Paper Farmasiiii

48
1 BAB II FARMAKOLOGI A. Farmasi-Farmakologi Sifat Fisiko-Kimia: Bentuk serbuk higroskopis berwarna kuning kecoklatan Nama IUPAC : 1-ethenylpyrrolidin-2-one;molecular iodine Rumus Molekul : C 6 H 9 I 2 NO Rumus Bangun:

description

paper

Transcript of Paper Farmasiiii

20

BAB IIFARMAKOLOGI

A. Farmasi-FarmakologiSifat Fisiko-Kimia: Bentuk serbuk higroskopis berwarna kuning kecoklatanNama IUPAC : 1-ethenylpyrrolidin-2-one;molecular iodineRumus Molekul : C6H9I2NORumus Bangun:

B. Farmasi Umum1. Dosis Povidone-Iodine merupakan kompleks yang terbentuk dari reaksi antara iodine dengan povidone. Setiap Povidone-Iodine mengandung 9-12% iodine. Pada penggunaan pada kulit digunakan Povidone-Iodine 10%, sedangkan untuk tetes mata digunakan Povidone-Iodine 5%, sedangkan solutio topical untuk mata bisa juga dengan dosis 1%.2. PreparatPreparat yang tersedia dalam bentuk Aerosol spray,Gauze pads, Obat kumur, salep, shampoo, pembersih kulit berupa cair atau scrub, solution, Cotton swab3. Cara PenggunaanCara penggunaan Povidone-Iodine disesuaikan berdasarkan bentuk sediaan dan tujuan penggunaan. Sebagai contoh, pada luka digunakan solution Povidone-Iodine dengan merk dagang betadine yang dapat digunakan pada permukaan kulit pada pasien dewasa, lansia, anak-anak termasuk bayi dengan berat badan >1500 g dengan cara langsung dioleskan pada bagian yang ingin di-disinfeksi. Penggunaan solution pada mukosa dapat dilakukan dengan pengenceran dengan air hangat dengan perbandingan 1:10 dimana 1 bagian solution povidone-iodine diencerkan dalam 10 bagian air hangat. Pada penggunaan sebagai obat tetes mata 5%, teteskan obat pada bagian mata, kemudian bilas dengan cairan fisiologis hingga bersih. Pengguaan lainnya yaitu sebagai obat kumur yang langsung dapat digunakan dengan cara gargling atau kumur hingga faring, usahakan untuk tidak menelan bahan obat. Penggunaan Povidone-Iodine dalam jangka waktu yang lama atau dengan cara yang salah dapat mengakibatkan tingginya absorpsi iodine oleh tubuh sehingga dapat menimbulkan toksisitas obat.C. Farmakologi Umum1. KhasiatAntiseptik (bakterisidal, fungisidal, virusidal dan trikhomonasidal), Anti-Infeksi, Disinfektan2. Indikasia) Aerosol Spray : Profilaksis atau sebagai terapi infeksi minor, luka bakar dan lesi pada kulit, juga digunakan sebagai disinfektan sebelum dilakukan injeksi atau pre-operasib) Gauze Pads : disinfeksi luka, ulkus, laserasi serta abrasi pada kulit, dan luka bakar derajat satu sampai tigac) Obat Kumur : Mengurangi bau mulut, stomatitis, faringitis, tonsillitis, laryngitis, ulkus, pre-operasi bedah mulut, dan tindakan pada gigid) Salep : mencegah infeksi pada luka bakar, luka sayat, abrasi, gigitan serangga, sebagai terapi pada infeksi kulit, decubituse) Shampoo : penggunaan pada seborrhoic, furunkolosisf) Pembersih kulit dan scrub : pre dan post operasi, mencegah infeksi pada lukag) Solutio : pre dan post operasi, luka pada kulit atau mukosa, mengurangi atau menghilangkan infeksi

3. KontraindikasiAlergi pada bahan obat (Povidone/Iodine), Menjalani terapi dengan obat lain yang dapat bereaksi dengan Povidone/Iodine (belum diketahui secara pasti interaksi yang terjadi), penggunaan massif dan lama, luka yang dalam atau luka tusuk, Dengan observasi pada ibu hamil atau menyusui

BAB IIIFARMAKODINAMIKPovidone iodine merupakan anti septik golongan halogen yang bersifat bakteriostatik. Povidone iodine atau yang biasa disebut polyvinil- pyrrolidone, merupakan iodophor dimana iodine berikatan dengan povidone. Iodophor memiliki efek bakterisid. Gabungan ini mempunyai toksisitas yang lebih rendah disbanding iodin bebas.berbentuk larutan warna hitam kecoklatan dengan bau khas. Pada konsentrasi rendah, iodin 1 %, menghambat metabolism enzim bakteri. Iodin juga efektif sebagai fungisidal, amebisid, dan virusidal yang moderat. Sifat bakterisidal bila berada dalam suasana pH tubuh. Sebagai desinfektan keberhasilan povidon sebagai antibakterisidal sebesar 63%. Obat ini juga dilaporkan dapat mencegah inflamasi. Data penelitian yang ada dari laboratoris dan pada hewan, juga menegaskan bahwa penggunaan povidone iodine dapat menekan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada plak gigi dan saliva. Beberapa studi juga membuktikan penelitian ini pada manusia. Penggunaan obat kumur yang mengandung povidone iodine memberikan hasil yang signifikan dalam penurunan bakteri Streptococcus mutans. Lopez menunjukkan penggunaan povidone iodine secara topikal pada manusia selama dua bulan efektif dalam mencegah ECC (Early Childhood Caries) pada anak- anak dengan resiko karies yang tinggi.Mekanisme kerja povidon iodin bereaksi secara elektrofilik dengan enzim pada rantai respiratori dan asam amino protein membrane pada dinding sel bakteri pathogen sehingga menyebabkan rantai menjadi rusak dan irreversible, bahan aktif nya adalah yodium bebas. Setelah kontak dengan jaringan maka elemen iodin akan dilepaskan secara perlahan-lahan dengan aktifitas menghambat metabolism enzim bakteri sehingga mengganggu daya multiplikasi bakteri yang mengakibatkan kemampuan bakteri jadi lemah. Povidone iodine 10% juga memiliki efek menghambat pertumbuhan fibroblas pada percobaan kultur sel secara in vitro.Toksisitas terjadi bila masuk ke traktus gastro intestinal yang menyebabkan korosif. Dalam jumlah kecil iodin di serap masuk aliran darah, hal ini menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock, anoksia jaringan.

BAB IVFARMAKOKINETIK

A. Waktu ParuhLarutan 10% dapat mengurangi populasi kumat sampai 85%, efektif untuk satu jam dan kembali ke populasi normal setelah 8 jam. Warna cokelat gelap dan baunya merupakan sifat obat ini yang kurang menguntungkan (Tjay, 2007).B. Pola ADMEPovidone iodine diabsorbsi secara sistemik sebagai iodine, jumlahnya tergantung konsentrasi, rute pemberian dan karakter kulit.Iodine dalam jumlah yang kecil diserap masuk ke dalam aliran darah, sehingga menyebabkan efek sistemik dengan akibat shock aniksia jaringan. Povidone iodine eksresi melalui urin (Rabih, 2010).

C. Ikatan ProteinAktivitas antimikroba povidone iodine didapatkan dari kemampuan oksidasi kuat iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida dan ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba (Reimer, 2001).Senyawa iodine akan bereaksi secara kovalen dengan basa purin dan pirimidin sehingga bergabung dengan DNA atau membentuk ikatan silang antar rantai. Lesi DNA yang diinduksi secara kimia akan membunuh sel terutama dengan cara mengganggu replikasi DNA (Geo, 2004).

BAB VTOKSISITAS

A. Efek SampingBerikut adalah efek samping yang disebabkan povidone iodine ( Hazardous Nature, 2008 ) :1. Akuta) TertelanPovidone iodine yang tertelan tidak akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh meskipun bahan obat masih akan mempengaruhi kesehatan penderita yang berkaitan dengan organ metabolisme seperti liver dan ginjal.b) MataBahan povidone iodine memang tidak terpikirkan menjadi iritan, akan tetapi kontak langsung dengan mata dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, mata berair, konjungtiva merah dan dapat menyebabkan slight abrasive.c) KulitKontak dengan kulit tidak selalu menimbulkan iritasi, meskipun begitu pemberian secara tidak bersih dapat memicu. Penggunaan sarung tangan dapat membantu menjaga dan meminimalkan paparan untuk terjadinya iritasi.Luka terbuka, abrasi, sebisa mungkin tidak terpapar langsung bahan ini tanpa adanya pembersihan lukad) TerhirupPovidone iodine yang terhirup tidak menimbulkan masalah iritasi pada traktus respiratorius akan tetapi cara pemakaian yang benar dan meminimalkan paparan yang dapat menyebabkan mmasalah kesehatan lain.2. KronikPenggunaan berulang dan jangka lama dapat menyebabkan akumulasi bahan yang akan mempengaruhi biokimia tubuh.

B. Penanggulangan ToksisitasBerikut penanggulangan untuk mencegah efek toksik ( Hazardous Nature, 2008 ) :1. Tertelan Minum segelas air putih segera Hubungi dokter2. Mata Irigasi dengan air mengalir Jika selanjutnya terjadi iritasi butuh pengobatan dari dokter3. Kulit Bilas dengan air mengalir dan bersihkan dengan sabun jika ada

4. Terhirup Hindari tempat kontaminasi Minta pasien untuk mengeluarkan bahan terhirup saat ekspirasi

BAB VIPENYELIDIKAN/PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

A. Jurnal1. Judul jurnal:ChlorhexidineAlcohol versus PovidoneIodine for Surgical-Site AntisepsisPenulis: Rabih O. Darouiche, M.D., Matthew J. Wall, Jr., M.D., Kamal M.F. Itani, M.D.,Mary F. Otterson, M.D., Alexandra L. Webb, M.D., Matthew M. Carrick, M.D.,Harold J. Miller, M.D., Samir S. Awad, M.D., Cynthia T. Crosby, B.S.,Michael C. Mosier, Ph.D., Atef AlSharif, M.D., and David H. Berger, M.D.Publikasi: N Engl J Med 2010;362:18-26.Isi Jurnal :Jurnal dengan judul ChlorhexidineAlcohol versus PovidoneIodine for Surgical-Site Antisepsis menggunakan desain penelitian randomized clinical Trial yang dilakukan di 6 Universitas yang berfasilitaskan Rumah Sakit di Amerika Serikat. Tujuan dari jurnal tersebut adalah untuk membandingkan efektifitas penggunaan chlorhexidine dan alkohol dibandingkan dengan penggunaan providone iodine untuk mencegah infeksi pada luka operasi.Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang berumur 18 tahun keatas yang akan menjalani operasi kolorektal, usus kecil, gastrovageal, bilier, thorak, ginekologi dan urologi. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien dengan riwayat alergi terhadap chloraxidine, alkohol dan povidone iodine, pasien yang sudah mengalami infeksi sebelum dilakukan operasi dan pasien yang tidak bersedia mengikuti penelitian selama 30 hari setelah operasi.Penelitian ini dilakukan dengan mengevaluasi kondisi pasien dengan mengambil riwayat medis pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, tes labolatorium kimia darah, dan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital serta evaluasi pada daerah pembedahan terhadap infeksi pada pasien yang masih rawat inap. Pemeriksaan dilakukan sekali dalam seminggu pada pasien yang sudah menjalani rawat jalan, bila ditemukan infeksi pada area pembedahan maka akan dilakukan kultur mikroorganisme pada area infeksi tersebut. Penelitian yang dilakukan menggunakan sistem random/pengacakan. Untuk mengetahui perbedaan penelitian menggunakan Wilcoxon dan menggunakan Fisher exact test untuk variabel kategori. Untuk membandingkan proporsi pasien dalam dua kelompok dievaluasi mengguanak uji eksak fisher, interval kepercayaan yang digunakan yaitu 95%. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu analisis menunjukkan tingkat yang lebih rendah infeksi pada daerah insisi menggunakan klorheksidin-alkohol kelompok dibandingkan pada kelompok povidone-iodine untuk masing-masing dari tujuh jenis operasi dipelajari. Pada alkohol klorheksidin-kelompok,39 pasien mengalami infeksi (9,5%) dan data dari 370 pasien(90,5%), pada kelompok povidone-iodine, 71 pasien mengalami kejadian infeksi (16,1%) dan data dari 369 pasien (83,9%).Dalam penelitian secara acak, penerapan klorheksidin-alkohol dapat mengurangi risiko infeksi bedah 41% dibandingkan dengan menggunakan povidone-iodine. Penelitian ini memiliki kesamaan tingkat perlindungandengan pengurangan 49% dalam risiko vascular kateter terkait infeksi aliran darah dalam meta-analisis yang menunjukkan superioritas kulit desinfeksi klorheksidin.Keunggulan klorheksidin-alkohol dalam penelitian kami berkorelasi baik dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa chlorhexidine berbasis persiapan antiseptik lebih efektif daripada yodium yang mengandung solutdalam mengurangi bakteri di bidang operasi untuk hysterectomy vagina dan bedah pada kaki. Meskipun penggunaan klorheksidin-alkohol mudah terbakar karenamengandung alkohol dalam ruang operasi menimbulkan risiko meskipun kecil, terjadinya kebakaran atau membakar kulit, tidak ada efek samping seperti terjadi dalam penelitian ini atau penelitian lainnya.Selain itu, chlorhexidine menyebabkan kerusakan pada membran plasma dengan gangguan osmotik yang sama dan penghambatan enzim pada mikroorganisme. Spektrum aktivitas chlorhexidine memiliki efek anti bakteri transparansi antara fungisida, bakteri positif dan negatif namun kurang sensitif, beberapa strain Proteusspp dan Pseudomonas spp.Chlorhexidine dapat digunakan sebagai multiantiseptik. Chlorhexidine digunakanuntuk cuci tangan pada umumnya, cuci tangan pre operasi. Antiseptik kulit prosedur sebelum bedah, disinfeksi luka dan luka bakar, antibiotik dapat dikombinasikan sebagai pelumas kateter dan perawatan tali pusat.Povidone-iodine berasaliodida(iodophors) digunakan sebagai spektrum yang luas bakterisida, fungisida,antiviral dan sporicidal. Stabilitas Pelepasan iodium (iodinasi polimer) dipengaruhi oleh suhu dan hal ini harus diperhitungkan selama penyimpanan. Dinonaktifkan oleh materi organik. Oksidan pada yodium, menyebabkan presipitasi protein bakteri dan asamnukleat. Onset yodium selama 3 menit. Durasi 3jam pertama. Aktivitas spektrum yodium untuk bakteri, jamur, virus dan methicillin-resistant staphylococcus aureus, bakterisida kekuatan tengah, mycobacteria dan spora ketingkat yang lebih rendah. Yodium dapat diaplikasikan untuk persiapan kulit bedah, antisepsis kulit utuh, luka,vaginitis, flebitis. Toksisitas dan efek samping lainnya yaitu tidak direkomendasikan pada bayi atau wanita hamil (serapan meningkat yodium), lama penyembuhan menjadi tertunda, dermatitis kontak dan metabolik asidosis dengan penggunaan jangka panjang dan dapat meninggalkan menjadi noda pakaian.

2. Judul jurnal: Chlorhexidine-alcohol dibandingkan povidone-iodine sebagai antisepsis untuk luka bedahPenulis:Publikasi:BackgroundKulit pasien merupakan sumber utama patogen yang menyebabkan daerah luka operasi terinfeksi, optimasi antisepsis pada kulit pra operasi dapat menurunkan terjadinya infeksi pasca operasi. Kami berpendapat bahwa membersihkan kulit sebelum operasi dengan chlorhexidine-alkohol lebih protektif terhadap infeksi daripada povidone-iodine.MetodeKami secara acak menugaskan orang dewasa menjalani operasi bebas kontaminasi di enam rumah sakit untuk persiapan pra operasi kulit dengan salah satu, baik scrub klorheksidin-alkohol atau scrub povidone-iodine dan ditandai. Hasil utama adalah infeksi luka bedah dalam waktu 30 hari setelah operasi. Hasil sekunder termasuk jenis individu dari infeksi luka bedah.Hasil Sebanyak 849 subyek (409 pada kelompok chlorhexidine-alkohol dan 440 pada kelompok povidone-iodine) memenuhi syarat untuk analisis intention-to-treat. Tingkat keseluruhan infeksi situs bedah secara signifikan lebih rendah pada kelompok chlorhexidine-alkohol disbanding dengan kelompok povidone-iodine (9,5% vs 16,1%; P = 0,004; risiko relatif, 0,59; interval kepercayaan 95%, 0,41-0,85) . Chlorhexidine-alkohol secara signifikan lebih protektif dari povidone-iodine terhadap kedua infeksi, baik infeksi insisi dangkal (4,2% vs 8,6%, P = 0,008) maupun infeksi insisi dalam (1% vs 3%, P = 0,05), tetapi tidak terhadap infeksi organ space(4,4% vs 4,5%). Hasil yang serupa diamati dalam analisis per-protokol dari 813 pasien yang tetap dalam studi selama periode tindak lanjut 30 hari. Efek samping nya serupa pada kedua kelompok analis.Kesimpulan Pembersian pra operasi kulit pasien dengan chlorhexidine-alcohol lebih unggul. pembersihan dengan povidone-iodine untuk mencegah infeksi situs bedah setelah operasi.Meskipun pelaksanaan langkah-langkah pencegahan pra operasi, yang meliputi pembersihan kulit dengan povidone-iodin, infeksi luka bedah terjadi pada 300.000 sampai 500.000 pasien yang menjalani operasi di Amerika Serikat setiap tahun. Karena kulit pasien merupakan sumber utama patogen, oleh sebab itu dengan meningkatkan antisespsis kulit sangat menurunkan infeksi pada luka bedah. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) merekomendasikan bahwa persiapan berbasis klorheksidin 2 % digunakan untuk membersihkan lokasi penyisipan catheters vascular, Namun CDC belum mengeluarkan rekomendasi untuk antiseptik mana harus digunakan sebelum dioperasi untuk mencegah infeksi situs bedah pasca operasi di 27 juta operasi yang dilakukan setiap tahun di US. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas chlorhexidine-alkohol dengan povidone-iodine untuk mencegah infeksi pada luka bedah.Laju InfeksiUntuk pasien dalam populasi yang di teliti, tingkat keseluruhan infeksi luka bedah secara signifikan lebih rendah pada kelompok chlorhexidine-alkohol (9,5%) dibandingkan dengan kelompok povidone-iodine (16,1%, P = 0,004). (Risiko relatif infeksi luka bedah di antara pasien yang kulitnya sebelum operasi dibersihkan dengan chlorhexidine-alkohol dibandingkan povidone-iodine adalah 0,59 (95% confidence interval [CI], 0,41-0,85). Pada analisis per-protokol menghasilkan keampuhan yang sama. Perkiraan Kaplan-Meier dari risiko infeksi situs bedah secara signifikan menunjukan lebih lama untuk infeksi setelah operasi pada kelompok chlorhexidine-alkohol daripada di povidone-iodine kelompok.Interaksi antara kelompok perlakuan dan jenis operasi (perut vs non perut) termasuk dalam model regresi logistik dengan efek utama kelompok dan operasi jenis dan ditemukan tidak signifikan (P = 0,41). Ketika con- sidered secara terpisah dalam analisis subkelompok, tingkat infeksi setelah operasi perut adalah 12,5% pada kelompok chlorhexidine-alkohol dibandingkan 20,5% pada kelompok povidone-iodine (95% CI untuk perbedaan mutlak [chlorhexidine- alkohol mi- nus povidone-iodine], -13,9 hingga -2,1 poin persentase). Untuk pasien yang menjalani operasi perut, tingkat infeksi adalah 1,8% pada kelompok chlorhexidine-alkohol dibandingkan 6,1% di kelompok povidone-iodine (95% CI untuk perbedaan mutlak, -7,9 sampai 2,6 poin persentase).Kedua analisis intention-to-treat dan analisis per-protokol menunjukkan bahwa kelompok chlorhexidine-alcohol tingkat infeksinya yang lebih rendah dibandingkan kelompok povidone-iodine untuk masing-masing dari tujuh jenis studi operasi. Tes Breslow-Day menunjukkan hasil yang sama, tidak ada perbedaan yang signifikan antara rumah sakit sehubungan dengan kejadian kedua jenis infeksi luka bedah (P = 0,35) atau jenis individual infeksi (P0.19). Meskipun demikian, kita mengihitung untuk situs rumah sakit di semua model regresi logistik dengan memasukkan istilah ini sebagai efek acak melalui penggunaan GEE.Mikrobiologis penyebab infeksikultur situs bedah pada 60 dari 61 pasien yang terinfeksi menghasilkan pertumbuhan organisme (total 107 isolat), dan proporsi yang sama didapatkan pada pasien dari ke- dua kelompok studi. Bakteri aerobik gram positif (63 isolat) kalah jumlah bakteri aerob Gram negatif (25 isolat) dengan faktor 2,5, dan 38% dari kultur yang polymicrobial. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam frekuensi pengisolasian kategori organisme tertentu. dalam kelompok chlorhexidine-alcohol (total 44 isolat) dibandingkan dengan kelompok povidone-iodine (total 63 isolat), dengan pengecualian streptokokus, yang mana tidak umum pada kelompok (1 dari 44 [2,3%] vs 10 dari 63 [15,9%], P = 0,03).

Efek sampingDalam analisis intention-to-treat, efek samping terjadi pada proporsi yang sama antara pasien dalam kelompok chlorhexidine-alkohol dan kelompok povidone-iodine (228 dari 409 [55,7%] dan 256 dari 440 [58,2%]. Temuan serupa dalam analisis per-protokol. Tiga pasien (0,7%) di masing-masing kelompok studi memiliki efek samping (pruritus, eritema, atau keduanya di sekitar luka bedah) yang dinilai berhubungan dengan obat studi; bagaimanapun, tidak ada efek samping serius yang dinilai berhubungan dengan obat studi. Tidak ada kasus kulit terbakar atau luka bakar kimia di ruang operasi. Sebanyak tujuh pasien meninggal: empat (1,0%) pada kelompok chlorhexidine-alkohol yang tidak memiliki infeksi luka bedah dan tiga (0,7%) dari kelompok povidone-iodine yang meninggal akibat sepsis infeksi space organ.

3. Judul Jurnal: Perbandingan Perawatan Daerah Kateter dengan menggunakan Chlorhexidine dan Solutio Povidone-Iodine: Meta Analisis.Penulis:Publikasi:TujuanInfeksi sistemik akibat penggunaan kateter, merupakan salah satu penyebab penting angka kesakitan dan kematian pasien, serta pembengkakan biaya perawatan. Studi ini bertujuan untuk membandingkan efikasi disinfeksi menggunakan chlorhexidine gluconate dibandingkan dengan solution povidone-iodine di dalam mencegah infeksi sistemik yang diakibatkan oleh penggunaan kateter.Seleksi StudiRandomized, controlled trials pada penggunaan chlorhexidine gluconate dan povidone-iodine. Data yang diperoleh diambil dari rumah sakit dengan total 4143 kriteria inklusi pada penggunaan berbagai macam kateter. Hasil akhir ditemukan factor resiko terhadap infeksi sistemik adalah sebesar 0.49 pada pasien yang di disinfeksi dengan chlorhexidine gluconate. Penggunaan chlorhexidine gluconate sendiri mengurangi insidensi kejadian infeksi sistemik sebesar 49%.KonklusiHasil yang didapatkan tersebut menyimpulkan bahwa insidensi infeksi sistemik yang diakibatkan oleh penggunaan kateter vaskuler sentral berkurang secara signifikan pada pasien yang mendapatkan disinfeksi menggunakan chlorhexidine gluconate dibandingkan dengan povidone-iodine. Namun biaya penggunaan chlorhexidin lebih mahal dibandingkan dengan povidone-iodine.Kateter intravaskuler yang pada umumnya digunakan pada pasien rawat inap di rumah sakit dapat menimbulkan komplikasi yaitu infeksi yang sangat berbahaya. Penggunaan solutio antiseptic untuk disinfeksi kulit umumnya digunakan povidone-iodine. Beberapa studi pustaka terakhir membandingkan efikasi penggunaan povidone-iodine 10% dengan penggunaan chlorhexidine gluconate sebagai disinfektan kulit yang akan menjadi kateter sentral sistemik tubuh. Hasil penelitian tingkat efikasi didasarkan pada jumlah kuman yang didapatkan dari hasil kultur darah perifer sebagai data primer, dan kultur kateter sebagai data sekunder. Factor resiko kolonisasi kateter dan infeksi yang berhubungan dengan pemasangan kateter vaskuler/infus, mengalami penurunan yang cukup signifikan dibandingkan dengan penggunaan povidone-iodine. Hasil uji statistika didapatkan resiko absolute berkurang 7,1% untuk kolonisasi dan 1,1% untuk penggunaan kateter vaskuler pada penggunaan chlorhexidine dibandingkan dengan menggunakan povidone-iodine.Penggunaan solution chlorhexidine gluconate untuk perawatan wilayah kateter vaskuler jauh lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan povidone-iodine. Penurunan infeksi oleh karena penggunaan chlorhexidine gluconate mencapai 50%. Penurunan ini terutama signifikan untukwilayah kateter yang berada di central line.4. Judul: Chlorhexidine-based antiseptic solution vs Alcohol-based Povidone-iodine for central venous catheter carePenulis: Olivier Mimoz, MD, PhD; Stephanie Villeminey, MD; Stepahnie Ragot, PharmD, PhD; Claire Dahyot-Fizelier, MD; Leila Laksiri, MD; Franck Petitpas, MD; Bertand Debaene, MD, PhDPublikasi: Arch Intern Med. 2007;167(19):2066-2072Isi Jurnal:Penggunaan chlorhexidine sebagai perawatan central venouse catheter didasarkan dengan rendahnya jumlah dari kolonisasi dan kecenderungan rendahnya infeksi melalui aliran pembuluh darah dibandingkan dengan penggunaan povidone-iodine.

1. Karakteristik pasienKateter sejumlah 538 yang dibagi untuk dua grup antiseptik secara acak dimana 57 kateter (pasien dan karakteristik kateter yang sama) tidak bisa digunakan, tidak terkultur atau inform consent yang tidak terpenuhi.Karateristik pasien dan kateter dari dua grup antiseptik memilii kesamaan kecuali jenis kelamin dengan lebih banyak pasien laki-laki pada protokol povidone-iodine.2. Kolonisasi bakteriGrup chlorhexidine tertandai dengan sedikitnya frekuensi kolonisasi dibanding grup povidone-iodine (28 dari 242 (11,6%) vs 53 dari 239 (22,2%) ), hasil ini ditemukan dari lama penggunaan kateter.Perbedaan tampak signifikan pada kateter vena subclavicula ( 19 dari 198 (9,6%) vs 38 dari 188 (20,2%) pada vena jugular ( 9 dari 44 (20,5%) vs 5 dari 51 (29,4%). Penemuan yang sama ditemukan pada penggunaan kateter lebih dari tiga hari (28 dari 204 (13,7%) vs 53 dari 211 (24,6%) ).Pada antiseptik grup chlorhexidine frekuensi ditemukannya kolonisasi lebih sedikit pada coccus gram positif (6,2% vs 12,6%), staphylococcus coagulase-negative ( 6,2% vs 8,5% ) atau basil gram negatif (5,8% vs 10,5%) dibandingkan povidone-ioddine.Jumlah kolonisasi oleh staphylococcus aureus (2,1% vs 3,8%), jamur (0,8% vs 1,3%) keduanya tidak menampakkan perbedaan nyata.3. Kateter dengan infeksi sistemik14 kasus yang ditemukan dalam penggunaan kateter yang ditemukan pada pertengahan hari ke 16 penggunaan. 4 kasus pada grup Chlorhexidine (1,7%) dibandingkan dengan 10 kasus penggunaan kateter pada grup povidone-iodine (4,2%).Sepsis teratasi secara spontan tanpa pemberian antibiotik setelah pelepasan kateter, 6 kasus pasien hidup dan 3 pasien meninggal. Akan tetapi staf medis tidak berpendapat bahwa pasien meninggal akibat infeksi sistemik yang disebabkan pemasangan kateter.4. Hasil pada pemasangan pertama kateterAnalisis data hanya pada pemasangan kateter pertama kali (399 kateter) yang memperlihatkan hasil penggunaan chlorhexidine berhubungan dengan rendahnya kadar kolonisasi (19 dari 195 (9,7%) vs 43 dari 204 ) dan adanya kecenderungan kadar infeksi sistemik yang rendah (1,0% vs 3,9%) daripada povidone-iodine. Akan tetapi tidak ada perbedaan signifikan antara dua grup antiseptik karakteristik dan faktor resiko dari infeksi kateter5. Judul: Chlorhexidine glukonat lebih efektif dari pada Povidone-Iodine untuk mencegah keteter pembuluh darah yang terkait infeksi pembuluh darahPenulis: Stephen D Krau, RN, PhDPublikasi: Ann Intern Med 2002;136:792801Isi Junal:

Sumber dataUji Klinis dalam berbagai bahasa yang teriidentifikasi oleh searching Medline (19662001), CINAHL (19822001),Doctoral Dissertation Abstracts (18612001), Internationa lPharmaceutical Abstracts (19702001),EMBASE/Excerpta Medica, Lexis-Nexus, Web ofSciences, and the Cochrane Library; hand searching IndexMedicus (196065) dan program dan proses pertemuan ilmiah; dan menghubungi produsen chlorhexidinegluconat, penulis studi yang relevan, dan ahli di lapangan.Seleksi StudiStudi dimasukkan jika data uji coba secara acak yang membandingkan jenis larutan Chlorheksidin gluconat dengan larutan povidone-iodine untuk perawatan kateter pembuluh darah, dan termasuk kejadian CRBI atau kolonisasi kateter, dengan data yang cukup untuk menghitung rasio risiko.Ekstraksi dataData secara independen diekstraksi dengan 2 pengulas di ukuran sampel, populasi pasien, jeniska teter, jenis antiseptik, lokasi anatomi, pertukaran penggunaan kateter dengan kawat, intervensi secara bersamaan, dan tentang hasil utama (CRBI dan kateter kolonisasi). Kualitas metodologi masing kajian dinilai berdasarkan prosedur randomisasi, pengecauan, dandeskripsi peserta yang memenuhi syarat.Hasil utama8 percobaan (rata-rata usia pasien 50-65 tahun) memenuhi syarat pemilihan. Uji coba yang digunakan yaitu 4.143 kateter (1493 vena pusat, 1361 vena perifer, 704 arteri perifer,395arteri paru, 75 dari vena perifer dimasukkan ke vena pusat, 62 selubung introducer, dan 53 hemodialisis). 5 percobaan menggunakan larutan alkohol klorheksidin glukonat dan 3 menggunakan air biasa. Cairan povidone-iodine 10% digunakan untuk kelompok kontrol semua percobaan.Chlorhexidinegluconat(Chlor) danpovidone-iodine(PI) untuk lokasi perawatan kateterpembuluh darah*HasilTingkat kejadianRRR (95% CI)NNT (CI)

ChlorPI

Infeksi Kateter yang berhubungan peredaran darah(7 percobaan, n = 3899)1,0%1,2%51% (12 sampai 72)93 (66 sampai 393)

Pasien dengan kultur positif (8 percobaan, n=4001)6,4%13,5%51% (29 sampai 69)15 (11 sampai 26)

*Keterangan Singkatan. Penurunan Angka kejadian klorheksidin dihitung dari tingkat kejadian kontrol dan risiko absolut dilaporkan dalam artikel; RRR(CI) danNNT(CI) dihitung dari tingkat kejadian kontrol dan risiko relatif(CI) dilaporkan dalam artikel.Pasien dalam kelompok chlorhexidine glukonat memiliki tingkat yang lebih rendah dari CRBI dan kateter kolonisasi dibanding dangan pasien dalam kelompok povidone-iodine (tabel). Analisis sub kelompok, hanya percobaan menggunakan cairan alkohol klorheksidin,kateter pembuluh darah sentral,atau kateter non-sentral menunjukkan hasil yang sama.

KesimpulanPenggunakan Chlorhexidine glukonat dalam perawatan kateter pembuluh darah menurunkan angka kejadian infeksi peredaran darah dibandingkan dengan povidone-iodine.

BAB VIIDISKUSIMelalui analisa komparatif terhadap beberapa jurnal dari bab sebelumnya, maka didapatkan pembahasan mengenai perbandingan antara chlorhexidine dengan povidone-iodine seperti di bawah ini; 1. Chlorhexidine lebih efektif daripada povidone iodine dalam mereduksi jumlah koloni bakteri baik sesaat setelah pemakaian, dua jam setelah pemakaian dan pada akhir prosedur operasi.2. Uji efektifitas chlorhexidine dan povidone iodine dalam mengurangi resiko surgical site infection (SSI), menunjukkan chlorhexidine secara signifikan dapat mengurangi resiko SSI setelah operasi 6,8 kali lebih efektif daripada menggunakan povidone iodine.3. Chlorhexidine secara signifikan dapat mereduksi jumlah bakteri setelah tiga jam pemakaian serta menghambat pertumbuhan koloni setelah pemakaian selama lima hari.4. Chlorhexidine memiliki kemampuan mereduksi jumlah bakteri 52 kali lebih efektif daripada povidone iodine.

BAB VIIIKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanBaik chlorhexidine dan povidone iodine memiliki efektifitas mereduksi jumlah bakteri sesaat setelah pemakaian, namun chlorhexidine memiliki keunggulan karena mereduksi lebih banyak bakteri dan bertahan lebih lama dalam menghambat pembentukan koloni bakteri. Sehingga chlorhexidine lebih efektif dibandingkan dengan povidone iodine sebagai antiseptik dalam mencegah infeksi pada tindakan sebelum operasi dan katerisasi.

B. SaranPerlunya dilakukan perawatan sebelum operasi sebagai bentuk upaya pencegahan infeksi, sehingga dapat meminimalkan penggunaan antibiotik serta mengurangi biaya perawatan setelah operasi. Perawatan sebelum operasi dapat menggunakan antiseptik yang efektif yaitu chlorhexidine.

BAB IXCONCLUSION AND SUGGESTION

A. ConclusionBoth chlorhexidine and povidone-iodine have effectiveness to reduce the number of bacteria immediately, but chlorhexidine has an advantage because it reduces more bacteria and last longer in preventing the formation of bacterial colonies. So that chlorhexidine is more effective than povidone iodine as an anti septict of prevent infection in action before surgery and catheterization.

B. SuggestionThe need of treatment prior to surgery as a form to prevent infection, so it can minimize the use of antibiotic sas well as reducing the cost of treatment after surgery. The effective antispetic that can be used before surgery is chlorhexidine.

BAB XDAFTAR PUSTAKABeji S et al; Presse Med. 35 (1 Pt 1): 61-3 (2006)Geo F Brooks, Janet S Butel, Stephen A Morse. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2004Hirsch, T., Seipp, H.M., Jacosen, F., Goertz, O., Steinau H. U., dan Steinstraesse L. (2010). Antiseptics in surgery. Eplasty.Lowe DO et al; Pharmacotherapy. 26 (11): 1641-5 (2006)Matius Tira. 2002. Perbandingan efektivitas klinik antara povidon iodin 1% dengan chloramphenicol 3% tetes telinga pada otitis eksterna kronis. Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. (online) diakses 11 Maret 2015 http://eprints.undip.ac.id/14534/1/2002FK519.pdfO'Neil, M.J. (ed.). The Merck Index - An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals. Cambridge, UK: Royal Society of Chemistry, 2013., p. 1425Rabih O. Darouiche, Matthew J. Wall, Jr, Kamal M.F. Itani,Mary F. Otterson, Alexandra L. Webb, Matthew M. Carrick,Harold J. Miller, Samir S. Awad, Cynthia T. Crosby,Michael C. Mosier, Atef AlSharif, and David H. Berger.(2010). ChlorhexidineAlcohol versus PovidoneIodine for Surgical-Site Antisepsis. The New England Journal Of Medicine 362:18-26.Rabih, O.; Darouiche, M. D.; et al. (2010). "Chlorhexidine-Alcohol versus Povidone-Iodine for Surgical-Site Antisepsis". New England Journal of Medicine362 (1): 1826)Rasidy, Gladys. (2006). Manfaat Penggunaan Antiseptik Alcohol-Chlorhexidine gluconat-Emolien Dibandingkan Dengan Chlorhexidine gluconat Terhadap Jumlah Bakteri Terhadap Tangan Perawat Di Perinatologi, ICU Dan NICU RSCM. Tesis Universitas Indonesia. Jakarta.Reimer K, Schreier H, Erdos G, Konig B, Fleischer W. Molecular effects of a microbicidal substance on relevant microorganisms:electron microscopic and biochemical studies on povidone iodine. Zentralbl Hyg Umweltmed (Serial on Internet) 1998(cited 2010 Dec 10); 200 (5-6): 423-34.Reyazulla MA et al; Eur Ann Allergy ClinImmunol. 46 (4): 157-9 (2014)Saifuddin. (2005). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Sweetman, S.C. (ed.) Martindale-The Complete Drug Reference. 36th ed. London: The Pharmaceutical Press, 2009., p. 1659Tjay, Tan Hoan.2007.Obat-Obat PentingKhasiat, PenggunaandanEfek-EfekSampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal: 242-245.