayanan kesehatan, kesempatan ini harus digunakan untuk memberikan dosis ekstra OPV. Ini yang disebut OPV zero (bukan OPV 1). Untuk menunjukkan bahwa ini bukan untuk menggantikan dosis dari seri OPV yang biasa. Meskipun pemberian OPV pada bayi yang sangat muda (minggu pertama dari kehidupan) tidak memberikan reaksi serologi sebaik pada bayi yang lebih tua tetapi pemberian vaksin pada umur muda tersebut akan memberikan 70% kekebalan lokal pada usus. Disamping itu 30% sampai 50% bayi-bayi tersebut membentuk antibodi terhadap salah satu atau lebih serotipe virus polio. Satu dosis OPV yang diberikan pada bayi yang baru lahir sangat penting terutama di kota atau di daerah dengan penduduk yang padat, dan juga kasus poliomilitis terjadi pada tahun pertama dari kehidupan. Ini menunjukkan pentingnya imunisasi polio dapat diselesaikan sedini mungkin. Di beberapa negara berkembang. anak-anak menunjukkan reaksi serologi yang lebih rendah dari yang diharapkan setelah mendapat 3 dosis OPV atau lebih. Ini mungkin disebabkan rantai dingin yang kurang baik pada waktu pengiriman atau adanya gangguan dari virus entero yang lain atau dengan inhibitor non spesifik yang ada dalam usus.1,2

Prognosis

Angka mortalitas pada epidemi pada masa pravaksinasi adalah 5-7%. Mortalitas dan kecacatan lebih besar sesudah puberta. Semakin luas paralisis pada 10 hari pertama sakit, semakin berat cacat yang terjadi. Penyembuhan fungsional tergantung pada terapi yang cukup dan posisi tubuh yang tepat, gerakan aktif, penggunaan alat bantu, dan motivasi psikologis.

Kesimpulan

Poliomielitis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan dengan gejala meliputi demam, lemas, sakit kepala, muntah, sulit buang air besar, nyeri pada kaki/tangan, kadang disertai diare. Kemudian virus menyerang dan merusakkan jaringan syaraf , sehingga menimbulkan kelumpuhan yang permanen. Pencegahan polio antara lain melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh

Daftar Pustaka

Page 18: pbl cinthya.docx

1. Pasaribu S. Aspek diagnostic poliomyelitis. Diunduh dari www. library. usu .ac.id , 26 Desember 2015.

2. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: Sagung seto; 2009.h.128-134.

3. Wahyuyono G, Herawati M. Artikel peran laboratorium dalam menunjang eradikasi polio. Diunduh dari www. ejournal.litbang.depkes.go.id , 20 Desember 2015.

4. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Edisi ke 6. Jakarta: Elsevier inc; 2014.h.751

5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Volume 3. Jakarta: EGC; 2007.h.2191-3

6. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Volume 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.1190-2.