Pbl blok 23.docx

download Pbl blok 23.docx

of 10

Transcript of Pbl blok 23.docx

Tinjauan Pustaka

Herpes Zoster Otikus Andreas Edvan Sanjati Ley102011349D9Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDAFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510No. Telp (021) 5694-2061www.ukrida.ac.id, e-mail: [email protected]

PendahuluanHerpes zoster oticus adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster. Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf cranial. Dapat mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum, dan radiks servikalis bagian atas. Keadaan ini juga disebut sindroma ramsay hunt. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat di temukan gangguan pendengaran berupa tuli sensori neural. Pengobatan sesuai dengan tatalaksanaan herpes zoster.1

PembahasanAnamnesisAnamness didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai.2Anamnesis yang baik akan terdiri dari: Identitas nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku bangsa dan agama. Keluhan utama keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Riwayat penyakit sekarang riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Riwayat penyakit dahulu mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.2 Diagnosis dan pemeriksaanPada pemeriksaan fisik di lakukan inspeksi dan palpasi, pastikan pemeriksaan harus di lakukan di tempat yang terang. Pemeriksa harus waspada terhadap setiap lesi yang menurut pasien telah membesar atau berubah warna. Selain itu timbulnya setiap pertumbuhan baru hendaknya diperhatikan. Bila anda memeriksa kulit, pemeriksaan awal dilakukan untuk menetapkan aspek umum kulit. Perhatikan warna, kelembaban, turgor dan tekstur kulit.3Pemeriksaan dan otoscopy menunjukan vesikel vesikel di dalam saluran atau di membran timpani. Audiogram menunjukan ketulian retrocochlear, dan tes vestibular menunjukan nistagmus spontan.4Diagnosis sindrom ramsay hunt biasanya dibuat tanpa kesulitan ketika karakteristik klinis hadir. Hitung darah lengkap, LED ( laju endap darah ) dan elektrolit serum sangat membantu dalam membedakan sifat menular dan inflamasi dari sindrom ini. Ketika komplikasi SSP ( sistem saraf pusat ) dicurigai, misal meningitis, meningoensefalitis, analisis cairan tulang belakan pencitraan sistem saraf pusat direkomendasikan. Studi viral meliputi isolasi varicella zoster secara konvensial dianggap sebagai diagnostik pasti. Sensitivitas kultur secara konvensional ini sekitar 30 40% dengan spesifitas 100%. Tes lain termasuk tzanck tes, mikroskop elektron, PCR umum nya lebih cepat dan sensitif. Sensitivitas teknik PCR diperkirakan 60%. Tes dengan uji direct immunofluorescence assay ( DFA ) juga dimungkinkan dengan sensitivitas 90% dan spesifitas mendekati 99%.5Diagnosa secara umum ditentukan oleh adanya paralisis fasial dan ruam vesikuler yang terjadi. Adakalanya suatu pemeriksaan hantaran saraf ( elektroneurografi ) dilakukan untuk menentukan tingkat dari kerusakan saraf fasial dan untuk mengetahui potensi untuk penyembuhan. Semakin berat kerusakan, maka lebih lama penyembuhan terjadi dan menurunkan kemungkinan untuk kembali ke fungsi normal. Penggunaan neuroimaging terutama MRI ( magnetic resonansion imaging ) kadang kadang dapat menunjukan peradangan saraf fasial dan menentukan penyebaran infeksi ke saraf lain atau otak.4Diagnosis kerja : Herpes zoster otikusSindrom Ramsay HuntSindrom Ramsay Hunt ( SRH ) sering disebut juga dengan herpes zoster oticus. Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari neuralgia radikuler, erupsi vasikuler yang mengenai sebagian telinga luar dan kanalis akustikus eksternus disertai kelumpuhan nervus VII perifer. Penyakit ini disebabkan oleh virus varicella zoster.6Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial. Dapat mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis bagian atas. Tampak lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga, otalgia dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada keadaan yang berat ditemukan gangguan pendengaran berupa tuli sensori neural. Sindrom ramsay hunt adalah suatu kelainan neurologi yang disebabkan suatu virus yang disebut varicella zoster, yang dapat menginfeksi beberapa saraf kranial sehingga menyebabkan paralisis fasial dan ruam baik di telinga, lidah, atau langit langit mulut. Virus varicella zoster menyebabkan dua jenis penyakit, sindrom ramsay hunt dan penyakit lain yang menyebabkan paralisis fasial yaitu bells palsy.7EtiologiHerpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.4Gejala klinisPenyakit ini ditandai oleh vesikel vesikel herpetik yang multipel, tersusun berkelompok di telinga bagian luar, saluran telinga bagian luar dan adakalanya di membran timpani. Di dalam kasus kasus yang berat, kerusakan pendengaran dan keseimbangan serta paralisis fasial dapat terjadi. Nervus akutikus yang terinfeksi virus akan terganggu fungsinya. Selain keluhan nyeri telinga, muncul kelumpuhan wajah, penurunan pendengaran dan vertigo. Gejala dan keluhan ini khas muncul beberapa minggu setelah terserang virus herpes zoster. Penurunan pendengaran dan kelumpuhan wajah biasanya menetap sebagai gejala sisa. Ini muncul sebagai ramsay hunt sindrom. Ramsay hunt sindrom ini terjadi ketika virus mengenai saraf kranial VII dan VIII. Saraf ini berperan dalam pendengaran, keseimbangan dan juga pengaturan beberapa otot wajah. Herpes zoster oticus dapat terjadi pada segala usia, tetapi sebagian besar terjadi antara umur 40 dan 60 tahun. Penderita secara umum sakit dengan suhu febris atau sub febris, eritema dan vesikel dapat dilihat di telinga bagian luar dan saluran telinga bagian luar, lymphadenitis regional, nyeri saraf yang berat dapat ditemukan, parlisis fasial bagian perifer ditemukan pada 60 90% kasus, ketulian retrocochlear yang berat timbul pada 40% kasus, vertigo dan kehilangan keseimbangan terjadi pada 40% kasus.4

PatofisiologiSindrom ramsay hunt didefinisikan sebagai infeksi varicella zoster di kepala dan leher yang melibatkan saraf wajah, sering kali saraf kranial ke VII. Saraf kranial lain yang mungkin juga terlibat yaitu saraf kranial VIII, IX, V dan VI ( dalam urutan frekuensi ). Infeksi ini menimbulkan vesikel dan ulserasi di telinga luar dan 2/3 ipsilateral anterior dari lidah dan langit langit mulut, serta neuropati wajah ipsilateral, radiculoneuropati, atau ganglion genikulopati. Infeksi varicella zoster ini menyebabkan dua sindrom klinis yang berbeda, infeksi primer yang juga dikenal sebagai cacar air yang merupakan penyakit umum anak yang ditandai dengan ruam vesikular yang sangat menular. Kejadian infeksi varicella telah menurun secara signifikan setelah pengenalan program vaksinasi di sebagian besar negara di dunia. Setelah cacar air, varicella zoster tetap laten dalam neuron dari saraf kranial dan akar ganglion dorsalis. Reaktivasi berikutnya dapat menyebabkan ruam vesikuler lokal yang dikenal sebagai herpes zoster. Reaktivasi varicella zoster yang melibatkan ganglion genikulatum dari saraf kranial VII adalah patofisiologi utama dari ramsay hunt sindrom.5MedikamentosaPengobatan penyakit herpes zoster ditujukan untuk mempercepat penyembuhan kelainan kulit, mengurangi nyeri yang akut dan pencegahan pembentukan jaringan parut. Lebih penting lagi, pengobatan harus efektif untuk mencegah terjadinya komplikasi nyeri pasca herpes zoster. Pengobatan topikal dengan antivirus untuk penyakit herpes zoster tidak efektif sehingga tidak dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Pengobatan topikal bergantung pada stadium penyakit, seperti stadium bintil berair bertujuan untuk protektif mencegah bintil bintil berair menjadi pecah, dengan cara diberikan bedak, bila ada luka dapat diberikan salep antibiotik.8Untuk pengobatan sistemik antivirus yang dapat digunakan adalah asiklovir 5 x 800 mg sehari deiberikan 7 hari. Vasiklovir 3 x 1000 mg sehari, famsiklovir 3 x 500 mg sehari. Untuk sindrom ramyas hunt diberikan kortikosteroid, biasanya digunakan prednison 3 x 20 mg sehari. Setelah 3 5 hari dosis diturunkan secara bertahap. Untuk neuralgia pasca herpes zoster dapat dicoba akupuntur. Obat obatan yang dapat digunakan amitriptilin 10 25 mg malam hari. Penatalaksanaan selanjutnya sebagian besar simptomatik dengan obat anlagesik, vitamin B kompleks, dan electrotherapy saraf fasial untuk mencegah atrofi.8

KomplikasiSindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.8 PencegahanUntuk anak anak, vaksinasi cacar air bisa mengurangi kemungkinan anak terkena cacar air yang merupakan sumber terjadinya sindrom ramsay hunt ( reaktivasi virus ). Namun, jika seseorang terkena cacar air, maka ia rentan untuk mengalami reaktivasi virus, sehingga bisa terjadi herpes zoster atau sindroma ramsay hunt ( herpes zoster otikus ). Untungnya ada vaksin lain Zostavax yang membantu untuk mencegah reaktivasi virus. Vaksin ini bisa mencegah atau mengurangi gejala gejala herpes zoster atau sindrom ramsay hunt. Biasa vaksin ini diberikan kepada orang orang yang telah terkena cacar air saat anak anak dan sekarang berusia 60 tahun ke atas.6ProgonosisBaik seumur hidup, tetapi buruk untuk fungsi. Kelumpuhan saraf parsial dipulihkan secara perlahan dan sering kali hanya pulih secara parsial. Kerusakan cochleovestibular biasanya tidak dapat dikembalikan.4Jika kerusakan saraf minimal, maka pemulihan yang sempurna biasanya terjadi dalam beberapa minggu. Jika kerusakan lebih parah, mungkin tidak akan memberikan kesembuhan yang sempurna bahkan setelah beberapa bulan.4Hasil pemulihan akan lebih baik jika perwatan dimulai pada hari ketiga setelah gejala timbul. Kesembuhan yang sempurna akan tercapai pada 70% kasus jika pengobatan dimulai pada saati ini. Namun, jika pengobatan tertunda lebih dari 3 hari, kesempatan untuk mencapai kesembuhan sempurna akan turun sekitar 50%. Anak anak lebih memungkinkan untuk mencapai kesembuhan sempurna dibanding orang dewasa.4

Diagnosa banding Bells PalysBells palys atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut dan penyebabnya tidak diketahui ( idiopatik ) diluar sistem saraf pusat tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya.8Lokasi cedera nervus fasialis pada bells palsy adalah di bagian perifer nukleus nervus VII. Cedera tersebut terjadi di dekat ganglion genikulatum. Salah satu gejala bells palsy adalah kelopak mata sulit menutup dan saat penderita berusaha menutup kelopak matanya, matanya berputar ke atas dan matanya tetap kelihatan.9EpidemiologiBells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Didunia insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di swedia tahun 199u7. Di Amerika serikat, insiden bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Bells palsy mengenai laki laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi wanita muda yan berumur 10 19 tahun lebih rentan terkena daripada laki laki pada usia yang sama. Penyakit ini mengenai semua umur tetapi lebih sering pada umur 15 50 tahun.9EtiologiDiperkirakan penyebab bells palsy adalah virus. Akan tetapi baru beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena pada umumnya kasus bells palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasikan gen herpes simplek virus ( HSV ) dalam ganglion genikulatum penderita bells palsy. Dulu masuk angin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela terbuka ) dianggap sebagai satu satunya pemicu bells palsy. Akan tetapi sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab bells palsy. Varicella zoster virus ( VZV ) tidak ditemukan pada penderita bells palsy tetapi ditemukan pada penderita ramsay hunt sindrom.9PatofisiologiPara ahli menyebutkan bahwa pada bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralisis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal.9Gambaran klinisKelumpuhan pada bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan , fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejamkan mata terlihat bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakan. Karna lagoftalmus air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun dsitu.9Lesi yang melibatkan ganglion genikulatum disertai dengan nyeri dibelakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay hunt adalah paralisis fasialis perfier yang berhubungan dengan herpes zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpetik terlibat di membran timpani, kanalis auditorius eksternus dan pina. Jika terkena di diaerah meatus akustikus interna maka ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya nervus akustikus.9Pemeriksaan diagnosisKelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi harus diteliti lebih lanjut apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Tidak ada pemeriksaaan laboratorium yang spesifik untuk menegakan bells palsy. Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada bells palsy. Pemeriksaan CT- scan dilakukanjika dicuriai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel, dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada bells palsy akan menunjukan adanya penyangatan ( enchancement ) pada nervus fasialis atau telinga, ganglion genikulatum.9PengobatanMelindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot otot yang lemah dan mencegah kendornya otot otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum. Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan.9Pemberian Kortikosteroid ( prednison 40 60 mg / hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan selama 7 hari kemudian ) pemberian dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanalis yang sempit.9KomplikasiKira kira 30% pasien bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak yaitu ageusia atau disgeusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi infeksi pada kornea.9PenutupKesimpulanSetelah melakukan anamnesia, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dan melihat dari gejala klinis yang di alami dari seorang laki-laki yang berusia 27 tahun, maka dapat di ambil diagnose pasien tersebut terkena herpes zoster.

Daftar pustaka1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J. Telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jakarta. FKUI. Edisi ke 6. Cetakan pertama; 2007. h. 64-77. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Ilmu penyakit dalam. Jakarta. Interna Publishing; Cetakan pertama; 2009. h. 25-7.3. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta. EGC. Cetakan pertama; 2006. h. 61.4. Becker, Walter, Hanz N, Rudolf C. Ear, nose, and throat disease. Ed 2. New York: Thieme flexi books, 1994. h. 138 95. Augusto A. Ramsay hunt syndrome. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1166804, 16 Maret 20146. Sjaiful dkk. Infeksi Virus Herpes. Jakarta: kelompok studi herpes Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia . 2002. h. 196-7.7. Arsyadi E, Iskandar N, Bashirudin J, Dwi R. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Ed 6. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2011. Hal 61.8. Nico A, dkk. Kenali jenis penyakit dan cara penyembuhannya. Manajemen hidup sehat. Jakarta: PT elex media komputindo, 2006. h. 129. 9. Djamil Y, Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam: Harsono, ed. Kapita selekta neurologi; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2003. h. 297-300.

10