ortho

21
BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN Fraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupaka digunakan untuk menyatakanfraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertump akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstre sendi pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi pergela Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateral dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan sendiyang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki fraktur Pott. Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi pergelangan terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. M dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebab atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki.Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, eksorotasi. II. ANATOMI Fraktur ankle didefinisikan oleh Sir Pervical Pott pada tahun 1768 fibula yang disertai dengan kerusakan deltoid. Fraktur bimaleolus didefinisikan oleh Dupuytren pada tahun 1819 sebagai fraktur ankle tipe supinasi-eversi. Maison-ne tahun 1840 menjelaskan adanya fraktur spiral pada bagianproksimal fibula, yang disebabkan oleh rotasi eksternal. Tillaux pada tahun 1872 menemukan terjadinya avulse dari insersi tibia ke anterior tibiofibular ligament. Semuanya tipe tertentu dari fraktur ankle.

description

ortho

Transcript of ortho

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUANFraktur (patah tulang) pada ujung distal fibula dan tibia merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan fraktur pergelangan kaki (ankle fracture). Fraktur ini biasanya disebabkan oleh terpuntirnya tubuh ketika kaki sedang bertumpu di tanah atau akibat salah langkah yang menyebabkan tekanan yang berlebihan (overstressing) pada sendi pergelangan kaki. Fraktur yang parah dapat terjadi pada dislokasi pergelangan kaki. Fraktur ankle itu sendiri yang dimaksudkan adalah fraktur pada maleolus lateralis (fibula) dan/atau maleolus medialis. Pergelangan kaki merupakan sendi yang kompleks dan penopang badan dimana talus duduk dan dilindungi oleh maleolus lateralis dan medialis yang diikat dengan ligament. Dahulu, fraktur sekitar pergelangan kaki disebut sebagai fraktur Pott.Fraktur pada pergelangan kaki sering terjadi pada penderita yang mengalami kecelakaan (kecelakaan lalu lintas atau jatuh). Bidang gerak sendi pergelangan kaki hanya terbatas pada 1 bidang yaitu untuk pergerakan dorsofleksi dan plantar fleksi. Maka mudah dimengerti bila terjadi gerakan-gerakan di luar bidang tersebut, dapat menyebabkan fraktur atau fraktur dislokasi pada daerah pergelangan kaki. Bagian-bagian yang sering menimbulkan fraktur dan fraktur dislokasi yaitu gaya abduksi, adduksi, endorotasi atau eksorotasi.

II. ANATOMIFraktur ankle didefinisikan oleh Sir Pervical Pott pada tahun 1768, sebagai fraktur fibula yang disertai dengan kerusakan deltoid. Fraktur bimaleolus didefinisikan oleh Dupuytren pada tahun 1819 sebagai fraktur ankle tipe supinasi-eversi. Maison-neuve pada tahun 1840 menjelaskan adanya fraktur spiral pada bagian proksimal fibula, yang disebabkan oleh rotasi eksternal. Tillaux pada tahun 1872 menemukan terjadinya fraktur avulse dari insersi tibia ke anterior tibiofibular ligament. Semuanya ini menjadi eponym tipe tertentu dari fraktur ankle.Penanganan dan biomekanika fraktur ankle masih menjadi masalah, walaupun telah ada berbagai publikasi klasifikasi dan makalah. Tujuan akhir penanganan fraktur ankle adalah memperoleh posisi anatomi ankle mortice dan ankle joint yang stabil, mobile, dan bebas nyeri. Injuri ankle sangat sering terjadi dan bisa melibatkan struktur tulang serta ligament. Tingkat keparahan trauma bervariasi dari ankle sprain sampai unstable bi/trimalleolar fracture, pilon, dan open ankle fractures/ dislocations. Ankle merupakan modified hinge joint yang terdiri dari tiga tulang (tibia, fibula, dan talus), serta ligamen-ligamen yang mempersatukan tulang-tulang tersebut. Stabilitas talocrural ankle joint ditentukan oleh elemen osseus dan ligament yang kuat. Lateral collateral ligament terdiri dari tiga komponen: anterior talofibular ligament (ATFL), calcaneofibular ligament (CFL), dan posterior talofibular ligament (PTFL), sementara itu medial deltoid ligament terdiri dari bagian superficial dan profundus (bagian yang lebih kuat) yang merupakan medial stabilizers ankle joint.Ujung distal fibula berada di tibial groove, diperkuat oleh tibiofibular ligament dan diberi nama syndesmosis. Bagian yang kompleks ini terdiri dari sekelompok ligament-anteroinferior dan posteroinferior tibiofibular ligament dan yang paling kuat, interosseus ligament yang merupakan bagian interosseus membrane yang paling tebal. Di sekitar ankle joint ada 11 tendon dan elemen neurovaskulernya. Tidak ada perlekatan otot atau active stabilizers, sehingga stabilitas sendi hanya tergantung pada struktur konfigurasi tulang dan capsuloligament.BiomekanikaLigament dan tendon yang berada di sekitar ankle joint memperkuat stabilitas sendi demikian pula coupled motion pada sagital plane dan lebih sedikit pada frontal plane. Pergerakan ankle memiliki rentang antara 150 sampai dengan 320 dorsiflexion sampai 15-300 plantarflexion. Untuk langkah normal hanya diperlukan 100 dorsiflexion dan 200 plantarflexion. Juga ada beberapa pergerakan fibula pada bagian distal tibiofibular joint.Ankle merupakan weight bearing joint (sendi yang digunakan untuk menyangga berat badan) yang dapat menahan beban sampai dengan lima kali lipat berat badan selama berjalan dan berlari. Fibula bisa menahan seperenam berat badan. Fungsi ankle tergantung pada pemeliharaan hubungan anatomi yang normal antara semua elemen ini, terutama integritas syndemosis.Dengan demikian, ankle injuries yang menurunkan tibiotalar contact area akan menyebabkan peningkatan contact pressure, rasa nyeri pada sendi, dan meningkatkan degenerasi. Hal ini sering dijumpai pada syndemotic dan bipolar injuries, dengan talar displacement dimana ankle joint inkongruen dan rentan terhadap terjadinya perubahan arthritis tanpa penanganan yang adekuat.Peran struktur ankle yang berbeda telah diteliti secara luas dan kesimpulannya primary stabilizer pada ankle joint adalah lateral fibular complex dan talus. Tibiofibular dysfunction menyebabkan talar displacement yang hebat dan berhubungan dengan perubahan degeneratif.Ankle ligament injuries sering terjadi (terutama anterior talofibular ligament) dan jika terjadi bersamaan dengan fraktur ankle, maka waktu penyembuhan akan menjadi lebih lama. Dengan demikian, jika nyeri tetap ada untuk waktu yang lama setelah terjadinya penyembuhan fraktur, maka hal ini mungkin terjadi akibat instabilitas sendi, reactive synositis atau kompresi saraf. Ankle injuries yang samar-samar (hampir tidak terlihat secara radiografi) seperti fraktur osteochondral atau chondral bisa menimbulkan rasa nyeri. Maka dalam hal ini disarankan untuk melakukan magnetic resonance imaging (MRI).

Gambar 1. Anatomi Pergelangan Kaki

III. KLASIFIKASIDengan adanya penelitian mengenai fraktur ankle selama beberapa dekade, maka ada banyak klasifikasi yang melibatkan mekanisme injuri dan pola fraktur. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah Lauge-Hansen dan Weber. Klasifikasi Weber lebih mudah digunakan secara klinis, namun terlalu sederhana sehingga tidak bisa menjelaskan mekanisme injuri/fraktur ankle yang kompleks. Kombinasi kedua klasifikasi ini lebih disukai karena ahli bedah akan bisa menetapkan hubungan antara radiografi fraktur, mekanisme injuri dan metode penanganan yang optimal.Klasifikasi Lauge HansenSaat ini, klasifikasi yang paling bisa diterima adalah yang dibuat oleh Lauge-Hansen pada tahun 1948. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan percobaan, gambaran klinis dan radiografi dan menunjukkan bahwa tipe fraktur tergantung pada posisi foot dan arah gaya saat terjadinya injuri. Pemahaman klasifikasi Lauge-Hansen merupakan dasar bagi penanganan fraktur ankle secara rasional.Istilah klasifikasi Lauge-Hansen, yang dibuat berdasarkan penelitian dengan menggunakan cadaver, saat ini dimodifikasi untuk alasan semantik. Eversi foot diubah dengan istilah external rotation, yang menekankan mekanisme utama fraktur ankle berupa rotasi yang berlebihan dan posisi talus pada ankle mortice, pada saat injury. Ada lima kelompok utama fraktur ankle (tabel 1).

Klasifikasi Danis-WeberKlasifikasi Danis-Weber dibuat berdasarkan tingkat fraktur lateral/fibula, tingkat kerusakan syndesmosis tibiofibular, dan kemungkinan instabilitas talus (ankle). Berdasarkan system Danis-Weber, setiap tipe fraktur bisa dihubungkan dengan tipe injuri yang sesuai dengan klasifikasi Lauge-Hansen (Tabel 2).

Pada fraktur tipe A, terjadi fraktur fibula transversal di bawah joint line, dengan syndemosis yang intak, dan fraktur tipe ini berhubungan dengan fraktur supinasi-aduksi Lauge-Hansen.Fraktur tipe B berupa fraktur pada tingkat ankle joint line, disertai dengan partial syndemosis injury. Fraktur ini sesuai dengan supination-eversion injury pada klasifikasi Lauge-Hansen.Tipe C merupakan fraktur fibula di bagian proksimal tibiofibular joint yang berhubungan dengan kerusakan syndesnmosis. Ada dua subtype fraktur yang diketahui: diaphysis (Dupuytren) dan proksimal (Maisonnevue). Fraktur tipe ini sesuai dengan fraktur pronation-eversion atau pronation-abduction Lauge-Hansen. Fraktur ini memiliki instabilitas yang paling lemah. Weber mengabaikan bagian medial ankle joint dan menekankan syndemosis fibula dan tibiofibular.Segi penting klasifikasi apapun tergantung pada kemampuannya untuk dipraktekkan secara klinis. Harus ditunjukkan struktur mana yang mengalami kerusakan dan bagian mana yang harus diperbaiki, bahkan walaupun bagian tersebut tidak terlihat pada X-ray (lesi ligament).Yang tidak boleh dilupakan adalah ankle sprain yang merupakan injuri yang paling sering ditemukan pada ankle, namun injuri ini tidak dibahas pada artikel mengenai fraktur ankle. Sebagian besar ankle sprain terjadi akibat foot inversion dan injuri terletak pada lateral ligament complex. Sebagian besar ankle sprain, termasuk grade III, bisa ditangani dengan gips (cast immobilization).

IV. MEKANISME CEDERAPola terjadinya cedera pada pergelangan kaki tergantung dari banyak faktor termasuk usia pasien, kualitas dari tulang itu sendiri, posisi kaki saat terjadi cedera, arah, dan besarnya gaya yang harus ditanggung. Menurut Lauge-Hansen, pengaruh pola cedera yang berhubungan dengan posisi kaki saat cedera dideskripsikan lebih dulu dan arah dari gaya yang dihasilkan dideskripsikan kemudian. Gaya yang terbentuk pada saat cedera pergelangan kaki adalah adduksi, abduksi, exorotasi, dan penahanan beban vertikal. Pronasi dan supinasi adalah posisi kaki selama berotasi di sekeliling aksis dari sendi subtalaris. Adduksi dan abduksi adalah gaya yang terbentuk pada saat rotasi talus di sekeliling aksis panjangnya, sementara endorotasi dan exorotasi adalah gerakan rotasional sekeliling aksis vertikal dari tibia. Mekanisme cedera ini dideskripsikan dengan berbagai terminologi di bawah ini.

Supinasi-Adduksi Bersamaan dengan supinasi kaki, struktur lateral menegang. Supinasi berlanjut dan gaya adduksi dapat menyebabkan ruptur dari ligamentum collateralis atau avulsi ligamentum-ligamentum dari tempat perlekatannya dengan tulang pada distal fibula, yang menyebabkan terkilirnya pergelangan kaki. Fibula distal dapat teravulsi menghasilkan fraktur melintang di bawah level ligamentum syndesmosis yang masih intak. Adduksi yang lebih jauh membawa talus ke arah medial dari sendi, menghasilkan fraktur vertikal pada maleolus medialis dan seringkali fraktur impaksi dari permukaan artikulasi medialis tibia. Gaya ini juga dapat mengakibatkan impaksi atau fraktur osteokondral pada talus atau cedera pada permukaan artikulasinya.

Supinasi-Exorotasi Saat kaki berexorotasi atau kaki berendorotasi pada kaki yang supinasi, struktur lateral dan ligamentum syndesmosis anterior menegang. Sindesmosis anterior biasanya cedera dengan ruptur ligamen atau avulsi dari tempat insersio tulangnya. Exorotasi menghasilkan fraktur spiral dari fibula, yang berjalan anteroinferior ke posterosuperior. Fraktur dapat dimulai di bagian bawah, tepat, atau di atas tempat melekat dari ligamentum tibiofibularis anterior pada tuberkulum anterior dari fibula. Bila fraktur mulai di bawah tuberkulum anterior dari fibula, ligamentum tibiofibularis anterior akan tetap utuh. Fraktur berjalan oblik melalui permukaan artikulasi superior dari fibula. Yang paling umum, fraktur dimulai pada atau di atas level tuberkulum anterior dan sindesmosis anterior sebagian atau seluruhnya mengalami disrupsi.

Walaupun jarang, pola supinasi-exorotasi bisa ada pada fraktur fibula yang muncul di atas level sindesmosis dengan disrupsi dari kedua sindesmosis dan membrana interoseus. Dengan gaya yang berkelanjutan, talus yang berotasi dapat memberikan tekanan pada sindesmosis posterior mengakibatkan ruptur ligamentum tibiofibularis posterior atau lebih umum avulsi dari tuberkulum posterior lateralis. Pada beberapa kasus fraktur fibula dapat mendekompresi struktur-struktur ini sehingga gaya pada talus diarahkan ke medial dan tidak ada cedera posterior yang terjadi. Pada akhirnya, bila terjadi gaya yang cukup besar, terdapat tension pada struktur medial yang berakibat fraktur avulsi dari maleolus medialis atau ruptur ligamentum deltoidea. Dengan cedera medial ini, talus bebas untuk bergeser ke lateral.

Pronasi-AbduksiPada pronasi, struktur-struktur medial menegang dan mengalami cedera untuk pertama kalinya. Akan terjadi fraktur avulsi dari maleolus medialis atau ruptur ligamentum deltoidea. Gaya abduksi kemudian akan menyebabkan ruptur ligamentum syndesmosis atau avulsi dari tulang tempat melekatnya ligamentum-ligamentum tersebut.

Gaya lateral yang berlanjut dari fraktur talus pada sisi fibula tepat pada atau di atas level dari sindesmosis dan ruptur membrana interoseus bisa terjadi pada fraktur ini. Fraktur ini merupakan akibat dari pembengkokan dan antara fraktur oblik atau melintang sebagian dengan kominusi lateral atau pembentukan buterfly fragment. Pola fraktur fibula ini menandakan adanya cedera medial yang berhubungan.

Pronasi-ExorotasiCedera terjadi pada sisi medial terlebih dahulu. Exorotasi kemudian berakibat pada ruptur dari ligamentum tibiofibularis anterior atau pada tempat insersio tulangnya, diikuti fraktur fibula pada level yang sama atau di atas sindesmosis.

Fraktur fibula berbentuk spiral tapi berjalan anterosuperior ke posteroinferior dan membrana interoseus ruptur pada level fraktur fibula. Dengan rotasi yang berlanjut, sindesmosis posterior mengalami cedera dengan ruptur ligamen atau fracture avulsi dari tibia posterolateralis.Fraktur proximal dari fibula (tipe Maisonneuve) merupakan akibat dari exorotasi. Ada beberapa variasi pada pola fraktur fibula, yang mencerminkan tipe cedera supinasi-eksorotasi atau pronasi-exorotasi. Kaki bahkan dapat bergerak dari pronasi relatif ke supinasi selama cedera timbul.

Titik beban vertikal (Vertical Loading) Titik beban vertikal mengarahkan talus ke tibia distal. Posisi dari kaki dan kecepatan penahanan beban mempengaruhi pola cedera yang dapat berkisar dari fraktur terisolasi dari permukaan anterior atau posterior tibia ke fraktur kompleks, intra artikular dari tibia distal (fracture pilon).

Dari semua pola cedera di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak kombinasi cedera tulang dan ligamen. Posisi kaki mempengaruhi lokasi dari derajat inisial cedera tersebut. Supinasi dari kaki menegangkan struktur lateral. Pronasi kaki menegangkan struktur medial. Pada sisi lateral, adduksi mengakibatkan cedera pada ligamentum collateralis lateralis atau avulsi dari fibula distal. Abduksi diakibatkan oleh fraktur tension, sering dengan kominusi, sementara exorotasi menghasilkan fraktur spiral yang khas. Cedera pada ligamentum syndesmosis harus dicurigai ketika terjadi fraktur fibula pada atau di atas level sindesmosis. Cedera pada sisi medial disebabkan oleh trauma langsung dari talus atau dari tahanan saat talus berotasi atau bergerak ke lateral mengikuti fibula. Beberapa kombinasi mungkin terjadi: Ligamentum deltoidea profunda dapat robek. Kolikulus anterior dapat mengalami avulsi oleh ligamentum deltoidea superfisialis sedangkan ligamentum deltoidea profunda bisa ruptur atau intak.Fraktur dari maleolus posterior disebabkan oleh abduksi atau exorotasi, dislokasi poterior dari talus, titik beban vertikal, atau kombinasi dari gaya-gaya ini. Pada abduksi atau exorotasi, ligamentum tibiofibularis posterior berada di bawah tekanan dan dapat ruptur atau lebih umum mengalami avulsi pada sudut posterolateral tibia (segitiga Volkmann). Maleolus posterior atau posteromedial dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung talus saat berotasi. Disrupsi syndesmosis dapat terjadi akibat exorotasi atau abduksi. Ligamentum yang terlibat akan ruptur atau mengalami avulsi dari insersionya pada tulang. Pada cedera yang lebih berat, bagian dari membrana interoseus dapat robek secara distal atau proximal dan dapat terjadi fractureproximal fibula.Mekanisme ini terjadi pada sebagian besar cedera pergelangan kaki.

V. DIAGNOSISDiagnosis fraktur ankle ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan gambaran radiologis. Pada anamnesis harus ditanyakan mengenai mekanisme injuri, keadaan medis sebelumnya, dan kegiatan fisik (kebutuhan fungsional pergerakan ankle) yang merupakan faktor yang paling penting untuk mengambil keputusan metode penanganan apa yang akan diambil. Mekanisme injuri yang paling sering pada sebagian besar kasus adalah jatuh. Pemeriksaan fisik mengidentifikasi kasus urgen, open fractures, gangguan neurovaskuler, dan tanda-tanda terdapatnya sindrom kompartemen. Nyeri tekan lokal dan stabilitas ankle seharusnya diperiksa. Gambaran radiologis penting untuk menentukan struktur mana yang mengalami injuri, dan menentukan rencana terapi, konfirmasi kualitas reduction dan evaluasi hasil penanganan.Pemeriksaan X-ray awal meliputi tiga proyeksi: anterior-posterior, lateral, dan mortice view dengan posisi foot internal rotation 150. Kadang-kadang diperlukan penekanan gambaran radiografi untuk mencari instabilitas lateral atau medial. Three dimensional computed tomography (3DCT) berguna untuk fraktur pilon. MRI juga berguna untuk mendeteksi lesi ankle chondral, tendon atau ligamen.

VI. TATALAKSANA1) Penatalaksanaan non-operatif a) Reduksi tertutup dan pemasangan cast Reduksi akurat dari fragment intra-artikular .Pemasangan cast membuat observasi pembengkakan dan keadaan kulit menjadi tidak memungkinkan, dan tergeser kembalinya fragmen yang telah direduksi sering terjadi. Pengobatan dengan cara ini diindikasikan untuk fracture tanpa pergeseran (undisplaced) atau pada pasien yang tidak dapat banyak bergerak.b) TraksiPergerakan awal dan rehabilitasi sendi.Manajemen dengan traksi mempunyai syarat bahwa pasien harus tetap di tempat tidur sampai terdapat bukti bahwa union sudah terjadi.Biasanya minimum 6 minggu. Traksi juga dapat digunakan secara inisial pada fracture-fracture yang telah direncanakan untuk operasi namun harus ditunda karena status jaringan lunaknya.Pada kasus-kasus semacam ini efek ligamentoaxis dari traksi calcaneus dapat menghasilkan reduksi yang cukup dan mempertahankan panjang sampai intervensi bedah dapat dilakukan dengan aman.Distraksi dari fraktur menggunakan traksi calcaneus dapat menyebabkan alignment yang memuaskan bila bagian sentral dari permukaan artikular tidak remuk dan terimpaksi. Traksi membuat akses langsung dan elevasi kaki memungkinkan dan dapat dikombinasikan dengan pergerakan awal dan rehabilitasi sendi.Manajemen dengan traksi mempunyai syarat bahwa pasien harus tetap di tempat tidur sampai terdapat bukti bahwa union sudah terjadi.Biasanya minimum 6 minggu. Traksi juga dapat digunakan secara inisial pada fracture-fracture yang telah direncanakan untuk operasi namun harus ditunda karena status jaringan lunaknya.Pada kasus-kasus semacam ini efek ligamentoaxis dari traksi calcaneus dapat menghasilkan reduksi yang cukup dan mempertahankan panjang sampai intervensi bedah dapat dilakukan dengan aman.2) Penatalaksanaan operatifa) Reduksi terbuka dan fiksasi internal (Open Reduction and Internal Fixation) Tujuan dari pembedahan dijabarkan oleh Ruedi dan Allgower sebagai berikut: 1) Mempertahankan panjang dan stabilitas fibula 2) Memulihkan permukaan sendi tibia 3) Memulihkan kerusakan yang terjadi pada tulang 4) Memperkuat bagian medial tibia Dalam mengobati fraktur Pilon tibia, banyak cara pembedahan yang dapat dipilih. Tetapi pengobatan fraktur harus selalu mempertimbangkan kepekaan jaringan lunak dan manajemen setiap kasus fraktur harus disesuaikan tergantung status jaringan lunaknya. Penekanan pada reduksi anatomis dari plafon tibia dengan restorasi permukaan sendi secara umum merupakan tujuan utama pengobatan. Estimasi derajat osteoporosis dan kominusi harus dipertimbangkan karena kualitas tulang yang buruk akan menghambat stabilisasi bedah.Insisi posterolateral digunakan untuk fiksasi fibula. Suatu insisi anteromedial 1 cm medial tendon tibia anterior melengkung ke arah maleolus medialis digunakan untuk memperbaiki plafon tibia dan metafisis tibia. Care harus digunakan untuk menguatkan jaringan lunak dan tendon anterior. Care juga harus digunakan untuk mempertahankan skin bridge 8cm untuk mencegah nekrosis kulit anterior dan hancurnya luka, terutama pada insisi medial.Ada 4 prinsip dasar yang dideskripsikan oleh Ruedi sebagai berikut: 1) Langkah pertama adalah reduksi dan stabilisasi fibula. Langkah ini mengembalikan panjang dan sindesmosis permukaan artikular lateral dan dapat digunakan sebagai titik referensi rekonstruksi selanjutnya. Teknik reduksi indirek atau penggunaan distraktor femoral berguna pada fase ini.2) Permukaan artikular tibia distal kemudian direstorasi secara anatomis dan distabilkan dengan multiple K-wires. Konfirmasi radiologik dan visual dari reduksi artikular harus dilakukan.3) Dilakukan pemasangan implant untuk menstabilkan tibia distal. Pemilihan implan yang digunakan tergantung dari konfigurasi fraktur. Lag screws digunakan untuk mengkompresi fragment fraktur. Butress plate digunakan untuk pada bagian medial untuk mencegah kolaps. 4) Langkah terakhir melibatkan penggunaan transplantasi tulang fibrosa untuk memperbaiki defek metafisis. Care harus diambil untuk mencegah devascularisasi tibia anterior. Kemudian splinting dengan Jones type dressing dengan suplemental plaster, aplikasi kantong es, dan elevasi extremitas digunakan segera setelah operasi. Latihan pergerakan dimulai segera setelah dapat ditoleransi oleh pasien, tapi pemberian beban ditunda sampai fracture telah menyatu biasanya 3-4 bulan post operatif.

b) Fiksasi external Pada pasien dengan kerusakan jaringan lunak yang signifikan atau pada fracture terbuka, fixatorexternal dapat digunakan sebagai portable traction device mula-mula. Reduksi dapat dilakukan dengan distraksi dan ligamentoaxis. Fixatorexternal dapat digunakan untuk mengobati fracture sampai jaringan lunak membaik dan dapat dilakukan terapi operatif. Dapat pula digunakan sebagai terapi definitif bila suatu reduksi yang adekuat dapat dicapai atau terapi operatif lebih jauh dikontraindiikasikan. Fixatorexternal dapat juga digunakan sebagai penguat medial (medial buttress). Pada situasi ini, fixatorexternal menggantikan medial buttress plate tapi mengurangi pentingnya diseksi jaringan lunak dalam jumlah besar. Prinsip dari reduksi terbuka dan fixasiexternal digunakan dengan reduksi fibula dan restorasi panjang yang dilakukan terlebih dahulu. Permukaan sendi tibia dapat direduksi secara anatomis dan difixasi dengan screws. Suatu fixatorexternal diganti dengan plate setelahnya atau tetap dipasang sebagai terapi definitif. Defek metafiseal apapun yang terjadi dapat ditangani dengan transplantasi pada waktu operasi dimulai. Dapat juga dilakukan kemudian, terutama bila fixatorexternalakan diganti dengan plate. Variasi cara penggunaan fixator atau pin sirkular kecil telah banyak dipakai. Manuver reduksi ditingkatkan dengan pin kecil untuk mengembalikan permukaan sendi dan mempertahankan stabilitas tulang. Teknik ini terutama berguna bila luka terbuka dikontraindikasikan dengan penggunaan fixator internal apapun. Setiap kali fixatorexternal digunakan, perhatian khusus harus diberikan untuk pin calcaneus untuk distraksi dari sendi tibiotalaris. Pada pasien yang pergerakan ankle-nya dikontraindikasikan, sendi dapat didistraksi dan dipertahankan dengan pin calcaneus. Pin tersebut dapat membantu mengurangi kekakuan sendi.

VII. KOMPLIKASIa. Komplikasi jangka pendek Biasanya diakibatkan oleh status cedera jaringan lunak, juga penanganan jaringan saat pembedahan. Hematoma, kulit yang rusak dan nekrosis jembatan jaringan akan mempengaruhi penyembuhan luka. Terpaparnya jaringan lunak karena jaringan yang menutupinya hilang dapat membuat masalah infeksi seperti osteomielitis selain juga menghambat penyembuhan luka.Penggunaan penutupan kulit sekunder ketika kehilangan jaringan lunak ataupun devascularisasi jaringan lunak muncul bisa dipertimbangkan. Cedera terbuka, crush necrosis, degloving injuries dapat mengakibatkan nekrosis jaringan lunak jangka panjang, infeksi, non union, atau delayed unionb. Komplikasi jangka panjangTermasuk osteomielitis,delayed union, malunion, dan non union dari fracture. Walaupun angka kejadian non union telah berkurang dengan manajemen jaringan lunak yang baik, transplantasi tulang, dan teknik fixasi yang baik, delayed union masih sering ditemukan. Malunion sering terjadi terutama pada reduksi fracture non anatomis atau hilangnya metafisis medial dengan teknik buttressing yang inadekuat. Osteotomi untuk mengkoreksi malalignment dapat dilakukan kemudian setelah union telah dicapai, tapi terapi inisial dari medial buttress selama penyembuhan fracture dapat meminimalisasi malalignment. Artritis traumatik sering terjadi ketika ada kerusakan artikular yang signifikan.Kerusakan kartilago artikular tidak boleh diabaikan walaupun rekonstruksi anatomis telah dilakukan karena artritis traumatik degeneratif dapat terjadi sebagai sekuelae. Arthrodesis telah diterima secara umum sebagai pengobatan alternatif untuk masalah ini.

BAB IILAPORAN KASUS

ANAMNESISIdentitasNama : Tn. SJenis kelamin : Laki-lakiUsia : 31 tahunMR: 360215

Seorang pasien laki-laki, 31 tahun datang ke IGD RSAM pada tanggal 25 September dengan keluhan nyeri dan luka pada pergelangan kaki kanan sejak 2 jam yang lalu post kecelakaan lalu lintas.Primary Survei : A: ClearB: Spontan, nafas 24x/menitC: Tekanan darah : 110/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Refilling kapiler