PAI Fix Hahaha

20
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ISLAM DAN ANTI KORUPSI (SYARIAH) Korupsi dalam Perspektif Islam Disusun Oleh: 1. Rieke Herlanda (135040201111013) 2. Aprilia Nur Andhini (135040201111047) 3. Ermi Widiyanti (135040201111050) Kelompok 6 Kelas N PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

description

makalah

Transcript of PAI Fix Hahaha

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAMISLAM DAN ANTI KORUPSI (SYARIAH)

Korupsi dalam Perspektif Islam

Disusun Oleh:

1. Rieke Herlanda

(135040201111013)2. Aprilia Nur Andhini(135040201111047)3. Ermi Widiyanti

(135040201111050)Kelompok 6

Kelas N

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah korupsi bukanlah sesuatu yang asing untuk didengar, terlebih untuk negara Indonesia. Bahkan praktek korupsi di Indonesia telah terjadi sejak zaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1800-an, yaitu pada masa VOC yang kemudian terus berlanjut hingga masa setelah Indonesia merdeka. Pada masa Orde Baru, korupsi bahkan semakin merajalela dikalangan penguasa di Indonesia. Berbagai kasus korupsi menjerat para pemegang kekuasaan publik, hal ini jugalah yang turut menjadi penyebab terjadinya Reformasi 1998. Pada saat ini juga tidak jauh berbeda dengan masa orde baru, kasus korupsi di Indonesia tidak pernah ada habisnya, satu kasus terungkap maka kasus yang lain akan muncul. Hal Ini menandakan bahwa di Indonesia seolah tidak ada tindakan untuk memutus mata rantai korupsi.Salah satu penyebab sulitnya pemberantasan korupsi di indonesia adalah hukuman bagi para koruptor yang sangat ringan dan tidak memberi efek jera. Dalam prakteknya, pada beberapa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, hukuman yang diterima sangatlah ringan walaupun uang yang dikorupsi dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Dan ada kecenderungan semakin besar uang yang dikorupsi, hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Hal ini berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai maksimum.Mengingat begitu besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat korupsi sudah sepantasnya hukum di Indonesia tentang pidana korupsi lebih dipertegas dan memberi efek jera sehingga tindak korupsi tidak merajalela dan menyebabkan kerugian yang lebih besar lagi. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui dan memahami bagaimana hukum korupsi yang sebenarnya.1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah dalam makalah ini adalah mengenai bagaimana pandangan Islam tentang korupsi di Indonesia.1.3 Tujuan

Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang pandangan Islam terhadap korupsi di Indonesia.BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi

Secara Etimologi, kata korupsi sebagaimana yang diketahui oleh banyak orang sekarang ini berasal dari bahasa Inggris corruption. Sebetulnya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin corruptus yang berarti merusak habis-habisan. Kata corruptus itu sendiri berasal dari kata dasar corrumpere, yang tersusun dari kata com yang berarti menyeluruh dan rumpere yang berarti merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur itu. Sedangkan menurut Maulana, Rizky dan Putri Amelia (2006), korupsi berasal dari kata korup yang berarti busuk, buruk, suka menilang barang untuk kepentingan pribadi. Korupsi penyelewengan atau penggelapan harta milik negara atau perusahan.Sedangkan secara terminologi yuridis, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan/atau bersama-sama, beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau instansi terkait. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan pelanggaran administrasi seperti memberikan laporan melebihi kenyataan dana yang dikeluarkan merupakan jenis perilaku yang merugikan pihak yang berkaitan dengan laporan yang dibuatnya. Perbuatan semacam ini jika berkaitan dengan jabatan atau profesi dalam birokrasi jelas merugikan departemen atau instansi terkait. Perbuatan dimaksud, disebut korupsi dan pelaku akan dikenai hukuman pidana korupsi. Dengan demikian korupsi merupakan tindakan penyelewengan kekeuasaan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok yang merugikan masyarakat atau negara.2.2 Korupsi dalam Pandangan dan Sikap IslamIslam diturunkan Allah SWT adalah untuk dijadikan pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Tidak ada sisi yang terapakan (tidak diatur) oleh Islam. Aturan atau konsep itu bersifat mengikat bagi setiap orang yang mengaku muslim. Salah satu aturan Islam yang bersifat individual adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada umatnya agar dalam mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji.

Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas yaitu haram dan melarang. Banyak alasan yang mendasari mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta (iqmat al-'adlah alijtim'iyyah wa al-mashlahat al-'mmah), korupsi juga dinilai sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang diterima. Oleh karena itu, baik al-Qur'an, al-Hadits maupun ijm' al-'ulam menunjukkan pelarangannya secara tegas (sharih).Dalam sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabi'in), maupun para ulama periode sebelumnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman korupsi, baik bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya. Ini artinya, secara mendasar, Islam memang sangat anti korupsi. Yang dilarang dalam Islam bukan saja perilaku korupnya, melainkan juga pada setiap pihak yang ikut terlibat dalam kerangka terjadinya tindakan korupsi itu. Bahkan kasus manipulasi dan pemerasan juga dilarang secara tegas, dan masuk dalam tindakan korupsi. Ibnu Qudamah dalam al-Mughn menjelaskan bahwa memakan makanan haram itu identik dengan korupsi. Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf juga menyebut hal yang sama. Umar Ibnu Khaththab berkata: menyuap seorang hakim adalah tindakan korupsi.Dalil-dalil yang melarang korupsi dalam Islam adalah sebagai berikut:a. Surat Al-Baqarah ayat 188:

(((( (((((((((((( (((((((((((( ((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( (((((( ((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((( ((((( ((((((((( (((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((((((( (((((

Artinya:

188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

b. Surat Ali-Imran ayat 161:

((((( ((((( ((((((((( ((( (((((( ( ((((( (((((((( (((((( ((((( (((( (((((( ((((((((((((( ( (((( (((((((( (((( (((((( ((( (((((((( (((((( (( ((((((((((( (((((

Artinya:

161. Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu. Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.c. Surat An-Nisaa ayat 29:

((((((((((( (((((((( (((((((((( (( (((((((((((( (((((((((((( ((((((((( ((((((((((((( (((( ((( ((((((( ((((((((( ((( ((((((( (((((((( ( (((( (((((((((((( ((((((((((( ( (((( (((( ((((( (((((( (((((((( (((( Artinya:29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287] larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, Karena umat merupakan suatu kesatuan.

2.3 Kasus Korupsi di Indonesia

Salah satu kasus korupsi di Indonesia ialah korupsi dalam bidang pertanian yaitu mengenai kasus korupsi alat mesin pertanian yang terjadi di Bandung, Jawa Barat yang dilakukan oleh WW selaku pejabat KPA, ND selaku pejabat PPK, DN selaku Direktur PT Utusan Karya Nusantara (UKM), DY suami DN, AR Direktur PT Mitra Teladan Jaya Karsa (MTJK), SW dan DP yang juga sama-sama sebagai direktur di sebuah perusahaan. Dimana dalam kasus ini setelah dilakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat di Jalan Surapati No. 71, Bandung, telah ditemukan sebanyak 117 dokumen yang digunakan sebagai barang bukti. Dengan adanya kasus korupsi ini, maka negara mengalami kerugian hingga mencapai Rp 1,9 miliar. Selain itu, ada beberapa kasus korupsi yang sampai sekarang proses hukumnya atau kelanjutan kasusnya tidak jelas atau terbengkalai, diantaranya ialah:

a. Kasus PT Jamsostek pada tahun 2002 dengan kerugian mencapai Rp 45 miliar. Mantan Direktur utama PT Jamsostek Akmal Husein dan mantan Direktur utama Keuangan Horas Simatupang telah ditetapkan sebagai tersangka. b. Kasus Proyek fiktif dan manipulasi data di PT Darma Niaga pada tahun 2003 dengan kerugian mencapai Rp 70 miliar. Polisi telah menetapkan Winarto (direktur utama), Wahyu Sarjono (direktur keuangan), dan Sudadi Martodirekso (direktur agrobisnis) sebagai tersangka.c. Kepemilikan rumah mantan Jaksa Agung MA Rachman pada tahun 2004. Rumah senilai 800 juta belum dilaporkan ke KPKPNd. Pengadaaan genset di NAD pada tahun 2004 dengan kerugian mencapai Rp 40 miliar. Mabes Polri telah menetapkan Wiliam Taylor dan Abdullah Puteh sebagai tersangka. Tetapi hanya Wiliam yang dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan Abdullah Puteh, proses hukum selanjutnya tidak jelas. Puteh hanya dijerat dalam kasus korupsi pengadaan Heli dan divonis 10 tahun penjara oleh pengadilan tipikor.Kasus korupsi diatas merupakan sebagian kecil dari kasus-kasus korupsi yang pernah terjadi di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi dalam kasus-kasus korupsi di Indonesia adalah hukuman untuk para koruptor yang masih sangat ringan. Di mana pada kenyataannya, selama ini vonis terhadap sejumlah terpidana kasus korupsi masih jauh dari rasa keadilan masyarakat karena terlalu ringan. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada awal tahun ini, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta saja, dari 240 terdakwa yang diadili sejak 2005 hingga 2009, vonis yang dijatuhkan ringan, yaitu rata-rata hanya 3 tahun 6 bulan. Bahkan diskusi grup terfokus yang dilakukan beberapa kali oleh KPK, menyimpulkan bahwa ada kecenderungan semakin besar uang yang dikorupsi, hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Hal ini berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai maksimum. Dampak korupsi yang mengakibatkan kerugian besar tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga sosial belum dipahami, terutama oleh hakim, meskipun mereka adalah hakim pengadilan tindak pidana korupsi.Dalam sebuah situs disebutkan bahwa merugikan keuangan negara merupakan tindak pidana yang memberikan dampak terbesar bagi negara. Badan Pemeriksa Keuangan pernah melansir bahwa ditemukan sedikitnya 191.575 kasus penyimpangan keuangan negara dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 103,19 triliun. Karena itu, secara teoritis, korupsi berpotensi mengurangi kesejahteraan rakyat karena besarnya inefisiensi akibat salah alokasi sumber daya.Hakim terkadang belum sepenuhnya memahami filosofi dasar tujuan pemidanaan secara utuh. Misalnya korupsi di sektor sumber daya alam, bukan hanya sekadar penyuapan saja, tetapi sumber daya alam yang hilang bisa secara tegas dirumuskan sehingga koruptor seharusnya menanggung kerugiannya.Menurut Koordinator Badan Pekerja ICW Danang Widoyoko, rendahnya putusan hakim terhadap terdakwa perkara korupsi menunjukkan kesadaran hakimb yang msih rendah karena pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat menghancurkan kehidupan berbangsa. Hal ini bisa saja dikrenakan para hakim juga dibesarkan atau dibentuk di lingkungan peradilan yang banyak terjadi praktik korupsi sehingga cenderung permisif terhadap praktik korupsi. Kesadaran hakim bahwa korupsi itu kejahatan besar belum ada sehingga hukuman yang dijatuhkan ringan saja. Seharusnya hakim berpikir bahwa putusannya akan membawa efek jera terhadap tindak pidana korupsi. Putusan hakim yang tidak membawa efek jera memiliki andil menjerumuskan bangsa Indonesia dalam kegelapan. Pemidanaan terhadap penegak hukum yang melakukan tindak pidana korupsi, semestinya maksimal dan lebih berat daripada terhadap pelaku biasa yang bukan penegak hukum supaya ada fungsi prevensi. 2.4 Pemberantasan Korupsi di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam

Salah satu kontribusi agama yang bisa digali adalah dengan cara mengkaji konsep korupsi beserta sanksi-sanksinya dalam hukum Islam untuk kemudian dihubungkan dengan kondisi Indonesia saat ini dan bagaimana pandangan hukum Islam tentang korupsi di Indonesia.Korupsi dalam tindak pidana (jarimah) digolongkan ke dalam bentuk tazir karena jenis pidana yang ada dalam korupsi tidak termasuk ke dalam bentuk-bentuk pidana yang ditentukan oleh syari dalam hudud dan diyat-qisas. Dengan demikian, maka tazir bisa didefinisikan sebagai hukuman yang diwajibkan karena adanya kesalahan, di mana pemberi syariat tidak menentukan hukumannya secara tertentu.Maksud tazir disini adalah untuk memperbaiki pribadi orang yang bersalah. Ini dapat kita pahami dari perkataan-perkataan para ahli fiqh, yaitu at taziru tadibun was tislahun wa zajrun, tazir itu ialah mendidik, memperbaiki dan menghalangi orang yang berbuat jahat dari berbuat sesudah dilakukannya. Di samping itu, tazir adalah suatu prosedur yang harus dilakukan untuk menenangkan gelora keamarahan masyarakat dan menenangkan perasaan orang yang teraniaya.Jenis hukuman tazir diserahkan kepada hakim, oleh karena itu hakim memiliki kebebasan dalam menetapkan tazir kepada pelaku tindak pidana atau pelanggaran yang ancaman hukumannya tidak ditentukan oleh nash (Al-Quran atau hadits) termasuk di antaranya tindak pidana korupsi. Karena itu, tazir dapat berubah sesuai dengan kepentingan dan kemaslahatan. Pemberian hak penentuan tazir kepada penguasa (hakim) dimaksudkan supaya mereka dapat mengatur kehidupan masyarakat secara tertib dan mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan yang terjadi secara tiba-tiba.Selain itu, untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia dari sudut pandang hukum Islam paling tidak ada tiga usaha yang harus segera dilakukan, yaitu:

1. Memaksimalkan HukumanHukum Islam mendasarkan rumusan hukuman dalam pelanggaran pidana pada dua aspek dasar, yaitu ganti rugi/balasan (retribution) dan penjeraan (deterrence). Dalam hal retribusi sebagai alasan rasional dibalik pemberian hukuman, dua hal menjadi unsur yang harus ada di dalamnya yaitu kekerasan suatu hukuman dan keharusan hukuman itu diberikan kepada pelaku perbuatan kriminal. Sedangkan tujuan penjeraan yang pokok adalah mencegah terulangnya perbuatan pidana tersebut di kemudian hari. Efek dari penjeraan yaitu supaya pelakunya mempunyai rasa jera dan tidak mengulangi perbuatannya lagi serta penjeraan itu diproyesikan kepada masyarakat secara umum agar takut untuk melakukan tindak kriminal.Dalam hal pemberian hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi karena termasuk jarimah tazir maka hakim yang menentukan. Hakim bisa berijtihad dalam menentukan berat ringannya hukuman. Meski demikian, dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu kepada tujuan syara dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga sang koruptor akan jera melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain.Karena hakim memiliki kewenangan untuk berijtihad dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, maka hakim bisa merujuk atau menjadikan bahan pertimbangan bentuk-bentuk sanksi mengenai korupsi yang ada dalam hukum Islam. Bahkan hukuman untuk korupsi, beberapa tahun lalu kalangan Nahdlatul Ulama (NU) sudah pernah mengumumkan fatwa yaitu menegaskan bahwa korupsi adalah kemungkaran yang sangat besar. Sehingga para koruptor layak dihukum mati, dan kalau koruptor mati tidak perlu dishalati. Begitu pula kaum ulama Muhammadiyah yang juga telah menyatakan bahwa korupsi adalah syirik akbar yang dosanya tidak diampuni oleh Allah.2. Penegakan Supremasi hukumDalam sejarah peradilan Islam, tegaknya supremasi hukum (supreme of court) didukung oleh beberapa faktor, yaitu lembaga peradilan yang bebas dan amanah. Maksudnya kekuasaan kehakiman harus memiliki kebebasan dari segala macam intervensi kekuasaan eksekutif dan kekuasaan kehakiman merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karena itu, sebelum memutuskan, hakim selalu berlindung dan mengharap ridha Allah agar hukum yang ditetapkan memiliki rasa keadilan.Hukum dan keadilan memiliki hubungan yang erat karena salah satu falsafah diberlakukannya hukum adalah untuk menegakkan keadilan. Di depan hukum semua orang sama . Untuk menegakkan keadilan tersebut Allah SWT menegaskan dalam tiga ayat dalam Firmannya, yakni surat An-Nisa ayat 57 bahwa menegakkan hukum adalah kewajiban bagi semua orang, surat Al-Maidah ayat 8 bahwa setiap orang apabila menjadi saksi hendaknya berlaku jujur dan adil dan surat An-Nisa ayat 135 bahwa manusia dilarang mengikuti hawa nafsu.Untuk memberantas korupsi di Indonesia mau tidak mau hukum harus tegak, hukum harus jadi panglima di negeri ini, lembaga peradilan harus amanah dan bebas dari segala intervensi siapapun, sebagai benteng terakhir para pencari keadilan, lembaga peradilan harus memberikan jaminan rasa adil bagi setiap warga tanpa pandang bulu. Jangan lagi ada ungkapan bahwa hukum menampakkan ketegasannya hanya terhadap orang-orang kecil, lemah, dan tidak punya akses, sementara jika berhadapan dengan orang-orang kuat, memiliki akses kekuasaan, memiliki modal, hukum menjadi lunak dan bersahabat. Penegakan supremasi hukum harus adil tanpa pandang bulu, baik orang lemah, orang kuat, orang miskin, orang kaya, anak petani, maupun anak pejabat. Kalau melakukan korupsi harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Rasulullah SAW. telah memberi contoh bahwa beliau sendiri yang akan memotong tangan putri yang paling dicintai, Fatimah, andaikan Fatimah mencuri. Pengadilan harus memiliki kewibawaan di depan para pencari keadilan, sehingga siapapun tidak akan coba-coba untuk merongrong kewibawaan lembaga peradilan.

3. Revolusi Kebudayaan (Mental)Korupsi layaknya sudah menjadi budaya khas Indonesia. Hampir setiap aktifitas sedikit banyak berkaitan dengan korupsi, ingin menjadi PNS, polisi/TNI maupun mengurus SIM dan STNK ada sistem menyogok. Ingin masuk di sekolah negeri pun harus dengan uang ekstra bahkan beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu pun harus juga dikurangi. Paradigma birokrasi di negeri ini masih berorientasi pada paradigma lama yaitu paradigma kekuasaan bukan paradigma pelayanan sehingga segala sesuatunya pemegang kekuasaan yang mengatur. Jika ingin mendapatkan perlindungan pekerjaan, proyek dan lain sebagainya harus memberikan sesuatu, suap dan sogokan kepada penguasa yang melayani.Ketika korupsi sudah menjadi budaya, menurut Musa Asyarie tidak ada jalan lain yang dapat diharapkan untuk memberantas tindakan korupsi melainkan dengan melakukan revolusi kebudayaan. Yang dimaksud revolusi kebudayaan adalah mengubah secara fundamental tata pikir, tata kesadaran dan tata perilaku sebagai akar budaya politiknya. Jadi untuk memberantas korupsi di Indonesia harus ada perubahan secara fundamental tata pikir, tata kesadaran dan tata perilaku seluruh bangsa Indonesia mulai dari pejabat yang tertinggi sampai rakyat jelata.Lebih lanjut Musa Asyarie mencontohkan revolusi kebudayaan yang pernah terjadi dalam sejarah perjalanan hidup Rasulullah SAW. Beliau telah mengubah akar budaya masyarakatnya, melalui perombakan sistem ketuhanan, dari mempertuhankan berhala sebagai manifestasi simbolik kekayaan dan kekuasaan yang disakralkan dan diciptakan manusia sendiri, kemudian diubah hanya mempertuhankan Tuhan Yang Maha Esa dan yang menciptakan manusia. Tuhan yang menciptakan, bukan yang diciptakan.

BAB IIIPENUTUP3.1 Kesimpulan Dalam agama islam sangat jelas bahwa tindakan korupsi adalah perbuatan yang diharamkan karena dampaknya akan sangat merugikan diri sendiri dan orang lain. Untuk memberantas praktik korupsi di Indonesia berdasarkan hukum islam dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan hukuman, penegakan supremasi hukum, revolusi kebudayaan (mental).3.2 SaranUntuk menghindari tindakan korupsi maka kita perlu meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. DAFTAR PUSTAKA

Abd. Azis Dahlan (et all.), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 3, Cet. 1, (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1996), hlm. 976Jhon, M Echol dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Maulana, Rizky Maulana dan Putri Amelia. 2006. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Lima Bintang.

Muhammad Rawwas Qalahji, Ensiklopedi Fiqh Umar Bin Khatab, Edisi I, Cet-1 Penerj. Abdul Mujieb AS (et al), (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999), hlm. 579Musa Asyarie, Agama dan Kebudayaan Memberantas Korupsi Gagasan Menuju Revolusi Kebudayaan dalam buku Membangun Gerakan Antikorupsi Dalam Perspektif Pendidikan, (LP3 UMY, Partnership: Governance Reform in Indonesia, Koalisi Antarumat Beragama untuk Antikorupsi, Yogyakarta, 2004), hlm.50.T. M. Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pidana Mati Dalam Syariat Islam, Cet-1, (PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1998), hlm. 49-50.Zainudin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sianar Grafika Offest.