PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP SIGHAT TAKLIK …
Transcript of PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP SIGHAT TAKLIK …
i
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP SIGHAT TAKLIK
AKAD NIKAH DI KECAMATAN RAPPOCINI
KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Islam (S.H) Pada Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhshiyah)
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh :
NURJANA S, QUYLO
NIM : 105261100517
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
(AHWAL SYAKHSIYAH)
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1442 H/ 2021 M
ii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul : “Pandangan Masyarakat Terhadap Sighat Taklik Akad
Nikah di Kecamatan Rappocini Kota Makassar” telah diujikan pada hari Sabtu, 19
Ramadhan 1442 H / 01 Mei 2021 M, dihadapan tim penguji dan dinyatakan telah dapat
diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Islam (S.H) pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 21 Ramadhan 1440
01 Mei 2021
Dewan Penguji :
Ketua : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si. (……………….……)
Sekretaris : Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si. (…………………….)
Tim Penguji :
1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. (.............................. )
2. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. (.............................. )
3. Rapung, Lc., M.Hi. (.............................. )
4. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. (.............................. )
Disahkan Oleh :
Dekan Fakultas Agama Islam
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si.
NBM. 774 234
iii
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
BERITA ACARA MUNAQASYAH
Dekan Fakultas Agama Islam Makassar, setelah mengadakan sidang munaqasyah pada
hari Sabtu, 01 Mei 2021 M/ 19 Ramadhan 1442 H yang bertempat di Gedung Prodi
Ahwal Syakhsiyah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar Jln.
Sultan Alauddin No. 259 Makassar.
MEMUTUSKAN
Bahwa Saudara:
Nama : Nurjana S, Quylo
Nim : 105261100517
Judul Skripsi : Pandangan Masyarakat Terhadap Sighat Taklik Akad Nikah di
Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Dinyatakan : LULUS
Ketua, Sekretaris,
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si. Dr.AmirahMawardi,S.Ag, M.Si.
NBM: 774234 NBM: 774234
Dewan Penguji:
1. Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A. ( .......................................... )
2. Dr. Muh. Ali Bakri, S.Sos., M.Pd. ( .......................................... )
3. Rapung, Lc., M.Hi. ( .......................................... )
4. Hasan bin Juhanis, Lc., M.S. ( .......................................... )
Disahkan oleh:
Dekan FAI Unismuh Makassar
Dr. Amirah Mawardi, S.Ag, M.Si.
NBM: 774234
iv
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar
90222
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul skripsi : Pandangan Masyarakat Terhadap Sighat Taklik
Akad Nikah di Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Nama : Nurjana S, Quylo
NIM : 105261100517
Fakultas / Jurusan : Agama Islam / Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyah)
Setelah dengan seksama memeriksa dan meneliti, maka skripsi dinyatakan telah
memenuhi syarat untuk diajukan dan dipertahankan di hadapan tim penguji ujian
skripsi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiya Makassar.
Makassar, 27 Mei 2021 M
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Abbas , Lc., M.A Hasan bin Juhanis
NIDN: 0918107701 NIDN: 09111047703
v
FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
Kantor:Jl. Sultan Alauddin No.259 Gedung Iqra lt. IV telp. (0411) 851914 Makassar 90222
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Nurjana S, Quylo
NIM : 105261100517
Fakultas : Agama Islam
Program Studi : Ahwal Syakhsiyah (Hukum Keluarga)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya
penulis sendiri. Jika kemudian hari hal ini terbukti bahwa skripsi ini merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, dibuatkan atau dibantu semua sebagian secara langsung
oleh orang lain, maka skripsi dan gelar kesarjanaan yang diperoleh karenanya
batal karena hukum.
Makassar, 04 Mei 2021
Penyusun
Nurjana S, Quylo
Nim:105261100517
vi
ABSTRAK
Nurjana S, Quylo. 105261100517. Pandangan Masyarakat Terhadap Sighat Taklik
Akad Nikah di Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Pembimbing Abbas Baco
Miro dan Hasan Juhanis.
Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pandangan
masyarakat terhadap sighat taklik akad nikah di Kecamatan Rappocini Kota
Makassar. Pokok masalah tersebut selanjutnya dipisahkan ke dalam berbagai sub
masalah, yaitu: 1) Bagaimana hukum sighat taklik akad nikah dalam Islam?, 2)
Bagaimana pandangan masyarakat terhadap sighat taklik akad niakah di
Kecamatan Rappocini Kota Makassar?.
Metode penelitian ini merupakan bentuk penelitian sosial yang
menggunakan format deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai
fenomena.
Sighat taklik akad nikah adalah perjanjian talak gantung yang
dibacakan pihak suami setelah akad nikah atau yang sudah tercantum diakta nikah
dimana calon suami sudah mengetahuinya dan menyetujui perjanjian tersebut
ketika menandatanganinya.
Hukum sighat taklik adalah mubah, yakni boleh saja dilakukan karena
tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dan ketika sudah membacanya maka
suami harus menjaga hal tersebut jangan sampai di kemudian hari terjadi hal yang
demikian, maka suami harus terima jika isteri menggugatnya di kemudian hari
dengan alasan sighat taklik.
Banyak masyarakat yang setuju dengan sighat taklik akad nikah. Karena
dengan adanya sighat taklik ini hak-hak perempuan dilindungi dan memberikan
kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal talak, agar pihak suami tidak
sewenang-wenang meninggalkan isterinya dan memeberikan nafkah wajib kepada
isteri. Walaupun tidak dipungkiri ada juga yang tidak setuju dikarenakan sighat
taklik tidak mempunyai dalil dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Kata Kunci: Sighat, Taklik, Nikah
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat
iman, kesempatan, kesehatan, dan berbagai nikmat lainnya, serta segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
skripsi dengan judul ”Pandangan Masyarakat Tentang Sighat Taklik Akad Nikah
di Kecamatan Rappocini Kota Makassar” salah satu persyaratan penulis
memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH). Shalawat serta salam tak lupa
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw yang telah memperjuangkan
Aqidah kaum muslimin dari kegelapan menuju cahaya.
Dimaksudkan dalam penyusunan skripsi ini untuk memenuhi tugas akhir
perkuliahan sebagai wujud dari partisipasi penulis dalam mengembangkan serta
mengaktualisasikan ilmu yang telah penulis peroleh selama duduk di bangku
kuliah agar dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Skripsi yang penulis tulis ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya
bantuan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spritual yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan demikian penulis
ucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus kepada kedua
orang tua penulis Samarkandi Quylo dan Djaria Gafar yang selalu membantu
penulis dalam doanya, bahkan berbagai hal dalam urusan materi dan non materi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya serta penghormatan
kepada:
viii
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Bapak Prof. Dr. H
Ambo Asse, M.Ag. dan segenap pembantu Rektor yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menimba berbagai ilmu penegtahuan
terutama ilmu agama Islam di Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Syekh Muhammad bin Muhammad Al-Tayyib Khoory donatur AMCF
yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis
dalam menggunakan segala fasilitas yang ada di jurusan demi
menimba ilmu agama.
3. Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar
Dr Amirah Mawardi, S.Ag., M.Si. dan para wakil dekan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis belajar di Universitas
Muhammadiyah jurusan Ahwal Syakhsiyah
4. Mudir Ma’had Al-Birr H. Lukman Abdul Shamad, Lc., dan seluruh
jajarannya atas semua dan kerjasamanya
5. Ketua prodi Ahwal Syakhsiyah Dr. M. Ilham Muchtar, Lc., M.A yang
telah memberikan solusi atas masalah yang penulis hadapi dan
memberikan kemudahan setiap berurusan dengan beliau.
6. Dr. Abbas Baco Miro, Lc., M.A dan Hasan Juhanis, Lc., M.S Selaku
pembimbing I dan pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya untuk memberikan bimbingan, arahan dan motivasi
sehingga skripsi ini terselesaikan pada waktunya.
7. Seluruh dosen jurusan Ahwal Syakhsiyah yang telah mendidk,
membimbing, dan mengajarkan ilmunya kepada penulis selama
ix
menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar
jurusan Ahwal Syakhsiyah.
8. Seluruh staff di jurusan Ahwal Syakhsiyah yang telah mengizinkan
penulis menggunakan sarana guna kelancaran penyelesaian skripsi.
9. Kepala Kecamatan Rappocini Kota Makassar yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kec.
Rappocini Kota Makassar
10. Burhanudin S, Quylo, Maryatni S, Quylo, Kahrudin S, Quylo,
Yatnawati S, Quylo, Suriyanti S, Quylo, M. Irsad S, Quylo saudara
dan saudari penulis yang selalu memberi motivasi, nasehat, dan
materi kepada penulis agar tetap semangat dan selalu menghibur
penulis dalam menulis skripsi.
11. Sahabat penulis Dian Kurnia Sumarliya Muhlis dan Nanda Halid
yang selalu mengingatkan dan menyemangati penulis dalam
pembuataan skripsi.
12. Teman-teman seperjuangan di bangku kuliah kelas A dan B yang
sama-sama merasakan suka dan duka selama di bangku kuliah, dan
saling membantu ketika ada yang membutuhkan.
13. Risky Kiky Amaliya dan Rahmawati Samsul yang setia menemani
penulis di rumah, menemani penulis bimbingan dan mengantar
penulis ke tempat-tempat yang penulis pergi untuk mencari bahan
penulisan skripsi.
14. Masnaeni yang setia menemani penulis melakukan penelitian di
x
Kecamatan Rappocini Kota Makassar
15. Teman-teman sekontrakan yang selalu memberi semangat kepada
penulis
Makassar, 19 April 2021
Penulis
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL PROPOSAL ................................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... ii
BERITA ACARA MUNAQASYAH .............................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... v
ABTSRAK ....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Kajian............................................................................... 5
D. Manfaat Kajian............................................................................. 6
1. Manfaat Teoritas .................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ...................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 7
A. Pernikahan.................................................................................... 7
1. Pengertian Pernikahan ........................................................... 7
2. Hukum Pernikahan ................................................................ 8
3. Rukun dan Syarat Pernikahan................................................ 11
4. Hukmah Pernikahan .............................................................. 14
5. Hak Suami Istri ...................................................................... 16
B. Talak .......................................................................................... 23
1. Pengertian Talak .................................................................... 23
2. Hukum Talak ......................................................................... 23
3. Macam-Macam Talak ............................................................ 26
C. Taklik Akad Nikah dalam Islam ................................................ 30
1. Pengertian Sighat Taklik Talak Akad Nikah ......................... 30
2. Redaksi Akad Yang Disertai Dengan Syarat ......................... 32
xii
3. Redaksi Akad Yang Disertai Dengan Syarat ......................... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................... 38
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian .................................................. 38
1. Jenis Penelitian ................................................................. 38
2. Pendekatan Penelitian ....................................................... 39
B. Lokasi dan Objek Penelitian ........................................................ 39
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus Penelitian ........................ 39
D. Sumber Data................................................................................. 39
1. Data Primer ...................................................................... 40
2. Data Sekunder ................................................................. 40
E. Instrumen Penelitian .................................................................... 40
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 41
1. Observasi .......................................................................... 41
2. Metode Wawancara .......................................................... 41
3. Dokumentasi ..................................................................... 41
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ......................................... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN ..................................................................... 44
A. Profil Kecamatan Rappocini Kota Makassar ............................... 44
B. Hukum Sighat Taklik Akad Nikah Dalam Islam ......................... 46
C. Pandangan Masyarakat Terhadap Shighat Taklik Akad Nikah di
Kecamatan Rappocini Kota Makassar ........................................... 51
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 59
A. Kesimpulan.................................................................................. 59
B. Saran ............................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berpasang-pasangan merupakan pola hidup yang ditetapkan oleh
Allah swt, bagi umat-Nya sebagai sarana untuk memperbanyak keturunan dan
mempertahankan hidup setelah Dia membekali dan membersiapkan masing-
masing pasangan agar dapat menjalankan peran mereka untuk mencapai
tujuan tersebut dengan sebaik-baiknya.1 Allah swt berfirman dalam QS. Al-
Hujurat 49/13:
Terjemahnya:
Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Agar kalian saling kenal
mengenal.2
QS. An-Nisa 4/1:
Terjemahnya:
Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah)
menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya, dan dari keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak.2
1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Kairo: Daar El-Fath, 2015), h. 149 2 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h.
77
2
Pernikahan sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan jalan
pernikahan, pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat
sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan.
Pernikahan juga salah satu perintah agama kepada siapa saja yang mampu untuk
segera melaksanakannya. Karena pernikahan dapat mengurangi kemaksiatan, baik
dalam bentuk penglihatan ataupun perzinahan.3
Tujuan pernikahan antara lain untuk dapat keturunan dan untuk
ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Kesemuanya ini hanya
dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa perkawinan adalah untuk selamanya,
bukan hanya dalam waktu tertentu saja. Itulah prinsip perkawinan dalam islam
yang harus atas dasar kerelaan hati.4
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
disebutkan bahwa pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5
Pernikahan disyari’atkan berdasarkan firman Allah swt dalam QS. An-
Nur, 24: 32
Terjemahnya:
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan
juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
3 Dikutip dari Benny Suryanto dalam
http://eprints.walisongo.ac.id/5753/1/122111023.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2020 4 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), 5 Republik Indonesia Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
3
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi
kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberiannya), Maha Mengetahui.6
Nabi saw menganjurkan kepada setiap muslim untuk menikah, jika
mempunyai kemampuan baik secara lahir maupun batin sebagaimana Rasulullah
saw bersabda :
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Umar bin Hafsh, Rasulullah saw bersabda
kepada kami: Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah
mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih
dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa
itu baginya (menjadi) pengekang syahwat. (Riwayat Bukhari).
Sehubungan dengan hal tersebut, agar pernikahan terwujud dengan baik,
maka harus ada persetujuan dari kedua calon mempelai. Dalam melaksanakan
pernikahan, agama Islam mengatur tata cara yang harus dipenuhi, yaitu adanya
rukun dan syarat pernikahan.
Rukun dan syarat pernikahan sebagai berikut, (1) calon suami, (2) calon
isteri, (3) wali nikah, (4) dua orang saksi, (5) akad ijab dan qabul.
Akad adalah sebagai salah satu rukun, didalam hukum Islam perjanjian
disebut akad, yang berarti mengikatkan, menghubungkan atau menyambung.
Tujuan akad adalah melahirkan suatu akibat hukum. Istilah perjanjian pernikahan
6Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h.
354. 7 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Daar Ibnu
Katsir, 2002), h. 496.
4
didalam hukum Islam memang tidak dijelaskan secara detail, namun yang ada
adalah persyaratan pernikahan yang dapat diajukan dari pihak terkait, hal ini sama
halnya dengan perjanjian yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak
yang melakukan perjanjian, dalam artian pihak-pihak yang berjanji untuk
memenuhi syarat yang ditentukan.8
Al-Qur’an telah menjelaskan pentingnya untuk menepati janji-janji yang
telah kita buat. QS. Al-Isra’, 17: 34
Terjemahnya:
“Dan penuhilah janji, Sesungguhnya janji itu pasti dimintai
pertanggungjawabnya”.9
Fenomena zaman sekarang yang mana bentuk kehidupan berkeluarga di
masyarakat, tidak menutup kemungkinan terjadi pernikahan yang didasarkan
hanya atas kepentingan pribadi yang bersifat duniawi, seperti hanya untuk
memperoleh jabatan, status, kekayaan, dan kepentingan-kepentingan lainnya.
Setelah berlangsung kehidupan berkeluarga terjadi kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), suami yang pergi bertahun-tahun tanpa pamit/ijin dan tidak memberi
nafkah keluarganya, hal ini dapat menjadi faktor penyebab perceraian dalam
rumah tangga. Oleh karena itu untuk mencegahnya dapat dibuat suatu perjanjian
yang mengikat.
Pada dasarnya suatu perjanjian hendak tercapai dengan terdapatnya
8 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Edisi Refisi), (Jakarta:Rajawali Pers.
2013), h. 214. 9 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 286.
5
konvensi dari para pihak. Perjanjian pula mencuat dari kemauan para pihak untuk
membuatnya. Tetapi dalam realitanya terkait dengan perjanjian taklik talak
sebagai suatu perjanjian pernikahan, tampak seperti diharuskankan atas para pihak
yang melakukan pernikahan. perihal ini nampak dari terdapatnya diharuskan
mengucapkan sighat taklik talak oleh calon suami setelah akad nikah
dilangsungkan.10
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian yang
dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: PANDANGAN MASYARAKAT
TERHADAP SIGHAT TAKLIK AKAD NIKAH KECAMATAN
RAPPOCICNI KOTA MAKASSAR.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana hukum sighat taklik akad nikah dalam Islam ?
2. Bagaimana pandangan masyarakat Kecamatan Rappocini kota Makassar
terhadap sighat taklik akad nikah ?
C. Tujuan Kajian
Adapun tujuan masalah yang ingin dicapai berdasarkan rumusan masalah
yang ada, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hukum sighat taklik akad nikah dalam Islam
2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat kabupaten Rappocini kota
Makassar terhadap shighah taklik akad nikah
10 Mujahidin, Prespektif Yuridis terhadap Taklik Talak sebagai Perjanjian Perkawinan,
(Skripsi diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014)
6
D. Manfaat Kajian
Manfaat penelitianyang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritas
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pemikiran bagi
perkembangan ilmu hukum Islam dan memberikan manfaat dalam
masalah-masalah pernikahan, khususnya sighat taklik akad nikah. Selain
itu, bisa dijadikan bahan diskusi dan bacaan yang dapat menambah
wawasan tentang sighat taklik akad nikah. Dengan adanya penelitian ini,
diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian yang akan
datang.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tentang sighat taklik akad nikah kepada peneliti secara khusus dan kepada
masyarakat luas pada umumnya.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pernikahan
1. Pengertian Nikah
Nikah adalah akad atau perjanjian resmi yang menghalalkan pergaulan
dan persetubuhan, perkawinan sah secara hukum.11
Secara bahasa, kata nikah punya beberapa makna, diantaranya adalah
yang artinya hubungan kelamin atau hubungan seksual, nikah juga )الوطء)
diartikan (العقد) maksudnya sebuah akad, bisa juga bermakna ikatan atau
kesepakatan.12
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat memberikan
pengertian nikah sebagai berikut:
a. Ulama Hanafiyah mendefinisikan pernikahan atau perkawinan sebagai
suatu akad yang berguna untuk memiliki mut’ah dengan sengajah.
Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu akad
dengan menggunakan lafazh nikah atau zauj, yang menyimpan arti
memiliki.
c. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa perkawinan adalah suatu akad yang
mengandung arti mut’ah untuk mencapai kepuasan dengan tidak
mewajibkan adanya harga.
11Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Media
Pustaka Phoenix, 2012), h. 599 12 Ibnu Manzur Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqy al-Mishry, Lisan Al-
“Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1993), h. 625
7
8
d. Ulama Hanabilah mengatakan bahwa perkawinan adalah akad dengan
menggunakan lafazh nikah atau tazwij untuk mendapatkan kepuasan.13
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dipahami bahwa
pernikahan adalah suatu akad antara laki-laki dan perempuan atas dasar
kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan dengan
memenuhi rukun dan syarat nikah dan untuk menghalalkan hubungan
suami istri antara keduanya.
2. Hukum Pernikahan
Dalam Islam nikah disyariatkan berdasarkan dalil-dalil Al-Quran, As-
Sunnah dan ijma’ Ulama. Ayat yang menunjukkan nikah disyari’atkan adalah
firman Allah swt dalam QS. An-Nur, 24:32
Terjemahnya:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu,
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba
sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberiannya), Maha Mengetahui”.14
Adapun hadis Nabi saw yang menerangkan masalah ini adalah :
13 Mustofa Hasan, M.Ag, Pengantar Hukum Keluarga, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2011), h. 15 14 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 354. 15 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, h. 496
9
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Umar bin Hafsh, Rasulullah saw telah
bersabda kepada kami: Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu
yang sudah mampu menikah, maka menikahlah.
Berdasarkan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah, Islam menganjurkan
kaum muslimin yang mampu, untuk melakukan pernikahan. Namun demikian,
kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakannya, maka hukum
nikah berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain, di antaranya
sebagai berikut:
a. Wajib hukumnya manakala seseorang mengkhawatirkan dirinya
terjatuh ke dalam zina, sementara dia mampu memikul tanggung jawab
pernikahan dan nafkahnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya:
Telah bercerita kepada kami Umar bin Hafsh, Rasulullah saw telah
bersabda kepada kami: Wahai para pemuda, barangsiapa diantara
kamu yang sudah mampu menikah, maka menikahlah.
b. Sunnah hukumnya bila seseorang memiliki dorongan syahwat kepada
lawan jenis dan memiliki biaya menikah dan rasa tanggung jawab,
namun dia tidak mengkhawatirkan dirinya terjatuh kedalam perzinahan
ketika tidak menikah.17
c. Haram hukumnya bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan
tidak mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk
16 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, h. 496 17 Shalih bin Abdul Aziz Alu asy-Syaikh, Fikih Muyassar (terjemahan), (Jakarta:
Darul Haq,) h. 465-466.
10
melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga
apabila melangsungkan perkawinan akan terlantarkan dirinya dan
isterinya, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut
adalah haram.18 Allah swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah 2, 195 :
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam
kebinasaan...19
Termasuk juga hukumnya haram perkawinan bila seseorang
kawin dengan maksud untuk menelantarkan orang lain, masalah wanita
yang dikawini itu tidak diurus hanya agar wanita itu tidak dapat kawin
dengan orang lain.
d. Makruh hukumnya bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk
menahan diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat
zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini tidak mempunyai
keinginan seperti impoten, berpenyakitan yang kuat untuk dapat
memenuhi kewajiban suami isteri dengan baik.
e. Mubah hukumnya bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak khawatir
menelantarkan isteri. Perkawinan tersebut hanya didasarkan untuk
18 Abdurrahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 14-15 19 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 30
11
memenuhi kesenangan bukan dengan tujuan menjaga kehormatan
agamanya dan membina keluarga sejahtera. Hukum mubah ini juga
ditujukkan bagi orang yang antara pendorong dan penghambatnya
untuk kawin itu sama, sehingga menimbulkan keraguan orang yang
akan melakukan perkawinan, seperti mempunyai keinginan tetapi
belum mempunyai kemampuan, mempunyai kemampuan untuk
melakukan tetapi belum mempunyai kemauan yang kuat.20
3. Rukun dan Syarat Pernikahan
Rukun adalah sesuatu yang harus ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian
pekerjaan tersebut, seperti adanya calon pengantin laki-laki dan calon
pengantin perempuan dalam perkawinan. Syarat adalah sesuatu yang mesti ada
yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu
tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut.21
Rukun dan syarat menentukan perbuatan hukum, terutama yang
menyangkut dengan sah dan tidaknya perbuatan tersebut dari perbuatan
hukum. Dalam perkawinan rukun dan syarat tidak boleh tertinggal, dalam
artian perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah
sesuatu yang berada didalam hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang
mengujudkannya, sedangka syarat adalah sesuatu yang berada di luarnya dan
tidak merupakan unsurnya.22
20 Abdurrahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h. 15-16
21 Abdurrahman Ghazaly, Fikih Munakahat, h. 45. 22Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 87.
12
a. Rukun Pernikahan
Dalam memahami tentang jumlah rukun nikah, ada perbedaan pendapat
dikalangan para ulama atau imam madzhab, diantaranya menurut imam Hanafi
rukun nikah hanya ada dua, yaitu ijab dan qabul saja (yaitu akad yang
dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki).
Sedangkan imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu (1)
wali dari pihak perempuan, (2) mahar, (3) calon pengantin laki-laki, (4) calon
pengantin perempuan, (5) sighat akad nikah. Imam Syafi’i berkata bahwa
rukun nikah itu ada lima, yaitu (1) calon pengantin laki-laki, (2) calon
pengantin perempuan, (3) wali, (4) dua orang saksi, (5) sighat akad nikah.
Meskipun keduanya berpendapat sama tentang jumlahnya akan tetapi sedikit
berbeda pada penjelasan yang termasuk kedalam rukunnya. Imam Maliki
memasukkan mahar kedalam rukun sedangkan imam Syafi’i memasukkannya
kedalam syarat, begitu pula sebaliknya Imam Syafi’i menempatkan dua orang
saksi kedalam rukun sedangkan Imam Malik tidak menempatkannya kedalam
rukun.23
Dari beberapa perbedaan tersebut, Jumhur ulama berpendapat bahwa
rukun perkawinan ada lima yaitu:
1) Adanya calon suami
2) Adanya calon isteri
3) Adanya wali dari pihak isteri
23Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 61
13
4) Adanya dua orang saksi
5) Sighat akad nikah, ijab dan qabul
Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke
dalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad
perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung.
Dengan demikian, mahar itu termasuk ke dalam syarat perkawinan.24
b. Syarat Sah Pernikahan
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan.
Apabila syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu dianggap sah dan
menimbulkan adanya hak dan kewajiban suami isteri.
Secara rinci, masing-masing rukun menurut jumhur ulama tersebut
akan dijelaskan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Syarat-syarat calon mempelai pria, (a) bearagama islam, (b) laki-laki, (c)
jelas orangnya, (d) dapat memeberikan persetujuan, (f) tidak terdapat
halangan perkawinan.
2) Syarat-syarat calon mempelai wanita, (a) beragama islam, (b) perempuan,
(c) jelas orangnya, (d) dapat memberikan persetujuan, (e) tidak terdapat
halangan perkawinan.
3) Syarat-syarat wali nikah, (a) beragama islam (b) laki-laki, (c) dewasa, (d)
mempunyai hak perwalian, (e) tidak terdapat halangan perwalian.
4) Syarat-syarat saksi nikah, (a) beragama islam (b) baligh, (c) berakal, (d)
24Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 61
14
mendengar dan memahami ijab qabul, (e) sekurang-kurangnya dua orang
saksi, (f) adil, (g) merdeka dan melihat.
5) Syarat-syarat ijab qabul, (a) adanya pernyataan mengawinkan dari wali, (b)
adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria, (c) memakai kata-
kata nikah atau sebagainya, (d) antara ijab dan qabul bersambungan, (e) antara
ijab dan qabul jelas maksudnya, (f) orang yang terkait dengan ijab tidak
sedang melakukan ihram haji atau umrah, (g) majelis ijab qabul itu harus
dihadiri minimal empat orang, yaitu mempelai pria atau yang mewakilinya,
wali dari mempelai wanita atau yamg mewakilinya, dan dua orang saksi.25
4. Hikmah Pernikahan
Berikut ini beberapa hikmah dianjurkannya pernikahan
a. Pernikahan merupakan sarana terbaik untuk menyalurkan naluri
seksual manusia. Perniakahan menjauhkan manusia dari rasa gundah
dan gelisah, menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan, dan
mengarah hati kepada yang telah dihalalkan oleh Allah swt.26 Allah
swt berfirman dalam QS. Ar-Rum 30/21:
Terjemahnya:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung
25Ahmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), h 34. 26 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 156
15
dan merasa tenteram kepadanya, dan dia menjadikan di antaramu rasa
kasih sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.27
b. Perkawinan merupakan sarana terbaik untuk memperbanyak keturunan,
menjaga kelangsungan hidup, serta menghindari keterputusan nasb. Islam
sangat menekankan pentingnya nasab dan melindunginya.28
Dari Anas ra berkata... Rasulullah saw bersabda:... Nikahilah perempuan
yang lemah lembut dan dapat memberikan keturunan yang banyak, karena
aku akan membanggakan diri kalian kepada para nabi pada hari kiamat
dengan banyaknya jumlah kalian.
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari keturunan yang banyak,
sehingga setiap negara sangat memperhatikan dan berusaha untuk
memperbanyak penduduknya dengan memberikan penghargaan kepada
siapapun yang memiliki keturunan yang banyak.30
c. Dengan pernikahan, naluri keibuan dapat tersalurkan. Naluri itu
berkembang secara bertahap sejak masa kanak-kanak, begitu pula
perasaan kasih sayang dan kelembutan.
d. Tuntutan tanggung jawab pernikahan dan keinginan untuk mengayomi
keluarga dapat menjadikan seseorang bersemangat dan berusaha keras
dalam mengembangkan kreativitasnya. Ia akan bekerja untuk
27 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 408 28 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 156 29 Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr, Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Shagir
Lilbaihaqi, (Pakistan: Daar Al-Nasyr, 1989), h.10
30 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 157
16
memenuhi kewajiban dan kebutuhab rumah tangganya, hingga akhirnya
ia menjadi pekerja keras yang dapat menghasilkan kekayaan dan
produktif.
e. Dengan pernikahan, ada pembagian tugas yang jelas antara suami isteri,
baik di dalam maupun di luar rumah, berikut tanggung jawab yang
harus dipenuhi sesuai kemampuan masing-masing. Perempuan
bertanggung jawab untuk mengurus kebutuhan rumah tangga, mendidik
anak, dan menciptakan suasana yang kondusif yang dapat
menghilangkan penat suami setelah bekerja dalam memenuhi
kebutuhan rumah tangga.
f. Pernikahan menyatukan keluarga kedua pasangan, menumbuhkan
jalinan kasih sesama mereka, serta memperkuat ikatan sosial di dalam
masyarakat. Ikatan sosial inilah yang sangat dianjurkan dan didukung
oleh syariat Islam. Pada dasarnya, masyarakat yang solid dan saling
berkasih sayang adalah masyarakat yang kuat dan berbahagia.31
5. Hak Suami Isteri
a. Hak Bersama yang dimiliki suami istri
Hak yang dimilikinsuami istri adalah sebagai berikut:
1) Adanya kehalalan untuk melakukan hubungan suami istri
dan menikmati pasangan. Kehalalan ini dimiliki bersama
oleh keduanya. Halal bagi sang suami untuk menikmati dari
isterinya apa yang halal dinikmati oleh sang isteri dari
31 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 158
17
suaminya. Kenikmatan ini merupakan hak suami isteri dan
tidsk didapatkan, kecuali dengan peran serta dari keduanya.
2) Adanya keharoman ikatan perbesaran. Maksud dari itu,
sang isteri harom bagi ayah dari sang suami, kakek-
kakeknya, anak-anak laki-lakinya, serta anak-anak laki-
laki dari anak-anak laki-laki dan anak-anak
perempuannya, sebagaimana sang suami harom bagi sang
isteri, nenek-neneknya serta anak-anak perempuan dari
anak laki-laki dan anak-anak- perempuannya.
3) Tetapnya pewarisan antarkeduanya setelah akad
terlaksana. apabila salah seorang dari keduanya
meninggal setelah akad terlaksanakan, maka pasangannya
menjadi pewaris baginya, meski mereka belum melakukan
pencampuran.
4) Tetapnya nasab anak dari suami yang sah.
5) Pergaulan suami isteri dilakukan dengan cara yang patut
agar keduanya diliputi oleh keharmonisan dan dinaungi
oleh kedamaian.32 Allah swt berfirman dalam QS. An-
Nisa 4/19:
Terjemahnya:
32 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 313
18
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang
patut.33
b. Hak isteri atas suami
1) Hak yang bersifat materi
a) Mahar
Diantara bentuk pemiliharan dan pernghormatan islam
kepda perempuan adalah dengan memberikan hak kepadanya
untuk memiliki. Menetapkan mahar kepdanya, dan menjadikan
mahar sebagai haknya atas laki-laki, ayahnya dn orang yang
paling dekat dengannya tidak boleh mengambil sesuatupun
darinya, kecuali dengan ridho dan kehendaknya.34 Allah swt
berfirman dalam QS. An-Nisa 4/4:
Terjemahnya:
Dan berikanlah mas kawin (mahar) kepada perempuan
(yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh
kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepeda
kamu sebagian dari (mas kawin) itu dengan senang hati,
maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan
senang hati.35
Maksud dari ayat diatas adalah anjuran memberikan
mahar kepada perempuan sebagai pemberian yang
ditetapkan tanpa imbalan apapun. Kemudian, apabila
33 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 80 34 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 314 35 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 77
19
mereka memberikan sebagaian dari mahar setelah mereka
memilikinya tanpa pemaksaan, tanpa malu, dan tanpa tipu
daya, maka pemberin itu boleh diambil tanpa ada halangan
ataupun dosa.36
b) Perlengkapan rumah tangga
Pihak yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan
rumah secara syar’i dan melengkapinya dengan segala jenis
perabotan serta perlengkapan yang dibutuhkannya adalah
sang suami. Isteri tidak bertanggung jawab atas semua itu
berapapun jumlah mahar. Bahkan, seandainya ada tambahan
atas mahar, maka itu diberikan untuk perabotan. Mahar
berhak didapatkan oleh isteri sebagai kompensasi dari
kenikmatan yang didapatkan oleh suami darinya, bukan
untuk mempersiapkan perabotan bagi tempat tinggal suami
isteri kelak.
c) Nafkah
Maksud dari nafkah dalam hal ini adalah penyediaan
kebutuhan isteri, seperti makanan, tempat tinggal, pembantu,
dan obat-obatan, meskipun dia kaya. Nafkah merupakan
sesuatu yang wajib.37 Allah swt berfirman dalam QS. Al-
Baqarah 2/233:
36 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 313 37 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 326-327
20
Terjemahnya:
Dan kewajiban ayah menanggug nafkah dan pakaian
mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak
dibebani lebih dari kesanggupannya.38
QS. At-Thalaq 65/6:
Terjemahnya:
Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah
kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati
mereka). Dan jika mereka (isteri-isteri yang ditalak) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya.39
2) Hak yang Bersifat Nonmateri
a.) Hal pertama yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya
adalah memuliakannya, mempergaulinya dengan baik,
memperlakukannya dengan patut, mempersembahkan apa yang
dapat dipersembahkan kepadanya untuk menyenangkan hatinya,
38 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 560 39 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 559
21
di samping bersabar dalam menghadapi apa yang muncul
darinya.40 Allah swt berfirman dalm QS. An-Nisa 4/19:
Terjemahnya:
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut.
Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. 41
b.) Perlindungan
Wajib atas suami utnuk melindungi dan menjaga
isterinya dari segala sesuatu yang dapat menodai
kehormatannya, menjatuhkan harga dirinya, menghinakan
kemuliaanya, dan mencoreng nama baiknya di mata manusia.
c.) Persetubuhan dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
c. Hak suami atas isteri
1) Tidak memasukan orang yang tidak disukai suami ke dalam
rumah.
Diantara hak suami atas isterinya adalah agar sang isteri tidak
memasukkan seorangpun yang tidak disukai oleh suami ke
dalam rumahnya kecuali dengan izinnya.
2) Mendapat pelayanan dari isteri
40 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 341 41 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 80
22
Dasar yang diletakkan oleh islam bagi hubungan suami isteri
dan penataan hidup keduanya adalah dasar yang sesuai dengan
fitrah dsn tabiat. Laki-laki lebih mampu untuk bekerja,
berusaha, dan mencari nafkah di luar rumah. Sementara
perempuan lebih mampu untuk mengatur rumah, mendidik
anak, serta menciptakan faktor-faktor ketenangan dan
kedamaian tempat tinggal. Oleh karena itu, laki-laki dibebani
apa yang cocok dengannya dan perempuan dibebani apa yang
merupakan bagian dari tabiatnya. Dengan semua ini, rumah
tangga akan tertata dari sisi luar dan dalam, sehingga baik suami
maupun isteri tidak akan menemukan sesuatupun yang dapat
menyebabkan terpecahnya rumah tangga.
3) Menahan isteri di dalam rumah
Diantara hak suami adalah menahan isterinya di rumah
suami isteri dan melarangnya untuk keluar dari rumah tersebut
tanpa izinya.
4) Berpindah kediaman bersama isteri
Diantara hak suami adalah berpindah bersama isterinya
ketempat manapun yang dikehendakinya.42 Allah swt berfirman
dalam QS. At-Thalaq 65/6:
42 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h.367, h. 365
23
Terjemahnya:
Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah
kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka.43
5) Mendidik isteri ketika nusyuz (durhaka kepada suami)
Allah swt berfirman dalm QS. An-Nisa 4/34:
Terjemahnya:
Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan
nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka,
tinggalkanlah mereka ditempat tidur (pisah ranjang) dan
(kalau perlu pukullah mereka). Tetapi, jika mereka
menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari alasan
untuk menyusahkannya.44
Memberi nasihat kepadanya berarti mengingatkannya
kepada Allah, menyadarkannya akan kewajibannya untuk
menaati suami dan menunaikan hak suami.45
B. Talak
1. Pengertian Talak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) talak adalah cerai,
perceraian menurut Islam dari pihak laki-laki kepada bininya.46
Talak menurut bahasa adalah at-Takhaliyatu artinya melepas atau
43 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 556 44 Kemeterian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 84 45 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h.367 46Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 831
24
pelepasan. Sedangkan menurut istilah talak adalah melepaskan ikatan
pernikahan dan mengakhiri hubungan suami-isteri.47
2. Hukum Talak
Para ulama sepakat membolehkan talak. Bisa saja sebuah rumah
tangga mengalami keretakan hubungan yang mengakibatkan runyamnya
keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam keadaan kritis, terancam
perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa keuntungan sama sekali.
Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk menghindari dan menghilangkan
berbagai hal negatif tersebut denagan cara talak.48
Allah swt berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 231
Terjemahnya:
Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu mereka
mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang
baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula).49
Dalam hadits Rasulullah saw juga bersabda:
50
Artinya:
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:”Sesuatu yang
halal namun paling dibenci di sisi Allah adalah talak”.
47 Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 219 48 Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2004), h. 208 49 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 7 50 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Daar Al-Fikr,
1998), h. 175.
25
Artinya :
Tidak ada perkara halal yang lebih dibenci oleh Allah swt daripada
talak.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut bahwasanya perceraian atau talak
merupakan perbuatan halal atau boleh saja seorang suami menceraikan
isterinya akan tetapi hal tersebut dibenci oleh Allah swt.
Hukum talak berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi orang
yang menjatuhkan talak sebagai berikut:
a. Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami isteri lalu tidak ada
jalan yang dapat ditempuh kecuali dengan mendatangkan dua hakim
yang mengurus perkara keduanya. Jika kedua hakim tersebut
memandang bahwa perceraian lebih baik bagi mereka, maka saat
itulah talak menjadi wajib. Jadi sebuah rumah tangga tidak
mendatangkan apa-apa selain keburukan, perselisihan, pertengkaran
dan bahkan menjerumuskan keduanya dalam kemaksiatan, maka
pada saat itu talak wajib baginya.
b. Makruh, Talak itu dibenci karena dilakukan tanpa adanya tuntutan
dan sebab yang membolehkan. Dan karena talak semacam itu dapat
51 Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ab, Sunan Abi Daud, (Daar AL-Risalah Al-
Alamiyyah, 2009),
26
membatalkan pernikahan yang menghasilkan kebaikan yang
memang disunnahkan, sehingga talak itu menjadi makruh
hukumnya.
c. Mubah, Yaitu talak yang dilakukan karena ada kebutuhan. Misalnya
karena buruknya akhlak isteri dan kurang baiknya pergaulannya
yang hanya mendatangkan mudharat dan menjauhkan mereka dari
tujuan pernikahan.
d. Sunnah, Yaitu talak yang dilakukan pada saat isteri mengabaikan
hak-hak Allah swt yang telah diwajibkan kepadanya, misalnya shalat
puasa dan kewajiban lainnya, sedangkan suami juga sudah tidak
sanggup lagi memaksanya.52
3. Macam-Macam Talak
a. Talak Jelas dan Tidak Jelas
1) Talak jelas adalah talak yang menggunakan kata-kata jelas yang
menunjukkan makna talak, baik secara bahasa ataupun tradisi, seperti
ucapan suami kepada isterinya,”saya ceraikan kamu”.
2) Talak tidak jelas adalah talak yang menggunakan kata-kata tidak jelas,
ia bisa bermakna talak dan yang lainnya. Seperti ucapan suami kepada
isterinya, pulang ke rumah orang tuamu”.53
b. Talak Raj’i dan Ba’in
1) Talak Raj’i adalah talak yang bisa mengembalikan suami kepada
52 Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 209-210 53 Arif Munandar, Riswanto, Khazanah Buku Pintar Islam, (Palembang: Mizan
Pustaka, 2010), h. 90
27
isterinya yang di cerai tanpa harus melakukan akad baru karena
isterinya masih dalam masa iddah.54
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 229
Terjemahnya:
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, (setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik.55
Allah swt menjadikan rujuk sebagai hak suami selama masa iddah
belum habis. Karena itu, apabila suami ingin melakukan rujuk, tidak
ada persyaratan yang mengharuskan adanya persetujuan dan
pengetahuan dari isteri, ataupun kesepakatan dari wali, karena Allah
swt menjadikan rujuk sebagai hak mutlak bagi suami.56 Allah swt
berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 2: 228
Terjemahnya:
Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka
54 Arif Munandar, Riswanto, Khazanah Buku Pintar Islam, h. 90 55 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 386 56 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 428
28
dalam (masa) itu.57
2) Talak Ba’in
Talak ba’in terbagi menjadi dua macam yaitu:
a) Talak Ba’in Shugrah
Talak ba’in shugrah adalah talak yang tidak bisa
mengembalikan sumi kepada isterinya yang dicerai, kecuali
dengan akad dan mahar baru. Talak ini terjadi sebelum suami
mencampuri isterinya atau ketika isteri meminta cerai kepada
suaminya dengan syarat isterinya harus membayar kompensasi
harta kepada suaminya.58
b) Talak Ba’in Kubra
Talak ba’in kubra adalah talak yang menghilangkan pemilikan
mantan suami terhadap mantan isteri serta menghilangkan
kehalalan mantan suami untuk berkawin kembali dengan mantan
isterinya. Kecuali setelah mantan isterinya itu kawin dengan
laki-laki lain, telah berkumpul dengan suami keduanya itu telah
bercerai secara wajar serta selesai menjalankan masa iddahnya.
Talak ba’in kubra terjadi pada talak yang ketiga.59
Allah swt berfirman dalam QS.Al-Baqarah, 2: 230
57 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 386 58 Arif Munandar, Riswanto, Khazanah Buku Pintar Islam, h. 90 59 Abdul. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, h. 198
29
Terjemahnya:
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka
perempuan itu tidak lagi halal bagi baginya hingga dia kawin kawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.60
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia juga
menyebutkan pengertian talak ba’in kubra, talak ba’in kubra adalah
Talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat
dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan
itu dilakukan setelah bekas isteri, menikah dengan orang lain dan
kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.61
c. Talak Sunni dan Bid’i
1) Talak Sunni adalah talak yang sesuai dengan sunnah Nabi saw, seperti
talak yang dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci.62 Hal tersebut
berdasarkan firman Allah swt dalam QS. Al-Talaq, 65/1 :
Terjemahnya :
Wahai Nabi apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapinya).63
60 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 35 61 Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Pasal 120. 62 Arif Munanda Riswan, Khazanah Buku Pintar Islam, h. 90
63 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h.558
30
2) Talak Bid’i
Talak bid’i adalah talak yang tidak sesuai dengan sunnah Nabi saw,
seperti talak yang dijatuhkan ketika haid.64
d. Talak Sekarang, dikaitkan kepada syarat, dan dikaitkan kepada
waktu
1) Talak sekarang adalah talak yang tidak dikaitkan kepada syarat
atau waktu tertentu. Ia dimaksudkan agar terjadi pada waktu itu
juga. Seperti perkataan suami kepada isterinya,”aku ceraikan
kamu”.
2) Talak dikaitkan kepada syarat adalah talak yang terjadi jika terjadi
sebuah hal. Seperti ucapan suami kepada isterinya,” jika kamu
pergi ke rumah fulan , kamu aku ceraikan”.
3) Talak yang dikaitkan kepada waktu adalah talak yang terjadi jika
terkait dengan waktu tertentu. Seperti ucapan suami kepada
isterinya,”kamu akan aku ceraikan besok”.65
C. Taklik Akad Nikah Dalam Islam
1. Pengertian Sighat Taklik Talak Akad Nikah
Sighat dalam istilah fiqih adalah kata-kata atau ungkapan.66 Sedangkan
taklik bermakna perjanjian atau pernyataan. Talak bermakana cerai, perceraian
menurut Islam dari pihak laki-laki kepada bininya.67
64 Arif Munanda Riswan, Khazanah Buku Pintar Islam, h. 90 65 Arif Munanda Riswan, Khazanah Buku Pintar Islam, h. 90 66 Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 325 67 Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 831
31
Sighat taklik adalah ucapan suami berupa janji-janji kepada isterinya.
Biasanya diucapkan begitu selesai akad nikah, sebagai rasa tanggung jawab
dan kesungguhan menikahi sang isteri.68
Sedangkan menurut istilah taklik talak adalah menggantungkan
jatuhnya talak atas sesuatu hal. Maka talak jatuh bila hal itu terjadi.69
Menurut Sayuti Thalib, taklik adalah menggantungkan, dan
dihubungkan dengan talak sehingga berbunyi talak taklik akan mempunyai arti
suatu talak yang digantungkan jatuhnya kepada terjadinay suatu hal yang
memang mungkin terjadi yang telah disebutkan lebih dahulu dalam suatu
perjanjian atau telah diperjanjikan lebih dahulu. Ada kalanya kedua kata ini
dibalik letaknya. Disebut taklik talak, maksudnya sama saja. Sedangkan arti
katanya memang ada bedanya sedikit. Taklik talak ialah hal-hal atau syarat-
syarat yang telah diperjanjikan itu dilanggar oleh suami, maka terbukalah
kesempatan mengambil inisiatif untuk talak oleh pihak isteri, kalau ia
menghendaki demikian.70
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia pada pasal 1 poin e
menyebutkan bahwa taklik talak adalah perjanjian yang diucapkan calon
mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah
berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang
mungkin terjadi dimasa yang akan datang.71
Akad dalam KBBI adalah janji, perjanjian, perjanjian dalam
68 Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, h. 366. 69Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, h. 366. 70Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 106. 71Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 1 (e)
32
perkawinan.72 Sedangkan dalam istilah fiqih berarti ikatan. Jadi akad nikah
adalah ikatan perkawinan yang diikrarkan dengan kalimat-kalimat yang
telah ditentukan.73
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan sighat taklik akad nikah
adalah perjanjian talak gantung yang dibacakan seorang suami di saat
pernikahan atau yang sudah tercantum diakta nikah dimana calon suami
sudah mengetahuinya dan menyetujui perjanjian tersebut ketika
menandatanganinya.
Dalam pernikahan, ridanya laki-laki dan perempuan serta
persetujuan antara keduanya merupakan hal yang pokok untuk mengikat
hidup berkeluarga. Perasaan rida dan setuju bersifat kejiwaan yang tidak
dapat dilihat dengan jelas. Karena itu, harus ada perlambang yang tegas
untuk menunjukkan kemauan mengadakan ikatan bersuami isteri.
Perlambang itu diutarakan dengan kata-kata oleh kedua belah pihak yang
melangsungkan akad. Inilah yang merupakan sighat dalam pernikahan.74
2. Redaksi Akad Yang Disertai Dengan Syarat
Apabila akad nikah disertai dengan menyebutkan syarat; baik syarat
yang menegaskan maupun syarat yang bertolak belakang dengan tujuan
akad, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan perempuan, dan baik
yang sesuai dan melanggar syari’at, maka masing-masng memiliki hukum
tertentu yang dapat dirangkum sebagai berikut:
72 Tim Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), h. 19 73 Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 13 74 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999),
h. 73
33
a) Persyaratan Yang Harus Dipenuhi
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah hal-hal yang berupa pokok dan
tujuan pernikahan yang tidak mengubah ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Allah swt. Seperti syarat untuk menggauli isteri dengan baik,
memberi nafkah dan menempatkan isteri dengan baik serta tidak
mengurangi hak-hak yang semestinya didapatkan oleh isteri. Begitu juga,
syarat yang lumrah diajukan kepada isteri untuk berjanji bahwa ia tidak
akan keluar dari rumah, berpuasa, mempersilahkan orang lain memasuki
rumahnya, dan membelanjakan uang, kecuali atas izin dari suaminya.
3. Redaksi Akad Yang Disertai Dengan Syarat
Apabila akad nikah disertai dengan menyebutkan syarat; baik
syarat yang menegaskan maupun syarat yang bertolak belakang dengan
tujuan akad, baik yang bermanfaat maupun yang merugikan perempuan,
dan baik yang sesuai dan melanggar syari’at, maka masing-masng
memiliki hukum tertentu yang dapat dirangkum sebagai berikut:
b) Persyaratan Yang Harus Dipenuhi
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah hal-hal yang berupa pokok
dan tujuan pernikahan yang tidak mengubah ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. Seperti syarat untuk menggauli isteri
dengan baik, memberi nafkah dan menempatkan isteri dengan baik
serta tidak mengurangi hak-hak yang semestinya didapatkan oleh
isteri. Begitu juga, syarat yang lumrah diajukan kepada isteri untuk
berjanji bahwa ia tidak akan keluar dari rumah, berpuasa,
34
mempersilahkan orang lain memasuki rumahnya, dan membelanjakan
uang, kecuali atas izin dari suaminya.
c) Persyaratan Yang Tidak Perlu Dipenuhi
Persyaratan yang tidak perlu dipenuhi apabila akad nikah yang
dilakukan adalah sah, tapi persyaratan yang ada bertolak belakang
dengan tujuan nikah, maka hal itu tidak perlu dilaksanakan. Misalnya
syarat untuk tidak memberi nafkah kepada isteri, tidak berhubungan
badan, tidak membayar mahar, tidak tinggal bersama kecuali pada
malam hari, atau syarat bagi isteri, yaitu untuk menafkahi suami.
Syarat-syarat seperti ini sangat bertolak belakang dengan pokok dan
tujuan pernikahan sehingga syarat-syarat itu tidak sah dan tidak perlu
dipenuhi karena mengandung unsur untuk menggugurkan kewajiban
yang berlaku ketika seseorang menikah.
Pada dasarnya, akad yang dilakukan dengan menentukan
syarat-syarat seperti itu adalah sah. Hal yang tidak berlaku adalah
syarat-syaratnya (seperti syarat mahar dengan sesuatu yang
diharamkan) karena pernikahan dengan adanya akad adalah sah,
meski disertai dengan syarat-syarat yang tidak sah.
d) Persyaratan Yang Menguntungkan Bagi Perempuan
Persyaratan yang menguntungkan perempuan (isteri) semisalnya,
suami tidak akan memperbolehkannya keluar dari rumah atau tempat
tinggalnya, tidak akan mengajaknya bepergian, tidak akan menikahi
35
perempuan lain (tidak akan berpoligami), dan sebagainya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pernikahan seperti itu
adalah sah, sedangkan syarat-syarat yang diucapkan tidak berlaku.
Karena itu, suami tidak wajib untuk menepatinya. Itulah pendapat
ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, dan sebagian besar kalangan ulama
yang lain.75
Dalil yang mereka gunakan dalam mendukung pendapat
mereka adalah sebagai berikut:
1) Hadits Rasulullah saw
Artinya :
Dari Ibnu Wahbi dari Yunus. Syafi’i rahimahullah berkata: Telah
meriwayatkan darinya: “Umat Islam terikat oleh persyaratan yang
dibuatnya, kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal.
Para ulama mengatakan, “Syarat-syarat yang disebutkan tersebut
merupakan perilaku mengharamkan sesuatu yang dihalalkan. Poligami,
bersosialisasi, dan bepergian merupakan kegiatan yang halal menurut agama”.
Para ulama mengatakan,” Syarat-syarat yang di tetapkan tidak memberi
manfaat ataupun pengaruh, baik terhadap akad yang dilaksanakan maupun anjuran
yang ada didalamnya.
75 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 200-201 76 Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Kubra, (
Bairut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003), h. 405
36
Sebagian ulama berpendapat bahwa syarat-syarat yang telah ditetapkan
didalam akad harus dipenuhi. Apabila hal itu tidak dipenuhi maka pernikahan
harus dibatalkan atau difaskh. Inilah pendapat Umar bin Khaththab, Sa’ad bin
Waqqas, Muawiyah, Amr bin ‘Ash, Umar bin Abdul Aziz, Jabir bin Zaid,
Thawuz, Auza’i, Ishaq dan Hanabilah.77
Berikut ini merupakan dalil yang mereka gunakan:
1). Allah swt berfirman dalam QS. Al-Maidah 65/1:
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji...”78
Artinya:
Dari Uqbah bin Amir Al-Juhaniy berkata: Rasulullah saw bersabda:” Syarat
yang paling utama untuk dilaksanakan adalah syarat yang ditetapkan di dalam
pernikahan.
Artinya:
77 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 202 78 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 106 79 , Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr Al-Baihaqi, Al-Sunan Al-Shagir
Lilbaihaqi ( Pakistan: Daar Al-Nasyr, 1989), h. 81 80 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, h. 190
37
Dari Uqbah bin Amir ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Syarat yang paling
utama untuk dilaksanakan adalah syarat yang ditetapkan di dalam pernikahan.
Syarat itu harus dilaksanakan, didalam penetapannya ada unsur manfaat dan
tujuan yang tidak bertantangan dengan tujuan pernikahan. Karena itu, pernikahan
dengan syarat seperti itu diperbolehkan, sebagaimana persyaratan yang
disampaikan oleh seorang perempuan kepada laki-laki untuk menambah jumlah
mahar.
Ibnu Qudamah menegaskan pendapat kelompok kedua dan menafikan
kelompok pertama. Dia berkata, “Perkataan seorang sahabat Rasulullah saw.
Yang tidak seorangpun menentangnya pada masanya dapat dikategorikan
sebagai ijma’.81
Artinya:
Dari Aisyah ra berkata: ... Rasulullah saw bersabda... Apapun bentuk syarat
yang tidak sesuai dengan Kitab Allah, maka syarat itu batal sekalipun seratus
kali persyaratan.
Hadits di atas menyebutkan segala bentuk syarat yang tidak diatur oleh
syariat. Syarat dan pelaksanaan atas hal itu disyariatkan di dalam agama,
sebagaimana telah dipaparkan dalil-dalil yang menunjukkan adanya aturan itu.
Adapun terhadap kelompok yang menentang dan menafikan aturan itu, maka dalil
81 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 203 82 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, h. 73
38
di atas adalah dalil-dalil yang menentang pendapat mereka.83
Alasan mereka bahwa syarat yang ditetapkan akan mengharamkan sesuatu
yang halal, maka menurut kami, sayarat itu tidak memiliki unsur pengharaman
atas sesuatu yang halal sehingga perempuan itu memiliki hak untuk melakukan
fasakh apabila suaminya tidak menepati atau melaksanakan syarat yang telah
diperjanjikan.84
83 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 203 84 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 203
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, suatu penelitian kontekstual
yang menjadikan manusia sebagai instrumen, dan disesuaikan dengan situasi yang
wajar dalam kaitannya dengan pengumpulan data yang pada umumnya bersifat
kualitatif.85
Metode kualitatif ini merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dan prilaku yang dapat diamati.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan kondisi dan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Penelitian ini tidak mengutamakan
besarnya populasi atau sampel bahkan populasi atau sampel sangat terbatas. Jika
data sudah terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan kondisi dan
fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya, karena yang
ditekankan adalah kualitas data.86
Penelitian ini merupakan bentuk penelitian sosial yang menggunakan
format deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan,
meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena.87
85 Lexy.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 3 86 Rachmat Kriantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 56-
57 87 Burhan Bungin, Peneliti Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 68
40
2. Pendekatan Peneltian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandangan
masyarakat dalam memahami shighat taklik akad nikah
B. Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini berlokasi di kecamatan Rappocini kota Makassar.
C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus Penelitian
1. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah kepada pandangan masyarakat terhadap
shigat taklik akad nikah
2. Deskripsi Fokus Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah pandangan
masyarakat terhadapa shighat taklik akad nikah di kecamatan Rappocini
kota Makassar.
D. Sumber Data
Data adalah sekumpulan keterangan atau bahan yang dapat dijadikan
dasar jalan analisis atau kesimpulan. Sedangkan sumber data disini adalah subjek
darimana data diperoleh. Sumber data dalam sebuah pnelitian adalah subjek
darimana data diperoleh apabila peneliti menggunakan wawancara dalam
pengumpulan data, maka sumber data yang penulis gunakan adalah berpa
resonden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
peneliti, pertanyaan tertulis maupun lisan.
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
41
1. Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung dari
sumber asli yang dalam hal ini diperoleh atau dikumpulkan dari lapangan oleh
orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh bersumber dari masyarakat yang berada
di Kecamatan Rappocini Kota Makassar.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-
sumber yang telah ada. Data tersebut diperoleh dari perpustakaan atau laporan-
laporan penelitian terdahulu yang berbentuk tulisan. Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari Al-Qur’an, Hadits, Buku-buku, dan jurnal yang
berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
E. Instrumen Penelitian
Menurut Suharsimi Arikunto, instrument penelitian merupakan alat bantu
dalam mengumpulkan data. Pengumpulan data pada prinsipnya merupakan suatu
aktifitas yang bersifat operasional agar tindakannya sesuai dengan pengertian
penelitian yang sebenarnya, Data merupakan perwujudan dari beberapa informasi
yang sengaja dikaji dan dikumpulkan guna mendeskripsikan suatu peristiwa atau
kegiatan lainnya. Data yang diperoleh melalui penelitian akan akan diolah
menjadi suatu informasi yang merajuk pada hasil penelitian nantinya. Oleh karena
itu, dalam pengumpulan data dibutuhkan beberapa instrument sebagai alat untuk
mendapatkan data yang cukup valid dan akurat.
42
Dalam penelitian ini penelitian lapangan yang meliputi observasi dan
wawancara dengan daftar pertanyaan yang telah disediakan, dibutuhkan alat
perekam dan alat tulis-menulis berupa buku dan pulpen.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Observasi yaitu mencari data dengan riset langsung ke lapangan.
Dalam hal ini peneliti mengadakan observasi secara langsung yaitu
melakukan pengamatan kepada Masyarakat yang ada di Kabupaten
Rappocini Kota Makassar.
2. Metode Wawancara
Metode Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, yaitu
percakapan yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Komunikasi ini
dilakukan secara langsungoleh pihak yang membutuhkan informasi
dengan pihak lainuntuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dengan
cara ini kita dapat menggali informasi lebih mendalam karena segala
sesuatu yang tidak diphami dapat ditanyakan secara langsung. Dalam hal
ini, penulis memperoleh informasi dari masyarakat yang ada di
Kabupaten Rappocini Kota Makassar.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pencarian pengumpulan dan
penyediaan data sebagai bukti akurat untuk memperkuat informasi yang
43
telah diperoleh. Dokumentasi ini bisa berupa gambar ataupun dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh saat penelitian
sedang berlangsung.
G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Data
yang akan disajikan dalam bentuk narasi kualitatif yang dinyatakan dalam bentuk
verbal yang diolah menjadi jelas akurat dan sistematis.88
Analisis data adalah proses pengumpulan data secara sistematis untuk
mempermudah peneliti dalam memperoleh kesimpulan. Dari semua data yang
telah diperoleh dari lapangan saat penelitian, kemudian penulis menganalisis
dengan menggunakan analisa kualitatif untuk menggambar keadaan atau
fenomena yang terjadi. Dalam hal ini, penulis mempergunakan teknik seperti
seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.89
a. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan , pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
b. Analisis Perbandingan, dalam teknik inipeneliti mengkaji data yang telah
diperoleh dari lapangan secara sistematis dan mendalam, kemudian
membandingkan data tersebut satu sama lain.
c. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakan.
88 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yokyakarta: PT Lkis, 2008), h. 89 89Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (ter), (Jakarta: UI-
Press, 1992), hlm 18-19.
44
Proses penyajian data ini mengungkapkan secara keseluruhan dari
sekelompok data yang diperoleh agar mudah dibaca dan dipahami.
d. Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan langkah terakhir dalam
menganalisis data kualitatif, setiap kesimpulan awal masih kesimpulan
sementara yang akan berubah bila diperoleh data baru dalam pengumpulan
data berikutnya. Kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh selama
dilapangan diverifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara
memikirkan kembali dan meninjau ulang catatan lapangansehingga
berbentuk penegasan kesimpulan.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Profil Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Kecamatan Rappocini adalah salah satu kecamatan yang berada di kota
makassar, dengan luas wilayah 9,23 km2, kelurahan yang berada di
kecamatan Rappocini sebanyak 11 Kelurahan.
Tabel 4.1 Data geografis Kecamatan Rappocini dan potensi wilayah pada
masing-masing wilayah kelurahan tahun 2020
No Nama Kelurahan Luas (M2) Potensi Wilayah
1 Banta-Bantaeng 12,7 Permukiman, Rumah Makan,
Perkantoran, Pendidikan, Rumah
Sakit, Hotel, Cafe
2 Bonto Makkio 24 Permukiman, Rumah Makan,
Lapangan Olahraga
3 Kassi-Kassi 73,78 Permukiman, Rumah Makan,
Rumah Sakit, Warkop
4 Mappala 105 Permukiman, Rumah Sakit,
Pendidikan, Cafe
5 Tidung 114.8 Permukiman, Pendidikan,
Rumah Makan, Hotel,
Perdagangan
6 Gunung Sari 105 Permukiman, Kantor,
Pendidikan, Cafe
7 Karunrung 15.2 Permukiman, Pendidikan, Cafe
8 Rappocini 36 Permukiman, Pendidikan,
Rumah Makan, Cafe
9 Minasa Upa 10.17 Permukiman, Pendidikan,
Rumah Sakit, Rumah Makan,
Cafe
10 Buakana 70.4 Permukiman, Bengkel, Cafe,
Salon
11 Balla Parang 60.85 Permukiman, Pendidikan,
Perkantoran, Rumah Sakit Ibu &
Anak, Rumah Makan, Cafe
46
Dari 11 kelurahan tersebut terdapat 107 RW dan 573 RT, jumlah
penduduk sebanyak 191,193 jiwa di tahun 2020 dan kepadatan penduduk
10,32 jiwa km2, jumlah rumah tangga sebanyak 9596, pegawai 81 orang, unit
usaha sebanyak 180 unit. 90
Tabel 4.2 Daftar Agama dan Jumlah Tempat Ibadah
No Agama Jumlah Tempat
Ibadah
Pemeluk
1. Islam 107 Masjid 90%
2. Katolik 5 Gereja
3. Protestan
4. Hindu
5. Budha
Penganut Agama yang ada didalamnya yaitu Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, dan Budha. Penganut agama terbanyak adalah Islam dimana 90%
penganutnya, terdapat tempat ibadah yang berjumlah 107 Masjid dan 5
Gereja.
Tabel 4. 3 Sarana Pendidikan
No Sarana Pendidikan Bangunan
1. Taman Kanak-Kanak 84 Sekolah
2. Sekolah Dasar 51 Sekolah
3. SMP/SLB 24 Sekolah
4. SMA/SMK/MA 28 Sekolah
5. ST/UNIV 17 Kampus
90 Di kutip dari https://integrasidata.id/data/data-geografis-kecamatan-rappocini-potensi-
wilayah-pada-masing-masing-wilayah-kelurahan-tahun-2020/. Diakses pada tanggal 13 Maret
2021
47
Tabel 4.4 Sarana Kesehatan
NO Sarana Kesehatan Bangunan
1. Rumah Sakit 2 unit
2. Poliknik
3. Puskesmas 3 unit
4. Dokter Praktek
5. Bidan Praktek
Tabel 4.5 Sarana Kebersihan91
No Sarana Kebersihan Jumlah
1 Kontainer 13 Unit
2 Gerobak Sampah 22 unit
3 TPS Permanen 2 Lokasi
4 TPS Terbuka 10 Lokasi
B. Hukum Sighat Taklik Akad Nikah Dalam Islam
Kaitan antara syarat dalam perkawinan dengan perjanjian dalam perkawinan
adalah karena perjanjian itu berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak
yang melakukan perjanjian dalam arti pihak-pihak yang berjanji untuk memenuhi
syarat yang ditentukan. Namun perjanjian itu tidak sama dengan sumpah, karena
sumpah dimulai dengan ucapan sumpah, yaitu: wallahi, billahi, tallahi. Perjanjian
dalam perkawinan terpisah dari akad nikah, maka tidak ada kaitan hukum antara
akad nikah yang dilaksanakan secara sah dengan pelaksanaan syarat yang
ditentukan dalam perjanjian itu. Hal ini berarti bahwa tidak terpenuhinya
perjanjian tidak menyebabkan batalnya nikah yang sudah sah. Meskipun
91 Data ini di Ambil dari dokumen kantor Camat Kecamatan Rappocini, Tanggal 4 Maret
2021
48
demikian, pihak-pihak yang dirugikan dari tidak memenuhi perjanjian itu berhak
minta pembatalan nikah.92
Dalam Hukum Fiqih, Sayyid Sabiq menuturkan dalam buku Fiqih
Sunnahnya talak yang digantungkan dengan perkara tertentu dibagi menjadi dua:
1. Talak yang digantungkan dengan perkara tertentu, yang dimaksudkan sebagai
sumpah. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk mendorong seseorang (dalam
hal ini adalah sang isteri) untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu, atau
untuk meyakinkan suatu kabar. Bagian ini disebut sebagai Ta’liq Qasami,
seperti perkataan suami kepada isterinya, “Jika kamu keluar rumah, kamu
tertalak.” Kata-kata ini dimaksudkan untuk melarang isteri keluar dari rumah,
bukan untuk menjatuhkan talak.
2. Talak yang digantungkan dengan perkara tertentu, yang dimaksudkan untuk
menjatuhkan talak ketika ada perkara yang disyaratkan. Talak seperti ini
disebut Ta’liq Syarthi. Misalnya, perkataan suami kepada isterinya, “Jika aku
berbuat seperti ini maka isteriku akan ku ceraikan.”93
Menurut jumhur ulama, hukum dari dua macam talak yang digantungkan
dengan perkara tertentu yang telah dicontohkan tersebut adalah sah. Sementara
itu, Ibnu Hazm berpendapat bahwa taklik talak seperti itu tidak sah, alasan atas
hal itu adalah karena tidak ada dalil dalam Al-Quran maupun Hadits yang
menunjukkan talak dengan kata-kata tersebut dianggap terjadi. Di dalam Al-
Quran, Allah swt telah menjelaskan kepada kita tentang talak yang dijatuhkan
kepada isteri yang sudah digauli dan belum digauli. Sementara itu, talak dengan
92 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 145-146 93 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 420
49
menggunakan kata-kata tersebut tidak termasuk kedalam cakupan yang dijelaskan
oleh Allah swt dalam Al-Quran.
Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim melakukan perincian atas permasalahan
taklik talak tersebut. Mereka berkata bahwa hukum talak yang digantungkan
dengan perkara tertentu, tapi dimaksudkan sebagai sumpah (taklik qasami) adalah
tidak sah. Jadi sang suami wajib membayar denda atas sumpahnya ketika sesuatu
yang dijadikan sumpah telah terjadi. Kafaratnya berupa memberi makan sepuluh
orang miskin atau memberi mereka pakaian, jika ia tidak mampu melakukan dua
hal tersebut, maka ia wajib berpuasa selama tiga hari. Adapun talak yang
digantungkan dengan syarat, maka talaknya sah, jika perkara yang disyaratkan
telah terjadi.94
Membuat perjanjian dalam perkawinan hukumnya mubah, artinya boleh
seseorang untuk membuat perjanjian dan boleh pula tidak membuat. Namun kalau
sudah dibuat bagaimana hukum memenuhi syarat yang terdapat dalam perjanjian
perkawinan itu, Jumhur ulama berpendapat bahwa memenuhi syarat yang
dinyatakan dalam perjanjian itu hukumnya adalah wajib sebagaimana hukum
memenuhi perjanjian lainnya.95 Di dalam Al-Quran Allah swt berfirman untuk
memenuhi janji yang telah dibuat.
QS. Al-Maidah 5/1 :
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji.96
94 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 420 95 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 146
96Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 106
50
QS. Al-Isra’ 17/34 :
Terjemahnya:
Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung jawaban.97
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia BAB VII perjanjian
perkawinan pasal 45 menyebutkan kedua calon mempelai dapat mengadakan
perjanjian perkawinan dalam bentuk:
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam
Dan di pasal 45 menyebutkan
1. Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam
2. Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi
kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh, isteri harus mengajukan
persolannya ke Pengadilan Agama.
3. Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.98
Ayat (3) di atas sepintas bertentangan dengan pasal 29 Undang-undang
Perkawinan ayat (4) yang mengatur bahwa selama perkawinan berlangsung
perjanjian tidak dapat diubah kecuali ada persetujuan kedua belah pihak, dan tidak
merugikan pihak ketiga. Dari sinilah, maka dalam penjelasannya disebutkan tidak
97 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 275 98 Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 1 (e)
51
termasuk taklik talak. Karena naskah perjanjian taklik talak, dilampirkan dalam
salinan akta nikah yang sudah ditandatangani suami. Oleh karena itu pula,
perjanjian taklik talak sekali sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.99
Karena itu sebelum akad nikah dilangsungkan Pegawai Pencatat perlu
meneliti betul perjanjian perkawinan yang dibuat oleh kedua calon mempelai,
baik secara material atau isi perjanjian itu, maupun teknis bagaimana perjanjian
itu telah disepakati mereka bersama. Sejauh perjanjian itu berupa taklik talak,
Menteri Agama telah mengaturnya. Adapun teks (sighat) taklik talak yang
diucapkan suami sesudah dilangsungkan akad nikah adalah sebagai berikut:
Pada hari ini ... tanggal ... saya ... bin ... berjanji dengan sesungguh hati
bahwa saya akan menggauli isteri saya bernama ... binti ... dengan baik
(mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.
Kepada isteri saya tersebut saya menyatakan sighat taklik sebagai berikut;
1. Meninggalkan isteri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut
2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya selama 3 (tiga) bulan lamanya
3. Menyakiti badan atau jasmani isteri saya; atau
4. Membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya selama 6 (enam) bulan atau
lebih,
Dan karena perbuatan saya tersebut isteri saya tidak rida dan mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh
pengadilan tersebut, kemudian isteri saya membayar Rp. 10.000 (sepuluh ribu
rupiah) sebagai iwad (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu
99 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesian, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persaja, 2003),
h. 154
52
kepadanya.
Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang
iwad tersebut dan menyerahkannya kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk
keperluan ibadah sosial. Kemudian di tandatangani oleh pihak suami.100
Memperhatikan muatan sighat taklik talak tersebut, kandungan maksudnya
cukup baik dan positif, yaitu melindungi perempuan dari kesewenang-wenangan
suami dalam memenuhi kewajibannya, sebagai hak-hak yang harus diterima oleh
isteri.101
C. Pandangan Masyarakat Terhadap Sighat Taklik Akad Nikah di
Kecamatan Rappocini Kota Makassar
Penulis melakukan penelitian di Kecamatan Rappocini Kota Makassar
dan mendapatkan beberapa responden dari masyarakat, di antaranya penghulu
yang bekerja di KUA Kecamatan Rappocini, Imam Mesjid, Dosen, Pegawai
Lurah, Guru, Wirausaha, dan Ibu Rumah Tangga . Penulis melakukan penelitian
dengan beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan responden terhadap sighat taklik ?
2. Apakah responden setuju dengan adanya sighat taklik ?
Dari pertanyaan tersebut, penulis mendapatkan beberapa jawaban dari
responden sebagai berikut :
Ahmad Midra mengatakan:
Saya setuju dengan pernyataan sighat taklik, walaupun pembacaannya
tidak wajib bagi suami ketika setelah akad nikah, namun dimana seorang
100 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesian, h. 155 101 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesian, h. 156
53
suami berkewajiban menafkahi isteri dan ini termasuk hak-hak isteri,
tetapi ketika suami yang tidak memberikan nafkah kepada isteri selama 3
bulan berturut-turut dan bukan hanya dari segi nafkah materi saja, akan
tetapi nafkah batinnya juga harus terpenuhi, dan kapan itu tidak terpenuhi
maka seorang suami sudah melalaikan tugasnya sebagai imam dalam
sebuah rumah tangga, karena ada dalam sebuah hadis”.102 Ahmad Midra
mengutip sebuah hadits Nabi saw yang di riwayatkan oleh Bukhari
Artinya:
Bahwasanya Abdullah bin Umar mengatakan, saya telah mendengar
Rasulullah saw bersabda: Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya, Imam
adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung jawabannya, dan seorang
suami adalah pemimpin di keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung
jawaban atas yang dipimpinnya.
Aryanto mengatakan:
Saya setuju dengan isi sighat taklik, dan pembacaan taklik talak ketika akad
nikah, dan wajar saja ketika suatu saat isteri menggugat suami dengan alasan
sighat taklik, karena semua keputusan (talak) bukan hanya pada suami,
pihak isteri juga mempunyai keputusan (talak) sesuai dengan hukum, jadi jika
isteri di sakiti atau tidak mendapat nafkah lahir batin atau dengan alasan yang
jelas maka wajar-wajar saja pihak isteri menggugat suaminya, yang tidak
wajar itu jika isteri menggugat suami dengan alasan yang tidak syar’i.103
Nur Mardiyah mengatakan:
Ketika acara akad nikah saya sering mendengar akan sighat taklik talak
dibacakan setelah akad nikah, dan dia sangat setuju dengan adanya sighat
taklik talak, karena dengan adanya sighat taklik perempuan memiliki hak
untuk menceraikan suaminya ketika suami betul-betul tidak memberi nafkah
wajib selama tiga bulan atau melanggar sighat taklik talak tersebut,
menurutnya juga tiga bulan itu termasuk waktu yang lama bagi isteri,
walaupun ada perempuan yang menerima dan tetap menunggu atau bersabar
102 Ahmad Midra, Imam Masjid Al-Ikhlas Jl. Teduh Bersinar, Wawancara Langsung, di
Rumah Imam Masjid Al-Ikhlas. Tanggal 22 Maret 2021 103 Aryanto, Warga, Kel. Buakana, Wawancara Langsung di Kediamannya, Tanggal 24
Maret 2021
54
ketika tidak diberi nafkah wajib dan di tinggal merantau oleh suaminya. Akan
tetapi yang banyak mengambil jalur ini adalah wanita-wanita pekerja atau
karir. Karena menurut saya untuk apa berlama-lama dalam mempertahankan
sebuah hubungan yang tidak jelas.104
Pendapat yang sama juga disampaikan Nurhaidah bahwasanya dua
tahun berturut-turut itu termasuk sangat lama jika suami pergi merantau
dan tanpa kabar, sebagai isteri jangankan 2 tahun, satu bulan saja sudah
mencari-cari dimana keberadan suami.105 Sebagaimana yang dikatakan
juga oleh Nur Fadilah Amri bahwa wajar saja ketika isteri mengugat suami
dengan alasan merantau 2 tahun lamanya tanpa kabar106.
Bapak Hj. Aco Tang Penghulu di KUA Kecamatan Rappocini Kota Makassar
mengatakan bahwa:
Pembacaan sighat taklik talak tidak diwajibkan, akan tetapi ketika pihak isteri
meminta dibacakan maka boleh dibacakan dan jika tidak ada permintaan
maka tidak perlu dibaca. Beliau juga mengatakan bahwa banyak yang tidak
mau membacakan sighat taklik karena didalam sighat taklik tersebut
tercantum kata talak dimana jatuhnya talak satu kepada pihak isteri, mereka
menolak membacanya dengan alasan baru selesai mengucapkan ijab qabul
dan hukumnya sah secara hukum, akan tetapi diperdengarkan atau dibacakan
lagi sighat taklik yang didalamnya terdapat kata talak, dimana seharusnya kita
berbahagia dihari tersebut dengan baru terjadinya ijab qabul atau sahnya
sebuah pernikahan akan tetapi diperdengarkan kata talak sebelum berjalannya
kehidupan berumah tangga. Beliau juga berkata bahwa pembuatan sighat
taklik tersebut tidak secara spesifik harus diikuti, karena dalam jangka waktu
3 bulan saja Pengadilan Agama sudah bisa menerima gugatan dari pihak isteri
dan tidak perlu menunggu 2 tahun lamanya, disebutkan 2 tahun jika pihak
isteri masih setia menunggu kembalinya suami. Akan tetapi kebanyakan yang
terjadi di masyarakat terkhusus kepada pihak isteri yang menggugat suami
bukan dengan alasan sighat taklik akan tetapi dengan alasan pengen cerai atau
104 Nur Mardiyah, Pegawai Kantor Lurah Rappocini, kel. Rappocini, Wawancara
Langsung di Kantor Lurah Rappocini, Tanggal 24 Maret 2021 105 Nurhaedah, Wiraswasta, Wawancara Langsung di Kediamannya, kel. Tidung, Tanggal
26 Maret 2021 106 Nur Fadila Amri, Dosen, Wawancara Langsung di Kediamannya, kel. Kassi-Kassi,
Tanggal 26 Maret 2021
55
alasan-alasan tertentu”.107
Sebagaimana dikatakan juga Nur Mardiyah bahwasanya perempuan
sekarang biasanya menggugat suaminya dengan alasan tidak suka atau dengan
alasan-alasan lainnya, apalagi sekarang banyak terjadi pernikahan dibawa umur,
dimana umur pernikahan belum mencukupi satu tahun sudah terjadi perceraian
kemudian nikah lagi dengan laki-laki lain seakan-akan mereka menggampang-
gampangkan perceraian dan pernikahan108.
Dari pendapat diatas bahwasanya sighat taklik bukan suatu kewajiban
dalam membacanya ketika setelah akad nikah, akan tetapi mereka setuju
dengan adanya sighat taklik tersebut, karena dapat memberikan hak kepada
pihak isteri untuk menggugat suami yang tidak memberikan kewajibannya
kepada isteri.
Hermiati mengatakan bahwa sighat taklik bukan merupakan salah satu
aturan dari pemerintah untuk memberikan hak-hak kepada perempuan, akan tetapi
dengan adanya sighat taklik ini semakin mempermudah akan adanya talak109.
Dikatakan juga oleh Aco Tang bahwasanya sighat taklik masih ada celah untuk
mempermudah suami pergi selama 2 tahun lamanya, dan bahwasanya di zaman
sekarang ini sudah tidak cocok atau sudah tidak relevan menggunakan sighat taklik
tersebut, karena sighat taklik yang tercantum di akta nikah sudah termasuk sangat
lama dan butuh pembaharuan agar lebih berat. Jika poin 1 dalam sighat taklik
dikatakan bahwa, jika meninggalkan isteri saya selama 2 (dua) tahun berturut-turut.
107 Aco Tang, Penghulu, Wawancara Langsung di Kantor Urusan Agama, Kel. Minasa
Upa, Kec. Rappocini Kota Makassar. Tanggal 24 Maret 2021 108 Nur Mardiyah, Pegawai Kantor Lurah Rappocini, kel. Rappocini, Wawancara
Langsung di Kantor Lurah Rappocini, Tanggal 24 Maret 2021 109 Hermiati, Ibu Rumah Tangga, Wawancara Langsung Lewat Panggialan Seluler, Kel.
Minasa Upa. Tanggal 29 Maret 202
56
Di poin tersebut butuh pembaharuan dengan minimal 5 bulan saja atau di beri denda
suami yang meninggalkan isteri lebih dari 5 bulan atau dijatuhi hukum pidana, agar
pihak suami juga tidak dengan mudah meninggalkan isteri. Dengan adanya sighat
taklik ini memberikan kesetaraan antara suami dan isteri, dimana tidak
mempermudah suami dalam hal talak dan mempersulit isteri.110
Dari perkataan Aco Tang tentang kesetaraan suami isteri tentang
talak tidak dibenarkan, Islam menjadikan talak sebagai hak prerogatif kaum
laki-laki, karena laki-laki lebih banyak mencurahkan perhatian dalam
menjaga kesinambungan kehidupan keluarganya. Misalnya dengan
kewajibannya untuk mencari nafkah dan hal-hal semisalnya yang dibutuhkan
untuk menopang kehidupan keluarga. Apabila laki-laki ingin menjatuhkan
talak kepada isterinya, kemudian dia ingin menikah dengan orang lain, maka
kewajiban yang harus ia tunaikan adalah melusnasi mahar yang di akhirkan,
memberi mut’ah dan nafkah kepada isterinya yang di talak, selama ia dalam
masa iddah. Karena dengan begitu, dia akan berpikir lebih panjang dan
berusaha untuk bersabar terhadap sesuatu yang tidak disukai dari isterinya.
Dia juga tidak akan dengan mudah menjatuhkan talak kepada isterinya setiap
ia menemukan sesuatu yang tidak disukai darinya, atau setiap kali ia
menemukan perilaku yang kurang baik di dalam diri isterinya yang susah di
terima olehnya.111
Sementara itu, perempuan lebih mudah untuk marah dan ia lebih
110 Aco Tang, Penghulu, Wawancara Langsung di Kantor Urusan Agama, Kel. Minasa
Upa, Kec. Rappocini Kota Makassar. Tanggal 24 Maret 2021 111 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 405
57
sedikit memiliki kesabaran dibandingkan laki-laki, dan ia tidak berkewajiban
membayar administrasi talak serta menafkahi suaminya, sebagaimana
kewajiban yang dimiliki oleh laki-laki. Dengan begitu, dia akan lebih mudah
melepaskan ikatan pernikahan jika di berikan hak talak, hanya karena sebab
yang sepele atau mungkin karena sebab yang tidak didasari kebenarannya.112
Dalil yang menunjukkan hak suami dalam talak QS. Ath-Thalaq 65/1 :
Terjemahnya :
Wahai Nabi apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapinya).113
Andi Yazhir mengatakan bahwa:
Saya tidak setuju dengan sighat taklik, karena menurutnya kalau dalam
agama sighat taklik tidak memiliki dasar, akan tetapi karena sighat taklik
ini adalah aturan pemerintah yang harus kita ikuti sebagai warga negara,
walaupun pada dasarnya kita tidak diwajibkan membacanya. Sighat
taklik ini juga tidak memberikan keuntungan kepada pihak isteri, karena
ketika menggugat dan selesai dari persidangan tergugat atau pihak suami
hanya membayar Rp 10.000 sebagai iwad, yah walaupun tidak bisa
dipungkiri ketika suami tidak memberikan hak-hak kepada isterinya
selama 3 atau 4 bulan lamanya, maka tidak mengapa jika pihak isteri
menggugat suami”.114
Hal yang sama juga dikatakan oleh Aco Tang bahwa sangat rendah jika
iwad dibayar dengan harga Rp 10.000, ini juga salah satu faktor
mempermudahkan urusan perceraian.115
112 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, h. 405
113 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h.558 114 Andi Yazhir, Pekerja Swasta, Wawancara Langsung Lewat Telphone Seluler, Kel.
Tidung. Tanggal 27 Maret 2021 115 Aco Tang, Penghulu, Wawancara Langsung di Kantor Urusan Agama, Kel. Minasa
Upa, Kec. Rappocini Kota Makassar. Tanggal 24 Maret 2021
58
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak masyarakat yang
setuju dengan sighat taklik akad nikah. Karena dengan adanya sighat taklik ini hak-
hak perempuan dilindungi, agar pihak suami tidak sewenang-wenang meninggalkan
isterinya dan tidak memeberikan nafkah wajib kepada isteri. Walaupun tidak
dipungkiri ada juga yang tidak setuju dikarenakan sighat taklik tidak mempunyai
dasar dalam agama Islam bahkan tidak sesuai dengan zaman sekarang, dimana pihak
isteri menggugat suaminya bukan karena melanggar sighat taklik akan tetapi
hanya karena tidak memiliki rasa suka lagi, bahkan dengan alasan-alasan
tertentu yang tidak sesuai dengan syari’at. Bahkan sighat taklik sudah harus
diperbaharui agar pihak suami tidak sewenang-wenang meninggalkan isteri
dalam jangka waktu yang lama dan tidak memberikan nafkah wajib kepada
isteri, paling tidak diberatkan atau diberi hukum pidana ketika melanggar
sighat.
Dari hasil penelitian sighat taklik akad nikah tersebut peneliti
melihat pendapat pertama lebih kuat yakni yang setuju dengan adanya sighat
taklik, sebagaimana menurut jumhur ulama, hukum dari dua macam talak
yang digantungkan dengan perkara tertentu yang telah dicontohkan adalah
sah yaitu Ta’liq Qasami dan Ta’liq Syarthi. Walaupun di zaman sekarang
banyak yang tidak peduli dengan adanya sighat taklik sebagaimana dikatakan
pak Aco Tang sebagai Penghulu bahwasanya sighat taklik ini sudah butuh
pembaharuan karena tidak memiliki efek jerah bagi pihak suami yang
meninggalkan isterinya bertahun-tahun lamanya, akan tetapi paling tidak
59
sighat taklik ini mempunyai kekuatan hukum ketika pihak isteri mengajukan
gugatan dengan alasan melanggar taklik talak, dan pihak isteripun
mempunyai hak menggugat suami ketika melanggar taklik talak tersebut.
Peneliti mengambil dalil dari Jumhur Ulama, yakni talak yang digantungkan
karena sumpah dan talak yang digantungkan karena syarat adalah sah.
Sebagaimana firman Allah swt QS. Al-Isra’ 17/34 :
Terjemahnya:
Dan penuhilah janji karena janji itu pasti diminta pertanggung jawaban.116
Dari ayat tersebut bahwasanya setiap janji yang dibuat oleh manusia akan
diminta pertanggung jawaban di akhirat kelak, maka dari itu penuhi janji-janji
yang di buat.
116 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya, h. 275
60
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan judul pandangan
masyarakat tentang shighat taklik akad nikah di Kecamatan Rappocini Kota Makassar,
peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hukum sighat taklik adalah mubah, yakni boleh saja dilakukan karena tidak ada
dalil yang mengharamkannya. Dan ketika sudah membacanya maka suami harus
menjaga hal tersebut jangan sampai di kemudian hari terjadi hal yang demikian,
maka suami harus terima jika isteri menggugatnya di kemudian hari dengan alasan
sighat taklik.
2. Banyak masyarakat yang setuju dengan sighat taklik akad nikah. Karena dengan
adanya sighat taklik ini hak-hak perempuan dilindungi dan memberikan kesetaraan
antara laki-laki dan perempuan, agar pihak suami tidak sewenang-wenang
meninggalkan isterinya dan memeberikan nafkah wajib kepada isteri. Walaupun
tidak dipungkiri ada juga yang tidak setuju dikarenakan sighat taklik tidak
mempunyai dasar dalam agama Islam bahkan tidak sesuai dengan zaman sekarang,
dimana pihak isteri menggugat suaminya bukan karena melanggar sighat taklik
akan tetapi hanya karena tidak memiliki rasa suka lagi, bahkan dengan alasan-
alasan tertentu yang tidak sesuai dengan syari’at. Bahkan sighat taklik sudah harus
diperbaharui agar pihak suami tidak sewenang-wenang meninggalkan isteri dalam
jangka waktu yang lama dan tidak memberikan nafkah wajib kepada isteri, paling
tidak diberatkan atau diberi hukum pidana ketika melanggar sighat.
61
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan permasalahan yang belum
terpecahkan, sehingga peneliti mengajukan saran sebagai berikut:
1. Sighat taklik yang tercantum di akta nikah sudah sangat lama dan tidak
memberikan efek jera kepada pihak suami, sehingga diharapkan kepada
pemerintah untuk mengkaji kembali tentang efektifitas sighat taklik.
2. Diharapkan kepada penghulu agar melakukan penyuluhan kepada masyarakat
untuk memahamkan hukum-hukum pernikahan secara umum dan talak secara
khusus.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Indonesia, Jakarta: Akademi Pressindo, 1992
Abidin, Slamet dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr, Al-Sunan Al-Shagir
Lilbaihaqi, Pakistan: Daar Al-Nasyr, 1989
Al-Baihaqi, Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr, Al-Sunan Al-Kubra,
Bairut: Daar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 2003
Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Daar Ibnu
Katsir, 2002
Al-Syarbini, Muhammad bin Ahmad Al-Khatib, Mugni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani
Al-Fadz Al-Manhaj, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1971
Ayyub, Hasan, Fikih Keluarga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2004
Bungin, Burhan, Peneliti Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial, Jakarta: Kencana, 2007
Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ab, Sunan Abi Daud, (Daar AL-Risalah Al-
Alamiyyah, 2009
Di kutip dari https://integrasidata.id/data/data-geografis-kecamatan-rappocini-potensi-
wilayah-pada-masing-masing-wilayah-kelurahan-tahun-2020/.
Ghazaly, Abdurrahman, Fikih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2003
Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Daar Al-Fikr,
1998
Ibnu Manzur, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al-Afriqy Al-Mishry, Lisan Al-
“Arab, Beirut: Dar Shadir, 1993
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya,
Surabaya: Halim Publishing & Distributing, 2013
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 1 (e)
63
Kriantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2009
Kuzari, Ahmad, Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: Rajawali Press, 1995
Lexy.J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, 2001
Mattew B. Miles, dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif (ter), Jakarta: UI-
Press, 1992
Mujahidin, Prespektif Yuridis terhadap Taklik Talak sebagai Perjanjian Perkawinan,
Skripsi diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2014
Mujieb, Abdul, Kamus Istilah Fiqih, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994
Munandar, Arif, Riswanto, Khazanah Buku Pintar Islam, Palembang: Mizan Pustaka,
2010
Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta: Kecana, 2004
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yokyakarta: PT Lkis, 2008
Tim Phoenix Pustaka, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: Media Pustaka
Phoenix, 2012
RI, Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Edisi Refisi), Jakarta:Rajawali Pers.
2013
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, Beirut: Dar Al-Fikr, 1983
Suryanto, Benny, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Proses Pernikahan Menggunakan
Proposal Pernikahan, Skripsi diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2016
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011
Thalib, Sajuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Yayasan Penerbit, 1974
64
L
A
M
P
R
A
N
65
66
RIWAYAT PENULIS
Nurjana S, Quylo lahir di Kabubaten Halmahera Barat bertempat di
Desa Braha pada tanggal 17 mei 1996. Anak ke-8 dari 11
bersaudara, pasangan dari Bapak Samarkandi M, Quylo dan Ibu
Djaria Gafar. Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di
SD Inpres Tewe 2 Braha di Kecamatan Halmahera Barat
Kabupaten Jailolo Selatan pada tahun 2008. Pada tahun itu juga
peneliti melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Jailolo Selatan Kecamatan Jailolo Selatan
dan tamat pada tahun 2011 kemudian melanjutka Sekolah Menengah Atas di Pondok
Pesantren Hidayatullah Maluku Utara pada tahun 2011 dan selesai pada tahun 2014.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi di I’dad Lughawi
Ma’had Al-bir Unismuh Makassar pada tahun 2014 dan selesai pada tahun 2017,
kemudian melanjutkan kembali Pendidikan Perguruan Tinggi Swasta di Universitas
Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Fakultas Islam pada program studi Ahwal
Syakhsiyah.