OptionsDisable Get Free Shots.doc

5
Beranda Contact Links Free Download Pojok Ilmu jump to navigation Menyapa Pulau Terluar Indonesia Mei 10, 2009 Posted by snhadi in Inspirasi Persahabatan. trackback Seorang teman bercerita kepada saya beberapa hari lalu. Katanya di Batam, ada pulau kecil nan indah dan merupakan batas terluar negeri ini, yang membatasinya dari negara Singapura dan Malaysia. Awalnya saya tidak percaya, sebab sepengetahuan saya (dari berita di televisi atau surat kabar-pen), pulau terluar kita cenderung tidak terurus, tak berpenghuni, dan yang paling ekstrim, terancam hilang! Tetapi teman saya terus meyakinkan. Yah akhirnya dengan beberapa teman lainnya kita berunding untuk mencoba berlibur akhir pekan ke pulau Puteri. Hitung-hitung berpetualang, syukur-syukur pulaunya memang layak dikunjungi. Berangkat dengan menyewa mobil umum, kami berdua belas berangkat dari rumah sekitar jam 7 pagi. Karena berdasarkan informasi yang saya peroleh, di waktu pagi pengunjung pulau ini masih sangat jarang dan airnya belum pasang. Semua perlengkapan kami bawa, dari mulai makanan besar (nasi uduk, ayam goreng, bihun goreng, dll), makanan kecil, sampai tikar dan busa untuk tempat istirahat. Menurut informasi yang didapat, pulau puteri terletak di wilayah Nongsa, Batam. Dari pantai Nongsa kita bisa mencapainya dengan kendaraan tradisional perahu Pompong (sejenis perahu motor yang terbuat dari kayu dan berkapasitas sekitar 20 orang). Setelah 1 jam perjalanan dari rumah, sampailah kami di pantai Nongsa. Kebetulan saat itu ada pemilik perahu pompong yang sedang menambatkan perahunya di bibir pantai. Setelah sedikit bertanya-tanya, saya mendapatkan beberapa informasi. Dari pantai Nongsa, perjalanan ke pulau puteri bisa ditempuh hanya kurang lebih 5 menit saja. Maklum pulaunya tampak

description

OptionsDisable Get Free Shots.doc

Transcript of OptionsDisable Get Free Shots.doc

Beranda Contact Links Free Download Pojok Ilmu jump to navigation Menyapa Pulau Terluar Indonesia Mei 10, 2009

Posted by snhadi in Inspirasi Persahabatan.

trackback

Seorang teman bercerita kepada saya beberapa hari lalu. Katanya di Batam, ada pulau kecil nan indah dan merupakan batas terluar negeri ini, yang membatasinya dari negara Singapura dan Malaysia. Awalnya saya tidak percaya, sebab sepengetahuan saya (dari berita di televisi atau surat kabar-pen), pulau terluar kita cenderung tidak terurus, tak berpenghuni, dan yang paling ekstrim, terancam hilang!

Tetapi teman saya terus meyakinkan. Yah akhirnya dengan beberapa teman lainnya kita berunding untuk mencoba berlibur akhir pekan ke pulau Puteri. Hitung-hitung berpetualang, syukur-syukur pulaunya memang layak dikunjungi.

Berangkat dengan menyewa mobil umum, kami berdua belas berangkat dari rumah sekitar jam 7 pagi. Karena berdasarkan informasi yang saya peroleh, di waktu pagi pengunjung pulau ini masih sangat jarang dan airnya belum pasang. Semua perlengkapan kami bawa, dari mulai makanan besar (nasi uduk, ayam goreng, bihun goreng, dll), makanan kecil, sampai tikar dan busa untuk tempat istirahat.

Menurut informasi yang didapat, pulau puteri terletak di wilayah Nongsa, Batam. Dari pantai Nongsa kita bisa mencapainya dengan kendaraan tradisional perahu Pompong (sejenis perahu motor yang terbuat dari kayu dan berkapasitas sekitar 20 orang).

Setelah 1 jam perjalanan dari rumah, sampailah kami di pantai Nongsa. Kebetulan saat itu ada pemilik perahu pompong yang sedang menambatkan perahunya di bibir pantai. Setelah sedikit bertanya-tanya, saya mendapatkan beberapa informasi. Dari pantai Nongsa, perjalanan ke pulau puteri bisa ditempuh hanya kurang lebih 5 menit saja. Maklum pulaunya tampak jelas di depan mata. Biaya menyebrangnya pun cukup murah, 10 ribu per orang pergi pulang.

Sekitar pukul 8.30 pagi, kami memutuskan menyebrang. Dari kejauhan, saya melihat pulau puteri terlihat tidak besar bahkan cenderung kecil. Tetapi ada yang menarik perhatian saya, di pulau itu ada menara tinggi menjulang dan sebuah kapal cukup besar berada di pantainya. Wah bangunan tinggi apa gerangan dan kapal siapa yang didaratkan di bibir pantai tersebut?

Setelah sampai, ternyata pantainya cukup bersih dan berpasir putih. Wah kebetulan masih sedikit sekali pengunjungnya, jadi kami bisa menikmati suasana pantai dengan cukup tenang. Setelah menurunkan semua perlengkapan, kami mencari tempat yang cocok untuk beristirahat. Dan syukur ternyata di pulau ini banyak pepohonan rindang, jadi tidak sulit untuk menentukan base came

Oh ya, untuk hari libur biasanya kita dikenai biaya seribu per orang. Ini bukan tiket sih karena memang pulau ini belum dikelola resmi menjadi tempat pariwisata. Ini cuma biaya yang dikenakan penduduk setempat untuk merawat pulau ini. sehingga wajar jika di tempat ini tersedia meja dan kursi kayu yang cukup banyak tersebar. Selain itu tempat sampah juga banyak disediakan. Ini membuat pengunjung merasa lebih nyaman.

Rasa penasaran saya terhadap keberadaan pulau ini akhirnya terjawab sudah ketika saya bertanya kepada penduduk setempat. Ternyata menara tinggi yang saya lihat dari daratan pantai Nongsa adalah mercusuar, bukan menara listrik yang ada di pikiran saya saat berangkat! Tidak seperti mercusuar yang saya lihat di televisi, yang terbuat dari bangunan beton, mercusuar di pulau ini terbuat dari baja, menjulang tinggi layaknya menara listrik. Ada tangga-tangga yang menuju ke atasnya. Mungkin ini sebagai tempat para pekerja mencapai bagian atas mercusuar. Di sampingnya berdiri sekitar lima buah rumah. Meski lantainya masih terbuat dari semen dengan perabot ala kadarnya, ternyata rumah inilah yang menjadi tempat beristirahat para pekerja mercusuar. Dari lima rumah yang ada, hanya empat yang berpenghuni. Masing-masing rumah terdiri atas dua kamar tidur, ruang tamu, dan kamar mandi. Saya bersyukur sempat menyapa dan berkunjung ke rumah mereka.

Dari informasi yang saya dapat, kapal besar yang berada di pantai pulau Puteri ternyata adalah kapal titipan. Kapal ini dititipkan ke penghuni pulau ini karena mengalami kerusakan sehingga tidak memungkinkan melanjutkan perjalanan. Namun ternyata setelah beberapa lama, sang pemiliki belum juga mengambilnya. Akhirnya sekarang, kapal ini menjadi salah satu objek yang cukup menarik di pulau Puteri.

Untuk kita yang tidak membawa bekal makanan, jangan khawatir, di pulau ini terdapat beberapa warung yang menyediakan kebutuhan para pengunjung. Dari mulai makanan sampai kelapa muda. Jadi tanpa membawa apa-apa pun kita dijamin tidak akan kelaparan! Asal jangan lupa bawa uang secukupnya.

Yang meanarik dari pulau ini, sekelilingnya di bangun pembatas dari batu-batu dan semen, untuk menghalangi tamparan ombak dikala pasang. Tahun 2007 jejeran batu yang direkatkan dengan semen ini dibuat untuk melindungi rumah-rumah para pejaga mercusuar dari hantaman ombak di kala laut pasang. Selain sebagai pelindung pulau, tembok batu memanjang ini juga sering dimanfaatkan pengunjung untuk berfoto-foto dengan latar belakang laut yang indah. Bahkan ada juga yang memanfaatkannya untuk tempat memancing.

Di bagian depan pulau, pasir putih dan airnya yang jernih menarik perhatian saya dan teman-teman untuk menceburkan diri. Bagi yang tidak bisa berenang, jangan khawatir, tersedia penyewaan ban dari mulai yang berukuran kecil sampai yang berukuran sangat besar. Saya merasa, meski saat itu cahaya matahari di atas kepala, tetapi tidak terlalu terasa rasa teriknya. Ini membuat kami merasa nyaman berlama-lama di pantai.

Bagian lain yang unik dari pulau ini, sekitar 100 meter dari pulau terdapat gundukan kecil seperti bukit, di sampingnya tumbuh beberapa pohon bakau yang berdiri kokoh. Untuk mencapai wilayah ini, kita bisa menyebrangi air laut yang tingginya hanya sekitar betis orang dewasa (pada pagi hari sekitar jam 9 10 pagi). Air laut yang bening membuat kita bisa melihat batu-batu di dasarnya, jadi kita bisa melangkah tanpa takut salah menginjak. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah air laut akan semakin tinggi seiring dengan semakin siangnya waktu, dan ini mungkin sedikit menyulitkan kita menyebrang. Apalagi ditambah deburan ombak yang sesekali mengganggu perjalanan. Jadi jika ingin mengunjungi bukit ini, menyebranglah pagi-pagi. Selain itu, sebisa mungkin menggunakan alas kaki yang tidak licin agar tidak membuat kaki kita sakit bersentuhan dengan batu-batu laut.

Rasa penasaran membawa saya ke gundukan yang mirip bukit ini. Setelah menyebrangi air laut yang jernih, sampailah saya dan teman-teman ke tempat tujuan. Bukit ini ternyata mirip seperti hutan kecil dengan banyak pepohonan yang rindang namun tidak lebat. Kita juga bisa mendaki bukit ini untuk melihat pemandangan alam pulau-pulau di bawahnya.

Setelah waktu semakin siang, kami memutuskan menyudahi kunjungan di pulau ini. Lima jam ternyata berlalu dengan cepat tanpa terasa. Dengan menggunakan pompong, sekitar jam 1.30 kami memutuskan kembali menyebrang ke panta Nongsa. Banyak oleh-oleh yang kami bawa. Dari mulai kesan cantiknya pulau puteri, dengan penghuni para penjaga mercusuar yang ramah-ramah, sampai cangkang kerang laut nan indah. Belum lagi dokumentasi foto-foto yang cukup menarik sebagai kenang-kenangan.

Terima kasih tuhan, semuanya begitu nyata dan indah. Terima kasih juga untuk para penjaga mercusuar, meski hidup jauh dari sanak famili, semangat untuk tetap menjalankan tugas tetap tinggi. Terima kasih pula telah menjaga pulau Puteri ini dengan baik sehingga tetap menjadi layaknya puteri dan terhindar dari kepunahan.