PBHPTBAWANG HAMA.docx
-
Upload
putri-wedingtyas -
Category
Documents
-
view
13 -
download
3
Transcript of PBHPTBAWANG HAMA.docx
Hama
Hama ulat bawang
a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Subfamili : Amphipyrinae
Spesies : Spodoptera exigua
Ulat Spodoptera exigua dijumpai hampir pada setiap umur tanaman bawang
merah. Ulat berukuran panjang sampai + 25 mm, berwarna hijau atau coklat dengan
garis tengah berwarna kuning. Hama ini termasuk hama yang menyerang banyak
spesies tanaman inang. Menurut Smits (1987), hama ini mempunyai lebih dari 200
spesies tanaman inang yang termasuk dalam lebih dari 40 famili yang berbeda,
namun tanaman inang yang utama adalah keluarga bawang-bawangan, cabai merah
dan jagung (Duriat dkk., 1994).
B. Bioekologi
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 – 30 mm. Sayap depan
berwarna coklat tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-
bintik hitam. Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis
hitam. Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2 – 10 hari.
Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam
bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu
atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir. Jumlah
telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina sekitar 500 – 600 butir. Setelah 2
hari telur menetas menjadi larva.
Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada
punggungnya. Ulat tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu hijau, coklat
muda dan hitam kecoklatan. Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna
coklat.
Stadium ulat terdiri dari 5 instar. Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 – 1,5
mm, instar kedua sampai instar terakhir antara 1,5 – 19 mm. Setelah instar terakhir
ulat merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong. Ulat lebih aktif
pada malam hari. Stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 – 11 mm, tanpa rumah pupa.
Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai juga
pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel
tanah. Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat.
Hama ulat bawang tersebut menyebar di daerah sentra produksi bawang
merah di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Irian.
C. Gejala Serangan
Ulat bawang dapat menyerang tanaman sejak fase pertumbuhan awal (1-10
hst) sampai dengan fase pematangan umbi (51-65 hst). Ulat muda (instar 1) segera
melubangi bagian ujung daun, lalu masuk ke dalam daun bawang. Ulat memakan
permukaan daun bagian dalam, dan tinggal bagian epidermis luar. Daun bawang
terlihat menerawang tembus cahaya atau terlihat bercak-bercak putih transparan,
akhirnya daun terkulai.
D. Pengendalian hama ulat bawang
Prinsip pengendalian hama tanaman yang di kembangkan oleh manusia dewasa
ini adalah menekan jumlah populasi hama yang menyerang tanaman sampai pada
tingkat populasi yang tidak merugikan. Komponen pengendalian hama yang dapat di
terapkan untuk mencapai sasaran tersebut antara lain pengendalian hayati,
pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian secara kultur teknis dan
pengendalian secara kimiawi.
a. Pengendalian Hayati
Suatu teknik pengendalian hama secara biologi yaitu dengan
memanfaatkan musuh alami seperti prodator, parasitoid dan pathogen.
Keuntungan pengendalian hayati ini adalah aman, tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan tidak menyebabkan resistensi. Beberapa spesies
predator dari S. litura adalah Solenopsis sp, Paedorus sp, Euberellia sp, Lycosa
sp, dan laba-laba.
b. Pengendalian Secara Kultur Teknis
Pengendalian serangga hama dengan memodifikasi kegiatan pertanian agar
lingkungan pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi perkembangan hama.
Usaha-usaha tersebut mencakup sanitasi, pengolahan tanah, pergiliran tanaman,
pemupukan berimbang, penggunaan mulsa, penggunaan tanaman perangkap.
Komponen pengendalian yang harus disertakan adalah pengendalian fisik
dengan jalan memberikan kerodong kasa (Gambar 1.) pada seluruh tanaman
dengan tinggi kerodong 175 cm, yang dipasang sejak sebelum bibit bawang
merah ditanam sampai saat panen. Pada keadaan ini petani masih dapat masuk
kedalam lerodong kasa untuk melakukan aktivitas pemeliharaan tanamannya
a.l.: tanam, aplikasi herbisida, penyiangan, penyiraman, monitoring serangan
hama, pengendalian hama ulat secara mekanis dan panen.
Kasa dibuat dari bahan plastik dengan ukuran lubang 17 mesh. Pengendalian
dengan cara ini sudah mulai dilakukan oleh petani di Kab. Probolinggo sejak 6 –
8 tahun terakhir, dikombinasikan monitoring serangan ulat , dua kali seminggu,
pengendalian mekanis yaitu mengambil dan membuang kelompok telur dan ulat
yang ada pada daun dan permukaan atas kerodong kasa, aplikasi insektisida 1 –
2 kali per musim tanam jika serangan hama thrips meningkat. Penggunaan
kerodong kasa ini dapat mengurangi bahkan meniadakan penggunaan
insektisida kimia, sehingga efek negatif penggunaan insektisida juga dapat
ditiadakan. Kerodong kasa dapat diterapkan pada luasan pertanaman yang
sempit maupun yang luas namun pada umumnya ukuran kerodong kasa yang
diterapkan oleh petani per unit antara 500 m2 sampai 2000 m 2. Keberhasilan
pengendalian hama ulat dengan menggunakan kerodong kasa ini dapat mencapai
100 % dan bawang merah dapat dipanen dengan hasil optimal. Biaya
penggunaan kerodong kasa untuk pertanaman bawang merah dengan luas lahan
1300 m 2 adalah sebesar Rp. 1.652.500,- (Analisa biaya tertera pada Lampiran
1.). Biaya penggunaan kerodong kasa ini setara dengan biaya aplikasi
penggunaan insektisida. Namun kerodong kasa ini dapat digunakan untuk 6 – 8
kali musim tanam bila perawatan kasa dilakukan dengan baik (Rosmahani, dkk.,
2001).
Keberhasilan kerodong kasa pada usahatani bawang merah ini adalah
sebagai barier fisik bagi masuknya hama ulat S. exigua pada pertanaman bawang
merah. Ukuran lubang bahan kerodong kasa adalah sebesar 17 mesh, sehingga
ngengat yang datang tidak dapat masuk kedalam pertanaman bawang merah.
Jika ngengat hinggap pada permukaan bagian atas kerodong kasa dan bertelur
maka masih ada kemungkinan telur untuk jatuh pada daun bawang merah di
dalam kerodong kasa. Hal ini dapat ditanggulangi dengan pengendalian mekanis
yaitu dengan mengambil dan membuang kelompok telur yang ada pada tanaman
bawang merah. Secara tidak langsung secara ekologis kerodong kasa dapat
membantu memperbaiki lingkungan tumbuh bawang merah pada saat musim
kemarau (saat tanam bulan Agustus). Pada saat tanam tersebut udara panas dan
kering , dengan temperatur udara > 30 °C. Pada kondisi udara yang panas dan
kering daun bawang merah dapat mengalami respirasi yang tinggi (Sumami
dan Rosliani, 1995), keadaan ini menyebabkan tanaman menjadi lemas, dan
lemah. Penggunaan kerodong kasa secara fisik juga dapat mengurangi intensitas
sinar matahari dan respirasi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman bawang
merah dapat berlangsung dengan normal sehingga dapat menghasilkan umbi
dengan baik. Selain itu penggunaan kerodong kasa menyebabkan pengurangan
penggunaan insektisida dalam jumlah besar sehingga juga dapat menekan efek
negatif insektisida baik di lapangan maupun di tingkat kosumen
c. Pengendalian Kimiawi
Usaha mengendalikan hama dengan menggunakan bahan kimia pestisida
yang mempunyai daya racun terhadap serangga hama yang di sebut Insektisida.
Pengendalian dengan kimiawi menggunakan Insektisida dengan bahan aktif
deltametrin
Pengendalian ulat bawang pada tanaman bawang merah hingga saat ini
masih mengandalkan penggunaan insektisida secara intensik baik dengan
meningkatkan dosis maupun dengan meningkatkan interval waktu penyemprotan
dengan system kelender.
Musuh alami
Laba-laba
Nama Ilmiah : Lycosa sp
Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Family : -
Genus : Lycosa
Spesies : Lycosa sp
Bioekologi :
Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi
semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni helaian serat protein yang tipis
namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di bagian belakang
tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu pergerakan laba-laba, berayun
dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa, membuat kantung telur, melindungi
lubang sarang, dan lain-lain.
Morfologi :
Sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat
pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah Sebagai gantinya, mulut
laba-laba berupa alat pengisap untuk menyedot cairan tubuh mangsanya.. Anatomi laba-
laba:
(1) empat pasang kaki
(2) cephalothorax
(3) opisthosoma
Serangga lain
Kupu-kupu
Nama Ilmiah : Appias libythea
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Divisi : Rhopalocera
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Genus : Appias
Spesies : Appias libythea
Bioekologi :
Kupu-kupu dan ngengat dikenal sebagai hewan penyerbuk, yang membantu bunga-
bunga berkembang menjadi buah. Sehingga bagi petani, dan orang pada umumnya,
kupu-kupu ini sangat bermanfaat.
Pada pihak yang lain, berjenis-jenis ulat diketahui sebagai hama yang rakus. Bukan
hanya tanam-tanaman semusim yang dimangsanya, namun juga pohon buah-buahan dan
pohon pada umumnya dapat habis digunduli daunnya oleh ulat dalam waktu yang relatif
singkat. Banyak jenis ulat –terutama dari jenis-jenis ngengat– yang menjadi hama
pertanian yang serius.
Morfologi :
Kupu-kupu biasanya memiliki warna yang indah cemerlang, ngengat cenderung
gelap, kusam atau kelabu.
Kupu-kupu umumnya hidup dengan mengisap madu bunga (nektar/ sari kembang)
DAFTAR PUSTAKA
Dibyantoro, A. L. H. 1993. Daya guna insektisida Reldan 24 EC terhadap Spodoptera
exigua Hubn. Pada tanaman bawang merah. Buletin Penelitian Hortikultura. 25
(2): 54 – 60.
Duriat, A.S., T.A. Soetiarso, L. Prabaningrum, R. Sutarya. 1994. Penerapan
Pengenmdalian Hama dan Penyakit Terpadu pada Budidaya Bawang Merah. Balai
Penelitian Hortikultura Lembang. Puslitbanghort. Badan Litbang Pertanian.
Hadisoeganda, W.W., E. Wuryaningsih dan T.K. Moekasan. 1995. Penyakit dan hama
bawang merah dan cara pengendaliannya. Dalam. Teknologi Produksi bawang
merah. Puslitbanghort. Balitbangtan.Jakarta Hal 57 – 73.
Koster,W.G. 1990.Explorating survey on shallot in rice based cropping system in
Brebes. Bul. Penel. Hort. 18 (1):19-30
Rosmahani, L., E. Korlina, Baswarsiati dan F. Kasijadi. 1998. Pengkajian tehnik
pengendalian terpadu hama dan penyakit penting bawang merah tanam di luar
musim. Eds. Supriyanto A.dkk. Prosid. Sem.Hasil Penelitian dan Pengkajian
Sisitem Usahatani Jawa Timur. Balitbangtan. Puslit Sosek Petanian. BPTP
Karangploso. 116-131
Sumami, N dan R. Rosliani. 1995. Ekologi bawang merah. Dalam. Teknologi Produksi
Bawang Merah. Eds. Soenaryono, H. dkk. Puslitbang Hortikultura, Badan
Litbang Pertanian. Jakarta . 12 – 17.
Sutarya, R. 1996. Hama ulat Spodoptera exigua Hubn. pada bawang merah dan strategi
pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian XV (2). 1996: 41 – 46