ORIENTASI PENGEMBANGAN WACANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/116/jtptiain-gdl... ·...
Transcript of ORIENTASI PENGEMBANGAN WACANA …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/116/jtptiain-gdl... ·...
ORIENTASI PENGEMBANGAN WACANA
PEMBERITAAN TENTANG
KH. ABDURRAHMAN WAHID
(STUDY ANALISIS PEMBERITAAN SKH
KOMPAS EDISI JANUARI 2010)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
RICHA MISKIYYA
071211015
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 23 Desember 2011
Richa Miskiyya
NIM. 071211015
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun)
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatan itu” (al Hujuraat : 6)
(Departemen Agama RI, 2006 : 516).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk...
1. Umi Siti Maunah, Ibu terhebat di dunia, Ibu yang di dalam setiap hela
nafasnya adalah doa untuk anak-anaknya, terima kasih untuk segala curahan
kasih Umi, untuk dekap kasih sayang Umi.
2. Abah Zuhri Ahmad, Abah nomor satu di dunia, terima kasih atas segala
nasihat dan semangat yang Abah berikan. Terima kasih telah menanamkan
kekuatan agar Icha selalu jadi perempuan yang kuat dan tak kalah dengan
masalah.
3. Adik-adikku tersayang, Rosa Diyana dan Roghib Azhar Haqiqi yang dengan
tawa dan senyum kalian memberikan pelajaran jika hidup ini terlalu indah
untuk ditangisi.
4. Badrul Munir Chair, Putra Madura dan Purnama yang bercahaya terang di
hatiku. Terima kasih untuk semua motivasimu yang selalu menanamkan
kekuatan dan pembelajaran bahwa semua persoalan tak akan pernah selesai
hanya dengan tangis dan air mata.
ABSTRAKSI
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi Surat Kabar
Harian Kompas dalam pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid (study
analisis edisi Januari 2010).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif,
spesifikasinya adalah deskriptif dan pendekatan wacana. Adapun model wacana
yang dipilih adalah model wacana Teun A van Dijk dengan kognisi sosialnya.
Sebagai mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, penulis tertarik
menggunakan pendekatan wacana ini, sekaligus untuk memperdalam bagaimana
pola kerja dari analisis wacana utamanya model kognisi sosial Teun A van Dijk.
Dalam meneliti dengan menggunakan model ini, profesor Universitas Amsterdam
ini digambarkan memiliki tiga dimensi/bangunan ; teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah Kompas
memiliki konstruksi berita yang cenderung pada sikap dukungan akan sepak
terjang Gus Dur tentang Pluralisme dan dukungan terhadap pengajuan gelar
Pahlawan terhadap Gus Dur. Kompas yang banyak mengangkat latar belakang
sikap pluralisme Gus Dur semakin menegaskan jika Kompas lebih mengupas
sosok Gus Dur dalam berita sebagai seorang Pluralis bukan sebagai seorang
Mantan Presiden maupun Kyai.
Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita yang ada
apabila dilihat dari kaca mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi yang juga
ada dalam Al Qur‟an dan Hadits. Kompas nampaknya menggunakan kesempatan
praktik ideologinya untuk membangun citra positif seorang KH. Abdurrahman
Wahid sebagai pahlawan pluralisme di mata masyarakat Indonesia.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan
langit dan bumi serta segala isinya. Sang Maha Pengasih dan tak pilih kasih.
Segala kuasa milikNya, yang telah memberikan hamba segala petunjuk untuk
menjalani hidup di jalan yang benar dan diridloi.
Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
nabi akhir zaman yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga
kelak kita mendapatkan syafaatnya serta diakui menjadi umatnya kelak di yaumil
akhir.
Penulis yakin, tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait, skripsi dengan
judul Orientasi Pengembangan Wacana Pemberitaan Tentang KH. Abdurrahman
Wahid (Study Analisis Pemberitaan SKH Kompas Edisi Januari 2010) tidak
mungkin akan selesai. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan semangat
kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis meminta maaf sekiranya tidak dapat menyebut satu persatu
semua pihak yang telah membantu dalam proses penggarapan skripsi ini. Penulis
mengucapkan terima kasih, utamanya kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Dra. Hj. Siti Solihati, MA, selaku dosen wali sekaligus Dosen Pembimbing
Bid. Metodologi yang selalu sabar memberikan waktu serta nasihat di tahun-
tahun pembelajaran bagi penulis serta memberikan pelajaran tentang arti
penting semangat dan kesabaran dalam menuntut ilmu.
4. Dr. H. Moh Zuhri, selaku Dosen Pembimbing Bid. Materi yang dengan sabar
telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Dosen Fakultas Dakwah yang selama ini telah menjadi guru yang sabar
mendidik mahasiswanya di bangku kuliah. Segenap karyawan yang telah
membantu menyelesaikan administrasi.
6. Abah H. Zuhri Ahmad dan Umi Siti Maunah, yang selalu memberikan doa
restu, selalu mengajarkan arti penting sebuah keluarga. Menghapus air mata
anak-anaknya dengan doa di tiap detiknya.
7. Adikku tersayang Rosa Diyana dan Roghib Azhar Haqiqi, my partner in crime
at home, terima kasih untuk semua tawa yang kalian berikan, karena tawa dan
kepolosan kalian menjadi semangat yang tak pernah padam untukku.
8. Keluarga besar Eyang H. Faidloni, Simbah Saidah, Budhe Kah, Budhe Ah, Om
In, Mbak Pur, Om Wing, Mbak Umi, semua kakak dan adik sepupuku, terima
kasih untuk semua kehangatan yang diberikan untukku.
9. Seseorang yang selalu menghiasi hari-hariku menjadi berwarna, selalu
membuatku tersenyum di setiap sedihku, membuatku tegar di setiap rapuhku,
membuatku tetap semangat menjalani hari-hari terberatku, Purnama yang
selalu bersinar terang di hatiku, Badrul Munir Chair di kota cinta, Yogyakarta.
10. Teman-teman KPI A angkatan 2007, Zuni Indana Zulfa, Andika, Ruru, Ririn,
Nia, Nisa, Iswati, Hanik, Irna, Jono, Mukti, Soleh.
11. Sahabat-sahabat terbaikku, Zuni, Usfy, Ruru, terima kasih untuk semua
kebahagiaan yang telah kalian berikan, kalian adalah sahabat terhebat.
12. Kawan-kawan LPM MISSI yang selalu setia mendengar ocehan dan keluh
kesahku, Mas Oji, Yudi, Diah, Sarx, Anam, Jibril, Arifah, Virly, Budiman,
Anif, Fitri, Meiwan, Sasa, Kiki, Ririn, Tien-tien, dan teman-teman yang tidak
bisa aku sebutkan satu persatu.
13. Anak Koz Crazy House, Mbak Izza, Yuyun, dan Mbak Nana, terima kasih
untuk ketulusan kalian, kita adalah keluarga yang indah.
14. Sohib-sohib KKN Dusun Pakisan Desa Patean, Mbak Dian, Mega, Ida, Umi,
Ika, Mas Bro, Mas Said, Mas Azani, Mas Sunawar. Terima kasih untuk semua
pembelajaran di setiap permasalahan.
15. Sahabat-sahabat di kelas Cendol (Cerita Nulis Diskusi On Line) Universal
Nikko, untuk Kepsek Mayoko Aiko, Suker Donatus A. Nugroho, Suker Putra
Gara, Sekretaris seksi Divin Nahb, semua cendolers di Jateng-DIY, Aceh,
Medan, Jakarta, Bandung, Cirebon, Surabaya, Hongkong, Singapura,
Melbourne, terima kasih untuk semua tawa stres kalian yang membangkitkan
inspirasi, untuk semua pelajaran menulis juga nasihat kehidupan, kalian adalah
keluargaku yang dengan setia selalu ada, satu untuk semua, bukan semua untuk
satu.
Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang sesuai
dari Allah. Amin.
Penulis menyadari ada banyak kesalahan dalam skripsi ini. Oleh
karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai
pembelajaran untuk pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.
Semarang, 23 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
NOTA PEMBIMBING ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................ v
PERSEMBAHAN .................................................................................. vi
ABSTRAKSI .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 7
1.4. Tinjauan Pustaka ................................................................. 8
1.5. Metode Penelitian ................................................................ 14
1.6. Sistematika Penulisan .......................................................... 27
BAB II DAKWAH DAN MEDIA MASSA
2.1. Pengertian dan Tujuan Dakwah ........................................... 29
2.2. Materi dan Media Dakwah .................................................. 32
2.3. Surat Kabar Sebagai Media Dakwah .................................. 38
BAB III GAMBARAN UMUM SKH KOMPAS, PROFIL GUS DUR
DAN DATA PEMBERITAAN WAFATNYA GUS DUR
3.1. Profil SKH Kompas ............................................................ 62
3.2. Profil Gus Dur …………………………………………….. 75
3.3. Gambaran Umum Pemberitaan Kompas............................... 79
3.4. Data Pemberitaan Wafatnya Gus Dur .................................. 80
BAB IV ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN
WAFATNYA GUS DUR
4.1. Analisis Teks dan Kognisi Sosial ........................................ 90
4.2. Analisis Konteks Sosial ........................................................ 167
4.3. Analisis Keagamaan ............................................................. 168
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................... 176
5.2. Saran .................................................................................... 178
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 179
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
BIODATA
Nama : Richa Miskiyya
NIM : 071211015
TTL : Grobogan, 08 November 1989
Alamat Asli : Meubel STM, Jl. Ahmad Yani 139, Gubug-Grobogan 58164
E-mail : [email protected]
No. HP : 08985 696 246
Pendidikan :
1. SD Negeri 05 Gubug
2. SLTP Negeri 01 Gubug
3. MA NU Banat Kudus
4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah Jurusan KPI
Prestasi :
1. Juara II Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional di
STAIN Purwokerto 2010
2. Juara II Lomba TV News Reader di IAIN Walisongo 2010
3. 10 Besar Lomba Cipta Puisi Peksimida Jateng 2010
4. 10 Besar Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional di
UNTIRTA Banten 2011
5. Juara I Lomba Cerpen All About Grobogan 2011
6. Juara Favorit Lomba Cerpen Nasional Rohto 2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Kepergian mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah
menciptakan kekosongan eksistensial bagi para sahabat, murid, dan
pengagumnya. Kepergian Gus Dur pun tidak hanya menyentuh rasa duka yang
mendalam, tetapi sekaligus menyingkap reputasinya sebagai tokoh agama,
pejuang demokrasi, pemimpin politik, pembela kaum minoritas, pengusung
hak asasi, dan pahlawan pluralisme (Kompas, Senin, 31 Desember 2009).
Berbagai kalangan pun berduka, tak hanya dari kalangan Nahdliyyin
saja, masyarakat dari kalangan minoritas Tiong hoa pun merasakan duka yang
mendalam. Selain warga Nahdliyyin, para pemuka agama lintas agama juga
hadir di kompleks Ponpes. Mereka duduk di tenda tamu pelayat. Di antara
mereka, tampak biksu yang mengenakan pakaian warna kuning dan merah hati
(Hadi, 2010 : 96).
Meninggalnya Gus Dur menjadi sesuatu yang berbeda tatkala
pemakamannya dihadiri tak hanya dari lintas kalangan, tapi juga dari lintas
agama. Setelah wafatnya Gus Dur wacana pemberian gelar pahlawan nasional
untuk Gus Dur pun bergulir (Kompas, 06 Januari 2010).
Berita mengenai Gus Dur menjadi headline di berbagai media massa.
Selama hampir sebulan berita-berita terkait pun menghiasi media, khususnya
media cetak pada bulan Januari 2010. Tak hanya berita bela sungkawa, namun
juga berita-berita seputar wacana gelar pahlawan Gus Dur. Para pakar
komunikasi mengakui bahwa pengaruh media massa tidak seampuh peluru
tajam. Tidak selalu apa yang dikehendaki dan diinformasikan oleh media
massa terjadi dan berpengaruh, baik itu positif maupun negatif pada diri si
penerima informasi. Namun dalam jangka panjang daya pengaruh itu diyakini
akan berdampak, sebagaimana air yang menitik dari langit-langit goa
membentuk stalagtit dan stalagmit (Baso, 1992 : xi).
Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan
perilaku masyarakat. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau
menolak kebijakan pemerintah. Lewat media pula, berbagai inovasi atau
pembaruan bisa dilakukan oleh masyarakat. Berbagai keinginan, aspirasi,
pendapat, sikap juga bisa disebarluaskan melalui media. Sosialisasi kebijakan
tentang devaluasi mata uang rupiah atau kenaikan tunjangan Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang perlu diketahui secara cepat oleh masyarakat, tidak perlu
dilakukan secara tatap muka. Pemerintah cukup melakukan press release ke
media atau mengundang wartawan untuk jumpa pers. Dalam waktu singkat
informasi itu akan terebar luas ke masyarakat (Nuruddin, 2004 : 69).
Indonesia kini memang sedang memasuki era baru, era demokrasi. Pers
dan media massa muncul bak jamur di musim hujan. Penampilannya pun jelas
jauh lebih berani bersikap kritis terhadap penguasa dibanding masa-masa Orde
Baru. Media massa selama era Orde Baru memang jauh dari fungsinya sebagai
penegakan suatu public sphere. Pers dan berbagai lembaga pendidikan serta
lembaga publik lainnya, diupayakan oleh penguasa agar sepenuhnya bisa
berfungsi sebagai aparatus ideologi negara berpasangan dengan sejumlah
aparatus represif negara, seperti militer dan kelompok-kelompok political
thugs (preman-preman politik) yang dibina penguasa. Setelah Orde Baru
lengser, pers memang tampil beda. Pers menjadi lebih agresif dan kreatif
dalam memberi nilai tambah suatu berita, dan juga dalam mengeksplorasi isu-
isu permasalahan untuk diolah menjadi komoditi informasi (Dedy N Hidayat
dalam Sudibyo, 2001 : viii).
Masa transisi yang kita alami sekarang membuat sebagian pers
menderita semacam krisis identitas atau gegar budaya. Mereka tercerabut dari
fondasi yang lama, akan tetapi belum berpijak pada fondasi baru yang kokoh.
Tidak mengherankan jika era reformasi sering didefinisikan sebagai era
kebebasan tanpa batas, sehingga banyak pers, terutama media baru yang
muncul pada masa transisi ini kebablasan dalam pemberitaan dan
penyajiannya (Mulyana, 2008 : 100).
Sesungguhnya tugas mulia media adalah menyampaikan kebenaran,
namun tugas menyampaikan kebenaran itu tidaklah sederhana. Ada berbagai
kepentingan yang ”berbicara” yang pada gilirannya memberi bentuk pada
kebenaran yang disampaikan. Selalu saja ada ketegangan di antara pihak yang
memiliki kepentingan dan masyarakat umum sebagai konsumen berita.
Media massa menyampaikan segala bentuk informasi sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman,
media menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.
Keberadaan media massa nasional maupun lokal merupakan suatu bentuk
tuntutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perbedaan mendasar dari
keduanya adalah jangkauan wilayah yang berdampak pada berita yang
dihasilkan.
Berita bukanlah foto kopi dari realitas. Ia hanyalah rekonstruksi dari
realitas. Sedangkan rekonstruksi, tidak mungkin sama dan sebangun dengan
apa yang dikonstruksi ini, yaitu realitas. Hasil dari rekonstruksi bagaimanapun
banyak tergantung pada orang yang mengerjakan rekonstruksi tadi, yaitu
wartawan pada tahap permulaannya dan gatekeeper atau redaktur pada tahap
berikutnya (Shobur, 2002 :vii-viii).
Pers punya tugas besar dan mulia, yakni untuk mengembangkan wacana
yang sehat demi kepentingan rakyat banyak. Melalui penyajiannya, pers
seyogyanya lebih berempati terhadap pihak-pihak yang dirugikan dan
menderita. Pada gilirannya wacana yang sehat dapat dikembangkan untuk
mencari solusi atas persoalan yang ada (Mulyana, 2008 : 104 ).
Melalui studi wacana kritis ini, akan diketahui kontruksi berita yang
ditampilkan oleh Surat Kabar Harian (SKH) Kompas. Penulis akan berusaha
menemukan konstruksi yang ditampilkan Kompas dalam pemberitaan tentang
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Bagi sebagian insan pers, Gus Dur barangkali menjadi makluk yang
paling menggemaskan. Di satu sisi, sejarah telah menunjukkan Gus Dur
adalah gabungan dari kualitas negarawan, politisi, budayawan, agamawan, dan
intelektual dengan sumbangan pemikiran dalam proses demokratisasi selama
Orde Baru. Pers pun mengakui kepeloporan Gus Dur dalam memperjuangkan
gagasan-gagasan keterbukaan politik, pluralisme, inklusivisme, pemberdayaan
sipil, dan lain-lain.
Tingkah laku Gus Dur yang ”semau gue”, tak acuh terhadap kritik-kritik
yang datang dari berbagai penjuru menjadi kurang bersahabat di mata pers.
Sebagai kekuatan sosial yang telah sedemikian rupa terbuai oleh ”ideologi”
reformasi, pers tak bisa tinggal diam melihat polah tingkah Gus Dur
(Sudibyo, 2009 : 243-244)
Dalam pemberitaan Kompas ketika Gus Dur masih memegang tampuk
kekuasaan Kompas melakukan pemberitaan dengan memberikan ruang yang
relatif berimbang antara sumber berita yang pro maupun yang kontra Gus
Dur (Sudibyo, 2009 : 289)
Pada akhir tahun 2009 tokoh kontroversial yang terkenal dengan
kalimat ”Gitu Aja Kok Repot” telah tiada, tak hanya umat Islam saja yang
mengiringi kepergiannya, berbagai elemen masyarakat terdiri dari Kiai, Biksu,
serta masyarakat Tionghoa pun juga turut menghadiri pemakamannya
(http://www.inilah.com/read/detail/252742/gus-dur-dimakamkan-pukul-1300-
wib/ diakses 06 Maret 2011)
Gus Dur dipandang sebagai salah satu tokoh yang paling garang
menyerukan persamaan kaum minoritas, khususnya kaum Tionghoa. Tak
hanya dalam hal sosial dan ideologi saja, tapi Gus Dur juga dipandang sebagai
tokoh penting dalam bidang seni dan budaya. Sehingga itulah yang
menyebabkan Gus Dur bisa dekat dengan semua kalangan dan banyak orang
merasa kehilangan karena kepergiannya. Kompas pun menampilkan foto Gus
Dur penuh dalam halaman depannya sehari setelah wafatnya Bapak Pluralisme
tersebut.
Bagaimana Kompas memaknai peristiwa wafatnya Gus Dur? Apakah
Kompas menyorot Gus Dur sebagai tokoh Islam di Indonesia atau lebih
menyorot Gus Dur sebagai tokoh nasional yang inklusif?
Penelitian ini berusaha mengkaji seputar pemberitaan tentang tema
tersebut dalam harian Kompas. Penulis akan berusaha menemukan
kecenderungan sikap Kompas dan bagaimana Kompas mengkonstruksikan
berita dan mengembangkan wacana pemberitaan Gus Dur di tengah
masyarakat pasca Gus Dur wafat.
Alasan kenapa penulis memilih Kompas sebagai subyek penelitian ini
adalah karena Kompas dianggap sebagai representasi kaum Nasrani. Harian
ini diterbitkan atas inisiatif partai Katolik dan sejumlah jurnalis Katolik.
(Akbar, 1995 : 52). Ketika partai Katolik difusikan ke dalam PDI tahun1973
Kompas mulai berusaha menjadi koran yang independen (Nugroho, 1999 : 7).
Subyek ini penulis anggap relevan karena mengkaji media yang
memiliki ideologi berbeda dengan tokoh besar agama dalam peristiwa
tersebut.
Peneliti meneliti masalah di atas dengan judul “Orientasi Media dalam
Pengembangan Wacana Pemberitaan Wafatnya KH. Abdurrahman Wahid
(Study Kasus Pemberitaan dalam Surat Kabar Harian Kompas Edisi Januari
2010)”
1.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana konstruksi berita dalam pemberitaan KH. Abdurrahman
Wahid di SKH Kompas?
2. Bagaimana Orientasi media dalam pengembangan wacana pemberitaan
KH. Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas ?
3. Bagaimana pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid dalam SKH
Kompas ditinjau dari sudut pandang keagamaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konstruksi berita dalam pemberitaan tentang KH.
Abdurrahman Wahid di SKH Kompas.
2. Untuk mengetahui orientasi SKH Kompas dalam mengembangkan
wacana pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
3. Untuk meninjau pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid dalam
SKH Kompas ditinjau dari keagamaan / dakwah
b. Manfaat penelitian yang bisa diperoleh dalam penelitian ini :
1. Manfaat Akademis
Memberikan sumbangsih bagi Ilmu Komunikasi khususnya penelitian
dengan menggunakan metode analisis wacana kritis yang menjelaskan
bahwa media massa mempunyai ideologi dan politik yang berbeda –
beda dalam setiap pemberitaannya.
2. Manfaat Praktis
a). Untuk media, diharapkan agar lebih objektif, berimbang dan
netral dalam penyusunan berita.
b). Untuk masyarakat, agar mengetahui bagaimana sebuah berita
diproduksi sehingga diharapkan dapat lebih kritis dan selektif
dalam memahami berita yang disajikan oleh sebuah media tidak
selalu bersifat netral.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis menyadari bukanlah satu-satunya orang
yang mengangkat tema tentang pemberitaan di media massa. Setelah penulis
teliti, baik di perpustakaan maupun media-media lain, ternyata telah ada
beberapa pihak yang mengangkat penelitian pemberitaan media cetak. Namun
dalam penelitian ini tentu saja berbeda dengan yang lainnya, terutama masalah
tema dan obyek penelitian. Di antara penelitian yang pernah dilakukan antara
lain :
a. Januri Cholis (2006) Dalam penelitian tersebut penulis mengangkat
Studi Kritis terhadap Wacana Jaringan Islam Liberal (Pendekatan
Critical Discourse Analysis atas Teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa
Pos). Dalam penelitiannya Januri menggunakan Pendekatan yang
digunakan adalah Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis).
meneliti tentang pemikiran yang bisa dikatakan layak diteliti apabila teks
yang akan diteliti itu menjadi perbincangan dan perdebatan publik,
menjadi referensi banyak orang dan kebenaran tunggal (dogmatisme),
bahkan menjadi pusat kebenaran (logosentrisme) oleh sebagian orang
(bagi pendukungnya). Atas kebekuan logosentrisme dan otoritas
dogmatisme itulah diperlukan kajian ulang terhadap teks-teks (wacana)
yang demikian itu. Ulil sebagai representasi dari JIL telah menjadi tokoh
publik yang diperdebatkan banyak orang, pendapatnya dikutip di sana-
sini, ia dipuji dan dibela banyak kalangan intelektual, agamawan dan
yang berkepentingan dengannya. Di sisi lain, ia dihujat, difitnah, dan
dihalalkan darahnya untuk dibunuh. Di sinilah kajian terhadap teks
rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos menjadi penting, mengingat teks-
teks yang diwacanakan merupakan wacana-wacana Islam Liberal dan
kontroversial.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah dari analisis gagasan-gagasan JIL
rasanya sulit untuk mengatakan bahwa JIL sedang berdakwah,
melainkan sedang mencari keuntungan dari proyek liberalisme, karena
gagasan-gagasan yang disampaikannya itu tidak sesuai dengan cita-cita
JIL, kebutuhan masyarakat paling mendasar dan merupakan tuntutan
proyek Liberalisme Jika disepakati bahwa proses komunikasi JIL
melalui Jawa Pos proses dakwah Islamiah, yang menyampaikan pesan-
pesan dakwah, maka para penulis dalam rubrik Kajian Utan Kayu
merupakan juru dakwah(seorang da‟i). Namun demikian, dalam Islam
telah digariskan bagaimanaseorang da‟i yang ideal dalam membimbing
umat Islam.Ada istilah “penulis islami”, atau “penulis muslim”. Kedua
istilah ini bisa disamakan dengan “juru dakwah” atau “da‟i”. Penulis
islami selalu memadukan profesionalisme jurnalistik dan mendasarkan
pada prinsip-prinsip amar ma’ruf-nahi mungkar. Penulis Muslim selalu
mengabarkan kebenaran Islam dan berpegang teguh pada nilai-nilai
Islam. Juru dakwah selalu menghindari gambar-gambar porno, tidak
menebar fitnah, dan memutar balikkan fakta, tidak berbohong, tidak
menebar gosip, mendukung kemaksiatan dan kezaliman. Beberapa teori
di atas dapat dikaitkan dengan kenyataan sesungguhnya dari apa yang
dilakukan oleh JIL dan tangggapan masyarakat. Secara sekilas, benar
jika JIL dikatakan bahwa JIL sedang berdakwah, karena menyampaikan
materi-materi dakwah, namun jauh dari konsep yang ideal tentang
dakwah islamiah itu sendiri.
b. Jami‟atus Safi‟iyah (2006) berjudul Kecenderungan Media Cetak dalam
Memberitakan Terorisme di Indonesia (Analisis Harian Kompas dan
Republika Edisi Oktober-Desember 2002). Dalam penelitian ini penulis
dalam menganalisis menggunakan metode induktif, yang berangkat dari
hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Untuk
pendekatannya sendiri, penulis menggunakan analisis framing yang
mencoba mengungkap rahasia perbedaan maupun pertentangan media
dalam mengungkapkan fakta.
Adapun hasil sementara penelitian ini adalah Kompas cenderung
memaknai peristiwa peledakan bom di Bali (12 Oktober 2002)
merupakan tindakan terorisme. Hal ini dipertegas Kompas dalam
mengambil kutipan Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai
judul berita tanggal 14 Oktober 2002. Ini semakin mempertegas Kompas
dalam memaknai terorisme, dengan menurunkan berita tersebut Kompas
memberikan tekanan terhadap peristiwa bom Bali adalah perbuatan
kelompok biadab sehingga mempertegas bahwa Indonesia sebagai
sarang teroris. Tidak hanya kutipan dari Yudhoyono yang mengarah
peristiwa bom Bali sebagai tindakan terorisme, Kompas juga
menurunkan beberapa berita yang membenarkan pandangan tersebut
c. Ahmad Nurdin (2006), penulis mengangkat penelitian dengan judul
Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) di
Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Tragedi Penutupan
Gereja-gereja di Bandung, penulis memilih majalah TEMPO disebabkan
media yang terbit perminggu ini mempunyai kekhasan dibanding dengan
majalah lain, antara lain bentuk penulisan majalah TEMPO yang
investigatif (indepth news) dan lugas juga memiliki sejarah yang unik
dibanding media-media yang lain. Tempo dalam pemberitaannya cenderung
menggunakan bahasa yang kritis sehingga sering mampu membuat telinga
merah para pejabat.
Karena kekritisannya tersebut majalah TEMPO dua kali mengalami
pelarangan terbit atau “pembredelan” oleh rezim orde baru pada tahun 1982
dan 1994. Tidak hanya itu, selepas orde baru TEMPO juga pernah
berurusan dengan Tomy Winata. Sehingga dalam menyikapi banyaknya
media yang beredar dengan berita yang hampir sama dan banyak
kecenderungan berbeda maka, kekritisan masyarakat dalam menikmati
sebuah media sangat diperlukan. Hal ini diperlukan guna menyaring
kebenaran pemberitaan dalam sebuah media.
Dalam penelitiannya ini penulis menggunakan penulis menggunakan
pendekatan analisis wacana Teun Van Dijk yang mencakup analisis teks,
analisis sosial dan analisis kognisi sosial. Hasil dari penelitian ini adalah
Berdasarkan data yang telah penulis teliti, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1). SKB dua menteri antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun
1969 dianggap sebagai batu sandungan oleh umat Nasrani dalam
mendirikan tempat peribadatan.
2). Banyaknya aliran dalam gereja Protestan menjadikan tuntutan kebutuhan
tempat ibadah.
3).Pemberitaan tentang AGAP (Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan) cenderung
negatif. Hal ini karena kepiawaian penulis ditambah pihak Nasrani, mereka
cenderung memanfaatkan citra anarkisme dalam memberitakan AGAP.
4). Informasi tentang Nasrani cenderung mendorong kesan “Nasrani sebagai
pihak yang teraniaya”.
5). Wacana yang dikembangkan pihak Nasrani cenderung mendominasi.
d. Teguh Wibisono (2008), penulis mengangkat judul skripsi Analisis
Pemberitaan Al Jama’ah Al Islamiyah dalam Peristiwa Bom Bali II di
Majalah Gatra Edisi Oktober-Desember 2005. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa psikologis GATRA menolak jihad versi AL-Jama'ah
Al-Islamiyah dan menentang keras perilaku aksi teror, baik atas nama
idiologi tertentu maupun atas nama agama (Islam). GATRA dalam
membentuk berita lebih memfokuskan dan menyudutkan sekumpulan dari
anggota Al-Jama'ah Al-Islamiah sebagai pelaku teror di Indonesia.
Secara sosiologis GATRA, menampilkan dan memuat berita yang aktual,
tajam dan akurat, namun terdapat beberapa kejanggalan didalamnya bahwa
berita yang dimuat selalu menampilkan narasumber dari pihak pemerintah,
sehingga kebijakan yang muncul secara tidak langsung akan dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah pula. Meski GATRA berupaya menampilkan
berita yang akurat, aktual, tajam tanpa ada tendensi dari pihak manapun.
Dari telaah pustaka yang penulis deskripsikan di atas ada beberapa
perbedaan mendasar yang perlu digarisbawahi. Mengapa peneliti mengambil
rujukan dari beberapa peneliti terdahulu karena peneliti anggap cukup
relevan dalam pemilihan data dan media yang diteliti dengan penelitian
yang peneliti teliti. Adapun hal yang membedakan antara penelitian diatas
dengan yang akan penulis teliti yaitu terletak pada subjek, objek, waktu
penelitian dan metode analisis data. Sedangkan pada penelitian ini,
mengangkat sisi-sisi yang belum pernah dibahas oleh peneliti-peneliti
terdahulu yaitu dengan mengambil penekanan pada format konstruksi
pemberitaan media cetak dan orientasi pengembangan wacana dalam
masyarakat dengan menggunakan pendekatan analisis wacana Van Dijk
guna mengetahui bagaimana kecenderungan, penonjolan, maupun
frekuensi pemberitaan berkenaan dengan wafatnya Gus Dur dalam SKH
Kompas.
1.5 Metode Penelitian
a. Jenis dan Pendekatan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini
adalah penelitian pustaka. Dalam hal ini penulis memanfaatkan riset
pustaka yang mana dalam riset pustaka tidak hanya sekedar membaca dan
mencatat literatur namun juga berkenaan dengan kegiatan mengolah bahan
penelitian (Mestika Zed, 2004 : 3).
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah Wacana. Menurut
Van Dijk, penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada
analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi.
Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan
mengapa teks bisa demikian. Van Dijk juga melihat bagaimana struktur
sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan
bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan
berpengaruh terhadap teks-teks tertentu.
b. Sumber Data
1). Sumber data primer
Sumber data primer adalah berita pada SKH Kompas yang terbit
pada bulan Januari 2010. Alasan mengapa rentang waktu ini yang
penulis pilih adalah karena intensitasnya dalam pemberitaan tema
tersebut lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu yang lain.
2). Sumber data sekunder
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan segala data tertulis
yang berhubungan dengan tema yang bersangkutan baik itu dari buku,
jurnal, skripsi, tesis, surta kabar dan penelitian-penelitian lain
c. Definisi Operasional
Berita pada penelitian ini hanya tertuju pada pengertian berita
menurut jurnalistik, yaitu seperti didefinisikan oleh William J. Bleyer,
berita adalah sesuatu yang aktual yang dipilih wartawan untuk dimuat
dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi
pembaca, atau karena ia dapat menarik pembaca tersebut. Dengan
demikian berita dalam penelitian ini hanya mencakup berita aktual atau
berita lempang (stright news).
Berita lempang (stright news) yang diteliti dalam kajian ini khusus
seputar pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid di SKH Kompas edisi
Januari 2010.
d. Tehnik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini akan kami kumpulkan menggunakan
metode dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surta kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1998
: 236).
Data-data tersebut tak hanya penulis kumpulkan tetapi juga penulis
olah sesuai dengan metodologi analisi wacana yang digunakan. Data yang
kami maksud dalam penelitian ini adala data primer yang telah disebutkan
di atas.
e. Tehnik Analisis Data
Data dalam penelitian ini akan penulis analisis menggunakan
analisis wacana model Teun Van Dijk. Wacana digambarkan oleh Van
Dijk mempunyai tiga dimensi/bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial. Inti analisis model Van Dijk adalah menggabungkan tiga
dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis. Dimensi teks yang
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial
dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu
dari wartawan. Sedangkan aspek konteks mempelajari bangunan wacana
yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis Van
Dijk menghubungkan analisis tekstual ke arah analisis yang komprehensif
bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu
wartawan dan masyarakat.
Teks menurut Van Dijk terdiri dari atas beberpa struktur/tingkatan
yang saling mendukung yang terdiri struktur. Pertama, struktur makro
yaitu makna global/umum dari teks. Meminjam istilah Halliday disebut
topik/tema yang diangkat, misalnya teks tentang IPDN (Institut
Pemerintahan Dalam Negeri). Kedua, superstruktur yaitu kerangka suatu
teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Ketiga,
makna suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya
yang dipakai dalam suatu teks.
Kekhasan Van Dijk dalam melihat struktur berita dalam surat kabar
memfokuskan pada struktur tema (thematics structures) dan skemata
surat kabar (News scemata). Elemen tematik menunjuk pada gambaran
umum dari suatu teks. Disebut juga gagasan inti, ringkasan, atau yang
utama dari suatu teks. Teks juga mempunyai skema atau alur dari
pendahuluan sampai akhir. Bagaimana bagian-bagian dari teks disusun dan
diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Wacana percakapan
misalnya, memiliki skema perkenalan, isi pemberitaan, dan penutup.
Demikian pula jurnal ilmiah memiliki skema tertentu. Meskipun
mempunyai skema yang beragam berita umumnya secara hipotetik
mempunyai dua kategori yaitu summary yang umumnya ditandai oleh
elemen judul dan lead dan kedua story yakni isi berita secara keseluruhan.
Teks tidak hanya didefinisikan suatu pandangan tertentu atau topik
tertentu tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut
sebagai koherensi global (global coherence) yaitu bagian dari teks jika
dirunut menunjukkan pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian
itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum
(Eriyanto, 2001 : 28).
Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi
wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu. Van Dijk melihat suatu teks terdiri
atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling
mendukung, ia membagi dalam tiga tingkatan, yaitu struktur makro,
superstruktur, dan struktur mikro.
Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita
yang melibatkan kognisi individu dari wartawan, sedangkan aspek ketiga
mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan
suatu masalah (Eriyanto, 2001 : 224).
Adapun penjelasan dari tiga tingkatan dalam dimensi teks
menurut Van Dijk adalah sebagai berikut :
1). Sruktur Makro
Struktur makro merupakan makna global/umum dari suatu
teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang
dikedepankan dalam suatu berita. Elemen tematik menunjuk pada
gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti,
ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa
yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya
(Eriyanto, 229).
Menurut Van Dijk, seperti dikutip Sobur, dari topik kita bisa
mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator
dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat
dapat diamati pada struktur makro dari suatu wacana. Topik akan di
dukung oleh beberapa sub-topik. Masing-masing sub topik ini
mendukung, memperkuat, bahkan membentuk topik utama. (Sobur,
2009 : 76).
Gagasan Van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika
wartawan meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah
didasarkan pada suatu mental/pikiran tertentu. Kognisi atau mental ini
secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan dalam berita.
Karena topik disini dipahami sebagai mental atau kognisi wartawan,
makanya tak heran jika semua elemen dalam berita mengacu dan
mendukung topik dalam berita (Eriyanto, 2001 : 231).
2). Superstruktur
Superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan
dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke
dalam berita secara utuh. Teks atau wacana umumnya mempunyai
skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut
menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan
diurutkan hingga membentuk kesatuan arti (Eriyanto, 2001 : 232).
Arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk
mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun
bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan
mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai
strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya
penyembunyian itu dengan menempatkan dibagian akhir agar terkesan
kurang menonjol (Eriyanto, 2001 : 234).
3). Struktur mikro
Struktur mikro merupakan makna wacana yang dapat diamati
dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak
kalimat, paraphrase, dan gambar. Ada empat hal yang diamati dalam
struktur mikro ini, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.
a). Semantik
Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks.
Dalam studi linguistik konvensional, makna kata dihubungkan
dengan arti yang terdapat dalam kamus, sedangkan dalam analisis
wacana, makna kata adalah praktik yang ingin dikomunikasikan
sebagai suatu strategi.
Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai
makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari
hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun
makna tertentu dalam suatu bagunan teks. Semua strategi semantik
selalu dimaksudkan untuk menggambarkan diri sendiri atau
kelompok sendiri secara positif, sebaliknya menggambarkan
kelompok lain secara buruk, sehingga menghasilkan makna yang
berlawanan (Sobur, 2009 : 78).
Ada bebrapa elemen yang diamati dalam semantik ini, yaitu
latar, detil, maksud, praanggapan, dan nominalisasi
a.1. Latar
Latar merupakan elemen wacana yang dapat dijadikan
alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Oleh
karenanya, latar teks dapat digunakan untuk membongkar apa
maksud yang ingin disampaikan wartawan (Eriyanto, 2001 :
235).
a.2. Detil
Berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditampilkan seseorang (komunikator). Komunikator akan
menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan
dirinya atau citra yang baik (Eriyanto, 2001 : 238).
a.3. Maksud
Elemen maksud melihat apakah teks itu disampaikan
secara eksplisit ataukah tidak. Umumnya, informasi yang
merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan
tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah kepada publik hanya
disajikan informasi yang menguntungkan komunikator
(Eriyanto, 2009 : 240).
a.4. Praanggapan
Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan
untuk mendukung makna suatu teks dengan memberikan premis
yang dipercaya kebenarannya. Ia merupakan fakta yang belum
terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung
gagasan tertentu (Eriyanto, 2001 : 256).
a.5. Nominalisasi
Berhubungan dengan pertanyaan apakah wartawan
memandang objek sebagai suatu kelompok.
b). Sintaksis
Secara etimologis, kata sintaksis berasal dari kata Yunani
(sun = “dengan” + tattein = “menempatkan”). Sintaksis secara
etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi
kelompok kata atau kalimat (Sobur, 2009 : 80). Berkaitan dengan
bagaimana pendapat disampaikan.
Elemen-elemen yang diamati antara lain bentuk kalimat,
koherensi, dan kata ganti.
b.1. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang
berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas.
Terdapat unsur subyek dan predikat dalam setiap kalimat.
Bentuk kalimat ini menentukan apakah subyek diekspresikan
secara eksplisit atau implisit di dalam teks berita (Sobur, 2009 :
81).
b.2. Koherensi
Webster, sebagaimana dikutip Sobur memberikan
keterangan koherensi dengan dua pengertian, yaitu kohesi dan
koneksi. Kohesi adalah perbuatan atau keadaan
menghubungkan, mempertalikan. Sedangkan koneksi adalah
hubungan yang cocok dan sesuai atau kebergantungan satu sama
lain yang rapi, beranjak dari hubungan-hubungan alamiah
bagian-bagian atau hal-hal satu sama lain, seperti dalam
argumen suatu rentetan penalaran (Sobur, 2009 : 80).
Dalam analisis wacana, koherensi adalah pertalian
atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat
atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat
dihubungkan dengan memakai koherensi, sehingga fakta yang
tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika
komunikator menghubungkannya (Sobur, 2009 : 81).
b.3. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk
memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas
imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai komunikator
untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana
(Eriyanto, 2001 : 253).
c). Stilistik
Alex Sobur mengutip pendapat Panuti Sudjiman yang
mengatakan bahwa pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara
yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan
maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan
demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa (Sobur,
2009 : 83). Elemen yang diamati dalam stilistik adalah leksikon.
Pada analisis wacana, leksikon pada dasarnya menandakan
bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai
kemungkinan kata yang tersedia (Eriyanto, 2001 : 255)
d). Retoris
Berkaitan dengan bagaimana cara wartawan Kompas
menyampaikan pendapat terhadap berita pasca wafatnya KH.
Abdurrahman Wahid. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan
berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan
kepada khalayak (Sobur, 2009 : 84). Elemen yang diamati meliputi
grafis, metafora, dan ekspresi.
d.1. Grafis
Bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau
ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang
dapat diamati dalam teks (Eriyanto, 2001 : 258).
d.2. Metafora
Berisi kata-kata berupa kiasan, ungkapan, metafora,
yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu teks.
Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi petunjuk
utama untuk mengerti makna suatu teks (Eriyanto, 2001 : 259).
d.3. Ekspresi
Bentuk intonasi komunikator yang dapat
mensugestikan komunikan untuk memperhatikan atau
mengabaikan bagian tertentu, dalam sebuah pesan gagasan yang
dikehendaki komunikator.
Selain meneliti teks, Teun Van Dijk juga memberikan
gagasan tentang kognisi sosial. Kognisi sosial terutama
dihubungkan dengan proses produksi berita. Menurutnya, titik
kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti
proses terbentuknya berita. Ia juga menambahkan bahwa
produksi berita sebagian besar dan terutama terjadi pada proses
mental dalam kognisi seorang wartawan (Eriyanto, 2001 : 266).
Analisis kognisi sosial menekankan, bagaimana
peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis, dan ditafsirkan
dalam suatu model dalam memori. Model ini menggambarkan
bagaimana : tindakan atau peristiwa yang domain, partisipan,
waktu dan lokasi, keadaan, objek yang relevan, atau perangkat
tindakan dibentuk dalam struktur berita. Wartawan
menggunkana model untuk memahami peristiwa yang telah
diliputnya. Model itu memasukkan opini, sikap, perspektif, dan
informasi lainnya. Menurut Van Dijk, sebagaimana dikutip
Eriyanto, ada beberapa strategi besar yang dilakukan (Eriyanto,
2001 : 268).
Pertama, seleksi. Seleksi adalah strategi yang kompleks
yang menunjukkan bagaimana sumber, peristiwa, informasi
diseleksi oleh wartawan untuk ditampilkan ke dalam berita.
Kedua, reproduksi. Kalau strategi seleksi berhubungan dengan
pemilihan informasi apa yang dipilih untuk ditampilkan,
reproduksi berhubungan dengan apakah informasi dikopi,
digandakan, atau tidak dipakai sama sekali oleh wartawan.
Ketiga, penyimpulan berita. Penyimpulan ini berhubungan
dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan
ditampilkan dengan diringkas. Keempat, transformasi lokal.
Transformasi lokal berhubungan dengan bagaimana peristiwa
akan ditampilkan, misalnya dengan penambahan (addition), atau
dengan menggunakan perubahan urutan (permutation)
(Eriyanto, 2001 : 269-270).
Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisis
sosial. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan
bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial
diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van
Dijk sebagaimana dikutip Eriyanto, dalam analisis mengenai
masyarakat ini, ada dua poin yang penting : kekuasaan (power)
dan akses (acces) (Eriyanto, 2004 : 271).
Tabel 1.1
STUKTUR
WACANA
HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro Tematik
Tema / topik yang
dikedepankan dalam suatu
berita
Topik
Superstruktur Skematik
Bagaimana bagian dan urutan
berita diskemakan dalam teks
berita utuh
Skema
Struktur Mikro Semantik
Makna yang ingin ditekankan
dalam teks berita. Misal
dengan memberi detil pada
satu sisi atau membuat
eksplisit satu sisi dan
mengurangi detil yang lain
Latar, Detil, Maksud,
Praanggapan,
Nominalisasi
Struktur Mikro Sintaksis
Bagaimana kalimat (bentuk,
susunan) yang dipilih
Bentuk Kalimat,
Koherensi, Kata Ganti
Struktur Mikro Stilistik
Bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita
Leksikon
Struktur Mikro Retoris
Bagaimana dan dengan cara
penekanan dilakukan
Grafis, Metafora,
Ekspresi
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
O Bagian muka, berisikan: halaman judul, nota pembimbing, halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar
dan daftar isi.
o Bagian isi, berisi lima bab yang setiap bab memiliki sub bab tersendiri,
dengan rincian sebagai berikut:
BAB I
Berisikan Pendahuluan, yaitu mengungkap segala sesuatu yang mengarah
pada pembahasan, yakni: berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian yang
meliputi jenis dan pendekatan penelitian, definisi operasional, sumber data,
teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Sedangkan bagian akhir
dari pendahuluan ini ialah sistematika penulisan penelitian.
BAB II
Dalam bab ini akan dibahas tentang Dakwah, pengertian-pengertian dakwah,
unsur-unsur dakwah, dan surat kabar sebagai media dakwah.
BAB III
Pada bab ini akan kami tampilkan data tentang SKH Kompas, Profil KH.
Abdurrahman Wahid dan data pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid.
BAB IV
Bab ini membahas analisis sikap SKH Kompas terhadap pemberitaan KH.
Abdurrahman Wahid yang terdiri dari KH. Abdurrahman Wahid sebagai
tokoh Islam, KH. Abdurrahman Wahid sebagai Bapak Bangsa dan Tokoh
Pluralisme. Juga menganalisa pemberitaan Kompas dari kacamata keagamaan.
BAB V
Bab penutup ini akan berisikan tentang: kesimpulan, saran-saran dan penutup
BAB II
DAKWAH DAN MEDIA MASSA
2.1 Pengertian dan Tujuan Dakwah
Dakwah menurut bahasa berasal dari bahasa Arab (da’a – yad’u –
da’watan) yang mempunyai arti seruan, ajakan, atau panggilan (Syamsul,
2003:5). Sedangkan pengertian dakwah menurut istilah, secara garis besar ada
dua pola pengertian. Pertama, bahwa dakwah merupakan tabligh atau
penyebaran atau penerangan agama. Kedua, menurut Amrullah Ahmad
(dalam Abdullah, 1998 : 7) definisi dakwah adalah semua usaha untuk
merealisir ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia. Definisi
tersebut di atas, mengandung dua unsur :
a. Unsur usaha pengembangan Islam bagi manusia (obyek) yang beragama
lain atau yang tidak beragama sama sekali agar mereka simpati dan
memeluk Islam.
b. Unsur usaha merealisir ajaran agama Islam bagi manusia (obyek) yang
sudah mengakui dan memeluk Islam agar mengamalkan ajarannya
Secara terminologis, pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif,
yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Sementara itu,
para ulama memberikan definisi yang bervariasi, antara lain :
a. Syaikh Ali Mahfuzh mengatakan dalam kitabnya Hidayatul
Mursyidin :
ال ل ع اس الن ث ح ر ك نمهالن ع يههالن و ف ورهعم الب رهمال و يد الهو ي ى.ل ج ال و ل اج ع الة اد ع س اب وزهوفهي ل
(Syaikh Ali Mahfuzh, 1979 : 17)
Dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan
mengikuti petunjuk (agama), memerintahkan kebaikan dan
mencegah dari kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia
dan akhirat
b. Thoha Yahya Umar (dalam Sulthon, 2003 :8) mengatakan, Dakwah
adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang
benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Islam adalah agama dakwah. Islam harus disebarkan kepada seluruh
umat manusia. Dengan demikian, umat Islam bukan saja berkewajiban
melaksanakan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, melainkan juga harus
menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran ajaran Islam
terhadap orang lain.
Para pemeluk Islam digelari Allah SWT sebagai umat pilihan, sebaik-
baik umat (khairu ummah), yang mengemban tugas dakwah, yaitu mengajak
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Oleh karena itu, aktivitas dakwah
harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim.
Dakwah sendiri secara umum bertujuan untuk menunjukkan
kebenaran, menyelamatkan umat manusia dari lembah kegelapan dan dan
jalan yang sesat menuju tauhid yang menjanjikan kebahagiaan seperti yang
difirmankan Allah dalam Al Qur‟an Surat Ali Imran ayat 110:
“Kalian (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Departemen
Agama RI, 1994 : 94)
Selain tujuan umum, dakwah juga memiliki tujuan secara khusus
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
a). Terlaksananya ajaran Islam secara keseluruhan dengan cara yang
benar dan berdasarkan keimanan, sehingga terwujud masyarakat
yang menjunjung tinggi kehidupan beragama dengan
merealisasikan ajaran Islam secara penuh dan menyeluruh.
b). Terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan dalam
suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara, adil, makmur, damai,
sejahtera di bawah limpahan rahmat karunia dan ampunan Allah
SWT.
c). Mewujudkan sikap beragama yang benar dari masyarakat (Pimay,
2006 : 9 -11).
Pada hakikatnya dakwah adalah menyaru kepada umat manusia
untuk menuju kepada jalan kebaikan, memerintahkan yang ma‟ruf dan
mencegah dari yang munkar dalam rangka memperoleh kebahagiaan,
sehingga setiap muslim diwajibkan menyampaikan dakwah Islam kepada
seluruh umat manusia yang didasarkan pada hadits Nabi SAW :
م أ ر نم ف رك نمهمكهنى ف و ان س ل ب ف عط ت سي ل نإ ف ه د ي ب ههري غ ي هالا ل نإ ،.ان ي ال فهع ضا ك ذل ،و و ب لق ب ف عط ت سي
“Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah
merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika tidak
mampu dengan hati dan itu selemah-lemahnya iman”(HR.Ahmad) (Pimay,
2006 : 15).
2.2. Materi dan Media Dakwah
Membicarakan dakwah tentu saja tak pernah bisa dilepaskan dari
unsur-unsur dakwah. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang
membentuk perilaku dakwah itu sendiri sehingga menghasilkan suatu
kegiatan dakwah yang utuh. Ada pun unsur-unsur tersebut Ialah:
a. Da‟i (Pelaku dakwah), Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa
dai adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai
suatu amaliah pokok. Ahli dakwah adalah da’i, mubaligh
mustami’in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi
pengajaran, dan pelajaran agama Islam. (dalam Munir, 2006 : 22).
Sejarah mencatat para juru dakwah yang tangguh dengan berbekal
keteguhan iman kepada Allah SWT, antara lain Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Khalid bin Walid, Sa‟ad bin Abi Waqash dan lain
sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa, Pertama, para juru dakwah harus memiliki bekal
pengetahuan , pemahaman dan pengalaman keagamaan yang baik
agar proses dakwah berjalan lancar. Kedua, para juru dakwah harus
memiliki sifat-sifat kepemimpinan (qudwah) dan karenanya jiwa
para juru dakwah perlu ditempa terlebih dahulu agar mereka tabah,
sabar, dan tidak putus asa menghadapi berbagai cobaan (Pimay,
2006 : 25).
b. Mad‟u (Penerima dakwah/Audient) Mad‟u adalah manusia yang
menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik
sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang
beragama Islam maupun tidak. Bagi yang belum beragama Islam
adalah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama Islam;
sedangkan kepada orang-orang Islam adalah untuk meningkatkan
lagi kualitas iman, Islam, dan ihsan (Aziz, 2004 :90).
Mengenali tipologi manusia adalah salah satu faktor penentu
suksesnya tugas dakwah. Muhammad Abduh (dalam Wahyu, 2010
: 91) membagi mad‟u menjadi tiga golongan :
1). Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat
berpikir kritis, cepat menangkap persoalan.
2) Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat
berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap
pengertian-pengertian yang tinggi.
3). Golongan yang berbeda dengan golongan di atas mereka senang
membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak
sanggup mendalam benar.
c. Maddah (Materi Dakwah) Maddah adalah isi pesan atau meteri
yang disampaikan Da‟i kepada Mad‟u. Secara umum materi
dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok,
yaitu:
1) Masalah akidah (Keimanan)
Ruang lingkup akidah sebagai materi dakwah erat
hubungannya dengan i’tiqad bathiniyyah (keyakinan dalam
batin) atau keimanan. Masalah ini di dalam Islam
terangkum dalam enam rukun dasar keimanan umat Islam
atau lebih dikenal dengan Rukun Iman
2) Masalah syariah (Hukum)
Pembahasan masalah syariah atau tata hukum dan aturan
yang berlaku dan harus ditaati oleh umat Islam terbagi
menjadi dua yakni berupa hukum yang berkaitan dengan
segala sesuatu yang harus dikerjakan dan hukum atas segala
sesuatu yang harus ditinggalkan. Hukum bagi umat Islam
terangkum dalam sumber-sumber hukum Islam yaitu Al
Qur‟an, Hadits, dan Ijma‟ para fuqaha.
3) Masalah muamalah (Hubungan social)
Segala sesuatu yang menyangkut aktivitas manusia muslim
dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti jual beli dan
hutang-piutang.
4) Masalah Akhlak (Tingkah laku)
Akhlak dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Pertama,
adalah akhlak yang baik (akhlaqul karimah) dan akhlak
yang buruk (akhlaqul madzmumah). Akhlak menjadi bagian
dari ruang lingkup materi dakwah karena akhlak merupakan
bagian nyata (implementasi) seorang muslim dalam
memahami dan menjalankan iman sesuai dengan hukum
Islam. (Munir, 2006 : 24-31)
d. Wasilah (Media Dakwah). Dalam Ilmu Komunikasi, media adalah
alat yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesan
kepada penerima (Mulyana, 2007 : 70). Sedangkan arti dakwah
adalah ajakan untuk berbuat kebajikan dan menjauhi larangan,
sehingga tidaklah berlebihan jika disebutkan media dakwah adalah
alat yang digunakan da‟i untuk menyampaikan maddah (materi
dakwah) yang berisikan ajakan beramar ma’ruf nahi munkar
kepada mad‟u.
Media terbagi ke dalam dua jenis yaitu media massa dan media
nirmassa :
1) Media massa adalah media yang digunakan untuk kepentingan
massa dan pada lingkup luas sehingga menimbulkan efek yang
lebih besar pada penerima.
Misal : Televisi, Radio, Surat Kabar.
2) Media nirmassa adalah media yang digunakan tidak untuk
kepentingan massa dan pada lingkup yang lebih kecil sehingga
tidak menimbulkan efek yang besar.
Misal : Buletin komunitas, majalah komunitas, radio komunitas
(Mulyana, 2007 : 70).
e. Thariqah (Metode dakwah) Metode adalah jalan atau cara yang
dipakai untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam.
Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat
penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi
jika disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu
bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Secara garis besar ada
tiga pokok metode dakwah, yaitu:
1) Bi al-hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan
situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan
pada kemampuan mereka, sehingga mudah dimengerti dan
mereka tidak merasa bosan dan apa yang da‟i sampaikan.
2) Mau’idzatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan
nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran Islam dengan
rasa kasih sayang (lemah lembut), sehingga apa yang
disampaikan dai tersebut bisa menyentuh hati si mad‟u.
3) Mujadalah billati hiya ahsan, yaitu berdakwah dengan cara
bertukar fikiran atau tanya jawab dengan cara sebaik-
baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang
memberatkan pada sasaran dakwah. Dengan ini dai bisa
mengetahui apa yang menjadi pertanyaan oleh sekelompok
orang/individu tentang suatu masalah dalam kehidupan.
(Munir, 2006 : 34)
f. Atsar (Efek) Aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan efek atau
reaksi. Artinya jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da‟i
dengan materi dakwah, wasilah dan thariqah tertentu maka akan
timbul respon dan efek pada si mad‟u. Kebanyakan da‟i
menganggap bahwa setelah berdakwah, maka selesailah dakwah,.
Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkah-
langkah dakwah berikutnya. Jalaluddin Rahmat (2003 : 223- 252)
menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada
apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini
berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan
apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak, yang meliputi
segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai.
Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat
diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan
perilaku.
2.3. Surat Kabar Sebagai Media Dakwah
2.3.1. Media Massa
Kata media berasal dari bahasa Latin “medius-medium”
(tunggal) “media” (jamak) yang secara harfiah berarti : (1)
pertengahan, (2) perantara, (3) penghubung, (4) pengantar, (5) alat
jalur, (6) pusat. (Kasman, 2010 : 48).
Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of
change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan untuk mendidik
masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi
masyarakat yang maju (Kasman, 2010 : 50).
Media massa menjadi hasil karya budaya masyarakat manusia
yang semakin berkembang dan meluas, sehingga keperluan
berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu
instrumen yang sanggup menyampaikan pesan secara serentak, cepat,
menjangkau luas. Instrumen itu adalah media massa.
Thomas L. Friedmen (dalam Abdalla, 2010 :2) menyatakan
“The world is flat”, dunia telah “didatarkan” kembali oleh inovasi
teknologi. Sejak bangun tidur kemudian melakukan aktivitas harian
hingga tidur kembali, kita tidak lepas dari terpaan atau menerpakan
diri terhadap media massa. Dalam era kompetisi, era komunikasi, era
perang citra atau lebih dikenal dengan era globalisasi, luberan
informasi menjadi hal yang tidak dapat dibendung lagi (Ardianto &
Erdiyana, 2004 : vii).
Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau
gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk
berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara
lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan
atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang
ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih
empiris (Sobur, 2004 : 31)
Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya media massa berada
pada posisi mendua, dalam pengertian bahwa ia dapat memberikan
pengaruh-pengaruh ”positif” maupun ”negatif”. Tentu saja, atribut-atribut
normatif ini bersifat sangat relatif, bergantung pada dimensi kepentingan
yang diwakili.
Media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat
diperhitungkan. Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu
variabel determinan. Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai
suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling
menentukan dalam proses-proses perubahan sosial-budaya dan politik.
(Sobur, 2004 : 31).
McQuail (dalam Subiakto, 2001 :10-11) merangkum pandangan
khalayak terhadap peran media massa. Setidaknya ada enam perspektif
dalam hal melihat peran media :
Pertama, media sebagai window on events and experience. Media
dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat” apa
yang sedang terjadi di luar sana. Media merupakan sarana belajar untuk
mengetahui berbagai peristiwa. Kedua, media sebagai a mirror of events
in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai
peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa
adanya. Ketiga, media massa sebagai filter yang menyeleksi berbagai hal
untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue,
informasi, atau bentuk content yang lain berdasar standar para
pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa
yang layak diketahui, dan mendapat perhatian. Keempat, media massa
acap kali pula dipandang sebagai guide atau interpreter, yang
menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau
alternatif yang beragam. Kelima, melihat media massa sebagai forum
untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada
khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan
balik. Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya
tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang
memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif
Gambaran tentang realitas yang “dibentuk” oleh isi media massa
inilah yang nantinya mendasari respons dan sikap khalayak terhadap
berbagai objek sosial. Informasi yang salah akan memunculkan gambaran
yang salah pula pada khalayak (Subiakto, 2001 :11).
Media massa secara umum dibagi pada dua jenis yakni media
cetak dan media elektronik. Sekurang-kurangnya media cetak terdiri
dari surat kabar, majalah, tabloid. Sedangkan pers adalah media massa
tempat jurnalistik disalurkan. Pers sama dengan media massa
(Ermanto, 2005 : 66).
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa
Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara
maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara
dicetak (printed publications) (Uchjana, 2006 : 145).
Pengertian pers menurut UU Nomor 40 tahun 1999 adalah
sebagai berikut : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis aturan
yang tersedia (UU No.40 tahun 1999).
Kenyataan bahwa pengertian pers berdasarkan UU tersebut di
atas adalah pada penerbitan secara tertulis, dapat disimak dari
pengertian berikutnya (pasal 1 ayat 2) yang menyatakan bahwa
perusahaan pers adalah perusahaan surat kabar harian, penerbitan
berkala, kantor berita, buletin dan lain sebagainya (Wahidin, 2006
:49).
Dalam penelitian ini objek penelitian adalah media massa cetak
berupa surat kabar, kata pers diartikan sama dengan media cetak surat
kabar.
2.3.2. Surat Kabar
Surat Kabar atau Koran secara leksikal berarti lembaran-
lembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi
dalam kolom-kolom yang terbit setiap hari atau secara periodik
(DEPDIKBUD, 1995 : 525).
Berbicara tentang surat kabar, kata Agee sebagaimana dikutip
Ardiyanto dan Komala, orang akan tertuju kepada Sunday Time yang
terbit di New York, dengan oplah nasional setiap minggunya. Koran-
dengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan,
yang selain terbit di New York, terdapat pula di Washington, Chicago,
Los Angeles (Ardianto & Erdiyana, 2004 : 97).
Kehidupan media cetak ditentukan oleh “kondisi di mana ia
hidup”, yakni : “system politik, system kekuasaan, serta kultur
kekuasaan.” Media cetak di Indonesia amatlah dekat dengan hal itu.
Tiap presiden punya aroma kekuasaan tertentu. Di fase Soekarno, Orde
Lama, dan Fase Soeharto, Orde Baru. Intinya setiap perubahan system
politik akan merubah system pers, sekaligus dan serentak, sesuai yang
dikehendaki kekuasaan. (Santana, 2005 : 85).
Deddy N. Hidayat (dalam Rahabeat, 2004 : 167) menyebutkan
bahwa perubahan diri pers menjelang Soeharto “lengser” bukanlah
perubahan yang terjadi tiba-tiba, tetapi bagian dari sebuah proses
panjang dinamika industri media di tanah air. Hal ini menandakan
adanya hubungan yang erat antara industri pers dan kebijakan negara
Orde Baru.
Perkembangan Surat Kabar, menurust ENCYCLOPEDIA
BRITANNICA (dalam Santana, 2005 :87-88) bisa dilihat dari tiga fase :
Fase pertama : fase para pelopor yang mengawali penerbitan
surat kabar yang muncul secara sporadic, dan secara gradual kemudian
menjadi penerbitan yang regular, yang teratur waktu terbit dan materi
pemberitaan serta khalayak pembacanya.
Fase kedua : pertumbuhan kemapanan jurnal-jurnal regular yang
masih rentan terhadap berbagai tekanan masyarakat. Sistem otokrasi
yang masih menguasai masyarakat membuat surat kabar kerap ditekan
kebebasan menyampaikan laporan pemberitaannya. Penyensoran
terhadap berbagai subyek materi informasinya kerap diterima surat
kabar. Setiap pendirian surat kabar mesti memiliki izin (lisensi) dari
berbagai pihak yang berkuasa. Semua itu akhirnya mengurangi
independensinya sebagai instrument media informasi. Ini bisa dilihat
dari peristiwa 1 Oktober 1965 yang mana tentara di bawah kendali
pemerintah melarang semua media cetak untuk terbit, tentara hanya
memberi izin terbit kepada koran atau lembaga pemberitaan milik
tentara.
Fase ketiga : masa penyensoran telah tiada namun berganti
dengan berbagai bentuk pengendalian. Kebebasan pers memang telah
didapat. Berbagai pemberitaan sudah leluasa disampaikan. Akan tetapi,
sistem kapitalisasi industri masyarakat kerap jadi pengontrol. Ini
dilakukan antara lain melalui pengenaan pajak, penyuapan, dan sanksi
hukum yang dilakukan kepada berbagai media dan pelaku-pelakunya.
Berdasar itulah kemandirian surat kabar ditentukan masyarakat.
Kebebasan pers diwarnai dengan kehidupan demokrasi.
2.3.2.1 Karakteristik Surat Kabar
Karekateristik dari surat kabar adalah sebagai berikut :
a) Publisitas; surat kabar itu diperuntukkan untuk umum,
karenanya berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus
menyangkut kepentingan umum (Uchjana, 2006 : 154).
Asumsinya ialah setiap orang memiliki hak untuk
mengetahui segala pernak-pernik kejadian. Karena dari
bekal informasi itulah, setiap orang dapat turut urun rembug
berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Untuk
mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan urun
rembug tersebut, surat kabar melakukan publisitas (Santana,
2005 : 87).
b) Universalitas ; surat kabar harus memuat aneka berita
mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan tentang
segala aspek kehidupan manusia (Uchjana, 2006 : 154).
c) Aktualitas ; merupakan kecepatan penyampaian laporan
mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak
(Uchjana, 2006 : 155)
d) Periodesitas ; artinya pers (surat kabar) harus secara teratur,
periodik, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu
sekali, satu bulan sekali, atau tiga bulan sekali (Sumadiria,
2006 : 36).
e) Objektivitas ; merupakan nilai etika dan moral yang harus
dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi
jurnalistiknya (Rachmadi, 1990 : 5).
Disamping memiliki ciri khas, surat kabar juga
mempunyai sifat sebagai berikut:
a) Menimbulkan perangkat mental, karena berita-berita yang
dikomunikasikan kepada khalayak menggunakan bahasa
dengan huruf yang tercetak “mati” di atas kertas, maka
untuk dapat mengerti maknanya pembaca harus
menggunakan perangkat mental secara aktif
b) Pesan menyangkut kebutuhan komunikan, mengingat sifat
surat kabar adalah satu arah (one-way traffic
communication), maka pesan yang disampaikan dirancang
menarik perhatian pembaca dengan menggunakan tanda-
tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara
sumber dan sasaran sehingga dapat membangkitkan
kebutuhan pribadi pembaca, dengan demikian pesan
memberikan jalan untuk membangkitkan respon pembaca.
c) Efek sesuai dengan tujuan, yang dirumuskan dengan
pemberian informasi agar pembaca tahu, untuk membuat
pembaca berubah sikap dan perilakunya serta untuk
membuat pembaca meningkat intelektualitasnya. (Uchjana,
2006 : 157-158)
Demikianlah karakteristik dari surat kabar yang
membedakan dengan media massa lainnya. Dari karakteristik
tersebut dapat diketahui bahwa media massa cetak (surat kabar)
harus selalu berpegang teguh pada identitas dirinya, karena dari
karakteristik itulah lahir sebuah identitas.
2.3.2.2. Fungsi Surat Kabar
Fungsi utama pers adalah melayani kebutuhan
informasi masyarakat. Dalam keadaan ini, pers mempunyai
dua posisi, yaitu sebagai media komunikasi dan lembaga
sosial. Sebagai media komunikasi, pers merupakan
perpanjangan tangan dan perluasan kemampuan jasmani dan
rohani manusia, sehingga ia harus senantiasa mengikuti
kemajuan teknologi komunkasi. Sedangkan sebagai lembaga
sosial, pers merupakan bagian integral dari masyarakat,
sehingga ia dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial yang
terdapat dalam satu sistem sosial. Pengaruh paling utama pers
menurut Pamela J. Shoemaker sebagimana dikutip Fisher
(1986 : 70) adalah pembentukan peta kognitif tentang dunia
ini.
Sebagai lembaga sosial, pers sering dirumuskan
sebagai sub sistem dari sistem sosial. Karena itu, pers selalu
tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat di tempat
pers itu berada. Salah satu implikasinya adalah pers harus
beroperasi sesuai dengan kehendak masyarakat di tempat pers
itu berada. Kehendak masyarakat ini, bisa dilihat dari
keyakinan mereka tentang hakekat manusia, hakekat
masyarakat dan negara, hubungan manusia dengan negara,
serta hakekat pengetahuan dan kebenaran. (Fisher, 1986 : 71)
Konsep atau pengertian fungsi pers yang lebih luas
adalah sebagai penjaga gerbang (gatekeeper). Dalam
perannya sebagai penjaga gerbang, pers memperlihatkan
kekuatan luar biasa terhadap kehidupan suatu masyarakat
dalam mengatur arus butir informasi, mereka akan membuang
butir-butir informasi yang tidak laik disampaikan kepada
masyarakat. Ukuran benar menurut seorang gatekeeper,
biasanya diperoleh dari penggabungan nilai berita yang dianut
media tempat ia bekerja, ditambah dengan keinginan
menyajikan berita yang terbaik untuk khalayak menurut
ukuran perusahaan pers tempat ia bekerja. Berarti seorang
gatekeeper menggunakan parameter ini dalam melakukan
seleksi (Fisher, 1986 : 72).
Terdapat lima fungsi utama surat kabar (pers) yang
berlaku universal. Disebut universal, karena kelima fungsi
tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang
menganut paham demokrasi, yakni :
Fungsi pertama pers adalah menyampaikan informasi
(to inform) secepat-cepatnya kepada masyarakat (Sumadiria,
2005 : 32). Fungsi kedua adalah to educate. Sebagai sarana
pendidikan massa, surat kabar dan majalah memuat tulisan-
tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak
pembaca bertambah pengetahuannya (Uchjana, 2006 : 149)
Fungsi ketiga adalah sebagai alat untuk mempengaruhi
(to influence), artinya pers adalah pilar demokrasi keempat
setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif (Sumadiria, 2005 :
33). Fungsi keempat pers adalah menghibur. Pers harus
mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang
menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua
lapisan masyarakat.
Fungsi pers yang terakhir adalah mediasi yang artinya
penghubung. Bisa juga disebut fasilitator atau mediator.
Sehingga dengan fungsi ini, diharapkan pers mampu
menghubungkan tempat satu dengan tempat lain, peristiwa satu
dengan yang lain dan sebagainya (Sumadiria, 2005 : 34).
Fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah
informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak
membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap
peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Karenanya sebagian besar
rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita (Ardianto &
Erdiyana, 2004 : 104).
2.3.3. Berita
2.3.3.1. Pengertian Berita
Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Vrit yang
dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya adalah ada
atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta,
artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam
bahasa Indonesia kemudian menjadi berita (Djuroto, 2004 :
46). Menurut Kamus Bahasa Indonesia karya WJS
Poerwadarminta (2006 : 144) “berita” berarti kabar atau,
sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Balai Pustaka (1994 : 123), arti berita diperjelaskan menjadi
“laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat”. Jadi
berita dapat dikaitkan dengan kejadian/peristiwa yang terjadi.
Para ahli publisistik dan jurnalistik memang belum ada
yang mampu mendefinisikan berita secara khusus dan bisa
diterima secara umum. Namun secara sederhana para pakar
jurnalistik mendefinisikan berita sebagai apa yang ditulis surat
kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan
televisi (Sumadiria, 2005 : 63).
Dean M. Lyle Spencer sebagaimana dikutip Djuroto
(2004 :46) mendefinisikan berita sebagai suatu kenyataan
atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian
besar pembaca.
Pendapat lain dikemukakan oleh Williard C. Bleyer
(dalam Djuroto, 2000 : 46), bahwa berita adalah sesuatu yang
aktual yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat
kabar karena ia dapat menarik/ mempunyai makna bagi
pembaca.
Sedangkan, berita menurut Sumadiria adalah laporan
tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik
dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media
berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line
internet (Sumadiria, 2005 : 65).
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
berita bukan hanya merujuk pada pers atau media massa dalam
arti sempit dan “tradisional” melainkan juga pada radio dan
televisi.
Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi
dua syarat, yaitu, 1). Faktanya tidak boleh diputar sedemikian
rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja, 2). Berita itu
harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dalam
menulis berita, dikenal semboyan “Satu masalah dalam satu
berita”. Artinya, suatu berita harus dikupas dari satu masalah
saja (monofacta) dan bukan banyak masalah (multifacta)karena
akan menimbulkan kesukaran penafsiran, yang menyebabkan
berita tidak sempurna (Djuroto, 2004 : 48)
2.3.3.2. Jenis – jenis berita
Dalam dunia jurnalistik, berita berdasarkan jenisnya
dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu elementary,
intermediate, dan advance. Berita elementary mencakup berita
langsung (straight news), berita mendalam (depth news
report), dan berita menyeluruh (comprehensive news report).
Berita intermediate meliputi pelaporan berita interpretatif
(interpretative news report), dan pelaporan karangan khas
(feature story report). Sedangkan untuk kelompok advance
menunjuk pada pelaporan mendalam (depth reporting),
pelaporan penyelidikan (investigative reporting), dan penulisan
tajuk rencana (editorial writing) (Sumadiria, 2005 : 69).
Berikut akan dijelaskan secara singkat tentang beberapa
jenis berita tersebut yang telah dikutip Sumadiria dari Rivers.
1. Straight news report
Straight news report adalah laporan langsung mengenai
suatu peristiwa. Biasanya, jenis berita ini ditulis dengan
unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where,
why, dan how (5W + 1H). Misalnya pemberitaan tentang
seminar.
2. Depth news report
Depth new report merupakan yang sedikit berbeda dengan
straight news report. Reporter menghimpun informasi
dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai
informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan
ini memerlukan pengalihan informasi, bukan opini reporter.
Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar.
3. Comprehensive news report
Comprehensive news report merupakan laporan tentang
fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek.
Berita menyeluruh mencoba menggabungkan berbagai
serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa
sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas (Sumadiria,
2005 : 69)
4. Interpretative report
Berita intepretatif biasanya memfokuskan sebuah isu,
masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun
demikian, fokus laporan beritanya masih berbicara
mengenai fakta yang terbukti bukan opini. Laporan
interpretatif biasanya untuk menjawab pertanyaan mengapa.
5. Feature story
Dalam berita berbentuk feature, reporter mencari fakta
untuk menarik perhatian pembacanya, tidak begitu
menyajikan informasi yang penting untuk pembacanya.
Penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca
yang lebih bergantung pada gaya (style) penulisan dan
humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.
6. Depth reporting
Depth reporting merupakan pelaporan jurnalsitik yang
bersifat mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu
peristiwa fenomenal atau aktual. Pelaporan mendalam
disajikan dalam beberapa judul untuk menghindari
kejenuhan pembaca (Sumadiria, 2005 : 70).
7. Investigative reporting
Investigative reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh
berbeda dengan laporan interpretatif. Namun demikian,
dalam laporan investigasi, para wartawan melakukan
penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi
demi tujuan.
8. Editorial writing
Editorial writing merupakan pikiran sebuah institusi yang
diuji di depan sidang pendapat umum. Editorial adalah
penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita
yang penting dan memengaruhi pendapat umum
(Sumadiria, 2005 : 71).
2.3.3.3. Kriteria umum nilai berita
Secara detail nilai-nilai berita (news value) tersebut
antara lain :
1. Terkini (Actual), yakni aktual atau terkini. Dalam unsur ini
terkandung makna harfiah berita (news) yakni sesuatu
yang baru (new) (Romli, 2005 : 5)
2. Nyata (faktual), yaitu informasi tentang segala fakta (fact)
bukan fiksi atau karangan. Dalam pengertian ini juga
terkandung pengertian bahwa sebuah berita harus
mempunyai informasi tentang sesuatu sesuai dengan
keadaan sebenarnya.
3. Penting (Significance), artinya penting bagi banyak orang.
Misalnya peristiwa yang akan berpengaruh pada
kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk
diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak seperti
kebijakan pemerintah, kenaikan harga, dan lain-lain
(Romli, 2005 : 6)
4. Luas (magnitude), yaitu seberapa luas pengaruh suatu
peristiwa bagi khalayak. Contoh : Berita tentang kanaikan
harga BBM lebih luas pengaruhnya terhadap seluruh
masyarakat Indonesia ketimbang berita tentang gempa
bumi di Jawa Tengah (Sugiarto, 2006)
5. Kedekatan (proximity) ; Stieler dan Lippmann (dalam
Kusumaningrat, 2005 :62) menyebutkan bahwa
maksudnya adalah kedekatan secara geografis. Unsur
kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik seperti
yang disebutkan Stieler dan Lippmann, tetapi juga
kedekatan emosional. Contoh : Bagi warga Jawa Barat,
berita tentang gempa bumi di Bandung lebih menarik
ketimbang berita tentang gempa bumi di Surabaya.
6. Keterkenalan (prominence) ; berita adalah tentang orang-
orang penting, orang-orang ternama, tersohor, selebriti,
figur publik. Orang-orang penting, orang-orang
terkemuka, dimana pun selalu membuat berita.
7. Akibat (impact) ; berita adalah sesuatu yang brdampak
luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak
besar dalam kehidupan masyarakat (Sumadiria, 2005 : 82).
8. Human Interest ; dalam berita, hendaknya terkandung
unsur yang menarik empati, simpati, atau menggugah
perasaan khalayak yang membacanya (Kusumaningrat,
2005 : 64)
9. Konflik (conflict) ; berita adalah konflik atau segala
sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan
dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan,
merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak
akan pernah habis (Sumadiria, 2005 : 87).
Meskipun terdapat perbedaan istilah dan penekanan di
antara para ahli komunikasi dan media massa, umumnya nilai
berita tersebut berlaku universal. Berlaku di seluruh dunia.
2.3.4. Pers Dakwah
Pers berasal dari bahasa Inggris (press) artinya mencetak.
Dalam pengertian operasional, pers berarti publikasi atau
pemberitahuan secara tercetak. Pers dalam arti sempit mencakup media
cetak (surat kabar dan majalah), sedangkan dalam arti luas ia berarti
seluruh bentuk komunikasi massa yang menggunakan media, baik
media cetak maupun media elektronik.
Pers memiliki fungsi dan peranan, yang secara umum terdiri
dari; memberi informasi (to inform), mendidik (to educate),menghibur
(to entertain) dan mempengaruhi (to influence) (Onong Uchjana, 1998
: 149).
Lalu, apa yang dimaksud dengan pers dakwah dan peran apa
yang bisa dimainkannya untuk mewujudkan cita-cita khaira ummah
sebagaimana idealisasi fungsi pers di atas?
“Pers dakwah adalah proses meliput, mengolah, dan
menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan
ajaran Islam kepada khalayak” (Djamaluddin, 1989 : 168)
Ciri khas sistem komunikasi massa Islam adalah menyebarkan
(menyampaikan) informasi kepada pendengar, pemirsa, atau pembaca
tentang perintah dan larangan Allah SWT (Al Qur‟an dan Hadits Nabi).
Pada dasarnya agama sebagai kaidah dan sebagai perilaku adalah pesan
(informasi) kepada warga masyarakat agar berperilaku sesuai perintah
dan larangan Tuhan (A. Muis, 1989 : 4).
Pers Islam – secara konseptual – tentu memiliki perbedaan
normatif dengan jenis-jenis pers lainnya. Pers Islami adalah pers yang
Islami, atau media cetak umum yang bernafaskan Islam dan
berpedoman pada nilai-nilai Islam (Romli, 2001 :90).
Pers Islami terasa lebih lunak dan adaptif, terutama bila
dihadapkan pada persoalan pluralitas keagamaan dan heterogenitas
frame of reference yang dimiliki umat. Saat ini memang dakwah
melalui pers Islami lebih bisa diterima oleh audien dan mudah
dilakukan oleh seorang da‟i, karena tidak membutuhkan dana yang
besar serta manajemen yang lebih profesional (Rahmat, 1997 :57).
Dalam konteks ini pers dakwah (Mafri Amir, 1999 :13) secara
konsepsional tentunya memiliki perbedaan normatif dengan pers-pers
lain, walaupun secara operasional tentu sama. Pers dakwah merupakan
salah satu institusi dalam proses transformasi intelektual dan kultural
masyarakat Muslim.
Dengan demikian batasan mengenai pers dakwah, sejauh ini
merupakan percikan pemikiran dan pengalaman yang lebih terfokus
pada sejumlah tantangan dan kendala yang tengah dan akan dihadapi.
Bila kita sependapat dan konsisten dengan paparan di atas, tampaknya
kebutuhan defenisi tidak menjadi persoalan. Andaipun diperlukan,
maka pemahaman harus berangkat dari kenyataan objektif dan jati diri
Islam itu sendiri, yang dalam hal ini telah melahirkan karya intelektual
yang sangat besar dan bernas. Dalam hal ini Asep Syamsul M. Romli
mengukur pers dakwah itu dengan kriteria “media khusus berita
tentang agama dan umat Islam, beratribut Islam, atau media massa
umum yang bernafaskan Islam dan berpedoman pada nilai-nilai Islam”
(Syamsul, 2000 : 90).
Pers jenis apapun merupakan bagian dari kegiatan jurnalistik.
Adapun jurnalistik dakwah menurut Sutirman Eka Ardhana adalah
suatu kegiatan menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak
ramai melalui saluran media. Tekanannya tentu pada media cetak, baik
surat kabar, majalah, maupun tabloid. Karena melalui media cetak,
pesan dakwah itu tentu saja disampaikan melalui karya tulisan (
Ardhana, 1995 : 26).
Sederhananya, jurnalistik dakwah adalah kegiatan berdakwah
melalui tulisan, baik dalam bentuk feature, artikel, laporan, tajuk dan
karya jurnalistik lainnya. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah,
sudah barang tentu karya jurnalistik tersebut berisi ajakan dan seruan
mengenai amr ma 'ruf nahy munkar.
Pakar-pakar komunikasi semisal Harold Laswell, Wilbur
Schramm, Lazarsfeld mengklasifikasi lima peranan utama pers, yaitu
surveilliance, correlation, ethicizing function, interpreter, dan
watchdog. Tidaklah berlebihan seandainya fungsi dan peran pers
dakwah terinspirasi dari rumusan di atas. Pertama, pers dakwah harus
bersifat kritis terhadap lingkungan luar, sanggup menyaring informasi
Barat yang relevan dan tidak bias terhadap Islam. Kedua, pers dakwah
harus mampu merangsang terjadinya perubahan-perubahan sosial
dalam masyarakat. Ketiga, pers dakwah hendaknya sanggup
melakukan proses sosialisasi sebagai upaya untuk memelihara dan
mengembangkan khazanah intelektual Islam. Keempat, pers dakwah
harus mampu menjadi penerjemah bagi pembaharuan dan gagasan-
gagasan kreatif kontemporer. Dalam hal ini dakwah perlu
diorientasikan ke depan agar sanggup berbicara dengan berbagai
problema sosial dewasa ini. Kelima, karena pers dakwah merupakan
salah satu institusi dalam proses transformasi intelektual dan kultural,
pers dakwah harus mampu menjadi pengawas terhadap kebijakan-
kebijakan pemerintah (Sihombing, 2003 : 133) .
Paralel dengan itu, pers dakwah harus mampu
mengembangkan sikap profesionalismenya sehingga tidak dijadikan
sebagai komoditi politik tertentu, dijadikan sebagai kenderaan untuk
kepentingan golongan tertentu, tetapi dengan sikap netralnya mampu
memposisikan diri sebagai the fourth of estate (kekuatan keempat
setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif). Untuk itu pers dakwah
harus bersifat dinamis, progresif dan antisipatif bagi proses
pembentukan kepribadian Muslim yang tangguh, membangun tatanan
kehidupan searah dengan ajaran Islam (Sihombing, 2003 : 134).
Secara umum ciri-ciri pers (baik cetak maupun elektronik)
adalah menyangkut proses komunikasinya yang berlangsung satu
arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum,
medianya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen.
Antara media cetak dengan media elektronik memiliki perbedaan
yang khas. Onong Uchjana Effendy menjelaskan; Pertama, pesan-
pesan yang disiarkan oleh media massa elektronik diterima oleh
khalayak hanya sekilas dan khalayak harus selalu berada di depan
pesawat, sedangkan pesan-pesan yang disiarkan media cetak dapat
dikaji ulang dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada tiap
kesempatan.Kedua, pada media elektronik pesan-pesan yang
disampaikan harus mudah dicerna pendengar atau pemirsa,
sedangkan pada media cetak dapat sophisticated dan ilmiah. Ketiga,
pada media cetak sering terjadi polemik pemikiran yang panjang,
sedangkan pada media elektronik tidak pernah terdapat. Keempat,
media cetak memiliki daya persuasi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan media elektronik karena pesan-pesan persuasif
media cetak lebik ditujukan kepada rasio atau pikiran, sedangkan
pada media elektronik lebih banyak ditujukan kepada perasaan
(Onong Uchjana, 1998 :145-146).
BAB III
GAMBARAN UMUM SKH KOMPAS, PROFIL KH. ABDURRAHMAN
WAHID DAN PEMBERITAAN TENTANG
KH. ABDURRAHMAN WAHID
3.1. Profil Surat Kabar Harian Kompas
3.1.1. Sejarah dan Latar Belakang Kompas
Kompas mulai terbit di Jakarta pada 28 Juni 1965. Harian ini
diterbitkan oleh sejumlah wartawan yang waktu itu telah cukup sukses
menerbitkan majalah bulanan Intisari ; antara lain P.K. Ojong dan Jakob
Oetama.
Surat kabar Kompas dalam sejarah pers Indonesia menduduki
tempat yang unik, karena Kompas hidup dalam tiga periode yang
berlainan, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi
(Kasman, 2010 : 147).
Akhmad Zaini Abar, sebagaimana dikutip Darmanto (2005 : 60)
mengatakan bahwa pemerintahan pada masa akhir 1960-an adalah
periode terburuk bagi sejarah pers di Indonesia. Penguasa memandang
pers semata-mata dari sudut kemampuannya dalam memobilisasi massa
dan opini publik. Pers seakan-akan dilihat seperti senapan yang siap
menembakkan peluru (informasi) ke arah massa atau khalayak yang
tidak berdaya. Pers dianggap sebagai alat “revolusi” yang besar
pengaruhnya untuk menggerakkan atau meradikalisasi massa untuk
menyelesaikan sebuah revolusi.
Kompas dilahirkan dalam situasi politik yang tak menentu.
Partai politik diakui sebagai satu-satunya organisasi sosial yang boleh
menyalurkan aspirasi politik masyarakat. Karena itu setiap surat kabar
yang terbit diharuskan untuk mengaitkan dirinya (berafiliasi) dengan
salah satu partai politik yang ada. Dalam hal ini Kompas memilih
berafiliasi dengan Partai Katolik yang waktu itu dipimpin oleh IJ.
Kasimo (setelah keharusan untuk berafiliasi ini ditiadakan, Kompas
melepaskan diri dari Partai Katolik dan menjadi independen)
(Malarangeng, 2010 : 51)
Kehadiran surat kabar Kompas tidak lepas kaitannya dengan
kelompok militer dan aktivis Katolik. Suatu hari awal tahun 1965,
Letjen Ahmad Yani (1922-1965) selaku Menteri/Panglima TNI-AD
menelepon rekannya yang sekabinet, Drs. Frans Seda. Ia melemparkan
ide menerbitkan koran untuk membangkitkan semangat republik bagi
rakyat juga tentara untuk melawan pers komunis ( Kasman, 2010 : 150)
.
PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian menggarap ide tersebut
dan mempersiapkan penerbitan Koran. Semula nama yang dipilih
“Bentara Rakyat”, penggunaan nama itu dimaksudkan untuk
menunjukkan kepada masyarakat bahwa pembela rakyat yang
sebenarnya bukanlah PKI. Dalam keperluan dinas Frans Seda sebagai
Menteri Perkebunan (1964-1966) menghadap Presiden di Istana
Merdeka (Kasman, 2010 : 152).
Presiden menanyakan nama koran yang akan terbit. Frans Seda
mengatakan bahwa koran tersebut bernama Bentara Rakyat. Spontan
Bung Karno memberikan komentar bahwa nama koran itu mirip koran
PKI, “Harian Rakyat”. Soekarno pun akhirnya menyarankan nama
Kompas “pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan
rimba”. Nama itulah yang kemudian dipakai untuk nama koran baru
tersebut, sebuah surat kabar nasional, dalam arti hadir di semua provinsi
dan isinya mencakup peristiwa berskala nasional (Kompas, Senin 28
Juni 2010).
Maka jadilah nama harian Kompas hingga saat ini, sementara
nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit harian Kompas. Para
pendiri Yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi
Katolik seperti : Partai Katolik, Wanita Katolik, PMKRI, dan PK.
Ojong. Pengurus yaysan terdiri dari Ketua : I.J. Kasimo, Wakil Ketua:
Drs. Frans Seda, Penulis I : F.C. Palaunsuka, Penulis II : Jakob Oetama,
dan Bendahara : PK Ojong (Kasman, 2010 : 153).
Walaupun restu dari Presiden Soekarno, berkat dari Mgr.
Soegijapranoto, dan bantuan pimpinan Angkatan Darat, proses izin
terbit mengalami kesulitan. PKI dan kaki tangannya menguasai
aparatur, khususnya Departemen Penerangan Pusat dan Daerah. PKI
tidak mentolerir sebuah harian yang akan menjadi saingan berat. Tahap
demi tahap rintangan dapat diatasi, pusat memberi izin prinsip namuun
harus dikonfirmasikan ke Daerah Militer V Jaya. Persyaratan terakhir
untuk dapat terbit, harus ada bukti 3000 (tiga ribu) orang pelanggan.
Frans Seda punya inisiatif mengumpulkan tanda tangan anggota partai,
guru sekolah, anggota-anggota koperasi Kopra Primer di Kabupaten
Ende Lio, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur. Dalam waktu
singkat daftar 3.000 pelanggan lengkap dengan alamat dan tanda tangan
terkumpul. Bagian perizinan Puskodam V Jaya menyerah dan
mengeluarkan izin terbit. Pers PKI yang melihat kehadiran Kompas
bereaksi keras, bahkan mulai menghasut masyarakat dengan
menggantikan Kompas sebagai “Komando Pastor” (Suf Kasman, 2010 :
153).
PKI sejatinya sudah mencium maksud di balik pendirian
Kompas. “PKI tahu rencana kami, lantas dihadang, namun karena Bung
Karno setuju kita jalan terus hingga izinnya keluar,” ujar Seda. Jalan
sudah lancar, dan akhirnya dengan karyawan dan wartawan yang
direkrut dari Intisari, Yayasan Bentara Rakyat menerbitkan Kompas
edisi percobaan pada 28 Juni 1965. Setelah tiga edisi percobaan,
Kompas reguler pun terbit (Rahzen, 2007 : 237).
Kompas edisi pertama dicetak oleh PN Grafika milik harian
Abadi yang berafiliasi pada partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) (http://www.scribd.com/doc/12617610/Sejarah-Harian-
Kompas-Sebagai-Pers-Partai-Katolik diakses 28 Oktober 2011).
Pada terbitan awal, Kompas menyajikan empat halaman. Berita
utama pada edisi pertama berjudul “KAA II Ditunda Empat Bulan”.
Halaman pertama edisi ini memasang 11 berita luar negeri dan 7 berita
dalam negeri. Tajuk rencana belum ada, dan iklan hanya enam buah.
Oplah pertama Kompas sebanyak 4.800 eksemplar, dan kemudian
dalam tempo tiga bulan dengan cepat meningkat menjadi 8.003
eksemplar (Malarangeng, 2010 :50). Di halaman pertama Kompas edisi
perdana di pojok kiri atas tertulis nama : Pemimpin Redaksi, Drs. Jakob
Oetama, Staf Redaksi : Drs. J. Adisubrata, Lie Hwat Nio SH, Marcel
Beding, Th. Susilastuti, Tan Soei Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong,
Th. Ponis Purba, Tinon Prabawa, Eduard Liem (Kasman, 2010 : 155).
Kedua perintis Kompas setiap saat terjun ke bawah. Mereka
berusaha agar dari hari ke hari mutu Kompas kian baik. Karena itu,
setelah sebulan dicetak di Eka Grafika, harian ini kemudian dicetak di
Percetakan Masa Merdeka Jl. Sangaji, Jakarta. Setelah tahun 1980-an,
oplah Kompas mengalami perkembangan pesat, misalnya 600.000
eksemplar tahun 1986 selama sebulan. Kompas mengalami turun naik
dari segi penjualan, bahwa dalam sejarah harian Kompas pernah
mencapai oplah terbesar di Asia, yaitu sejak perang teluk terjadi 1990-
1991 tirasnya mencapai 700.000 eksemplar. Tahun 1995 oplah Kompas
turun naik sekitar 460.000 eksemplar. Tahun 2004 oplahnya mulai naik
lagi antara 550.000-600.000 eksemplar. Sekarang rata-rata 500.000
eksemplar (senin-jum‟at), sekitar 600.000 di hari Sabtu-Minggu.
Kompas pernah mencapai oplah terbesar pada waktu ulang tahun Bung
Karno ke 100 tahun dengan oplah mencapai 750.000 eksemplar dalam
edisi khusus (Kasman, 2010 : 156).
Sirkulasi besar yang dimiliki oleh harian Kompas tentunya
berkorelasi positif dengan banyaknya jumlah pembaca. Atau dengan
kata lain, Kompas merupakan surat kabar terbedar di Indonesia.
Apabila disimak secara mendalam Kompas sebagai surat kabar terbesar
maka pendistribusian sebagai saluran komunikasi politik semakin besar
pula dampaknya, apalagi berhubungan dengan pengaruh kekuasaan,
sehingga biasanya Kompas sering dijadikan salah satu cermin atau
barometer dalam melihat kehidupan sosial politik dan ekonomi
masyarakatnya (Kasman, 2010 : 157).
Menurut David T. Hill seperti yang dikutip oleh Darmanto,
Kompas adalah koran berkualitas dengan tiras terbesar di Asia
Tenggara. Penjualan meningkat secara konsisten karena Kompas
berhasil meraih reputasi yang baik dari laporan mendalamnya
(Darmanto, 2005 : 60). Meskipun begitu, Kompas pernah mendapat
larangan terbit pada tahun 1965 karena adanya penyatuan informasi
oleh Pemerintah Orde Baru yang mana hanya memberi izin terbit
kepada koran atau lembaga pemberitaan milik tentara. Tanggal 1
Oktober 1965, tentara mendatangi percetakan dan melarang terbit
semua koran, termasuk Kompas. Namun tanggal 6 Oktober 1965
Kompas diijinkan terbit kembali setelah mengantongi keputusan
Penguasa Perang Daerah Nomor Keputusan 04/P/X/1965 (Kompas,
Senin 28 Juni 2010).
Dalam usianya yang ke -35 (Tahun 2000), Kompas yang telah
memiliki online di situs http//kompas.com mencoba terus memperbaiki
kinerjanya. Hal ini dilakukan, misalnya dengan membuat Tim
Ombusman Kompas, suatu lembaga independent yang anggotanya
terdiri atas orang-orang yang berasal dari luar media ini. Tim ini
bertugas mengevaluasi isi Kompas dan memberi saran perbaikan pada
manajemennya (Zen, 2004:132) .
Selama lebih dari 45 tahun Kompas ikut mewarnai perjalanan
pers Indonesia. Berita yang mengisi halaman koran ini menjadi mozaik
rekaman sejarah perjalanan bangsa. Memotret pergulatan hidup mereka
yang papa dan berkekurangan. Menampilkan kekayaan alam yang
tersebar di seantero Nusantara, juga mengangkat kegagalan dan
keberhasilan kekayaan itu dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat. Selama kurun waktu itu, Kompas sebagai koran
mengalami pasang surut dan perkembangan. Kompas membentuk
dirinya menjadi koran nasional yang tangguh. Agar tak lekang ditelan
zaman, Kompas harus berpandai-pandai beradaptasi. Kini Kompas
secara sadar menyiapkan diri memasuki era multimedia. Semua itu
dilakukan agar bisa memenuhi perannya sebagai amanat hati nurani
rakyat (Kompas, Senin, 28 Juni 2010).
3.1.2. Visi dan Misi
1) Visi Kompas
“Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi
perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat,
serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan”
Dalam kiprahnya di industri pers “Visi Kompas” berpartisipasi
membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui
prinsip persatuan dalam perbedaan dengan menghormati individu demi
terciptanya masyarakat adil dan makmur. Secara lebih spesifik prinsip
tersebut bisa diuraikan sebagai berikut : Pertama, Kompas adalah
lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka ; kedua, Kompas tidak
melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu baik politik, agama,
sosial, atau golongan, ekonomi; ketiga, Kompas secara aktif membuka
dialog dan berinteraksi positif dengan segala kelompok; keempat,
Kompas adalah koran nasional yang berusaha mewujudkan aspirasi dan
cita-cita bangsa; kelima, Kompas bersifat luas dan bebas dalam
pandangan yang dikembangkan tetapi selalu memperhatikan konteks
struktur kemasyarakatan dan pemerintahan yang menjadi lingkungan
(Kasman, 2010 :168)
2) Misi Kompas
“Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara
profesional, sekaligus memberi arah perubahan (Trend Setter) dengan
menyediakan dan menyebarluaskan informasi terpercaya”.
Kompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa. Hal tersebut
dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerja sama
dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam 5 sasaran
operasional.
Pertama,Kompas memberikan informasi yang berkualitas
dengan ciri ; cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna;kedua,
Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan
untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan
dalam gaya kompak, komunikatif, dan kaya nuansa kehidupan, dan
kemanusiaan;ketiga,kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai
melalui upaya intelektual yang pernah empati dengan pendekatan
rasional, memahami jalan pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu
berusaha mendudukan persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi
tetap kritis dan teguh pada prinsip;keempat,berusaha menyebarkan
informasi seluas-luasnya dengan meningkatkan tiras. Untuk dapat
merealisasikan visi dan misi Kompas harus memperoleh keuntungan
dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar demi
keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan layak bagi
karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan
tanggung jawab sosialnya sebagai perusahaan (Kasman, 2010 : 169)
3.1.3. Lembar Daerah Kompas dan Penghargaan yang Diterima Kompas
1). Lembar Daerah Jawa Timur
Terbit sebagai halaman khusus per 9 Oktober 2000, kemudian
sejak 2003 menjadi lembar terpisah.
Lembar Daerah Jawa Tengah dan Jogja
Setelah tiga tahun terbit sebagai halaman khusus bersama-
sama (sejak 28 Juni 2001), lembar Jawa Tengah dan lembar
Jogja terbit berbeda. Namun, pada tahun 2010 lembar Jawa
Tengah dan Jogja ditiadakan dan diganti koran lokal di bawah
naungan Kompas bernama Warta Jateng dan Tribun Jogja
karena kebutuhan informasi di wilayah Jateng dan Jogja
semakin besar sehingga dibutuhkan media yang lebih mandiri.
Lembar Daerah Jawa Barat
Mulanya terbit sebagai halaman khusus sejak 1 Maret 2004,
kemudian menjadi lembar terpisah bersamaan dengan
dimulainya cetak jarak jauh di Bandung pada tahun 2006.
Lembar Daerah Sumatera Utara dan Selatan
Dirintis sebagai halaman khusus dalam satu edisi sejak 2
Februari 2005, lembar Sumbagut dan Sumbagsel terbit terpisah
dua tahun kemudian.
2) Beberapa Penghargaan yang diterima Kompas
1974 : Foto Pangeran Benhard (Belanda) menggendong orang
utan dalam kunjungannya ke Jakarta tahun 1973 karya Kartono
Riyadi memenangi penghargaan World Press Photo 1974.
1983 : Menjadi Juara Umum Penghargaan Jurnalistik
Adinegoro PWI Jaya 1982/1983 dengan 3 trofi, 1 medali
perak, 1 medali perunggu. Salah satu karya yang mendapatkan
trofi adalah karikatur GM Sudarta.
Februari 2008 : PWI memberikan “Lifetime Achievement
Award” kepada lima tokoh pers, termasuk Jakob Oetama
yang selama hidupnya telah membaktikan diri bagi pers
Indonesia (Kompas, Senin 28 Juni 2010).
3.1.4. Struktur Redaksi Kompas
Pemimpin Umum
Jakob Oetama
Wakil Pemimpin Umum
Agung Adiprasetyo, St. Sularto
Pemimpin Redaksi
Rikard Bagun
Wakil Pemimpin Redaksi
Trias Kuncahyono, Taufik H. Mihardja
Redaktur Senior
Ninok Leksono
Redaktur Pelaksana
Budiman Tanuredjo
Wakil RedPel
Andi Suruji, James Luhulima
Sekretaris Redaksi
Retno Bintarti, M. Nasir
Staf Redaksi
Sri Hartati Samhadi, Jimmy S. Harianto, Tri Harijono, P Tri Agung
Kristanto, Myrna Ratna M, J. Osdar, Pieter P. Gero, Hariadi Saptono,
Jhonny T. Gunardi, Mohammad Bakir, Banu Astono, Ninuk Pambudi,
Chris Pujiastuti, Bambang Sigap Sumantri, Bre Redana, Maria
Hartiningsih, Kenedi Nurhan, Simon Saragih, Johanes Waskita, Atika
Walujani, Gesit Ariyanto, Mohammad Subhan, Sidik Pramono, Frans
Sartono, Putu Fajar Arcana, Subur Tjahjono, A. Maryoto, M. Suprihadi,
Agus Mulyadi, Yovita Arika, Nasrullah Nara, Jannes Eudes Wawa,
Danu Kusworo, Ida Setyorini, Adi Prinantyo, Sutta Dhamasaputra, Sri
Fitrisia Martisasi, Agus Hermawan, Tjahja Gunawan Diredja, Wisnu
Nugroho, Maruli Tobing, Gunawan Setiadi, Diah Marsidi, Irwan
Julianto, Yesayas Oktavianus, Budiarto Shambazy, Julian Sihombing,
Mulyawan Karim, Yuni Ekawati, Rene L. Pattiradjawane, Brigitta
Isworo Laksmi, Agnes Astiarini, AW Subarkah, Fandri Yuniarti,
Ibrahimsyah Rahman, Soelastri, Ratih P. Sudarsono, Pepih Nugraha,
Elly Roosita, Arbain Rambey, Anton Sanjoyo, R. Adhi Kusumaputra,
Suhartono, Salomo Simanungkalit, C Windoro AT, Rakarjan
Sukaryaputra, Alif Ichwan, Eddy Hasby, Clara Wresti, Korano Nicholas
LMS, Pascal S. Bin Sadju, Ferry Santoso, Elok Dyah Meswati, Yunas
Santhani Aziz, Joice Tauris Santi, Buyung Wijaya Kusuma, Pingkan
Elita Dundu, Nasru Alam Aziz, Imam Prihadiyoko, Edna Caroline
Pattisina, Osa Triyatna, Agus Susanto, Lusiana Indriasari, Dahono
Fitrianto, Nawa Tunggal, Susana Rita, Iwan Santosa, Susi Ivvaty,
Marcellus Hernowo, Luki Aulia, Cokorda Yudistira, Iwan Setiyawan,
Yulia Septhiani, Dewi Indriastuti, Orin Basuki, Maria Susy Berindra A,
Nur Hidayati, Wisnu Dewabrata, Antonius Tomy Trinugroho, Amir
Sodikin, Evy Rachmawati, Indira Permanasari S, Gatot Widakdo, Budi
Suwarna, lasti Kurnia, M. Yuniadhi Agung, Hamzirwan, Prasetyo Eko
P, Samsul Hadi, Hermas Effendi Prabowo, Ester Lince Napitupulu, M.
Fajar Marta, Sarie Febriane, Dwie As Setyaningsih, Affan Adenensi
Riza Fathoni, Cyprianus Anto Saptowalyono, Anita Yossihara, Andi
Riza Hidayat, Khaeruddin, Emilius Caesar Alexey, Ahmad Arif, Neli
Triani, Brigita Maria Lukita, Haryo Damardono, Ilham Khoiri, M. Zaid
Wahyudi, Helena Fransisca Nababan, Fransisca Romana Ninik,
Ambrosius Harto, Demitrius Wisnu Widiantoro, Aryo Wisanggeni
Gentong, C. Wahyu Haryo P, R. Benny Dwi Koestanto, Bonivasius
Dwi Pramudyanto, Mahdi Muhammad, Lucky Pransiska, Priyombodo,
Totok Wijayanto, Agnes Rita Sulistyawati, Agung Setyahadi, Wisnu
Aji Dewabrata, Ichwan Susanto.
Biro Cairo Mustafa Abdurrahman Biro Bandung Dedi Muhtadi Biro
Semarang Sonya Hellen Sinombor, Winarto Herusansono Biro
Yogyakarta Thomas Pudio Widjayanto Biro Magelang Regina
Rukmorini Biro Surabaya Anwar Hudiono, Agnes Swetta Pandia
Mojokerto Abdul Lathif Malang Dody Wisnu Pribadi Jember
Syamsul Hadi Banyuwangi Siwi Yunita Cahyaningrum Denpasar Ayu
Sulistyowati Mataram Khaerul Anwar Ende Samuel Oktora Kupang
Frans Sarong, Kornelis Kewa Ama Manado Jean Rizal Layuck Palu
Reny Sri Ayu Jayapura B. Josie Susilo Hardianto Jambi Irma
Tambunan Medan Aufrida Wismi Warastri Pekanbaru Syahnan
Rangkuti
GM Litbang F. Harianto Santoso GM SDM Umum Bambang
Sukiartono Manajer Diklat Tony D. Widiastono.
Kantor Redaksi Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270 Telepon
534 7710/20/30, 530 2200 Fax 548 6085/548 3581 Alamat Surat
(Seluruh Bagian) PO BOX 4612 Jakarta 12046 Alamat Kawat
Kompas Jakarta Penerbit PT Kompas Media Nusantara Surat Izin
Usaha Penerbitan Pers SK Menpen No.
013/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 tanggal 19 November 1985, serta
keputusan Laksus pangkopkamtibda No. 103/ PC/1969 tanggal 21
Januari 1969 Anggota Serikat Penerbit Surat Kabar No
37/1965/11/A/2002 Percetakan PT. Gramedia ISSN 0215-207X ISI DI
LUAR TANGGUNG JAWAB PERCETAKAN
3.2 Profil KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
a. Data Pribadi
Nama : KH. Abdurrahman Wahid
Kewarganegaraan : Indonesia
Lahir : Jombang, 04 Agustus 1940
Wafat : Jakarta, 30 Desember 2009
Istri : Sinta Nuriyah
Anak : 1. Alissa Qotrunnada
2. Zannuba Arifah Khafsoh
3. Annita Hayatunnufus
4. Inayah Wulandari
Alamat : Jl. Warung Silah No. 10, Ciganjur
Jakarta Selatan 12630
b. Pendidikan
1966 – 1970 Universitas Baghdad, Irak Fakultas Adab Jurusan
Sastra Arab
1964 – 1966 Al Azhar University, Cairo- Mesir. Fakultas
Syari‟ah
1959 – 1963 Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur
1957 – 1959 Pesantren tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
1956 SMEP, Yogyakarta
1953 SD, Jakarta
c. Perjalanan Karir
- Guru Madrasah Mualliamat, Jombang (1959-1963)
- Dosen Universitas Hasyim Asy‟ari, Jombang (1972-1974)
- Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy‟ari,
Jombang (1972- 1974)
- Sekretaris Pesantren Tebuireng, Jombang (1974-1979)
- Pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta (sejak 1976)
- Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/PBNU
(1984-1989, 1989-1994, 1994-1999, 2000-2005).
- MPR dari utusan golongan (1987-1992, 1999-2004)
- Presiden RI (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
- Ketua Umum Dewan Syuro PKB (2000-2005)
- Ketua Umum Dewan Syuro PKB hasil Muktamar II, Semarang
(2005-2010)
d. Penghargaan
- Bintang Tanda Jasa Kelas 1, Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan dari pemerintah Mesir
- Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia (1990)
- Islamic Missionary Award, Pemerintah Mesir (1991)
- Ramon Magsasay, Filipina (1993)
- Pin Penghargaan Keluarga Berencana dari PKBI (1994)
- Bintang Mahaputra Utama (1998)
- Man of The Year, Majalah REM, Indonesia (1998)
- Doktor Honoris Causa Universitas Jawaharlal Nehru, India
(2000)
- Doktor Honoris Causa Bidang Hukum dari Universitas
Thammasat Anant Anantukal, Thailand (2000)
- Ambassador of Peace, International and Interreligious
Federation for World Peace (IIFWP), New York, Amerika
Serikat (2000)
- Public Service Award, Universitas Columbia New York,
Amerika Serikat (2001)
- Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dari Soka
University, Jepang (2002)
- Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) dari Sampeyan dalem
Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII,
Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia (2002)
- PIN Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta,
Indonesia (2002)
- Global Tolerance Award dari Friends of The United Nations,
New York (2003)
- Dare to Fail Award, Billi PS Lim, penulis buku paling laris
“Dare to Fail”, Kuala Lumpur, Malaysia (2003)
- World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding
Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan (2003)
- Presiden World Headquarters on Non-Violence Peace
Movement (2003)
- Global Tolerance Award dari Aliansi Jurnalis Independen
(2003)
- Anugerah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu
Indonesia, Jakarta, Indonesia (2004)
- The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International
Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia
(2004)
- Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (2006)
- Penghargaan dari Dewan Adat Papua (2006)
- Penghargaan dari Simon Wiethemtal Center, Amerika Serikat
(2008)
- Penghargaan dari Mebal Valor, Amerika Serikat (2008)
- Penghargaan dan kehormatan dari Temple University,
Philadelphia, Amerika Serikat, yang memakai namanya untuk
penghargaan terhadap studi dan pengkajian kerukunan
antarumat beragama, Abdurrahman Wahid of Islamic Study
(2008).
3.3 Gambaran Umum Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas
Rizal Malarangeng pernah melakukan penelitian tentang isi
pemberitaan di Kompas secara umum, hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan beberapa hasil.
a. Dalam orientasi realitas Tajuk Rencana Kompas lebih banyak
memperlihatkan realitas sosiologisnya daripada realitas psikologis
dengan tidak mengulas dan memberitakan pendapat serta opini yang
mendukung pemerintah dengan tidak menjadi pendukung salah satu
partai dalam setiap pemberitaannya (Malarangeng, 2010 : 78).
Realitas sosiologis adalah apa yang dilakukan oleh individu, kelompok,
lembaga dalam interaksi sosial atau dalam bahasa populer, apa yang
sungguh-sungguh terjadi dalam realitas (empiris). Sedangkan realitas
psikologis adalah apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh individu atau
kelompok dalam suatu masyarakat (Malarangeng, 2010 : 137-138)
b. Kompas paling banyak mengulas tentang politik dan ekonomi
dibandingkan Hukum, Kebudayaan, dan berita tema lainnya
(Malarangeng, 2010 : 85).
c. Kompas lebih banyak menjadikan intelektual dan birokrat sebagai
narasumber dan sumber berita (Malarangeng, 2010 : 89).
3.4. Data Pemberitaan Tentang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Surat Kabar Harian Kompas
a. Berita pada hari Sabtu, 02 Januari 2010
b. Berita pada hari Minggu, 03 Januari 2010
c. Berita pada hari Senin, 04 Januari 2010
d. Berita pada hari Rabu, 06 Januari 2010
Tabel 3.1
Berita Surat Kabar Harian Kompas Tentang KH. Abdurrahman Wahid
pada bulan Januari 2010
No. Judul Jml Hlm Edisi
1. Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan 1 02 Januari 2010
2. Amin Rais : Gus Dur Ikon
Pluralisme
1 02 Januari 2010
3. Belasungkawa dari LN 1 02 Januari 2010
4. Doa Umat Lintas Agama untuk Gus
Dur
2 03 Januari 2010
5. Gus Dur Diusulkan untuk Nama
Jalan
1 04 Januari 2010
6. F. PKB Surati Presiden, PDI-P dan
Partai Demokrat Dukung Gus Dur
sebagai Pahlawan
1 04 Januari 2010
7. Yenny Wahid : Keluarga Akan
Melanjutkannya
1 04 Januari 2010
8. 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut
Pembersihan Nama Gus Dur
1 06 Januari 2010
BAB IV
ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN
TENTANG KH. ABDURRAHMAN WAHID
(STUDY KASUS KOMPAS EDISI JANUARI 2010)
Wacana (discourse) berasal dari bahasa latin discurrere (mengalir ke
sana kemari) dari nominalisasi kata discursus (mengalir secara terpisah yang
ditransfer maknanya menjadi terlibat dalam sesuatu, atau memberi informasi
tentang sesuatu (Elisa Vass dalam Ibrahim (ed), 2009 : 42).
Foucault, sebagaimana dikutip Eriyanto, mengatakan bahwa wacana
kadangkala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadangkala sebagai
sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadangkala sebagai praktek
regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan (Eriyanto, 2005 : 2). Sudah
diterangkan di awal bahwa pada penelitian pemberitaan tentang KH Abdurrahman
Wahid ini, penulis menggunakan Model Teun A. Van Dijk, seorang profesor di
Universitas Amsterdam.
Model yang dipakai Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial
(Social Cognition Analysis). Dari sekian banyak model analisis wacana yang
diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, barangkali model ini adalah
model yang banyak dipakai. Menurut Eriyanto, hal ini terjadi kemungkinan
karena Van Dijk mengolaborasi elemen-elemen wacana, sehingga bisa digunakan
dan dipakai secara praktis.
Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya
didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu
praktik produksi yang harus juga diamati. Selain itu dalam penelitian atas wacana
juga harus menganalisa secara kritis atas kognisi sosial dan konteks sosial yang
turut membangunnya (Eriyanto, 2005 : 221).
Dalam analisis teks ini, penulis mencoba mengurai makna wacana
mengenai pemberitaan tentang KH Abdurrahman Wahid di Kompas yang dilihat
dari struktur teks berita seperti tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik
dan retorik. Penelitian ini bersifat kualitatif dan bertujuan untuk meneliti secara
kritis konstruksi dan makna berita mengenai pemberitaan wafatnya KH
Abdurrahman Wahid di Kompas.
Adapun berita-berita Kompas mengenai KH Abdurrahman Wahid pasca
wafatnya sebanyak delapan berita, yang dimuat sejak tanggal 02 Januari sampai
06 Januari 2010.
4.1. Analisis Teks dan Kognisi Sosial
1. Berita pertama pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul :
Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan
1.1. Analisis teks
a. Tematik :
Elemen wacana yang diamati terdiri dari topik atau tema yang
merupakan inti gagasan berita yang ingin disampaikan wartawan Kompas
kepada khalayak. Struktur tematik ini meliputi headline dan lead.
Leadnya:
Tidak saja seorang ulama besar, tokoh pejuang
kemanusiaan, dan tokoh politik, Abdurrahman Wahid juga
penerobos pengelolaan laut Indonesia ketika masih
menjabat sebagai Presiden RI keempat. Tahun 1999, ia
mendirikan Departemen Eksplorasi Laut, cikal bakal
Departemen Kelautan dan Perikanan sekarang.
Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) sebagai salah seorang sosok yang memberikan
kontribusi khusus di Bidang Kelautan. Sarwono Kusumaatmadja
memberikan pendapat yang menyatakan bahwa di bawah kepemimpina
Gus Dur, kekayaan hasil kelautan Indonesia yang seringkali ditelantarkan
menjadi lebih diperhatikan.
b. Skematik
Elemen wacana yang diamati adalah skema teks, atau alur berita,
dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana
bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk
kesatuan arti.
Alur berita pertama Kompas tentang Gus Dur sebagai penerobos
bidang kelautan diawali dengan paragraf yang menyatakan bahwa selain
sebagai seorang ulama besar, tokoh pejuang kemanusiaan, dan politikus.
Gus Dur adalah seorang penerobos di bidang kelautan Indonesia.
Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan pendapat
Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Eksplorasi Kelautan saat Gus Dur
menjabat sebagai presiden. Ia berpendapat bahwa Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur sebagai sosok yang sangat menguasai sejarah kemaritiman,
jauh sebelum menjabat sebagai presiden. Dari penguasaan sejarah itu lalu
memunculkan pemahaman kewilayahan dan akhirnya tahu Indonesia
kurang memerhatikan masalah kelautan.
Sarwono juga menambahkan bahwa dengan dibentuknya
Departemen Eksplorasi Laut oleh Gus Dur, isu-isu akan pentingnya laut
pun mulai terangkat ke permukaan. Menurutnya, dengan penggunaan
nama eksplorasi laut menyadarkan banyak pihak bahwa persoalan laut saat
itu ditelantarkan. Meskipun dalam bertindak seringkali Gus Dur
melakukan tindakan yang tak lazim, namun dalam bidang kelauutan Gus
Dur memang benar.
Sejak kepemimpinan Gus Dur pula, berbagai penelitian dan
pengembangan sumber daya laut banyak diungkap. Tahun 1999 pula,
Direktorat Budidaya Perikanan di bawah Departemen Pertanian bergabung
di bawah Departemen Eksplorasi Laut.
Sedangkan menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan (Kiara) 2010, Riza Damanik, Gus Dur tak hanya
memperhatikan bidang kelautan saat menjabat saja. Tahun 2006, saat Gus
Dur sudah tidak menjabat sebagai presiden, Gus Dur membantu langsung
kesulitan nelayan tradisional Bengkalis, Riau, yang mengeluhkan
kebijakan penggunaan jaring batu yang hanya menguntungkan pengusaha.
Ia juga menyatakan bahwa Gus Dur menemui langsung Presiden
Yudhoyono dan akhirnya Gubernur Riau mencabut kebijakan itu.
Pada pertengahan berita, Kompas kembali menuliskan pendapat
Sarwono Kusumaatmadja bahwa jika departemen kelautan tidak didirikan,
kesadaran kemaritiman dan kelautan Indonesia sangat susah bangkit.
Di empat paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan Gus Dur
sebagai tokoh yang berkontribusi aktif di bidang kebudayaan. Kompas
mencatatkan pendapat budayawan, Radhar Panca Dahana yang
mengatakan bahwa tidak hanya saat menjadi presiden saja Gus Dur
memberikan perhatian luas kepada dunia seni dan kebudayaan, tapi sudah
sejak awal tahun 1980-an. Radhar Panca Dahana juga menambahkan jika
saat Gus Dur menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur berperan
kuat untuk mengusik kesenian agar tidak terjebak dalam tempurung
egoismenya sendiri.
Selanjutnya wartawan Kompas menuliskan pernyatan Butet
Kertaredjasa yang menilai Gus Dur sebagai sosok yang menjaga nilai
kemajemukan yang otomatis menjaga nilai kebhinnekaan.
Butet Kertaredjasa juga mengatakan bahwa Gus Dur adalah
seorang pemimpin yang tidak antikritik. Ia memaparkan pengalamannya
yang pernah mengkritik Gus Dur lewat penampilannya di panggung dan
Gus Dur bisa terima dan tidak marah.
c. Semantik
Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks.
Dikategorikan sebagai makna yang muncul dari hubungan antar kalimat,
yang akan disampaikan pada khalayak dari struktur teks yang dibangun
Kompas. Elemen wacana yang diamati meliputi :
c.1. Latar
Latar yang dipilih Kompas untuk mendukung pemberitaannya
mengenai Gus Dur sebagai pelopor di bidang kelautan adalah
pernyataan Menteri Eksplorasi Laut era kepemimpinan Abdurrahman
Wahid adalah sebagai berikut :
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok yang
sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum menjabat
sebagai presiden. Dari penguasaan sejarah itu lalu
memunculkan pemahaman kewilayahan dan akhirnya tahu
Indonesia kurang memerhatikan masalah kelautan.
Kompas menuliskan bahwa Gus Dur merupakan seorang
pelopor dan pemerhati di bidang kelautan. Dari sini seolah wartawan
ingin menyampaikan bahwa kelautan Indonesia tidak akan bisa
bangkit tanpa adanya perhatian dan terobosan dari Gus Dur. Apalagi
dipertegas dengan pendapat Sarwono Kusumaatmadja selaku Menteri
Eksplorasi laut kala itu dan Riza Damanik, Sekjen Koalisi Rakyat
untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
c.2. Maksud
Elemen maksud melihat apa informasi yang disampaikan
diuraikan secara eksplisit atau tidak. Informasi yang menguntungkan
komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya
informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit
dan tersembunyi. Tujuan akhirnya publik hanya disajikan informasi
yang menguntungkan komunikator.
Sekjen Koalisi rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara)
mengatakan, “Karena keberanian Gus Dur, persoalan nelayan
dan pesisir turut terangkat. Dialah penyedia kendaraan menuju
pengarusutamaan peran laut yang akhirnya dibelokkan menjadi
eksploitatif oleh generasi berikutnya”.
Dalam hal ini wartawan menggunakan elemen maksud dengan
mengutip pendapat Riza Damanik, Sekjen Koalisi Rakyat untuk
Keadlian Perikanan (Kiara) yang menyatakan bahwa ide Gus Dur
untuk mendirikan Departemen yang mengurusi laut Indonesia
merupakan ide yang brilian.
Dari pernyataan tersebut wartawan bermaksud untuk
menunjukkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang penting dalam
bidang kelautan Indonesia dengan mengutip pendapat Riza Damanik.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa wartawan Kompas terlihat berhati-hati
untuk menjaga obyektifitasnya dalam penilaiannya terhadap sosok
Gus Dur dengan hanya mengutip pendapat-pendapat tokoh.
c.3. Praanggapan
Pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu
teks dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya
sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Kalau saja departemen kelautan tidak didirikan, kesadaran
kemaritiman dan kelautan Indonesia sangat susah bangkit. Gus
Dur memahami betul masalah itu,” kata Sarwono.
Dalam kalimat tersebut, Kompas menekankan pernyataan
Sarwono, yang menyatakan bahwa kemaritiman dan kelautan
Indonesia akan susah bangkit jika Gus Dur tidak mendirikan
departemen yang khusus menangani masalah kelautan.
d. Sintaksis
d.1. Kata Ganti
Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan
di mana posisi seseorang dalam wacana.
Menteri Eksplorasi Laut saat itu, Sarwono Kusumaatmadja,
menyebut Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok
yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum
menjabat sebagai presiden.
Dalam paragraf berita di atas, komunikator atau wartawan
menunjukkan posisi seseorang dalam wacana dengan menyebutkan
nama lengkap sosok yang diwacanakan yaitu Abdurrahman Wahid
dan nama yang lebih familiar yaitu Gus Dur. Hal ini dipakai
wartawan untuk lebih mendekatkan sosok yang diwacanakan kepada
pembaca dengan penyebutan nama familiarnya.
d.2. Koherensi
Pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat.
koherensi mencoba menghubungkan dua buah kata, kalimat, atau
proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda.
Tidak saja seorang ulama besar, tokoh pejuang kemanusiaan,
dan tokoh politik, Abdurrahman Wahid juga penerobos
pengelolaan laut Indonesia ketika masih menjabat sebagai
Presiden RI keempat.
Penulis melihat kalimat “tokoh pejuang kemanusiaan” dan
“tokoh politik” tidak ada hubungannya. Tapi dengan kata sambung
“dan”, dua kalimat tersebut tampak koheren untuk mendukung
peranan Gus Dur di berbagai bidanng.
Selain paragraf tersebut, wartawan Kompas juga menggunakan
koherensi kondisional yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat
sebagai penjelas. Seperti dalam paragraf berikut ini :
Menteri Eksplorasi Laut saat itu, Sarwono Kusumaatmadja,
menyebut Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok
yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum
menjabat sebagai presiden.
Dari paragraf tersebut, wartawan Kompas ingin lebih
menjelaskan bahwa Gus Dur sudah menguasai ilmu kemaritiman jauh
sebelum menjadi presiden.
Kalimat kedua fungsinya dalam kalimat adalah penjelas (anak
kalimat), kalimat kedua berupa kalimat “jauh sebelum menjabat
sebagai presiden” memiliki fungsi sebagai penjelasan tambahan yang
memiliki maksud lebih penting daripada induk kalimat karena
pengetahuan masyarakat seputar penguasaannya terhadap dunia
maritim jauh sebelum menjabat sebagai presiden tidak banyak
diketahui oleh masyarakat luas.
Koherensi kondisional yang digunakan wartawan Kompas
dalam berita tersebut menunjukkan keterangan positif terhadap Gus
Dur.
Wartawan Kompas juga menggunakan koherensi pembeda
yang berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau
fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolah-
olah saling bertentangan dan berseberangan (contrast) dengan
menggunakan koherensi ini, seperti dalam kalimat di bawah ini :
“Penggunaan nama eksplorasi laut menyadarkan semuanya
dan berhasil memancing kenyataan bahwa persoalan laut
hingga saat itu ditelantarkan. Jalan pikirannya memang kadang
tidak lazim, tapi sering kali dia yang benar dan dalam soal
kelautan dia memang benar,” kata Sarwono.
Dalam paragraf berita di atas, terdapat kalimat “tapi
seringkali dia yang benar dan dalam soal kelautan dia memang benar”,
dari kalimat tersebut, Wartawan Kompas ingin menjelaskan bahwa
meskipun tindakan Gus Dur seringkali tidak lazim, namun tindakan-
tindakannya di bidang kelautan adalah benar.
d.3. Bentuk Kalimat
Merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara
berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas atau sebab akibat. Terdapat
unsur subjek dan unsur predikat dalam setiap kalimat. Dalam kalimat
yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyatannya,
sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang dijadikan objek dari
pernyataannya. Dalam kutipan di di bawah ini, Kompas menjadikan
Gus Dur sebagai subjek dengan penggunaan kalimat aktif ditandai
dengan kata “menemui”
“Gus Dur menemui langsung Presiden Yudhoyono dan
akhirnya Gubernur Riau mencabut kebijakan itu.”
Dalam kalimat kutipan yang dipilih Kompas dari penyataan
Riza Damanik, dituliskan secara eksplisit bahwa Gus Dur bertindak
nyata dengan menemui langsung Presiden Yudhoyono. Dalam kalimat
tersebut menggunakan kalimat aktif yang menjadikan Gus Dur
sebagai subjeknya.
Kalimat tersebut merupakan kalimat aktif dengan
penempatan Gus Dur di awal kalimat yang menunjukkan posisi sentral
dalam kalimat karena pada umumnya pokok yang dipandang penting
selalu ditempatkan di awal kalimat.
e. Stilistik
Elemen wacana teks yang diamati adalah :
e.1. Leksikon
Menandakan bagaimana seseorang melakukan
pemilihan kata atas kemungkinan kata yang tersedia.
Abdurrahman Wahid juga penerobos pengelolaan laut
Indonesia ketika masih menjabat sebagai presiden RI
keempat.
Kompas memilih kata “penerobos” untuk menuliskan
bahwa Gus Dur adalah sebagai pemelopor di bidang kelautan
Indonesia. Dari sini terlihat bahwa wartawan lebih memilih kata
penerobos daripada pemelopor.
f. Retoris
f.1. Grafis
Merupakan bagian yang dicetak berbeda adalah bagian
yang dipandang penting oleh komunikator, dimana ia
menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian
tersebut.
Pada berita ini, Kompas menuliskan caption berupa
kalimat seperti di bawah ini :
“Jalan pikirannya memang kadang tidak lazim, tapi seringkali
dia yang benar dan dalam soal kelautan dia memang benar”.
Caption tersebut dicetak dengan font yang lebih besar
dan tercetak tebal dan diletakkan di bagian tengah berita, ini
digunakan untuk menarik pembaca pada kalimat tersebut karena
kalimat tersebut dianggap penting oleh wartawan.
Dari sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa di tengah
sikap Gus Dur yang sering tidak lazim, pemikiran Gus Dur sangat
mempunyai peran besar, salah satunya di bidang kelautan.
Dalam berita ini juga digunaan sub judul berupa
kalimat Ide brilian dan Kontribusi budaya. Melihat sub judul
ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin
menunjukkan kepada pembaca tentang besarnya dampak
pemikiran Gus Dur, juga peran Gus Dur di bidang kebudayaan.
f.2. Ekspresi
Merupakan elemen untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (sesuatu yang dianggap penting) oleh
seseorang dalam suatu teks.
Wartawan Kompas dalam berita ini tidak berani
berekspresi dengan lugas, wartawan Kompas hanya berani
berekspresi dengan menuliskan pandangan dan pendapat beberapa
tokoh terhadap kontribusi Gus Dur di berbagai bidang. Seperti
ditulisnya kutipan pernyataan Sarwono Kusumaatmadja dalam
berita ini yang mengatakan, “Gus Dur berhasil mengangkat isu
kelautan ke permukaan karena nama itu. Waktu itu sama sekali
bukan arus utama”.
Selain pernyataan Sarwono Kusumaatmadja, wartawan
Kompas juga menuliskan kutipan pernyataan Riza Damanik,
“Karena keberanian Gus Dur, persoalan nelayan dan pesisir turut
terangkat. Dialah penyedia kendaraan menuju pengarusutamaan
peran laut yang akhirnya dibelokkan menjadi eksploitatif oleh
generasi berikutnya”
f.3. Metafora
Kiasan atau ungkapan yang dimaksudkan sebagai
ornamen atau bumbu dari suatu berita. Metafora tertentu dipakai
oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan
pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.
“Pada masa itu, dunia seni dan kebudayaan sebenarnya
mendapatkan jenderal baru, yang dengan senjata kata-
katanya, rajin memperjuangkan posisi seni dan kebudayaan.”
Kompas memilih ungkapan jenderal baru dan senjata
kata-kata dalam berita ini. Jenderal dan senjata merupakan kata
yang dekat dengan dunia perjuangan. Penulis menilai bahwa
Kompas ingin mengungkapkan bahwa Gus Dur adalah sosok
seorang pejuang.
1.2. Analisis Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada
struktur teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam
kerangka analisis wacana Van Dijk, perlu adanya penelitian mengenai
kognisi sosial : kesadaran mental wartawan yang membentuk teks
tersebut. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak
mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa.
Pada berita pertama dengan judul Gus Dur Penerobos Bidang
Kelautan ini, semua narasumber yang diwawancarai oleh wartawan
Kompas adalah narasumber dengan pendapat positif tentang Gus Dur,
khususnya di bidang kelautan dan kebudayaan. Terlihat dari empat
narasumber, semuanya adalah pihak yang berpendapat bahwa Gus Dur
adalah tokoh yang berperan penting di bidang kelautan dan kebudayaan.
Wartawan Kompas banyak menuliskan kalimat-kalimat
langsung dari narasumber, sehingga wartawan ingin memberikan kesan
pada pembaca bahwa banyak orang yang masih pro dan kagum akan
pemikiran-pemikiran Gus Dur.
Sikap wartawan Kompas yang lebih banyak mengutip
pernyataan tokoh menunjukkan bahwa pengetahuan wartawan terhadap
tema berita seputar sosok Gus Dur di bidang kelautan sangat minim.
Namun, wartawan memilih menggunakan judul Gus Dur Penerobos
Bidang Kelautan, juga untuk menunjukkan pribadi Gus Dur di bidang
kelautan yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.
2. Berita kedua pada Sabtu, 02 Januari 2010, dengan judul :
Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme
2.1. Analisis Teks
a. Tematik
Wartawan Kompas memberi judul “Amien Rais : Gus Dur
Ikon Pluralisme” pada berita kali ini. Maksudnya dalam berita tersebut
terdapat pernyataan langsung Amien Rais yang menyebutkan bahwa
Gus Dur adalah ikon pluralisme.
Lead yang ditulis adalah :
Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila
Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais
menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini
adalah mengenai beberapa tokoh, salah satunya Amin Rais yang
menyetujui dan mendukung pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur
dan menyebut Gus Dur sebagai ikon pluralisme.
b. Skematik
Alur berita kedua Kompas tentang KH. Abdurrahman
Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan pernyataan Amien
Rais tentang Gus Dur sebagai ikon pluralisme.
Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan tindakan
Amien Rais yang saat berceramah menyambut Tahun Baru di Masjid
Gedhe, Keraton Yogyakarta, ia mengucapkan doa bagi Gus Dur.
Amien Rais juga berpendapat bahwa Gus Dur adalah tokoh
yang diterima segenap bangsa Indonesia. Senada dengan Amien Rais, di
paragraf selanjutnya juga ditampilkan pernyataan Arbi Sanit, pengamat
politik dari Universitas Indonesia bahwa Gus Dur wajib menjadi pahlawan
nasional.
Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan tentang
kekhawatiran Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X akan
terancamnya pluralisme di Indonesia sepeninggal Gus Dur. Menurutnya
sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang mampu menggantikan Gus
Dur.
Kemudian pada paragraf selanjutnya, Kompas masih
menampilkan pendapat yang berhubungan dengan pluralisme dengan
pernyataan Budayawan, Garin Nugroho. Kompas mengutip pendapat
Garin Nugroho yang menyatakan jika penetapan Gus Dur sebagai
pahlawan nasional tidak saja akan merayakan pluralisme, namun juga akan
melahirkan pahlawan-pahlawan baru yang menjunjung pluralisme.
Di akhir berita Kompas juga mencatat pendapat Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi yang juga memberikan dukungan
untuk pemberian gelar pahlawan nasional pada Gus Dur. Menurutnya Gus
Dur meletakkan dasar negara sipil, reformasi demokrasi, terutama bagi
minoritas, hal ini terlihat diantaranya dari kebijakannya berkaitan dengan
kebudayaan, surat kabar, dan Tahun Baru Cina.
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang diambil Kompas untuk mendukung
pemberitaannya mengenai Gus Dur ikon pluralisme bisa dilihat pada
paragraf berikut :
Secara terpisah, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X
mengaku khawatir sepeninggal Gus Dur, pluralisme di
Indonesia akan terancam. Apalagi sampai saat ini belum ada
satu tokoh pun yang mampu menggantikan posisi Gus Dur.
Dalam paragraf di atas, Kompas mengutip pernyataan dari
Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X yang mengungkapkan
kekhawatirannya akan terancamnya pluralisme di Indonesia
sepeninggal Gus Dur. Kompas memilih pernyataan Hamengku
Buwono X ini untuk mendukung beritanya karena juga ingin
menunjukkan betapa pentingnya sosok seorang Gus Dur sebagai tokoh
pluralisme dan belum ada yang mampu menggantikan posisi Gus Dur.
c.2. Maksud
Pada kalimat di bawah ini dituliskan secara eksplisit tentang
persetujuan Amien Rais mengenai anugerah pahlawan nasional untuk
Gus Dur.
Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Mejelis
Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila
Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais
menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme.
Kalimat tersebut menyatakan dukungannya terhadap
rencana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur.
Menurut penulis, kalimat tersebut sengaja dituliskan wartawan
Kompas untuk menunjukkan sikap wartawan yang juga bermaksud
mendukung penganugerahan gelar pahlawan tersebut, namun hal itu
tidak terungkap secara eksplisit, hanya terwakili dari pernyataan-
pernyataan yang dikutip wartawan dalam berita tersebut.
c.3. Praanggapan
Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat berikut
“Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan
merayakan pluralisme, tetapi juga akan melahirkan pahlawan-
pahlawan baru yang menjunjung pluralisme” kata Garin.
Dapatlah dilihat dari kalimat tersebut, Kompas memilih
mengutip pendapat Garin Nugroho karena wartawan ingin
menunjukkan betapa pentingnya penetapan Gus Dur sebagai pahlawan
nasional. Meskipun penetapan tersebut belum terlaksana, namun
sudah ada keyakinan bahwa dengan adanya penetapan Gus Dur
sebagai pahlawan nasional akan memberikan dampak yang luar biasa,
khususnya terhadap perkembangan pluralisme di Indonesia.
d. Sintaksis
d.1. Koherensi
Dalam berita kedua ini koherensi yang digunakan dapat dilihat
dalam paragraf di bawah ini :
“Kita kehilangan tokoh besar yang selama ini
mengidealisasikan tidak hanya demokrasi, tetapi juga
pluralisme,” kata dia.
Dari paragraf di atas, wartawan menampilkan hubungan
koherensi kondisional. Wartawan menuliskan anak kalimat sebagai
penjelas dengan kata hubung (konjungsi) “yang”.
Sebagai penjelas, anak kalimat tersebut sangat mempengaruhi
arti kalimat. Kalimat tersebut memberikan penjelasan yang lebih
mendalam dibandingkan kalimat yang induknya. Dengan adanya anak
kalimat tersebut lebih menjelaskan tokoh besar seperti apa yang
dimaksud, yaitu tokoh besar yang tidak hanya mengidealisasikan
demokrasi tetapi juga pluralisme.
d.2. Kata Ganti
Berita kedua tentang Gus Dur, wartawan menggunakan beberapa
kata ganti seperti yang ada di bawah ini :
“Kita kehilangan orang besar yang selama ini
mengidealisasikan tidak hanya demokrasi, tetapi juga
pluralisme,” kata Sultan Hamengku Buwono X.
Kata ganti yang dipakai pada kalimat tersebut adalah
„kita‟. Pemakaian kata ganti „kita‟ menciptakan komunitas antara
wartawan dengan para pembacanya. Pemakaian kata ganti „kita‟
menciptakan perasaan bersama si antara wartawan dan khalayak.
Dalam paragraf di atas, wartawan menuliskan pernyataan
Hamengku Buwono X yang menyebut Gus Dur dengan kata ganti
“orang besar”. Menurut penulis, wartawan menuliskan pernyataan
Hamengku Buwono dengan kutipan langsung agar terhidar dari klaim
sepihak dari wartawan yang sebenarnya setuju dengan pernyataan
tersebut.
d.3. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita ini
adalah sebagai berikut :
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais
sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan
nasional
Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur
kalimat pasif, yang menjadikan seseorang sebagai objeknya. Dapat
disimak bahwa yang menjadi objek adalah Gus Dur. Hal ini ditandai
dengan penggunaan kata pasif “dianugerahi”.
Sedangkan pada kalimat di bawah ini wartawan
menggunakan struktur kalimat aktif dalam penulisannya. Pada struktur
kalimat aktif, seseorang menjadi subjeknya. Terlihat bahwa yang
menjadi subjek dalam kalimat di bawah adalah Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi. Wartawan menuliskan subjek
yang dimaksud dalam berita ini secara eksplisit. Kalimat aktif di
bawah ini ditandai dengan adanya kata bersifat aktif yaitu
“memberikan”.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi juga
memberikan dukungannya agar Gus Dur menjadi pahlawan
nasional.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Perhatikan paragraf di bawah ini :
Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Mejelis
Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila
Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais
menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme.
Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan berita
ini adalah menulis dengan kata kontroversial. Wartawan memilih
menggunakan kata kontroversial untuk mengungkapkan maksud
kalimat yaitu menimbulkan banyak pro dan kontra.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pada penulisan judul berita kedua, Kompas menuliskan kata
PAHLAWAN di atas judul berita.
Ini menunjukkan bahwa berita tersebut seputar berita
kepahlawanan. Judul berita ini menggunakan petikan kalimat
seseorang, “Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme”.
Kata pahlawan dan pluralisme yang ditonjolkan
menunjukkan pemberitaan bahwa Gus Dur adalah pahlawan
pluralisme.
f.2. Ekspresi
Di berita kedua ini, wartawan kembali mengungkapkan
ekspresinya hanya lewat petikan-petikan pernyataan narasumber yang
mendukung pemberian gelar pahlawan terhadapa Gus Dur. Seperti
pernyataan yang ditulis wartawan di bawah ini :
Budayawan Garin Nugroho juga mengatakan, pada era ini
pluralisme adalah isu yang sangat penting. Anarkisme terhadap
minoritas dan agama akan tetap menjadi gejala yang dominan
di masa depan. “Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional
tidak saja akan merayakan pluralisme, tetapi juga akan
melahirkan pahlawan-pahlawan baru yang menjunjung
pluralisme,” kata Garin.
Ekspresi yang digambarkan wartawan Kompas adalah
ekspresi persetujuan terhadap pemberian gelar pahlawan terhadap Gus
Dur. Hal ini dapat dilihat dari semua pernyataan yang ditampilkan
adalah pernyataan dukungan terhadap hal tersebut.
f.3. Metafora
Penggunaan metafora dalam berita kedua dapat dilihat
dalam paragraf berikut.
Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan
merayakan pluralisme, tetapi juga akan melahirkan pahlawan-
pahlawan baru yang menjunjung pluralisme
Wartawan menggunakan kata merayakan dalam berita ini.
Ungkapan merayakan biasanya digunakan untuk sebuah pesta atau
perayaan kebahagiaan. Wartawan menggunakan kata ini dalam berita
kedua menunjukkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Gus
Dur akan memberikan sebuah kebahagiaan besar yang patut
dirayakan..
2.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita kedua yang berjudul Amien Rais : Gus Dur
Ikon Pluralisme ini, wartawan Kompas menggunakan judul petikan
pernyataan seorang tokoh.
Wartawan memulai berita dengan menuliskan pendapat
Amien Rais yang mendukung dianugerahinya Gus Dur gelar
pahlawan nasional. meletakkan pendapat ini di awal beritanya untuk
mendukung judul yang ditampilkan.
Penggunaan petikan kalimat Amien Rais sebagai judul
berita menjadi suatu hal yang menarik. Ini dikarenakan Amien Rais
dan Gus Dur merupakan kubu yang berbeda dalam wilayah
kepartaian dan politik. Apalagi setelah Amien Rais yang pada waktu
itu menjabat sebagai Ketua MPR RI memberhentikan Gus Dur dari
jabatannya sebagai presiden., hubungan mereka menjadi semakin
renggang.
Wartawan Kompas berani menampilkan pernyataan
Amien Rais sebagai judul menunjukkan bahwa wartawan ingin
mengungkapkan betapa pentingnya sosok seorang Gus Dur hingga
tokoh yang menjadi lawan politiknya pun memberikan dukungan
untuk pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur.
3. Berita ketiga pada Hari Sabtu, 02 Januari 2010, dengan judul :
Belasungkawa dari LN
Gus Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan
3.1. Analisis Teks
a. Tematik
Dalam pemberitaan ini, tema yang diambil oleh Kompas
adalah mengenai belasungkawa untuk Gus Dur yang datang dari Luar
Negeri. Lead berita tersebut adalah sebagai berikut :
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara
sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman
Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi,
pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam
reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Tema yang diangkat dalam berita ketiga ini adalah tentang
belasungkawa untuk Gus Dur yang datang dari negara-negara sahabat
dan tokoh-tokoh penting dari luar negeri.
b. Skemantik
Alur berita ketiga ini, diawali dengan pernyataan Perdana
Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah dan rakyat
Australia yang menyampaikan dukasita yang tulus atas kepergian
Wahid.
Paragraf selanjutnya, wartawan menuliskan tentang
hubungan Gus Dur dengan Australia. Kunjungan Gus Dur pada tahun
2001 ke Australia menjadi kunjungan yang bersejarah karena menjadi
kunjungan yang perama kali dilakukan oleh Presiden Indonesia sejak
tahun 1975, kunjungan ini menjadi landasan positif bagi hubungan
Indonesia-Australia.
Selanjutnya, dituliskan pendapat Rudd tentang sosok Gus
Dur yang sangat dikagumi tak hanya di Indonesia, tetapi juga oleh
banyak warga Australia.
Pada paragraf selanjutnya juga dituliskan ucapan
belasungkawa dari Duta Besar Amerika Serikat Cemeron R Hume yang
menyatakan bahwa Indonesia dan para sahabatnya, baik di AS maupun
sahaba lainnya di seluruh dunia, telah kehilangan seorang pemimpin
yang inspiratif dan pejuang besar kemanusiaan.
Hume juga menegaskan bahwa Wahid memiliki banyak
pengagum di AS dan akan selalu dikenang atas kelembutan hati,
toleransi serta penghormatannya terhadap keadilan dan HAM, serta
komitmen yang kuat terhadap demokrasi.
Paragraf selanjutnya menampilkan ungkapan belasungkawa
dari Presiden Republik Rakyat Cina Hu Jintao. Menurut Hu Jintao,
Wahid memberikan sumbangan penting dalam hubungan China dan
Indonesia.
Ucapan duka cita juga dinyatakan oleh Perdana Menteri
Jepang Yukio Hatoyama melalui Presiden Yudhoyono. Hatoyama atas
nama pemerintah dan rakyat Jepang menyampaikan penghormatan
setingi-tingginya atas jasa-jasanya KH. Abdurrahman Wahid.
Selanjutnya wartawan memunculkan ungkapan duka cita
dari lima orang petinggi negara Singapura, Presiden Singapura SR
Nathan, Perdana Menteri Lee Hsin Loong, Menteri Senior Goh Chok
Tong, Mentor Menteri Lee Kuan Yew, dan Menteri George Yeo yang
menulis surat dukacita kepada Shinta Nuriyah Wahid.
Di akhir berita dituliskan ungkapan Lee Hsin Loong selaku
Perdana Menteri Singapura yang mengenang Wahid sebagai penegak
Islam moderat dan pembela kaum minoritas. Lee Kuan Yewe juga
mengenang Wahid sebagai tokoh terkemuka Islam pada zamannya.
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang digunakan wartawan Kompas dalam
pemberitaan belasungkawa dari luar negeri adalah paragraf berikut.
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara
sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman
Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi,
pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam
reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Dari paragraf di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
menurut wartawan Kompas, KH Abdurrahman Wahid akan
dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan
seseorang yang berperan penting dalam reformasi menuju
demokrasi modern di Indonesia.
c.3. Maksud
Maksud yang dituliskan wartawan untuk mendukung
gagasannya tentang belasungkawa dari LN yang menilai Gus Dur
sebagai pejuang besar kemanusiaan dapat dilihat di paragraf berikut
ini :
“Lee Hsien Loong menyatakan, Wahid akan dikenang sebagai
penegak Islam moderat dan pembela kaum minoritas. Bahkan,
ketika sudah tidak menjadi presiden pun Wahid masih terus
menyuarakan toleransi dan antiekstremisme.”
Secara eksplisit dan jelas, wartawan Kompas menuliskan
bahwa menurut Lee Hsin Loong, Abdurrahman Wahid akan
dikenang sebagai penegak Islam moderat dan pembela kaum
minoritas. Untuk mendukung pemberitaannya dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan maksud
wartawan, dalam hal ini adalah pernyataan yang menunjukkan
bahwa banyak tokoh-tokoh luar negeri yang kagum akan sosok Gus
Dur.
c.4.Praanggapan
Praanggapan ini merupakan fakta yang belum terbukti
kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan
tertentu. Adapun kalimat yang ditulis sebagai berikut :
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara
sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman
Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi,
pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam
reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Dalam paragraf di atas, wartawan Kompas menuliskan
anggapan yang menyatakan Wahid atau Gus Dur akan dikenang
sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan
penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Meskipun berupa anggapan, namun hal ini menunjukkan sikap
wartawan Kompas terhadap Gus Dur karena kalimat dalam
paragraf di atas bukan merupakan petikan dari pernyataan
narasumber.
d. Sintaksis
d.1. Koherensi
Pada berita ketiga ini, ada koherensi dan pertautan antara
paragraf satu dengan paragraf yang lain. Hal ini bisa dilihat dari
pertautan tiap paragraf yang merupakan pernyataan bela sungkawa
dari tokoh berbagai negara. Perhatikan paragraf berikut :
Presiden Republik Rakyat China Hu Jintao, Kamis (31/12),
menyampaikan surat belasungkawa kepada Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono atas wafatnya KH. Abdurrahman
Wahid. Menurut Hu Jintao, Wahid memberikan sumbangan
penting dalam hubungan China dan Indonesia.
Paragraf tersebut mempunyai koherensi dengan paragraf
selanjutnya yang juga menyatakan ungkapan bela sungkawa dari
negara sahabat. Perhatikan paragraf berikut :
Ucapan dukacita juga dinyatakan Perdana Menteri Jepang
Yukio Hatoyama melalui Presiden Yudhoyono. Wahid
dianggap sebagai pemimpin yang memiliki jiwa besar dan telah
mendorong proses reformasi di Indonesia, antara lain di bidang
politik, pendidikan, kebudayaan sosial, serta telah berjasa
dalam meningkatkan hubungan persahabatan antara Jepang dan
Indonesia.
d.2. Kata Ganti
Pada berita ketiga yang berjudul Bela Sungkawa dari LN ini
wartawan menggunakan kata ganti Wahid untuk menyebutkan
nama Gus Dur. Perhatikan paragraf berikut :
Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah
dan rakyat Australia menyampaikan dukacita yang tulus atas
kepergian Wahid. Wahid dinilai berperan dalam
melaksanakan reformasi penting bagi demokrasi modern di
Indonesia. Ia juga merupakan pemimpin Islam moderat yang
kukuh terhadap toleransi etnis dan keagamaan.
Pada kalimat tersebut, wartawan menggunakan kata ganti
‟Wahid‟ untuk menyebut Gus Dur, penulis berpendapat bahwa
wartawan menyebut „Wahid‟ dikarenakan untuk menyelaraskan
pemberitaan seputar belasungkawa dari luar negeri, karena di luar
negeri saat menyebut nama seseorang biasanya disebutkan nama
belakangnya, bukan nama depannya.
d.3. Bentuk Kalimat
Dalam kalimat di bawah ini, wartawan menggunakan
struktur kalimat pasif. Dari kalimat tersebut, Wahid menjadi
objeknya. Wartawan menyampaikan Wahid sebagai objek secara
eksplisit dengan menempatkannya di depan. Penggunaan kalimat
pasif ditunjukkan dari penggunaan kata „dikenang‟ dalam kalimat.
Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela
kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju
demokrasi modern di Indonesia
Sedangkan pada kalimat di bawah ini, wartawan
menuliskannya dengan struktur aktif dengan penggunaan kata aktif
„menyampaikan‟. Struktur kalimat aktif menempatkan subjek di
awal kalimat. Adapun subjek yang dimaksud pada kalimat di
bawah adalah Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama
pemerintah dan rakyat australia.
Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah
dan rakyat Australia menyampaikan dukacita yang tulus atas
kepergian Wahid.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Kata yang ditampilkan dan dipilih oleh wartawan dalam
berita ketiga adalah „toleransi‟ dan „antiekstremisme‟ yang bisa
dilihat dalam kalimat berikut, “Bahkan, ketika sudah tidak menjadi
presiden pun Wahid masih terus menyuarakan toleransi dan
antiekstremisme.”
Dalam pemberitaan ini, wartawan memilih kata toleransi.
Arti yang sepadan dengan kata tersebut adalah penghormatan beda
agama. Sedangkan antiekstremisme mempunyai arti tidak ekstrim
atau berpikiran terbuka, moderat. Dari pemilihan kata tersebut,
Wartawan terlihat ingin menunjukkan sikap-sikap Wahid yaitu
sikap toleransi dan antiekstremisme.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pemberian judul Belasungkawa dari LN yang menggunakan
font huruf lebih besar dan dicetak tebal daripada judul kedua, „Gus
Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan‟ menunjukkan
bahwa wartawan lebih ingin mengedepankan reaksi dunia atau luar
negeri atas wafatnya Abdurrahman Wahid dalam berita tersebut.
Di samping kiri berita dengan judul „Belasungkawa dari
LN‟ ditampilkan pula foto seorang wanita tionghoa yang sedang
menangis dan tiga orang lelaki tionghoa di belakangnya sedang
berdo‟a. Caption foto tersebut adalah “ Komunitas masyarakat
Tionghoa Kota Semarang turut mendoakan kepergian mantan
Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Klenteng Tay
Kak Sie, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (31/12). Warga
Tionghoa tersebut mengenang sosok Gus Dur sebagai tokoh yang
membuka kebebasan dalam kebudayaan mereka yang sempat
terpasung selama puluhan tahun”.
Foto tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan berita di
sampingnya. Namun, dengan ditampilkannya foto tersebut di
samping berita tentang belasungkawa dari luar negeri menunjukkan
bahwa Kompas ingin menunjukkan bahwa Gus Dur adalah sosok
yang penting bagi berbagai kalangan, tidak hanya bagi para tokoh
dari negara sahabat, tetapi juga bagi para kaum minoritas Tionghoa
di Indonesia.
f.2. Ekspresi
Berita ketiga adalah berita mengenai belasungkawa yang
datang dari luar negeri. Ekspresi Kompas dalam berita ini sangat
terlihat dari penulisan lead yang mengungkapkan secara langsung
pandangan wartawan terhadap Gus Dur tanpa menggunakan
kutipan pernyataan dari narasumber. Lead tersebut sebagai berikut
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara
sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman
Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi,
pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam
reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Dari paragraf lead tersebut bisa dilihat ekspresi wartawan
Kompas yang menyatakan secara lugas bahwa Gus Dur adalah
pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting
dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
f.3. Metafora
Pada berita yang berjudul Belasungkawa dari LN, Gus
Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan. Wartawan
menggunakan kata pejuang dan pembela dalam berita ketiga ini.
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara
sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH.
Abdurrahman Wahid. Wahid akan dikenang sebagai
pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan
berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi
modern di Indonesia.
Wartawan menggunakan kata pejuang dan pembela
dalam berita ini sehingga memberikan pemahaman bagi pembaca
bahwa Gus Dur adalah seorang pahlawan yang berjuang dan
membela kaum minoritas
3.2. Analisis Kognisi Sosial
Hal serupa kembali ditunjukkan wartawan Kompas
ketika menuliskan berita yang berjudul Belasungkawa dari LN, Gus
Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan. Wartawan kembali
menuliskan pernyataan dari narasumber yang memberikan kesan
positif terhadap Abdurrahman Wahid.
Wartawan juga menunjukkan sikapnya dan
pemahamannya tentang Gus Dur bahwa ia adalah seorang pejuang
demokrasi, pembela kaum minoritas, dan seseorang yang punya
banyak sahabat yang begitu kagum akan sosok Gus Dur. Hal ini
ditunjukkan oleh wartawan dengan menampilkan pernyataan-
pernyataan positif dari tokoh-tokoh negara sahabat yang banyak
menyanjung dan mengagumi perjuangan Gus Dur semasa hidup.
4. Berita keempat pada Minggu, 03 Januari 2010, dengan judul :
Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur
4.1. Analisis Teks
a. Tematik
Wartawan Kompas memberi judul “Doa Umat Lintas
Agama untuk Gus Dur”. Dalam berita tersebut memberitakan tentang
acara doa bersama berbagai umat beragama untuk Gus Dur. Lead yang
ditulis adalah :
Ratusan orang lintas agama dan suku bangsa bersetia
melantunkan doa buat KH abdurrahman Wahid atau Gus Dur
di tengah rinai hujan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (2/1)
malam. Selain berdoa, mereka juga menyatakan tekad untuk
meneruskan semangat pluralisme yang diwariskan Gus Dur.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini
adalah acara doa bersama yang digelar umat lintas agama untuk Gus
Dur.
b. Skematik
Alur berita keempat Kompas tentang wafatnya KH.
Abdurrahman Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan
gelaran acara doa bersama untuk Gus Dur yang dilakukan oleh umat
lintas agama.
Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan beberapa
tokoh lintas agama yang hadir dalam acara “Sejuta Lilin Duka Lintas
Iman untuk Gus Dur” tersebut. Tokoh-tokoh tersebut menyampaikan
pikiran dan pengalaman mereka selama mengenal Gus Dur.
Dalam paragraf berikutnya dituliskan pernyataan Inayah
Wahid, putri bungsu Gus Dur tentang acara yang digelar untuk
ayahnya. Inayah menyatakan jika ia sangat terharu karena begitu
banyak orang yang mencintai ayahnya.
Mewakili keluarga, Inayah juga menyampaikan ucapan
terima kasih atas besarnya dukungan masyarakat, dan dia juga
mengharapkan bahwa perjuangan ayahnya untuk kemanusiaan harus
diteruskan.
Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan sub judul
“Pejuang Pluralisme”. Wartawan selanjutnya juga menuliskan bahwa
kesan yang paling kuat yang disampika para tokoh itu adalah sosok Gus
dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi, dan kemanusiaan.
Kemudian pada paragraf selanjutnya, Kompas
menampilkan pendapat Djohan Effendi yang menyatakan bahwa Gus
Dur layak menjadi pahlawan nasional. Todung Mulya Lubis juga
menyebutkan jika Gus Dur sebagai tokoh gerakan sosial di Indonesia.
Todung juga mengatakan bahwa Gus Dur sebagai presiden pernah
dengan besar hati meminta maaf kepada korban dan keluarga korban
pembunuhan massal tahun 1965 dan 1966, juga kepada korban
kekerasan di Timor Timur hingga Aceh.
Dituliskan juga pendapat Pendeta Albertus Pati yang
menyatakan jika ia sangat setuju dengan pandangan Gus Dur membela
perdamaian dan minoritas. Di pertengahan berita selain sub judul
“Pejuang Pluralisme”, wartawan Kompas juga menuliskan sub judul
“Cahaya” yang mana di paragraf selanjutnya dituliskan tentang aksi
penyalaan lilin dalam acara serupa yang berlangsung di Tugu Muda
Kota Semarang sebagai lambang bahwa Gus Dur selama ini menjadi
cahaya di tengah kegelapan bangsa.
Paragraf selanjutnya juga menyebutkan jika acara malam itu
selain mengenang Gus Dur, juga mengenang wafatnya ekonom Frans
Seda. Disebutkan Frans Seda dan Gus Dur memiliki komitmen yang
sama, yaitu berjuang untuk keadilan.
Pada akhir berita wartawan menuliskan tentang Franky
Sahilatua menyanyikan lagu yang diciptakan khusus untuk KH
Abdurrahman Wahid berjudul “Gus” pada acara “Kongkow Bareng Gus
Dur : Spesial”. Lagu tersebut menceritakan tentang sosok pemimpin
dan sahabat yang mengembalikan makna “cinta kepada
panembahannya”
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang diambil Kompas untuk mendukung
pemberitaannya mengenai Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur
bisa dilihat pada paragraf berikut :
Kesan yang paling kuat yang disampaikan para tokoh itu
adalah sosok Gus Dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi,
dan kemanusiaan. Selain itu, Gus Dur juga dikenang sebagai
sosok yang punya pendirian yang keras dan berani melawan
terhadap kezaliman, sekalipun itu harus melawan mainstream.
Dalam paragraf di atas, Kompas memberikan latar
pandangan tokoh-tokoh lintas agama dalam acara do‟a bersama
tersebut dan alasan mereka kenapa mengadakan doa bersama untuk
Gus Dur.
c.2. Maksud
Pada berita keempat ini, wartawan menuliskan secara
eksplisit maksudnya. Hal ini bisa dilihat dalam paragraf kelima
sebagai berikut :
Kesan yang paling kuat yang disampaikan para tokoh itu
adalah sosok Gus Dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi,
dan kemanusiaan. Selain itu, Gus Dur juga dikenang sebagai
sosok yang punya pendirian yang keras dan berani melawan
terhadap kezaliman, sekalipun itu harus melawan mainstream.
Kalimat tersebut menyatakan secara jelas maksud
wartawan dalam pemberitaannya di berita keempat ini yaitu tentang
sosok Gus Dur di mata para tokoh sebagai pejuang pluralisme,
demokrasi, kemanusiaan juga sebagai sosok yang punya pendirian
keras dan berani melawan terhadap kezaliman.
c.3. Praanggapan
Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat berikut
“....Integritas yang dia miliki layak dan boleh dicontoh kita
semua. Rakyat Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya
mendoakan anda, Gus” kata Albetus.
Dapat dilihat dari kalimat tersebut, Kompas mengutip
pendapat Pendeta Albertus yang menyatakan bahwa rakyat
Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya mendokan Gus Dur.
Ini masih anggapan bahwa apa pun agama dan suku bangsa
mendoakan Gus Dur, meskipun belum diketahui kebenarannya,
namun hal ini bisa diterima karena menjadi praanggapan yang
masuk akal dan logis sehingga tidak dipertanyakan kebenarannya.
d. Sintaksis
d.1. Koherensi
Pada berita keempat ini, wartawan kembali menampilkan
hubungan koherensi kondisional, seperti yang bisa dilihat dalam
kalimat berikut
Sementara Ulil Abshar Abdalla mengenang Gus Dur
sebagai sosok demokrasi yang telah membangun kehidupan
antar beragama di Indonesia
Wartawan menuliskan anak kalimat sebagai penjelas
dengan kata hubung (konjungsi) “yang”. Anak kalimat dalam
kalimat di atas adalah „telah membangun kehidupan antar
beragama di Indonesia. Anak kalimat di sini berfungsi untuk
menjelaskan lebih mendetail kalimat induk di depannya.
Pada berita keempat ini, wartawan tidak hanya
menggunakan koherensi kondisional saja, wartawan juga
menggunakan koherensi penghubung sebab akibat yang bisa dilihat
dalam kalimat berikut :
“Gus Dur sejak awal 1990-an mendengungkan demokrasi dan
korban terbesar dari perjuangannya adalah NU.”
Penggunaan konjungsi “dan” menjadi penghubung dua
fakta yang berbeda. Proposisi “Gus Dur sejak awal 1990-an
mendengungkan demokrasi” dan “korban terbesar dari
perjuangannya adalah NU” adalah dua fakta yang berlainan.
Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan sebab akibat
ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan”
sehingga kalimatnya menjadi “Gus Dur sejak awal 1990-an
mendengungkan demokrasi mengakibatkan korban terbesar dari
perjuangannya adalah NU.
d.2. Kata Ganti
Kata ganti yang dipakai pada berita keempat ini adalah
„dia‟ dan „anda‟ saat menyebutkan sosok Gus Dur dalam kalimat
langsung, seperti yang tertulis dalam pernyataan berikut.
Prinsip itu dirasakan betul oleh Romo Beni dan Pendeta
Albertus Pati. “Saya pendeta, tetapi merasa sebagai anak
ideologi Gus Dur. Artinya, saya sangat setuju dengan
pandangan dia karena dia membela perdamaian dan minoritas.
Integritas yang dia miliki layak dan boleh disontoh kita semua.
Rakyat Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya
mendoakan Anda, Gus,” kata Albertus
Kata ganti „dia‟ digunakan dalam kalimat ini
menjadikan subjek Gus Dur sebagai orang ketiga dalam
percakapan, sedangkan kata ganti „anda‟ di akhir kalimat
menunjukkan seolah-olah Pendeta Albertus berhadapan langsung
dengan Gus Dur, di sini terlihat bahwa wartawan ingin
mengungkapkan kedekatan Pendeta Albertus dengan Gus Dur
dengan penggunaan kata „anda‟ seolah-olah Gus Dur ada di
hadapan Pendeta Albertus.
d.3. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita
keempat ini adalah sebagai berikut :
Beberapa tokoh menyampaikan pikiran dan pengalaman
mereka selama mengenal Gus Dur dalam acara yang diberi
tajuk “Sejuta Lilin Duka Lintas Iman untuk Gus Dur”. Para
tokoh itu diantaranya Ulil Abshar Abdalla, Djohan Efendi,
Pendeta Albertus Pati, Romo Beni Susetya, BM Billah,
Todung Mulya Lubis, Syafii Anwar, dan Sudhamek.
Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur
kalimat aktif dalam penulisannya. Pada struktur kalimat aktif,
seseorang menjadi subjeknya. Terlihat bahwa yang menjadi subjek
dalam kalimat di bawah adalah Beberapa tokoh, yang kemudian
dijelaskan di akhir paragraf siapa saja tokoh-tokoh tersebut. Di
awal wartawan menuliskan subjek secara implisit, namun
kemudian di akhir paragfar dijelaskan secara eksplisit.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Pada berita keempat ini, pemilihan kata yang digunakan
wartawan terdapat dalam paragraf di bawah ini :
Ratusan orang lintas agama dan suku bangsa bersetia
melantunkan doa buat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
di tengah rinai hujan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (2/1)
malam. Selain berdoa, mereka juga menyatakan tekad untuk
meneruskan semangat pluralisme yang diwariskan Gus Dur.
Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan
berita ini adalah menulis dengan kata bersetia. Makna yang
sepadan adalah dengan setia, terus menerus. Dari pemilihan kata
tersebut terlihat bahwa wartawan ingin menunjukkan bahwa orang-
orang yang mencintai Gus Dur begitu setia melantunkan do‟a
untuknya. Kata setia mempunyai efek yang lebih mendalam
dibandingkan penggunaan kata terus-menerus.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pada penulisan judul berita ini, Kompas menuliskan
judul Doa Lintas Agama untuk Gus Dur. Ini menunjukkan bahwa
berita tersebut seputar doa berbagai agama untuk Gus Dur.
Penggunaan sub judul „Pejuang Pluralisme‟, „Cahaya‟,
„Lagu buat Gus Dur‟ dengan font tebal menunjukkan arti penting
seorang Gus Dur bagi para pengagumnya, seorang pejuang
pluralisme dan cahaya untuk mereka.
Pada berita keempat ini juga ditampilkan foto umat lintas
agama yang berdoa sambil memegang lilin di tengah rinai hujan,
ini terlihat dari objek dalam foto yang memegang payung dengan
tangan kanannya dan lilin dengan tangan kirinya. Angle foto yang
menunjukkan seorang memegang payung dan lilin menunjukkan
jika wartawan ingin memberikan pandangan kepada pembaca
begitu setianya pengagum Gus Dur, meskipun di tengah hujan,
mereka tetap melanjutkan do‟a untuk Gus Dur.
f.2. Ekspresi
Ekspresi yang digambarkan wartawan Kompas adalah
dengan menampilkan aksi ratusan orang lintas agama dan suku
bangsa yang tetap berdoa untuk Gus Dur meskipun berada di
tengah rinai hujan, baik itu lewat kalimat dalam berita maupun
lewat foto. Ekspresi ini sekaligus menunjukkan jika wartawan
setuju dengan aksi yang dilakukan oleh para pengagum Gus Dur.
f.3. Metafora
Wartawan menggunakan kalimat dalam bahasa arab
rahmatan lil alamin dalam berita ini, seperti yang ada dalam
paragraf berikut
BM Billah menyebutkan, salah satu sumbangan terbesar Gus
Dur adalah meletakkan fondasi Islam sebagai rahmatan lil
alamin atau rahmat bagi alam, khususnya di Indonesia.
Dengan prinsip itu, Gus Dur membawa umat Islam untuk
menghormati secara tulus dan dalam iman terhadap umat
agama lain. “Sehingga yang lain merasa aman dan dihormati,”
katanya.
Dalam sebuah berita, wartawan akan menggunakan
kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa,
pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan
yang diambil dari ayat-ayat suci-yang semuanya dipakai untuk
memperkuat pesan utama.
Penggunaan ungkapan tersebut yang mempunyai arti
rahmat untuk seluruh alam menjadi penguat berita bahwa Gus Dur
milik semua golongan bukan milik golongan tertentu saja.
4.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita keempat yang berjudul Doa Umat Lintas Agama
untuk Gus Dur wartawan memulai berita dengan deskripsi acara doa
umat lintas agama tersebut.
Wartawan Kompas menampilkan pendapat-pendapat
tentang Gus Dur dari beberapa tokoh lintas agama. Tak hanya dari
Islam, namun juga dituliskan pernyataan dari umat kristiani.
Ini dilihat dari tiga pernyataan dari lima pernyataan tokoh
lintas agama adalah dari tokoh non islam, yaitu Pendeta Albertus Pati,
Romo Aloysius Budi Purnomo, dan Pandita Henry Basuki. Dua
pendapat diantaranya dituliskan dengan kalimat langsung yang
memperlihatkan penjelasan secara eksplisit.
Dari penulisan petikan-petikan wawancara umat lintas
agama tersebut bisa diketahui pemahaman wartawan tentang Gus Dur
sebagai sosok yang dekat dengan umat lintas agama lain.
5. Berita kelima pada Hari Senin, 04 Januari 2010 dengan judul :
F-PKB Surati Presiden
PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan
5.1. Analisis Teks
a. Tematik
Lead berita yang kelima berjudul F-PKB Surati Presiden,
PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan. Ilegal,
Lead pada berita ini adalah :
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Dewan Perwakilan Rakyat,
Senin (4/1) ini, akan mengirim surat resmi kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengajukan permohonan
pengangkatan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai
pahlawan nasional.
Tema yang dituliskan pada pemberitaan ini adalah
mengenai Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR yang mengirim
surat kepada Presiden mengenai permohonan pengangkatan Gus Dur
sebagai pahlawan nasional.
b. Skematik
Di awal penulisan berita dengan judul F-PKB Surati
Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai
Pahlawan ini, wartawan mengemukakan tentang pengajuan surat
permohonan pengangkatan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
kepada Presiden yang akan dilakukan oleh F-PKB.
Paragraf selanjutnya wartawan menuliskan pernyataan
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR Marwan Ja‟far
tentang rencana pengajuan surat tersebut, jika sudah ditandatangani
oleh Marwan Ja‟far, surat itu akan langsung dikirim ke Sekretariat
Negara.
Selanjutnya dituliskan kembali oleh wartawan tentang F-
PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur
sebagai pahlawan nasional. Dituliskan pula bahwa langkah konkret ini
diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata
di semua lapisan sosial.
Pada paragraf ketiga, wartawan menuliskan isi Pasal 1 Ayat
(4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Kehormatan. Usulan gelar pahlawan tersebut ditujukan
kepada presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan.
Paragraf selanjutnya disebutkan bahwa menurut F-PKB
DPR, Gus Dur memenuhi syarat umum ataupun khusus yang diatur
dalam UU 20/1999.
Di pertengahan berita, wartawan menuliskan dukungan
yang mengalir untuk pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gus
Dur, khususnya dari kalangan politisi dan tokoh partai politik.
Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDI-P
dalam siaran persnya, secara resmi mendukung dan mendorong
penganugerahan pahlawan nasional bagi Gus Dur. Dalam paragraf
selanjutnya wartawan juga menuliskan alasan PDI-P mendorong
pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur.
Paragraf berikutnya adalah tentang dukungan Ketua Fraksi
Partai Demokrat DPR Anas Urbaningrum. Di paragraf selanjutnya juga
dipaparkan tentang dukungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
untuk memberikan gelar pahlawan kepada Gus Dur.
Di akhir berita, wartawan menuliskan pernyataan Wakil
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari PPP Lukman Hakim
Saifuddin yang mengatakan bahwa salah satu jasa terbesar Gus Dur
bagi bangsa ini adalah perannya dalam memberikan pemahaman yang
utuh kepada warga Nahdlatul Ulama, khususnya, dan umat Islam
Indonesia, umumnya, tentang keberadaan Pancasila adalah final dalam
konteks kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
c. Semantik
c.1. Latar
Pada pemberitaan ini, latar yang dipakai wartawan terdapat
dalam paragraf berikut ini :
F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan
Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga
diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas,
dan merata di semua lapisan sosial.
Kompas menuliskan paragraf ini untuk mendukung gagasan
berita yang mengambil tema dukungan pemberian gelar pahlawan
untuk Gus Dur.
c.2. Maksud
Secara eksplisit Kompas menuliskan bahwa Gus Dur
memenuhi syarat untuk meneriman gelar pahlawan. Ini tertulis
dalam paragraf keempat, yaitu :
F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat umum
ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. F-PKB juga
mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun
kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa.
Pada berita ini maksud wartawan untuk mendukung
pemberian gelar kepada Gus Dur terlihat jelas, dengan diuraikannya
secara eksplisit alasan-alasan dan dasar bahwa Gus Dur berhak
mendapatkan gelar pahlawan tersebut.
c.3. Praanggapan
Pada berita kelima ini terdapat paragraf yang
menunjukkan bahwa Kompas memberikan premis yang dipercaya
kebenarannya untuk mendukung pendapat dalam berita bahwa
dukungan yang diberikan sesuai dengan UU 20/1999 tentang Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, bisa dilihat dalam paragraf
berikut :
F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat
umum ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. F-
PKB juga mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR
ataupun kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa.
d. Sintaksis
d.1. Koherensi
Dalam berita kelima ini, Kompas kembali menggunakan
pola hubungan koherensi kondisional ditandai dengan penggunaa
kata ‟yang‟. Anak kalimat menjadi cermin kepentingan wartawan
untuk dapat memberikan keterangan baik/buruk terhadap suatu
pernyataan.
F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan
Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga
diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas,
dan merata di semua lapisan.
Dalam paragraf di atas disebutkan jika usulan Gus Dur
sebagai pahlawan adalah untuk merespons harapan publik, dengan
adanya konjungsi „yang‟ bisa diketahui harapan publik yang
dimaksud di induk kalimat adalah harapan publik yang kuat,
meluas, dan merata di semua lapisan.
d.2. Kata Ganti
Dalam berita kelima, Kompas menggunakan kata ganti
„bapak pluralisme dan multikulturalisme‟. Ini terdapat dalam
petikan pernyataan Anas Urbaningrum, “Sebagai bapak pluralisme
dan multikulturalisme, kepahlawanan Gus Dur amatlah nyata.”
Digunakannya kata ganti bapak pluralisme dan
multikulturalisme dalam berita ini oleh wartawan Kompas,
menunjukkan bahwa wartawan Kompas ingin menyatakan bahwa
Gus Dur adalah bapak atau sosok panutan dalam hal pluralisme dan
multikulturalisme.
d.3. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat dalam berita kelima ini adalah kalimat
aktif, subjek diekspresikan secara eksplisit oleh Kompas.
Wartawan memunculkan subjek tersebut untuk mendukung judul
yang ada di berita yang menyebutkan bahwa F-PKB Surati
Presiden. Bentuk kalimat aktif tersebut bisa dilihat di paragraf
berikut
F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan
Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga
diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas,
dan merata di semua lapisan sosial.
Sedangkan struktur kalimat pasif dalam paragraf di bawah
ini Kompas menuliskan proposisi kalimat yang mendukung usulan
Gus Dur sebagai pahlawan, wartawan Kompas menuliskan
proposisi berupa penjelasan tentang respons publik. Perhatikan
kalimat di bawah :
F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan
Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga
diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas,
dan merata di semua lapisan sosial.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Kata yang dipakai Kompas di berita kelima ini untuk
menggambarkan dukungan yang datang menggunakan kata
mengalir, terdapat dalam kalimat berikut, “Dukungan pun
mengalir dari berbagai elemen masyarakat.” Kata tersebut sama
artinya dengan datang terus menerus serupa air yang mengalir.
f. Retoris
f.1. Grafis
Berita kelima mengenai wafatnya Gus Dur membicarakan
tentang dukungan berbagai pihak untuk menjadikan Gus Dur
sebagai pahlawan nasional.
Pada berita yang berjudul F-PKB Surati Presiden, PDI-P
dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan dituliskan
dengan font yang lebih besar pada proposisi pertama judul tersebut.
Pemberian judul yang lebih besar daripada berita usulan
gelar pahlawan sebelumnya pada Sabtu, 02 Januari 2010 yang
berjudul “Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme” menunjukkan
bahwa wartawan ingin memberitukan kepada khalayak bahwa
berita ini berisi tentang langkah konkret usulan tersebut daripada
berita sebelumnya yang masih dalam taraf usulan dan wacana.
f.2. Ekspresi
Kompas menuliskan ekspresi tentang F-PKB yang
mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun
kepada semua pihak untuk melakukan dukungan pemberian gelar
pahlawan kepada Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat umum
ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. F-PKB juga
mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun
kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa.
Penulisan ekspresi secara eksplisit ini menunjukkan
ekspresi wartawan Kompas yang juga menyetujui bahwa Gus Dur
memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan, namun
wartawan Kompas lebih memilih untuk menggunakan pendapat F-
PKB untuk mengekspresikan sikapnya.
f.3. Metafora
Metafora di berita kelima berjudul F-PKB Surati Presiden
ini terdapat dalam paragraf berikut
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengusulkan
kepada pemerintah agar memberikan gelar pahlawan atas
peran Gus Dur yang luar biasa dalam membangun fondasi
masyarakat sipil. Toleraransi kehidupan beragama,
multikulturalisme, dan perdamaian abadi atas dasar
humanisme universal.
Ungkapan yang digunakan Kompas adalah fondasi yang
mempunyai arti dasar atau landasan.
5.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita kelima yang berjudul F-PKB Surati Presiden,
PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan.
Wartawan memunculkan pendapat berbagai tokoh politik mengenai
dukungan pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur.
Dalam berita ini, pada awal berita, dari paragraf pertama
hingga keempat wartawan menuliskan seputar dukungan F-PKB
(Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa). Selain untuk mendukung judul
yang diangkat, wartawan secara implisit juga mendukung pemberian
gelar tersebut dikarenakan satu-satunya Fraksi yang mengambil
langkah kongkret dalam usulan pahlawan adalah Fraksi Kebangkitan
Bangsa.
Kognisi wartawan terhadap gelar pahlawan untuk Gus
Dur tertulis secara eksplisit, wartawan menuliskan Pasal 1 Ayat (4)
Undang-undanng Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Kehormatan, karena kognisi wartawan tentang gelar
pahlawan ini, wartawan juga mendukung pemberian gelar tersebut.
6. Berita pertama pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul :
Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan
6.1. Analisis teks
a. Tematik :
Perhatikan Lead berita keenam berikut ini :
Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama
jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk
penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden
itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai warga Tionghoa di
Medan yang mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur untuk nama jalan utama di Medan.
b. Skematik
Alur berita keenam Kompas tentang Gus Dur tentang
usulan warga Tionghoa Medan untuk menggunakan namanya sebagai
nama jalan dengan paragraf yang menyatakan bahwa usulan tersebut
merupakan penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden
itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan pendapat
tokoh warga Tionghoa Medan, Karya Elly bahwa usulan tersebut
diwacanakan oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia
(PSMTI). Karya juga menambahkan bahwa secara resmi organisasinya
akan menyurati Pemerintah Kota Medan agar menjadikan nama Gus
Dur sebagai nama salah satu jalan utama.
Di paragraf selanjutnya, wartawan menuliskan pendapat
anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar yang mengatakan akan
meminta Gubernur Sumut Syamsul arifin dan Wali Kota Medan
Rahudman Harahap untuk segera menjadikan nama Gus Dur sebagai
nama jalan. Menurut dia, warga Tionghoa Medan dan Sumut adalah
salah satu komunitas yang tidak akan melupakan jasa besar Gus Dur.
Pada pertengahan berita, Kompas menuliskan tentang
kegiatan mengenang Gus Dur yang berlangsung di Gereja katolik
Johanes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pastor Widiatmaka
dalam khotbahnya menyatakan harapan munculnya tokoh semacam Gus
Dur yang bisa melindungi kaum minoritas. Ia juga mengatakan, betapa
bahagianya warga keturunan China di negeri ini karena barongsai bisa
diadakan dan aliran konghucu diakui.
Di tiga paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan
berita diselenggarakannya sembahyang arwah khusus bagi Gus Dur
oleh warga Konghucu di Jawa Timur. Semabahyang itu dilakukan
sebagai penghormatan dan rasa kehilangan warga Konghucu. Doa
tersebut diikuti umat Konghucu dari Tuban, Jombang, Sidorjo,
Surabaya, Mojokerto, dan Bojonegoro.
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang dipilih Kompas untuk mendukung
pemberitaannya mengenai usulan nama Gus Dur sebagai nama
jalan adalah pernyataan tokoh warga Tionghoa dan anggota
Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), Karya Elly
adalah sebagai berikut :
Karya, sesepuh PSMTI Sumut, mengutarakan, secara resmi
organisasinya akan menyurati Pemerintah Kota Medan agar
menebalkan nama Gus Dur sebagai nama salah satu jalan
utama. “Jika boleh, jalan yang diberi nama Gus Dur itu di
China Town (pecinan). Daerah itu merupakan pusat bisnis dan
banyak nama jalan yang tak terlalu istimewa,” katanya.
Kompas menuliskan jika organisasi Paguyuban Sosial
Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) akan mengirim surat resmi
permohonan menobatkan nama Gus Dur sebagai nama jalan.
c.3. Maksud
Wartawan menjelaskan secara eksplisit dan jelas alasan
pengusulan nama Gus Dur untuk nama jalan di Medan, Sumatera
Utara di berita keenam ini. Penjelasan tersebut terdapat dalam
paragraf berikut :
Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan
utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk
penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu
terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Penjelasan secara eksplisit tersebut, menunjukkan
maksud wartawan yang juga menyetujui penggunaan nama Gus
Dur untuk nama jalan.
c.3. Praanggapan
Pada berita keenam, wartawan Kompas menuliskan tentang
harapan anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar dalam
mempelopori pemberian penghargaan atas jasa dan peran Gus Dur
terhadap bangsa ini.
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar, mengatakan
akan meminta Gubernur Sumut Syamsul Arifin dan Wali Kota
Medan Rahudman harahap segera menabalkan nama Gus Dur
sebagai nama jalan. “Kami berharap Medan jadi pelopor
dalam memberikan penghargaan atas jasa dan peran Gus
Dur terhadap bangsa ini,” katanya.
Harapan ini menjadi praanggapan dimana jika Medan
menjadi yang pertama dalam penggunaan Gus Dur sebagai nama
jalan, maka ada anggapan akan menjadi pelopor dalam pemberian
penghargaan atas jasa kepada Gus Dur.
d. Sintaksis
d.1. Kata Ganti
Dalam menulis kata ganti di berita keenam ini, wartawan
Kompas menggunakan kata ganti „mantan presiden‟. Hal ini
terdapat dalam paragraf pertama berita keenam berikut ini :
Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama
jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk
penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden
itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Penggunaan kata ganti mantan presiden ini menunjukkan
jika jasa-jasa Gus Dur selama menjabat menjadi presiden begitu
dikenang, khususnya bagi warga Tionghoa.
d.2. Koherensi
Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional
yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas
„bisa melindungi kaum minoritas‟
Kegiatan mengenang Gus Dur masih terus berlangusng sampai
Minggu, termasuk dalam misa kudus di Gereja Katolik
Johanes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam
khotbahnya pada misa pukul 10.30, Pastor Widiatmaka SJ
menyatakan harapan munculnya tokoh semacam Gus Dur
yang bisa melindungi kaum minoritas.
Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional
yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas
„bisa melindungi kaum minoritas‟
Dari paragraf tersebut, wartawan Kompas ingin lebih
menjelaskan bahwa Gus Dur bisa melindungi kaum minoritas.
d.3. Bentuk Kalimat
Dalam keenam, Kompas menggunakan kalimat aktif
dengan warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara sebagai
subjeknya. Kalimat aktif tersebut terdapat dalam paragraf di bawah
ini :
Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan
utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk
penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu
terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Kalimat tersebut merupakan kalimat aktif dengan
penempatan warga Tionghoa di Medan, Simatera Utara di awal
kalimat yang menunjukkan posisi sentral dalam kalimat karena
pada umumnya pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan
di awal kalimat, dan penggunaan subjek tersebut sesuai dengan
judul berita mengenai nama Gus Dur yang diusulkan untuk nama
jalan.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Kompas memilih kata “Tionghoa” untuk menuliskan
warga keturunan China.
Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan
utama di kota ini.
Kompas memilih kata “Tionghoa” untuk menuliskan
warga keturunan China. Dari sini terlihat bahwa wartawan
berpendapat bahwa Tionghoa sudah termasuk bagian dari rakyat
Indonesia sehingga tak perlu menggunakan sebutan keturunan
China karena terlalu diskriminatif.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pada berita ini, Kompas menuliskan caption berupa
petikan pernyataan seperti di bawah ini :
“Kami berharap Medan jadi pelopor dalam memberikan
penghargaan atas jasa dan peran Gus Dur terhadap bangsan
ini.”
Caption tersebut terletak di bagian kanan tengah berita
dengan penggunaan font yang lebih besar dari font tulisan berita
dan dicetak tebal.
Dari sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa selain untuk
pemberian penghargaan terhadap Gus Dur, Kompas juga ingin
menunjukkan harapan warga Medan untuk menjadi pelopor dalam
pemberian penghargaan kepada Gus Dur.
Dalam berita ini juga digunaan sub judul berupa kalimat
Doa bersama. Melihat sub judul ini, penulis mengambil
kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca
tentang adanya kegiatan doa bersama untuk Gus Dur.
Selain adanya sub judul, di berita ini juga terdapat
penulisan tema berita berupa kalimat PENGHARGAAN WARGA
yang tertulis di atas judul utama, yang mana langsung
menunjukkan kepada pembaca jika isi berita tersebut adalah
seputar penghargaan warga untuk Gus Dur.
f.2. Ekspresi
Ekspresi wartawan Kompas tentang penghargaan untuk
Gus Dur tertulis di paragraf pertama berita keenam ini, yaitu :
Warga Tionghoa di Medan, sumatera Utara, mengusulkan
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan
utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk
penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu
terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Ekspresi wartawan tersebut jelas menyetujui adanya
penghargaan konkret untuk Gus Dur, karena kalimat di atas
bukanlah kutipan dari narasumber berita.
f.3. Metafora
Kompas menggunakan ungkapan minoritas dalam berita
keenam ini, minoritas maknanya sama dengan kaum berjumlah
minor atau kecil.
Pastor widiatmaka mengakui memiliki pengalaman pribadi
terkait perhatian dan pembelaan Gus Dur pada kaum
minoritas.
Wartawan lebih memilih menggunakan kata minoritas
karena lebih mudah diingat daripada menggunakan kalimat
masyarakat dengan jumlah sedikit.
6.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita keenam dengan judul Gus Dur Diusulkan
untuk Nama Jalan. Wartawan Kompas kembali menuliskan
narasumber dengan pendapat positif tentang Gus Dur, khususnya
seputar penghargaan warga.
Wartawan Kompas dalam berita ini lebih banyak
menuliskan pendapat dari tokoh-tokoh warga lintas agama dan suku,
yaitu Tionghoa, Katolik, dan warga Konghucu.
Pengetahuan kognitif wartawan yang mengetahui sepak
terjang Gus Dur dengan umat lintas agama mempengaruhi penulisan
berita keenam ini. Pada awal berita, wartawan menuliskan tentang
penghargaan warga Medan yang ingin menabalkan nama Gus Dur
sebagai nama jalan. Namun, karena pengetahuan kognitif wartawan
tentang kedekatan Gus Dur dengan umat kristiani membuat
wartawan juga menuliskan doa bersama umat kristiani di Gereja
Katholik Johannes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta di tengah berita,
yaitu di paragraf enam dan tujuh.
7. Berita kedua pada Senin, 04 Januari 2010, dengan judul :
Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya
7.1. Analisis Teks
a. Tematik
Wartawan Kompas memberi judul “Yenny Wahid :
Keluarga Akan Melanjutkannya” pada berita kali ini. Maksudnya dalam
berita tersebut terdapat pernyataan langsung Yenny Wahid yang
menyebutkan bahwa Keluarga akan melanjutkan cita-cita Gus Dur, ini
juga bisa dilihat dari pemberian tema di atas judul yang bertuliskan
CITA-CITA GUS DUR. Lead yang ditulis adalah :
Cita-cita Presiden Republik Indonesia (1999-2001) KH
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mewujudkan
Indonesia yang damai dan toleran akan diteruskan keluarga
besarnya. Putri kedua Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh
Rahman atau Yenny Wahid, bersama suaminya, Dhohir Farisi,
Sabtu (2/1) malam, menegaskan hal itu di Pondok Pesantren
Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini
adalah mengenai Keluarga Gus Dur yang akan meneruskan cita-cita
Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran.
b. Skematik
Alur berita ketujuh Kompas tentang wafatnya KH.
Abdurrahman Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan
pernyataan Putri kedua Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh Rahman atau
Yenny Wahid bersama suaminya bahwa keluarga akan meneruskan
cita-cita Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran.
Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan kutipan-
kutipan langsung pernyataan Yenny Wahid tentang cita-cita Gus Dur.
Yenny Wahid juga berpendapat bahwa pemikiran Gus Dur yang dulu
dianggap kontroversial, saat ini justru menjadi arus besar pemikiran
banyak kaum muda.
Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan tentang
sikap Yenny Wahid yang meyakinkan jika sikap Gus Dur yang total
pada kaum terpinggirkan akan diteruskannya. Ia menyebutkan jika
ingin mengadu, bisa mengadu kepada keluarga Gus Dur, yang nantinya
akan dimintakan perlindungan kepada negara.
Kemudian pada paragraf selanjutnya, Kompas masih
menampilkan pendapat Yenny Wahid seputar rencana terdekat keluarga
Gus Dur yaitu menata ulang koleksi buku Gus Dur yang mencapai
ribuan judul dan tersebar di berbagai lokasi. Disebutkan pula jika
koleksi buku tersebut nantinya akan diletakkan di lokasi khusus yang
akan menjadi Perpustakaan Abdurrahman Wahid.
Pada akhir berita Kompas juga mencatat pendapat adik
kandung Gus Dur, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah yang
mendukung keinginan sebagian masyarakat untuk menjadikan Gus Dur
sebagai pahlawan nasional. Kompas mengakhiri berita dengan kalimat
adanya Grup jejaring sosial facebook yang menggalang dukungan untuk
pemberian gelar pahlawan nasional bagi Gus Dur sudah berangotakan
ribuan orang.
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang diambil Kompas untuk mendukung
pemberitaannya dalam berita ketujuh ini bisa dilihat pada paragraf
berikut :
Mengenai sikap pembelaan Gus Dur yang total pada kaum
terpinggirkan semasa hidupnya, Yenny meyakinkan, sekarang
sikap itu akan diteruskannya, “Bisa mengadu kepada kami
semua, dan kami meminta negara melindungi mereka,”
tuturnya.
Dalam paragraf di atas, Kompas ingin menuliskan latar
berupa pernyataan langsung dari Yenny Wahid dan langkah
konkret Yenny Wahid dalam upaya meneruskan cita-cita Gus Dur.
c.2. Maksud
Pada kalimat di bawah ini dituliskan tentang akan
diteruskannya cita-cita Abdurrahman Wahid oleh keluarga.
Secara terpisah, adik kandung Gus Dur, KH Salahuddin Wahid
atau Gus Solah, Sabtu, mendukung keinginan sebagian
masyarakat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan
nasional. Grup di jejaring Facebook yang menggalang
dukungan untuk pemberian gelar pahlawan nasional bagi Gus
Dur sudah beranggotakan ribuan orang.
Kalimat „sebagian masyarakat untuk menjadikan Gus
Dur sebagai pahlawan nasional‟ menunjukkan maksud wartawan
sebagai pendukung wacana untuk menjadikan Gus Dur sebagai
pahlawan nasional. Maksud tersebut secara implisit diungkapkan
melalui kalimat yang diutarakan KH Salahuddin Wahid atau Gus
Solah.
c.3. Praanggapan
Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat
berikut, “Saya rasa Gus Dur kini tersenyum,” ujar Yenny.
Dapatlah dilihat dari kalimat tersebut, Kompas menunjukkan
praanggapan dengan mengutip pendapat Yenny Wahid tentang
anggapan bahwa Gus Dur kini tersenyum di alam kubur.
d. Sintaksis
d.1. Koherensi
Dalam berita ketujuh ini, terdapat ketidakkoherensian
antara paragraf awal, tengah, dan akhir. Pada bagian awal dan
tengah masih membicarakan cita-cita Gus Dur yang akan
diteruskan oleh keluarga, namun di paragraf akhir tema tersebut
melenceng dengan dibicarakannya keinginan masyarakat untuk
menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
d.2. Kata Ganti
Kata ganti yang dipakai pada berita ketujuh ini adalah
digunakannya kata ganti „Bapak‟ untuk menyebutkan sosok Gus Dur.
Kata ganti tersebut diucapkan oleh Yenny Wahid yang kemudian
ditulis oleh wartawan Kompas dengan kalimat langsung sebagai
berikut, “Cita-cita Bapak (Gus Dur) adalah Indonesia damai dan
toleran. Kami berdua (Yenny dan Dhohir) akan meneruskannya,” kata
Yenny.
Penggunaan kata ganti Bapak yang ditulis dengan kalimat
langsung oleh wartawan Kompas dalam berita bertema cita-cita Gus
Dur yang akan diteruskan keluarga ini menunjukkan bahwa kalimat
tersebut diucapkan oleh keluarga, dalam hal ini adalah anak kandung
Gus Dur.
d.3. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita ini
adalah sebagai berikut :
Cita-cita Presiden Republik Indonesia (1999-2001) KH
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mewujudkan
Indonesia yang damai dan toleran akan diteruskan keluarga
besarnya.
Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur
kalimat pasif, yang menjadikan seseorang sebagai objeknya. Dapat
disimak bahwa yang menjadi objek adalah Keluarga Besar Gus Dur.
Proposisi yang ditampilkan di awal adalah cita-cita Presiden Republik
Indonesia (1999-2001) KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk
mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran menunjukkan bahwa
proposisi tersebut menjadi penting karena mendukung judul dan tema
pemberitaan.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan berita
ini adalah menulis dengan kata kontroversial. Makna yang sepadan
adalah menimbulkan banyak pro dan kontra. Perhatikan paragraf di
bawah ini :
Menurut Yenny, Gus Dur semasa hidupnya merasa lega,
perdamaian dunia mulai terwujud. Hal lain yang juga patut
dicatat adalah pemikiran Gus Dur yang dulu dianggap
kontroversial, saat ini justru menjadi arus besar pemikiran
banyak kaum muda.
Wartawan lebih memilih kata kontroversial karena dinilai
lebih menghemat kalimat dibandingkan menggunakan kalimat
menimbulkan banyak pro kontra.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pada penulisan judul berita ini, Kompas menuliskan
kalimat CITA-CITA GUS DUR di atas judul berita.
Ini menunjukkan bahwa berita tersebut seputar cita-cita
Gus Dur. Judul berita ini menggunakan petikan kalimat seseorang,
“Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya”
Penggunaan kalimat Keluarga akan melanjutkan
menunjukkan jika pemberitaan banyak menonjolkan pendapat-
pendapat dari keluarga Gus Dur.
f.2. Ekspresi
Ekspresi wartawan tidak nampak dalam berita ketujuh
ini, karena keseluruhan isi berita berisi kutipan dari Yenny Wahid
dan KH Salahuddin Wahid (Gus Solah).
f.3. Metafora
Wartawan menggunakan kata total dalam berita ini,
seperti yang tertulis dalam paragraf di bawah ini :
Mengenai sikap pembelaan Gus Dur yang total pada kaum
terpinggirkan semasa hidupnya, Yenny meyakinkan, sekarang
sikap itu akan diteruskannya. “Bisa mengadu kepada kami
semua, dan kami meminta negara melindungi mereka,”
tuturnya.
Wartawan menggunakan kata total dalam berita ini.
Ungkapan ini mempunyai padanan arti tidak setengah-setengah,
sepenuh hati. Jadi, diartikan bahwa perjuangan Gus Dur itu tidak
setengah-setengah dan sepenuh hati.
7.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita ketujuh yang berjudul Yenny Wahid :
Keluarga Akan Melanjutkannya, wartawan Kompas menggunakan
judul petikan pernyataan seorang tokoh.
Kognisi sosial wartawan dalam berita ini adalah ketika
Gus Dur telah tiada dan belum ada orang yang sepadan sebagai
pengganti Gus Dur. Wartawan pun mulai mencari tahu bagaimana
sikap anggota keluarga yang secara tidak langsung adalah pewaris
pemikiran Gus Dur dan penerus cita-cita Gus Dur semasa hidup.
8. Berita kedelapan pada Rabu, 06 Januari 2010 dengan judul :
85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur
8.1. Analisis teks
a. Tematik :
Pada berita kedelapan ini terdapat lead berita di bawah ini :
Sebanyak 85 tokoh komunitas lintas iman Indonesia yang
berasal dari berbagai agama dan keyakinan mendesak
pemerintah untuk segera memulihkan nama baik mantan
Presiden abdurrahman Wahid atau Gus Dur terkait dengan
kasus Buloggate dan Bruneigate yang pernah disangkakan
kepadanya. Mereka juga mengusulkan agar Gus Dur segera
dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai tokoh
komunitas lintas iman berbagai agama dan keyakinan yang mendesak
pemerintah untuk memulihkan nama baik Gus Dur dan agar segera
dianugerahinya gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur.
b. Skematik
Alur berita kedelapan Kompas tentang Gus Dur mengenai
tuntutan 85 tokoh lintas iman Indonesia yang berasal dari berbagai
agama dan keyakinan untuk memulihkan nama baik mantan Presiden
Gus Dur, juga mendesak untuk segera dianugerahinya gelar pahlawan
untuk Gus Dur.
Pada paragraf selanjutnya wartawan memaparkan tentang
pembacaan tuntutan para tokoh lintas iman di Kantor The Wahid
Institute (TWI), Jakarta, Selasa (5/1) oleh Direktur Eksekutif
International Centre for Islam and Pluralism M Syafii Anwar. Ia juga
mengatakan bahwa pembersihan nama Gus Dur harus dilakukan
sebelum pemberian gelar kepahlawanan.
Di paragraf selanjutnya, wartawan menuliskan pendapat
Direktur Eksekutif TWI, Ahmad Suaedy bahwa MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) harus memberikan pernyataan resmi
kenegaraan bahwa Gus Dur tidak terlibat dalam kasus Buloggate dan
Bruneigate, apalagi MA (Mahkamah Agung) tidak pernah menyatakan
Gus Dur terlibat dalam kasus tersebut.
Pada pertengahan berita, Kompas menuliskan usulan gelar
pahlawan untuk Gus Dur. Dipaparkan pula tentang tokoh lintas iman
yang meminta negara menetapkan tanggal wafatnya Gus Dur, 30
Desember sebagai hari pluralisme Indonesia. Hal ini juga diperkuat
dengan pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarya,
Franz Magnis Suseno dan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
yang ditulis wartawan dalam berita ini.
Di paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan berita
aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh massa Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Jombang yang meminta agar proses pemberian
gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur dipercepat dan menuntut
untuk dipulihkannya nama Gus Dur yang tercitrakan terkait dengan
kasus Buloggate dan Bruneigate.
c. Semantik
c.1. Latar
Latar yang dipilih Kompas untuk mendukung
pemberitaannya mengenai tokoh-tokoh iman yang menuntut
pembersihan nama Gus Dur adalah sebagai berikut :
“Gelar kepahlawanan itu juga merupakan upaya menghargai
perjuangan Gus Dur yang gigih memperjuangkan terciptanya
tatanan masyarakat yang menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak asasi manusia, kebebasan beragama,
demokrasi, dan keadilan sosial bagi semua.
Kompas menuliskan latar peristiwa yang menyediakan
hendak kemana teks dibawa, dan secara implisit menunjukkan
persetujuan wartawan Kompas tentang penghargaan dan pemulihan
nama baik Gus Dur.
c.2. Maksud
Dalam berita ini terdapat maksud yang ingin diungkapkan
wartawan seputar informasi pembersihan nama Gus Dur. Maksud
tersebut terdapat dalam paragraf di bawah ini :
“Negara, apakah itu Presiden atau MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat) harus memberikan pernyataan resmi
kenegaraan bahwa Gus Dur tidak terlibat dalam kedua kasus
itu. Apalagi tidak ada putusan pengadilan ataupun MA
(Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur terlibat,”
tambah Direktur eksekutif TWI Ahmad Suaedy.
Dari pernyataan tersebut wartawan mempunyai maksud
memperjelas alasan dan dasar tuntutan pembersihan nama Gus Dur
dengan mengungkapkan bahwa tidak adanya putusan pengadilan
ataupun MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur
terlibat kasus buloggate dan Bruneigate.
c.3. Praanggapan
Kompas menuliskan tentang pernyataan praanggapan Ketua
Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahwa Gus Dur akan
ditetapkan sebagai pahlawan nasional. “Ketua Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD optimistis Gus Dur akan ditetapkan sebagai
pahlawan nasional”
Praanggapan tersebut menjadi bukti sikap optimisme Ketua
Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahwa Gus Dur akan
ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
d. Sintaksis
d.1. Kata Ganti
Dalam menuliskan sosok Gus Dur di berita kedelapan,
wartawan menuliskan dengan kata ganti „Bapak Pluralisme‟,
sebutan ini dikutip dari pernyataan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono berikut ini
Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
menyatakan Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme dan
Multikulturalisme.
Pemakaian kata ganti tersebut menunjukkan bukti jika
pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur telah menjadi kesadaran
sejarah bangsa.
d.2. Koherensi
Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional
yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas
„tercermin melalui media massa agar menjadikan Gus Dur sebagai
pahlawan nasional‟. Koherensi kondisional tersebut terdapat dalam
paragraf di bawah ini :
Terkait gelar kepahlawanan, cendekiawan muda Nahdlatul
Ulama, Ulil abshar Abdalla, mengatakan, tuntutan tokoh lintas
iman itu merupakan upaya meneruskan permintaan masyarakat
sipil yang tercermin melalui media massa agar menjadikan
Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
Anak kalimat tersebut menjadi penjelas kalimat di
depannya dan untuk memberikan pemahaman bagi pembaca
maksud dari induk kalimat.
d.3. Bentuk Kalimat
Dalam kalimat di bawah ini, Kompas menggunakan
kalimat aktif dengan para tokoh lintas iman sebagai subjeknya.
Kalimat aktif dalam kalimat di bawah ini ditandai dengan kata
berawalan me- yaitu meminta
Para tokoh lintas iman juga meminta agar negara menetapkan
tanggal wafatnya Gus Dur, 30 Desember, sebagai hari
pluralisme Indonesia.
Dari kalimat tersebut, wartawan menunjukkan
pentingnya tokoh lintas Iman sebagai subjek karena merujuk pada
judul berita, oleh karena itu ditempatkan di awal kalimat.
e. Stilistik
e.1. Leksikon
Kompas memilih kata “Multikulturalisme” untuk
menuliskan berbagai budaya. Kata tersebut terdapat dalam
pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di bawah ini :
Pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan Gus
Dur sebagai Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme
merupakan bukti pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur telah
menjadi kesadaran sejarah bangsa.
Pemilihan kata multikulturalisme juga bergantung pada
kognisi wartawan dalam pemahaman ilmu budaya yang dia miliki
dalam mengungkapkan masyarakat dengan berbagai budaya.
f. Retoris
f.1. Grafis
Pada berita ini, Kompas menuliskan judul dengan cetak
tebal ‟85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur‟
Kompas juga menempatkan tema dengan tulisan
KEPAHLAWANAN di atas judul, dari sini penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada
pembaca bahwa berita tersebut selain seputar tuntutan pembersihan
nama Gus Dur juga seputar kepahlawanan Gus Dur.
f.2. Ekspresi
Wartawan Kompas menuliskan ekspresi optimismenya
melalui pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
“Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD optimistis Gus Dur
akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional.”
Wartawan tidak mempunyai keberanian untuk
mengungkapkan optimismenya dan dukungannya secara langsung,
namun dengan mengutip pernyataan dari para tokoh, salah satunya
pernyataan sikap optimis Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud
MD.
f.3. Metafora
Kompas menggunakan ungkapan pemulihan, ungkapan
tersebut terdapat dalam kalimat berikut, “Mereka juga menuntut
pemulihan nama Gus Dur yang tercitrakan terkait dengan kasus
Buloggate dan Bruneigate.”
Kompas menggunakan ungkapan pemulihan,
dikarenakan nama Gus Dur awalnya bersih, namun kemudian
tercemar karena kasus yang disangkakan kepadanya, oleh karena
itu kata pemulihan dipilih untuk menunjukkan makna pembersihan
kembali.
8.2. Analisis Kognisi Sosial
Pada berita kedelapan dengan judul 85 Tokoh Lintas
Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur, Kognisi sosial wartawan
dalam pembuatan berita ini berdasar pada pengetahuan wartawan
seputar kasus Buloggate dan Bruneigate yang pernah menyeret nama
Gus Dur dalam kasus tersebut.
Berita kedelapan ini menjadi representasi pemahaman
wartawan terhadap kasus tersebut dan pemahamannya terhadap
ketokohan seorang Gus Dur, hal ini terlihat dengan ditampilkannya
pernyataan Direktur Eksekutif TWI Ahmad Suaedy yang
menyatakan bahwa tidak adanya putusan pengadilan ataupun MA
(Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur terlibat.
4.2. Analisis Konteks Sosial
Analisis wacana Teun Van Dijk, elemen ketiga yang diteliti adalah
Konteks Sosial. Penelitian wacana Teun Van Dijk tak hanya meneliti teks
semata, namun juga konteks yang melingkupinya, dalam hal ini yaitu,
Kekuasaan dan Akses :
a. Kekuasaan
Pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid sangat terpengaruh
dengan adanya fakta bahwa KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
adalah Mantan Presiden RI. Fakta kekuasaan ini menimbulkan adanya
keberpihakan dalam konstruksi berita yang tercipta.
b. Akses
Pemberitaan tentang Gus Dur pun dipengaruhi oleh akses
wartawan untuk memperoleh berita dan narasumber dalam menyampaikan
aspirasi. Ketidakdekatan Kompas dengan narasumber dari pihak
masyarakat nahdliyin mengakibatkan pemberitaan dengan narasumber
nahdliyin begitu sedikit.
4.3. Analisis Keagamaan terhadap Pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid
di Kompas edisi Januari 2010
Dalam analisis keagamaan, akan memandang dan mengaitkan
pemberitaan wafatnya KH. Abdurrahman Wahid dalam kaca mata
keagamaan.
1. Berita pertama pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul :
Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan
Berita pertama membicarakan Gus Dur sebagai penerobos
bidang kelautan. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa sejak Gus
Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut, Gus Dur berhasil
mengangkat isu kelautan. Karena Gus Dur pula, kekayaan laut
Indonesia lebih diperhatikan, Hal ini sejalan dengan kandungan Al
Qur‟an An Nahl ayat 14 :
Artinya : Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan
(untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging
yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu
perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera
berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (Departemen
Agama RI, 1992 : 212)
2. Berita kedua pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul :
Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme
Berita kedua membicarakan tentang sosok Gus Dur sebagai ikon
pluralisme. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban
mengabdi kepadaNya, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Sejalan dengan peradaban manusia, maka kehidupan beragama
mengalami juga perkembangan yang diwarnai dengan sering terjadinya
persinggungan antar pemeluk agama yang beragam itu. Sesungguhnya
tidak ada paksaan bagi manusia untuk masuk Islam, seperti yang
tertulis dalam Al Qur‟an surah Al Baqarah ayat 256, yang berbunyi :
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui (Departemen Agama RI, 1996 ; 33).
Sesungguhnya Islam merupakan agama yang sangat
menghormati kebebasan individu. Seseorang akan menjadi beriman
atau tidak merupakan urusan Allah sebagai pemberi hidayah. Karena itu
Allah hanya menyeru dengan memberikan dakwah tentang agama Nya
yang hak, tanpa boleh memaksa dengan kekerasan.
Kebebasan manusia untuk memilih agama tercantum dalam
beberapa kisah di zaman Nabi, misalnya yang dilakukan Khalifah Umar
bin Khaththab yang membebaskan kaum Illiya untuk tetap beragama
sesuai keyakinannya saat negeri Illiya dikalahkan pasukan Umar bin
Khaththab. Jaminan kebebasan seperti itu juga dilakukan Amr bin Ash
saat ia memerintah negeri Mesir (Lopa, 1999 : 78)
3. Berita ketiga pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul :
Belasungkawa dari LN
Berita ketiga memberitakan tentang ucapan belasungkawa
yang disampaikan oleh negara sahabat untuk Gus Dur. Sebagai
makhluk Allah, semua makhluk akan mati, begitu juga dengan Gus
Dur. Namun, sebagai orang Islam, apabila ada orang meninggal dunia
patutlah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun. Allah
telah berfirman dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 156 :
Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Departemen
Agama RI, 1996 : 18).
Arti dari "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" adalah
Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami
kembali.
4. Berita ketiga pada Minggu, 03 Januari 2010 dengan judul :
Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur
Doa umat lintas agama yang ditujukan untuk Gus Dur ini
menunjukkan sikap-sikap toleransi dan adanya rasa cinta antar sesama
manusia, meskipun itu beda agama, suku, maupun ras. Hal ini
diterangkan pula dalam Al Qur‟an Surat Al Hujurat ayat 13 :
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Departemen Agama
RI, 1996 : 412)
5. Berita keempat pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul :
F-PKB Surati Presiden
Dalam berita keempat F-PKB Surati Presiden terdapat
kalimat yang memaparkan sosok Gus Dur adalah seorang yang luar
biasa dalam membangun fondasi masyarakat sipil, toleransi kehidupan
beragama, multikulturalisme, dan perdamaian abadi, sikap Gus Dur
yang menghargai perbedaan ini merupakan perwujudan dari Firman
Allah dalam Al Qur‟an Surat Al Hujurat ayat 11-13 :
Artinya :
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu
lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang
yang zalim.
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Departemen Agama RI, 1996
: 412)
6. Berita keenam pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul :
Gus Dur diusulkan untuk Nama Jalan
Dalam berita Gus Dur diusulkan untuk Nama Jalan, menjadi bukti
betapa Gus Dur begitu membela kaum minoritas semasa hidupnya.
Dalam Al Qur‟an surat Luqman ayat 18 :
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri (Departemen Agama RI, 1996 :
329).
Pembelaan Gus Dur terhadap kaum minoritas menunjukkan bahwa
Gus Dur tidak pernah membeda-bedakan orang yang ada di
hadapannya, Gus Dur membantu siapa saja, entah itu berbeda bangsa,
suku, ras dan agama.
7. Berita ketujuh pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul :
Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya
Dalam berita yang berjudul Yenny Wahid :Keluarga Akan
Melanjutkan, terdapat pernyataan Yenny Wahid yang akan
meneruskan cita-cita Gus Dur untuk membela kaum yang
terpinggirkan (kaum minoritas).
Cita-cita Gus Dur yaitu menciptakan Indonesia damai dan
toleran, selalu berbuat baik dan adil terhadap kaum minoritas, cita-cita
Gus Dur ini sesuai dengan Surat Al Quran Surat Al Mumtahanah
Imron ayat 8-9 :
Artinya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku
adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang
memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa
menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim (Tafsir Al Ahkam, 2006 :587).
8. Berita kedelapan pada Rabu, 06 Januari 2010 dengan judul :
85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur
Pada berita kedelapan terdapat pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi
Filsafat Driyarkarua, Franz Magnis Suseno yang menyebutkan bahwa
momen yang menentukan seseorang adalah kematiannya. Setelah
kematian, masyarakat akan mengenang semua budi baik yang telah
diperbuatnya. Dan kita tidak boleh memaki atau membahas keburukan
orang yang telah meninggal sebagaimana sabda Nabi Muhammad
SAW :
هللا عنها قال صل هللا عليو وسلم عن عائشة رض
إل ما قذ مىاتسبىااالمىات فإنهم قذ افضىاال
)رواه البخري وابى داودواحمذ(
Artinya : Dari Aisyah ra, berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda :
Janganlah kamu memaki orang-orang yang telah meninggal karena
mereka telah sampai pada apa yang mereka kerjakan (HR. Bukari,
Abu Dawud, dan Ahmad) (Syakir, tt : 80).
Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita Surat Kabar
Harian Kompas tentang KH. Abdurrahman Wahid apabila dilihat dari kaca
mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi yang juga ada dalam Al
Qur‟an dan Hadits, seperti ayat-ayat tentang toleransi dan kebebasan
beragama Surat Al Baqarah ayat 256 dan Surat Ali Imron ayat 8-9.
Sikap toleransi tersebut menunjukkan jika agama Islam merupakan
agama yang cinta damai dan menjadi agama yang Rahmatan lil alamin. Al
Qur‟an yang menjadi dasar hukum agama pun mengungkapkan hal tersebut.
Sikap toleransi ini pun juga berhubungan dengan metode dakwah
yaitu berdakwah dengan al hikmah (memperhatikan situasi dan sasaran
dakwah), mau‟idzatul hasanah (memberi nasihat dengan cara yang baik), dan
mujadalah billati hiya ahsan (berdakwah dengan cara bertukar fikiran dengan
cara yang baik).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Penelitian mengenai pemberitaan tentang KH. Abdurrahman
Wahid di Kompas edisi Januari 2010 ini dengan menggunakan analisis
wacana sebagai alat untuk membedah teks media. Sedangkan pendekatan
yang dipakai adalah analisis kognisi sosial (Sosial Cognition Analysis).
Berdasarkan data yang telah diteliti maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Kompas memiliki konstruksi berita yang cenderung pada sikap dukungan
akan sepak terjang Gus Dur tentang Pluralisme dan dukungan terhadap
pengajuan gelar Pahlawan terhadap Gus Dur. Kompas banyak
menampilkan pendapat-pendapat tokoh lintas agama dalam beritanya. Hal
tersebut bisa kita lihat dalam berita berjudul Doa Umat Lintas Agama
untuk Gus Dur, kemudian di berita berjudul Gus Dur Diusulkan untuk
Nama Jalan, juga dalam berita 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan
Nama Gus Dur.
2. Hasil analisis penulis terhadap pengembangan wacana pemberitaan
tentang KH Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas menunjukkan
beberapa hasil :
a. Kompas berulang kali menampilkan pendapat lintas agama terhadap
sikap Gus Dur selama masih hidup. Sedangkan berita dari kalangan
NU yang notabenenya adalah organisasi besar yang dipimpin Gus Dur
cenderung sedikit dan itupun hanya pendapat dari kalangan keluarga
saja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberitaan Kompas tentang
wafatnya Gus Dur lebih banyak menyorot Gus Dur dari sisi sosial dan
budayanya daripada sisi ketokohannya sebagai Kyai atau tokoh NU.
b. Penggunaan elemen koherensi yang banyak digunakan adalah
koherensi kondisional, memberikan pengaruh terhadap subjek yang
diberitakan, karena banyaknya koherensi kondisional positif ini
menunjukkan sikap wartawan yang ingin menggiring pembaca dalam
memaknai positif subjek yang diberitakan yaitu Gus Dur.
c. Wartawan Kompas dalam hal ini lebih bersifat mendukung terhadap
sepak terjang Gus Dur tanpa mengungkap secara eksplisit
kekontroversialan pada diri Gus Dur. Dari berita –berita yang dimuat
oleh Kompas, Kompas ingin mengatakan bahwa semua orang pro Gus
Dur, dan tidak ada yang kontra terhadap semua sikapnya semasa hidup.
Ini dilihat dari isi semua wawancara yang selalu menyanjung sosok
Gus Dur, baik itu dari sisi agamanya, pemikirannya, maupun rasa
toleransi dan jiwa pluralismenya.
d. Kompas yang banyak mengangkat latar belakang sikap pluralisme Gus
Dur semakin menegaskan jika Kompas lebih mengupas sosok Gus Dur
dalam berita sebagai seorang Pluralis bukan sebagai seorang Mantan
Presiden maupun Kyai.
3. Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita yang ada
apabila dilihat dari kaca mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi
yang juga ada dalam Al Qur‟an dan Hadits, seperti ayat-ayat tentang
toleransi dan kebebasan beragama Surat Al Baqarah ayat 256 dan Surat
Ali Imron ayat 8-9
5.2. Saran
Dalam menuliskan berita, seorang wartawan dipengaruhi oleh berbagai
hal, termasuk pemahamannnya memandang suatu masalah. Oleh karenanya
harus mampu memfilter informasi yang disebarkan oleh wartawan. Jangan
sampai berita yang disajikan media massa justru merugikan kita.
Penyerapan informasi di media massa hendaknya pembaca jangan
hanya membaca satu surat kabar saja, tetapi beberapa surat kabar. Hal ini
bertujuan agar pembaca mempunyai banyak referensi tentang suatu
pemberitaan.
Kepada seluruh mahasiswa yang membaca skripsi ini, khususnya
mahasiswa Dakwah untuk melakukan pengkajian terhadap analisi isi dengan
lebih serius. Analisis ini penting karena karena untuk melihat konstruksi
penulisan berita, bagaimana berita itu diciptakan dan dituliskan. Dengan
pengetahuan tersebut diharapkan mampu memanfaatkannya dalam berdakwah
di jalan Nya sebagai implementasi dari keilmuan yang selama ini digeluti.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, D, 1989, Metodologi Dakwah, Semarang :Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo
Akbar, A. Z, 1995, Kisar Pers Indonesia 1966-1974, Yogyakarta : LKiS
Amir, M, 1999, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, Jakarta:
Logos
Amrullah, A, 1983, “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Suatu Kerangka
Pendekatan dan Permasalahan,” dalam Amrullah Achmad (ed.), Dakwah
Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta :PLP2M
Ardhana, S. E 1995, Jurnalistik Dakwah ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ardiyanto, E & Lukiati Komala Erdinaya. 2004. Komunikasi Massa Suatu
Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.
Arikunto, S, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta :
Rineka Cipta
Cholis, J, 2006, Studi Kritis terhadap Wacana Jaringan Islam Liberal
(Pendekatan Critical Discourse Analysis atas Teks rubrik Kajian Utan
Kayu Jawa Pos). (Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo).
Danim, S, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : Pustaka Setia
Darmanto. 2005. Pemberitaan Media Massa Tentang Pengakuan Lembaga
Internasional Worldhelp yang Membawa 300 Anak Korban Bencana
Alam Tsunami di Aceh (Analisis Framing Harian Republika dan
Kompas). (Tidak Dipublikasikan. Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo)
Departemen Agama Republik Indonesia, 1994, Al Qur’an dan Terjemahnya (ed.
Revisi), Jakarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka
Djuroto, T, 2004. Menejemen Penerbitan Pers. Bandung : PT Remaja Rosda
Karya
Efendy, O.U, 2006. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Teks Media, Yogyakarta : LKiS
Eriyanto. 2005. Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta :
LkiS
Fisher, A, 1986, Teori-Teori Komunikasi, Bandung: Rosdakarya
Hamka, 1983, Tafsir Al Azhar Juzu’XXV-XXVI, Jakarta : Pustaka Panjimas
Hamka, R dan Rafiq (ed), 1989 Islam dan Era Reformasi, Jakarta : Pustaka Panji
Mas
Hamzah, A. V, 2001, “Demokratisasi Media Massa : Sebuah Trend Kebijakan
Komunikasi Global,” dalam Antar Venus Hamzah Jurnal ISKI Pers
Indonesia Era Transisi, Bandung : Rosdakarya
http://www.inilah.com/read/detail/252742/gus-dur-dimakamkan-pukul-1300-wib/
Fidela Hasworini, diakses 03 Januari 2012 Pukul 06:26
http://www.scribd.com/doc/12617610/Sejarah-Harian-Kompas-Sebagai-Pers-
Partai-Katolik, Gigih Sari Alam diakses 03 Januari 2012, Pukul 06 : 35 I
Ilaihi, W, 2010, Komunikasi Dakwah, Bandung : Rosdakarya
Kasman, S, 2010, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia, Jakarta : Balai
Litbang dan Diklat Kemenag
______, 2004, Jurnalisme Universal, Jakarta : Teraju
Kompas, 31 Desember 2009
Kompas, Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan, Edisi 02 Januari 2010
_______, 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur, Edisi, 06
Januari 2010
_______, Amin Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme, Edisi 02 Januari 2010
_______, Belasungkawa dari LN, Edisi 02 Januari 2010
_______, Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur, Edisi 03 Januari 2010
_______, F. PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur
sebagai Pahlawan, Edisi 04 Januari 2010
_______, Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan, Edisi 04 Januari 2010
_______, Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya, Edisi 04 Januari 2010
_______, 2004, Sistem Komunikasi Massa, Jakarta : Raja Grafindo Persada
_______, 2008, Komunikasi Massa, Kontroversi, Teori, dan Aplikasi, Bandung :
Widya Padjajaran
Kurnia, S. S, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia
Mahfudh, S.A, 1399 H/1979 M, Hidayat- Al Mursyidin ila Thuruq Al Wa’zi wa Al
Khitabat (h), Darul I‟tisham
Malarangeng, R,2010, Pers Orde Baru, Jakarta : Kompas
Mapattoto, A.B, 1992 Tehnik Menulis Feature (karangan khas), Jakarta Gramedia
Pustaka
Mulyana, D, 2002, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Munir, M & Wahyu Ilaihi (ed.), 2009, Manajemen Dakwah, Jakarta : Kencana
Nugroho, Bimo, dkk, 1999, Politik Media Mengemas Berita, ISAI, Jakarta
Nurdin, Ahmad. 2006. Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan
(AGAP) di Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Tragedi
Penutupan Gereja-gereja di Bandung. (Tidak dipublikasikan, Skripsi,
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo)
Nuruddin, 2003, Komunikasi Massa, Malang : Cespur
Pimay, A, 2006, Metodologi Dakwah : Kajian Teoritik dari Khazanah Al Qur’an,
Semarang : Rasail.
Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Rahzen, T, 2010, Tanah Air Bahasa : Seratus Jejak Pers Indonesia, Yogyakarta :
I Boekoe
Rakhmat, J, 2003, Psikologi Komunikasi ,Bandung: Remaja Rosda
Samantho, A. Y, 2002, Jurnalistik Islami, Jakarta : Harakah
Shobur, A, 2002, Analisis Teks Media, Bandung : Rosdakarya
Sihombing, B. A, 2003, “Pemanfaatan Surat Kabar sebagai Media Dakwah”
dalam Buyung A Sihombing, Jurnal Analytica Islamica vol 5 (1), Program
Pascasarjana IAIN – SU Medan.
Sobur, A, 2009. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Subiakto, H, 2001 “Menggagas Sistem Media yang Demokratis untuk Indonesia
Baru,” dalam Henry Subiakto Jurnal ISKI Pers Indonesia Era Transisi,
Bandung : Rosdakarya
Sudibyo, A, 2009, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta : LKiS,
Cet IV
Sulthon, M, 2003, Desain Ilmu Dakwah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sumadiria, H.A, 2005. Jurnalistik Indonesia. Menulis Berita dan Feature,
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama
Media.
Syakir, F, t.th, Washayar Rasul, Kairo : Maktabah at Turats al Islami
Syafiatus, J. 2006. Kecenderungan Media Cetak dalam Memberitakan Terorisme
di Indonesia (Analisis Harian Kompas dan Republika Edisi Oktober-
Desember 2002)(Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakulltas Dakwah IAIN
Walisongo).
Syamsul, A, 2003, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah bil Qolam,
Bandung : Rosdakarya
Umar, T.Y, 1971, Ilmu Dakwah, Jakarta : Wijaya
Wahidin, S, 2006, Hukum Pers, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Wibisono, T, 2008, Analisis Pemberitaan Al Jama’ah Al Islamiyah dalam Peristiwa
Bom Bali II di Majalah Gatra Edisi Oktober-Desember 2005.(Tidak
dipublikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo).
Ya‟qub, H, 1992, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership, Bandung :
Diponegoro
Zed, Mestika, 2004, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta :Yayasan Obor
Indonesia.
Zen, F, 2004, NU Politik : Analisis Wacana Media, Yogyakarta : LKIS