Paper Kelompok 4

12
Tugas Kelompok Agrohidrologi “Pemanfaatan dan Isu Strategis dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang” OLEH: Kelompok 4 Nur Fatmasari G11113038 Ismawanti Bunga G11113041 Isma Jannah G11113046 Riyami G11113048 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

description

agrohidrologi

Transcript of Paper Kelompok 4

Tugas Kelompok

Agrohidrologi

Pemanfaatan dan Isu Strategis dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang

OLEH:

Kelompok 4

Nur Fatmasari

G11113038

Ismawanti Bunga

G11113041

Isma Jannah

G11113046

Riyami

G11113048

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Pemanfaatan dan Isu Strategis dalam Pengelolaan Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang

Kondisi DAS Jeneberang

Wilayah Sungai (WS) Jeneberang berada pada posisi antara 4O 25 15,6 LS sampai 6O 2840 LS dan 119O 20 20.4 BT sampai 120O 19 12 BT yang mempunyai luas wilayah sungai 9.331 km2 dengan potensi air permukaan 13.229 juta m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 m3/tahun dan potensi air tanah 1.504 m3/tahun. Meliputi delapan kabupaten dan satu kota yang tersebar di sulawesi selatan (Kota Makassar, Kab. Maros, Kab. Gowa, Kab. Takalar, Kab. Jeneponto, Kab. Bantaeng, Kab. Bulukumba, Kab. Selayar dan Kab. Sinjai). Sungai utama di WS Jeneberang yaitu sungai Jeneberang (panjang = 80 km, Luas DAS = 860 km2), sungai Tangka (panjang = 65 km, luas DAS = 439 km2). Bendungan Bili-Bili yang berada di Desa Bili-bili Kec. Parangloe Kab. Gowa merupakan bendungan yang menjadi pengendali banjir sungai Jeneberang yang mampu menyediakan air baku sebesar 3300 ltr/det dengan luas areal irigasi 24.585 Ha. Bendungan ini juga memiliki pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA) dengan kapasitas terpasang 20,1 MW (Dinas PSDA Sulsel, 2014).

Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini semakin memprihatinkan dengan semakin tingginya frekuensi banjir, kekeringan, dan tanah longsor serta laju degradasi hutan akibat alih fungsi lahan. Penggunaan dan pengelolaan tanah yang kurang sesuai dengan teknik konservasi akan mempercepat proses terjadinya kerusakan lahan akibat laju runoff. Kondisi tersebut akan mempengaruhi peran DAS sebagai PLTA, irigasi, sumber air minum dan kebutuhan domestik lainnya (Amzar, 2012).

Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan masyarakat. Dalam merencanakan pengelolaan DAS, perubahan tataguna lahan ( perubahan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian atau bentuk tataguna lahan lainnya ) serta pengaturan kemiringan dan panjang lereng misalnya pembuatan teras menjadi salah satu fokus aktivitas perencanaan pengelolaan DAS untuk mencegah terjadinya erosi dan dampakdampak negatif lainnya. Hal ini juga tercermin dari studi prakiraan besarnya erosi dengan memanfaatkan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).

DAS Jeneberang adalah DAS yang terletak di Provensi Sulawesi Selatan yang sepenuhnya berada di Kabupaten Gowa. DAS ini memiliki luas 79,250 ha, dengan sungai sepanjang 120 kilometer yang dimanfaatkan oleh penduduk Takalar, Gowa, dan Makassar sebagai sumber air minum, irigasi dan berbagai kebutuhan domestik lainnya. Hutan di DAS jeneberang saat ini seluas 8.259 hektar (13,3%) dari luas wilayah DAS jeneberang begitu juga dengan semak belukar seluas 12,530 hektar (20,3%), dan didominasi pertanian lahan kering seluas 29,334 hektar (47,52%). Dengan kondisi ini maka laju erosi yang terjadi di DAS Jeneberang akan semakin meningkat DAS Jeneberang terdiri atas beberapa Sub DAS dan Sub-Sub DAS. Salah satu Sub-Sub DASnya adalah Sub-Sub DAS Lengkese. Lengkese adalah kampong terakhir di hulu DAS Jeneberang yang berada di kaki Gunung Bawakaraeng. Secara administratif, Lengkese termasuk Dusun Bawakaraeng, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang merupakan salah satu DAS Prioritas Nasional sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum No. 19 tahun 1984, No. 059/Kpts-II/1985 dan No. 124/Kpts/1984 yang dalam pengelolaannya perlu mendapat perhatian khusus. Daerah Aliran Sungai ini merupakan daerah tangkapan air untuk Dam serbaguna Bili-Bili yang dibangun untuk memenuhi kepentingan penyediaan air minum bagi penduduk Kota Makassar, Sungguminasa dan sekitarnya, irigasi sawah di daerah bagian hilir seluas 30.000 ha, pembangkit tenaga listrik dan sarana rekreasi. Berdasarkan data tahun 2004 Balai Pengelola DAS Wilayah VII Makasar ada 7 DAS (Daerah Aliran Sungai ) yang melintasi Kabupaten Gowa.Pemanfaatan DAS Jeneberang

Pemanfaatan DAS Jeneberang telah lama berlangsung sejak pembangunan waduk Bili-Bili yang merupakan salah satu waduk terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan terletak di bagian tengah DAS mulai diresmikan penggunaannya pada tahun 1999. Waduk ini merupakan waduk serbaguna yang dibangun dengan tujuan untuk pengendalian banjir, pemenuhan kebutuhan air irigasi, suplai air baku dan pembangkit listrik tenaga air. Waduk Bili-Bili memiliki luas tangkapan air sebesar 384,4 km2dengan perencanaan umur operasi 50 tahun. Pemanfaatan air dari DAS untuk irigasi dititik beratkan pada operasi dan pemeliharaan irigasi yang sudah ada, peningkatan jaringan irigasi desa dan pembinaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), serta pembangunan irigasi desa yang potensial. Saat ini, batas elevasi air Bendungan Bili-Bili turun sekitar 14 meter dari elevasi normal 99,5 di atas permukaan laut (dpl). Pada musim kemarau, suplai air dari Sungai Jeneberang hanya 1 kubik per detik. Padahal, kebutuhan air baku untuk keperluan air minum, di luar irigasi, minimal 3 (tiga) kubik per detik.Suplai air yang sangat kecil dari Sungai Jeneberang, menurut beberapa pakarlingkungan, salah satunya disebabkan oleh penggundulan hutan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Jeneberang, yang termasuk dalam kawasan hutan lindung. Akibatnya, lahan sekitar DAS tak mampu menyerap air sehingga memasuki kemarau, debit air Sungai Jeneberang sangat minim.Untuk mengantisipasi kekurangan air, pengelola bendungan berupaya mengatur pengeluaran air sesuai kebutuhan. Yaitu untuk irigasi areal persawahan di Bili- Bili, Kampili, dan Bisua 23.663 hektar (ha) serta untuk kebutuhan air baku seperti air minum yang digunakan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Makassar 1,1 kubik per detik.Pemerintah Kabupaten/kota bertanggungjawab mengelola area irigasi di dalam 1 (satu) kabupaten/kota dengan luas kurang dari 1000 ha, pemerintah propinsi bertanggung jawab mengelola area irigasi lintas Kabupaten / Kota dengan luas antara 1000 3000 ha sedangkan apabila melintasi lebih dari 1 (satu) propinsi yang bertanggungjawab untuk mengelola area irigasi dengan luas lebih dari 3000 ha adalah pemerintah pusat.Berdasarkan laporan dari Dinas PU dan Pengairan Kabupaten Gowa pemanfaatan air dari sungai Jeneberang disamping untuk konsumsi rumah tangga dan irigasi juga untuk konsumsi industri. Tercatat pengguna air terbesar dari sungai Jeneberang yang ditampung oleh Waduk / Dam Bili-Bili diKabupaten Gowa antara lain :a. PDAM Makassar

b. PDAM Gowa

c. Pabrik Gula di Kabupaten Takalar (PT. Perkebunan Musantara IV)d. Pabrik kertas di kabupaten Gowa.Diantara para pengguna tersebut diatas, yang paling banyak memanfatkan air adalah PDAM Makassar terutama untuk konsumsi rumah tangga. Dari total produksi air bersih yang dihasilkan, sebanyak 2.340 liter/detik dimanfaatkan oleh PDAM Makassar sebesar 53% per tahun Kebutuhan air bersih untuk masyarakat kota Makassar disupply dari sungai Jeneberang dan sungai Maros. PDAM Makassar memeiliki 5 Instalasi Pengelolaan Air (IPA) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Makassar.Pemanfaatan dari sungai Jeneberang ditampung dalam waduk Dam Bili-bili, yang selanjutnya dialirkan pada 3 (tiga) cabang saluran irigasi yaitu :

1. Saluran irigasi Bili-bili

2. Saluran irigasi Bissua

3. Saluran Irigasi KampiliPemanfaatan air sungai Jeneberang dari saluran irigasi Bissua oleh sebagian para petani untuk irigasi dan untuk pabrik kertas di Kabupaten Gowa dan pabrik gula di Kabupaten Takalar. Para petani yang memanfaatkan sumber air dari sungai Jeneberang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang berada di bawah pembinaan Dinas PSDA Propinsi Sulawesi Selatan. Hingga saat ini jumlah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) mencapai 307 yang tergabung dalam Gabungan Perkumpulan Pemakai Air (GP3A) yang berjumlah 28 meliputi 426 blok irigasi .

Isu-Isu Strategis

Pengelolaan sumber daya air merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan semua pihak sebagai pengguna, pemanfaat maupun pengelola, maka pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai perlu dilakukan secara terpadu dan dilaksanakan secara holistik, yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan sumber daya air di wilayah sungai. Pada pengelolaan sumber daya air yang ada di WS Jeneberang sedikit banyak juga akan dipengaruhi oleh isu-isu strategis yang terjadi, baik isu strategis nasional maupun lokal (Kementrian PU dan Perumahan Rakyat, 2015).a. Isu Strategis Nasional

Target Millennium Development Goals 2015 untuk penyediaan air minum

Target sasaran Millennium Development Goals yang selanjutnya disebut MDGs untuk penyediaan air minum tahun 2015 (target nasional) cakupan pelayanan air perpipaan di perkotaan adalah 69%, di perdesaan 54%. Untuk tingkat pelayanan non perpipaan terlindungi targetnya adalah 25% perkotaan dan 26% di pedesaan. Capaian pelayanan air perpipaan di perkotaan di Sulawesi Selatan 65% di pedesaan 31,45%. Pemenuhan air bersih pada WS Jeneberang masih 47,16% berasal dari non perpipaan dan 41,93% berasal dari pelayanan perpipaan (PDAM) dari kebutuhan 9,82 m3/dt di Tahun 2010, target penyediaan air minum MDGs perlu didukung dengan penyediaan air baku.Ketahanan Pangan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mendefinisikan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Penyediaan air irigasi dalam kualitas dan kuantitas yang memadai merupakan salah satu faktor penting untuk menunjang ketahanan pangan tersebut. Saat ini masih terdapat daerah irigasi yang potensial seluas 50.772 ha di WS Jeneberang dengan dibangunnya Bendungan Keralloe, Bendungan Pamukulu, Bendungan Bontosunggu, Bendungan Jenelata, Bendungan Bontojaya, Bendungan Cinemabela, Bendungan Posi, Bendung Bayang-Bayang dan pembangunan embung di setiap kabupaten, akan memberikan manfaat yang paling optimal dan nilai keandalan yang paling tinggi, ini akan memberikan tambahan produksi padi yang signifikan di WS Jeneberang sehinga akan menunjang penyediaan pangan (khususnya padi) di Provinsi Sulawesi Selatan dan Nasional pada umumnya.

Perubahan Iklim (Climate Change)

Salah satu fenomena perubahan iklim global adalah terjadinya peningkatan suhu dan curah hujan tahunan yaitu dengan penurunan jumlah hari hujan sehingga musim hujan menjadi lebih singkat namun intensitas hujan lebih tinggi. Dampak perubahan iklim terhadap pengelolaan sumber daya air adalah:

1) berkurangnya hasil panen;

2) penurunan kualitas air permukaan dan air tanah;

3) frekuensi banjir semakin meningkat;

4) kerusakan infrastruktur sumber daya air dan pengaman pantai;

5) kegagalan panen akibat kekeringan dan degradasi lahan.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih menekan-kan pada pentingnya pemeliharaan berbagai sarana pemasok air yang disebut dengan istilah pengelolaan air secara terpadu (Integrated Water Resources Management) yang salah satunya dengan cara penyusunan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai.b. Isu Strategis Lokal

Degradasi Lingkungan

Kerusakan hutan, alih fungsi lahan dan alih tanam, terutama di kawasan hulu, yaitu di Kabupaten Gowa (lahan kritis di DAS Jeneberang seluas 6.260,19 ha atau 5,57% dari luas total lahan kritis di WS Jeneberang 112.350,78 Ha) yang merupakan kawasan konservasi dan kawasan resapan air. Sebagian besar lahan pertanian di kawasan tersebut telah beralih tanam menjadi lahan pertanian tanaman hortikultura. Kegiatan tersebut telah memberikan dampak yang buruk terhadap daya dukung lingkungan yang menyebabkan meningkatnya luas lahan kritis dan erosi lahan serta meningkatnya limpasan permukaan.

Banjir

Banjir pada daerah pertanian dan permukiman akibat ketidak-mampuan badan sungai dalam menampung debit yang lewat. Banjir tersebut terjadi di Sungai Maros, Sungai Sinjai, Sungai Bialo, Sungai Pappa, Sungai Allo, Sungai Tamanroya, Sungai Calendu, Sungai Pampang dan Sungai Tallo.

Sedimentasi

Meningkatnya erosi dan sedimentasi di sungai yang menyebabkan terjadinya pendangkalan dan berkurangnya kapasitas tampungan air terutama di DAS Maros, DAS Jeneberang (terutama akibat longsor Gunung Bawakaraeng), DAS Pappa dan DAS Tamanroya. Khusus di DAS Jeneberang, akibat keruntuhan lereng Gunung Bawakaraeng, menyebabkan sedimentasi yang masuk ke Sungai Jeneberang sebesar 167,2 juta m3 dan sedimentasi di Waduk Bilibili sebesar 75,2 juta m3. Sedimentasi tinggi sebesar 3.862 ton/th (DAS Tamanroya 342 ton/th, DAS Jeneberang 1.280 ton/th, DAS Kelara-Karaloe 219 ton/th, DAS Maros 233 ton/th, dan DAS Pappa 247 ton/th).

Abrasi Pantai

Abrasi dan pantai kritis yang tersebar di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota di WS Jeneberang yaitu di Kabupaten, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Selayar, Kota Makassar, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Maros (Pantai Maros). Panjang total pantai yang terabrasi dan kritis sepanjang 237 km.

Kesimpulan1. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini semakin memprihatinkan dengan semakin tingginya frekuensi banjir, kekeringan, dan tanah longsor serta laju degradasi hutan akibat alih fungsi lahan. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam mengelola hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan sumber daya manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS serta kesejahteraan masyarakat.2. Salah satu pemanfaatan DAS Jeneberang yaitu dengan dibangunnya waduk Bili-Bili dengan tujuan untuk pengendalian banjir, pemenuhan kebutuhan air irigasi, suplai air baku dan pembangkit listrik tenaga air.

3. Isu strategis nasional yang berpengaruh antara lain: target Millenium Development Goals 2015 terkait penyediaan air minum, ketahanan pangan, dan perubahan iklim. Sedangkan isu lokal yang berpengaruh yaitu: degradasi lingkungan, banjir, sedimentasi, dan abrasi pantai. Isu tersebut adalah hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengelolaan sumberdaya air.Daftar Pustaka

Amzar, Haidar, Suardi, dan Abdul Waris. 2012. Penentuan Koefisien Runoff Dengan Model Pendugaan Wepp (Water Erosion Prediction Project), Sub Das Jeneberang Hilir, Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3768/Idar-Jurnal.pdf?sequence=4. Diakses pada 12 April 2015.Chaerul Fahmi, Muhammad. 2009. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kota Makassar.https://staff.blog.ui.ac.id/tarsoen.waryono/files/2009/12/sungai_fahmi.pdf. Diakses pada 12 April 2015.

Dinas PSDA Sul-Sel. 2014. Profil WS Jeneberang. http://psdasulsel.org. Diakses pada 12 April 2015

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2015. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 66/KPTS/M/2015 tentang Pola Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Jeneberang. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sylviani dan Elfida Yosefi S.

. Potensi Dan Pemanfaatan Sumberdaya Air di Daerah Aliran Sungai Jeneberang dan Kawasan Hutan Lindung ((Studi Kasus di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan). https://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-sda/sylviani-dan-elvida-yosefi-s. Diakses pada 12 April 2015.