Pan at a Anka Was an Pedestrian Dim Ali Boro
-
Upload
niken-raharina -
Category
Documents
-
view
56 -
download
0
Transcript of Pan at a Anka Was an Pedestrian Dim Ali Boro
-
NASKAH SEMINAR HASIL
EFEKTIFITAS PENATAAN KAWASAN PEDESTRIAN DI
MALIOBORO TERHADAP KINERJA JALAN DAN TINGKAT
POLUSI UDARA DI SEKITARNYA
Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat S-2
Disusun oleh :
YUSTINA NIKEN R.H
12/360163/PTK/9480
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
-
EFEKTIFITAS PENATAAN KAWASAN PEDESTRIAN DI
MALIOBORO TERHADAP KINERJA JALAN DAN TINGKAT POLUSI
UDARA DI SEKITARNYA1
Oleh: Yustina Niken R.H. 2
Pembimbing: Dr. Eng. M. Zudhy Irawan, S.T.,M.T.
INTISARI
Kota Yogyakarta merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan 4 pusat koridor jalan, yaitu koridor Jalan Mangkubumi, Malioboro,
Keraton, dan Panggung Krapyak. Koridor jalan dengan pusat kegiatan pariwisata dan
perdagangan yang dengan tingkat mobilitas pengunjung tertinggi adalah Jalan Malioboro.
Pemerintah Yogyakarta membuat jalur khusus pejalan kaki di sepanjang koridor Jalan
Malioboro - A. Yani pada tahun 1980-an untuk memfasilitasi kebutuhan mobilitas
pengunjung,namun semakin padatnya kawasan Malioboro menjadikan jalur khusus pejalan
kaki dibanjiri dengan pedagang lima dan parkir-parkir liar. Oleh karena itu, untuk
mengembalikan fungsi kawasan pedestrian di Malioboro perlu dilakukan penataan kawasan
yang memprioritaskan pejalan kaki dan pengguna kendaraan tidak bermotor serta angkutan
umum.
Pada penelitian ini dilakukan pemodelan kondisi eksisting dari kawasan Malioboro dan
selanjutnya akan dilakukan pemodelan kondisi 3 skenario penataan kawasan pedestrian di
Malioboro berupa penutupan Jalan Malioboro dengan rekomendasi jalan sebagai akses baru
pergerakan pengunjung dan penduduk di sekitar kawasan Malioboro beserta kantong parkir
alternatif pada outline kawasan Malioboro. Skenario yang diterapkan pada penelitian ini
antara lain penyediaan kantong parkir off street di Abu Bakar Ali, gedung bekas Bioskop
Indra, dan Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta. Penerapan kantong parkir tersebut dilakukan
secara bertahap untuk setiap skenario.
Penerapan skenario terbaik adalah pada skenario 3 yaitu penyediaan kantong parkir pada 3
titik di Abu Bakar Ali, gedung bekas Bioskop Indra, dan Kantor Dinas Pariwisata
Yogyakarta. Pada kondisi skenario 3 dicapai kondisi penerapan skenario terbaik dalam
mengatasi permasalahan baru yang timbul dengan adanya penataan kawasan pedestrian di
Malioboro, dengan penurunan tundaan rata-rata jaringan jalan sebesar 3%, panjang antrian
rata-rata 0,1%, tingkat polusi CO2 rata-rata simpang 39541 gram/jam, dan NOx rata-rata
simpang 71 gram/jam. Penerapan kantong parkir pada skenario 3 mampu memfasilitasi
kebutuhan parkir secara merata karena kantong-kantong parkir diletakkan secara menyebar di
utara dan selatan kawasan Malioboro.
Kata kunci: Kawasan Pedestrian Malioboro, Kantong Parkir, Panjang Antrian,
Tundaan, Tingkat Polusi Udara
1. Disampaikan pada Seminar Tesis Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Mahasiswa S2 Reguler Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan NIM: 12/360163/TK/9480.
-
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Kota Yogyakarta merupakan ibukota dan pusat pemerintahan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kota Yogyakarta terbagi menjadi 14 kecamatan dan 45 kelurahan dengan luas
32.50 km2
dengan 4 pusat koridor jalan, yaitu koridor Jalan Mangkubumi, Malioboro,
Keraton, dan Panggung Krapyak. Jalan Malioboro merupakan koridor jalan dengan tingkat
mobilitas yang cukup tinggi. Untuk bisa memfasilitasi kebutuhan mobilitas pengunjung
Malioboro, pemerintah Yogyakarta membuat jalur khusus pejalan kaki disepanjang koridor
Jalan Malioboro - A. Yani pada tahun 1980-an. Meningkatnya pengunjung Malioboro
menjadikan jalur khusus pejalan kaki Malioboro dibanjiri dengan pedagang lima dan parkir-
parkir liar. Kondisi arah lalu lintas, dan parkir on street serta parkir off street di kawasan
Malioboro saat ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
= Parkir on street yang dikelola oleh Dishubkominfo Kota
= Parkir on street yang dikelola oleh UPT Malioboro Kota
= Parkir on street yang dikelola oleh Swasta
= Parkir off street yang dikelola oleh Dishubkominfo Kota
= Parkir off street yang dikelola oleh UPT Malioboro Kota
= Parkir off street yang dikelola oleh Swasta
= Arah arus lalu lintas
Sumber: UPT Malioboro Kota, Dihubkominfo Kota, dan Hasil Survei Lapangan Peneliti (2014)
Gambar 1.1 Parkir On Street dan On Street Kawasan Malioboro
-
Menanggapi kondisi ini, pemerintah Yogyakarta merencanakan untuk mengubah kawasan
Malioboro menjadi kawasan pejalan kaki dengan melakukan penutupan jalan dari lalu lintas
kendaraan bermotor pribadi dan menyediakan kantong-kantong parkir pada outline kawasan
Malioboro. Penataan kawasan pedestrian di Malioboro seperti yang telah direncanakan akan
berdampak pada peningkatan beban jaringan jalan dan tingkat polusi udara di sekitar outline
kawasan Malioboro, namun berdampak positif untuk kawasan dalam Malioboro seperti
penurunan titik kemacetan di koridor Jalan Malioboro dan tingkat polusi udara juga akan
semakin menurun sehingga kenyamanan pengunjung Malioboro bisa semakin meningkat.
Pada penelitian ini akan dilakukan pemodelan kondisi eksisting dari kawasan Malioboro
dan dari hasil pemodelan kondisi eksisting akan didapatkan kinerja jaringan jalan eksisting
meliputi panjang antrian rata-rata yang menunjukkan titik-titik kritis kemacetan yang terjadi
dan besarnya tundaan serta besar tingkat polusi udara. Selanjutnya akan dilakukan pemodelan
kondisi skenario penutupan Jalan Malioboro dengan rekomendasi jalan sebagai akses baru
pergerakan pengunjung dan penduduk di sekitar kawasan Malioboro. Selain itu akan
dilakukan pemodelan skenario dengan memberikan titik-titik parkir pada outline kawasan
Malioboro. Dari hasil pemodelan skenario didapatkan kinerja jaringan jalan setelah diterapkan
skenario. Kedua hasil pemodelan tersebut akan dibandingkan sehingga bisa didapatkan besar
tingkat efektifitas dari simulasi penerapan skenario. Setelah dilakukan simulasi akan
dilakukan evaluasi sehingga bisa didapatkan rekomendasi-rekomendasi yang bisa diterapkan
di lapangan.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan sebelumnya, permasalahan yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak yang terjadi terhadap kinerja jaringan jalan dan tingkat polusi di kawasan Malioboro dan sekitarnya dengan adanya penutupan Jalan Malioboro dari lalu
lintas kendaraan kecuali angkutan umum dan kendaraan tidak bermotor?
2. Bagaimana akses alternatif yang perlu direncanakan sebagai jalan keluar dan masuk penduduk serta pengunjung di kawasan Malioboro setelah dilakukan penutupan Jalan
Malioboro?
3. Bagaimana pengaruh yang terjadi dengan adanya akses alternatif baru tersebut terhadap kinerja jaringan jalan dan tingkat polusi udara di kawasan Malioboro dan sekitarnya?
4. Bagaimana dampak yang terjadi terhadap kinerja jaringan jalan dan tingkat polusi udara di kawasan Malioboro dan sekitarnya setelah diterapkan beberapa titik-titik parkir di outline
kawasan Malioboro dalam menampung kebutuhan parkir yang ada?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan dari penelitian ini antara
lain:
a. Melakukan mikrosimulasi terhadap kondisi lalu lintas eksisting kawasan Malioboro sehingga bisa didapatkan kinerja jaringan jalan dan tingkat polusi udara pada kondisi
eksisting.
b. Melakukan penerapan skenario sebagai berikut:
Skenario penataan kawasan pedestrian di Malioboro dengan penerapan alternatif parkir off street Abu Bakar Ali beserta akses untuk keluar/masuk kendaraan parkir dan
tetap mempertahankan kantong-kantong parkir pada outline kawasan Malioboro, yaitu
kantong parkir Pasar Sore, Pasar Beringharjo, Shopping (Taman Budaya), Parkir Bus
Senopati, dan Parkir Bus Ngabean.
-
Skenario penataan kawasan pedestrian di Malioboro dengan alternatif parkir off street di Abu Bakar Ali dan gedung bekas Bioskop Indra beserta akses untuk keluar/masuk
kendaraan parkir dan tetap mempertahankan kantong parkir Pasar Sore, Pasar
Beringharjo, Shopping (Taman Budaya), Parkir Bus Senopati, dan Parkir Bus
Ngabean.
Skenario penataan kawasan pedestrian di Malioboro alternatif parkir off street di Abu Bakar Ali, gedung bekas Bioskop Indra, dan Kantor Dinas Pariwisata beserta akses
untuk keluar/masuk kendaraan parkir dan tetap mempertahankan kantong parkir Pasar
Sore, Pasar Beringharjo, Shopping (Taman Budaya), Parkir Bus Senopati, dan Parkir
Bus Ngabean.
c. Mengetahui dampak dari penerapan skenario terhadap kinerja jaringan jalan dalam kawasan Malioboro.
d. Mengetahui pengaruh penerapan skenario terhadap tingkat polusi udara yang terjadi baik di ruas Jalan Malioboro maupun pada simpang-simpang dari jaringan jalan yang ditinjau.
e. Mengetahui tingkat efektifitas dari penerapan skenario dengan membandingkan kinerja jaringan jalan dan tingkat polusi udara yang terjadi dari kondisi eksisting dan penerapan
skenario.
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini akan membantu untuk menentukan efektif atau tidak dari
penerapan penutupan Jalan Malioboro dan kantong-kantong parkir pada outline kawasan
Malioboro dengan berbagai skenario yang ditawarkan sehingga bisa didapatkan skenario yang
merupakan rekomendasi terbaik. Selain itu dengan adanya simulasi dari hasil pemodelan
skenario maka dapat dilihat dampak dari penerapan tersebut sehingga sebelum dilakukan
langsung di lapangan, sudah bisa didapatkan gambaran umum akan hasil dari penerapan yang
akan dilakukan. Dengan begitu bisa meminimalisir munculnya dampak negatif.
E. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini antara lain:
a. Wilayah penelitian ini dilakukan di kawasan Malioboro meliputi Jalan Malioboro Jalan Jend. A. Yani Jalan Senopati Jalan Mayor Suryotomo Jalan Mataram Bundaran Kridosono Jalan Jendral Sudirman Jalan Diponegoro Jalan Tentara Pelajar Jalan Letjen Suprapto Jalan K.H. A. Dahlan.
b. Penelitian ini menggunakan mikrosimulasi menggunakan AIMSUN 6.1. c. Simulasi yang dilakukan meliputi lalu lintas kendaraan bermotor, angkutan umum, dan
kendaraan tidak bermotor.
d. Titik kantong parkir dalam pemodelan disimplifikasi menjadi ujung dari jaringan jalan di mana kantong parkir itu berada.
e. Analisis dilakukan berdasarkan hasil pemodelan yang berupa kinerja jaringan jalan meliputi besar panjang antrian, titik-titik kritis kemacetan dan waktu tundaan yang terjadi,
serta tingkat polusi udara yang terjadi.
F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian terdahulu tentang koridor Jalan Malioboro dan hubungan antara
tingkat polusi udara dengan lalu lintas kendaraan adalah sebagaimana yang ditunjukkan pada
Tabel 1.2 sebagai berikut:
-
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu yang Terkait NO NAMA JUDUL METODE HASIL
1 Aribowo, M.A.
(2008)
Penataan Jalur Pejalan
Kaki Pada Koridor Jalan
Malioboro Berdasarkan
Persepsi dan Preferensi
Pengunjung
Kuantitatif dan
kualitatif dengan
pendekatan spasial
Rekomendasi perancangan
penataan jalur pejalan kaki,
sirkulasi, dan parkir serta ruang
terbuka di koridor Jalan
Malioboro (survei lapangan dan
pembagian
kuisoner)
2 Baskoro, B.
(2011)
Analisa Tingkat
Pencemaran Udara
Akibat Kendaraan
Bermotor Dengan
Metode Nalareksa (Studi
Kasus Kota Yogyakarta)
Nalareksa (mencari
hubungan antar
variabel dengan
model regresi)
Analisis hubungan antara
peningkatan volume lalu lintas
dengan semakin besarnya
tingkat kadar CO2 dalam udara
3 Bachtiar, V.S.
(2010)
Kajian Polusi Udara
Akibat Arus Lalu Lintas
Dengan Model Regresi
Kuantitif (Model
Regresi)
Hubungan antara volume lalu
lintas, kecepatan kendaraan,
dan kecepatan angin pada suatu
ruas jalan dengan konsentrasi
Co dan No2
4 Diyatmoko,
W.L. (2002)
Pemodelan Transportasi
dengan Menggunakan
Program EMME-2 (Studi
Kasus Kawasan
Malioboro)
Kuantitatif
(Pemodelan
Transportasi)
Penerapan skenario optimal
terjadi pada solusi mengatasi
kemacetan di kawasan
Malioboro dengan cara
mengalihkan tarikan perjalanan
keluar kawasan tersebut.
5 Kusminingrum,
N. (2008)
Polusi Udara Akibat
Akitifitas Kendaraan
Bermotor di Jalan
Perkotaan Pulau Jawa dan
Bali
Kuantitatif
(Pengukuran
langsung di
lapangan)
Rekomendasi yang bisa
diterapkan dalam upaya-upaya
pengendalian tingkat polusi
udara di ruas jalan, antara lain
penurunan laju emisi
pencemaran udara dari setiap
kendaraan untuk kilometer jalan
yang ditempuh, penurunan
jumlah dan kerapatan total
kendaraan di dalam suatu
daerah tertentu, penyertaan
masyarakat dalam program
pengelolaan lingkungan, dan
penataan serta penerapan
teknologi pereduksi polusi
udara.
6 Sebayang,
R.A.B.R
(2011)
Evaluasi Kinerja Ruas
Jalan Malioboro
Yogyakarta
Kuantitatif (Survei
lapangan dengan
analisis
menggunakan
MKJI)
Rekomendasi cara menurunkan
derajat kejenuhan Jalan
Malioboro pada tahun 2010
sebesar 0.836 dengan
menetapkan batas kecepatam
pada ruas Jalan Malioboro dan
pengaturan lalu lintas
disempurnakan seperti
penambahan rambu lalu lintas
dan marka jalan.
7 Wibowo, P.A.
(2013)
Analisis Dampak
Pembangunan Ruas Jalan
di Atas Sungai Code
Terhadap Kondisi Lalu
Lintas Kawasan
Malioboro (Segmen:
Jembatan Gondolayu Jembatan Sayidan)
Kuantitatif
(Pemodelan
Transportasi)
Penerapan skenario
pembangunan ruas jalan di atas
Sungai Code dengan menutup
Jalan Malioboro membuat
kinerja jalan layang di atas
Sungai Code menjadi semakin
optimal.
-
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terdapat perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan, di antaranya penelitian ini mencakup penerapan penataan kawasan Malioboro
seperti yang sudah direncanakan oleh pemerintah Yogyakarta meliputi penerapan kantong-
kantong parkir dan penutupan Jalan Malioboro kecuali untuk lalu lintas angkutan umum dan
kendaraan tidak bermotor. Analisis yang dilakukan meliputi kinerja jaringan jalan dan tingkat
polusi udara yang terjadi pada kawasan Malioboro. Selain itu penelitian ini menggunakan
mikrosimulasi dengan software AIMSUN sehingga bisa langsung dilihat dampak
penerapannya pada kondisi lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Lalu Lintas Perkotaan Munawar (2009) menyatakan bahwa manajemen lalu lintas bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan transportasi, baik saat ini maupun di masa mendatang, dengan mengefisiensikan
pergerakan orang/kendaraan dan mengidentifikasikan perbaikan-perbaikan yang diperlukan di
bidang teknik lalu lintas, angkutan umum, perundang-undangan, road pricing, dan
operasional dari sistem transportasi yang ada. Putranto (2013) mengidentifikasi bahwa secara
garis besar terdapat dua kelompok upaya manajemen lalu lintas, yaitu optimasi pasokan dan
pengendalian kebutuhan. Optimasi pasokan merupakan upaya manajemen lalu lintas yang
dilakukan dengan cara memanfaatkan ruang lalu lintas yang ada secara lebih efisien guna
meningkatkan kinerja lalu lintas. Berikut contoh dari upaya optimasi pasokan:
1. Pelarangan parkir di tepi jalan selama jam puncak. 2. Lokasi parkir khusus untuk parkir jangka pendek. 3. Jalan satu arah. 4. Penggunaan kapasitas sisa pada lajur arah lawan (reversible lane).
Sedangkan pengendalian kebutuhan merupakan upaya manajemen lalu lintas dengan
mengendalikan atau mengatur lalu lintas yang tidak efisien. Contoh dari upaya pengendalian
kebutuhan, antara lain:
1. Waktu kerja fleksibel. 2. Penyesuaian tarif tol pada jam sibuk. 3. Park and ride sepanjang jalur angkutan umum. 4. Peningkatan tarif parkir. 5. Penerapan denda parkir dan pembatasan waktu parkir. 6. Pengendalian akses ke jalan bebas hambatan. 7. Carpool matching program. 8. Lajur khusus bus dan kendaraan berokupansi tinggi. 9. Akses prioritas bus dan kendaraan berokupansi tinggi. 10. Congestion charging.
B. Tata Ruang Kota Yogyakarta Menurut Pontoh, dkk (2008) unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat
kegiatan, kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Sinulingga (2005) menyatakan elemen-
elemen yang membentuk struktur ruang kota antara lain:
1. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
2. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.
3. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
-
4. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas. Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom dari Republik Indonesia mempunyai
rencana tata ruang yang ditetapkan pada Peraturan Derah nomor 2 tahun 2010. Dalam
Peraturan Walikota Yogyakarta nomor 25 tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang pada pasal 5 disebutkan zona-zona pemanfaat ruang di Kota Yogyakarta, di antaranya zona perumahan, perdagangan dan jasa,
perkantoran, sarana pelayanan umum, industri kecil dan rumah tangga, pariwisata, ruang
terbuka hijau, pelindungan, dan cagar budaya. Peraturan mengenai penataan blok Malioboro
diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta nomor 25 tahun 2013 tentang Penjabaran Rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang pada pasal 14. Sedangkan untuk rincian pengelolaan kawasan Malioboro diatur dalam Peraturan Walikota Yogyakarta
nomor 8 tahun 2012 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Fungsi, dan Rincian Tugas Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Kawasan Malioboro Pada Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kota Yogyakarta.
C. Kegiatan Transportasi Sumber Utama Pencemaran Udara Soedirman (1975) menyatakan pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan atau
zat-zat asing di udara dalam jumlah yang dapat menyebabkan perubahan komposisi atmosfir
normal. Faktor-faktor yang berkaitan erat dengan terjadinya pencemaran udara antara lain
pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi, penataan ruang kota yang cenderung
mangalihfungsikan lahan hijau menjadi kawasan pengembangan fisik kota, dan pertumbuhan
ekonomi yang mempengaruhi gaya hidup dengan kecenderungan peningkatan kepemilikan
kendaraan pribadi.
Menurut Soedomo (1990), sumber pencemaran udara dapat berupa kegiatan yang bersifat
alami maupun antropogenik. Sumber alami pencemaran udara adalah akibat letusan unung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, dan sebagainya. Pencemaran udara akibat
aktivitas manusia atau kegiatan antropogenik adalah kegiatan transportasi, industri,
pembakaran sampah, dan kegiatan rumah tangga. Soedomo (1990) menyatakan kegiatan
tranportasi darat memberikan konstribusi yang signifikan terhadap besarnya tingkat
pencemaran udara dengan dihasilkannya gas CO, NOx, hidrokaron, SO2, dan partikel
debu/jelaga/asap. Dengan semakin meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi maka
tingkat polusi udara yang disebabkan oleh kegiatan transsportasi akan semakin meningkat.
D. Hubungan Kecepatan Kendaraan dengan tingkat emisi kendaraan Liu, dkk (2006) menyatakan bahwa emisi kendaraan bermotor disebabkan oleh perilaku
mengemudi dan kondisi lingkungan sehingga emisi kendaraan bermotor akan berbeda dari
satu daerah dengan daerah lainnya dikarenakan adanya perbedaan atau variasi disain jalan
serta kondisi lalu lintas.
Menurut De Vlieger (1997), emisi kendaraan diketahui berkorelasi kuat dengan perilaku
mengemudi. De Vlieger, dkk (2000) melakukan penelitian dengan pengukuran emisi secara
langsung di lapangan untuk membuktikan pada dalam kondisi lalu lintas di lapangan,
karakteristik pengemudi bervariasi dan hall ini mempengaruhi besar emisi dari pergerakan
kendaraan bermotor tersebut. Pengemudi yang mengendarai kendaraan dengan kecepatan
yang cenderung tinggi dan agresif mengakibatkan peningkatan tajam pada konsumsi bahan
bakar dan emisi yang ditimbulkan bila dibandingkan dengan yang pengemudi dengan
kecepatan normal. Konsumsi bahan bakar meningkat sebesar 12-40% dan kadar CO dalam
emisi meningkat sebesar 1-8 kali. VOC meningkat sebesar 15-400% dan NOx sebesar 20-
150%.
-
Joumard, dkk (1995) menyatakan bahwa tidak hanya besar kecepatan kendaraan yang
memiliki korelasi dengan besar emisi yang ditimbulkan, namun besar percepatan yang
dialami kendaraan juga mempengaruhi besar emisi yang keluar.
E. Jenis dan Dampak Pencemaran Udara dari Kegiatan Transportasi Menurut Hickman (1999), kendaraan bermotor yang dijalankan di bawah temperatur
normal akan boros pada pemakaian bahan bakar dan akan lebih banyak emisi yang dihasilkan
dibandingkan bila mesin telah panas Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai
senyawa kimia. Bahan bakar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin
maupun solar sebenarnya memiliki kandungan gas buang yang tidak jauh berbeda
komposisinya. Komposisi dari gas buang ini bergantung kepada kondisi mengemudi, jenis
mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang membuat pola
emisi menjadi rumit (Hickman, 1999). Pada tabel 2.1 ditunjukkan parameter pencemar udara
dan sumber pencemaran udara serta dampak yang ditimbulkan dari emisi kegiatan
transportasi.
Tabel 2.1 Parameter, Sumber, dan Dampak Pencemaran Udara dari Kegiatan Transportasi
No. Parameter
Pencemar Sumber Emisi Pengaruh
1
Korban
Monoksida
(CO)
- Bensin/Premix - Menurunkan kapasitas darah untuk
membawa oksigen
- BBM 2 tak - Melemahkan kemampuan berpikir
- Gas
- Memperberat penyakit jantung dan
pernapasan
- Menyebabkan sakit kepala (pusing)
2
Karbon
Dioksida
(CO2)
- Bensin/Premix - Mempengaruhi iklim
- BBM 2 tak - Green House Effect
- Gas
3
Nitrogen
Dioksida
(NO2)
- Bensin/Premix - Memperberat penyakit jatung dan
pernapasan
- Solar - Iritasi paru-paru
- BBM 2 tak - Menyebabkan hujan asam
- Menghambat pertumbuhan
4 Hidrokarbon
(HC)
- Bensin/Premix - Beberapa senyawa hidrokarbon dapat
menyebabkan kanker - Solar
- BBM 2 tak
5 Partikel debu,
jelaga, asap
- Solar - Menyebabkan kanker
- BBM 2 tak
- Memperberat penyakit jantung dan
pernapasan
- Mengganggu fotosintesa tanaman Sumber: Shecter, 1989
BAB III
LANDASAN TEORI
A. Pemodelan Menggunakan AIMSUN 6.1
AIMSUN (Advanced Interactive Microscopic Simulator for Urban and Non-Urban
Network) merupakan suatu piranti lunak yang digunakan untuk keperluan pendidikan dalam
bahasan perencanaan dan pemodelan transportasi. Aplikasi AIMSUN menggunakan dasar
pemodelan lalu lintas four step model. AIMSUN mampu menyimulasikan lalu lintas dalam
skala mikroskopik dengan kemampuan yang akurat menampilkan geometri jalan sesuai
-
dengan kondisi di lapangan dan pemodelan perilaku individu kendaraan yang rinci sehingga
pemodelan yang dihasilkan mampu menyerupai aliran lalu lintas kendaraan sesuai dengan
kondisi lapangan. Asumsi dasar dan proses kerja program AIMSUN 6.1 mengenai keadaan
lalu lintas yang akan dianalisa adalah sebagai berikut:
a. Persimpangan dalam jaringan jalan dioperasikan dengan traffic light, sistem prioritas, maupun un-controlled.
b. Seluruh setting lampu lalu lintas dalam jaringan jalan mempunyai waktu ulang (cycle time) serta rincian setiap fase dan periode minimum pada seluruh setting diketahui.
Data input yang digunakan dalam program AIMSUN 6.1 untuk membuat suatu
pemodelan akan kondisi lalu lintas adalah sebagai berikut:
a. Geometri jalan menggunakan peta jaringan jalanan eksisting. b. Data umum untuk seluruh jaringan, misalnya waktu siklus dan detail setiap fase. c. Sistem kontrol persimpangan dalam jaringan jalan (traffic light/uncontrolled/simpang
prioritas).
d. Jenis dan spesifikasi kendaraan yang melalui jaringan jalan. e. Input volume lalu lintas bisa berupa O/D Matrix atau Matriks Asal Tujuan dengan
memperhitungkan bangkitan dan tarikan dari zona pada jaringan jalan yang ditinjau, serta
bisa berupa Traffic States atau arus lalu lintas per jam dan besar arus belok kiri, kanan, dan
lurus pada simpang (% atau arus lalu intas per jam) untuk tiap jenis kendaraan.
f. Rute public transport dan letak shelter. Garis besar proses kerja program AIMSUN 6.1. adalah sebagaimana dijelaskan di
bawah:
a. Dengan menggunakan model lalu lintas, berdasarkan data jaringan jalan dan volume lalu lintas, serta setting lampu lalu lintas eksisting dilakukan simulasi untuk kondisi eksisting.
b. Output yang dihasilkan meliputi kinerja sistem, kinerja ruas jalan, kinerja public transport kaitannya dengan delay time, travel time, density, flow, speed, qmean (panjang antrian),
fuel consumption, dan emission.
c. Melakukan pemodelan terhadap skenario yang akan dilakukan kemudian disimulasikan.
B. Parameter Arus Lalu Lintas Parameter arus lalu lintas terdiri dari dua kategori umum. Parameter mikroskospik
yang menjelaskan arus lalu lintas secara keseluruhan terdiri dari volume atau tingkat arus,
kecepatan, kepadatan. Parameter mikroskospik menjelaskan perilaku individu kendaraan atau
sepasang kendaraan dalam arus lalu lintas terdiri dari kecepatan individu kendaraan, headway,
dan spacing.
1. Volume dan Tingkat Arus Lalu Lintas Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu pada jalan raya pada
selang waktu tertentu atau kendaraan per unit waktu. Unit waktu yang paling sering
digunakan adalah setiap hari atau setiap jam. Volume harian digunakan untuk melihat pola
dari waktu kewaktu dan untuk tujuan perancanaan atau pengontrolan yang diperlukan
volume pada jam-jam puncak harian.
a. Volume harian a. Average Annual Daily Traffic (AADT). Rata-rata volume 24 jam(sehari) pada suatu
lokasi selama 365 hari (setahun).
b. Average Annual Weekday Traffic (AAWT). Rata-rata volume 24 jam(sehari) pada suatu lokasi selama 260 hari (waktu kerja).
c. Average Daily Traffic (ADT). Rata-rata volume 24 jam(sehari) pada suatu lokasi kurang dari setahun biasanya selama sebulan.
d. Average weekday Traffic (ADT). Rata-rata volume 24 jam(sehari) pada suatu lokasi kurang dari setahun biasanya hari kerja selama sebulan.
-
b.Volume jam-jaman
Dalam perencanaan, volume jam puncak biasanya diproyeksikan dari AADT yang
dikenal sebagai DDHV (directional design hour volume), karena AADT lebih stabil dari
pada volume jam-jama an, dan ini memberikan tingkat kepercayaan lebih terhadap data
volume.
DDHV (kendaraan/jam) = AADT x K x D (3.1)
dimana:
K = Proporsi lalu lintas harian selama jam puncak
D = Proporsi perjalanan lalu lintas jam puncak dalam arus puncak.
2. Kecepatan dan Waktu Perjalanan Kecepatan adalah perubahan jarak per waktu, waktu perjalanan adalah waktu yang
dibutuhkan untuk melintasi suatu ruas jalan pada jarak tertentu.
V=
(3.2)
dimana:
V = Kecepatan (km/jam)
d = Jarak lintasan
t = waktu melintasi jarak d
Ada dua cara untuk menghitung rata rata kecepatan, Time Mean Speed (TMS) yaitu Rata-
rata kecepatan untuk suatu lokasi tertentu selama selang waktu tertentu. Space Mean
Speed (SMS) adalah rata rata kecepatan kendaraan berada pada suatu lokasi pada rata-rata
selang waktu tertentu.
TMS =
(3.3)
SMS =
(3.4)
dimana:
TMS = Time mean speed
SMS = Space mean speed
N = Jumlah kendaan yang diamati
d = Jarak lintasan
t = waktu melintasi jarak d
3. Time Headway dan Space Headway Headway di definisikan sebagai perbedaan waktu kedatangan (time) atau perbedaan jarak
kedatangan (space) antara kendaraan yang berjalan berurutan yang melintasi suatu
penampang jalan. Biasanya headway diukur berdasarkan jarak antara bumper dapan ke
bumper depan kendaraan yang berurutan, dan lebih baik lagi jika di ukur antara bumper
belakang ke bumper belakang kendaraan yang berurutan.
D =
(3.5)
f =
(3.6)
dimana :
D = Kepadatan(kendaraan/km)
f = Arus (Kendaraa/jam)
ds = Space Headway (m)
dt = Space Headway (detik)
C. Model Pergerakan Kendaraan Lalu lintas pada model mikrosimulasi mempertimbangkan interaksi kendaraan pribadi
dengan kendaraan lain dan jaringan jalan. Pergerakan kendaraan sepanjang jaringan jalan ,
disesuaikan berdasarkan model perilaku kendaraan : car following and lane changing .
-
Pengemudi cenderung memacu kendaraan dengan kecepatan yang di inginkannya tetapi
lingkungan (kendaraan didepan, kendaraan yang berdampingan, sinyal lalu lintas, rambu,
penutupan jalan, dan lain lain) mengkondisikan perilaku pengemudi.
1) Car Following Model Car following model merupakan model pergerakan kendaraan pada suatu jalur di jaringan
jalan yang cenderung mengikuti pergerakan dari kendaraan di depannya.
Car Following Model pada AIMSUN berdasarkan pada Gipps model (Gipps 1981 dan
1986b) model ini terdiri dari dua komponen dasar, percepatan dan perlambatan,
komponen yang pertama mewakili kecepatan yang ingin dicapai oleh kendaraan,
sedangkan komponen yang kedua memberikan batasan kecepatan, yang disebabkan oleh
kendaraan didepannya ketika mencoba mengemudi dengan kecepatan yang
diinginkannya. Gipps (1981) menetapkan batasan pada model melalui pertimbangan
keselamatan dan asumsi pengemudi dalam memperkirakan kecepatannya berdasarkan
kendaraan di depan untuk tetap dapat menjaga jarak aman. Model ini menyatakan,
kecepatan maksimum pada suatu kendaraan ketika melakukan percepatan selama
periode waktu (t,t + T), dinyatakan sebagai:
, ( , ), , 2.5 1 0.025
* *( )
V n t V n tV n t T V n t a n T
V n V n
(3.7)
dimana:
V(n,t) = kecepatan kendaraan n pada waktu t
V*(n) = kecepatan yang diinginkan kendaraan (n) pada bagian saat itu
a (n) = percepatan maksimum untuk kendaraan (n)
T = waktu reaksi
Kecepatan maksimum pada kendaraan yang sama (n) bisa tercapai selama interval waktu
yang sama (t, t + T), sesuai dengan karakteristik sendiri dan keterbatasan yang ditentukan
oleh pengaruh dari kendaraan didepannya (kendaraan n-1), dengan persamaan sebagai
berikut:
2 2, ( ) ( )bV n t T d n T d n T d An (3.8)
2( 1, )
2 1, 1 ( , ) ,`( 1)
V n tx n t s n x n t VA n t T
d n
(3.9)
dimana:
d(n) (
-
D. Parameter Kinerja Simpang Bersinyal dan Ruas Jalan 1. Tundaan Lalu Lintas Untuk Simpang Bersinyal
Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati simpang
bila dibandingkan dengan situasi tanpa simpang. Untuk menghitung tundaan lalu lintas
pada simpang bersinyal digunakan rumus berikut ini:
1/2
2 / 4 4 / D T f F f T f F
(3.10)
dimana:
D = Tundaan rata-rata kendaraan (detik)
f = rata-rata arus kedatangan pada ruas jalan (smp/jam)
F = Arus maksimum yang dapat ditampung ruas jalan (smp/jam)
T = durasi kondisi arus dengan memperhatikan waktu sinyal (jam)
2. Tundaan Pada Ruas Jalan Untuk menghitung tundaan pada ruas jalan digunakan rumus berikut ini:
sec
sec
iiDT
DTN
(3.11)
( , * ( , *
s ti i
i s i i t i
L LDT TT
Min SMax S Min SMax S
(3.12)
dimana:
DTsec = rata-rata waktu tundaan setiap kendaraan pada ruas jalan (detik)
Ss = Batasan kecepatan bagian ruas jalan s (m/s)
St = Batasan kecepatan berubah t (m/s)
i = speed acceptance kendaraan i SMaxi = maximum desired speed dari kendaraan i(m/s)
Ls = distance of section s (meter)
Lt = jarak dari turning t (meter)
3. Panjang Antrian Untuk Simpang Bersinyal Untuk menghitung panjang antrian pada simpang bersinyal digunakan rumus berikut ini:
qd
qrN
2 (3.13)
dimana:
N = Rata-rata antrian pada permulaan waktu hijau (meter)
q = Arus lalu lintas (smp/jam)
r = waktu merah (detik)
d = Rata-rata tundaan per kendaraan (detik)
4. Antrian Pada Ruas Jalan Untuk menghitung antrian pada ruas jalan digunakan rumus di bawah ini:
, ( 1) , ,( 1)sec
sec
sec
*i l
l t i l i l i
l t T
QL t t
AQLNBLanes
I
(3.14)
secsec
sec
l
l
MaxQL
MaxQLNBLanes
(3.15)
dimana:
QLl,t = Panjang antrian pada lajur l saat waktu t
MaxQL1 = Panjang antrian maksimum pada lajur l (kendaraan)
I = Selang waktu statistik (detik)
-
tl = (0, tl,1, ..., tl-m, I) : Sesaat ketika panjang antrian lajur l berubah
NBlanessec = Jumlah lajur pada ruas jalan
5. Kepadatan Kepadatan adalah jumlah kendaraan yang berada pada panjang ruas jalan.
Kepadatan dihitung dengan rumus di bawah ini:
fD
v (3.16)
dimana:
D = kepadatan (kendaraan/km)
f = Arus (kendaraan/jam)
v = Kecepatan (km/jam)
E. Struktur Model Mikroskopik Perhitungan Emisi Kendaraan Model mikroskopik emisi lalu lintas merupakan model pengukuran emisi dari masing-
masing kendaraan dalam suatu arus lalu lintas yang ditinjau. Parameter pergerakan kendaraan
yang mempengaruhi tingkat emisi yang terjadi antara lain kecepatan sesaat, percepatan, dan
kategori motorisasi. Total emisi yang terjadi diperoleh dengan menggabungkan emisi spesifik
untuk setiap kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang ditinjau. Tahap awal dilakukan
input data yang diperlukan antara lain data jaringan jalan, sistem sinyal, volume lalu
lintas,serta data karakteristik dari kendaraan termasuk jenis bahan bakar yang digunakan.
Kemudian dilakukan mikrosimulasi terhadap model lalu lintas dan diperoleh kecepatan sesaat
dan percepatan masing-masing kendaraan. Informasi mengenai parameter pergerakan
kendaraan tersebut digunakan dalam model perhitungan emisi dan menghasilkan output
berupa konsentrasi untuk masing-masing polutan atau jenis pencemar udara yang timbul
karena pergerakan kendaraan tersebut.
F. Tingkat Polusi Udara Akibat Pergerakan Kendaraan Bermotor Tingkat polusi udara dapat dihitung dari perhitungan besar dampak dari konsumsi
bahan bakar akibat pergerakan kendaraan bermotor. Tiap jenis bahan bakar yang digunakan
akan mengeluarkan emisi dengan jenis dan besar tertentu. Tiap jenis pergerakan kendaraan
akan memberi dampak yang berbeda terhadap tingkat polusi udara yang terjadi. Pergerakan
kendaraan antara lain berjalan dengan kecepatan konstan, pergerakan merambat, mengalami
percepatan, dan mengalami perlambatan. Berikut persamaan untuk menghitung besar
konsumsi bahan bakar sesuai dengan jenis pergerakan kendaraan, seperti ditunjukkan pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar
Pergerakan Kendaraan Konsumsi Bahan Bakar (ml)
dalam selang waktu tertentu
Merambat Fi . t
Kecepatan Konstan (v(m/s)) (c1+c2.a.v) . t
Mengalami percepatan (a(m/s2)) (k1(1+(v/(2.vm))
3)+k2.v) . t
Mengalami perlambatan (a(m/s2)) Fd . t
dimana:
3
1 2 1 2
1 3 3 3 3
2 1 2 1 1 2180 2 2
m
m m
F F v v vk
v v v v v v v v
(3.17)
3 3 3 3
2 2 1 1 2 2 1 1 1 22 3 3 3 3
2 1 2 1 1 2
2 2
360 2 2
m m
m m
F v v Fv v F v v Fv vk
v v v v v v v v
(3.18)
Fi = konsumsi bahan bakar saat pergerakan merambat (ml/s)
Sumber : Microsimulator and Mesosimulator AIMSUN 6.1 Users Manual ( 2010)
-
c1 dan c2 = konstanta konsumsi bahan bakar untuk masing-masing jenis kendaraan saat
mengalami percepatan atau Fa (ml/s)
F1 = besar konsumsi bahan bakar dalam liter per 100 km untuk kendaraan dengan
kecepatan konstan sebesar 90 km/jam
F2 = besar konsumsi bahan bakar dalam liter per 100 km untuk kendaraan dengan
kecepatan konstan sebesar 120 km/jam
vm = kecepatan dimana besar konsumsi bahan bakar mencapai tingkat minimum saat
kendaraan berjalan dengan kecepatan konstan.
Fd = besar konsumsi bahan bakar saat kendaraan mengalami perlambatan (ml/s)
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa dengan adanya perbedaan
kecepatan pergerakan masing-masing kendaraan maka akan mempengaruhi besar konsumsi
bahan bakar sehingga besar emisi yang dikeluarkan juga akan bervariasi tergantung dengan
kecepatan pergerakan kendaraan. Perhitungan besar emisi yang dikeluarkan dengan
mempertimbangkan variasi kecepatan kendaraan, jenis kendaraan, dan jenis bahan bakar yang
digunakan, dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan yang ditemukan oleh Panis
(dkk,2006) sebagai berikut:
2 2
0 1 2 3 4 5 6,n n n n n n nE t Max E f f v t f v t f a t f a t f v t a t
(3.19)
dimana:
/n n na t t v t t v t t (3.20) Vn(t) = kecepatan seketika dari jenis kendaraan (n) pada waktu tertentu (t) yang
dihitung menggunakan rumus (3.7) dan rumus (3.8)
t = waktu simulasi (detik) f1,f2,f3,f4,f5,f6 = konstanta emisi untuk masing-masing jenis kendaraan, bahan bakar, dan
polutan yang diperoleh dari hasil analisis regresi untuk jenis kendaraan
dengan mesin standar internasional.
G. Penyediaan Parkir Lahan untuk parkir dapat disediakan di luar badan jalan maupun pada badan jalan,
namun dengan berbagai persyaratan tertentu. Mengingat fungsi utama badan jalan adalah
untuk memfasilitasi pergerakan lalulintas, maka parkir pada badan jalan hanya boleh
disediakan pada jalan-jalan kolektor dan lokal. Pembatasan parkir pada badan jalan diatur
dalam Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Bina Marga, 1992).
Kemudahan dan kenyamanan tersebut di atas dapat dikaitkan dengan jangkauan
berjalan kaki dari calon pengguna fasilitas parkir. Jarak jangkauan tersebut sangat bervariasi,
yang sangat dipengaruhi oleh adanya fasilitas pejalan kaki (trotoar) dan jenis kegiatan serta
lingkungan di sepanjang fasilitas pejalan kaki. Studi menunjukkan bahwa jarak jangkauan
berjalan kaki umumnya adalah 100 300 meter (Munawar, 2004). Dalam penyediaan ruang parkir dikenal istilah Satuan Ruang Parkir (SRP). SRP
diartikan sebagai ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil penumpang,
bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar bukaan pintu. Perancangan
fasilitas parkir memerlukan data masukan utama berupa dimensi kendaraan dan perilaku
pemakai kendaraan terkait dengan besaran satuan SRP, lebar jalur gang yang diperlukan dan
konfigurasi parkir. Di Indonesia, penentuan SRP diatur dalam Pedoman Perencanaan dan
Pengoperasian Fasilitas Parkir (Dirjen Perhubungan Darat, 1996).
H. Perhitungan Kebutuhan Parkir Untuk menghitung besar kebutuhan parkir yang perlu disediakan perlu dilakukan
perhitungan berdasarkan rumus-rumus dasar sebagai berikut:
1. Kapasitas Statis
-
Penyediaan kapasitas parkir yang akan disediakan atau yang akan ditawarkan untuk
memenuhi permintaan parkir.
LKS
X (3.21)
dimana:
KS = kapasitas statis atau jumlah ruang parkir yang ada
L = panjang jalan efektif yang dipergunakan untuk parkir
X = panjang dan lebar ruang parkir yang dipergunakan
2. Kapasitas Dinamis Kapasitas parkir yang tersedia (kosong selama waktu survai yang diakibatkan oleh
manuver kendaraan).
.KS PKD
D (3.22)
dimana:
KD = kapasitas parkir dalam kend/jam survei
Ks = jumlah ruang parkir yang ada
P = lamanya survei
D = rata - rata durasi (jam)
3. Durasi Parkir Besar durasi parki tergantung pada rata rata lamanya kendaraan yang parkir. D = (Kendaraan Parkir x Lama Parkir)/Jumlah Kendaraan (3.23)
dimana:
Kendaraan parkir = jumlah kendaraan yang diparkir pada satuan waktu tertentu.
4. Penggunaan Parkir (indeks parkir) Penggunaan parkir merupakan persentase penggunaan parkir pada setiap waktu atau
perbandingan antara akumulasi dengan kapasitas.
IP = (Akumulasi (kendaraan) x 100%)/Ks (3.24)
dimana:
IP = Indeks Parkir
Ks = Kapasitas statis
5. Tingkat Pergantian Parkir (Turn Over) Penggunaan ruang parkir yang merupakan perbandingan volume parkir untuk suatu
periode waktu tertentu dengan jumlah ruang parkir/kapasitas parkir.
Turn Over (TO) = Jumlah Kendaraan/Ks (3.25)
dimana:
Ks = Kapasitas statis
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Malioboro, Yogyakarta seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.1. Wilayah penelitian ini dilakukan di kawasan Malioboro meliputi Jalan Malioboro Jalan Jend. A. Yani Jalan Senopati Jalan Mayor Suryotomo Jalan Mataram Bundaran Kridosono Jalan Jendral Sudirman Jalan Diponegoro Jalan Tentara Pelajar Jalan Letjen Suprapto Jalan K.H. A. Dahlan.
B. Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Formulir survei kecepatan dari kendaraan (data akan digunakan untuk proses kalibrasi dan validasi).
-
2. Alat tulis, di gunakan untuk mencatat hasil survei yang dilakukan 3. Stop watch, untuk alat bantu dalam survei kecepatan. 4. Komputer dan program AIMSUN 6.1
C. Pengumpulan Data Pada penelitian ini digunakan data sekunder dan data primer, pada lokasi penelitian
yang didapat dari instansi terkait, seperti Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika
Yogyakarta.
1. Data primer a. Geometri beberapa ruas jalan lokal pada simpang-simpang yang ditinjau dengan
pengukuran secara langsung dan dengan estimasi menggunakan Google Earth.
b. Kecepatan kendaraan pada ruas jalan yang ditinjau. c. Volume lalu lintas pada simpang-simpang ruas jalan lokal. d. Waktu siklus simpang bersinyal.
2. Data sekunder a. Geometri ruas jalan pada lokasi penelitian. b. Data volume lalulintas pada jaringan jalan kawasan Malioboro. c. Waktu siklus pada simpang bersinyal dari jaringan jalan yang ditinjau. d. Peta jaringan jalan yang ditinjau.
Untuk memperoleh data primer yang disebutkan di atas, dilakukan survei-survei
sebagai berikut:
1. Survei geometri jalan dilakukan di sepanjang ruas jalan dan simpang yang ditinjau dengan mengukur langsung menggunakan meteran. (Ruas jalan dan simpang yang disurvei dapat
dilihat di Gambar 4.1)
2. Survei kecepatan dilakukan untuk memperoleh kecepatan rata-rata kendaraan pada ruas jalan yang ditinjau atau space mean speed. Survei dilakukan pada beberapa ruas jalan di
kawasan Malioboro, seperti yang telah ditunjukkan di Gambar 4.1. Survei dilakukan
dengan melakukan mencatat waktu yang dibutuhkan kendaraan untuk melintas di ruas
jalan yang ditinjau. Survei dilakukan selama 15 menit untuk masing-masing ruas jalan
dengan periode 5 menitan pada jam puncak sore yaitu hari Sabtu dan Minggu, jam 16.00-
18.00.
3. Survei volume lalu lintas pada simpang-simpang yang ditinjau, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Survei dilakukan pada kondisi jam puncak sore, yaitu hari Sabtu, jam
16.00-18.00 dengan periode 15 menitan (Penentuan jam puncak pada kawasan Malioboro
dijelaskan pada Bab V Analisis, dan Pembahasan). Metode perhitungan dilakukan dengan
cara mencatat jumlah kendaraan yang keluar dan masuk simpang dan dibedakan dalam
jenis kendaraan mobil penumpang, kendaraan berat, sepeda motor, serta kendaraan tidak
bermotor.
4. Survei waktu siklus dilakukan pada 14 simpang-simpang bersinyal yang ditinjau, yaitu Simpang Pingit, Simpang Tugu, Simpang C. Simanjuntak, Simpang Cikditiro, Simpang
Gandekan Lor, Simpang Badran, Simpang Melia Purosani, Simpang Senopati, Simpang
Ngabean, Simpang Kleringan (Jembatan Baru), Simpang Mataram (Inna Garuda), dan
Simpang Pasar Kembang. Survei dilakukan dengan cara mencatat durasi hijau, kuning, dan
waktu mulai hijau dari setiap lengan pada simpang bersinyal tersebut.
-
Gambar 4.1 Titik-titik Survei
D. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahap antara lain:
1) Tahap perumusan masalah Tahap awal dari penelitian ini adalah menetapkan rumusan masalah yang akan menjadi
fokus penelitian, sehingga dapat diperkirakan data yang dibutuhkan dan proses yang akan
dilakukan agar penelitian dapat terlaksana.
2) Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian
yang diambil dan juga mempelajari kasus-kasus terkait yang sudah diangkat pada
penelitian sebelumnya.
3) Tahap persiapan data Melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian, baik data sekunder
maupun data primer.
4) Membuat Model dan Simulasi Menggunakan AIMSUN 6.1. Setelah data yang dibutuhkan dalam penelitian ini didapatkan, langkah selanjutnya adalah
membuat model pada kondisi existing model ini nantinya menjadi model dasar yang
mewakili kondisi saat ini.
5) Kalibrasi dan validasi Melakukan kalibrasi terhadap parameter-parameter yang mempengaruhi kondisi pada
model dan pada kondisi nyata, proses ini dilakukan dengan trial error. Kalibrasi dan
validasi dilakukan pada parameter kecepatan kendaraan yang melintas di jaringan jalan
yang ditinjau.
6) Membuat Alternatif/Skenario Langkah selanjutnya adalah membuat alternatif atau skenario yang akan diteliti pada
penelitian ini. Skenario yang akan diterapkan adalah penutupan jalan Malioboro untuk
semua jenis kendaraan bermotor kecuali angkutan umum dan memberikan fasilitas parkir
pada outline kawasan Malioboro serta alternatif akses baru untuk keluar dan masuk di
sekitar kawasan Malioboro.
7) Running model kondisi skenario dengan AIMSUN 6.1.
: lingkup jalan yang ditinjau
: ruas jalan survei kecepatan kendaraan
: simpang survei traffic counting
-
Pada tahap ini dilakukan running untuk model kondisi skenario yang diusulkan
menggunakan software AIMSUN.
8) Analisis data Pada tahap ini dilakukan analisis dari data hasil simulasi untuk model kondisi skenario
yang diterapkan.
9) Pembahasan dan kesimpulan Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap semua analisis data dari hasil simulasi untuk
model kondisi skenario yang diterapkan kemudian memberikan kesimpulan terhadap
seluruh pembahasan yang telah dilakukan.
Adapun tahapan dan Proses penelitian dapat seperti terlihat pada Gambar 4.2 berikut ini:
Running Model Kondisi Eksisting dengan
AIMSUN 6.1
Rumusan Masalah
Studi literatur
Pengumpulan data
Data Primer:
1. Geometri ruas jalan lokal
2. Volume Lalu lintas
simpang ruas jalan lokal
3. Kecepatan kendaraan
4. Waktu siklus
Kalibrasi dan validasi
Mulai
Lapangan = Model
Ya
Tidak
Data Sekunder:
1. Peta Lokasi Google Earth
2. Volume Lalu lintas
simpang utama
3. Geometri ruas jalan utama
Selesai
Analisis data
Running Model Kondisi Skenario
Pembahasan dan Kesimpulan
Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian
-
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Eksisting Kondisi eksisting merupakan kondisi kawasan Malioboro dengan jumlah parkir on street
yang cukup banyak dan menyebabkan kemacetan karena akses keluar dan masuk kendaraan
parkir berhubungan langsung dengan ruas Jalan Malioboro, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.1. Kapasitas parkir di kawasan Malioboro pada kondisi eksisting ditunjukkan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Kapasitas Parkir di Kawasan Malioboro
JENIS
PARKIR
KANTONG
PARKIR PENGELOLA
KAPASITAS (unit)
BUS MOBIL SEPEDA MOTOR
Off
Street
Abu Bakar Ali UPT Malioboro Kota 22 35 -
Pasar Bringharjo UPT Malioboro Kota - 200 400
Senopati Dishubkominfo Kota 5 15 20
Sub Total 27 250 420
On
Street
Jl. Malioboro UPT Malioboro Kota - - 1520
Jl. A. Yani UPT Malioboro Kota - - 912
Jl. Pasar Kembang Dishubkominfo Kota - 14 N.A
Jl. Sosrowijayan Dishubkominfo Kota - 8 N.A
Jl. Dagen Dishubkominfo Kota - 16 N.A
Jl. Pajeksan Dishubkominfo Kota - 8 N.A
Jl. Beksalan Dishubkominfo Kota - 3 N.A
Jl. Reksobayan Dishubkominfo Kota - 5 N.A
Jl. Perwakilan Dishubkominfo Kota - 5 N.A
Jl. Suryatmajan Dishubkominfo Kota - 24 N.A
Jl. Ketandan Kulon Dishubkominfo Kota - 6 N.A
Jl. Ketandan Wetan Dishubkominfo Kota - 16 N.A
Jl. Pabringan Dishubkominfo Kota - 10 N.A
Sub Total 0 115 2432
TOTAL 27 365 2852 N.A = Not Available (Tidak Tersedia Data)
Sumber: UPT Malioboro Kota (2012), Dihubkominfo Kota (2012)
Kapasitas parkir yang tertera pada Tabel 5.1 didasarkan pada kemampuan kantong
parkir menampung kendaraan parkir dalam 1 kali penuh. Rata-rata turn over parking di
kawasan Malioboro adalah 2,5 sampai 2,6, sehingga kapasitas parkir kawasan Malioboro per
hari mampu menampung 71 bus, 942 mobil, dan 7416 sepeda motor.
B. Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi dan validasi yang pertama dilakukan yaitu pada parameter volume lalu lintas
sepeda motor. Dengan keterbatasan AIMSUN 6.1, maka volume lalu lintas sepeda motor
perlu diubah dalam satuan mobil penumpang. Besar nilai satuan mobil penumpang untuk
sepeda motor di perkotaan adalah 0,2 sampai 0,5. Dengan melihat karakteristik pergerakan
sepeda motor yang di Kota Yogyakarta, maka satuan mobil penumpang yang sesuai untuk
sepeda motor adalah 0,2. Selain menyetarakan satuan kendaraan sepeda motor dalam satuan
mobil penumpang. Kalibrasi dan validasi juga dilakukan dalam penyesuaian jumlah lajur
pergerakan lalu lintas. Pada kondisi lapangan, 2 lajur bisa digunakan untuk 3 kendaraan
berdampingan sedangkan pada pemodelan AIMSUN hanya bisa digunakan untuk 2 kendaraan
berdampingan. Oleh karena itu perlu dilakukan kalibrasi dan validasi agar kondisi model
mewakili kondisi lapangan, yaitu dengan cara mengubah jumlah lajur pada pemodelan
-
menjadi jalan 3 lajur dengan lebar masing-masing lajur 2,5 meter. Dengan begitu kondisi
pemodelan benar-benar mewakilkan kondisi yang terjadi di lapangan, kemudian dilanjutkan
kalibrsi pada parameter Max Desired Speed (kecepatan maksimum yang diinginkan untuk
masing-masing jenis kendaraan dalam melintas di jaringan jalan yang dintinjau) dan Speed
Acceptance (tingkat penerimaan pengemudi dalam mengendarai kendaraan dengan batsa
kecepatan tertentu), dengan melakukan trial and error sebanyak 20 kali seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 5.2. Setiap satu NO. Eksperimen terdiri dari 5 eksperimen dengan
Speed Acceptance yang berbeda-beda mulai dari 0.8, 0.9, 1.0, 1.1, dan 1.2. Selanjutnya
kecepatan yang diperoleh dari simulasi dibandingkan dengan kecepatan observasi yang
diperoleh di lapangan. Nilai chi-square, RMSE (Root Mean Square Error), dan R-square
yang didapat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.2 Trial and Error Eksperimen NO.
Eksperimen
Max Desired Speed (km/jam)
Mobil Motor Kendaraan Berat Kendaraan Tidak Bermotor
1 60 70 40 20
2 50 60 30 10
3 50 50 50 15
4 60 70 110 10
5 60 70 80 8
Tabel 5.3 Nilai R2, RMSE, Chi-Square
EKSPERIMEN SPEED ACCEPTANCE R2 RMSE CHI-SQUARE
Eksperimen 1
0,8 0,36 5,8 14,4
0,9 0,11 8,3 27,1
1 0,08 10,6 40,7
1,1 0,16 13,2 58,2
1,2 0,004 15,7 76,1
Eksperimen 2
0,8 0,1 6 17,5
0,9 0,08 7 21
1 0,08 8,8 29,4
1,1 0,12 9,4 32,9
1,2 0,09 10,9 41,9
Eksperimen 3
0,8 0,12 6,2 17,1
0,9 0,03 9,6 34,4
1 0,07 9,8 35,5
1,1 0,12 9,9 36
1,2 0,003 11 42,7
Eksperimen 4
0,8 0,29 5,3 13,8
0,9 0,06 7,3 28,6
1 0,18 7,7 23,2
1,1 0,14 10,4 39,1
1,2 0,01 12,3 50,9
Eksperimen 5
0,8 0,41 4,9 11,9
0,9 0,24 5,7 14,6
1 0,2 6,6 18,3
1,1 0,12 8,7 28,4
1,2 0,07 11,1 42,8
Berdasarkan eksperimen tersebut diperoleh eksperimen 5 dengan speed acceptance 0.8,
merupakan hasil yang terbaik. Eksperimen 5 dengan speed acceptance 0.8 memiliki rata-rata
nilai error yang paling kecil dengan nilai RMSE 4.9, nilai Chi-square 11.9, dan nilai R-
square 0.41. Hasil pengujian chi-square didapatkan nilai 2 hitungan sebesar 11.9 sedangkan nilai 2 tabel 28.3. Besar 2 hitungan lebih kecil dibandingkan nilai 2 tabel menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kondisi model dengan lapangan. Dengan begitu kondisi
-
model pada eksperimen 5 dengan speed acceptance 0.8 memiliki kondisi yang sudah
mendekati kondisi di lapangan.
C. Kondisi Skenario Penataan Kawasan Pedestrian di Malioboro dengan Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali
Pada skenario ini dilakukan penataan kawasan pedestrian dengan menutup Jalan
Malioboro dari lalu lintas kendaraan kecuali kendaraan tidak bermotor dan angkutan umum.
Penutupan Jalan Malioboro ini bertujuan untuk membersihkan parkir-parkir on street di
sepanjang kawasan Malioboro. Dengan adanya penutupan Jalan Malioboro maka akses
keluar dan masuk untuk peduduk dan pengunjung di kawasan sekitar Malioboro perlu
dievaluasi kembali. Oleh karena itu apabila Jalan Malioboro ditutup tanpa ada perubahan
akses keluar dan masuk kawasan maka mobilitas penduduk dan pengunjung akan terganggu.
Akses alternatif yang diterapkan pada skenario penataan Jalan Malioboro ini adalah ruas-ruas
jalan lokal yang sebelum adanya penutupan Jalan Malioboro merupakan jalan dengan 2 lajur
1 arah diubah menjadi 2 lajur 2 arah, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Perubahan pada Jalan Bayangkara menjadi jalan dengan 2 lajur 2 arah, menyebabkan
simpang bersinyal PKU atau simpang lengan 3 K.H. Ahmad Dahlan perlu pengaturan siklus
baru. Sebelum Jalan Bayangkara diubah menjadi 2 lajur 2 arah, simpang PKU merupakan
simpang bersinyal 2 fase dan dengan adanya perubahan tersebut pengaturan perlu diubah
menjadi 3 fase. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), simpang bersinyal dengan
pengaturan 3 fase memiliki waktu siklus antara 50 sampai 100 detik dan waktu hijau minimal
10 detik. Pada skenario ini diterapkan 2 pengaturan sinyal lalu diambil pengaturan yang
paling optimal. Hasil running model menunjukkan simpang PKU lebih optimal dengan
pengaturan 3 fase yang dilakukan pada alternatif pertama, yaitu dengan total siklus 89 detik
dan durasi waktu hijau pada Jalan Bayangkara sebesar 10 detik.
Gambar 5.1 Kondisi Skenario Penataan Kawasan Pedestrian di Malioboro dengan
Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali
D. Kondisi Skenario Penataan Kawasan Pedestrian di Malioboro dengan Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali dan Gedung Bekas Bioskop Indra
Skenario ini merupakan kelanjutan dari penerapan skenario parkir off street Abu Bakar
Ali. Pada skenario tersebut, semua kebutuhan parkir yang sebelumnya ditampung oleh parkir
-
on street dibebankan pada gedung parkir off street Abu Bakar Ali dengan akses masuk dari
Jalan Pasar Kembang dan Simpang Mataram (Inna Garuda) serta akses keluar dari pintu yang
berada di Simpang Mataram (Inna Garuda), seperti ditunjukkan pada Gambar 5.2.
E. Kondisi Skenario Penataan Kawasan Pedestrian di Malioboro dengan Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali, Gedung Bekas Bioskop Indra, dan Kantor Dinas
Pariwisata Yogyakarta
Dengan penerapan skenario parkir off street Abu Bakar Ali dan kantong parkir di gedung
bekas Bioskop Indra maka beban kebutuhan parkir bisa ditampung merata oleh kantong-
kantong parkir tersebut. Namun kebutuhan parkir dari kendaraan yang datang dari arah utara
kawasan Malioboro masih sepenuhnya dibebankan pada gedung parkir off street Abu Bakar
Ali sehingga titik kritis kemacetan di sekitar ruas jalan yang berada di dekat pintu masuk dan
keluar kantong parkir Abu Bakar Ali tidak berkurang signifikan. Oleh karena itu, pada
skenario ini akan diterapkan alternatif parkir lain yang dapat menampung kebutuhan parkir di
bagian utara kawasan Malioboro. Kantong parkir alternatif tersebut berada di Kantor Dinas
Pariwisata Yogyakarta dengan akses keluar dan masuk dari Jalan Mataram, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Gambar 5.2 Kondisi Skenario Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali dan Gedung Bekas
Bioskop Indra
Gambar 5.3 Kondisi Skenario Penataan Kawasan Pedestrian di Malioboro dengan
Penyediaan Kantong Parkir Abu Bakar Ali, Gedung Bekas BIoskop Indra, dan Kantor Dinas
Pariwisata Yogyakarta
-
F. Hasil Analisis Analisis yang akan dibahas pada penelitian ini berkaitan dengan tingkat efektifitas dari
penutupan Jalan Malioboro yang dilihat dari kinerja simpang bersinyal, dan tingkat polusi
udara hasil model pada kondisi eksisting dengan kondisi skenario.
1. Analisis Kinerja Simpang Bersinyal a. Waktu Tundaan dan Panjang Antrian Pada Skenario 1
Waktu tundaan dan panjang antrian yang dialami pada masing-masing lengan dari 14
simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4.
Tabel 5.3 Waktu Tundaan Pada Skenario 1
SIMPANG BERSINYAL LENGAN
TUNDAAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 1
menit detik menit detik
SIMPANG BADRAN
TIMUR 1 1 2 2 101%
BARAT 12 9 12 15 1%
SELATAN 1 3 0 51 -20%
UTARA 0 33 0 34 4%
SIMPANG CIKDITIRO
UTARA 0 27 0 28 4%
BARAT 0 34 0 39 13%
SELATAN 0 28 0 31 9%
TIMUR 7 55 9 57 26%
SIMPANG GANDEKAN
LOR
BARAT 0 16 0 17 6%
SELATAN 2 51 0 26 -85%
TIMUR 0 21 0 15 -26%
SIMPANG INNA
GARUDA
SELATAN 5 2 0 53 -83%
TIMUR 0 39 1 19 105%
BARAT 0 38 0 31 -17%
SIMPANG JEMBATAN
BARU KLERINGAN
SELATAN 0 18 0 50 173%
BARAT 0 28 0 45 62%
SIMPANG KANTOR POS
BARAT 0 26 0 26 3%
UTARA 2 33 0 14 -91%
TIMUR 0 45 0 43 -3%
SELATAN 0 20 0 25 29%
SIMPANG MCD
UTARA 1 30 4 1 168%
BARAT 0 25 0 26 3%
TIMUR 0 38 0 25 -33%
SIMPANG MELIA
UTARA 0 32 0 30 -6%
TIMUR 0 58 0 51 -12%
SELATAN 1 11 0 43 -40%
BARAT 0 46 0 41 -11%
SIMPANG NGABEAN
TIMUR 0 52 0 52 -1%
UTARA 0 48 0 43 -11%
SELATAN 1 22 1 9 -17%
BARAT 15 18 14 13 -7%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 5 38 5 35 -1%
BARAT 3 55 5 49 49%
UTARA 9 43 11 50 22%
SELATAN 4 11 2 59 -29%
SIMPANG PKU
BARAT 0 17 0 28 68%
TIMUR 0 22 0 27 21%
UTARA 3 19 -
SIMPANG PASAR
KEMBANG
BARAT 0 12 0 9 -21%
TIMUR 0 9 0 11 27%
SIMPANG SENOPATI
SELATAN 4 24 7 15 -75%
UTARA 1 15 0 55 -27%
BARAT 2 9 4 16 99%
TIMUR 18 5 28 16 56%
SIMPANG TUGU
UTARA 7 59 6 33 -18%
BARAT 8 18 5 34 -33%
TIMUR 0 3 0 3 -2%
RATA-RATA 2 49 2 54 3%
-
Tabel 5.4 Panjang Antrian Pada Skenario 1
SIMPANG BERSINYAL LENGAN
PANJANG ANTRIAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 1
Meter meter
SIMPANG BADRAN
TIMUR 7,5 21,7 190%
BARAT 236,9 240,8 2%
SELATAN 6,7 3,7 -44%
UTARA 2,2 3,0 35%
SIMPANG CIKDITIRO
UTARA 7,0 7,1 1%
BARAT 3,6 4,7 33%
SELATAN 3,3 3,5 7%
TIMUR 265,3 314,1 18%
SIMPANG GANDEKAN LOR
BARAT 1,8 2,1 18%
SELATAN 68,9 2,1 -97%
TIMUR 1,6 1,2 -25%
SIMPANG INNA GARUDA
SELATAN 124,6 23,7 -81%
TIMUR 14,8 39,3 166%
BARAT 11,5 5,3 -54%
SIMPANG JEMBATAN BARU
KLERINGAN
SELATAN 2,9 18,5 546%
BARAT 8,9 24,5 175%
SIMPANG KANTOR POS
BARAT 5,0 6,2 24%
UTARA 32,7 0,2 -100%
TIMUR 11,2 10,3 -8%
SELATAN 0,9 1,1 26%
SIMPANG MCD
UTARA 40,7 128,3 215%
BARAT 3,6 4,1 13%
TIMUR 10,4 5,9 -43%
SIMPANG MELIA
UTARA 5,8 4,1 -28%
TIMUR 2,4 2,3 -3%
SELATAN 27,0 12,1 -55%
BARAT 3,2 1,2 -62%
SIMPANG NGABEAN
TIMUR 7,4 5,6 -24%
UTARA 6,2 5,9 -4%
SELATAN 4,5 4,3 -5%
BARAT 299,7 269,8 -10%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 108,0 107,4 -1%
BARAT 208,1 219,7 6%
UTARA 309,8 320,2 3%
SELATAN 119,4 87,2 -27%
SIMPANG PKU
BARAT 4,3 7,0 63%
TIMUR 7,0 7,8 11%
UTARA 18,2 -
SIMPANG PASAR KEMBANG BARAT 3,6 1,3 -64%
TIMUR 1,4 2,9 103%
SIMPANG SENOPATI
SELATAN 114,0 218,7 92%
UTARA 15,6 8,9 -43%
BARAT 30,7 60,0 95%
TIMUR 468,8 790,7 69%
SIMPANG TUGU
UTARA 215,3 164,9 -23%
BARAT 70,6 56,9 -20%
TIMUR 2,1 1,5 -30%
RATA-RATA 63.2 69.1 9%
Berdasarkan hasil perhitungan yang dijabarkan pada tabeldiatas, dapat dilihat lengan
simpang yang mengalami peningkatan waktu tundaan dan panjang antrian adalah lengan dari
simpang yang merupakan ruas jalan menuju akses alternatif baru untuk masuk kawasan
Malioboro. Lengan timur, barat, dan utara dari simpang Badran mengalami peningkatan
waktu tundaan dan panjang antrian karena ruas-ruas jalan tersebut merupakan jalan menuju
akses masuk dari sebelah barat kawasan Malioboro. Hal itu pula yang menyebabkan
peningkatan waktu tundaan dan panjang antrian pada simpang Pingit. Sedangkan pada
simpang C. Simanjuntak, Cikditiro, Kleringan, Senopati, Pasar Kembang, lengan barat
-
simpang Gandekan Lor, dan lengan timur simpang Mataram (Inna Garuda) mengalami
peningkatan waktu tundaan dan panjang antrian karena ruas-ruas jalan tersebut merupakan
jalan menuju akses masuk dari sebelah timur kawasan Malioboro. Dengan adanya perubahan
akses keluar dan masuk kawasan Malioboro mempengaruhi pergerakan kendaraan pada ruas
jalan di sekitarnya. Sebelum Jalan Malioboro ditutup, kendaraan yang akan masuk kawasan
Malioboro cenderung melewati Jalan Mangkubumi (Simpang Tugu), namun dengan adanya
penutupan Jalan Malioboro dan akses masuk dipindahkan ke ruas jalan yang berada di barat
dan timur kawasan Malioboro maka kendaraan cenderung melewati ruas jalan yang menuju
akses-akses baru tersebut. Pada skenario 1, kantong parkir bus pariwisata Abu Bakar Ali yang
disediakan hanya 1 kantong parkir dan terletak di sebelah utara kawasan Malioboro, maka
timbul titik kemacetan baru di ruas jalan akses menuju kantong parkir tersebut dan kemacetan
di akses menuju kantong parkir eksisting yang berada di selatan kawasan Malioboro tetap
terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan titik kritis kemacetan pada kondisi
eksisting dengan kondisi skenario 1, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.4 dan 5.5
Gambar 5.4 Titik Kritis Kemacetan Kondisi Eksisting
Gambar 5.5 Titik Kritis Kemacetan Kondisi Skenario 1
(Kantong Parkir Abu Bakar Ali)
Pada kondisi eksisting terdapat titik-titik kemacetan di bagian selatan dari kawasan
Malioboro, tepatnya di kawasan Pasar Bringharjo. Sedangkan pada kondisi skenario 1
muncul titik-titik kritis kemacetan baru. Titik kritis kemacetan baru di akses keluar dan
KAWASAN PASAR
BRINGHARJO
Kemacetan baru di
kawasan yang dekat
dengan akses keluar dan
masuk kendaraan parkir
KANTONG PARKIR DI
SELATAN KAWASAN
MALIOBORO
-
masuk parkir Abu Bakar Ali serta di kantong parkir kawasan selatan Malioboro
dikarenakan beban volume kendaraan parkir yang sebelum adanya penutupan Jalan
Malioboro ditampung oleh parkir-parkir on street harus bisa ditampung oleh kantong
parkir baru di Abu Bakar Ali dan kantong parkir yang berada di kawasan selatan
Malioboro.
b. Waktu Tundaan dan Panjang Antrian Pada Skenario 2 Waktu tundaan dan panjang antrian yang dialami pada masing-masing lengan dari 14
simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6.
Tabel 5.5 Waktu Tundaan Pada Skenario 2
SIMPANG BERSINYAL LENGAN
TUNDAAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 2
menit detik menit detik
SIMPANG BADRAN
TIMUR 1 1 4 12 315%
BARAT 12 9 11 55 -2%
SELATAN 1 3 0 58 -8%
UTARA 0 33 0 33 0.4%
SIMPANG CIKDITIRO
UTARA 0 27 0 28 4%
BARAT 0 34 0 36 6%
SELATAN 0 28 0 26 -9%
TIMUR 7 55 9 17 17%
SIMPANG GANDEKAN
LOR
BARAT 0 16 0 21 31%
SELATAN 2 51 0 28 -84%
TIMUR 0 21 0 25 20%
SIMPANG INNA
GARUDA
SELATAN 5 2 0 42 -86%
TIMUR 0 39 0 20 -49%
BARAT 0 38 0 33 -13%
SIMPANG JEMBATAN
BARU KLERINGAN
SELATAN 0 18 0 16 -13%
BARAT 0 28 0 32 15%
SIMPANG KANTOR
POS
BARAT 0 26 0 31 22%
UTARA 2 33 0 7 -96%
TIMUR 0 45 0 45 -0.3%
SELATAN 0 20 0 19 -3%
SIMPANG MCD
UTARA 1 30 2 39 77%
BARAT 0 25 0 24 -3%
TIMUR 0 38 0 25 -35%
SIMPANG MELIA
UTARA 0 32 0 30 -7%
TIMUR 0 58 0 53 -9%
SELATAN 1 11 0 33 -54%
BARAT 0 46 0 44 -4%
SIMPANG NGABEAN
TIMUR 0 52 0 53 1%
UTARA 0 48 0 47 -2%
SELATAN 1 22 1 33 13%
BARAT 15 18 14 50 -3%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 5 38 6 48 21%
BARAT 3 55 4 14 8%
UTARA 9 43 13 57 44%
SELATAN 4 11 8 37 106%
SIMPANG PKU
BARAT 0 17 0 32 89%
TIMUR 0 22 0 26 20%
UTARA 1 13 -
SIMPANG PASAR
KEMBANG
BARAT 0 12 0 11 -1%
TIMUR 0 9 0 12 40%
SIMPANG SENOPATI
SELATAN 4 24 4 23 -0.1%
UTARA 1 15 0 60 -20%
BARAT 2 9 2 6 -2%
TIMUR 18 5 19 2 5%
SIMPANG TUGU
UTARA 7 59 8 58 12%
BARAT 8 18 9 20 13%
TIMUR 0 3 0 4 14%
RATA-RATA 2 49 2 58 5%
-
Tabel 5.6 Waktu Tundaan Pada Skenario 2
SIMPANG BERSINYAL LENGAN
PANJANG ANTRIAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 2
meter meter
SIMPANG BADRAN
TIMUR 7.5 56.6 655%
BARAT 236.9 235.0 -1%
SELATAN 6.7 4.4 -34%
UTARA 2.2 3.9 76%
SIMPANG CIKDITIRO
UTARA 7.0 7.7 10%
BARAT 3.6 4.5 28%
SELATAN 3.3 3.1 -6%
TIMUR 265.3 302.9 14%
SIMPANG GANDEKAN LOR
BARAT 1.8 3.5 99.6%
SELATAN 68.9 2.3 -97%
TIMUR 1.6 2.7 70%
SIMPANG INNA GARUDA
SELATAN 124.6 9.5 -92%
TIMUR 14.8 8.7 -41%
BARAT 11.5 3.7 -67%
SIMPANG JEMBATAN BARU
KLERINGAN
SELATAN 2.9 2.1 -25%
BARAT 8.9 10.8 22%
SIMPANG KANTOR POS
BARAT 5.0 6.4 29%
UTARA 32.7 0.1 -100%
TIMUR 11.2 11.0 -1%
SELATAN 0.9 0.6 -27%
SIMPANG MCD
UTARA 40.7 77.1 89%
BARAT 3.6 3.4 -6%
TIMUR 10.4 6.5 -38%
SIMPANG MELIA
UTARA 5.8 4.4 -23%
TIMUR 2.4 2.1 -11%
SELATAN 27.0 9.2 -66%
BARAT 3.2 1.1 -66%
SIMPANG NGABEAN
TIMUR 7.4 9.5 28%
UTARA 6.2 5.9 -4%
SELATAN 4.5 6.3 40%
BARAT 299.7 278.8 -7%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 108.0 140.0 30%
BARAT 208.1 260.0 25%
UTARA 309.8 350.7 13%
SELATAN 119.4 210.7 76%
SIMPANG PKU
BARAT 4.3 7.9 85%
TIMUR 7.0 7.9 12%
UTARA 0.0 7.7 -
SIMPANG PASAR KEMBANG BARAT 3.6 1.7 -54%
TIMUR 1.4 2.1 46%
SIMPANG SENOPATI
SELATAN 114.0 112.2 -2%
UTARA 15.6 10.0 -36%
BARAT 30.7 30.6 -0.5%
TIMUR 468.8 580.0 24%
SIMPANG TUGU
UTARA 215.3 237.0 10%
BARAT 70.6 210.0 197%
TIMUR 2.1 4.5 114%
RATA-RATA 63.2 69.3 10%
Berdasarkan hasil perhitungan yang dijabarkan pada Tabel 5.5 dan 5.6 diatas, dapat
dilihat lengan simpang yang mengalami peningkatan waktu tundaan dan panjang
antrian adalah lengan dari simpang yang merupakan ruas jalan menuju akses alternatif
baru untuk masuk kawasan Malioboro. Penyebab dari peningkatan waktu tundaan dan
panjang antrian yang terjadi pada lengan-lengan simpang tersebut sama seperti pada
kondisi skenario 1, yaitu dengan adanya perubahan akses keluar dan masuk kawasan
Malioboro mempengaruhi pergerakan kendaraan pada ruas jalan di sekitarnya.
-
Namun, pada skenario ini peningkatan paling besar dari waktu tundaan dan panjang
antrian lengan simpang cenderung terjadi pada simpang-simpang yang berada di barat
kawasan Malioboro seperti pada simpang Tugu dan Pingit. Hal ini terjadi karena
terdapat tambahan kantong parkir di gedung bekas Bioskop Indra yang digunakan
untuk memfasilitasi kebutuhan parkir di kawasan selatan dan barat sehingga tarikan
perjalanan di barat kawasan Malioboro semakin meningkat. Selain itu, titik kritis
kemacetan baru yang sebelumnya pada skenario 1 terjadi di akses masuk dan keluar
kantong parkir Abu Bakar Ali (terutama pada lengan timur dari simpang
Mataram/Inna Garuda), berpindah ke Jalan Pasar Kembang dan Jlagran Lor, seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.6. Hal ini terjadi karena dengan adanya kantong parkir
baru di gedung bekas Bioskop Indra, maka kapasitas parkir untuk kantong parkir Abu
Bakar Ali yang direncanakan tidak sebesar kapasitas rencana pada skenario 1. Dengan
harapan, kebutuhan parkir dapat tersebar merata dan tidak terfokus pada kantong
parkir Abu Bakar Ali. Namun, dengan berkurangnya kapasitas kantong parkir Abu
Bakar Ali, kapasitas dari kantong parkir di sebelah utara kawasan Malioboro tidak
mampu menampung kebutuhan parkir yang ada sehingga kendaraan cenderung
mencari jalan menuju akses alternatif baru untuk masuk ke kawasan Malioboro. Jalan
menuju akses alternatif baru untuk masuk ke kawasan Malioboro terdekat dari kantong
parkir Abu Bakar Ali adalah Jalan Pasar Kembang dan Jlagran Lor. Oleh karena itu,
pada ruas-ruas jalan tersebut timbul titik kritis kemacetan baru.
Gambar 5.6 Titik Kritis Kemacetan Kondisi Skenario 2
(Kantong Parkir Abu Bakar Ali dan Bioskop Indra)
KANTONG
PARKIR DI
SELATAN
KAWASAN
MALIOBORO
KAWASAN
PASAR
KEMBANG DAN
JLAGRAN LOR
-
c. Waktu Tundaan dan Panjang Antrian Pada Skenario 3 Waktu tundaan dan panjang antrian yang dialami pada masing-masing lengan dari 14
simpang bersinyal yang ditinjau ditunjukkan pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8.
Tabel 5.7 Waktu Tundaan Pada Skenario 3
SIMPANG
BERSINYAL LENGAN
TUNDAAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 3
menit detik menit detik
SIMPANG
BADRAN
TIMUR 1 1 4 1 297%
BARAT 12 9 11 36 -4%
SELATAN 1 3 0 43 -33%
UTARA 0 33 0 39 20%
SIMPANG
CIKDITIRO
UTARA 0 27 0 28 4%
BARAT 0 34 0 31 -9%
SELATAN 0 28 0 21 -24%
TIMUR 7 55 9 19 18%
SIMPANG
GANDEKAN LOR
BARAT 0 16 0 14 -14%
SELATAN 2 51 0 24 -86%
TIMUR 0 21 0 17 -20%
SIMPANG INNA
GARUDA
SELATAN 5 2 0 34 -89%
TIMUR 0 39 0 16 -59%
BARAT 0 38 0 27 -29%
SIMPANG
JEMBATAN
BARU
KLERINGAN
SELATAN 0 18 0 17 -11%
BARAT 0 28 0 29 2%
SIMPANG
KANTOR POS
BARAT 0 26 0 26 2%
UTARA 2 33 0 30 -80%
TIMUR 0 45 0 44 -2%
SELATAN 0 20 0 22 11%
SIMPANG MCD
UTARA 1 30 4 13 181%
BARAT 0 25 0 27 5%
TIMUR 0 38 0 24 -36%
SIMPANG MELIA
UTARA 0 32 0 38 20%
TIMUR 0 58 0 57 -1%
SELATAN 1 11 0 37 -47%
BARAT 0 46 0 30 -35%
SIMPANG
NGABEAN
TIMUR 0 52 0 52 0.0005%
UTARA 0 48 0 50 4%
SELATAN 1 22 1 20 -3%
BARAT 15 18 14 28 -6%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 5 38 6 30 15%
BARAT 3 55 5 49 49%
UTARA 9 43 8 42 -11%
SELATAN 4 11 4 14 1%
SIMPANG PKU
BARAT 0 17 0 28 67%
TIMUR 0 22 0 27 23%
UTARA 0 16 -
SIMPANG PASAR
KEMBANG
BARAT 0 12 0 10 -12%
TIMUR 0 9 0 14 58%
SIMPANG
SENOPATI
SELATAN 4 24 8 6 84%
UTARA 1 15 1 7 -10%
BARAT 2 9 2 16 6%
TIMUR 18 5 17 22 -4%
SIMPANG TUGU
UTARA 7 59 10 2 26%
BARAT 8 18 4 19 -48%
TIMUR 0 3 0 4 19%
RATA-RATA 2 49 2 43 -3%
-
Tabel 5.8 Panjang Antrian Pada Skenario 3
SIMPANG BERSINYAL LENGAN
PANJANG ANTRIAN PERSENTASE
PENINGKATAN EKSISTING SKENARIO 3
meter meter
SIMPANG BADRAN
TIMUR 7.5 56.1 649%
BARAT 236.9 234.0 -1%
SELATAN 6.7 3.4 -49%
UTARA 2.2 2.5 12%
SIMPANG CIKDITIRO
UTARA 7.0 7.3 5%
BARAT 3.6 3.2 -11%
SELATAN 3.3 2.7 -18%
TIMUR 265.3 292.5 10%
SIMPANG GANDEKAN
LOR
BARAT 1.8 1.6 -9%
SELATAN 68.9 1.5 -98%
TIMUR 1.6 1.4 -12%
SIMPANG INNA GARUDA
SELATAN 124.6 7.5 -94%
TIMUR 14.8 5.4 -64%
BARAT 11.5 3.1 -73%
SIMPANG JEMBATAN
BARU KLERINGAN
SELATAN 2.9 2.0 -32%
BARAT 8.9 9.1 2%
SIMPANG KANTOR POS
BARAT 5.0 5.2 4%
UTARA 32.7 2.4 -93%
TIMUR 11.2 10.3 -8%
SELATAN 0.9 1.0 21%
SIMPANG MCD
UTARA 40.7 139.6 243%
BARAT 3.6 3.8 5%
TIMUR 10.4 6.1 -41%
SIMPANG MELIA
UTARA 5.8 6.3 9%
TIMUR 2.4 2.1 -11%
SELATAN 27.0 8.5 -68%
BARAT 3.2 0.4 -89%
SIMPANG NGABEAN
TIMUR 7.4 7.5 1%
UTARA 6.2 6.9 11%
SELATAN 4.5 4.3 -5%
BARAT 299.7 279.9 -7%
SIMPANG PINGIT
TIMUR 108.0 117.0 8%
BARAT 208.1 253.3 22%
UTARA 309.8 299.8 -3%
SELATAN 119.4 133.1 11%
SIMPANG PKU
BARAT 4.3 6.6 55%
TIMUR 7.0 7.6 8%
UTARA 0.0 0.7 -
SIMPANG PASAR
KEMBANG
BARAT 3.6 1.3 -64%
TIMUR 1.4 5.9 311%
SIMPANG SENOPATI
SELATAN 114.0 213.3 87%
UTARA 15.6 11.9 -23%
BARAT 30.7 33.8 10%
TIMUR 468.8 468.2 -0.14%
SIMPANG TUGU
UTARA 215.3 278.4 29%
BARAT 70.6 15.8 -78%
TIMUR 2.1 2.2 5%
RATA-RATA 63.2 63.1 -0.1%
Berdasarkan hasil perhitungan yang dijabarkan pada tabel di atas, kecenderungan dari
peningkatan waktu tundaan dan panjang antrian yang terjadi pada lengan-lengan
simpang sama seperti pada skenario 1 dan 2. Namun, besar peningkatan yang terjadi
tidak sebesar pada skenario sebelumnya dan cenderung mengalami penurunan waktu
tundaan serta panjang antrian. Hal ini disebabkan pada skenario 3 dilakukan
penerapan kantong parkir baru yang terletak di Kantor Dinas Pariwisata. Dengan
adanya kantong parkir tersebut maka distribusi kebutuhan parkir semakin merata dan
tarikan perjalanan pada kawasan Malioboro yang timbul semakin menyebar sehingga
-
tidak terpusat pada bagian-bagian tertentu dari kawasan Malioboro. Selain itu dengan
adanya kantong parkir di Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta maka kantong parkir
tersebut dapat menampung beban volume kendaraan parkir yang mayoritas datang dari
arah utara dan timur kawasan Malioboro. Pada Gambar 5.7 terlihat bahwa skenario 3
cukup efektif dalam mengurangi titik-titik kemacetan yang terjadi di kawasan
Malioboro dan kebutuhan parkir dapat ditampung secara merata oleh kantong-kantong
parkir yang disediakan. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya titik kemacetan di
akses keluar dan masuk pada kantong-kantong parkir yang ada.
Titik kritis kemacetan di simpang Mataram (Inna Garuda) berkurang seiring dengan
besar penurunan panjang antrian dan waktu tundaan yang cukup signifikan karena
penyebab utama dari kemacetan di simpang tersebut sudah berhasil diatasi dengan
adanya kantong parkir baru di Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta. Penyebab utama
dari kemacetan tersebut adalah kondisi simpang Mataram yang berhubungan langsung
dengan akses masuk dan keluar kantong parkir Abu Bakar Ali. Selain itu, kemacetan
yang terjadi di Jalan Pasar Kembang dan Jlagran Lor juga berhasil diatasi, karena
dengan adanya kantong parkir baru di Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta maka
kapasitas parkir untuk utara kawasan Malioboro semakin meningkat sehingga
kecenderungan kendaraan yang datang dari arah utara untuk masuk kawasan
Malioboro melalui akses dan kantong parkir di selatan kawasan semakin menurun.
Gambar 5.7 Titik Kritis Kemacetan Kondisi Skenario 3
(Kantong Parkir Abu Bakar Ali, Bioskop Indra, dan
Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta)
2. Tingkat Polusi Udara Hasil simulasi dari pemodelan terhadap skenario yang dilakukan memberikan dampak
terhadap tingkat polusi udara yang terjadi di kawasan Malioboro. Parameter pencemaran
udara yang dibahas pada penelitian ini adalah pencemaran oleh CO2 dan NOx.
a. Kandungan CO2 Hasil analisis perhitungan kandungan CO2 sebagai emisi dari pergerakan kendaraan
yang bermotor yang ada di dalam jaringan jalan yang ditinjau, ditunjukkan pada Tabel
5.9.
-
Tabel 5.9 Perhitungan Kandungan CO2
SIMPANG BERSINYAL CO2 (gram/jam)
EKSISTING SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3
SIMPANG BADRAN 26708 27440 35551 32178
SIMPANG CIKDITIRO 103300 110127 109119 103963
SIMPANG GANDEKAN
LOR 12421 2170 9147 4454
SIMPANG INNA GARUDA 39149 18281 10894 6259
SIMPANG JEMBATAN
BARU KLERINGAN 13667 44127 18954 9791
SIMPANG KANTOR POS 13144 6676 7835 6152
SIMPANG MCD 26558 41113 28794 44401
SIMPANG MELIA 12246 7440 9114 6874
SIMPANG NGABEAN 30455 31732 32698 30117
SIMPANG PINGIT 107570 111430 119487 106087
SIMPANG PKU 12921 9727 10537 7946
SIMPANG PASAR
KEMBANG 2997 1040 5750 4371
SIMPANG SENOPATI 125337 140586 131422 136219
SIMPANG TUGU 93562 87802 98993 54756
RATA-RATA 44288 45692 44878 39541
Dari hasil perhitungan yang tertera pada Tabel 5.9, dapat dilihat kandungan CO2 rata-
rata simpang pada kondisi eksisting sebesar 44288 gram/jam dan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan pada penerapan skenario 1 dan 2. Hal ini
dikarenakan pada penerapan kedua skenario itu, jumlah titik kritis kemacetan yang
terjadi semakin meningkat sehingga jumlah emisi yang dikeluarkan pada kondisi macet
tersebut akan semakin meningkat. Pada penerapan skenario 3, jumlah titik kritis yang
terjadi semakin sedikit sehingga tingkat polusi udara oleh CO2 menurun. Penurunan
yang terjadi pada penerapan skenario 3 cukup besar, karena dengan semakin
menurunnya jumlah titik kritis kemacetan yang terjadi, kemungkinan kendaraan
berhenti karena terjebak dalam kemacetan akan semakin kecil. Tujuan dari penutupan
Jalan Malioboro yaitu untu mengembalikan fungsi kawasan pedestrian dengan
memperioritaskan kenyamanan dan keamanan pejalan kaki dan pengguna kendaraan
tidak bermotor, dapat tercapai dengan baik. Dengan tingkat polusi udara yang menurun
akan membuat pengguna jalan menjadi nyaman, khususnya untuk pengguna jalan dan
pengunjung kawasan Malioboro.
b. Kandungan NOx Hasil analisis perhitungan kandungan NOx sebagai emisi dari pergerakan kendaraan
yang bermotor yang ada di dalam jaringan jalan yang ditinjau, ditunjukkan pada Tabel
5.10.
Tabel 5.10 Perhitungan Kandungan NOx
SIMPANG BERSINYAL NOX (gram/jam)
EKSISTING SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3
SIMPANG BADRAN 62 50 60 58
SIMPANG CIKDITIRO 125 120 130 120
SIMPANG GANDEKAN LOR 12 3 18 7
SIMPANG INNA GARUDA 54 46 20 11
SIMPANG JEMBATAN BARU
KLERINGAN 23 89 30 19
SIMPANG KANTOR POS 20 15 14 8
SIMPANG MCD 24 33 29 52
-
Tabel 5.10 Lanjutan
SIMPANG BERSINYAL NOX (gram/jam)
EKSISTING SKENARIO 1 SKENARIO 2 SKENARIO 3
SIMPANG MELIA 13 11 9 7
SIMPANG NGABEAN 36 61 70 63
SIMPANG PINGIT 338 305 342 343
SIMPANG PKU 15 21 15 8
SIMPANG PASAR KEMBANG 5 1 10 8
SIMPANG SENOPATI 204 277 215 215
SIMPANG TUGU 121 100 176 73
RATA-RATA 75 81 81 71
Hasil perhitungan pada Tabel 5.10, menunjukkan dengan adanya penutupan Jalan
Malioboro dan solusi penataan kawasan Malioboro dengan memberikan kantong-
kantong parkir membuat tingkat polusi udara oleh NOx mengalami perubahan. Pada
penerapan skenario 1 dan 2 terjadi peningkatan polusi udara oleh NOx. Hal ini
dikarenakan pada penerapan kedua skenario itu, jumlah titik kritis kemacetan yang
terjadi semakin meningkat. Sedangkan pada penerapan skenario 3 terjadi penurunan
jumlah titik kritis kemacetan sebab penerapan kantong parkir yang dilakukan
didistribusikan secara merata. Dengan adanya kantong-kantong parkir tersebut maka
titik-titik kemacetan bisa teratasi dan tingkat polusi udara mengalami penurunan.
Semakin sedikit terjadi kemacetan maka tingkat polusi udara semakin menurun, karena
pada saat kondisi macet, banyak kendaraan terjebak dan berhenti dengan kondisi mesin
kendaraan menyala sehingga besar emisi yang dikeluarkan mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Kandungan NOx pada penerapan skenario 3 adalah 71 gram/jam
untuk kandungan rata-rata simpang. Bila ditinjau untuk keseluruhan jaringan jalan yang
ada maka total kandungan NOx pada penerapan skenario 3 sebesar 992 gram/jam atau
129 mg/jam/m3. Menurut baku mutu udara ambien yang tercantum pada PP RI No. 41
tahun 1999 disebutkan bahwa baku mutu kandungan NOx sebesar 400 mg/m3 dalam
kurun waktu 1 jam maka kandungan NOx pada penerapan skenario 3 masih berasa di
bwah nilai baku mutu.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap pemodelan jaringan jalan yang
ditinjau pada kondisi eksisting dan skenario penutupan Jalan Malioboro serta skenario
penerapan alternatif solusi kantong parkir baru, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1) Pada kondisi skenario 3 dicapai kondisi penerapan skenario terbaik dalam mengatasi permasalahan baru yang timbul dengan adanya penutupan Jalan Malioboro, dengan
penurunan tundaan rata-rata jaringan jalan sebesar 3%, panjang antrian rata-rata 0,1%,
tingkat polusi CO2 rata-rata simpang 39541 gram/jam, dan NOx rata-rata simpang 71
gram/jam.
2) Setelah dilakukan perbandingan antara kondisi eksisting tanpa penutupan Jalan Malioboro dengan kondisi model penataan kawasan Malioboro dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
a) Dengan adanya penataan berupa penutupan Jalan Malioboro dan pemberian akses alternatif baru untuk keluar dan masuk di kawasan sekitar Malioboro, diperlukan
alternatif kantong parkir baru yang didistribusikan secara merata.
-
b) Tundaan perjalanan, panjang antrian, dan tingkat polusi udara mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada kondisi penyediaan kantong parkir yang hanya terfokus
pada satu bagian dari kawasan Malioboro.
3) Penerapan skenario terbaik adalah pada skenario 3 yaitu penyediaan kantong parkir di Abu Bakar Ali, Kantor Dinas Pariwisata Yogyakarta, dan gedung bekas Bioskop Indra.
4) Penerapan kantong parkir pada skenario 3 mampu memfasilitasi kebutuhan parkir secara merata karena kantong-kantong parkir diletakkan secara menyebar di utara dan selatan
kawasan Malioboro.
B. Saran Saran yang dapat direkomendasikan antara lain:
1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan pemodelan pergerakan pada akses keluar dan masuk kantong parkir dengan mempertimbangkan bangkitan dan tarikan
perjalanan yang terjasi di sekitar kawasan yang ditinjau.
2) Perlu dilakukan penelitian dengan pemodelan yang bisa mensimulasikan pergerakan sepeda motor dalam lalu lintas sehingga kondisi pemodelan semakin mendekati kondisi
yang sesungguhnya terjadi di lapangan.
3) Perlu adanya analisis dampak sosial dan budaya yang terjadi untuk mendapatkan tingkat efektifitas dari penerapan skenario-skenario alternatif yang ditawarkan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat
Jenderal Bina Marga, Jakarta.
Anonim, 2010, Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun
2010, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2009-2029, Yogyakarta.
Anonim, 2012, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2012, Tentang Pembentukan
Susunan, Kedudukan, Fungsi, dan Rincian Tugas Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan
Kawasan Malioboro Pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta,
Yogyakarta.
Anonim, 2013, Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 25 Tahun 2013, Tentang Penjabaran
rencana Pola Ruang dan Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang, Yogyakarta.
Aribowo, M.A., 2008, Penataan Jalur Pejalan Kaki Pada Koridor Jalan Malioboro
Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Pengunjung, Tugas Akhir, Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Baskoro, B., 2011, Analisa Tingkat Pencemaran Udara Akibat Kendaraan Bermotor Dengan
Metode Nalareksa (Studi Kasus Kota Yogyakarta), Tugas Akhir, Program Studi
Tekn