Pasien Dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
-
Upload
devi-dwi-yanthi -
Category
Documents
-
view
52 -
download
8
description
Transcript of Pasien Dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kelenjar Tiroid
Kelompok SGD 6 :
Luh Putu Utami Adnyani (1302105013)
Dewa Ayu Sara Purwati Dewi (1302105022)
Ni Putu Juliadewi Eka Gunawati (1302105033)
Putu Maya Prihatnawati (1302105040)
Ni Ketut Natalia Kristianingsih (1302105054)
Devi Dwi Yanthi (1302105057)
Harista Miranda Salam (1302105059)
I Putu Eri Aditya (1302105073)
Made Ayu Wedaswari Widya (1302105080)
I Gusti Ayu Angga Sukmaniti (1302105081)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
CASE: (KELOMPOK 6 & 7)
Nn. Weni, 19 tahun mengeluh bengkak pada leher sehingga sulit menelan. Pasien didiagnosa
Struma dan direncakan akan dilakukan pembedahan.
Tasks
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Struma?
Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu penyakit Dalam, 1993). Struma
adalah setiap pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar tiroid yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak, sedangkan
struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Struma disebut juga
goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid
akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan
kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran
kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga
terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan
pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai
kesulitan bernapas dan disfagia.
2. Jelaskan penyebab Struma?
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi
air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesis hormon tiroid.
a. Penghambatan sintesis hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
dan kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesis hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide,
sulfonylurea, dan lithium) (Brunicardi et al, 2010).
c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan,
laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas
kelenjar tiroid serta kelainan a`rseitektur yang data berkelanjutan dengan berkurangnya
aliran darah didaerah tersebut`.
3. Jelaskan apa saja keluhan dan gejala klinis yang mungkin muncul pada pasien
Struma? Pada Nn. Weni, apa saja gejala yang anda temukan dan apa saja yang
perlu dikaji lebih dalam?
Keluhan dan Gejala Klinis yang mungkin muncul pada pasien struma
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya,
klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi:
1. Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan
perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang
ditemukan pada Grave’s disease.
Keluhan dan Gejala Klinis: Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda
dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi
terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan
menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis
sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga
manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun
etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari
suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus
terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan
peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh kelenjar tiroid. (Benno Syahnbana,
2012)
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus,
seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease.
Keluhan dan Gejala Klinis: Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara
Grave’s disease dengan Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-
gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada
saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu
lobus. (Benno Syahnbana, 2012)
2. Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
Keluhan dan Gejala Klinis: Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan
pembesaran kelenjar tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan
eutiroid, namun sebagian lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme
lebih sering terjadi pada anak-anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya,
termasuk defek pada transfer yodium. (Benno Syahnbana, 2012)
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
Keluhan dan Gejala Klinis: Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada
diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya pembesaran
kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat
hidup dengan strumanya tanpa keluhan. (Benno Syahbana, 2012)
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol
ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila
pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan
pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin
tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea
naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi
pada trakea. (Benno Syahnbana, 2012)
Gejala yang di temukan pada Nn. Weni
Keluhan Utama (Berdasarkan Kasus) :
Pasien mengeluh bengkak pada leher sehingga sulit menelan.
Rasionalnya : Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan
lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika
struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan
gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi gangguan
menelan (Brunicardi et al, 2010).
Hal Yang Perlu Dikaji Lebih Dalam
Pengkajian Data :
1. Identifikasi klien.
Nama : Nn Weni
Umur: 19 Tahu
2. Keluhan utama klien.
Keluhan utama biasanya nyeri pada leher, sulit menelan , sulit berbicara
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau
penduduk sekitar berpenyakit gondok.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
saat ini.
6. Riwayat psikososial
Akibat dari benjolan pada leher kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan
tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
Pemeriksaan leher
Inspeksi : Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika
terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu
lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat
pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
Palpasi: Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita. Pada palpasi
teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal.
Benjolan awalnya sebesar telor puyuh lalu membesar hingga sebesar telor bebek.
Keluhan tanpa disertai nyeri menelan ataupun gangguan perubahan suara menjadi
serak. Pada pemeriksaan fisik tampak massa di leher kiri depan dengan ukuran ±
10x7x4 cm, permukaan berbenjol, konsistensi padat kenyal, batas atas dan samping
kanan-kiri tegas namun batas bawah tidak jelas, nyeri tekan (-), dan ikut bergerak
saat penderita menelan.
4. Jelaskan patofisiologi terjadinya Struma. (Pathway)
Mekanisme timbulnya struma adalah sebagai berikut: kekurangan yodium mencegah
produksi hormon tiroksin dan triiodotironin. Akibatnya, tidak tersedia hormon yang
dapat dipakai untuk menghambat produksi TSH oleh hipofisis anterior; hal ini
menyebabkan kelenjar hipofisis mensekresi banyak sekali TSH. Selanjutnya TSH
merangsang sel-sel tiroid menyekresi banyak sekali koloid triglobulin ke dalam folikel
dan kelenjarnya tumbuh semakin besar. Tetapi oleh karena yodiumnya kurang, produksi
tiroksin dan triiodotironin tidak meningkat dalam molekul tiroglobulin, dan oleh karena
itu tidak ada penekanan secara normal pada produksi TSH oleh kelenjar hipofisis.
Ukuran folikelnya menjadi sangat besar, dan kelenjar tiroidnya dapat membesar 10
sampai 20 kali ukuran normal.
Selain karena kekurangan yodium, penyebab struma yang lain adalah kelainan
metabolik kongenital dan tiroiditis. Dimana kelainan metabolik kongenital dapat
menyebabkan sintesa hormon tiroid terhambat sehingga yang terjadi adalah pembesaran
kelenjar tiroid. Sedangkan tiroiditi menyebabkan hipotiroid ringan yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan sekresi TSH dan pertumbuhan yang progresif dari bagian
kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang menjelaskan mengapa kelenjar ini
bisa nodular.
Akibat terjadinya pembesaran kelenjar tiroid terjadi penekanan mekanis trakea dan
esophagus sehingga timbul gejala –gejala obstruksi. Adanya obstruksi menyebabkan
masalah kesulitan menelan sehingga intake nutrisi tidak adekuat dan dapat
menyebabkan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh. Dari pembesaran kelenjar tiroid dapat menimbulkan masalah keperawatan
gangguan citra tubuh, kurangnya informasi sebelum tindakan pembedahan
menimbulkan masalah ansietas kemudian setelah pembedahan menimbulkan masalah
keperawatan nyeri akut, kerusakan komunikasi verbal, risiko infeksi, dan PK
hipoparatiroid.
5. Jelaskan apa pemeriksaan diagnostic dan pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan untuk menentukan pasien mengalami Struma dan bagaimana hasilnya
yang menunjukkan Struma?
a. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assayradioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal
pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada
awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk mengetahui kadar
T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan teknik radioimmunoassay (RIA)
dan ELISA dalam serum atau plasma darah. Kadar normal T4 total pada orang
dewasa adalah 50-120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah
0,65-1,7 ng/dl.
Data yang mungkin di dapatkan
Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH
paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan cara enzyme-linked
immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total
dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa
60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme,
kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH
sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme primer di mana basal TSH
meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal.
b. Pemeriksaan Antibodi
Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap
macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
Data yang mungkin di dapatkan
1. antibodi tiroglobulin
2. antibodi mikrosomal
3. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
4. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
5. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
6. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas). Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa
diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya menjadi pilihan.
Data yang mungkin di dapatkan
Foto ronsen toraks menunjukkan adanya soft tissue di paratrakeal kiri setinggi C7-
T4 yang mendesak trakea ke kanan dan disimpulkan suatu cervico thoracal struma.
(Mochamad Aleq Sander, 2012: Pada Struma Multi Nodosa Non Toksika
Intrathorakal)
Secara Umum, Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas
adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya
secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral
diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi
anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai
memelukan CT-scan leher.
c. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di
layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya
kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-
kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan
kemungkinan karsinoma. USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah
nodul, membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya jaringan
kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan scanning tiroid.
Data yang mungkin di dapatkan
Pada pemeriksaan USG didapatkan pembesaran kelenjar tiroid bilateral dengan
kalsifikasi (+) di kedua lobus. (Mochamad Aleq Sander, 2012: Pada Struma Multi
Nodosa Non Toksika Intrathorakal)
USG di dapat data pemeriksaan tiroid untuk
1. Dapat menentukan jumlah nodul
2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah
7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
d. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-
99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam
kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa
menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi
dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid. Scanning Tiroid dasarnya adalah
presentasi uptake dari I 131 yang didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat
ditentukan teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian
tiroid (distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam.
Data yang mungkin di dapatkan
Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila uptake
nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini
menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk yang
kedua adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan sekitarnya, menunjukkan
fungsi yang nodul sama dengan bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila
uptake lebih dari normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.
e. Biopsi Aspirasi Jarum Halus atau FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar
jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi
aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel
ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena
lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli
sitologi.
Data yang mungkin di dapatkan
Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid.
1. Jinak (negatif)
Tiroid normal
Nodul koloid
Kista
Tiroiditis subakut
Tiroiditis Hashimoto
2. Curiga (indeterminate)
Neoplasma sel folikuler
Neoplasma Hurthle
Temuan kecurigaan
keganasan
3. Ganas (positif)
Karsinoma tiroid papiler
Karsinoma tiroid meduler
Karsinoma tiroid anaplastik.
6. Jelaskan penatalaksanaan pasien Struma
Terapi obat
Terapi ini merupakan terapi yang pertama yang diberikan pada psien apapun
diagnosisnya. Obat yang diberikan yaiu karbomazol dimana berfungsi
menurunkan sintesis hormone tiroid. Dosis awal 40-60mg/hari, kemudian
dikurangi sampai tercapai dosis pemeliharaan. Dosisnya dititrasikan sesui dengan
fungsi tiroid dan dilanjutkan selama 18 bulan. Dimana setelah itu, 50% pasien
menjadi sembuh. Pendekatan alternative adalah dengan memberikan karbimazol
dosis tinggi bersama T4 untuk mengindari hipotiroidisme (teknik block and
replace). Karbomazol menyebabkan agranulositosis pada 0,1% kasus harus segera
dihentikan apabila muncul sakit tenggorokan atau demam.
Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang tidak dapat diterapi dengan obat anti
tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekiatr 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksik karena jaringan tiroid yang tersisa
mungkin tidak cukup untuk memproduksi hormone dalam jumlah yang adekuat
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan stuma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
Yodium radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar
tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Yodium radioaktif akan berkumpul
dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh
lainnya. Yodium radioaktif diberikan dalam benuk kapsul atau cairan yang harus
diminum di rumah sakit
7. Jelaskan masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Struma
Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (struma/tindakan pembedahan
struma)
Ditandai dengan,
DS:
- Laporan secara verbal tentang nyeri
DO:
- Sikap melindungi area nyeri
- Mengekspresikan perilaku (mis: gelisah, merengek, menangis, waspada)
- Perubahan selera makan
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder
akibat penyakitnya.
Ditandai dengan,
DS:
- Mengungkapkan perasaan negatif tentang tubuh
- Ketakutan terhadap reaksi orang lain
DO:
- Perubahan dalam keterlibatan sosial
- Secara sengaja menyembunyikan bagian tubuh
- Secara tidak sengaja menyembunyikan bagian tubuh
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pre operasi.
Ditandai dengan,
DS:
- Ungkapan secara verbal tentang kegelisahannya
DO:
- Wajah tegang
- Tremor tangan
- Peningkatan tekanan darah
- Peningkayan denyut nadi
- Gangguan tidur
- Khawatir
d. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi, dan
kebutuhan pengobatannya
Ditandai dengan,
DS:
- Menyatakan secara verbal adanya masalah
DO:
- Ketidakakuratan mengikuti instruksi
- Prilaku tidak sesuai
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan kemampuan
menghasilkan bicara sekunder terhadap strumectomy
Ditandai dengan,
DS:
- Menolak bicara
DO:
- Tidak dapat bicara
- Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal
- Ketidaktepatan verbalisasi
- Gagap
- Sulit bicara
- Bicara dengan kesulitan
f. Gangguan menelan berhubungan dengan obstruksi partial mekanik (struma)Ditandai dengan,
DS :
- Pasien mengatakan sulit untuk menelan
DO:
- Abnormalitas pada fase esophagus pada pemeriksaan menelan
- Terlihat bukti kesulitan menelan (mis: statis makanan pada rongga mulut,
batuk/tersedak)
- Tersedak/ batuk sebelum menelan
- Pemeriksaan fisik pada leher bawah kanan ditemukan adanya pembengkakan
(massa)
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan
Ditandai dengan,
DS:
- Mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (Recommended daily allowance)
DO:
- Terlihat menghindari makanan
- Penurunan berat badan
h. Risiko infeksi berhubungan dengan masuknya organisme sekunder terhadap
pembedahan
i. PK hipoparatiroid
8. Apa edukasi yang perlu dilakukan pada pasien post operasi Struma? Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3
hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringa tiroid yang tersisa mungkin cukup
memproduksi hormone dalam jumlah adekuat dan pemerikasaan laboratorium untuk
struma dilakukan 3 – 4 minggu setelah tindakan pembedahan. Pemberian tiroksin
digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama diyakini bahwa pertumbuhan sel
kanker tiroid dipengaruhi hormone TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah
mungkin diberikan hromon tiroksin ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidesme
yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Setelah pengobatan
disarankan mengontrol kondisi pasien dengan teratur atau berkala untuk memastikan
dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran, menekan munclnya komplikasi
dan kecacatan. Melakuka rehabilitas dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik
segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat menerima kehadirannya melalui
melakukan fisioterapi yaitu rehabilitas fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi
kejiwaan, sosial terapi yaitu rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis yaitu yang
berhubungan dengan kecantikan.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Keharusan untuk istirahat, relaksasi dan nutrisi dijelaskan kepada pasien dan keluarga.
Informasi yang spesifik mengenai kunjungan tindak lanjut ke dokter atau klinik
disampaikan karena hal ini penting memantau keadaan tiroid pasien. Pasien
diperbolehkan untuk melakukan sepenuhnya kegiatan dan tanggung jawab yang bisa
dikerjakan sebelumnya, segere setelah sembuh dari pembedahan. Dianjurkan untuk
melakukan aktivitas yang tidak banyak menimbulkan regangan pada luka insisi serta
jahitannya.
Daftar Pustaka
dr. Benno Syahbana, Sp.B, 2012. Referat Struma. FK Trisakti-Jakarta
Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC
Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB. “Thyroid,
Parathyroid, and Adrenal” in Schwartz Principles of Surgery. 9th ed. the McGrawHill
Companies, Chapter 38; 2010.
Davey. Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Mochamad Aleq Sander, dr., M.Kes., SpB., FinaCS, 2012. Struma Multi Nodosa Non Toksika
Intrathorakal. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang- Malang
NANDA. North American Nursing Diagnosis Association
Kajian Pustaka Universitas Sumatra Utara, 2011. Diakse melalui (27 September 2014)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdfKajian Pustaka. Universitas Sumatra Utara. diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf tanggal 26 September 2014
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20013/4/Chapter%20II.pdf (28
september 2014)