PANGAN SEGAR JADI
-
Upload
siti-nasyiah -
Category
Documents
-
view
574 -
download
8
Transcript of PANGAN SEGAR JADI
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PANGAN LANJUT
PENYIMPANAN BAHAN PANGAN SEGAR
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pangan Lanjut
Yang Dibimbing Oleh Bapak Bambang Hariyono, S.TP.
Oleh:
Retty Anisa Damayanti (P27835111026)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN GIZI
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan laporan hasil praktikum
penyimpangan bahan pangan segar ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Ilmu Pangan Dasar untuk
mendapatkan nilai yang baik di mata kuliah Ilmu Pangan Dasar di POLTEKKES
KEMENKES SURABAYA.
Makalah ini memuat laporan hasil pengamatan tentang perubahan yang terjadi pada
bahan pangan segar selama proses penyimpanan. Walaupun makalah ini mungkin kurang
sempurna akan tetapi memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada dosen Ilmu Pangan Dasar yaitu bapak
Bambang Hariyono,STP yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan. Amin.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih.
Surabaya, 10 Mei 2012,
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Penyimpanan bahan makanan merupakan satu dari 6 prinsip higiene dan sanitasi
makanan. Penyimpanan bahan makanan yang tidak baik, terutama dalam jumlah yang banyak
(untuk katering dan jasaboga) dapat menyebabakan kerusakan bahan makanan tersebut.
Penyimpanan yang baik dan teratur akan memperoleh bahan makanan yang mempunyai
kualitas yang baik dan menghindari terjadinya kontaminasi baik oleh mikroorganisme
maupun bahan kimia berbahaya. Penyimpanan bahan makanan dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok bahan makanan yaitu bahan makanan segar, bahan makanan kering dan bahan
makanan olahan.
Pada pengamatan ini kami membahas tentang penyimpanan bahan makanan segar.
Prinsip penyimpanan bahan makanan segar adalah menghambat terjadinya metabolisme dan
menghambat enzim dalam bahan makanan segar agar tidak rusak.
Jenis, ciri dan tanda- tanda kerusakan pada setiap bahan makanan yang disimpan
berbeda- beda. Ciri kerusakan secara umum yang bisa dikenali adalah dari perubahan warna,
rasa, tekstur dan aroma. Tanda- tanda kerusakan pada makanan segar meliputi warna cokelat
pada apel, busuk pada sayuran, bau amoniak pada daging, ikan dan unggas,dll. Faktor- faktor
yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan antara lain : suhu, cahaya,
kelembaban, udara, pengemasan, alat penyimpanan dan lain- lain.
1.2 Tujuan Praktikum
Agar mahasiswa mengetahui perubahan- perubahan yang terjadi pada bahan makanan
segar selama penyimpanan.
Agar mahasiswa mengetahui jenis, ciri- ciri kerusakan pada bahan serta tanda- tanda
kerusakan yang terjadi pada bahan pangan segar selama penyimpanan.
Agar mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pada bahan
makanan segar selama penyimpanan.
Agar mahasiswa mampu melakukan penyimpanan bahan pangan segar secara benar.
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui perubahan- perubahan yang terjadi pada bahan
makanan segar selama penyimpanan.
Mahasiswa mampu mengetahui jenis, ciri- ciri kerusakan pada bahan serta tanda-
tanda kerusakan yang terjadi pada bahan pangan segar selama penyimpanan.
Mahasiswa mampu mengetahui penyebab terjadinya kerusakan pada bahan makanan
segar selama penyimpanan.
Mahasiswa mampu melakukan penyimpanan bahan pangan segar secara benar.
1.4 Rumusan Masalah
Berikan penjelasan berapa lama bahan makanan segar mampu bertahan pada
penyimpanan suhu ruang maupun pada penyimpanan suhu dingin?
Berikan penjelasan tentang apa saja perubahan yang terjadi pada saat penyimpanan
bahan makanan segar?
1.5 Prinsip
Prinsip penyimpanan bahan makanan segar adalah menghambat terjadinya metabolisme
dan menghambat enzim dalam bahan makanan segar agar tidak rusak.
BAB II
METODE PERCOBAAN
2.1 Pengamatan Penyimpanan Bahan Makanan Olahan
Bahan1. Singkong 5. Telur 2. Kentang 6. Ikan3. Mbote 7. Wortel4. Ubi jalar 8. Taoge5. Jambu biji 9. Tomat 6. Salak 10. Kubis7. Nanas 11. Buncis8. Alpukat 12. Kangkung9. Blimbing 13. Kemangi10. Daging ayam 14. Susu segar11. Daging sapi 15. Susu evaporasi (susu bubuk)
Alat
1. Timbangan 5. Plastik
2. Pisau 6. Piring plastik
3. Kertas 7. Baskom
4. Refrigator
Cara Kerja
1. Menentukan mutu awal secara organoleptik, meliputi warna, bentuk, ukuran/ berat,
permukaan kulit, tekstur.
2. Bahan dibagi menjadi 6 bagian, dikemas dalam plastik, kertas, piring plastik dan
disimpan pada suhu kamar dan refrigator.
3. Lakukan pengamatan secara organoleptik setiap 3 hari, dan catat tanda-tanda
kerusakan selama penyimpanan tersebut.
4. Mencatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Pengamatan Buah-Buahan
4.1.1 Apel
Suhu kamar
Apel utuh dibungkus plastik tidak mengalami kerusakan. Layak di
konsumsi sampai hari ke 5.
Apel utuh tanpa plastik tidak mengalami kerusakan (tapi masih lebih baik
yang dibungkus plastik). Layak dikonsumsi sampai hari ke 5.
Apel dikupas dibungkus plastik pada hari kedua warna apel berubah
menjadi kuning kecoklatan. Pada hari ke 5 mulai berair dan beraroma asam.
Apel dikupas tanpa pengemas pada hari pertama, warna apel berubah
menjadi coklat kehitaman. Pada hari ke 2 apel mengkerut dan aromanya
menjadi asam, tekstur mulai lembek. Pada hari ke 3 muncul jamur dan aroma
asam semakin menyengat.
Suhu dingin
Apel utuh dibungkus plastik tidak terjadi kerusakan, layak dikonsumsi
sampai hari ke 5.
Apel utuh tidak terkemas pada hari ke 6, kulit apel ada hitam dan putihnya.
Layak dikonsumsi sampai hari ke 5.
Apel dikupas dibungkus plastik pada hari ke 2 tekstur apel mulai keras.
Pada hari ke 4 warna apel menjadi coklat layu dan bearoma busuk layu.
Apel dikupas tidak terkemas pada hari ke 2 warnanya berubah menjadi agak
coklat. Pada hari ke 4 warna apel semakin coklat, mengkerut dan lunak .
4.1.2 Alpukat
SUHU KAMAR
- Alpukat utuh disimpan dalam plastik yang pada awalnya bagus dari semua
indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 sudah mengalami perubahan pada
kulit yang sedikit kriput, tekstur yang sedikit lunak dan aroma yang agak
busuk. Lalu pada hari k 2 disusul perubahan bentuk yang menjadi melengkung
dn warna yng menjadi coklat kehitaman, aromanya menjadi busuk dan
pengamatan dihentikan pada hari ke 4. Ini menandakan bahwa padi hari ke 4
telah terjadi perubahan yang sangat.Pada hari ini warna menjadi cokelat tua,
bentu mulai mengecil/menyusut, permukaan kulit mengkerut/kisut, teksturnya
gembuk dan aroma busuk .Alpukat ini dapat dikonsumsi hanya pada hari awal.
Maksimal hari 1
- Alpukat utuh disimpan tanpa pengemas yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 sudah mengalami perubahan
pada tekstur yang menjadi keras dan tidak beraroma. Lalu pada hari k 2
disusul perubahan warna yang menjadi hijau tua dan permukaan kulit yang
sebagian sudah mulai busuk. Ini menandakan bahwa padi hari ke 4 telah
terjadi perubahan yang sangat. Pada hari ini sudah ditumbuhi jamur. Alpukat
ini dapat dikonsumsi hanya pada hari awal. Maksimal pada hari ke 1
- Alpukat potongan disimpan dalam plastik yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 sudah mengalami perubahan
pada warna menjadi hijau muda kecoklatan dan tekstur yang lebih lunak
dariada alpukat utuh dengan perlakuan yang sama. Lalu pada hari k 2 disusul
perubahan bentuk dalamnya yang hitam dan permukaan kulit yang hitam pula
serta aroma yang tidak layak. pengamatan dihentikan pada hari ke 4.Ini
menandakan bahwa padi hari ke 4 telah terjadi perubahan yang sangat. Pada
hari ini sudah ditumbuhi jamur Alpukat ini dapat dikonsumsi hanya pada hari
awal. Maksimal pada hari ke 1
- Alpukat potongan disimpan tanpa pengemas yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 sudah mengalami perubahan
pada warna menjadi hijau kecoklatan dan permukaan kulit yang sedikit keriput
serta tekstur sedikit lunak. Lalu pada hari ke 2 disusul perubahan bentuk yang
melengkung. pengamatan dihentikan pada hari ke 4.Ini menandakan bahwa
padi hari ke 4 telah terjadi perubahan yang sangat. Pada hari ini sudah
ditumbuhi jamur berwarna hijau (menandakan tak layak konsumsi).
SUHU DINGIN
- Alpukat utuh disimpan dalam plastik yang pada awalnya bagus dari semua
indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 mengalami perubahan pada
teksturnya yang lebih keras dari alpukat yang disimpan pada suhu kamar. Pada
hari ke 2 kekerasa pada alpukat berkurang. Pada hari ke 5 alpukat baru
menandakan adanya perubahan pada tekstur menjadi lunak sedangkan
permukaan kulitnya berair . Pada hari terakhir pengamatan (hari ke 5), alpukat
masih layak konsumsi.
- Alpukat utuh disimpan tanpa pengemas yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 teksturnya menjadi agak
lunak.Selama 4 hari pengamatan, kondisi alpukat tidak mengalami perubahan
yang sangat hingga pada hari ke 5, alpukat baru menandakan adanya
perubahan pada permukaan kulit menjadi keriput . Pada hari ini, alpukat masih
layak konsumsi
- Alpukat potongan disimpan dalam plastik yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke 1 mengalami perubahan pada
teksturnya yang menjadi lebih keras daripada alpukat utuh. Pada hari ke 2
warna alpukat menjadi hijau kuning. Pada hari ke 5 warna alpukat menjadi
kuning, tekstur alpukat menjadi lunak sedangkan permukaan kulitnya berair .
Pada hari ini alpukat masih layak konsumsi karena penurunan mutu tidak
terlalu.
- Alpukat potongan disimpan tanpa pengemas yang pada awalnya bagus dari
semua indikator penentuan mutu, pada hari ke warnanya menjadi hijau
kekuningan, bentuknya menyusut, permukaan kulit sedikit keriput dan tekstur
mulai lunak. Pada hari ke 2 warna hiaju kuning, teksturnya menjadi keras, dan
permukaan kulit menjadi kisut. Pada hari ke 4 warna menjadi cokelat. Pada
hari ke 5 bentunya menyusut. Alpukat masih layak konsumsi hingga hari
terakhir pengamatan.
4.1.3 Belimbing
SUHU KAMAR
- Belimbing yang dikemas dalam plastik yang utuh pada hari ke 2 mulai
terjadi perubahan permukaan kulit dan terdapat bintik air. Pada hari ke 3
warnanya menjadi lebih tua. Pada hari ke 4 permukaan kulit mulai menghitam.
Pengamatan hanya dilakukan sampai pada hari ini karena kondisinya yang
sudah tidak layak simpan. Belimbing layak dikonsumsi hingga hari ke 1
karena kondisi awal belimbing memang kurang baik dimana sudah ada tanda-
tanda kebusukkan. Terjadi penyusutan hingga 6,5 %.
- Belimbing yang dikemas dalam plastik berlubang pada hari ke 1 tekstur
semakin lunak. Pada hari ke 2 warna belimbing memudar dan pada hari ke 4
sisi-sisi belimbing mengerut. Maksimal belimbing dapat dikonsumsi hingga
hari ke 1. Terjadi penyusutan hingga 7 %
- Belimbing yang dikemas dalam kertas pada hari ke 1 tekstur semakin lunak,
hari ke 2 belimbing menjadi berkerut dan pada hari ke 3 warna menjadi
tambah tua. Belimbing ini hanya layak konsumsi pada hari ke 1 saja. Terjadi
penyusutan hingga 22 %.
SUHU DINGIN
- Belimbing yang dikemas dalam plastik yang utuh pada hari ke 2 mulai
terjadi perubahan teksturnya bertambah lunak. Pada hari ke 4 warna mulai
menghitam. Layak konsumsi sampai hari ke 3. Tidak terjadi perubahan berat
sampai pengamatan akhir
- Belimbing yang dikemas dalam plastik berlubang pada hari ke 1
permukaan kulit sisi-sisi belimbing mulai berwarna cokelat. Hari ke 2 tekstur
menjadi lunak dan berkerut. Pada hari ke 3 warna menjadi hitam. Belimbing
layak konsumsi hingga hari ke 3. Penyusutan berat hingga 3,6 %.
- Belimbing yang dikemas dalam kertas pada hari ke 1 permukaan kulit
menjadi bening dan teksturnya menjadi lunak. Pada hari ke 2 tekstur semakin
lunak. Hari ke 3 warna belimbing menjadi hitam dan mengkerut. Pada hari ke
4 kondisi belimbing masih sama dengan kondisi pada hari ke 3. Penyusutan
berat hingga 15,33%.
4.1.4 Nanas
SUHU KAMAR
- Nanas utuh yang dikemas dalam plastik utuh pada hari ke 1 sudah mulai agak
layu. Pada hari ke 2 warna kulit menguning, Pada hari ke 4 permukaan bawah nanas
mulai busuk sampai hari ke 7 perubahan cenderung sama. Nanas layak konsumsi hingga
hari ke 7.
- Nanas utuh yang dikemas dalam kertas pada hari ke 4 sudah mulai agak layu.
Terdapat putih-putih dikulitnya. Pada hari ke 5 puti-putih di kulit semakin menyebar
sampai hari ke 7. Nanas layak konsumsi sampai hari ke 7. Dari hari ke hari beratnya
menyusut.
- Nanas potongan dalam plastik utuh mulai terjadi perubahan pada hari ke 3 yaitu
tekstur lembek diluar, keras didalam dan mengeluarkan air. Pada hari ke 4 semakin
lembekn dan airnya semakin banyak begitu seterusnya hingga hari ke 7 pengamatan.
Nanas ini layak konsumsi hingga hari ke 2
- Nanas potongan tanpa pengemas Pada hari ke 1 mulai terjadi perubahan tekstur
yang menjadi agak lembek, warna kuning gelap dan aroma harum berkurang. Pada hari
ke 2 mulai ditumbuhi jamur, warna kuning kecokelatan dan aroma harum berkurang.
Pengamatan hanya dilakukan sampai hari ke 3. Nanas ini layak konsumsi pada hari awal
saja.
SUHU DINGIN
- Nanas utuh dalam plastik tertutup pada hari ke 3 tekstur menjadi agak lembek
bertahan hingga hari ke 7 dengan mengalami penyusutan berat. Sampai pada hari
akhir pengamatan, nanas masih layak konsumsi.
- Nanas utuh dalam kertas Pada hari ke 3 terjadi perubahan yaitu tekstur manjadi
agak lembek. Pada hari ke 4 terdapat putih-putih menyebar, pada hari ke 5 nanas
sedikit layu dan warna orange muda menyebar. Hari ke 6 tekstur keras sedikit layu,
warna kulit orange pucat, aroma khasnya agak berkurang. Pada hari ke 7 warna kulit
orange pucat. Nanasi ini masih layak konsumsi pada hari terakhir pengamatan (hari ke
7).
- Nanas potongan dalam plastik tertutup pada hari ke 1 tekstur mulai mengeras.
Kondisi cenderung stabil hingga hari ke 4. Pada hari ke 5 teksturnya agak lembek.
Pada hari ke 7 nanas berair. Nanas ini layak konsumsi hingga hari ke 4.
- Nanas potongan tanpa pengemas pada hari ke 4 terjadi perubahan yaitu tekstur
sedikit lembek di luar dan keras didalamnya. Pada hari ke 6 aroma khas berkurang.
Pada hari ke 7 terdapat adanya kerutan dan aroma khas nanas berkurang. Nanas
mengalami penyusutan berat. Nanas ini layak konsumsi hingga hari ke 3.
4.1.5 Jambu
SUHU KAMAR
- Jambu biji utuh dalam plastik mulai terjadi perubahan pada bentuknya yang
menjadi bergelombang pada hari ke 1, pada hari ke 2 bentuknya agak kisut, pada hari
ke 3 agak susut dan meluna serta warnanya yang mulai memudar. Jambu biji ini
hanya diamati sampai hari ke 4
- Jambu biji utuh dalam kertas Pada hari ke 1 menjadi agak susut dan agak kisut,
teksturnya melunak. Pada hari ke 2 warna kuning memudar dan aromanya lemah.
Hari ke 3 Aromanya sudah menyimpang. Jambu biji ini diamati hanya sampai pada
hari ke 3.
- Jambu kupas dalam plastik terjadi perubahan bentuk yang menjadi setengah
lingkaran, permukaan kasar dan teksturnya yang lunak pada hari ke 1. Pada hari ke 3
jambu biji agak susut dan arma sudah menyimpang.
SUHU DINGIN
- Jambu biji utuh dalam plastik terjadi perubahan pada hari ke 1 yaitu permukaan
kulitnya yang bergelombang. Pada hari ke 3 jambu biji mulai berair, tekstur agak
lunak. Pada hari ke 4 warna menjadi kuning pucat, bentuk bulat kisut. Pengamatan
sampai pada hari ke 4.
- Jambu biji utuh dalam kertas terjadi perubahan pada hari ke 1 yaitu bentuknya
yang bergelombang. Pada hari ke 2 warna mulai kuning pucat , kisut, berair dan
teksturnya lunak. Pada hari ke 3 aroma sudah mulai menyimpang dari normal.
Pengamatan dilakukan hingga hari ke 4.
- Jambu kupas pada hari ke 1 bentuknya menjadi setengah bulat. Pada hari ke 2 warna
kemerahan menjadi setengah lingkaran dan teksturnya lunak serta aromanya lemah.
Pada hari ke 3 menjadi berlendir. Pengamatan dilakukan hingga hari ke 3.
4.1.6 Salak
SUHU KAMAR
- Salak utuh dalam plastik ,Pada hari ke 2 tekstur salak menjadi lunak pada hari ke
3 aromanya menjadi agak busuk . Kondisi ini berlangsung hingga hari ke 5. Beratnya
menyusut dari hari ke hari. Pengamatan berlangsung hanya sampai hari ke 5.
- Salak utuh dalam kertas , awalnya semua indikator penentuan mutu baik. Pada hari
ke 1 mulai terjadi perubahan pada warna menjadi cokelat. Hari ke 2 tekstur menjadi
agak lunak. Pada hari ke 4 aromanya sedikit busuk. Pada hari ke 5 teksturnya menjadi
agak lunak dan busuk. Terjadi penyusutan berat. Pengamatan dilakukan hanya
sampaipada hari ke 5 ini.
- Salak utuh tanpa pengemas Pada hari ke 2 tekstur mulai agak lunak. Pada hari ke 4
aromanya sedikit busuk. Pada hari ke 5 teksturnya tekstur busuk . Terjadi penyusutan
berat. Pengamatan hanya dilakukan sampai hari ke 5.
- Salak kupas dalam plastik terjadi perubahan pada hari ke 2 dimana warna salak
menjadi putih kekuningan, teksturnya mulai ada jamur. Pada hari ke 3 jamur tambah
banyak. Terjadi penyusutan berat. Salak ini diamati hingga hari ke 3.
SUHU DINGIN
- Salak utuh dalam plastik terjadi perubahan pada hari ke 4 yaitu aroma agak busuk
dan teksturnya mulai lunak. Kondisi cenderung stabil hingga hari ke 5 (hari terakhir
pengamatan)
- Salak utuh tanpa pengemas Pada hari ke 4 tekstur mulai lunak dan pada hari ke 5
teksturnya bertambah lunak. Berat cenderung menyusut.
- Salak kupas dalam plastik Pada hari ke 2 tekstur sudah mulai lembek dan aroma
busuk. Pada hari ke 3 didapati adanya belatung.Salak ini layak konsumsi sampai
pada hari ke 1.
4.1.7 Pisang
Suhu ruang : Pisang ini dilakukan parlakuan sebagai berikut, dibungkus dengan
plastik, plastik berlubang, kertas, diletakkan pada suhu kamar dan dingin kemudian
ada yang dikupas dan tidak.untuk pisang utuh yang dibungkus plastik berlubang
wrnanya berubah menjadi kuning kiehitaman pada hari ke-1, bentuknya empuk,
permukaan kulit busuk, aroma busuk dan tekstur keriput. Pisang utuh yang
dibungkus plastik pada harike-1 mngalami perubahan warna, permukaan kulit ada
sedikit air, bentuk dan teksturnya lunak pada hari ke-3. Pisang utuh yang dikemas
kertas mengalami perubahan warna, bentuk , permukaan kulit dan tekstur pada hari
pertama sedangkan aromanya mulai berubah pada hari ke-2.
Untuk pisang kupas yang dibungkus plastik dilubangi dan yang dikemas pada
hari ke-1 mengalami perubahan organoleptik secara keseluruhan. Pisang kupas yang
diplastik pada hari ke-1 mengalami perubahan warana, bentuk, permukaan kulit dan
tekstur sedangkan untuk aroma baru hari ke-2.
Suhu dingin : Pisang utuh yang dibungkus plastik dilubangi mengalami perubahan
pada hari ke-1 mulai dari warna menjadi kuning kehitaman, bentuk dan permukaan
kulit, sedangkan baunya membusuk pada hari ke-2. Yang dibungkus plastik pada hari
ke-1 mengalami perubahan bentuk, warna, tekstur dan aromanya cenderung tetap.
Dikemas kertas perubahannya sama dengan pisang yang diplastik. Sedangkan untuk
pisang kupas yang dibungkus plastik yang dilubangi warnanya berubah pada hari
pertama, sedangkan perubahan organoleptik yang lain nampak pada hari ke-2. Untuk
yang diplastik mengalami perubahan organoleptik pada hari pertama kecuali
aromanya, baru berubah pada hari kedua. Untuk yang dikemas kertas semua
perubahan organoleptiknya adalah poada hari ke-1.
4.2 Pengamatan Sayur-Sayuran
4.2.1 Tomat
Suhu ruang
Di plastik tetutup tomat mengalami perubahan pada hari ke 3, yaitu
teksturnya lembek dan berjamur, selain itu juga mengalami penurunan berat
dari 90 gr menjadi 85 gr. Pada hari ke 4 aroma khas tomat mulai berkurang.
Pada hari ke 6 terjadi perubahan warna, warna tomat mulai memudar dan
aroma menyimpang. Pada hari ke 7 tomat mengalami peningkatan berat, dari
85 gr menjadi 87 gr. Tomat ini layak dikonsumsi hanya sampai hari ke 2.
Plastik berlubang tomat mengalami penurunan berat dari 95 gr menjadi 89 gr
pada hari ke 3. Pada hari ke 5 tekstur tomat semakin lembek. Pada hari ke 6
aroma tomat semakin tajam. Tomat mengalami penurunan berat lagi pada hari
ke 7, dari 89 gr menjadi 82 gr. Tomat ini layak dikonsumsi hanya sampai hari
ke 3.
Dibungkus kertas tomat mengalami penurunan berat dari 105 gr menjadi 102
gr. Pada hari ke 6, warna tomat menjadi pudar, dan aroma khas tomat
berkurang. Pada hari ke 7, tomat mengalami penurunan berat lagi, dari 102 gr
menjadi 92 gr. Tomat ini layak dikonsumsi sampai hari ke 5.
Suhu Dingin
Di plastik tertutup tekstur tomat pada hari ke 1 menjadi keras. Pada hari ke 4
tekstur tomat menjadi sedikit lembek, warna tomat memudar. Pada hari ke 5
tekstur tomat semakin lembek dan agak berair, aroma tomat juga berkurang.
Pada hari ke 6 dan ke 7 air semakin banyak. Tomat tidak mengalami
perubahan pada berat. Tomat ini layak dikonsumsi sampai hari ke 4.
Di plastik berlubang tekstur tomat pada hari ke 1 menjadi keras. Pada hari ke
3 mengalami meningkatan berat, dari 93 gr menjadi 95 gr. Pada hari ke 5,
tekstur tomat menjadi agak lembek. Pada hari ke 6 dan ke 7 tomat mulai
mengeluarkan air dan aroma khas tomat berkurang. Tomat ini layak
dikonsumsi sampai hari ke 5.
Di bungkus kertas tekstur tomat pada hari ke 1 menjadi keras. Tomat
mengalami penurunan berat pada hari ke 3, dari 84 gr menjadi 83 gr. Pada hari
ke 7 tomat menjadi berkerut dan mengalami penurunan berat lagi, dari 83 gr
menjadi 78 gr. Tomat ini layak dikonsumsi hingga hari ke 7.
4.2.2 Kemangi
Suhu ruang
Dibungkus kertas kemangi pada hari ke 3 mulai mengering dan mengalami
penurunan berat, dari 5 gr menjadi 4 gr. Pada hari ke 4 daun kemangi semakin
mengering dan bau khas kemangi berkurang, kamangi juga mengalami
penurunan berat lagi dari 4 gr menjadi 3 gr. Pada hari ke 5, berat kemangi
semakin turun menjadi 1 gr.
Dibungkus plastik rapat pada hari pertama kemangi mengalami peningkatan
berat dari 5 gr menjadi 7 gr. Semakin naik pada hari ke 2 yaitu menjadi 8 gr.
Pada hari ke 3, daun kemangi mulai muncul warna hitam, teksturnya lembek
dan berair, mengalami peningkatan berat lagi menjadi 11 gr.
Dibungkus plastik berlubang pada hari ke 3, kemangi mengalami
peningkatan berat dari 5 gr menjadi 6 gr. Pada hari ke 5 daun kemangi mulai
layu.
4.2.3 Bayam
Mutu awal bayam adalah warna hijau, bentuk normal, permukaan kulit
normal, tekstur normal dan aroma normal. Untuk bayam yang disimpan di plastic
dalam suhu kamar pada hari keempat sudah mulai layu, hari ketujuh warna hijau
kekuningan, ada lubang di permukaan kulit dan mudah patah, sampai hari
kelimabelas warnanya menjadi hijau tua layu.
Untuk bayam yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu kamar mulai
berubah pada hari ketujuh menjadi warna hijau hitam, bentuk tetap, permukaan kulit
tidak ada lubang, tekstur agak bisa dipatahkan dan aroma tdk segar. Pada hari
kelimabelas menjadi hijau kekuningan, layu dan tidak berlubang.
Bayam yang disimpan tanpa pengemas pada suhu kamar pada hari keempat
warnanya menjadi hijau kekuningan, permukaan kulit layu, tekstur kering dan aroma
tidak segar. Pada hari ketujuh tekstur menjadi bisa dipatahkan. Pada hari kelimabelas
menjadi kering, warnanya hijau coklat dan layu.
Pada bayam yang disimpan di suhu dingin dalam plastic tertutup mulai
mengalami perubahan tekstur pada hari ketujuh. Pada hari kelimabelas menjadi hijau
tua, layu, lunak dan terdapat lubang.
Bayam yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu dingin mulai
mengalami perubahan tekstur pada hari ketujuh sama seperti bayam yang disimpan di
suhu dingin dalam plastic tertutup. Pada hari kelimabelas warnanya menjadi hijau
tua, bau, layu tetapi tidak berlubang.
Bayam yang disimpan tanpa perlindungan pada suhu dingin mulai mengalami
perubahan tekstur pada hari keempat menjadi lembek, layu dan aromanya tidak
segar. Dari hari ke hari warnanya menjadi semakin hijau dan kulit semakin layu serta
mulai ada lubang pada hari ketujuh, hari keduabelas mulai ada kristal es, dan pada
hari kelimabelas warnanya menjadi hijau kecoklatan, basah dan sudah layu.
4.2.4 Kangkung
Mutu awal kangkung adalah baik pada semua indicator. Pada kangkung yang
disimpan di plastic dalam suhu kamar warna mulai berubah menjadi kekuningan
pada hari kedua, daun juga mulai kekuningan, layak konsumsi sampai hari kedua.
pada hari keempat warnanya coklat, batang sebagian busuk, tekstur sangat lunak dan
sudah busuk.
Untuk kangkung yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu kamar
mulai layu pada hari kedua, warna sedikit kuning pada hari ketiga, pada hari keempat
warna menjadi coklat dan sudah layu.
Kangkung yang dibungkus kertas pada suhu kamar pada suhu kamar
teksturnya keras dan layu keriput pada hari kedua dan pada hari keempat warnanya
menjadi hijau tua, mengkerut, tekstur keras dan kering.
Kangkung yang disimpan di plastic tertutup dalam suhu dingin pada hari
pertama teksturnya sudah sangat lunak dan layu, pada hari ketiga tekstur menjadi
basah, lunak agak beku dan layu berair. Sedangkan pada hari kelima warna menjadi
hijau kehitaman, bentuk seperti kangkung rebus, tekstur lembek dan layu berair.
Untuk kangkung yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu dingin
warna mennadi hijau kehitaman pada hari ketiga, tekstur menjadi basah, lunak agak
beku dan layu berair. Sedangkan pada hari kelima warna menjadi hijau kehitaman,
bentuk seperti kangkung rebus, tekstur lembek dan layu berair.
Kangkung yang dibungkus kertas pada suhu dingin warna hijau kehitaman
pada hari ketiga, layu agak beku dan batang menjadi layu. Pada hari kelima warna
menjadi hijau kehitaman, bentuk seperti kangkung rebus, tekstur lembek dan layu
berair.
4.2.5 Taoge
Mutu awal taoge adalah baik dan segar. Pada taoge yang disimpan di plastic
tertutup dalam suhu kamar permukaan mulai berair pada hari kedua. Pada hari
keempat permukaan kulit mulai menghitam. Penyusutan air selama 4 hari sebesar
6,5%.
Untuk taoge yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu kamar warna
ujung-ujung taoge sudah mulai kecoklatan dan muncul mulai muncul daun pada hari
pertama. Pada hari keempat jadi mengkerut. Penyusutan air selama 4 hari sebesar 7
%.
Taoge yang dibungkus kertas pada suhu kamar pada suhu kamar warna ujung-
ujung taoge sudah mulai kecoklatan dan muncul mulai muncul daun pada hari
pertama dan pada hari ketiga warna bertambah tua. Penyusutan air selama 4 hari
sebesar 22 %.
Pada taoge yang disimpan di plastic tertutup dalam suhu dingin permukaan
taoge menjadi bening, tekstur menjadi lunak pada hari pertama, pada hari ketiga
tekstur lunak dan hari keempat menjadi hitam. Penyusutan air selama 4 hari sebesar 0
%.
Untuk taoge yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu dingin muncul
sedikit daun pada hari pertama, pada hari kedua tekstur menjadi lunak dan menjadi
berkerut dan hari ketiga menjadi hitam. Penyusutan air selama 4 hari sebesar 3,6 %.
Taoge yang dibungkus kertas pada suhu dingin permukaan taoge menjadi
bening, tekstur menjadi lunak pada hari pertama, pada hari ketiga warna menjadi
hitam dan berkerut. Penyusutan air selama 4 hari sebesar 15,33 %.
4.2.6 Kubis
Mutu awal kubis adalah bentuk khas, warna putih, permukaan bergelombang,
tekstur keras dan aroma khas. Pada kubis yang disimpan di plastic tertutup dalam
suhu kamar mulai layu pada hari kedua. pada hari keempat warna kehijauan, agak
susut, permukaan tetap, layu dan aroma menyimpang.
Untuk kubis yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu kamar mulai
layu dan aroma menyimpang apada hari kedua, pada hari ketiga warna menjadi
kehijauan, susut, terdapat serangga, layu dan aroma menyimpang.
Kubis yang dibungkus kertas pada suhu kamar warna menjadi kehijauan,
lunak dan aroma menyimpang pada hari kedua, pada hari ketiga warna menjadi
kehijauan, rusak, terdapat serangga, layu dan aroma menyimpang.
Pada kubis yang disimpan di plastic tertutup dalam suhu dingin mulai layu
pada hari kedua, agak susut, layu dan aroma menyimpang pada hari ketiga dan hari
keempat warnanya menjadi kehijauan.
Untuk kubis yang disimpan dalam plastic berlubang pada suhu dingin mulai
layu dan mulain menyimpang pada hari kedua, pada hari ketiga warna menjadi
kehijauan, susut, terdapat serangga, layu dan aroma menyimpang.
Kubis yang dibungkus kertas pada suhu dingin aroma sudah
menyimpang dari awal. Pada hari kedua warna kehijauan, aroma menyimpang dan
tekstur lunak, pada hari ketiga warna menjadi kehijauan, susut, terdapat serangga, layu
dan aroma menyimpang.
4.3 Pengamatan Umbi-Umbian
4.3.1 Kentang
Suhu kamar
Di plastik tertutup kentang tidak mengalami kerusakan dan layak
dikonsumsi sampai hari ke – 7. Kentang hanya mengalami penurunan berat
dari 174 gr menjadi 173 gr pada hari ke 4.
Di plastik berlubang kentang tidak mengalami kerusakan dan layak
dikonsumsi sampai hari ke 7. Kentang mengalami penurunan berat dari 125
gr menjadi 116 gr pada hari ke 3 , mengalami penurunan lagi dari 116 gr
menjadi pada hari ke 7.
Di bungkus kertas kentang tidak mengalami kerusakan dan layak
dikonsumsi. Mengalami penurunan berat dari 150 gr menjadi 148 gr pada hari
ke 3. Tekstur juga berubah dari keras menjadi agak lembek. Pada hari ke 7
kentang mengalami penurunan berat lagi dari 148 gr menjadi 146 gr.
Diblanching dan di plastik tertutup mulai berubah pada hari pertama,
tekstur mulai lembek, ada warna putih dan berlendir. Pada hari ketiga tekstur
makin lembek dan aroma khas kentang berkurang. Layak dikonsumsi pada
hari awal saja. Setelah hari ketiga, kentang dibuang.
Suhu dingin
Di plastik tertutup kentang tidak mengalami kerusakan hanya mengalami
perubahan aroma. Pada hari ke 6 dan ke 7 aroma khas kentang berkurang.
Kentang juga mengalami penurunan berat pada hari ke 3, dari 110 gr menjadi
107 gr. Kentang ini layak dikonsumsi sampai hari ke 7.
Di plastik berlubang kentang tidak mengalami kerusakan, hanya mengalami
perubahan aroma. Pada hari ke 7 aroma khas kentang berkurang. Kentang
mengalami penurunan berat pada hari ke 3, dari 105 gr menjadi 100 gr.
Kentang ini layak dikonsumsi sampai hari ke 7.
Di bungkus kertas kentang tidak mengalami kerusakan, hanya mengalami
perubahan aroma. Pada hari ke 7 aroma khas kentang berkurang. Kentang
mengalami penurunan berat, dari 155 gr menjadi 148 gr pada hari ke 3.
Mengalami penurunan berat lagi pada hari ke 7, dari 148 gr menjadi 147 gr.
Kentang ini layak dikonsumsi sampai hari ke 7.
Di blanching dan di plastik tertutup mengalami penurunan berat pada hari
ke 3, dari 85 gr menjadi 68 gr. Selain itu, terdapat warna putih pada kentang
tersebut. Aroma khas kentang berkurang pada hari ke 4. Mengalami
penurunan berat lagi pada hari ke 7 dari 68 gr menjadi 63 gr. Kentang ini
layak dikonsumsi hanya sampai hari ke 2.
4.3.2 Ubi Kayu
Suhu ruang
Dibungkus plastik mengalami kerusakan pada hari ke 12, karena di ujung
singkong sudah ditumbuin jamur. Dan pada hari ke 18 jamur semakin banyak.
Berat singkong mengalami penurunan pada hari ke 7 dari 110 gr menjadi 109
gr. Kemudian pada hari ke 12 mengalami penurunan lagi dari 109 gr menjadi
108 gr. Dan terakhir menjadi 107 gr.
Tidak dikemas mengalami kerusakan pada hari ke 7, karena singkong
tersebut sudah ditumbuhin jamur. Pada hari ke 15 tekstur singkong menjadi
empuk, dan warnanya semakin coklat. Singkong ini mengalami penurunan
berat secara terus – menerus, yaitu dari 105 gr → 102 gr → 100 gr → 99 gr →
93 gr.
Suhu dingin
Dibungkus plastik pada hari ke 4 warna singkong semakin coklat dan
teksturnya mulai agak empuk. Warna semakin gelap dari hari ke hari. Hari ke
12 tekstur singkong empuk. Kemudian semakin empuk pada hari ke 15 dan
18. Berat singkong mengalami penurunan secara terus menerus, mulai 100 gr
→ 98 gr → 96 gr → 95 gr → 94 gr.
Tidak dikemas pada hari ke 7 tekstur singkong menjadi agak empuk, selain
itu warna singkong juga semakin gelap. Pada hari ke 15 dan 18 tekstur
singkong semakin empuk. Berat singkong mengalami penurunan pada hari ke
12, yaitu dari 91 gr menjadi 90 gr
4.3.3 Ubi Jalar
Berdasarkan hasil pengamatan ubi jalar pada suhu ruang yang berplastik,
terlihat perubahan organoleptik. Dari mutu awal yang kondisinya bagus, yaitu
berwarna coklat, berbentuk lonjong, permukaan kulit kering tekstur keras, aroma
khas serta berat ubi mencapai 89 gram. Sampai hari ke-18 warna tidak mengalami
perubahan, namun bentuk yang tadinya lonjong menjadi mengeras dan permukaan
kulit mulai hari ke-12 mulai keriput, dan pada hari ke-15 tekstur melembek. Aroma
hanya mengalami perubahan pada hari ke-4. Penyimpangan mulai terjadi pada
pengamatan ke-3 pada hari ke-12,disertai dengan penyusutan berat mencapai 2.2%,
yaitu dari 89 gr menjadi 87gr. Pada penyimpanan ubi jalar suhu ruang tanpa plastic
juga terlihat beberapa perubahan dari kondisi awal yang terlihat berwarna coklat,
berbentuk lonjong, permukaan kulit kering, tekstur keras, berbau khas dan berat
terbaca 150 gr. Warna dan aroma juga tidak nampak mengalami perubahan hingga
akhir pengamatan, namun bentuk mulai keriput, permukaan kulit mengering dan
tekstur melunak pada hari ke-12, dan berat mengalami penyusutan hingga akhir
pengamatan mencapai 20%. Dari berat awal 150 gr menjadi 118 gr.
Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin keadaan berplastik, terlihat
perubahan warna terlihat pada hari ke-4, warna semakin mencoklat. Bentuk tetap
sampai akhir pengamatan. Perubahan permukaan kulit juga terlihat pada pengamatan
hari ke-4 dari kering menjadi basah, penurunan bau terjadi pada hari ke-15 dan tidak
terjadi penyusutan sampai akhir pengamatan, berat konstan 172 gr. Penyimpanan
suhu dingin tanpa plastic , warna mencoklat pada hari ke-4, selain itu juga terjadi
penyusutan bentuk, perubahan permukaan kulit menjadi agak basah, tekstur melunak
juga terlihat pad hari ke-4. Penyusutan juga terjadi dari 80 gr mencapai 59 gr hingga
akhir pengamatan, dengan kata lain penyusutan mencapai 32.5 %. Perubahan-
Perubahan pada penyimpana suhu dingin ini di karenakan adanya Injury. Injuri dapat
terjadi pada saat didinginkan atau ketika dipindahkan ke suhu tinggi. Gejala
terjadinya injury dapat berupa :Perubahan warna, Membusuk, Pengerasan (hardcare),
Pemasakan abnormal, pengeriputan.
4.3.4 Mbote
Berdasarkan pengamatan penyimpanan mbote pada suhu kamar dengan
kondisi berplastik terlihat pada hari ke-7 terjadi perubahn warna dari coklat muda
menjadi coklat kehitaman, permukaan kulit terlihat mulai berjamur, tekstur melunak,
aroma berubah seperti tanah basah dan sampai akhir pengamatan bentuk menyusut,
permukaan kulit berjamur dan keriput serta tidak beraroma.Bentuk hanya berubah
pada pengamatan hari ke-15, bentuk bulat menyusut jika di bandingkan mutu awal,
berat menyusut dari 146 gr menjadi 135 gr di akhir pengamatan.. Sedangkan pada
suhu kamar keadaan terbuka (tanapa plastik) perubahan juga terlihat pada hari ke-7,
dari warna coklat muda menjadi coklat saja, tekstur berubah dari keras menjadi kisut,
serta permukaan kulit berubah dari kencang menjadi kering kisut. Sedangkan bentuk
hanya mengalami perubahan di akhir pengamatan yaitu dari bulat menjadi bulat
menyusut. Akan tetapi aromanya tidak mengalami perubahan hingga akhir
pengamatan, terjadi penyusutan berat dari 102 gr menjadi 8- gr di akhir pengamatan
(hari ke-15).
Pada penyimpanan Suhu dingin berplastik perubahan juga terlihat pada hari
ke-7 yaitu, warna dari coklat muda berubah menjadi coklat gelap sampai hari ke-15
berubah menjadi hitam pekat. Permukaan kulit juga berubah pada hari ke-7 mula-
mula kencang menjadi kasar, aroma menghilang dan terjadi penurunan berat dari 175
gr menjadi 156 gr. Sedangkan pada suhu dingin tanpa plastik warna tidak mengalami
perubahan hingga akhir pengamatan, pada hari ke-15 permukaan kulit berubah kasar
keriput, tekstur melembek, bentuk bulat menyusut serta mengalami penurunan berat
dari 112 gr menjadi 70 gr.
4.4 Pengamatan Telur
Pada pengamatan suhu ruang dengan perlakuan telur dilapisi minyak, terlihat
tenggelam dengan berat 52 gr. sebelum direndam, namun sesudah direndam posisi
telur berdiri dengan berat 50gr, dan juga terlhat posisi kuning telur tetap dengan
warna lebih terang pada saat setelah dilakukan perebusan. Pada perlakun dilapisi air
kapur dan air teh tidak diketahui hasil pengamatan ketika sebelum direbus karena
data hilang (kesalahan teknis). Telur dengan pelakuan air panas sebelum direndam
terlihat posisi telur berbaring sempurna didasar gelas dengan berat 59 gr, dan setelah
perendaman terlihat posisi telur berdiri tegak /mengapung dengan berat 51.5 gr dan
setelah dilakukan perebusan posisi kuning telur terlihat dibawah meminggir. Dan
rongga udara membesar. Sedangkan telur tanpa perlakuan di dalam air terlihat posisi
telur tenggelam mendatar dengan perubahan berat dari 56 gr menjadi 51 gr dan
setelah dilakukan perebusan posisi kuning telur terlihat dibawah meminggir.
Sedangkan pada perlakuan setelah perebusan kondisi teh dapat diamati dengan berat
awal 60 gr, posisi telur dalam air tenggelam sempurna sampai hari ke-21 berat sudah
menurun menjadi 52 gr dan kondisi telur rusak.
Sedangkan pada perlakuan suhu dingin kondisi dengan perlakuan dilapisi
minyak posisi telur dalam air tenggelam dengan berat 54 gr dan sesudah perendaman
posisi berdiri dengan berat 50 gr dan posisi kuning telur melebar ketika sesudah
perebusan. sedangkan pada air panas posisi telur berbaring sempurna didasar gelas,
dan mengapung setelah perendaman dengan berat awal 57 gr menjadi 51 gr, dan
terlihat posisi kuning telur meminggir di bawah setelah perebusan.dan pada telur
tanpa perlakuan posisi telur awal tenggelam mendatar, perubahan berat 56 gr menjadi
51 gr, setelah perebusan rongga udara membesar dan posisi kuning telur minggir ke
bawah. Pada telur yang dilapisi teh berat awal 62 gr dengan keadaan tenggelam
sempurna di air, penurunan berat terjadi pada hari ke-21 yaitu 55 gr dengan posisi
dalam air melayang.
4.5 Pengamatan Susu
4.5.1 Susu Segar
Susu segar yang kita amati diberi 3 perlakuan, yaitu diletakkan pada suhu
ruang, dingin dan beku. Mutu awal susu yang kita mati hampir sama yaitu warnanya
putih kekuningan, hampr kebiruan, viskositasnya encer, tidak menggumpal,
aromanya khas susus segar dan tingkat keasaman/PH 6. Untuk suhu ruang
mengalami perubahan warna pada hari pertama dar putih kekuningan hampir
kebiruan putih agak bening. Mengalami perubahan viskositas pada hari kedua dari
encer kental dan sudah menggumpal pada hari pertama aromanya juga menjadi
asam, kemudian PH-nya turun dari 6 menjadi 4 pada pengukuran hari ke-3.
Sedangkan susu suhu dingin warnanya cenderung tetap sampai hari ke-5,
viskositasnya mulai berubah pada hari ke-4 menjadi agak kental, tida k terjadi
penggumpalan, bau khas susunya mulai berkurang pada hari ke-4 tetapi baunya tidak
asam. Kemudian PH-nya tidak mengalami perubahan.
Susu segar suhu dingin warnanya mulai berubah pada hari kedua. Kemudian
menjadi beku pada hari ke-1 sehingga viskositas dan kestabilan emulsinya tidak
dapat diamati. Aromanya tidak berbau sejak hari ke-1 dan PH-nya naik menjadi 7.
Dari hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa susu segar yang diletakkan pada
suhu dingin menunjukkan mutu yang masih bagus jika dibandingkan suu yang
disimpan pada suhu ruang dan beku dengan lama penyimpanan yang sama.
4.5.2 Susu Evaporasi
Susu evaporasi yang disimpan pada suhu ruang, dingin dan beku dengan lama
penyimpanan yang sama terjadi perubahan sebagai berikut, susu evaporasi suhu
ruang mengalami perubahan dari putih kekuningan hampir kebiruan putih tetapi
ada beningnya, ada bebrapa gumpalan dan PH-nya turun menjadi lebih asam (5).
Sedangkan pada suhu dingin selama penyimpanan viskositasnya menjadi kental, agak
menggumpal baunya cenderung tetap dan PH-nya tidak mengalami perubahan. Untuk
susu evaporasi yang disimpan pada suhu beku wrnanya berubah menjadi putih
kekuningan, terbentuk kristal/ membeku, bau dan PH-nya tidak berubah.
4.6 Daging
4.6.1 Daging Sapi
Suhu ruang
Dibungkus plastik daging pada hari pertama sudah mulai mengalami
kerusakan dengan tanda berbau busuk dan warnanya berubah menjadi coklat.
Suhu dingin
Dibungkus plastik pada hari ke 2 daging sapi mulai mengalami perubahan
warna, yaitu warnanya menjadi merah tua. Pada hari ke 3 tekstur daging sapi
mulai tidak lentur dan agak mengeras pada hari ke 4. Pada hari ke 6 tekstur
daging sapi melunak kembali, terdapat bau busuk tapi tidak menyengat.
Mengalami penurunan berat pada hari ke 5, dari 22 gr menjadi 21 gr,
mengalami penurunan berat lagi pada hari ke 6 dari 21 gr menjadi 20 gr.
Suhu beku
Dibungkus Plastik pada hari pertama tekstur daging mulai mengeras dan
muncul kristal – kristal es. Pada hari ke 2 aroma daging mulai tidak tercium,
warna daging menjadi merah agak tua. Pada hari ke 5, warna daging menjadi
merah tua dan mulai tercium aroma busuk yang tidak menyengat.
4.6.2 Daging Unggas
Untuk daging unggas yang kami amati, semuanya dibungkus plastik akan
tetapi perlakuan yang kita bedakan adalah suhu penyimpanan, yaitu pada suhu
dingin, suhu beku dan suhu ruang. Mutu awal semua daging adalah baik. Untuk
daging yang disimpan pada suhu ruang, hari pertama sudah mengalami
penyimpangan aroma menjadi busuk, teksturnya lunak dan sudah tidak elastis.
Kemudian pada hari ketiga kami sudah membuang daging tersebut sehingga untuk
hari selanjutnya kami tidak bisa mengamati.
Daging suhu dingin mengalami perubahan warna pada hari ke-4 dari putih
kemerahan pucat. Aromanya juga mulai berubah pada hari ke-4 sedangkan
teksturnya mulai keras pada hari ke-2 dan hari berikutnya semakin keras. Dan sudah
mulai tidak elastis pada hari ke-2
Daging pada suhu beku mengalami perubahan warna pada hari ke-4 dari putih
kemerahan pucat. Aromanya tidak berbau. Teksturnya keras dan semakin keras
pada hari berikutnya kemudian sudah tidak elastis pada hari ke-1 hal ini karena ikan
membeku/ menjadi es. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat dilihat bahwa daging
yang paling awet adalah yang disimpan pada suhu beku.
4.7 Ikan
Untuk ikan yang kami amati, semuanya dibungkus plastik akan tetapi
perlakuan yang kita bedakan adalah suhu penyimpanan, yaitu pada suhu dingin, suhu
beku dan suhu ruang. Mutu awal semua ikan adalah baik. Untuk ikan yang disimpan
pada suhu ruang, hari pertama matanya sudah cekung dan berair, baunya sudsah
mulai mmembusuk teksturnya lunak dan sudah tidak elastis.
Ikan suhu dingin pada hari ke-4 kulitnya sudah berlendir, sedikit bau, tekstur
keras dan sudah tidak elastis.
Ikan pada suhu beku hari pertama berwarna putih abu- abu, mata cekung,
aroma tidak tajam, teksturnya keras dan semakin keras pada hari berikutnya
kemudian sudah tidak elastis pada hari ke-1 hal ini karena ikan membeku/ menjadi
es. Dan kondisi ikan tersebut cenderung tetap sampai hari terakhir pengamatan.
Sayuran dan Buah-Buahan
Kerusakan sayuran dan buah-buahan sering terjadi akibat benturan fisik, kehilangan air
sehingga layu, serangan serangga, dan serangan mikroba. Sayur-sayuran yang mudah rusak
misalnya adalah kubis, tomat, wortel, dan lain-lain.
Tanda-tanda kerusakan mikrobiologi pada sayuran dan buah-buahan antara lain adalah:
Busuk air pada sayuran yang disebabkan oleh pertumbuhan beberapa bakteri, ditandai
dengan tekstur yang lunak (berair).
Perubahan warna yang disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang membentuk spora
berwarna hitam, hijau, abu-abu, biru, hijau, merah jambu, dan lain-lain.
Bau alkohol, rasa asam, disebabkan oleh pertumbuhan kamir atau bakteri asam laktat,
misalnya pada sari buah.
KERUSAKAN BUAH
Menurut Hyodo (1991) kerusakan (stress) yang dialami oleh komoditas buah-buahan
dapat disebabkan oleh tiga hal yaitu; faktor fisik, kimiawi, dan bilogis. Faktor fisik dapat
berupa tekanan, suhu yang terlalu rendah (chilling injury-freezing injury), suhu yang terlalu
tinggi, dan komposisi gas atmosfer yang tidak sesuai (anaerob). Sedangkan faktor kimiawi
ialah disebabkan oleh polusi udara (ozon, sulfur dioksida, dll) serta pestisida berlebihan.
Adapun faktor biologis ialah disebabkan oleh berbagai jenis virus, bakteri, dan jamur.
Oleh Susanto (1994) lebih disempurnakan lagi bahwa kerusakan pada komoditas
buah-buahan dapat dibedakan menjadi beberapa tipe kerusakan yaitu; fisiologis,
mikrobiologis/biologis, mekanis, fisis, dan kimia. Kerusakan fisiologis merupakan kerusakan
yang disebakan oleh reaksi-reaksi yang dikatalisasi oleh enzim. Misalnya enzim yang
berkerja dalam reaksi katabolik (pembongkaran). Dengan adanya reaksi pembongkaran ini
maka jumlah energi yang terdapat pada jaringan buah menjadi berkurang. Akibatnya buah
lama-kelamaan menjadi rusak dan busuk. Tanda – tanda lainnya ialah penurunan berat,
tekstur, dan aroma.
b. Kerusakan mikrobiologis/biologis
Yaitu kerusakan akibat serangan jamur cemaran mikrobia yang sering menjadi penyakit pada
berbagai jenis buah. Misalnya infeksi laten antraknos pada berbagai macam buah-buahan
yang disebabkan oleh mikrobia Colletotrichum gloeosporiodes. Keadaan semacam ini akan
sulit diatasi, dan terus meningkat hingga terjadi pembusukan.
c. Kerusakan mekanis
Kerusakan ini terjadi apabila dalam proses pemanenan, transportasi, maupun pengangkutan
tidak dilakukan dengan hati-hati. Akibatnya akan menyebabkan buah menjadi luka pada kulit
luar dan memar. Dengan demikian maka akan semakin mempercepat kerusakan lainnya;
seperti kerusakan fisiologis maupun mikrobiologis karena mikrobia menjadi lebih mudah
masuk kedalam daging buah.
d. Kerusakan fisis
Kerusakan ini lebih banyak disebabkan oleh suhu penyimpanan yang telalu tinggi (heat
injury) atau terlalu rendah (chilling injury), yang masing-masing dapat menyebabkan
kerusakan, misalnya adanya noda/bercak-bercak cokelat pada bagian kulit buah. Selain itu,
pada penyimpanan yang terlalu rendah tingkat kelembabannya (< 85%), akan mempercepat
proses transpirasi, sehingga buah menjadi kusut dan teksturnya menurun.
e. Kerusakan kimiawi
Terutama berkaitan erat dalam proses pengolahan. Misalnya pada proses pengirisan buah apel
yang dibiarkan saja, maka akan timbul warna coklat akibat reaksi pencoklatan enzimatis
(enzim polifenol).
Selain kelima faktor diatas, sebenarnya masih satu lagi penyebab utama kerusakan
pada buah-buahan, terutama pada daerah-daerah yang masih menggunakan sistem tradisional
untuk proses pemanenan, yaitu dengan menggunakan sistem tebas, dalam hal ini, buah
langsung dipanen serentak tanpa peduli umurnya dan kematangan buah. Meskipun hal ini
dapat diatasi dengan mempercepat proses kematangan, akan tetapi kualitas (rasa, tekstur, dan
aroma) tetap lebih rendah. Selain itu, dengan dipanennya buah-buah yang masih muda, lebih
rentan terhadap kerusakan selama transportasi maupun penyimpanan (kerusakan mekanis).
Untuk proses pemasaran belimbing, diperlukan penanganan yang cepat dan tepat agar
kualitas belimbing tetap terjaga kesegarannya sebab komoditi pertanian, terutama buah-
buahan sangat rentan terhadap kerusakan, baik dari hama penyakit ataupun kerusakan akibat
transportasi. Buah belimbing memiliki kulit yang tipis bertekstur lunak dengan kadar air yang
tinggi dalam buah sehingga sangat mudah mengalami memar terhadap tekanan yang
menimpanya. Bentuk buahnya menyerupai bintang sehingga memerlukan penanganan lebih
agar bentuk buah tidak berubah sebab masalah yang sering dihadapi pada belimbing setelah
panen adalah keadaan tekstur yang mudah rusak akibat pengaruh mekanis dan membuat buah
mengalami goncangan selama proses pendistribusian. Memar pada buah akan mempengaruhi
laju respirasi pada setiap permukaan buah sehingga membuat tingkat kematangan buah
menjadi tidak merata dan terjadi pembusukan di beberapa bagian buah. Disamping tingkat
kematangan yang tidak merata, penentuan suhu penyimpanan pun menjadi kendala sehingga
menurunkan nilai jualnya karena belimbing yang menjadi matang selama proses
pengangkutan atau penyimpanan dalam kondisi lingkungan yang kurang baik akan
mengalami kerusakan buah, baik dalam penampakan, kepadatan, aroma maupun nilai gizi.
Kerusakan-kerusakan selama transportasi umumnya berupa memar, pecah, hancur, dan
mutunya tidak seragam
KERUSAKAN SAYUR
Mutu buah dan sayur dapat rusak oleh berbagai hal terutama disebabkan oleh aktivitas
mikroba. Kemasan yang biasa digunakan untuk pengemasan buah dan sayur adalah kemasan
plastik yang dibentuk sedemikian rupa. Kemasan plastik yang digunakan harus dapat
mengontrol udara dan uap air yang keluar masuk serta tahan terhadap kerusakan.
Pengemasan buah dan sayur sebaiknya menggunakan kemasan hermetis Selain itu, buah dan
sayur juga dapat mengalami kerusakan fisik akibat pengemasan yang kurang tepat dan
penanganan pascapanen yang tidak sesuai prosedur. Oleh sebab itu, peranan pengemasan
dalam menekan kerusakan mutu dan fisik buah serta sayur perlu diterapkan dengan baik.
Seiring bertambahnya waktu penyimpanan waktu buah menjadi sedikit lunak berait
dan ringan, pelunakan selama penyimpanan oleh penurunan sifat permeabilitas dinding sel
tang menyebabkan hilangnya kemampuan mengelembung sel. Penyimpanan buah yang
terlalu lama menyebabkan terjadinya pelunakan tekstur sebagai akibat perombakan molekul
glukosa. Akibat lain ini dari kehilangan permeabilitas ini adalah cairan sel dapat terlepas ke
ruangan eksrta seluler dan jaringan pembuluh.
Pada wortel kerusakannya yang disebabkan oleh jamur ditandai dengan noda
berwarna hitam, kelunakan, dan tekstur yang berair. Noda hitam disebabkan oleh
Stemphylium radicinum. Kontaminasi terjadi melalui infeksi pada persemaian atau tanah.
Kerusakan berawal dari luka dan umbi akar yang rusak, biasanya ditandai dengan noda hitam
dan bintik-bintik kering. Kerusakan tersebut dapat dikurangi dengan penanganan hati-hati
dan proses sortasi sebelum penyimpanan. Penyimpanan wortel pada suhu sekitar 0"C dapat
menghambat pertumbuhan Rhizopus. Wortel sebaiknya disimpan pada RH paling rendah
95%, karena kerusakan oleh jamur terjadi ketika umbi kehilangan kelembaban.
Adapun faktor-faktor penyebab kerusakan pada sayuran dibedakansebagai berikut:
• Bakteri, kapang dan khamir yang mengkontiminasi bahan pangan
• Enzim yang dapat berasal dari mikroba atau dari bahan pangan itu sendiri
• Serangga, parasit dan tikus
• Pemanasan dan pendinginan
• Kadar air
• Udara dan oksigen
• Sinar/cahaya
• Waktu
Aga r da pa t be r j a l an , s e t i ap r eaks i k imiawi dan enz ima t i s
membu tuhk an kond i s i lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH,
konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan f ak to r l a i nny a ) . Sebaga i
co n to h , m ik roo rgan i sme mem er l uka n s em ua kon d i s i yan g op t imum
un tuk be r l angs ung nya r ea ks i k imiawi dan enz ima t i s , dan j ug a
mem bu t uhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada
oksigen (aerobik/anaero- bik), beberapa vitamin dan sebagainya.
Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan
mikroorganisme pembusuk). Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui
bukaan-bukaan alami (stomata dan lentisel). Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan
volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan faktor eksternal atau factor-
faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).
Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan
cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi
mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk
terjadi melalui bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut.
Gangguan Patologis
Sayuran dan buah banyak mengandung air dan nutrisi yang sangat baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Supartha (2001), buah yang baru dipanen sebenarnya
telah dihinggapi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora), baik yang dapat
menyebabkan pembusukan maupun yang tidak menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme
pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya kerusakan fisik pada
sayuran atau buah, kondisi suhu, kelembapan dan faktor-faktor lain yang mendukung.
Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan faktor
pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.Mikroorganisme
pembusuk yang menyebabkan susut pasca panen buah dan sayuran secara umum disebabkan
oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan
produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi
pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak
baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada
sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri.
Pengaruh Buruk Kondisi Lingkungan
Suhu adalah faktor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran
dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai
tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan
optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh
terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat
buruk terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme
lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu.
Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah
panen.Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda
kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak
saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat
bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.
Daging dan Produk Daging
Daging mudah sekali mengalami kerusakan mikrobiologi karena kandungan gizi dan
kadar airnya yang tinggi, serta banyak mengandung vitamin dan mineral. Kerusakan pada
daging ditandai dengan perubahan bau dan timbulnya lendir. Biasanya kerusakan ini. terjadi
jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan juta (106 – 108) sel atau lebih per 1 cm2 luas
permukaan daging.
Kerusakan mikrobiologi pada daging terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri
pembusuk dengan tanda-tanda sebagai berikut:
Pembentukan lendir
Perubahan warna
Perubahan bau menjadi busuk karena pemecahan protein dan terbentuknya senyawa-
senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, dan senyawa lain-lain.
Perubahan rasa menjadi asam karena pertumbuhan bakteri pembentuk asam.
Ketengikan yang disebabkan pemecahan atau oksidasi lemak daging.
Pada daging yang telah dikeringkan sehingga nilai aw-nya rendah, misalnya daging
asap atau dendeng, kerusakan terutama disebabkan oleh pertumbuhan kapang pada
permukaan. Pada daging yang dikalengkan, kerusakan dapat di.sebabkan oleh bakteri
pembentuk spora yang kadang-kadang membentuk gas sehingga kaleng menjadi kembung.
Penyebab kerusakan :
enzimatis
oksidasi kimiawi
aktivitas microbial (pemotongan, penyembelihan)
mikroorganisme masuk ke dalam jaringan hewan (dipengaruhi oleh factor : isi/muatan
usus hewan, kondisi fisiologis hewan sebelum disembelih)
Kerusakan daging
a) Isi/muatan usus hewan
b) Kondisi fisiologis hewan
c) Metode penyemblihan
d) Kecepatan pendinginan
Kerusakan pada kondisi aerob akibat bakteri
a) Lendir di permukaan
b) Perubahan warna daging
c) Perubahan lemak
d) Fosforesensik
Bau atau rasa busuk Kerusakan aerob akibat khamir
a) Daging berlendir
b) Lipolisis
c) Bau busuk
d) Rasa asam
e) diskolorisasi
Kerusakan kondisi aerob akibat kapang
a) Lengket
b) Berambut
c) Bintik hitam
d) Bintik putih
e) Noda hijau
f) Dekomposisi lemak
g) Bau dan rasa menyimpang
h) Penyebab kerusakan pada daging segar :
Pseudemonas, Acinetobacter, Moraxella, Lactobacillus, Leuconostoc
Syarat mutu menurut SNI :
1. Daging punya kenampakan sesuai warna daging hewan tersebut
2. Tidak bau asam apalagi busuk
3. Daging masih elastis
Banyak f ak to r yang mempenga ruh i pe r t umbuhan
mik roo rgan i sme d i dalam daging, termasuk temperatur, kadar air /
kelembaban, oksigen, tingkatk e a s a m a n d a n k e b a s a a n ( p H ) d a n
k a n d u n g a n g i z i d a g i n g . D a g i n g s a n g a t m e m e n u h i
p e r s y a r a t a n u n t u k p e r k e m b a n g a n m i k r o o r g a n i s m e
t e r m a s u k mikroorganisme perusak atau pembusuk, karena daging
mempunyai kadar air yang t i ngg i ( k i r a -k i r a 68 -75%) , kaya akan za t
yang mengandung n i t r ogen , mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat
difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan
mikroorganisme dan mempunyai pHyang menguntungkan bagi sejumlah
mikroorganisme (5,3-6,5) (Soeparno, 1992).
P r o t e i n d a p a t m e n g a l a m i k e r u s a k a n k a r e n a p e n g a r u h
p a n a s r e a k s i kimiawi (asam atau basa) dan goncangan. Hasil degradasi
protein akibat reaksia s a m , b a s a a t a u e n z i m . E n z i m - e n z i m
t e r s e b u t a d a l a h p r o t e a s e , p e p t o n , polipeptida, peptida, asam
amino serta NH3. Komponen yang menimbulkan bau busuk adalah Shanol,
Putrescine dan H2S (Winarno, 1989). Daging yang busuk akibat bakteri
akan menyebabkan bau busuk, rasa asam serta akan membentuk gas. Bakteri
dalam daging busuk akan cepat membentuk H2S bila bereaksi denganmetmioglobin
akan menghasilkan warna coklat (Lawrie, 1995).
Ikan
Komponen utama daging ikan (pada saat hewan masih hidup disebut otot) yaitu air,
lemak dan protein. Kadar protein umumnya sekitar 15-20%, sementara kadar lemak sangat
bervariasi antara 0.5% sampai lebih dari 20% tergantung jenis ikan dan kondisi lingkungan.
Pada beberapa jenis ikan, lemak tidak disimpan didalam otot (daging) tetapi disimpan
didalam hati. Air merupakan unsur utama, dengan variasi sekitar 7-80%. Karbohidrat,
mineral, vitamin dan beberapa komponen larut air lainnya terdapat dalam jumlah sedikit.
Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Proses kerusakan ikan segar merupakan
proses yang agak kompleks dan disebabkan oleh sejumlah sistem internal yang saling terkait.
Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang
membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan
oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan
dibandingkan dengan daging mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah proses
rigor mortis selesai. Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya
yang rendah sehingga rigor mortis berlangsung lebih cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6.4–6.6, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung didalam perut ikan.
Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan menyebabkan bau busuk hasil
metabolisme protein.
Pada ikan hidup, makanan dalam saluran pencernaan diolah menjadi komponen-
komponen sederhana, seperti gula dan asam amino, yang diserap oleh darah. Darah mengirim
komponen-komponen ini kebagian tubuh yang membutuhkan, khususnya otot. Produksi
komponen-komponen ini diinduksi oleh enzim, yang ada didalam saluran pencernaan
maupun yang ada didalam otot. Setelah ikan mati, enzim-enzim ini masih tetap aktif.
Akibatnya, terjadi proses autolisis atau penghancuran diri sendiri yang akhirnya akan
mempengaruhi flavor, tekstur, dan penampakan ikan. Proses autolisis karena aktivitas enzim
ini dapat dilihat pada daging ikan. Secara fisik daging ikan yang telah mati (pasca mortem)
mula-mula akan kehilangan elastisitasnya (tahap pre-rigor), kemudian terjadi kekakuan
daging (tahap rigor-mortis) dan proses autolisis lebih lanjut akan menyebabkan daging
menjadi lunak atau lemas lagi (tahap post-rigor). Reaksi autolisis bisa berlangsung secara
cepat, misalnya pada ikan kecil berkadar lemak tinggi.
Kerusakan awal biasanya terjadi pada bagian perut, karena aktivitas enzim di dalam
saluran pencernaan dan menyebabkan pelunakan dibagian perut ikan. Sebagai contoh, proses
autolisis ikan sarden bisa berlangsung hanya beberapa jam setelah penangkapan. Kecepatan
proses autolisis sangat tergantung pada suhu. Penyimpanan ikan pada suhu dingin
(hanya sedikit diatas suhu beku ikan) walaupun tidak menghentikan proses autolisis tetapi
dapat memperlambat aktivitas enzim sehingga memperlambat kecepatan reaksi autolisis.
Selain penyimpanan dingin, aktivitas enzim bisa pula dikontrol dengan metode pengawetan
lainnya seperti penggaraman, penggorengan dan pengeringan. Aktivitas enzim akan terhenti
oleh proses pemanasan. Suhu tinggi akan mempercepat proses rigor mortis, karena
peningkatan suhu akan mempercepat reaksi biokimiawi. Untuk mempertahankan keawetan
ikan, maka proses rigor-mortis ini diperlambat selama mungkin agar pertumbuhan bakteri
dan reaksi enzimatis dapat dicegah. Pada tahap awal, mikroorganisme akan dijumpai pada
lendir permukaan, insang dan saluran pencernaan ikan. Waktu yang dibutuhkan
mikroorganisme untuk berpenetrasi dari kulit kedalam daging ikan bervariasi tapi
diperkirakan sekitar 3-4 hari.
Pertumbuhan mikroorganisme akan menyebabkan penyimpangan bau dan flavor.
Walaupun begitu, ikan segar sendiri jarang menyebabkan keracunan pangan karena sebelum
toksin terbentuk, pertumbuhan bakterinya cenderung membuat daging sudah tidak layak lagi
untuk dimakan. Perlu diperhatikan, ada banyak jenis mikroorganisme dan masing-masing
memiliki kondisi optimum untuk pertumbuhannya. Sehingga akan terlihat beberapa
mikroorganisme menjadi dominan, tergantung pada kontaminasi awal, sifat bahan pangan,
suhu dan kondisi lainnya. Dengan penyimpanan dingin pada suhu sekitar 00C, pertumbuhan
bakteri pembusuk akan berhenti/diperlambat dan kecepatan pembusukan dapat diperlambat.
Suhu ruang, ketersediaan air dan oksigen akan meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme.
Pada kondisi ruang, ketersediaan air dan oksigen mempunyai pengaruh yang besar pada
aktivitas mikrobiologi. Kecepatan proses kerusakan ikan selama pencairan es tergantung pada
kecepatan pencairan es (proses thawing). Jumlah es yang diberikan harus dapat
mempertahankan suhu ikan tetap pada 0°C dengan proses thawing cepat, akan memberikan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses thawing yang lambat. Proses thawing cepat
akan meminimalkan keluarnya cairan dan komponen larut air dari tubuh ikan. Jika ikan
kontak dengan permukaan seperti kayu, logam atau ikan lain, penyimpangan bau akan
meningkat. Tidak adanya oksigen pada kondisi ini menyebabkan peningkatan pertumbuhan
dan aktivitas bakteri anaerobik. Karena mikroorganisme merupakan penyebab utama
kerusakan ikan, maka kita harus memberi perlakuan-perlakuan khusus untuk menghindari
kondisi-kondisi yang mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Kecepatan pertumbuhan
mikroorganisme meningkat sangat cepat pada suhu tinggi dan kondisi yang tidak higienis.
Sehingga, untuk memperlambat kerusakan karena aktivitas mikroorganisme, ikan harus
didinginkan segera setelah penangkapan dan disimpan pada kondisi higienis. Beberapa
perubahan kimiawi yang disebabkan oleh aktivitas enzim, biasanya terjadi sebelum
berlangsungnya kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. Reaksi enzim ini terkait dengan
proses rigor mortis. Proses ini mengakibatkan terjadinya dekomposisi beberapa komponen
kimia, yang menyebabkan penyimpangan bau dan flavor ikan. Kerusakan protein dan
oksidasi lemak biasanya terjadi pada tahap akhir dari proses kerusakan ikan.
Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pada ikan yang belum
diolah adalah:
Pembentukan lendir pada permukaan ikan.
Bau busuk karena terbentuknya amonia, H2S dan senyawa-senyawa berbau busuk
lainnya. Perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada ikan laut
dibandingkan dengan ikan air tawar.
Perubahan warna, yaitu warna kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat.
Peruhahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya.
Ketengikan karena terjadi pemecahan dan oksidasi lemak ikan.
Penyebab kerusakan ikan :
1. Proses autolysis
2. Oksidasi
3. Aktifitas bakteri
Faktor yang mempengaruhi kerusakan ikan :
1. Jenis ikan
2. Kondisi ikan ketika ditangkap
3. Jumlah kontaminan bakteri
4. Suhu penyimpanan
5. Penggunaan antibiotik/desinfektan
Susu dan Produk Susu
SIFAT FISIK AIR SUSU :
1. Warna air susu :
Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang lain, tergantung dari bangsa
ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat dan bahan pembentuk warna. Warna air susu
berkisar dari putih kebiruan hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil
dispersi dari refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan calsium
phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat larut. Bila lemak
diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna kebiruan (Purnomo, 1985).
2. Rasa dan bau air susu :
Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam menentukan kualitas air susu. Air susu
terasa sedikit manis, yang disebabkan oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida,
sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Bau air susu mudah berubah dari bau yang sedap
menjadi bau yang tidak sedap. Bau ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang mudah
menyerap bau disekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat merubah bau air
susu (Anonymous, 2007).
3. Berat jenis air susu :
Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada air. BJ air susu = 1.027-1.035
dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex
susu adalah suatu daftar satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar
ini telah disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau
daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus ditetapkan 3 jam setelah
air susu diperah. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini
disebabkan oleh perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu (Van,
1981).
4. Kekentalan air susu (viskositas)
Seperti BJ maka viskositas air susu lebih tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya
berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan
susu segar 2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur ikut
juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan dalam pembuatan
mentega (Van, 1981).
5. Titik beku dan titik cair dari air susu :
Pada codex air susu dicantumkan bahwa titik beku air susu adalah –0.5000 C. Akan tetapi
untuk Indonesia telah berubah menjadi –0.5200 C. Titik beku air adalah 00 C. Apabila terdapat
pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat dilakukan pengujian
dengan uji penentuan titik beku. Karena campuran air susu dengan air akan memperlihatkan
titik beku yang lebih besar dari air dan lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100°C
dan air susu 100.16°C. Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu
dengan air (Van, 1981).
6. Daya cerna air susu :
Air susu mengandung bahan/zat makanan yang secara totalitas dapat dicerna, diserap dan
dimanfaatkan tubuh dengan sempurna atau 100%. Oleh karena itu air susu dinyatakan sangat
baik sebagai bahan makanan. Tidak ada lagi bahan makanan baik dari hewani terlebih-lebih
nabati yang sama daya cernanya denagn air susu (Winarno, 1995).
SIFAT KIMIA SUSU :
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus.
Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi
kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu
segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator penolptalin, total
asam dalam susu diketahui hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian besar asam yang ada dalam
susu adalah asam laktat. Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai
senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek, asam sitrat, asam-
asam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari
6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya
kolostrum ataupun pemburukan bakteri (Winarno, 1995).
Susu merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan karena susu
merupakan media yang sangat baik bagi mikrobia, sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. Kerusakan susu bisa menyebabkan
“defect susu”, misalnya “defect of flavor” atau “defect rancid flavor” (karena ketengikan),
“sunlight flavor” (karena susu terkena sinar matahari, sehingga sebaliknya susu dilindungi
dari sinar matahari dengan botol berwarna), dan lain-lain. Kerusakan susu dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu: faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi.
Perubahan Produk Secara Mekanis
Perubahan susu akibat faktor mekanis dapat berpengaruh pada perubahan produk baik
secara kimiawi, biokimiawi, maupun mikrobologis. Beberapa penyebab kerusakan susu
secara mekanis diakibatkan adanya kerusakan bahan pengemas susu dan juga proses
pengemsan yang tida sesuai standart mutu. Dengan adanya penyebab tersebut memungkinkan
susu menyerap cita rasa zat-zat yang ada disekitarnya, seperti cat, sabun, dan dari larutan
chlor (Buckle, 1987)
Perubahan Produk Secara Kimiawi
Perubahan kimia yang sering terjadi pada susu dikarenakan adanya penangan yang
salah pada pra maupun post produksi. Hal ini menimbulkan adanya migrasi unsur dari
kandungan yang terdapat pada susu. Sebab-sebab kimiawi yang terjadi disebabkan oleh
oksidasi lemak. Selain itu juga mengakibatkan adanya enzim-enzim yang mengubah susunan
asam amino sehingga menimbulkan kerusakan (denaturasi) pada susu (Saleh, 2006).
Disamping karena adanya perubahan unsur pada susu, migrasi dari bahan pengemas juga
dapat terjadi karena adanya pemuaian ataupun susunan partikel dari pengemas yang tidak
stabil saat kontak dengan bahan yang dikemas (Adnan, 1984).
Susunan protein di dalam susu sangat komplek dan merupakan protein bermutu
tinggi, karena dapat menyediakan asam-asam amino essensial (Winarno, 1990). Protein
air susu terbagi dalam dua kelompok utama yaitu kasein yang dapat diendapkan oleh asam
dan enzim proteolitik, lalu kelompok serat protein whey yang dapat mengalami denaturasi
oleh panas pada suhu kira-kira 65 0C (Buckle, 1987).
Perubahan Produk Secara Biokimia
Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-
buahan, daging dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini
dipanen atau dipisahkan dari induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air
yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan
terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi bahan (Ressang, 1988). Perubahan
secara biokimia yang biasa terjadi pada susu adalah ransiditas. Ransiditas (ketengikan)
diakibatkan karena adanya kegiatan enzim lipase pada lemak susu. Hal ini dikarenakan
penyimpanan yang terlalu lama. Munculnya curd akibat adanya perubahan enzimatis yang
dihasilkan oleh mikroba (Desrosier, 1988).
Perubahan Produk Secara Mikrobiologis
Bahan kemasan seperti logam, gelas dan plastik merupakan penghalang yang baik
untuk masuknya mikroorganisme ke dalam bahan yang dikemas, tetapi penutup kemasan
merupakan sumber utama dari kontaminasi. Kemasan yang dilipat atau dijepret atau hanya
dilapisi ganda merupakan penutup kemasan yang tidak baik (Buckle, 1987). Penyebab
kontaminasi mikroorganisme pada susu disebabkan karena adanya mikroorganisme yang
timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian
laktosa menjadi asam laktat sehingga pH menjadi turun dan hasil samping metabolik lainnya
yang mudah menguap (Winarno, 1990).
Mikroorganisme yang muncul pada susu dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah adanya ketidaksempurnaan proses pasteurisasi susu, sterilisasi susu yang
kurang maksimal, kebersihan peralatan yang digunakan, atau proses pengemasan yang tidak
sempurna. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kontaminasi
mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan dari
serangan mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis
kemasan yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah (Syarief, 1989):
1. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dariluar
kemasan ke dalam produk.
2. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk dengan
tutup (head space).
3. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas.
4. Perubahan rasa menjadi asam, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk
asam, terutama bakteri asam laktat dan bakteri E. Coli.
5. Penggumpalan susu, disebabkan oleh pemecahan protein susu oleh bakteri pemecah
protein. Pemecahan protein mungkin disertai oleh terbentuknya asam atau tanpa asam.
6. Pembentukan lendir, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembentuk lendir.
7. Pembentukan gas, disebabkan oleh pertumbuhan dua kelompok mikroba, yaitu bakteri
yang membentuk gas H2 (Hidrogen) dan CO2 (karbon dioksida) seperti bakteri koli
dan bakteri pembentuk spora, dan bakteri yang hanya membentuk CO2 seperti bakteri
asam laktat tertentu dan kamir.
8. Ketengikan, disebabkan pemecahan lemak oleh bakteri tertentu.
9. Bau busuk, disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pemecah protein menjadi senyawa-
senyawa berbau busuk.
Susu segar adalah susu dari sapi, kerbau, kuda, kambing atau domba yang sehat dan
tidak tercampur kolostrum.Syarat susu segar yang baik: mengandung tidak kurang dari 3,25
persen lemak susu dan 8,25 persen padatan bukan lemak, tidak mengandung tambahan air,
bahan tambahan pangan dan antibiotik, serta belum mengalami perubahan warna, bau dan
kekentalan. Memiliki citarasa paling baik dibanding susu cair yang telah diproses karena
kandungan asam lemak susu (asam butirat) masih bagus.
Susu segar yang akan diminum langsung sebaiknya diproses terlebih dulu supaya
aman. Caranya, dengan memanaskannya hingga mencapai suhu 70-80 derajat Celcius selama
5-10 menit. Jadi, jangan sampai mendidih agar emulsi susu tidak pecah.
Susu segar yang telah diproses harus segera diminum dan habis saat itu juga. Bila
disimpan dalam suhu ruang dikhawatirkan mikroba-mikroba yang ada di udara bebas akan
merusak susu tersebut. Masa simpan dalam suhu ruang tak lebih dari 2 jam. Bila disimpan
dalam lemari pendingin, kemungkinan mampu bertahan selama 12 jam. Namun usahakan
menggunakan wadah yang telah disterilisasi (dapat menggunakan gelas atau botol gelas yang
telah direbus). Mikroba yang berada di udara akan mencemari susu segar yang telah diperah.
Ini karena kondisi suhu udara dan tingkat kelembapan di Indonesia tinggi (rata-rata 28° - 30°
C)
Susu bubuk/evaporasi memiliki daya simpan yang jauh lebih lama dari susu cair,
bahkan bisa mencapai 1 tahun, dan tidak perlu disimpan dalam lemari es. Karena sudah
melalui tahapan proses yang cukup panjang, antara lain evaporasi, homogenisasi dan
pengeringan (spray drying atau freeze drying), kandungan nilai gizi yang terdapat dalam susu
bubuk lebih rendah dari susu cair segar. Sebagai usaha untuk ‘mengembalikan’ kadar nilai
gizinya agar menyamai gizi susu cair segar, seringkali susu bubuk ditambahi dengan bahan-
bahan lain, misalnya vitamin.
Pasteurisasi (yang dinamakan sesuai dengan penemunya, Louis Pasteur) adalah suatu
proses memanaskan produk (dalam hal ini, susu) dibawah titik didihnya, dengan tujuan untuk
membunuh semua mikroorganisme pathogen. Selain membuat susu menjadi aman
dikonsumsi manusia, pasteurisasi juga akan memperpanjang umur simpan dari susu karena
sebagian bakteri perusak/pembusuk susu juga mati. Pasteurisasi susu dapat dilakukan secara
LTLT (Low Temperature, Long Time) maupun HTST (High Temperature, Short Time).
Pasteurisasi LTLT artinya, susu dipanaskan pada suhu 63 oC selama 30 menit. Sedangkan
pasteurisasi HTST adalah memanaskan susu pada 72 oC selama 16 detik, setelah itu susu
didinginkan hingga 4 oC.
Susu pasteurisasi dapat bertahan selama 12 sampai 16 hari dari tanggal atau hari
pemrosesan, jika disimpan pada suhu yang ideal, yaitu 3o – 6 oC. Karenanya, susu
pasteurisasi harus disimpan dalam lemari es. Sebagai catatan, umur simpan selama itu
(sampai 16 hari) hanya untuk susu pasteurisasi yang belum dibuka. Setelah kemasan dibuka,
susu harus segera dihabiskan.
Pasteurisasi efektif membunuh bakteri-bakteri yang berpotensi patogenik di dalam
susu. Namun proses ini ternyata tidak dapat mematikan sporanya, terutama spora bakteri
yang bersifat termoresisten alias tahan terhadap suhu tinggi.
Telur dan Produk Telur
Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik maupun
kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat masuk ke dalam telur
melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran
ayam. Mikroba perusak yang dapat mendekomposisi bahan pangan ini antara lain
Pseudomonas (Rachmawan 2001), Aloaligenes (Moats 1980), Escherichia (Moats 1980,
Coufal et al. 2003), dan Salmonella (Coufal et al. 2003, Lu et al. 2003). Pseudomonas dapat
menyebabkan green rot, yaitu kerusakan telur yang ditandai dengan isi telur menjadi encer,
kadang-kadang dijumpai warna kehijauan, kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah
jambu keputih-putihan, putih telur kadang-kadang menjadi hitam, serta telur berbau busuk
dan rasanya agak asam (Rachmawan 2001). Bakteri ini juga menyebabkan kerusakan telur
yang disebut red rot yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada kuning telur, putih
telur menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati merah. Aloaligenes dan
Escherichia menyebabkan black rot, yaitu telur menjadi sangat busuk, isinya berwarna coklat
kehijauan, encer dan berair, serta kuning telur berwarna hitam.
Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur adalah Salmonella (Coufal et
al. 2003, Lu et al. 2003) Kontaminasi Salmonella di dalam telur, terutama oleh Salmonella
pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana bakteri ini masuk ke dalam ovum atau kuning
telur pada waktu ovulasi (Hartoko 2009). Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi
pada telur adalah penetrasi dari kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika
telur kemudian tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang
biak di dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan
untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam pada
penderita salmonellosis dan demam tifus.
Penyimpanan pada suhu kamar dapat menyebabkan telur mengalami penurunan berat,
pembesaran kantung udara di dalam telur, dan pengenceran putih dan kuning telur. Hal
tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk,
timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-
bintik hijau, hitam, dan merah), dan bulukan yang disebabkan oleh kapang. Pencucian telur
dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan
tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada
telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam
menggunakan air bersih yang hangat dan segera dikeringkan. Telur utuh yang disimpan
dalam keadaan bersih dan kering dapat bertahan dalam kondisi baik selama 3-4 minggu.
Setelah batas jangka waktu tersebut maka akan muncul tanda-tanda kerusakan secara
signifikan.
Produk olahan telur seperti tepung telur mudah dirusak oleh mikroba yang tahan
kekeringan seperti mikrokoki, spora bakteri, dan kapang. Pada umumnya, kandungan air
yang sedikit pada produk olahan telur akan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme.
Kandungan protein tinggi pada tepung telur terutama mudah dimanfaatkan mikroba
proteolitik seperti Pseudomonas dan Proteus. Munculnya penyakit akibat adanya
Pseudomonas bervariasi tergantung jenis dan toksik yang dihasilkannya.
Tanda-tanda kerusakan yang sering terjadi pada telur adalah sebagai berikut:
Perubahan fisik, yaitu penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur,
pengenceran putih dan kuning telur.
Timbulnya bau busuk karena pertumbuhan bakteri pembusuk.
Timbulnya bintik-bintik berwarna karena pertumbuhan bakteri pembentuk wama,
yaitu bintik-bintik hijau, hitam, dan merah.
Bulukan, disebabkan oleh pertumbuhan kapang perusak telur.
Pencucian telur dengan air tidak menjamin telur menjadi lebih awet, karena jika air
pencuci yang digunakan tidak bersih dan tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat
terjadinya kebusukan pada telur. Oleh karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang
tercemar oleh kotoran ayam menggunakan air bersih yang hangat.
Telur yang dicelupkan ke dalam air kapur bisa lebih awet karena kapur memiliki sifat
basa sehingga mencegah timbulnya mikroba. Kapur (CaO) akan bereaksi membentuk lapisan
tipis CaCO3. Kemudian CaCO3 yang terbentuk akan mengendap di lapisan telur, membentuk
lapisan tipis yang menutupi pori-pori. Pori-pori yang tertutup menyebabkan mikroba
menyebabkan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air serta
gas-gas lain lain dari dalam telur. Kapur juga mengahambat kenaikan pH kulit telur yang
dapat meghambat pertumbuhan mikroba.
Telur yang dicelupkan ke dalam air mendidih akan menyebabkan permukaan dalam
kulit telur menggumpal dan menutupi pori-pori kulit telur dari dalam. Pencelupan telur ke
dalam minyak goreng untuk menutupi pori-pori kulit telur. Sedangkan telur yang dicelupkan
ke dalam air teh juga bertujuan agar zat tanin yang terkandung dalam daun teh dapat
menutupi pori-pori telur agar mikroorganime yang menyebabkan kerusakan telur tidak bisa
masuk.
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang relatif lama bila
disimpan dalam ruangan dingin dengan kelembaban udara antara 80 – 90 % dan kecepatan
aliran udara 1 – 1,5 m/detik. Dalam hal ini telur disimpan sedekat mungkin di atas titik beku
telur yaitu -2 °C. Suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya CO2 dan air dari dalam
telur serta penyebaran air dari putih ke kuning telur. Untuk lebih menghambat hilangnya CO2
maka kadar CO2 di dalam ruang penyimpanan dapat ditingkatkan sampai 3 persen.
Umbi-Umbian
Kandungan utama umbi-umbian adalah karbohidrat, oleh karena itu kerusakan pada
umbi-umbian sering disebabkan oleh pertumbuhan kapang yaitu bulukan. Umbi-umbian
umumnya diawetkan dengan cara pengeringan, tetapi jika proses pengeringannya kurang baik
sehingga aw bahan kurang rendah, maka sering tumbuh berbagai kapang perusak pangan.
1. Bentuk, Ukuran dan Berat
Pada pengamatan ini dapat dilihat bahwa singkong berbentuk lonjong dengan
ujung yang mengecil dengan diameter rata-rata 2-4 cm. Singkong mempunyai panjang
rata-rata sekitar 18 cm. Hal ini menunjukkan bahwa bahan singkong yang digunakan
pada percobaan ini adalah bahan yang bukan dari bibit unggul. Dibuktikan dengan
panjang singkong yang diamati tidak mencapai panjang ubi kayu rata-rata yaitu 18 cm.
Ubi jalar bentuknya tidak seragam, ada yang berbentuk bulat, lonjong, atau
benjol - benjol, pada pengamatan kali ini bentuk ubi jalarnya adalah lonjong. Pada
umumnya ubi jalar lebih pendek dari pada ubi kayu dan diameternya juga lebih kecil
daripada ubi kayu. Secara fisik, kulit ubi jalar lebih tipis dibandingkan kulit ubi kayu dan
merupakan umbi dari bagian batang tanaman. Ubi jalar juga lebih ringan dibandingkan
dengan ubi kayu karena ukurannya yang lebih kecil.
Kentang (solanum tuberesum L) termasuk jenis tanaman sayuran semusim,
berumur pendek, dan berbentuk perdu atau semak. Tanaman kentang dapat tumbuh tegak
dengan ketinggian 0,5 meter-1,2 meter tergantung pada varietasnya. Secara kasat mata
dapat diketahui bahwa tanaman kentang lebih kecil daripada ubi kayu dan ubi jalar,
dengan panjang selain itu panjang dan diameternya juga lebih kecil. Yang berarti dari
ketiga bahan yang dicobakan kentanglah yang memiliki berat yang paling kecil.
2. Warna
Berdasarkan hasil pengamatan, daging singkong berwarna putih tulang ada juga
yang kekuningan dan kulitnya berwarna coklat. Warna kekuningan pada singkong ini
disebabkan karena adanya pigmen karotenoid, yaitu pigmen berwarna kuning jingga.
Warna kulit ubi jalar bervariasi dan tidak selalu sama dengan warna umbinya. Pada
umumnya warna kulit luarnya putih kekuningan atau merah keunguan. Warna daging
umbinya juga bermacam-macam, dapat berwarna putih, kuning, jingga, kemerahan atau
keabuan. Warna ini disebabkan oleh daging umbi mengandung pigmen warna merah
yaitu karotenoid.
Sedangkan warna daging umbi kentang adalah kuning, hal itu disebabkan
karena adanya pigmen anthoxianin pada daging umbinya yang memberikan warna
kuning pada kentang tersebut.
3. Kondisi
Umbi tidak tahan di simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala
kerusakan ditandai dengan munculnya sedikit warna kecoklatan pada bagian pinggir daging
umbi singkong di sisi sebelah kiri. Dimana proses ini disebut kepoyoan, yang diakibatkan
oleh reaksi pencoklatan secara enzimatis yang disebabkan oleh aktivitas enzim polifenolase.
Meskipun demikian daging singkongnya tetap kelihatan segar yang menandakan bahwa
singkong tersebut mengandung cukup pati dan serat.
Kerusakan yang terjadi pada umbi-umbian adalah terjadinya perubahan warna pada
daging ubi kayu segar menjadi coklat. Proses ini biasanya disebut kepoyoan. Proses
kepoyoan pada ubi kayu dapat diakibatkan oleh reaksi pencoklatan secara enzimatis yang
menyebabkan rasa ubi kayu menjadi pahit dan teksturnya mengeras.Kerusakan lain dapat
berupa kulit terkelupas, memar dan terpotong secara mikrobiologis ditandai dengan
pertumbuhan kapang disertai dengan timbulnya baud an perubahan warna. Secara kimia
disertai dengan perubahan warna kebiru- biruan, coklat serta kehitaman oleh enzim ataupun
bukan. Secara biologis ditandai dengan adanya bekas gigitan/lubang.Ubi jalar juga
merupakan umbi akar yang merupakan simpanan energi bagi tumbuhan tersebut. Bentuk
daunnya sangat bervariasi dari bentuk lonjong sampai bentuk seperti jari; dengan lekukan tepi
yang banyak dan dalam. Umbi jalar dapat berwarna putih, kuning, oranye sampai merah,
bahkan ada yang berwarnakebiruan, violet atau berbintik-bintik biru. Ubi yang berwarna
kunig, oranyesampai merah banyak mengandung karotinoid yang merupakan prekusor bagi
vitamin A.
Kentang.
Kerusakan pada kentang disebabkan oleh beberapa kapang seperti Ceratocystis fimbriata,
Rhizopus sp., Diaporthe batalis, Diplodia tuhericola dan Macrophomina phaseoli. Kerusakan
oleh kapang terjadi selama proses penyimpanan. Perlakuan panas direkomendasikan untuk
mengontrol laju infeksi ini. Infeksi terjadi melalui keretakan pada umbi atau luka lain.
Pencegahan terhadap kerusakan ini dapat dilakukan dengan penanganan secara hati-hati dan
sortasi.
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
5.1 KESIMPULAN
Suhu yang baik untuk menyimpan umbi-umbian adalah pada suhu ruang ( )
Suhu yang baik untuk menyimpan buah dan sayur adalah pada suhu dingin ( )
Suhu yang baik untuk menyimpan daging dan ikan adalah suhu beku ( )
Suhu yang baik untuk menyimpan telur adalah suhu dingin ( ).
Suhu yang baik untuk menyimpan susu adalah suhu beku ( ). Perlakuan susu
sebelum disimpan (pemanasan/pasteurisasi dll) mempengaruhi lama
penyimpanan.
Adanya suatu pembungkus (plastik, kertas) akan mempengaruhi lamanya
penyimpanan bahan pangan segar karena pembungkus dapat menghambat proses
respirasi.
Blanching dapat memperlama waktu penyimpanan bahan pangan segar.
Pengupasan pada sayur dan buah mempengaruhi lama penyimpanan.
5.2 SARAN
Simpan bahan pangan segar pada tempat/suhu yang sesuai agar tidak cepat rusak.
Untuk penyimpanan bahan makanan segar lebih baik dibersihkan/ dicuci terlebih
dahulu. Sedangkan untuk ikan sebaiknya dibersihkan dulu isi perutnya.
penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 2 minggu karena mutunya akan berubah
DAFTAR PUSTAKA
https://munggaranti.wordpress.com/2011/05/23/ibm-buah-dan-sayur/ (9 mei 2012 19: 01)