Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus Trigeminal) yang menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah.¹ Disebut Trigeminal Neuralgia karena nyeri di wajah terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. 4 Trigeminal Neuralgia juga dikenal dengan istilah “tic douloureux”, yaitu sindrom nyeri pada wajah yang khas yang terjadi secara berulang dan kronis. Ditandai dengan nyeri yang unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya menjalar dari daerah maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot wajah yang singkat.² Sampai saat ini, penyebab utama dari Trigeminal Neuralgia belum diketahui pasti, namun penyebab yang sering dilaporkan adalah kompresi saraf oleh pembuluh darah. Rasa sakit dapat dipicu dengan berbicara, menyikat gigi, menyentuh wajah, mengunyah, atau menelan. Episode nyeri umumnya berlangsung sebentar dalam hitungan detik hingga 1 menit, tetapi beberapa episode dapat berlangsung berurutan. Episode nyeri dapat terjadi beberapa kali dalam sehari dan dapat terjadi berbulan- bulan.³ 1

description

paper neurologi

Transcript of Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

Page 1: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus Trigeminal) yang

menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah.¹ Disebut Trigeminal

Neuralgia karena nyeri di wajah terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf

Trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke

otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah

distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai

penyebab. 4

Trigeminal Neuralgia juga dikenal dengan istilah “tic douloureux”, yaitu sindrom

nyeri pada wajah yang khas yang terjadi secara berulang dan kronis. Ditandai dengan nyeri

yang unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya menjalar dari

daerah maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot wajah yang

singkat.²

Sampai saat ini, penyebab utama dari Trigeminal Neuralgia belum diketahui pasti,

namun penyebab yang sering dilaporkan adalah kompresi saraf oleh pembuluh darah. Rasa

sakit dapat dipicu dengan berbicara, menyikat gigi, menyentuh wajah, mengunyah, atau

menelan. Episode nyeri umumnya berlangsung sebentar dalam hitungan detik hingga 1 menit,

tetapi beberapa episode dapat berlangsung berurutan. Episode nyeri dapat terjadi beberapa

kali dalam sehari dan dapat terjadi berbulan-bulan.³

Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per

satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan

dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade

enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun. Sumber

lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia di atas 50

tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak. 4

1

Page 2: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

1.2 Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah memahami aspek teori Trigeminal Neuralgia

dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menangani Trigeminal Neuralgia.

Penyusunan makalah ini sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program

Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

1.3 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca

khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus

yang ditemui di lapangan.

2

Page 3: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus

Trigeminal) yang menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah.¹

Trigeminal Neuralgia juga dikenal dengan istilah “tic douloureux”, yaitu sindrom nyeri pada

wajah yang khas yang terjadi secara berulang dan kronis. Ditandai dengan nyeri yang

unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya menjalar dari daerah

maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot wajah yang singkat.²

2.2 Anatomi Dan Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Nervus Trigeminus

3

Page 4: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya

mempersarafi muskulus masseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor

timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus. Inti motoriknya terletak di

pons.

Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus

trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri (ganglion semilunaris). Serabut-serabut

sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan proprioseptif. Kawasannya

ialah wajah, mukosa lidah, rongga mulut serta lidah, dan rongga hidung. Impuls proprioseptif

terutama berasal dari otot-otot yang dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion

Gasseri. 13

Cabang pertama nervus V ialah cabang oftalmikus yang menghantarkan impuls

protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls sekretomotorik

dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun nervus frontalis

masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-serabut dari bola mata

dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang dikenal sebagai nervus

nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis dikenal sebagai nervus

lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontalis, nervus nasosiliaris, dan nervus

lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di belakang fisura tersebut

bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). 13

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut

somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian

bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang nasofarings,

sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Nervus maksilaris masuk ke dalam

rongga tengkorak melalui foramen rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan

di dalam dinding sinus kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. 13

Cabang ketiga ialah cabang mandibularis yang tersusun oleh serabut somatomotorik

dan sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul

dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang

dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Di bagian depan fossa infratemporalis,

cabang ketiga N.V. bercabang dua, yang satu terletak lebih belakang dari yang lain. Cabang

belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga (nervus

aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah, dua pertiga

bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang bawah ( nervus

4

Page 5: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot omohioideus dan bagian

anterior muskulus digastrikus. 13

2.3 Etiologi

Banyak kasus Trigeminal Neuralgia yang idiopatik, tetapi penekanan atau kompresi

pada akar saraf trigeminal oleh tumor atau kelainan pembuluh darah sering dilaporkan

menjadi penyebab terjadinya Trigeminal Neuralgia. Trigeminal Neuralgia dibagi menjadi 2

kategori, klasik dan simtomatik (gejala). Bentuk klasik, dianggap idiopatik, termasuk kasus-

kasus yang disebabkan oleh kontak antara saraf dengan pembuluh darah arteri, seperti arteri

serebral superior atau bahkan arteri trigeminal primitif. Bentuk simtomatik dapat memiliki

beberapa asal-usul. Aneurisma, tumor, peradangan meningens kronis, atau lesi lainnya dapat

mengiritasi akar saraf trigeminal di sepanjang pons yang menyebabkan gejala Trigeminal

Neuralgia. ²

2.4 Patofisiologi

Ada beberapa hipotesis dari para ahli terhadap bagaimana patofisiologi terjadinya Trigeminal

Neuralgia. Diduga bahwa Trigeminal Neuralgia disebabkan oleh demielinisasi saraf yang

mengakibatkan hantaran saraf cenderung meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal

ini mengakibatkan sentuhan yang ringan saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran

yang berlebihan itu.5

Aneurisma, tumor, peradangan meningens kronis, atau lesi lainnya dapat mengiritasi

akar saraf trigeminal di sepanjang pons yang menyebabkan gejala Trigeminal Neuralgia.

Vaskularisasi yang abnormal dari arteri serebral superior sering disebut sebagai

penyebabnya.²

2.5 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis Trigeminal Neuralgia, IHS (International Headache

Society) menetapkan kriteria diagnostik untuk Trigeminal Neuralgia sebagai berikut:

1. Serangan nyeri paroksismal yang bertahan selama beberapa detik sampai 2 menit,

mengenai satu atau lebih daerah persarafan cabang saraf trigeminal.

2. Nyeri harus memenuhi satu dari dua kriteria berikut:

I. Intensitas tinggi, tajam, terasa di permukaan, atau seperti ditusuk-tusuk.

II. Berawal dari trigger zone atau karena sentuhan pemicu.

3. Pola serangan sama terus.

5

Page 6: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

4. Tidak ada defisit neurologis.

5. Tidak ada penyakit terkait lain yang dapat ditemukan.

Trigeminal Neuralgia hendaknya memenuhi seluruh kriteria tersebut; minimal kriteria 1, 2,

dan 3. 5

2.6 Diagnosa Banding

Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul pada wajah dan

kepala.10 Nyeri neuralgia post herpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal, tetapi

adanya skar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia post herpetikum.

Neuralgia post herpetikum pada wajah biasanya terbatas pada daerah yang dipersarafi oleh

nervus trigeminus cabang pertama.7,11

Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang bawah dan

pelipis saat mengunyah dapat menyerupai Trigeminal Neuralgia, tetapi hanya dipicu oleh

proses mengunyah; biasanya disebabkan oleh artrosis temporo-mandibular dan maloklusi

gigi.7

Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis. Sindrom yang

disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering ditemukan pada wanita muda

atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan menetap, seringkali unilateral pada rahang atas

(walaupun dapat menyebar ke bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan

dengan manifestasi ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisik tidak ditemukan dan

pemberian analgetika tidak memberikan efek. Perbaikan biasanya diperoleh dengan

penggunaan antidepresan dan obat penenang. Oleh karena itu, penentuan diagnosis harus

sebaik mungkin.7

Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri paroksismal

berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan berdasarkan periode, tidak

adanya faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal yang lebih lama.7,10

6

Page 7: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

Tabel 2.1 Diagnosa Banding

Diagnosis Banding

PersebaranKarakteristik

Klinis

Faktor yang Meringankan/ Memperburuk

Penyakit yang Dihubungkan

Tata- Laksana

Neuralgia Trigeminal

Daerah persarafan cabang II dan III nervus trigeminus, unilateral

Laki-laki/ perempuan = 1:3,

Ditemukan pada usia lebih dari 50 tahun,

Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuk-nusuk atau sensasi terbakar, persisten selama berminggu-minggu atau lebih,

Ada titik-titik pemicu,

Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik.

Titik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguap

Idiopatik

Skeloris multipel pada dewasa muda

Kelainan pembuluh darah

Tumor nervus V

Carbamaze-pine

Phenytoin

Gabapentin

Injeksi alkohol

Koagulasi atau dekompresi bedah

Neuralgia Fasial Atipik

Unilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalam

Lebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahun

Nyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksila

Tidak ada Status ansietas atau depresi

Histeria

Idiopatik

Anti ansietas dan anti depresan

7

Page 8: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

Diagnosis Banding

PersebaranKarakteristik

Klinis

Faktor yang Meringankan/ Memperburuk

Penyakit yang Dihubungkan

Tata- Laksana

Neuralgia Post herpetikum

UnilateralBiasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus V

Riwayat herpes

Nyeri seperti sensasi terbakar, berdenyut-denyut

Parastesia, kehilangan sensasi sensorik keringat

Sikatriks pada kulit

Sentuhan, pergerakan

Herpes Zoster Carbamaze-pin, anti depresan dan sedatif

Sindrom Costen

Unilateral, dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajah

Nyeri berat berdenyut-denyut diperberat oleh proses mengunyah,

Nyeri tekan sendi temporo-mandibula,

Maloklusi atau ketiadaan molar

Mengunyah, tekanan sendi temporo-mandibular

Ompong, arthritis rematoid

Perbaikan geligi, operasi pada beberapa kasus

Neuralgia Migrainosa

Orbito-frontal, rahang atas, angulus nasolabial

Nyeri kepala sebelah

Alkohol pada beberapa kasus

Tidak ada Ergotamin sebagai profilaksis

2.7 Penatalaksanaan

A.    Medikamentosa

Tabel 2.2 Medikamentosa pada Trigeminal Neuralgia 6

DrugsEficienc

ySide effect

Initial doseDose

incrementsTarget daily

doseFirst line

Carbamazepin

+++ +++ 100 mg 2x1 perhari

50-100 mg setiap 2-4 hari

400-1000 mg

Second line

Oxcarbazepin +++ ++ 300mg 2x1 perhari

600 mg setiap 1 minggu

600-2400 mg

Gabapentin ++ ++ 300 mg 1x1 perhari

300 mg setiap 3 hari

900-2400 mg

Baclofen ++ +++ 10 mg 3x1 perhari

10 mg setiap hari

50-60 mg

8

Page 9: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

Obat yang paling efektif adalah karbamazepin (tegretol®) 100-200 mg 3–4 x sehari

tergantung toleransi. Dan jika nyeri masih ada maka diberikan penambahan dosis 50-100 mg

setiap hari ke 2-4, dan dosis maksimal 1 gr perhari, suatu antikonvulsan, efektif pada

kebanyakan kasus tetapi menyebabkan rasa pusing dan mual pada beberapa pasien sedangkan

pada pasien lain timbul ruam pada kulit dan leucopenia sehingga terpaksa dihentikan. Setelah

beberapa minggu atau bulan pemberian, obat dapat dihentikan tetapi harus diberikan lagi jika

nyeri berulang, jika setelah penggunaan jangka panjang (6 bulan) dan keberhasilan obat turun

50 % maka dosis harus di turunkan secara perlahan jika memungkinkan dapat langsung di

hentikan.7

Setelah penggunaan karbamazepin tidak efektif lagi maka digunakan obat-obatan anti

konvulsan selain karbamazepin yang dapat memperpendek durasi dan beratnya serangan

(second line). Obat-obat seperti ini contohnya phenitoin (300-400 mg/hari), asam falproat

(800-1200 mg/hari), klonazepam (2-6 mg/hari), dan gabapentin (300-900 mg/hari). Baclofen

dapat digunakan pada pasien yang tidak mentoleransi karbamazepin atau gabapentin, tetapi

sebenarnya paling efektif digunakan sebagai adjuvan terhadap salah satu antikonvulsan.

Capsaisin yang diberikan lokal pada titik pemicu atau diberikan sebagai tetes mata topikal

pada mata (proparakain 0,5%) cukup membantu pada beberapa pasien.8

Sekitar 80% pasien berespon pada pengobatan karbamazepin atau gabapentin dengan

dosis yang tepat. Pengobatan harus dilakukan setiap hari dan dosisnya dinaikkan secara

bermakna hingga nyeri yang dirasakan berkurang.9

B.     Non-medikamentosa

Diberikan jika pasien sudah tidak dapat berespons dengan obat-obatan ataupun pasien yang

perlahan-lahan mulai memperlihatkan gejala resistansi dengan terapi obat.5

       I.   Injeksi

Jika nyeri terbatas pada daerah persebaran saraf supraorbital dan infraorbital, injeksi

alkohol atau fenol seringkali dapat memberikan kelegaan yang bertahan berbulan-bulan

hingga menahun. Setelah itu, injeksi harus diulang jika nyeri rekuren. Sayangnya, injeksi

berikutnya lebih sulit dilakukan akibat sikatriks yang timbul akibat injeksi sebelumnya.

Walaupun begitu, terapi injeksi cukup berguna untuk menghindari operasi selama beberapa

waktu dan pada waktu bersamaan membiasakan pasien dengan efek samping yang tidak

terhindarkan yang dapat ditimbulkan oleh operasi, utamanya hilang rasa.7,10

9

Page 10: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

    II.    Operatif

Operasi untuk penyakit ini bertujuan membagi ganglion sensorik nervus trigeminus yang

terletak proksimal dari ganglion Gasseri pada fossa crania medialis. Ganglion motorik tetap

tidak mendapat intervensi dan dengan menyisakan serabut saraf bagian atas, pasien tetap

dapat merasa pada daerah yang dipersarafi cabang I sehingga serabut saraf sensorik kornea

dan reflex kornea tetap normal. Rasa nyeri dan raba akan hilang selamanya pada daerah yang

dipersarafi serabut saraf yang diinsisi. Jika saraf perifer diinsisi di distal ganglion Gasseri,

dapat terjadi regenerasi sehingga nyeri muncul lagi. Cabang sensorik juga dapat dibagi di

dalam fossa kranial posterior di mana serabut tersebut bergabung dengan pons. Dengan

pendekatan yang serupa, traktus medulla desendens nervus trigeminus dapat dipotong pada

medulla. Karena traktus ini hanya mengandung serabut saraf nyeri, sensasi sentuh tetap

dipertahankan. Traktotomi jauh lebih berbahaya dengan hasil tidak pasti dibanding

pembelahan cabang sensorik sehingga biasanya dilakukan hanya pada kondisi-kondisi

tertentu seperti jika nyeri terbatas pada nervus supraorbitalis dan reflex kornea ingin

dipertahankan, atau terdapat keterlibatan bilateral dan cabang motorik ingin dipastikan

bertahan.10

2.8 Prognosis

Trigeminal Neuralgia bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun,

Trigeminal Neuralgia cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak

pasien yang sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada

akhirnya. Banyak dokter menyarankan operasi seperti dekompresi mikrovaskular pada awal

penyakit untuk menghindari jejas demyelinasi. Namun, masih ada perdebatan dan

ketidakpastian mengenai penyebab Trigeminal Neuralgia, serta mekanisme dan faedah dari

pengobatan yang memberikan kelegaan pada banyak pasien.12

10

Page 11: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Trigeminal Neuralgia adalah peradangan dari Nervus Kranialis V (Nervus

Trigeminal) yang menyebabkan nyeri hebat dan kejang (spasme) otot pada wajah. Ditandai

dengan nyeri yang unilateral mengikuti distribusi sensoris dari saraf kranialis V (biasanya

menjalar dari daerah maksila atau mandibula) dan sering disertai dengan kejang pada otot

wajah yang singkat. Banyak kasus Trigeminal Neuralgia yang idiopatik, tetapi penekanan

atau kompresi pada akar saraf trigeminal oleh tumor atau kelainan pembuluh darah sering

dilaporkan menjadi penyebab terjadinya Trigeminal Neuralgia. Diduga bahwa Trigeminal

Neuralgia disebabkan oleh demielinisasi saraf yang mengakibatkan hantaran saraf cenderung

meloncat ke serabut-serabut saraf di dekatnya. Hal ini mengakibatkan sentuhan yang ringan

saja dapat dirasakan sebagai nyeri, akibat hantaran yang berlebihan itu. Trigeminal Neuralgia

bukan merupakan penyakit yang mengancam nyawa. Namun, Trigeminal Neuralgia

cenderung memburuk bersama dengan perjalanan penyakit dan banyak pasien yang

sebelumnya diobati dengan tatalaksana medikamentosa harus dioperasi pada akhirnya.

11

Page 12: Paper Neuro Dr. RAD Pujiastuti (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. John Tew, MD. dan Nancy McMahon, RN., 2013. Trigeminal Neuralgia. Ohio: Mayfield

Clinic. Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PDF/PE-TRIN.pdf. [Accesed 14

Maret 2014].

2. Manish K Singh, MD., Medscape reference. Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal

Neuralgia.

3. Siddiqui, MD et al. 2003. Pain Management: Trigeminal Neuralgia. Seattle: Hospital

Physician. Available from: http://www.turner-white.com/pdf/hp_jan03_pain.pdf.

[Accesed 14 Maret 2014].

4. Bagus, J., 2011. Makalah Pembahasan Tentang Kesehatan dan Penyakit Neuralgia

Trigeminal. Available from: http://wartaonetv2.blogspot.com/2012/06/makalah-

pembahasan-tentang-kesehatan.html [Accesed 16 Maret 2014].

5. Siccoli, MM., Bassetti CL., Sándor PS. Facial Pain: clinical differential diagnosis.

Lancet Neurology 2006; 5: 257-67; Mengenal Neuralgia Trigeminal: Nyeri Hebat Sesisi

Wajah.

6. Benetto, Luke., Peter, Nikunj., and Fuller, Geraint., 2005. Neurology; Neuralgia

Trigeminal.

7. Walton, Sir John., 1985. Brain’s Disease of Nervous System. New York: Oxford

Universiy Press; 1985.p.110-2.

8. Ropper, AH., and Robert, H B., Adams And Victor’s Principles Of Neurology 8th ed.

New York: McGraw-Hill; 2006.p.161-3.

9. Mumenthaler, M., Heinrich, M., and Ethan, T., Fundamentals Of Neurology An

Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.p.253-4.

10. Kane, CA., and Walter, W., Craniofacial Neuralgia. In: Baker, A B., Clinical

Neurology. New York: Harper and Row; 1965.p.1897-904.

11. Merrit, H H., A Textbook Of Neurology 5th ed. Philadelphia: Lea and Febiger;

1973.p.365-8

12. Turkingston, Carol A., Trigeminal Neuralgia. In: Stacey, L C., and Brigham, N., editors.

The Gale Encyclopedia Of Neurological Disorder. Detroit: Thomson Gale; 2006.p.875-7.

13. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat;

1988.p.149-59.

12