PBL Blok 29 Emergency Medicine 1
-
Upload
sagase-apthayasa -
Category
Documents
-
view
62 -
download
3
description
Transcript of PBL Blok 29 Emergency Medicine 1
Hernia Inguinalis
Pendahuluan
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau
kelemahan suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal . Hernia
inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis
inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis. Hernia
inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum,
disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. Hernia Inguinalis
adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal
tertutup. Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar
masuk. Isi hernia keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantung hernia tidak dapat
dikembalikan ke dalam rongga disebut hernia irreponibel. Hal ini biasanya disebabkan oleh
perlekatan isi kantung pada perineum kantong hernia. Bila tidak ada keluhan rasa nyeri ataupun
tanda sumbatan usus akibat perlekatan tersebut disebut hernia akreta. Bila isi hernia terjepit oleh
cincin hernia, disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata. Disebut hernia inkarserata bila
isi kantung terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibat yang berupa
gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk
hernia irreponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi disebut hernia
strangulata. Sebenarnya gangguan vaskularisasi sudah terjadi saat jepitan dimulai, dengan
berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai nekrosis.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 1
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan.............................................................................................................1
Daftar isi..................................................................................................................2
BAB II
Anatomin dan Fisiologi..............................................................................................3
Etiologi....................................................................................................................4
Patogenesis...............................................................................................................4
Manifestasi Klinik.....................................................................................................6
Diagnosis…..............................................................................................................7
Diagnosa banding.....................................................................................................10
Komplikasi..............................................................................................................10
Penatalaksanaan........................................................................................................11
Prognosis…………………………………………………………………………………...12
Pencegahan...............................................................................................................13
Menejemen Operasi dan Anestesi…………………………………………………………..13
BAB III
Kesimpulan...............................................................................................................31
Daftar Pustaka...........................................................................................................32
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 2
BAB II
ISI
Anatomi Fisiologi
Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni musculus rectus abdominis, musculus, obliqus
abdominis internus, musculus transversus abdominis. Kanalis inguinalis timbul akibat descensus
testiculorum, dimana testis tidak menembus dinding perut melainkan mendorong dinding ventral
perut ke depan. Saluran ini berjalan dari kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum
inguinalis, panjangnya : + 4 cm. Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus
inguinalis internus yag merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis
muskulus transversus abdominis di medial bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini
dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan
didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio
inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit, tungkai atas bagian proksimedial.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut
kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih
vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam
kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 3
transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot
sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.
Etiologi
Kelemahan otot dinding abdomen.
1. Kelemahan jaringan
2. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
3. Trauma
Peningkatan tekanan intra abdominal.
1. Obesitas
2. Mengangkat benda berat
3. Mengejan à Konstipasi
4. Kehamilan
5. Batuk kronik
6. Hipertropi prostate
Faktor resiko: kelainan kongenital
Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti
tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat
atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada
daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan
dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 4
ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan
kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat
dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan
mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang
terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka
berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren.
Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat. Insiden
hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan
tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi
otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini
tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot
dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang
dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan
sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 5
Manifestasi Klinik
Penonjolan di daerah inguinal
Nyeri pada benjolan/bila terjadi strangulasi.
Obstruksi usus yang ditandai dengan muntah, nyeri abdomen seperti kram dan distensi
abdomen.
Terdengar bising usus pada benjolan
Kembung
Perubahan pola eliminasi BAB
Gelisah
Dehidrasi
Hernia biasanya terjadi/tampak di atas area yang terkena pada saat pasien berdiri atau
mendorong.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 6
Gambar 1. Hernia inguinalis
Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya benjolan dilipat paha (hernia inguinalis, femoralis)
Keluhan nyeri jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau
daerah paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium sewaktu
segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia.
Nyeri yang disertai mual atau muntah (bila terjadi inkarserasi karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis atau gangren).
Pada hernia strangulata suhu badan dapat meninggi/normal
Pada hernia epigastrika penderita sering mengeluh perut kurang enak dan mual, mirip
keluhan pada kelainan kandung ampedu, tukak peptik atau hernia hiatus esophagus.
Pada hernia obturatoria didapatkan keluhan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan parastesia
didaerah panggul, lutut dan bagian medial paha akibat penekanan pada n.obturatorius.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 7
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Hernia reponibel
Terdapat benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin,atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring
Hernia inguinalis
Lateralis
Muncul penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas ke medial
bawah tonjolan berbentuk lonjong
Medialis
Tonjolan biasanya biasanya terjadi bilateral tonjolan berbentuk bulat
Hernia skrotalis
Benjolan yang terlihat sampai ke skrotum yang merupakan tonjolan lanjutan dari
hernia inguinalis lateralis
Hernia femoralis
Benjolan dibawah ligamentum inguinal
Hernia epigastrika
Benjolan dilinea alba
Hernia umbilical
Benjolan diumbilikal
Hernia perineum
Benjolan di perineum
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 8
b. Palpasi
Titik tengah antar SIAS dengan tuberculum pubicum (A.I.L)ditekan lalu pasien disuruh
mengejan. Jika terjadi penonjolan di sebelah medial maka dapat diasumsikan bahwa itu
adalah H.I.Medialis
Titik yang terletak di sebelah lateral tuberkulum pubikum (A.I.M) ditekan lalu pasien
disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateral titik yang kita tekanmaka dapat
diasumsikan sebagai H.I.Lateralis
Titik tengah antara kedua titik tersebut di atas (pertengahan canalis inguinalis) ditekan
lalu pasien disuruh mengejan jika terlihat benjolan di lateralnya berarti H.I.L., jika di
medialnya H.I.Medialis
Hernia inguinalis
Kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funiculus spermatikus sebagai
gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera.
Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera.
Kantong hernia yang berisi, maka tergantung isinya. Mungkin teraba usus, omentum
(seperti karet) atau ovarium.
Dalam hal hernia dapat direposisi pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus,
pasien diminta mengedan . kalau hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis
lateralis, dan kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis.
Hernia femoralis
Benjolan lunak di lipat paha dibawah ligamentum inguinal dan lateral tuberkulum
pubikum
Hernia inkarserata
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 9
Nyeri tekan
c. Perkusi
Bila didapatkan perkusi perut kembung maka harus dipikirkan kemungkinan hernia strangulate
d. Auskultasi
Hiperperistaltis didapatkan pada auskultasi abdomen pada hernia yang mengalami obstruksi usus (hernia inkarserata)
e. Colok dubur
Tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda Howship-Romberg (hernia obturatoria)
3. Pemeriksaan laboratorium
Nekrosis/ gangrene pada hernia strangulata didapatkan leukositosis
Radiologis, untuk hernia interna
Diagnosis banding
1. Hidrokel testis/funikuli
2. Varikokel
3. Limfadenopati inguinal
4. Abses inguinal
Komplikasi
1. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia tidak dapat
dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada keadaan ini belum ada
gangguan penyaluran isi usus.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 10
2. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Cincin
hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan gangguan penyaluran isi usus.
Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis incarcerata.
3. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan pembuluh
darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis strangulata.
4. Timbul edema bila terjadi obstruksi usus yang kemudian menekan pembuluh darah dan
kemudian timbul nekrosis.
5. Bila terjadi penyumbatan dan perdarahan akan timbul perut kembung, muntah dan
obstipasi.
6. Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki,
7. Pendarahan yang berlebihan/infeksi luka bedah,
8. Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
9. Bila isi perut terjepit dapat terjadi: shock, demam, asidosis metabolik, abses.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
a. Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan
menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
b. Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan
setelah 5 menit di evaluasi kembali.
c. Celana penyangga
d. Istirahat baring/tirah baring
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 11
e. Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic
untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
f. Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan
gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama
BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat
memperburuk gejala-gejala.
2. Pembedahan (Operatif) :
a. Herniaplasty : memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang.
b. Herniatomy : pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan
isi hernia dibebas kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit
ikat setinggi lalu dipotong.
c. Herniorraphy : mengembalikan isi kantong hernia ke dalam abdomen dan menutup
celah yang terbuka dengan menjahit pertemuan transversus internus dan muskulus
ablikus internus abdominus ke ligamen inguinal.
Prognosis
Prognosis hernia inguinalis responsible antara lain:
Pre-operasi: kondisi yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdominal
belum diatasi.
Saat operasi: kesalahan tehnik operasi, misalnya ketegangan penjahitan serta terjadinya
kekurangan dalam menutup anulus inguinalis internus, kelemahan pada saat melakukan
identifikasi kantong hernia.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 12
Post operasi: terjadinya infeksi pada luka operasi, adanya kondisi yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intra abdominal.
Pencegahan
Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara perlahan menuju
abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat penyokong.
Jika suatu operasi daya putih isi hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah
5 menit di evaluasi kembali.
Celana penyangga
Istirahat baring Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya
Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk
mencegah sembelit.
Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi
seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengedan selama BAB,
hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk
gejala-gejala.
Menejemen Operasi dan Anestesi
a. Pre OPERASI
Penilaian dan Persiapan Preanestesi
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab
terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi seyogyanya mengunjungi pasien
sebelum pasien dibedah, agar ia dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah
dalam keadaan bugar. Kadang kadang dokter spesialis anestesiologi mempunyai waktu terbatas
untuk menyiapkan pasien, sehingga persiapan kurang sempurna. Penundaan jadwal operasi akan
merugikan semua pihak, terutama pasien dan keluarganya. Tujuan utama kunjungan pra
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 13
anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian Prabedah
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut-nakuti atau
dibuat-buat, karena memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus lengkap
dan harus dicocokkan dengan gelang identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi
mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-
muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang
anestesia berikutnya dengan lebih baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien
termasuk alergi atau efek samping obat.
Beberapa peneliti menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau
sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga
bulan, suksinilkolin vang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan
merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang
mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa hari untuk mengaktifkan
kerja silia jalan pernapasan dan 1-2 minggu untuk mengurangi produksi sputum.
Kebiasaan minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 14
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin lain
secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit
yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan uji laboratorium
secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan
darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada
usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-
praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan
manfaat minimal uji-uji semacam ini.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien
dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus
dihindari.
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 15
bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak dapat
dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas
rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman
kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa
pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Kelas VI : Brain death, kondisi pasien siap didonorkan organnya.
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan
oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4
jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.Minuman
bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih
dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 16
b. Intra OPERASI
Anestesi Spinal
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal
ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh,
tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas,
kehamilan, dan penyebaran obat. Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi dahulu ialah
saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan
dalam. Yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan
proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah.
Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang
pertama kali akan pulih. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung
lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah
vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari
kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi,
bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal
pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia,
hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi
relatf meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan
preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta
resistant surgeon.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 17
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.
2. Memperlancar induksi anestesia.
3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.
5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.
6. Menciptakan amnesia.
7. Megurangi isi cairan lambung.
8. Mengurangi refleks yang membahayakan.
Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi yang
tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun kepercayaan dan
menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa digunakan diazepam peroral 10-
15 mg beberapa jam sebelum induksi anestesia. Jika disertai nyeri karena penyakitnya
dapat diberikan opioid misalnya petidin 50 mg intramuskular.
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian diatas dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya
oral simetidin 600 mg atau oral ranitidin (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal
operasi. Untuk mengurangi mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi
suntikan intramuskular untuk dewasa droperidol 2,5-5 mg atau ondansetron 2-4 mg
(zofran, narfoz).
Prosedur anestetik
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 18
Pemeriksaan rutin sebelum anestesi termasuk tindakan-tindakan berikut:
1. identitas penderita, lokasi dan sifat tindakan pembedahan.
2. surat izin operasi yang telah ditandatangani penderita/keluar¬ga penderita.
3. tidak ada perhiasan atau prolesa (termasuk gigi palsu) yang dipakai.
4. ahli bedah sudah mengetahui lesinya, mengenal penderita, serta siap sedia.
5. alat penghisap lendir telah tersedia.
6. obat dan peralatan anestesi, serta peralatan resusitasi tersedia.
Monitoring Perianesthesia
Kemajuan dalam bidang mikro-elektronik dan bio-enjinering memungkinkan kita
memonitor lebih efektif dan dapat mengetahui peringatan awal dari masalah yang
potensial, sehingga kita dapat cepat mengerjakan hal-hal yang perlu untuk
mengembalikan fungsi organ vital sefisiologis mungkin. Tetapi alat monitor kurang
bermanfaat kalau arti dan limitasi dari informasi yang diberikan kurang dimengerti.
Anestesia bertujuan menghasilkan blokade terhadap rangsang nyeri, blokade
terhadap memori atau kesadaran dan blokade terhadap otot lurik. Untuk meniadakan
atau mengurangi efek samping dari obat atau tindakan anestesia diperlukan monitoring
untuk mengetahui apakah ketiga hal diatas cukup adekuat, kelebihan dosis atau malah
perlu ditambah.
Pasien meninggal dunia bukan karena kelebihan dosis analgetika atau relaksansia,
tetapi karena gangguan pada jantungnya, kekurangan oksigen pada otaknya, adanya
perdarahan, transfusi dengan darah yang salah, hipoventilasi dan sebagainya.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 19
Tujuan monitoring untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi organ
vital selama peri anestesia, supaya dapat bekerja dengan aman. Monitoring secara
elektronik membantu anestetis mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus
menerus.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi Amerika Serikat (ASA) pada 1986
menentukan monitoring standar untuk oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu badan
perianestesia untuk semua kasus termasuk anestesia umum, analgesia regional dan
pasien dalam keadaan diberikan sedativa sebagai berikut:
Standar 1 : Selama anestesia pasien harus diawasi oleh personel anestesi yang
berkualitas.
Standar 2 : Selama anestesia oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu pasien harus
dievaluasi baik secara berkala atau terus menerus.
Standar monitoring ASA 1986 ini mengalami dua kali amandemen yaitu pada 1992 dan
1998 dengan menambahkan kapnometri.
Monitoring Standart
Rekam medis sebelum tindakan anestesia sangat penting diketahui, apakah pasien berada dalam
keadaan segar bugar atau sedang menderita sesuatu penyakit sistemik. Monitoring dasar pada
pasien dalam keadaan anestesia ialah monitoring tanpa alat atau dengan alat sederhana seperti
stetoskop dan tensimeter secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Monitoring rutin atau monitoring standar pada pasien dalam perianestesia berbeda antara satu
rumah sakit dan rumah sakit lainnya dan bergantung banyak hal, misalnya apakah
pembedahannya termasuk bedah ringan cepat selesai pada pasien sehat, atau bedah sedang,
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 20
bedah khusus (bedah jantung, bedah otak, bedah teknik hipotensi, teknik hipotermi atau bedah
pasien dengan kelainan sistemik berat).
Monitoring yang lengkap dan baik meningkatkan mutu pelayanan terhadap pasien, tetapi tidak
dapat menjamin tidak akan terjadi sesuatu. Kemajuan dalam bidang teknologi dapat merubah
monitoring standar dari waktu ke waktu. Monitoring standar atau minimal yaitu stetoskop
prekordial/esofageal, manset tekanan darah, ekg,oksimeter dan termometer. Sebelum
mengerjakan anestesia semua peralatan harus diperiksa apakah bekerja cukup baik, seperti pilot
pesawat udara akan menerbangkan pesawatnya.
Monitoring Kardiovaskular
1. Non-invasif (tak langsung)1.1. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi sering
terjadi selama anestesi. Makin bradikardi makin menurunkan curah jantung.
Monitoring terhadap nadi dapat dilakukan dengan cara palpasi arteria radialis,
brakialis, femoralis atau karotis. Dengan palpasi dapat diketahui frekuensi, irama dan
kekuatan nadi. Selain palpasi dapat dilakukan auskultasi dengan menempelkan
stetoskop di dada atau dengan kateter khusus melalui esofagus. Cara palpasi dan cara
auskultasi ini terbatas, karena kita tidak dapat melakukannya secara terus menerus.
Monitoring nadi secara kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan elektronik
seperti EKG atau oksimeter yang disertai dengan alarm. Pemasangan EKG untuk
mengetahui secara kontinyu frekuensi nadi, disritmia, iskemia jantung, gangguan
konduksi, abnormalitas elektrolit dan fungsi 'pacemaker'.
1.2. Tekanan darah
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 21
Tekanan darah dapat diukur secara manual atau otomatis dengan manset yang
harus tepat ukurannya (lebarnya kira-kira 2/3 lebar jarak olekranon-akromion, atau
40% dari keliling besarnya lengan), karena terlalu lebar menghasilkan nilai lebih
rendah dan terlalu sempit menghasilkan nilai lebih tinggi.Tekanan sistolik-diastolik
diketahui dengan cara auskultasi, palpasi, sedangkan tekanan arteri rata-rata (mean
arterial pressure) diketahui secara langsung dengan monitor tekanan darah
elektronik atau dengan menghitungnya yaitu 1/ 3 (tekanan sistolik +2 x tekanan
diastolik) atau tekanan diastolik +1/3 (tekanan sistolik - tekanan diastolik). Pada
tabel 14 tertera harga normal nadi dan tekanan darah
1.3. Banyaknya perdarahanMonitoring terhadap perdarahan dilakukan dengan menimbang kain kasa ketika
sebelum kena darah dan sesudahnya, mengukur jumlah darah di botol pengukur
darah ditambah 10-20% untuk yang tidak dapat diukur.
2. Invasif (langsung)Biasanya dikerjakan untuk bedah khusus atau pasien keadaan umum kurang baik.
2.1. Dengan kanulasi arteri melalui a. radialis, a. dorsalis pedis, a. karotis, a. femoralis
dapat diketahui secara kontinyu tekanan darah pasien.
2.2. Dengan kanulasi vena sentrai, v. jugularis interna-eksterna, v. subklavia,
v. basilika, v. femoralis dapat diketahui tekanan vena sentral secara kontinyu.
2.3. Dengan kanulasi a. pulmonalis (Swan-Ganz) dapat dianalisa curah
jantung.
2.4. Pada bayi baru lahir dapat digunakan arteria dan atau vena umbilikalis.
Selain itu kanulasi arteri ini dapat digunakan untuk memonitor ventilasi dengan
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 22
mengukur kadar pH, P02, PC02 bikarbonat dengan lebih sering sesuai kebutuhan.
Pada bedah jantung yang kompleks digunakan ekokardiografi transesofagea 1.
Monitoring Respirasi
1. Tanpa alatDengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara langsung gerakan dada-perut baik
pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan gerakan kantong cadang apakah
sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari dan darah pada luka
bedah apakah pucat, kebiruan atau merah muda.
2. Stetoskop
Dengan stetoskop prekordial atau esofageal dapat didengar suara pernapasan.
3. Oksimetri denyut (pulse oximetry)Untuk mengetahui saturasi oksigen (Sa02). Selain itu dapat diketahui frekuensi nadi dan
adanya disritmia.
4. KapnometriUntuk mengetahui secara kontinyu kadar C02 dalam udara inspirasi atau ekspirasi.
Kapnometer dipengaruhi oleh sistem anestesia yang digunakan. Monitoring khusus biasanya
bersifat invasif karena kita ingin secara kontinyu mengukur tekanan darah arteri dan tekanan
darah vena, produksi urin, analisa gas darah dan sebagainya.
Monitoring Suhu Badan
Dilakukan pada bedah lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu sangat penting
pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan panas secara radiasi, konveksi,
evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi depresi otot jantung, hipoksia, asidosis, pulih
anestesia lambat dan pada neonatus dapat terjadi sirkulasi persis-tent fetal.
Tempat yang lazim digunakan ialah:
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 23
1. Aksila (ketiak)
Untuk membacanya perlu waktu 15 menit. Dipengaruhi oleh banyaknya rambut ketiak,
gerakan pasien, manset tensimeter dan suhu cairan infus.
2. Oral-sublingual
Pada pasien sadar sebelum anestesia.
3. Rektal
Seperti termometer aksila tetapi lebih panjang.
4. Nasofaring, esofageal.
Berbentuk kateter.
5. Lain-lain. Jarang digunakan, misalnya kulit, buli-buli, liang telinga.
Monitoring Ginjal
Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal. Produksi air kemih normal minimal 0,5-1,0
ml/kgBB/jam dimonitor pada bedah lama dan sangat bermanfaat untuk menghindari retensi urin
atau distenti buli-buli. Monitoring produksi air kemih harus dilakukan dengan hati-hati, karena
selain trumatis juga mengundang infeksi sampai ke pielonefritis. Secara rutin digunakan kateter
Foley karet lunak ukuran 5-8°F. Kalau >1 ml /kgBB/ j am dan r eduks i u r i n positf 2 ,
d i cu r i ga i adanya hiperglikemia.
Monitoring Blokade Neuromuskular
Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.
Monitoring Sistem Saraf
Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi terhadap
personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar, monitoring
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 24
terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap cahaya, respons terhadap
trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.
Monitoring Khusus
Monitoring tambahan biasanya digunakan pada bedah mayor atau bedah khusus seperti bedah
jantung, bedah otak posisi telungkup atau posisi duduk, bedah dengan teknik hipotensi atau
hipotermi dan bedah pada pasien keadaan umum kurang baik yang disertai oleh kelainan
sistemis. Oksimeter denyut, infra red C02 dan analisa zat anestetik dapat memberitahukan kita
akan adanya gangguan dini, tetapi alat ini ada yang menggolongkan monitoring tambahan ada
yang memasukkan dalam monitoring standar. Ketiga alat ini walaupun sangat bermanfaat, tetapi
sering diganggu oleh kauter listrik, intervensi cahaya dan sering alarm walaupun pasien dalam
keadaan klinis baik.
Alat monitor elektronik dapat saja memberi informasi salah, sehingga yang terbaik ialah
kombinasi manual-elektronik. Hipoksia menyeluruh dapat menyebabkan bradikardi-hipotensi
dan kalau tidak segera ditanggulangi dapat menjurus ke henti jantung. Bradikardia akibat
hipoksia tidak bereaksi terhadap pemberian vagolitik seperti atropin, sehingga terapi utama ialah
ventilasi dengan 02.
c. Post OPERASI
Pulih dari anestesia umum atau dari analgesia regional secara rutin
dikelola di kamar pulih atau, unit perawatan pasca anestesi (RR, Recovery Room
atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesia secara
bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang
tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesia yang berupa
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 25
gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah,
menggigil dan kadang-kadang perdarahan.
Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA) harus berada dalam satu lantai dan dekat
kamar bedah, supaya kalau timbul kegawatan dan perlu segera diadakan
pembedahan ulang tidak akan banyak mengalami hambatan. Selain itu karena
segera setelah selesai pembedahan dan anestesia dihentikan, pasien sebenarnya
masih dalam keadaan anestesi dan perlu diawasi dengan ketat seperti masih
berada di kamar bedah.
Pengawasan ketat di UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai
pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus
disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG, peralatan
resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari
kamar bedah.
Personil dalam UPPA sebaiknya sudah terlatih dalam penanganan pasien gawat,
mahir menjaga jalan napas tetap paten, tanggap terhadap perubahan dini tanda
vital yang membahayakan pasien.
Gangguan pernapasan
Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total,tak ada ekspirasi (tak ada
suara napas) paling sering dialami pada pasien pasca anestesia umum yang
belum sadar, karena lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring.
Penyebab lain ialah kejang laring (spasme laring) pada pasien menjelang
sadar,karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau
sebelumnya ada kesulitan intubasi trakea.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 26
Kalau penyebab obstruksi pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup
faring, maka lakukanlah manuver tripel, pasang jalan napas mulut-faring, hidung
faring dan tentunya berikan 100%. Kalau tidak menolong, pasang sungkup
laring. Obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu 0 2 100%,
bersihkan jalan napas, berikan preparat kortikosteroid (oradekson) dan kalau tak
berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot.
Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi,
hiper-kapni, PaC02 >45 mmHg) atau saturasi 0 2 menurun (hipoksemi, Sa02 <90
mmHg). Hal ini disebabkan pernapasan pasien lambat dan dangkal
(hipoventilasi). Pernapasan lambat sering akibat kebanyakan opioid dan dangkal
sering akibat pelumpuh otot masih bekerja. Kalau penyebab jelas karena opioid
dapat diberikan nalokson dan kalau oleh pelumpuh otot dapat diberikan
prostigmin-atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis,
hipertensi, takikardi yang berakir dengan depresi sikulasi dan henti jantung.
Gangguan kardiovaskular
Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat pembedahan, iritasi pipa
trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis
karena hipoksi, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang
berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard,
disritmia, edema paru atau perdarahan otak. Terapi hipertensi diarahkan pada
faktor penyebabnya dan kalau perlu dapat diberikan klonidin(catapres) atau
nitroprusid (niprus) 0.5-1.0 | ig/kg/ menit.
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 27
Hipotensi akibat isian balik vena (venous reiurn) menurun disebabkan
perdarahan, terapi cairan kurang adekuat, hilangnya cairan ke rongga ketiga,
keluaran air kemih belum diganti, kontraksi miokardium kurang kuat atau
tahanan veskular perifir menurun. Hipotensi harus segera diatasi kalau tidak
akan terjadi hipoperfusi organ vital yang berlanjut dengan hipoksemia dan
kerusakan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya.
Berikan 0 2 10Q% dan infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml.
Disritmia disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alakalosis, hipoksia,
hiperkapnia atau memang pasien penderita sakit jantung.
Gelisah
. Gelisah pasca anestesia dapat disebabkan karena hipoksia, asidosis,
hipotensi, kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh.
Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut diatas, pasien dapat diberikan
penenang midazolam (dormikum) 0.05-0.1 mg/kgBB.
Nyeri
Nyeri pasca bedah dikatagorikan sebagai nyeri berat sedang dan ringan.
Untuk meredam nyeri pasca bedah pada analgesia regional pasien dewasa, sering
ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan anestetik lokal ke ruang
subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat
bermanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam.
Setelah itu nyeri yang timbul biasanya bersifat sedang atau ringan dan jarang
diperlukan tambahan opioid dan kalupun perlu cukup diberikan analgetik
golongan AINS (anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-30 mg iv atau
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 28
im. Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau
epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid
intratekal atau epidural ialah gatal daerah muka dan pada manula depresi napas
belakangan setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat
dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan
pada manula kecuali mendapat pengawasan ketat.
Kalau terjadi nyeri berat pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan
opioid bolus dan selanjutnya titrasi perinfus.
Mual-muntah
Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama
pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia
regional Obat mual-muntah yang sering digunakan pada perianestesia ialah;
1. Dehydrobenzperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i .m. atau
i.v.
2. Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v., supp 20 mg
3. Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05- 0,1 mg/kgBB i.v.
4. Cyclizine 25-50 mg
Menggigil
Menggigil (shixK'ring) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi.
Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan
infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Menggigil
selain akibat turunnya suhu dapat juga disertai oleh naiknya suhu dan biasanya
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 29
akibat obat anestetik inhalasi. Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada dewasa sering
dapat membantu menghilangkan menggigil,
selain itu perlu selimut hangat infus hangat dengan infusion warmer, lampu
penghangat untuk menaikkan suhu tubuh.
Nilai pulih dari anestesi
Selama di UPPA pasien dinilai tingkat pulih-sadarnya untuk kriteria
pemindahan ke ruang perawatan biasa. (Tabel 2 )
Tabel 20. Skala pulih dari anestesia.
Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi Dapat dibangunkan Tak dapat
baik dibangunkan
Warna Merah muda (pink) Pucat atau kehitaman SianosisTanpa 02 Perlu 02 agar Dengan 02 Sa02
Sa02>92% SaO2>90% tetap <90%
Aktivitas 4 ekstremitas 2 ekstremitas Tak ada ekstremitasbergerak bergerak bergerak
Respirasi Dapat napas dalam Napas dangkal Apnu atau obstruksiBatuk Sesak napas
Kardiovaskular Tekanan darah Berubah 20-30% Berubah >50%berubah <20%
Kriteria pindah dan UPPA jika nilai 9 atau 10
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 30
BAB III
Kesimpulan
Hernia inguinalis lateralis adalah penonjolan isi perut melalui anulus inguinalis internus
dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Pada kasus ini, diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Penatalaksanaan berupa tindakan
herniotomi elektif untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Jadi “Anastesi” adalah untuk menyediakan, atau menghilangkan rasa sakit.Memblokir
impuls saraf dari bagian bawah segmen tulang belakang yang mengakibatkan penurunan sensasi
di bagian bawah tubuh.Obat epidural jatuh ke dalam kelas obat yang disebut bius lokal seperti
bupivacaine, chloroprocaine, ataulidokain.. Mereka sering disampaikan dalam kombinasi dengan
opioid atau narkotika, seperti fentanyldan sufentanil, untuk mengurangi dosis yang diperlukan
bius lokal. Anestesi juga mempunyai beberapa cara penggunaannya yaitu :
1. Melalui pernapasan
2. Injeksi Intravena
3. Injeksi pada spinal/epidural
4. Injeksi Lokal
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 31
DAFTAR PUSTAKA
1. Grace, Pierce A., Borley , Neil R . At a Glance Ilmu Bedah . Ed. 3.2006. Jakarta: Erlangga
2. R. Sjamsuhidajat , Wim de Jong. Buku – Ajar Ilmu Bedah. Ed. 2, 2005. Jakarta: EGC
3. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed. 2, Cet. 4, 2009.
Jakarta: FKUI
4. Boulton, TB, Blog CE. Anestesiologi. Ed. 10, 1994. Jakarta: EGC
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Ed 3,
2009. Jakarta: FKUI
6. http://www.scribd.com/doc/11534339/Anestesi-Umum
7. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1893705-hernia
8. http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview hernia
9. http://www.scribd.com/doc/9593916/Anestesi-Spinal-Pada-Operasi-Tungkai-Bawah
Andrie Yogi Putra/PBL Blok 29 Emergency Medicine 1 Page 32