Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)
-
Upload
achmad-rifqy-rupawan -
Category
Documents
-
view
11 -
download
3
description
Transcript of Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus Trigeminal) yang
menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah.¹ Disebut Trigeminal
Neuralgia karena nyeri di wajah terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf
Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke
otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah
distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai
penyebab. 4
Trigeminal Neuralgia juga dikenal dengan istilah “tic douloureux”, yaitu sindrom
nyeri pada wajah yang khas yang terjadi secara berulang dan kronis. Ditandai dengan nyeri
yang unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya menjalar dari
daerah maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot wajah yang
singkat.²
Sampai saat ini, penyebab utama dari Trigeminal Neuralgia belum diketahui pasti,
namun penyebab yang sering dilaporkan adalah kompresi saraf oleh pembuluh darah. Rasa
sakit dapat dipicu dengan berbicara, menyikat gigi, menyentuh wajah, mengunyah, atau
menelan. Episode nyeri umumnya berlangsung sebentar dalam hitungan detik hingga 1 menit,
tetapi beberapa episode dapat berlangsung berurutan. Episode nyeri dapat terjadi beberapa
kali dalam sehari dan dapat terjadi berbulan-bulan.³
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per
satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan
dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade
enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber
lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50
tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak. 4
1
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami aspek teori Trigeminal Neuralgia
dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menangani Trigeminal Neuralgia.
Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca
khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus
yang ditemui di lapangan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus
Trigeminal) yang menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah.¹
Trigeminal Neuralgia juga dikenal dengan istilah “tic douloureux”, yaitu sindrom nyeri pada
wajah yang khas yang terjadi secara berulang dan kronis. Ditandai dengan nyeri yang
unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya menjalar dari daerah
maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot wajah yang singkat.²
2.2 Anatomi Dan Fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Nervus Trigeminus
3
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus masseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor
timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus. Inti motoriknya terletak di
pons.
Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus
trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri (ganglion semilunaris). Serabut-serabut
sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya
ialah wajah, mukosa lidah, rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif
terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion
Gasseri. 13
Cabang pertama nervus V ialah cabang oftalmikus yang menghantarkan impuls
protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik
dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis
masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata
dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus
nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus
lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontalis, nervus nasosiliaris, dan nervus
lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut
bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). 13
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian
bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings,
sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Nervus maksilaris masuk ke dalam
rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan
di dalam dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. 13
Cabang ketiga ialah cabang mandibularis yang tersusun oleh serabut somatomotorik
dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul
dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang
dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Di bagian depan fossa infratemporalis,
cabang ketiga N.V. bercabang dua, yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang
belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus
aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga
bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus
4
dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian
anterior muskulus digastrikus. 13
2.3 Etiologi
Banyak kasus Trigeminal Neuralgia yang idiopatik, tetapi penekanan atau kompresi
pada akar saraf trigeminal oleh tumor atau kelainan pembuluh darah sering dilaporkan
menjadi penyebab terjadinya Trigeminal Neuralgia. Trigeminal Neuralgia dibagi menjadi 2
kategori, klasik dan simtomatik (gejala). Bentuk klasik, dianggap idiopatik, termasuk kasus-
kasus yang disebabkan oleh kontak antara saraf dengan pembuluh darah arteri, seperti arteri
serebral superior atau bahkan arteri trigeminal primitif. Bentuk simtomatik dapat memiliki
beberapa asal-usul. Aneurisma, tumor, peradangan meningens kronis, atau lesi lainnya dapat
mengiritasi akar saraf trigeminal di sepanjang pons yang menyebabkan gejala Trigeminal
Neuralgia. ²
2.4 Patofisiologi
Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi terjadinya Trigeminal
Neuralgia. Diduga bahwa Trigeminal Neuralgia disebabkan oleh demielinisasi saraf yang
mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal
ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran
yang berlebihan itu.5
Aneurisma, tumor, peradangan meningens kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi
akar saraf trigeminal di sepanjang pons yang menyebabkan gejala Trigeminal Neuralgia.
Vaskularisasi yang abnormal dari arteri serebral superior sering disebut sebagai
penyebabnya.²
2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Trigeminal Neuralgia, IHS (International Headache
Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk Trigeminal Neuralgia sebagai berikut:
1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit,
mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.
2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:
I. Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.
II. Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.
3. Pola serangan sama terus.
5
4. Tidak ada defisit neurologis.
5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.
Trigeminal Neuralgia hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2,
dan 3. 5
2.6 Diagnosa Banding
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan
kepala.10 Nyeri neuralgia post herpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi
adanya skar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia post herpetikum.
Neuralgia post herpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus cabang pertama.7,11
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan
pelipis saat mengunyah dapat menyerupai Trigeminal Neuralgia, tetapi hanya dipicu oleh
proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporo-mandibular dan maloklusi
gigi.7
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang
disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda
atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, seringkali unilateral pada rahang atas
(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan
dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisik tidak ditemukan dan
pemberian analgetika tidak memberikan efek. Perbaikan biasanya diperoleh dengan
penggunaan antidepresan dan obat penenang. Oleh karena itu, penentuan diagnosis harus
sebaik mungkin.7
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal
berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, tidak
adanya faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.7,10
6
Tabel 2.1 Diagnosa Banding
Diagnosis Banding
PersebaranKarakteristik
Klinis
Faktor yang Meringankan/ Memperburuk
Penyakit yang Dihubungkan
Tata- Laksana
Neuralgia Trigeminal
Daerah persarafan cabang II dan III nervus trigeminus, unilateral
Laki-laki/ perempuan = 1:3,
Ditemukan pada usia lebih dari 50 tahun,
Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuk-nusuk atau sensasi terbakar, persisten selama berminggu-minggu atau lebih,
Ada titik-titik pemicu,
Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik.
Titik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguap
Idiopatik
Skeloris multipel pada dewasa muda
Kelainan pembuluh darah
Tumor nervus V
Carbamaze-pine
Phenytoin
Gabapentin
Injeksi alkohol
Koagulasi atau dekompresi bedah
Neuralgia Fasial Atipik
Unilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalam
Lebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahun
Nyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksila
Tidak ada Status ansietas atau depresi
Histeria
Idiopatik
Anti ansietas dan anti depresan
7
Diagnosis Banding
PersebaranKarakteristik
Klinis
Faktor yang Meringankan/ Memperburuk
Penyakit yang Dihubungkan
Tata- Laksana
Neuralgia Post herpetikum
UnilateralBiasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus V
Riwayat herpes
Nyeri seperti sensasi terbakar, berdenyut-denyut
Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat
Sikatriks pada kulit
Sentuhan, pergerakan
Herpes Zoster Carbamaze-pin, anti depresan dan sedatif
Sindrom Costen
Unilateral, dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajah
Nyeri berat berdenyut-denyut diperberat oleh proses mengunyah,
Nyeri tekan sendi temporo-mandibula,
Maloklusi atau ketiadaan molar
Mengunyah, tekanan sendi temporo-mandibular
Ompong, arthritis rematoid
Perbaikan geligi, operasi pada beberapa kasus
Neuralgia Migrainosa
Orbito-frontal, rahang atas, angulus nasolabial
Nyeri kepala sebelah
Alkohol pada beberapa kasus
Tidak ada Ergotamin sebagai profilaksis
2.7 Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Tabel 2.2 Medikamentosa pada Trigeminal Neuralgia 6
DrugsEficienc
ySide effect
Initial doseDose
incrementsTarget daily
doseFirst line
Carbamazepin
+++ +++ 100 mg 2x1 perhari
50-100 mg setiap 2-4 hari
400-1000 mg
Second line
Oxcarbazepin +++ ++ 300mg 2x1 perhari
600 mg setiap 1 minggu
600-2400 mg
Gabapentin ++ ++ 300 mg 1x1 perhari
300 mg setiap 3 hari
900-2400 mg
Baclofen ++ +++ 10 mg 3x1 perhari
10 mg setiap hari
50-60 mg
8
Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3–4 x sehari
tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberikan penambahan dosis 50-100 mg
setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada
kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan
pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah
beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika
nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun
50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di
hentikan.7
Setelah penggunaan karbamazepin tidak efektif lagi maka digunakan obat-obatan anti
konvulsan selain karbamazepin yang dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan
(second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat
(800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen
dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi
sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan.
Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal
pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.8
Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan
dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara
bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.9
B. Non-medikamentosa
Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang
perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.5
I. Injeksi
Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi
alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan
hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi
berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya.
Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa
waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak
terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.7,10
9
II. Operatif
Operasi untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang
terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap
tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap
dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I sehingga serabut saraf sensorik kornea
dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang
dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri,
dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di
dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan
pendekatan yang serupa, traktus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada
medulla. Karena traktus ini hanya mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap
dipertahankan. Traktotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti dibanding
pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi
tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin
dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan
bertahan.10
2.8 Prognosis
Trigeminal Neuralgia bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,
Trigeminal Neuralgia cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak
pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada
akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal
penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan
ketidakpastian mengenai penyebab Trigeminal Neuralgia, serta mekanisme dan faedah dari
pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.12
10
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus
Trigeminal) yang menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah. Ditandai
dengan nyeri yang unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya
menjalar dari daerah maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot
wajah yang singkat. Banyak kasus Trigeminal Neuralgia yang idiopatik, tetapi penekanan
atau kompresi pada akar saraf trigeminal oleh tumor atau kelainan pembuluh darah sering
dilaporkan menjadi penyebab terjadinya Trigeminal Neuralgia. Diduga bahwa Trigeminal
Neuralgia disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung
meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan
saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu. Trigeminal Neuralgia
bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, Trigeminal Neuralgia
cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang
sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. John Tew, MD. dan Nancy McMahon, RN., 2013. Trigeminal Neuralgia. Ohio: Mayfield
Clinic. Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PDF/PE-TRIN.pdf. [Accesed 14
Maret 2014].
2. Manish K Singh, MD., Medscape reference. Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal
Neuralgia.
3. Siddiqui, MD et al. 2003. Pain Management: Trigeminal Neuralgia. Seattle: Hospital
Physician. Available from: http://www.turner-white.com/pdf/hp_jan03_pain.pdf.
[Accesed 14 Maret 2014].
4. Bagus, J., 2011. Makalah Pembahasan Tentang Kesehatan dan Penyakit Neuralgia
Trigeminal. Available from: http://wartaonetv2.blogspot.com/2012/06/makalah-
pembahasan-tentang-kesehatan.html [Accesed 16 Maret 2014].
5. Siccoli, MM., Bassetti CL., Sándor PS. Facial Pain: clinical differential diagnosis.
Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi
Wajah.
6. Benetto, Luke., Peter, Nikunj., and Fuller, Geraint., 2005. Neurology; Neuralgia
Trigeminal.
7. Walton, Sir John., 1985. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford
Universiy Press; 1985.p.110-2.
8. Ropper, AH., and Robert, H B., Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8th ed.
New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3.
9. Mumenthaler, M., Heinrich, M., and Ethan, T., Fundamentals Of Neurology An
Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4.
10. Kane, CA., and Walter, W., Craniofacial Neuralgia. In: Baker, A B., Clinical
Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904.
11. Merrit, H H., A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger;
1973.p.365-8
12. Turkingston, Carol A., Trigeminal Neuralgia. In: Stacey, L C., and Brigham, N., editors.
The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.
13. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
1988.p.149-59.
12