Patofisiologi Degenrasi Neuron Setelah Cedera Otak Traumatis
-
Upload
arham-jaya -
Category
Documents
-
view
18 -
download
5
Transcript of Patofisiologi Degenrasi Neuron Setelah Cedera Otak Traumatis
Patofisiologi Degenrasi Neuron Setelah Cedera Otak Traumatis
Abstrak
Kondisi neuropatologis akut, termasuk trauma otak dan tulang belakang,
merupakan penyebab utama kematian dan cacat di seluruh dunia, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Penyebab cedera tulang otak dan tulang belakang
termasuk kecelakaan mobil, kecelakaan selama kegiatan rekreasi, jatuh dan
tindakan kekerasan . Di Amerika Serikat saja, sekitar 1,7 juta orang setiap tahun
mencari perawatan medis untuk cedera kepala. Sekitar 52.000 dari pupulasi ini
akan mengalami kematian, sementara jumlah yang sama akan muncul dengan
cacat fungsional permanen. Mengingat prevalensi tinggi kondisi patologis akut ini
di seluruh dunia, penelitian tentang mekanisme yang mendasari kerusakan sistem
saraf pusat sangatlah penting . Saat ini, sejumlah model eksperimental gangguan
saraf akut telah dikembangkan dan mekanisme kematian jaringan telah diselidiki.
Mekanisme ini mencakup peristiwa patologis baik primer maupun sekunder yang
berkontribusi terhadap kerusakan jaringan dan gangguan fungsional.
Mekanisme patologis sekunder utama meliputi eksitotoksisitas,
ketidakseimbangan ion, respon inflamasi, stres oksidatif dan apoptosis. Penjelasan
yang tepat tentang bagaimana kematian jaringan saraf setelah trauma otak dan
sumsum tulang belakang merupakan dasar untuk mengembangkan terapi yang
efektif untuk penyakit ini. Tinjauan ini mengevaluasi mekanisme utama kerusakan
jaringan sekunder setelah cedera otak traumatis dan tulang belakang.
Kata kunci : cedera neural akut, kematian sel, degenerasi neuron, kerusakan
sekunder.
Pendahuluan
Kondisi neuropatologis akut, termasuk trauma otak dan tulang belakang,
adalah penyebab utama kematian dan disabilitas di seluruh dunia, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda, dan merupakan penyebab kematian paling umum
ketiga di Eropa dan Amerika Serikat (AS), setelah kanker dan penyakit
kardiovaskular. Setiap tahunnya di Amerika Serikat, lebih dari 1,7 juta orang
mencari perawatan medis dengan beberapa jenis cedera kepala atau tulang
belakang. Sekitar 52 000 orang akan mengalami kematian, sementara jumlah yang
sama menderita cacat fungsional permanen, yang biasanya membutuhkan
perawatan medis intensif dan spesialis yang berkepanjangan. Penyebab utama
cedera otak traumatis (TBI) di Amerika Serikat terkait dengan senjata api,
kecelakaan mobil, kegiatan rekreasi dan jatuh
Di Inggris , sekitar 500 000 pasien dirawat di rumah sakit dengan cedera
kepala dan leher ringan sampai parah setiap tahunnya, dengan 35% kasus pada
akhirnya mengakibatkan kematian. Insiden trauma otak dan korda spinalis sekitar
tiga kali lebih besar dari gangguan skizofrenia, mania dan panik . Di Australia ,
beban seumur hidup kasus baru cedera otak dan tulang belakang telah
diperkirakan sebesar 10,5 miliar dolar Australia pada tahun 2008. Di Amerika
Serikat, biaya tahunan cedera otak traumatis telah diperkirakan sekitar 60 miliar
dolar. Biaya seumur hidup untuk orang dewasa muda di Amerika utara yang
menderita cedera tulang belakang yang parah adalah sekitar tiga juta dolar. Di
Amerika Latin dan Karibia , TBI juga muncul sebagai masalah kesehatan
masyarakat yang kritis. Mengingat prevalensi tinggi kondisi patologis akut ini di
seluruh dunia dan beban sosio-ekonomi yang terkait yang disebutkan di atas,
maka penelitian mengenai mekanisme yang mendasari kerusakan sistem saraf
pusat (SSP) sangatlah penting.
Salah satu peristiwa yang paling signifikan terkait dengan TBI
didefinisikan sebagai degenerasi neuronal sekunder (SND). SDN terdiri dari suatu
kaskade peristiwa destruktif yang dapat mempengaruhi sel-sel yang tidak atau
hanya sedikit terpengaruh oleh trauma awal. Cedera neuronal primer menginduksi
proses degenerasi segera dan kematian sel melalui gangguan mekanik jaringan
saraf, dengan pelepasan mediator kimia terhadap lingkungan ekstraselular yang,
mempengaruhi sel-sel disekitarnya yang pada awalnya terhindar oleh cedera
primer, mempromosikan kematian sel lebih lanjut. Lesi primer menginduksi
modifikasi struktural pada sawar darah-otak (BBB), yang mengarah ke edema
jaringan yang terkait dengan pembengkakan sel-sel neuronal dan glial. Selain itu,
cedera addisional neuron mungkin terjadi pada saat substansi-substansi berbahaya
ini bertahan di lingkungan ekstraselular. Tingkat kerusakan saraf sekunder
proporsional dengan perluasan/ekstensi cedera awal, sehingga lebih kuat dan lebih
lama cedera primer terjadi, maka akan menjadi semakin intens pelepasan mediator
SND. Peristiwa ini terjadi secara bersamaan, sehingga pada beberapa kondisi,
regio yang sama memproses degenerasi sel-sel melalui degenerasi neuronal
primer, dan juga sel-sel neuronal yang tetap intak, yang terhindar dari stimulus
primer yang agresif.
Banyak bukti menunjuk akan partisipasi beberapa faktor kunci dalam
patofisiologi SND setelah trauma otak/cedera tulang belakang. Di antaranya,
eksitotoksisitas, respon inflamasi dan stres oksidatif tampaknya banyak terlibat
dalam kematian jaringan. Tinjauan ini mengevaluasi mekanisme umum kerusakan
jaringan sekunder setelah cedera otak traumatis dan tulang belakang.
Eksitotoksisitas setelah cederal neural traumatis
Dalam sistem saraf mamalia terdapat beberapa substansi yang bertindak
sebagai neurotransmiter, baik dengan fungsi eksitatorik ataupun dengan fungsi
inhibitorik. Glutamat, neurotransmiter eksitatorik otak yang utama, secara
fisiologis terdapat dalam konsentrasi kecil. Respon post-sinaptiknya dicapai
melalui aksi farmakologik ionotropik dan metabotropik reseptor-reseptor dengan
sifat-sifat yang berbeda. Reseptor metabotropik yang digabungkan dengan sistem
yang melibatkan partisipasi protein G, bekerja melalui pelepasan second
messenger yang mengakibatkan mobilisasi saluran kalsium dalam membran sel.
Reseptor glutamatergik ionotropik diklasifikasikan lebih lanjut menjadi tiga
subtipe menurut agonis selektifnya: N-methyl-D-aspartates (NMDA), suatu asam
amino-3-hidroksil-5-metil-4-isoxazole-propionate (AMPA) dan asam kainic
(Kainato). Masing-masing merupakan kanal ion yang diaktifkan oleh glutamat,
dan mungkin bersifat permeabel terhadap ion-ion natrium, kalium dan kalsium
Dalam kondisi-kondisi fisiologis, konsentrasi gluta mat ekstraseluler diatur
melalui mekanisme-mekanisme yang melibatkan enzim-enzim dan pengangkut-
pengangkut di dalam sel-sel neuron dan glia. Namun, selama kondisi patologis,
termasuk dalam cedera traumatis otak dan korda spinalis dan pada kondisi
iskemia, mekanisme-mekanisme ini menjadi tidak efektif dalam menjaga
konsentrasi fisiologis glutamat di dalam jaringan neural. Sebagai akibatnya,
konsentrasinya menjadi lebih tinggi di banding konsentrasi fisiologisnya yang
dapat ditoleransi oleh jaringan, yang menginduksi kerusakan sel melalui
fenomena yang didefinisikan sebagai eksitotoksisitas, suatu istilah yang
digunakan untuk mendefinisikan kemampuan glutamat dan agonisnya untuk
memediasi kematian neuronal.
Tingginya konsentrasi glutamat ekstraseluler yang diinduksi oleh cedera
traumatis dalam sistem saraf mengakibatkan aktivasi reseptor-reseptor ionotropik
glutamatergik dan, sebagai akibatnya, terjadi disfungsi pompa natrium/kalium
dengan masuknya ion natrium dan klorida yang mengarah pada peningkatan
serapan air, yang menyebabkan peningkatan volume sel. Masuknya kalsium dapat
memicu peningkatan konsentrasi sekunder intraseluler kalsium. Influks ini atau
pelepasan simpanan ion intraseluler dapat meningkatkan kadar kalsium seluler,
sehingga melebihi kapasitas mekanisme-mekanisme regulatorik sel itu sendiri.
Peristiwa ini dapat menyebabkan gangguan metabolik, dengan akibatnya terjadi
aktivasi berbagai enzim protease, lipase, fosfatase dan endonuklease yang secara
langsung merusak struktur selular, menginduksi pembentukan radikal bebas yang
pada gilirannya dapat memediasi kematian sel, yang pada akhirnya mengarah ke
penurunan fungsional dari jaringan yang terkena.
Stress oksidatif da cedera neural traumatis
Stres oksidatif merupakan salah satu atribut patologis utama selama
kondisi patologis, termasuk di antaranya lesi traumatik Stres oksidatif yang
dihasilkan oleh pembentukan sejumlah besar derivat/turunan dari reactive oxygen
species (spesies oksigen reaktif [ROS]) selama kondisi patologis, yang dapat
menyebabkan degradasi protein, lipid dan asam nukleat (33), yang menyebabkan
kematian sel melalui nekrosis atau apoptosis
Ketika jumlah ROS melebihi kadar normalnya, dapat berkontribusi dalam
penurunan sembarang (nos-selektif) integritas struktural dan fungsional dari sel,
dan modifikasi DNA seluler, protein dan lipid. Namun demikian, sel-sel memiliki
berbagai mekanisme antioksidan untuk pertahanan dan perbaikan terhadap aksi
ROS yang dihasilkan selama metabolisme anaerobik otak. Dalam beberapa
situasi, bagaimanapun, sistem ini gagal, menyebabkan stres oksidatif di mana
produksi oksidasi ROS menekan pertahanan tubuh karena disfungsi dalam
keseimbangan produksi prooxidan dan radikal bebas
Di antara ROS yang dihasilkan setelah trauma akut dan dengan sifat
merusaknya pada jaringan otak, oksida nitrat (NO) adalah salah satu ROS yang
banyak diteliti. Oksida nitrat merupakan molekul yang sangat kecil dan sangat
mudah berdifusi, yang dapat bertindak sebagai neurotransmiter non-konvensional.
Oksida nitrat disintesis oleh tiga isoform yang berbeda: neuron (nNOS), endotel
(eNOS) dan yang diinduksi (iNOS). Efek fungsional atau noxious-nya terutama
ditentukan oleh konsentrasi dan identitas isoform enzimatiknya. Rendahnya kadar
NO yang dihasilkan oleh nNOS dan eNOS berhubungan dengan aktivitas-
aktivitas signalling sel NO. Sebaliknya, tingginya kadar NO yang dihasilkan oleh
iNOS bertanggung jawab dalam peningkatan kadar RNOS maupun ROS. Efek
toksik NO terutama dimediasi oleh produk-produk oksidasinya, terutama
peroksinitrit-oksidan biologis.
Inflamasi setelah lesi traumatik
Peradangan dapat didefinisikan sebagai respon pertama dari sistem
kekebalan tubuh terhadap invasi patogen atau sebagai respon terhadap perubahan
dalam homeostasis jaringan, menjaga jaringan dari agen-agen berbahaya dan
mempromosikan penyembuhan, yang umumnya bermanfaat bagi organisme,
dengan membatasi kelangsungan hidup dan proliferasi agen destruktif,
mempromosikan perbaikan jaringan dan pemulihan dan menjaga tingkat energi
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup jaringan, termasuk perubahan kronis
dalam lingkungan jaringan (42). Meskipun demikian, respon-inflamasi
berkepanjangan dan eksaserbasi yang dimediasi oleh sitokin pro-inflamasi yang
secara potensial bersifat sitotoksik seperti interleukin-1 beta (IL-1b), tumor
necrosis factor alpha (TNF-a), NO dan siklooksigenase 2 (COX-2), dapat sangat
berbahaya bagi jaringan perifer maupun jaringan saraf.
Respon inflamatorik mungkin terlibat dalam mekanisme yang bertanggung
jawab untuk eksaserbasi dari SND dalam trauma otak dan cedera tulang belakang,
ditandai dengan kematian sejumlah besar sel yang dihubungkan dengan defisit
fungsional berat. Selama respon inflamasi akut pada SSP, terjadi perekrutan
netrofil dan makrofag menuju ke lokasi cedera. Mikroglia (makrofag residensial
dari SSP) memiliki peran penting selama proses ini. Setelah cedera, sel-sel
endotel mengekspresikan molekul-molekul adhesi seperti P-selectines dan E-
selectines yang berinteraksi dengan reseptor yang ditemukan dalam membran
neutrofil, mikroglia kemudian melekat pada endotel, menyeberangi dinding
pembuluh darah dan menembus parenkim sistem saraf. Mikroglia kemudian
merespon cedera dengan cepat, menarik ekstensi-ekstensinya dan mengambil
bentuk yang menyerupai amuboid. Sel-sel ini merupakan fagosit penting dalam
eliminasi debris (puing-puing/fragmen-fragmen sel yang rusak) dan pelepasan
sejumlah besar mediator pro-inflamasi.
Meskipun dengan fungsi fagositosisnya pentingnya, bukti-bukti
menunjukkan bahwa sel mikroglial berkontribusi terhadap fenomena SND pada
cedera otak traumatis dalam model in vivo dan in vitro. Sel-sel mikroglial dapat
mensintesis dan melepaskan zat berbahaya seperti NO, radikal bebas, enzim-
enzim proteolitik, TNF-a dan IL-1b. Telah dilaporkan bahwa selama cedera
eksitotoksik, sel-sel mikroglial melepaskan NO dan IL-1b, yang dapat
berkontribusi terhadap proses SND.
Kesimpulan
Kondisi neuropathologis akut merupakan penyebab utama kematian dan
cacat di seluruh dunia, dengan beban sosial ekonomi penting yang terkait.
eksitotoksisitas, respon inflamasi dan stres oksidatif adalah peristiwa yang banyak
terlibat dalam kematian jaringan setelah cedera otak traumatis. Penelitian-
penelitian yang terfokus pada mekanisme yang mendasari peristiwa ini bersifat
sangat penting dalam mengembangkan terapi-terapi yang efektif.