PBL Blok 27 - Word - Lisna
-
Upload
lisna-elisabeth -
Category
Documents
-
view
130 -
download
6
description
Transcript of PBL Blok 27 - Word - Lisna
Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil dan Menyusui
Lisna – 10.2008.175
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Semester VII
Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011
Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Pendahuluan
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan
masalah yang menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukkan derajat
kesehatan masyarakat, juga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat
dan kualitas pelayanan kesehatan.1 Penyakit atau gizi yang buruk merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi status kesehatan ibu. Rao (1975) melaporkan bahwa salah
satu sebab kematian obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah anemia.2
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan
dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan
antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih
sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah.3
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan kelainan gizi yang paling sering
ditemukan di dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang bersifat epidemik.
Masalah ini, terutama mengenai para wanita dalam usia reproduktif dan anak-anak di
kawasan tropis dan subtropis. Jumlah penderitanya sebanyak 4-5 milyar penduduk
dunia, atau 66-80% dari populasi penduduk dunia yang mungkin mengalami anemia
defisiensi zat besi.4
Sembilan dari 10 penderita anemia karena defisiensi zat besi tinggal di negara
berkembang, rata-rata satu dari dua orang ibu hamil dan empat dari sepuluh anak
prasekolah menderita anemia. Pada ibu hamil, anemia karena defisiensi zat besi turut
menyebabkan 20% dari semua kematian maternal.5
Anamnesis 6
• Identitas pasien
- Nama pasien, nama suami, umur, alamat, agama, pendidikan terakhir, suku dan
bangsa, dll.
- Berapa kali pasien hamil (gravidas-G), bersalin (partus-P) dan abortus (A).G..P..A..
• Keluhan / Riwayat penyakit sekarang
- Keluhan utama, keluhan tambahan
- Ada/tidaknya rasa lemah, lesu, mudah lelah, pandangan berkunang-kunang.
- Ada tidaknya gangguan gastrointestinal, gangguan hematologis, gangguan
neurologis, serta gangguan pada kelenjar tiroid.
- Apakah pasien sedang hamil, apakah pasien mengalami perdarahan mengenai
kehilangan darah seperti trauma, menoragia
- Apakalah kuku pasien rapuh, bergerigi, glositis yang tidak nyeri, stomatitis
angularis.
- Waktu dan lama keluhan berlangsung, hubungannya dengan aktivitas, keluhan-
keluhan yang menyertai keluhan utama serta faktor risiko atau pencetus
serangan.
• Riwayat penyakit dahulu
- Apakah ada hubungannya dengan penyakit sekarang.
- Apakah dalam keluarga terdapat riwayat anemia herediter (gangguan genetik
pada Hb, gangguan koagulasim (hemophilia), dan lain-lain.
- Apakah pasien pernah mengkonsumsi aspirin, atau alkohol dalam jangka waktu
lama?
- Apakah pasien pernah mengalami penyakit kronik gastrointestinal seperti
varisesn esophagus, hemoroid, ulkus peptikum, gastritis kronik, carcinoma dan,
lain nya
- Apakah pasien pernah terinfeski cacing tambang?
- Apakah pasien di gastrektomy, atau mengalami entropati terhadap gluten
• Asupan gizi
- Bagaimana asupan gizi sehari-hari
- Kebiasaan pasien seperti kebiasaan merokok, minum alcohol dan penyalahgunaan
obat-obat terlarang (narkoba).
• Riwayat kehamilan
- Sudah berapa kali hamil
- Riwayat kehamilan yang lalu
- Riwayat abortus
• Riwayat persalinan
- Sudah berapa kali melahirkan
- Cara persalinan sebelum ini (pervaginam atau sectio caesarea)
- Persalianan normal atau ada komplikasi
Pemeriksaan Fisik 6
Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : Normal/turun (kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat (100-120 x/menit)
Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : Normal / turun
Inspeksi
Konjungtiva mata pucat, warna kulit, selaput lendir pucat (jika Hb< 9), telapak
tangan pucat, , daun telinga pucat juga mungkin terlihat
Keadaan ibu lemah, mengigil dan status kesadaran.
Pemeriksaan kuku koikonikia ( kuku rapuh, kaya sendok atau bergerigi)
Pemeriksaan lidah terdapat glositis yang tidak nyeri
Terdapat stomatitis angularis/luka pada pinggir mulut
Perdarahan di vagina, di perineum
Palpasi
Ekstremitas dingin
Abdomen bawah (kontraksi uterus dan tinggi fundus)
Palpasi juga abdomen untuk melihat apakah ada massa di abdomen.
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior, servikal
posterior, dan supraklavikular. Patologis: bila terdapat limfadenopati mungkin
menandakan adanya infeksi atau keganasan. Bila limfa yang dipalpasi sakit
menandakan peradangan, limfa yang membesar dan keras menandakan
keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang membesar menandakan
kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada
anemia defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak
diterapi.
Auskultasi
Sonor pada seluruh lapangan paru
Redup pada seluruh lapangan jantung
Pemeriksaan Lain
Kepala : sefalgia, vertigo, nyeri sinus, trauma kapitis
Mata : visus, diplopia, fotofobia, lakrimasi
Telinga : tinnitus dan nyeri
Mulut : gigi, stomatitis, salivasi
Leher : pembesaran kelenjar tiroid
Gastrointestinal : nafsu makan, defekasi, mual, muntah, diare, konstipasi
Neurologik : parestesi, paralisis, ataksia, anestesi, kejang
Pemeriksaan Penunjang 6
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Indikator pemeriksaan darah lengkap adalah dengan melakukan pemeriksaan kadar
Hemoglobin (Hb). Kriteria WHO untuk anemia defisiensi besi adalah :
Anak prasekolah : 11 g%
Anak usia 6-14 tahun : 12 g%
Wanita dewasa : 12 g%
Laki-laki dewasa : 13 g%
Wanita hamil/laktasi : 11 g%
Anemia adalah kondisi dimana kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari
12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar < 10,5 gr% pada
trimester II . Pemeriksaan Hb sensitifitasnya 80-90 % dan spesifisitasnya 65-99%.7
2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi
Pada anemia defisiensi besi, apusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis dan poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat
derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan
derajat anemia. Jika tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring
cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar
cell). Kadang-kadang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit umumnya normal.
Tetapi granulositopeni ringan dapat dijumpai pada anemia defisiensi besi yang
berlangsung lama. Pada anemia defisiensi besi karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada anemia defisiensi besi dengan
episode perdarahan akut.
Klasifikasi anemia berdasarkan hasil pemeriksaan hapus darah tepi:
1) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia defisiensi besi
Thalassemia major
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
2) Anemia normokrom normositik
Anemia pasca perdarahan akut
Anemia aplastik
Anemia hemolitik didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada keganasan hematologik
3) Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
Anemia pada penyakit hati kronik
Anemia pada hipotiroidisme
Anemia pada sindrom mielodisplatik
3. Pemeriksaan Biokimia dan Hematologi
a. Kadar besi serum
Pada anemia karena defisiensi zat besi, kadar besi serum bisa rendah atau bahkan
normal. Kadar ini diatur melalui pelepasan retikuloendotel. Nilai normalnya
bervariasi antara 50 sampai 175 µg/dl. Ada variasi harian yang cukup besar,
kadar tertinggi dicapai pada pagi hari dan kadar terendah pada malam hari.
Kadar besi serum menurun pada keadaan inflamasi serta malignansi dan selama
menstruasi.
b. Total Iron Binding Capacity
TIBC dan kejenuhan transferin menunjukkan pasokan zat besi ke dalam jaringan
tubuh. Nilai normalnya sekitar 300 µg/dl. TIBC menurun pada penyakit kronis
dan meningkat pada keadaan defisiensi zat besi.
c. Kejenuhan Transferin
Kejenuhan transferin merupakan rasio besi serum dan TIBC. Nilai normalnya
33%. Pada keadaan defisiensi besi terdapat penurunan kejenuhan, sementara
pada penyakit kronis kejenuhan normal.
d. Protoporfirin
Protoporfirin merupakan prekursor heme. Prtoporfirin sel darah merah yang
bebas akan meninggi jika pasokan zat besi untuk sintesis heme tidak mencukupi.
Zat ini juga meninggi pada anemia karena defisiensi zat besi yang disebabkan
oleh keracunan timbal dan anemia sideroblastik lainnya.
e. Feritrin serum
Kadar feritrin serum mencerminkan status simpanan total zat besi dalam tubuh.
Umumnya pengukuran kadar feritrin dianggap sebagai pemeriksaan pilihan
untuk memperkirakan besarnya simpanan zat besi. Nilai feritrin serum di bawah
angka sekitar 10 ng/ml dianggap sebagai petunjuk diagnosis defisiensi zat besi.
Kendati demikian, kadar feritrin serum dapat meninggi pada inflamasi, infeksi
dan penyakit liver.
f. Reseptor transferin
Reseptor transferiin akan bertambah pada permukaan sel dan dalam plasma jika
pasokan zat besi ke dalam sel tidak mencukupi atau jika terjadi deplesi besi.
Pemeriksaan rasio transferin terhadap feritrin mungkin merupakan cara yang
baik untuk membedakan antara defisiensi zat besi dan anemia karena inflamasi
kronis.
4. Pemeriksaan sumsum tulang.
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang
dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda
karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan
metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah
struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum
tulang adalah suatu tehnik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi
cadangan besi dalam populasi umum.
Tabel 1. Kriteria yang umum digunakan untuk penegakan diagnosis defisiensi zat besi :
Indikator Pedoman titik cut off
Besi serum (ul/dl) < 60Total iron binding capacity (ul/dl) > 300Kejenuhan transferin (%) <15Protoporfirin eritrosit (ul/dl) >100Feritin serum (ul/l) <12
Diagnosis Banding
1. Anemia Defisiensi Besi 2
Kadar Hb < 11 g% pada trismester 1 dan 3 atau Hb < 10,5 g% pada
trismester 2.
Pada ibu hamil terjadi hemodilusi akibat kenaikan volume plasma 1000 mL
sedangkan eritrosit hanya 300 mL.
Diagnosis : mikrositosis dan hipokrom, pada yang ringan normositik
normokrom. Sering bercampur dengan defisiensi asam folat yg
menyebabkan makrositik dan hiperkrom.(anemia dimorfis)
Ciri khas pemeriksaan darah :
- Kadar besi serum rendah
- Daya ikat besi serum tinggi
- Protoporfirin eritrosit tinggi
- Tidak ditemukan hemosiderin dalam SSTL
Untuk diagnostik dapat dicoba pemberian preparat besi, jika membaik
berarti def besi.
2. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium) 2
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder) adalah
gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga tubuh
tidak dapat menghasilkan hormon tiroid
Merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan penyakit gondok
endemic, kretin endemic (termasuk bisu dan tuli), hypotiroidea, gangguan
pertumbuhan, kegagalan reproduksi (keguguran dan kemandulan), lahir
mati, kematian neonatal, kegagalan persyarafan, gangguan fungsi mental (IQ
berkurang), myxedema.
Gejala yang ditimbulkan adalah apatis, pusing, tidak tahan dingin, letargi,
otot lemah, terlalu gemuk, kulit kering, “pitting oedema” dan rambut kusam.
Tabel 2. Asupan Yodium dari makanan yang direkomendasikan oleh
WHO/UNICEF/ICCIDD (2001)
Kategori Asupan (ug/hari)
Bayi 0-59 bulan 90
Anak sekolah 6-12 tahun 120
Anak-anak >12 th dan orng Dewasa 150
Ibu Hamil dan Menyusui 200
Gejala yang sering tampak karena GAKY:
Terhadap Pertumbuhan
- Pertumbuhan yang tidak normal.
- Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme
- Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan
- Tingkat kecerdasan yang rendah
- Mulut menganga dan lidah tampak dari luar
Wanita Hamil
Didaerah Endemik GAKY akan mengalami berbagai gangguan kehamilan antara
lain:
- Abortus
- Bayi Lahir mati
- Hipothryroid pada Neonatal
- Bayi yang terganggu perkembangan sistem sarafnya sehingga
mempengaruhi kemampuan psikomotoriknya
- Seorang ibu yang menderita pembesaran gondok akan melahirkan bayi yang
juga menderita kekurangan yodium. Jika tidak segera diobati, maka pada
usia 1 tahun, sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar gondoknya.
Perkembangan Intelegensia
- Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point
dibawah normal
- Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point
dibawah normal.
3. KEP (Kurang Energi Protein) 2
Sindroma yang disebabkan oleh kekurangan protein dan juga energi.
Gejala yang ditimbulkan oleh kekurangan protein adalah edema, growth
retardation, muscle wasting dengan masih ada sedikit lemak dan perubahan
psikomotor (apati, anoreksia).
Sedangkan gejala yang ditimbulkan oleh kekurangan energy adalah sangat
kurus oleh karena diet yang inadekuat, growth retardation, muscle wasting
dan wasting lemak subkutan.
Diagnosis Kerja
Pasien mengalami anemia gizi pada kehamilan/menyusui. Anemia gizi adalah anemia
yang disebabkan oleh kekurangan satu/lebih zat gizi. Zat gizi yang diperlukan ibu hamil
antara lain Fe, Asan Folat, B12, protein, dan sebagainya. Namun, anemia yang
terbanyak pada ibu hamil ialah anemia gizi besi. Untuk menegakkan diagnosa anemia
defisiensi besi diperlukan metode pemeriksaan yang akurat dan kriteria diagnosis yang
tegas. Para peneliti telah menyetujui bahwa diagnosis anemia defisiensi besi ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah dan
sumsum tulang.2 Untuk memudahkan dan keseragaman Diagnosa Anemia defisiensi
Besi, WHO menetapkan kriteria sebagai berikut :
Tabel 3. Kriteria Anemia Defisiensi Besi Menurut WHO 9
Tabel 4. Derajat Keparahan Anemia pada Kehamilan menurut WHO 9
The Centers for Disease Control and Prevention ( CDC ) sedikit berbeda dengan WHO,
menurut CDC kriteria anemia pada kehamilan adalah Hb kurang dari 11 gr / dl untuk
trimester I dan III, serta Hb kurang dari 10,5 gr / dl untuk trimester II.
Gejala dan tanda anemia pada ibu hamil adalah :
Lemah
Pucat
Mudah pingsan
TD masih normal
Malnutrisi
Etiologi 8
Klasifikasi Anemia
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia megaloblastik
3. Anemia hipoplastik
4. Anemia hemolitik
1. Anemia Defisiensi Besi
Paling sering dijumpai
Karena intake besi kurang, gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau
karena perdarahan
Pada daerah katulistiwa besi lebih banyak keluar melalui kulit dan keringat
Sejauh ini belum ditemukan penyebab pasti dari anemia namun ada beberapa
faktor risiko yang berperan dalam terjadinya anemia khusunya anemia gizi besi :
a. Simpanan zat besi buruk
Simpanan zat besi dalam tubuh orang-orang Asia memiliki jumlah yang tidak
besar, terbukti dari rendahnya kadar hemosiderin dalam sumsum tulang dan
rendahnya simpanan zat besi di dalam hati. Jika bayi dilahirkan dengan
simpanan zat besi yang buruk maka defisiensi ini akan semakin parah pada
bayi yang hanya mendapat ASI saja dalam periode waktu yang lama.
b. Ketidakcukupan gizi
Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya di negara
berkembang, adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang
bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorbsi zat besi yag
buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang
mempengaruhi absorbsi besi.
c. Peningkatan kebutuhan
Terdapat peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan. Pertumbuhan
yang cepat selama masa bayi dan kanak-kanak meningkatkan pula
kebutuhan zat besi. Kebutuhan zat besi, juga mengalami kebutuhan yang
cukup besar selama pubertas, pada remaja putri, awal menstruasi
memberikan beban ganda.
d. Malabsorpsi dan peningkatan kehilangan
Episode diare yang berulang akibat kebiasaan yang tidak higienis dapat
mengakibatkan malabsorpsi. Insidens diare yang cukup tinggi, terjadi
terutama pada kebanyakan negara berkembang. Infestasi cacing, khususnya
cacing tambang dan askaris, menyebabkan kehilangan zat besi. Di daerah
endemik malaria yang berulang dapat menimbulkan anemia karena
defisiensi zat besi. Pada wanita perdarahan pascapartum akibat perawatan
obstetric yang buruk, kehamilan yang berkali-kali dengan jarak antar
kehamilan yang pendek, periode laktasi yang panjang, dan penggunaan IUD
untuk keluarga berencana merupakan factor contributor yang penting.
e. Hemoglobinopati
Pembentukan hemoglobin yang abnormal, seperti pada thalasemia dan
anemia sel sabit merupakan factor non gizi yang penting.
f. Obat dan faktor lainnya
Idiosinkrasi obat (respon yang tidak biasa terhadap obat), leukemia, terapi
radiasi, obat antikanker, dan antikonvulsan merupakan beberapa factor
risiko. Di antara orang-orang dewasa, anemia karena defisiensi zat besi
berkaitan dengan keadaan inflamasi yang kronis seperti arthritis, kehilangan
darah melalui saluran pencernaan akibat pemakaian obat, seperti aspirin
dalam jangka waktu lama dan tumor.
2. Anemia Megaloblastik
Tersering disebabkan defisiensi asam folat,jarang disebabkan def vit B12
Diagnosis ditemukan megaloblast atau promegaloblast dalam darah atau SSTL.
Hipersegmentasi neutrofil,aktivitas asam folat turun
Jika berat anemia makrositik hiperkrom tetapi jika bersama def Feànormositik
normokrom
Mual,muntah,anoreksia
Konsumsi etanol ikut berperan
Anemia Defisiensi Asam Folat
• Pada keadaan berat ditemukan eritrosit berinti
• Sering terjadi defek tabung saraf
• Terapi : pemberian asam folat 1 mg/hari, makanan bergizi dan Fe
• Terapi asam folat percobaan dapat pula dipakai sebagai diagnostik
Anemia Defisiensi B12
• Terjadi pada reseksi usus/lambung, penyakit Crohn, pertumbuhan bakteri
berlebihan di usus.
• Terapi pemberian injeksi sianokobalamin 1000 mg/bulan atau per oral
3. Anemia Hemolitik
Etiologi : limfoma,leukemia,peny jaringan ikat, infeksi kronis, obat
Uji Coombs direct dan indirect positif
Micoplasma pneumonia, mononukleosus infeksiosa memicu hemolitik
Sferositosis dan retikulositosis
Ig G lewat barier plasentaà hemolisis bayi
Pemberian darah donor dipanaskan utk kurangi kerusakan
Terapi : prednison 1 mg/kgbb
Akibat obat,contoh Penisilin
Sering pada G6PD defisiensi
Anemia hemolitik akibat kehamilan, jarang, hemolisis berat, kortikosteroid
efektif atasi .
PNH (paroksimal nokturnal hemoglobinuria)
Sering dianggap hemolitik, padahalkarena gangguan hemopoetik induk
menghasilkan trombosit,granulosit,eritrosit cacatà rentan lisis
PIG-A,phosfatidil inositol glikan protein A, gen yg berperan
Hemolisis dapat dipicu oleh transfusi, infeksi atau pembedahan
40% kasus terjadi trombosis vena
Sindroma Budd-Chiariàakibat trombosis vena hepatica.
Sering terjadi kelainan ginjal, hipertensi
Post partum, >50% trombosis vena, udd-Chiari, trombosis vena serebri
Terapi : transplantasi SSTL
Sferositosis herediter
• Klinis; anemia, ikterus.
• Diagnosis ; sferosit pada sedian apus darah tepi, retikulositosis dan
peningkatan fragilitas osmotic, limpa membesar
• Pada neonatus, sferositosis herediter, hiperbilirubin dan anemia
Defisiensi enzim SDM; def G6PD, def Piruvat Kinase
• Terapi : asam folat dan Fe
• Anemia aplastik dan Hipoplastik
• Anemia, trombositopenia, leukopenia, hiposeluler SSTL.
• Dipicu oleh obat,zat kimia, infeksi, radiasi,leukemia dan imunologis (1/3
kasus), pada 2/3 kasus tdk diketahui
4. Anemia Aplastik Pada Kehamilan
Resiko : perdarahan dan infeksi
Terapi : steroid, testosteron (dapat menyebabkan virilisasi pada bayi ), transfusi
darah
Transplantasi SSTL
Zat Besi (Fe) 1
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama
diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin
(Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai faktor penggiat.
Di dalam tubuh sebagian besar Fe terdapat terkonjugasi dengan protein, dan terdapat
dalam bentuk Ferro atau Ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai Ferro,
sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai Ferri (misalnya bentuk storage).
Bentuk-bentuk konjugasi itu adalah :
a) Hemoglobin; mengandung bentuk Ferro. Fungsi hemoglobin adalah
mentransport CO2 dari jaringan ke paru-paru untuk diekskresikan ke dalam
udara pernapasan dan membawa O2 dari paru-paru untuk diekskresikan ke
dalam udara pernapasan dan membawa O2 dri paru-paru ke sel-sel jsringan.
Hemoglobin terdapat di dalam eritrosit.
b) Myoglobin; terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung Fe bentuk Ferro. Fungsi
myoglobin ialah dalam proses kontraksi otot.
c) Transferin; mengandung Fe bentuk Ferro. Transferrin merupakan konjugat Fe
yang berfungsi mentranspor Fe tersebut di dalam plasma darah, dari tempat
penimbunan Fe ke jaringan-jaringan (sel) yang memerlukan (sumsum tulang di
mana terdapat jaringan hemopoetik). Transferin terdapat juga di dalam berbagai
jaringan tubuh, dan mempunyai karakteristik yang berlain-lain. Transferin yang
terdapat di dalam air susu disebut lactotransferin, di dalam telur disebut
ovotransferin, sedangkan di dalam plasma disebut serotransferin.
d) Feritin ; adalah bentuk storage Fe dan mengandung bentuk Ferri. Kalau Fe
ferritin diberikan kepada transferrin untuk ditransport, zat besinya diubah
menjadi Ferro dan sebaliknya Fe dari transferrin yang berasal dari penyerapan
di dalam usus diberikan kepada ferritin sambil diubah dalam bentuk Ferri, untuk
kemudian ditimbun.
e) Hemosiderin; adalah konjugat protein dengan Ferri dan merupakan bentuk
storage zat besi juga. Hemosiderin bersifat lebih inert dibandingkan dengan
ferritin. Untuk dimobilisasikan, Fe dari hemosiderin diberikan lebih dahulu
kepada ferritin dan kemudian kepada transferrin
Zat besi (Fe) lebih mudah diserap dari usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini
mempunyai mekanisma autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di
dalam sel-sel mukosa usus. Pada kondisi Fe yang baik, hanya sekitar 10% dari Fe yang
terdapat di dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi
defisiensi lebih banyak Fe dapat diserap untuk menutupi kekurangan tersebut.
Ekskresi Fe dilakukan melalui kulit di dalam bagan-bagian tubuh yang aus dan
dilepaskan oleh permukaan tubuh; jumlahnya sangat kecil sekali hanya sekitar 1 mg
dalam sehari semalam. Pada wanita subur, lebih banyak Fe dibuang dari badan dengan
adanya menstruasi sehingga kebutuhan Fe pada wanita dewasa lebih tinggi daripada
laki-laki. Wanita hamil dan sedang menyusukan juga memerlukan lebih banyak Fe
dibandingkan dengan wanita biasa, karena bayi yang sedang dikandung juga
memerlukan zat besi, sedangkan ASI mengandung Fe dalam bentuk lactotransferin yang
diberikan kepada anak yang sedang disusukan. Bayi yang baru lahir dibekali Fe sedikit
dari ibunya, sehingga makanannya harus sudah diberi suplemen sumber Fe dalam
bentuk sari buah, sejak bulan kesatu atau kedua.
Defisiensi Fe di Indonesia merupakan problema defisiensi nasional dan perlu
ditanggulangi secara serius dengan liputan nasional pula. Upaya prevensi belum
diprogramkan secara menyeluruh, baru diberikan suplemen preparat Ferro kepada
para ibu hamil yang memeriksakan diri ke Puskesmas, rumah sakit atau dokter. Sebagai
percobaan sudah dilakukan suplementasi Fe bagi beberapa pekerja perkebunan, tetapi
tampaknya belum dilakukan secara sungguh-sungguh, belum efektif serta belum
memasyarakat.
Bertalian dengan pemakaian pil KB, terdapat bukti-bukti bahwa pil ini meningkatkan
pembuangan Fe, sehingga untuk menggantikan Fe yang terbuang ini telah
disuplementasikan pil Ferro kepada pil KB tersebut.
Angka Kecukupan Besi 7
Berdasarkan AKG Indonesia 2004, kecukupan besi pada wanita tergantung pada umur
dan keadaan fisiologis seperti kehamilan. Pada wanita umur antara 13-49 tahun,
kecukupan besi yang dianjurkan sebesar 26 mg per hari. Pada kehamilan, diperlukan
tambahan besi sebesar 9 mg per hari pada trimester kedua dan sebesar 13 mg per hari
pada trimester ketiga.4 Pada keadaan defisiensi besi, diperlukan asupan besi dari bahan
makanan sumber terutama besi heme. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil
rutin dilakukan selama trimester pertama selama 90 hari. Pemberian suplementasi
sebelum hamil telah menunjukkan hasil yang cukup signifikan apabila akan
direncanakan kehamilan. Kebiasaan makan sangat mempengaruhi kecukupan besi
dalam tubuh. Di negara berkembang, asupan besi kurang adekuat dan bioavailabilitas
besi dalam diet yang rendah akibat tingginya kandungan inhibitor absorpsi besi seperti
polifenol dan pitat.
Tabel 5. AKG Besi Pada Wanita 9
Umur (tahun) AKG Besi (mg)
10-12 20
13-49 26
50-65 12
Hamil (+ an)
Trimester 1 + 0
Trimester 2 + 9
Trimester 3 + 13
Pedoman Gizi Pada Anemia Defisiensi Besi 7
Kebutuhan besi pada ibu hamil dapat diketahui dengan mengukur kadar hemoglobin.
Kadar Hb < 11 mg/dL sudah termasuk kategori anemia defisiensi besi. Namun
pengukuran yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan mengukur kadar feritin, karena
walaupun kadar Hb normal belum tentu kadar feritin tubuh dalam keadaan normal.
Kadar feritin memberikan gambaran cadangan besi dalam tubuh. Beberapa hal yang
bisa dipakai sebagai pedoman untuk mencukupi kebutuhan besi antara lain1-3
1. Mengatur pola diet seimbang berdasarkan piramida makanan sehingga
kebutuhan makronutrien dan mikronutrien dapat terpenuhi.
2. Meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber besi terutama dari protein
hewani seperti daging, sehingga walaupun tetap mengkonsumsi protein nabati
diharapkan persentase konsumsi protein hewani lebih besar dibandingkan
protein nabati.
3. Meningkatkan konsumsi bahan makanan yang dapat meningkatkan kelarutan
dan bioavailabilitas besi seperti vitamin C yang berasal dari buah-buahan
bersama-sama dengan protein hewani.
4. Membatasi konsumsi bahan makanan yang dapat menghambat absorpsi besi
seperti bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat.
5. Mengkonsumsi suplemen besi ferro sebelum kehamilan direncanakan minimal
tiga bulan sebelumnya apabila diketahui kadar feritin rendah.
Semua pedoman di atas dilakukan secara berkesinambungan karena proses terjadinya
defisiensi besi terjadi dalam jangka waktu lama, sehingga untuk dapat mencukupi
cadangan besi tubuh harus dilakukan dalam jangka waktu lama pula. Pada kehamilan
trimester pertama merupakan masa kritis sehingga pemenuhan besi harus tercukupi
sebelum kehamilan. Apabila pada trimester pertama didapatkan kadar feritin tubuh
rendah maka walaupun diberikan terapi besi maka untuk dapat mencukupi kekurangan
cadangan besi akan sulit tercapai.
Fisiologi Kehamilan 8
Darah bertambah banyak dalam kehamilan(hipervolemia/hidremia),
bertambahnya sel darah kurang dibandingkan plasma sehingga terjadi
pengenceran darah
Plasma bertambah 30%, sel darah 18%, Hb 19%
Pengenceran darah meringankan beban jantung
Resistensi perifer berkurang sehingga TD tidak naik
Kehilangan unsur besi lebih sedikit saat persalinan
Kebutuhan besi selama kehamilan 800 mg, 300 mg untuk janin dan plasenta dan
500 mg untuk pertumbuhan eritrosit ibu
Ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3mg besi/hari
Infeksi kronik, penyakit hati dan thalasemia kondisi yg menyediakan defisiensi
kalori-besi.
Gangguan gastrointestinal menyebabkan pemakaian besi di stop oleh ibu hamil
Bertambahnya darah dimulai sejak kehamilan 10 mg dan mencapai puncaknya
pd kehamilan 32 dan 36 mg.
Berat badan lahir yang normal dipengaruhi oleh peningkatan berat badan selama
kehamilan. Rekomendasi The Institute of Medicine menyatakan peningkatan berat badan
selama kehamilan berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) sebelum kehamilan seperti
pada tabel berikut.
Tabel 6. Rekomendasi Peningkatan Berat Badan Selama Kehamilan 9
IMT Sebelum Kehamilan
(kg/m2)
Peningkatan Total Berat
Badan (kg)
Rata-rata Peningkatan
Berat Badan
(kg/minggu)a
<19.8 12.5-18 0.5
19.8-26.0 11.5-16 0.4
>26.0-29.0 7-11.5 0.3
>29.0 ≥7atrimester kedua dan ketiga
Peningkatan berat badan yang tidak adekuat berhubungan dengan gangguan
pertumbuhan janin, meningkatkan risiko persalinan, dan malnutrisi setelah lahir.2,3
KEBUTUHAN ZAT GIZI IBU HAMIL 7
Untuk menunjang kesehatan ibu hamil dan pertumbuhan janin, diperlukan
asupan makronutrien dan mikronutrien yang adekuat selama kehamilan. Kebutuhan zat
gizi ibu hamil di Indonesia berpedoman pada angka kecukupan gizi (AKG) Indonsia
tahun 2004.4
Kebutuhan makronutrien meliputi kalori, protein dan lemak. Kalori diperlukan
untuk mencukupi kebutuhan tumbuh kembang janin dan membentuk jaringan
penunjang selama kehamilan dengan rata-rata tambahan kebutuhan kalori per hari
sebesar 100 kkal untuk trimester pertama dan sebesar 300 kkal untuk trimester kedua
dan ketiga. Protein diperlukan untuk membentuk struktur sel dan jaringan serta
penyusun enzim. Kebutuhan protein selama kehamilan rata-rata ditambah sebesar 17
gram per hari. Kebutuhan protein meningkat terutama pada trimester ketiga. Lemak
merupakan salah satu sumber energi tubuh dan sebagai pelarut vitamin larut lemak.
Kebutuhan lemak tergantung pada kebutuhan energi untuk peningkatan berat badan.
Kebutuhan lemak meliputi asam lemak esensial jenis long chain polyunsaturated fatty
acid (LC PUFA) antara lain asam linoleat dan asam linolenat.1-4
Kebutuhan mikronutrien meliputi vitamin larut air dan larut lemak serta
makromineral dan mikromineral. Asam folat diperlukan terutama untuk mencegah
terjadinya neural tube defect (NTD). Kebutuhan asam folat ditambahkan sebesar 200
mcg dari kebutuhan sebelum hamil sebesar 400 mcg. Kolin mutlak diperlukan dari
bahan makanan sebesar 450 mg per hari karena bersifat esensial, yang digunakan
untuk pembentukkan membran sel, transmisi impul saraf, dan sumber gugus metil.
Vitamin B6 diperlukan untuk mengurangi gangguan mual dan muntah. Rata-rata
tambahan kebutuhan vitamin B6 sebesar 0.4 mg per hari dari kebutuhan sebelum hamil
sebesar 1.3 mg per hari. Pemberian tambahan asam askorbat sebesar 10 mg per hari
dari kebutuhan sebelum hamil. Asam askorbat dapat diberikan diberikan bersama
dengan besi untuk meningkatkan bioavailabilitas besi.1-4
Rata-rata tambahan kebutuhan vitamin A sebesar 300 RE dari kebutuhan
sebelum hamil sebesar 500 RE. Konsumsi vitamin A berlebihan dari diet harus
memerlukan pengawasan yang ketat karena memiliki risiko terjadinya kecacatan janin.
Kebutuhan vitamin D, E, dan K tidak mengalami perubahan selama kehamilan.
Kebutuhan kalsium mengalami peningkatan sebesar 150 mg per hari dari
kebutuhan sebelum hamil sebesar 800-1000 mg per hari. Hormon human chorionic
somatomammotropin akan meningkatkan resorspsi tulang sedangkan hormon estrogen
akan menghambatnya. Kebutuhan magnesium dan fosfor tidak mengalami perubahan
selama kehamilan. Seng diperlukan sebagai kofaktor pada sebagian besar metabolisme
tubuh. Rata-rata tambahan kebutuhan seng terus meningkat sampai trimester ketiga
sebesar 9 mg per hari. Pemberian asupan besi akan mempengaruhi absorpsi seng
karena kedua mineral tersebut bersifat kompetitif inhibitor, dimana absorpsi besi lebih
besar dibandingkan seng. Iodium diperlukan dalam pembentukkan tiroksin yang
berperan mengatur metabolisme makronutrien. Rata-rata tambahan kebutuhan iodium
sebesar 50 mcg per hari selama kehamilan.1-4
Pemberian suplementasi vitamin dan mineral diindikasikan pada keadaan defisiensi,
namun selama ini suplementasi tetap diberikan pada ibu hamil untuk menjamin
kecukupan mikronutrien selama kehamilan.1-3 Salah satu mikronutrien yang diberikan
adalah zat besi (Fe)
Patofisiologi 8
Tahapan Defisiensi
Tahap 1 : Deplesi sedang cadangan Fe
Tahap 2 : Deplesi berat cadangan Fe
Tahap 3 : Defisiensi Fe, gangguan fungsi
Tahap 4 : Defisiensi Fe, gangguan fungsi, anemia
Kelompok Ibu Hamil 1
Ibu yang sedang hamil bersangkutan pula dengan proses pertumbuhan, yaitu
pertumbuhan fetus yang ada di dalam kandungan dan pertumbuhan berbagai organ ibu
pendukung proses kehamilan tersebut, seperti alat kandungan dengan adneksanya,
mammae, dan lainnya. Energi ekspenditur juga meningkat terlihat dari peningkatan
Metabolisme Basal (BM) yang dapat mencapai 10-15% diatas BM normal.
Untuk mendukung berbagai proses pertumbuhan dan peningkatan energi
ekspenditur, kebutuhan makanan sumber energi juga meningkat 300-350 kalori sehari,
terutama pada pertengahan kedua dari kehamilan. Kebutuhan protein juga meningkat
dengan 10 gram sehari di atas kebutuhannya jika ibu tersebut tidak sedang hamil.
Peningkatan metabolisme berbagai zat gizi membutuhkan pula peningkatan
kebutuhan suplai vitamin, terutama thiamin dan riboflavin serta vitamin A dan vitamin
D, serta vitamin yang mendukung hemopoesis seperti asam folat dan vitamin B12.
Dari mineral, khusus Ca dan Fe menunjukkan peningkatan kebutuhan yang
menyolok, sedangkan P biasanya dicukupi bila konsumsi protein mencukupi. Kondisi
gizi dan konsumsi ibu yang sedang hamil akan berpengaruh pada kondisi fetus dan
neonatus setelah lahir.
Ibu Menyusui 1
Postpartum badan ibu menyesuaikan kembali alat-alat kandungan dan
adneksanya menjadi bentuk normal seperti sebelum kehamilan, sedangkan mamae
menyiapkan diri dan mulai berfungsi menghasilkan ASI. Melalui ASI zat-zat gizi yang
diperlukan neonatus diberikan dari tubuh ibunya dari persediaan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu.
Sekresi ASI rata-rata 800-850 ml sehari dan mengandung kalori 60-65 kal,
protein 1.0-1.2 gram, dan lemak 2.5-3.5 gram setiap 100 ml. Komponen-komponen ini
diambul dari tubuh ibu, dan harus digantikan oleh suplai dari makanan ibu tersebut.
Tambahan kebutuhan energi bagi ibu menyusui adalah 800 kalori sehari dan tambahan
kebutuhan protein sebesar 25 gram sehari, diatas kebutuhan ibu tersebut bila tidak
sedang menyusui. Sampai batas tertentu, kebutuhan anak diambil dari tubuh ibunya,
tidak menghiraukan apakah ibunya sendiri mempunyai persediaan cukup atau tidak
akan zat-zat gizi tersebut. Di bawah garis batas ini, maka bila konsumsi ibu tidak
mencukupi, kadar zat-zat gizi di dalam ASI akan terpengaruh oleh intake ibu tersebut,
dan tampak menurun bila ibunya mengalami defisiensi.
Khusus untuk protein, meskipun konsumsi ibu tidak mencukupi, ASI akan tetap
memberikan jatah yang diperlukan oleh anaknya, yang diambil dengan mengorbankan
jaringan ibunya. Bila konsumsi Ca ibunya berkurang, Ca akan diambil dari cadangan Ca
jaringan ibunya, sehingga memberikan osteoporosis dan kerusakan gigi-geligi caries
dentis. Ibu yang telah hamil berkali-kali dan kurang konsumsi Ca-nya akan lebih mudah
menderita kerusakan gigi caries dentis tersebut.
Manifestasi Klinik 6
Gejala anemia karena defisiensi zat besi bergantung pada kecepatan terjadinya
anemia pada diri seseorang, semakin cepat penurunan kadar hemoglobin maka gejala
anemia yang terlihat akan semakin terlihat sebaliknya bila penurunan kadar
hemoglobin terjadi secara perlahan maka gejalanya juga tidak terlalu menyolok.
Gejalanya dapat berkaitan dengan kecepatan penurunan kadar hemoglobin.
Gejala umum anemia defisiensi besi terjadi apabila kadar hemoglobin di bawah 7-8 g/dl
sedangkan anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl.
Karena penurunan kadar hemoglobin akan mempengaruhi kapasitas membawa oksigen
maka setiap aktivitas fisik pada anemia karena defisiensi zat besi akan menimbulkan
keluhan sesak napas.
Pada awalnya, sebagian besar pasien mengeluhkan rasa mudah lelah dan
mengantuk yang semakin bertambah, badan lemah,mata berkunang-kunang serta
telinga mendenging. Keluhan lain yang lebih jarang dijumpai adalah sakit kepala, tinitus,
dan gangguan cita rasa. Kadangkala antara kadar hemoglobin dan gejala anemia
terdapat korelasi yang buruk. Dengan semakin meningkatnya intensitas defisiensi,
pasien akan memperlihatkan gejala pucat pada konjungtiva, lidah, dasar kuku, dan
palatum mole.
Pada anemia karena defisiensi zat besi yang sudah berlangsung lama, ditemukan
atrofi papilaris pada lidah dimana permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah hilang, dan bentuk kukunya rapuh dan dapat berubah menjadi bentuk
seperti sendok (koilnikia), stomatitis angularis yaitu adanya keradangan pada sudut
mulut sehingga tampak sebagi bercak berwarna pucat keputihan, disfagia yaitu nyeri
menelan karena kerusakan epitel hipofaring, atrofi mukosa gaster sehingga
menimbulkan akhlorhidria dan pica yaitu keinginan untuk memakan bahan makanan
yang tidak lazim. Pada keadaan ini juga terdapat pembesaran limpa (splenomegali).
Epidemiologi 10
Prevalensi anemia digunakan sebagai indikator alternatif untuk defisiensi zat
besi pada tatanan kesehatan masyarakat. Prevalensi anemia ditentukan oleh kadar
hemoglobin dalam darah. Titik cut off kadar hemoglobin untuk mendefinisikan anemia
berbeda menurut usia.
Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita anemia karena
defisiensi besi. Prevalensi rata-rata lebih tinggi pada ibu hamil (51%) dibandingkan
pada wanita yang tidak hamil (41%). Di Amerika Utara, Eropa, dan Australia jarang
dijumpai anemia karena defisiensi besi selama kehamilan. Bahkan di AS hanya terdapat
sekitar 5% anak kecil dan 5-10% wanita dalam usia reproduktif yang menderita anemia
karena defisiensi besi. Ada sekitar 20-30% ibu hamil dari strata sosioekonomi rendah di
AS yang memperlihatkan defisiensi zat besi selama trisemester ketiga kehamilan. Di
negara berkembang, permasalahan defisiensi zat besi cukup tinggi. Di India terdapat
sekitar 88% ibu hamil yang menderita anemia dan pada wilayah Asia lainnya
ditemukan hampir 60% wanita yang mengalami anemia.
Tabel 7. Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki-laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tidak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Penatalaksanaan 6
Promotif
Mengadakan penyuluhan tentang pentingnya gizi pada ibu hamil dan menyusui.
Preventif
- Prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi adalah
memastikan konsumsi zat besi dengan teratur untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta bioavailabilitas zat besi
dalam makanan. Ada 3 pendekatan :
- Penyediaan suplemen zat besi yaitu pemberian profilaksis pada segmen
penduduk yang rentan seperti ibu hamil dan balita. Di Indonesia diberikan
pada perempuan hamil dan anak balita adalah pil besi dan folat
- Fortifikasi bahan pangan yang biasa dikonsumsi dengan besi, yaitu
mencampurkan besi pada bahan makanan. Di negara Barat dilakukan dengan
menggabungkan tepung dengan roti atau bubuk susu dengan besi.
- Edukasi gizi yaitu dengan meningkatkan konsumsi bahan pangan yang kaya
akan zat besi seperti kacang- kacangan, sayuran hijau dan sayuran lainnya
serta mendorong konsumsi bahan pangan yang kaya akan vitamin c seperti
jeruk, jambu dan kiwi.
- Pencegahan anemia pada ibu hamil : pemberian kalori 300 kal/hr dan
suplemen besi sebanyak 60 mg/hari
Kuratif
Tujuannya untuk mengoreksi defisit massa Hb dan memulihkan cadangan Fe.
Terapi :
Preparat Fe Oral
- Jenis-jenisnya seperti Ferro Sulfat, Ferro glukonat, Na-ferro bisitrat.
- Na-ferro bisitrat yang efek samping gastro intestinalnya minimal.
- Preparat yang tersedia adalah ferrous sulfat (sulfas ferosus)
merupakan preparat pilihan petama oleh karena paling murah tetapi
efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus
mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 × 200
mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
- Misalnya Hemoglobin sebelumnya adalah 6 gr / dl, maka kekurangan
Hemoglobin adalah 12 -6 = 6 gr / dl, sehingga kebutuhan zat bei
adalah: 6 x 200 mg. Kebutuhan besi untuk mengisi cadangan adalah
500 fig, maka dosis Fe secara keseluruhan adalah 1200+500=1700 mg.
- Fero sulfat : 3 tablet / hari, a 300 mg mengandung 60 mg Fe
- Fero glukonat : 5 tablet / hari, a 300 mg mengandung 37 mg Fe.
- Fero fumarat : 3 tablet / hari, a 200 mg mengandung 67 mg Fe.
- Untuk program Nasional diberikan : 60 mg Fe + 50 µg Asam Folat.
- Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi
efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah
makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat
diberikan saat makan atau setelah makan.
Preparat Fe Parenteral
Bentuknya adalah Ferrum dekstran secara IV atau IM.
Pemberian preparat parenteral yaitu dg ferum dextran 1000 mg (20 ml)
IV atau 2x10ml/IM gluteus.
Indikasi: intoleransi Fe oral pada traktus gastro intestinal yang berat, ,
intoleransi besi pd GIT, dan kepatuhan pasien yang buruk
Dosis pemberian zat besi par-enteral dapat dihitung dengan mudah
dengan memakai rumus :
Zat besi yang diperlukan (mg)= (15-Hb) x BBx 3.
Efek samping: Nyeri, Inflamasi, plebitis, Demam, Atralgia, Hipotensi, dan
reaksi Anafilaktik
Efek Terapi :
60 mg Fe oral per hari dapat menaikkan kadar Hb sampai 1 g% per bulan.
1000 mg (20 mL) Ferrum dekstran dapat menaikkan kadar Hb sampai 2 g
per bulan.
Non-medikamentosa
Diet : Sebaiknya diberikan makanan bergizi dan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani
Tabel 8. Bahan Makanan Sumber Besi8
Bahan
Makanan
Kandungan Besi
(mg)
Daging 23.8
Sereal 18.0
Kedelai 8.8
Kacang 8.3
Beras 8.0
Bayam 6.4
Hamburger 5.9
Hati sapi 5.2
Susu formula 1.2
Absorpsi besi dari bahan makanan dipengaruhi oleh kondisi saluran cerna
dan kandungan bahan dalam makanan tersebut. Keasaman lambung dapat
meningkatkan kelarutan besi sehingga akan meningkatkan
bioavailabilitasnya. Dalam usus, absorpsi besi akan optimal pada pH 6.75.9
Bahan makanan yang mengandung polifenol atau pitat (inhibitor) dapat
menghambat penyerapan besi, karena bahan tersebut akan mengikat besi
dalam usus sehingga bersifat tidak larut dan menurunkan bioavailabilitasnya.
Hal ini hanya terjadi pada besi non heme karena dalam bentuk besi bebas
sehingga mudah diikat, sedangkan besi heme tidak dipengaruhi oleh
inhibitor tersebut.
Bahan makanan sumber besi didapatkan dari produk hewani dan nabati. Besi
yang bersumber dari bahan makanan terdiri atas besi heme dan besi non
heme. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa walaupun kandungan
besi dalam sereal dan kacang-kacangan relatif tinggi, namum oleh karena
bahan makanan tersebut mengandung bahan yang dapat menghambat
absorpsi dalam usus, maka sebagian besar besi tidak akan diabsorpsi dan
dibuang bersama feses.
Tabel 9. Senyawa Yang Mempengaruhi Absorpsi Besi5
Aktivasi Inhibitor
Asam askorbat Polifenol (grup galoil)
Daging Pitat
Alkohol Kalsium
Mirisetin
Asam klorogenik (kopi)
Vitamin c : Diberikan 3 × 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbs
besi
Transfusi darah : diindikasikan untuk penyakit jantung anemic dengan
payah jantung, anemia yang sangat simtomatik dan pasien yang
memerlukan kadar hemoglobin segera seperti pada kehamilan trimester
akhir atau preoperasi
Keadaan-keadaan Khusus :
Vitamin C dapat meningkatkan absorpsi Fe
Teh, kopi, kalsium (Ca) dapat menghambat absorpsi Fe
Pemberian Fe kadang bersama Asam Folat dikarenakan pembentukan Hb juga
perlu Asam Folat
Pada malnutrisi dengan anemia, pemberian Fe perlu ditambah Vitamin dan
Protein, karena pembentukan Hb juga perlu protein.
Pada malaria terjadi hemolisis (anemia hemolitik), pemberian Fe justru dapat
menimbulkan kelebihan besi.
Pada kecacingan dapat terjadi anemia karena perdarahan kronis.
Rehabilitatif
Pada periode hamil muda sering terjadi rangsangan pada organ rongga perut,
yang memberikan nausea, vomitus, hiperemesis gravidarum, dan anoreksia.
Untuk mengurangi efek-efek ini, makanan harus:
a. Kering; minum harus dipisahkan dari waktu makan
b. Makan sedikit-sedikit tapi sering
c. Kadar lemak rendah dalam hidangan, dan relatif tinggi karbohidrat
Di Indonesia banyak pantangan yang dikenakan kepada ibu hamil maupun ibu
yang menyusi. Harus diperhatikan jangan sampai pantangan tersebut merugikan
kondisi gizi ibunya maupun anak yang dikandung atau disusuinya. Kepercayaan
tentang makanan yang menguntungkan kondisi gizi ibu dan sekresi ASI
sebaiknya lebih digalakkan, seperti lebih banyak makan sayur daun katuk, daun
pepaya, dan sebagainya.
Komplikasi 6
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat berakibat:
a. Berat lahir anak yang rendah
b. Kelahiran prematur
c. Kelahiran anak yang meninggal; dari sudut ibu, dapat memberikan kehamilan
dengan berbagai kesulitan
a. Makanan mudah dicerna dan jangan diberi banyak bumbu
b. Kandungan protein cukup tinggi, terutama bila terdapat proteinuria
c. Terutama pada bagian kedua dari masa kehamilan, sebaiknya diberi suplemen
Fe, vitamin C, dan B-kompleks.
Pengaruh anemia dalam kehamilan :
Abortus
Partus prematurus
Partus lama karrna inertia uteri
Perdarahan post partum krn atonia uteri
Syok
Infeksi
Decompensatio cordis jika Hb < 4 g%
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu walaupun
tidak terjadi perdarahan
Pengaruh terhadap hasil konsepsi
1. Kematian mudigah
2. Kematian perinatal
3. Prematuritas
4. Cacat bawaan
5. Cadangan besi kurang
Prognosis 5
Pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi bila diberikan penanganan
yang tepat yaitu dengan menggunakan tablet tambah darah dan perbaikan gizi dengan
meningkatkan konsumsi makanan yang banyak mengandung Fe maka kondisi pasien
dapat diperbaiki.
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi (ADB) masih merupakan masalah kesehatan yang penting terkait
prevalenisnya yang tinggi dan efek sampingnya, terutama pada wanita hamil. Di
berbagai negara termasuk Indonesia dilaporkan bahwa prevalensi tinggi. Tingginya
prevalensi ADB pada wanita hamil memberikan efek negatif terhadap kesehatan dan
ekonomi.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi, antara lain,
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi
diusus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi seperti
pada wanita hamil, masa pertumbuhan, dan masa penyembuhan dari penyakit.
Anemia defisiensi besi pada kehamilan mempunyai gejala klinis yang bervariasi,
sehingga untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan darah dan sumsum
tulang merupakan hal yang sangat penting. Pada pemeriksaan fisik sering belum
menunjukan adanya gejala kecuali sesudah nilai hemoglobinnya sangat rendah dan
telah berlangsung lama.
ADB pada wanita hamil dapat memberikan efek pada kehamilan, setelah kelahiran,
anak-anak dan bahkan sampai masa dewasa. Salah satu efek ADB adalah kelahiran
premature dimana hal ini berasosiasi dengan masalah baru seperti berat badan lahir
rendah, defisiensi respon imun dan cenderung mendapat masalah psikologik dan
pertumbuhan. Apabila hal ini berlanjut maka hal ini berkorelasi dengan rendahnya IQ
dan kemampuan belajar.
Dalam upaya mengontrol ADB pada wanita hamil, perlu dilakukan program tablet besi
dimana setiap wanita hamil diberikan 90 mg tablet besi sejak periode kehamilan.
Pemberian asam folat, vitamin B12 dan B6 kombinasi dengan tablet besi pada wanita
hamil penting juga diperhatikan sebagai nutrisi selama kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sediaoetama AD. Ilmu Gizi Jilid I. Gizi ibu hamil dan menyusui. Dian Rakyat :
Jakarta; 2008 .h. 179-242
2. Sediaoetama AD. Ilmu Gizi Jilid II. Penyakit-penyakit defisiensi tingkat nasional
di Indonesia. Dian Rakyat : Jakarta; 2006 .h. 56-71.
3. Hutabarat H. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Kematian Maternal. Vol.
7 No. 1 Januari 2004, h. 5-35.
4. Chi IC. 2004. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Analisis Epidemiologi
Kematian Ibu pada Dua Belas Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia. Vol. 7 No. 4
Oktober 2004, h. 223-35.
5. Soejoenoes A. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Beberapa Hasil
Pengamatan Klinik pada Ibu Hamil dengan Anemia. Vol. 2 No. 9 April 2003, h. 83-
89.
6. Gibney MJ. Gizi Kesehatan Masyarakat. Anemia karena defisiensi zat besi. EGC:
Jakarta; 2008 .h. 263-71, 276-86.
7. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Nutrisi dalam kehamilan dan laktasi. Erlangga:
Jakarta; 2007.h. 80-1.
8. Sudoyo W. Buku ajar Ilmu penyakit dalam Jilid II. Anemia defesiensi besi. FK UI :
Jakarta ; 2007. h 634-40.
9. Gizi pada kehamilan. Diunduh dari http://staff.unud.ac.id/gizipadakehamilan.
24 September 2011
10. Vijayaraghavan K. Anemia karena defisiensi zat besi. Dalam : gizi kesehatan
masyarakat. Jakarta : EGC ; 2008. h. 305, 276-85