Omsk
-
Upload
ema-surya-pertiwi -
Category
Documents
-
view
31 -
download
10
Transcript of Omsk
BAB I
PENDAHULUAN
Upaya peningkatan sumber daya manusia untuk kecerdasan dan produktivitas
kerja tidak terlepas dari unsur audio visual. Menyadari hal itu Departemen
Kesehatan telah mengembangkan upaya kesehatan indera salah satunya adalah
indera pendengaran dengan kegiatan antara lain mencari data dasar penyakit
ketulian serta sikap prilaku masyarakat terhadap kesehatan indera pendengaran.1
Salah satu penyebab ketulian yang sering kita jumpai di masyarakat adalah radang
telinga tengah yang dapat menyebabkan ketulian tipe konduksi pada berbagai
tingkatan. Di masyarakat sering dikenal dengan istilah-istilah seperti congek,
curek untuk menyatakan penyakit radang yang berlokasi di telinga bagian tengah
dengan ditandai keluarnya cairan dari liang telinga. Di dalam dunia kedokteran
disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).2
OMSK dulu disebut otitis media perforata atau dalam sehari-hari sering
disebut congek. Otitis media ini dapat timbul sebagai kelanjutan dari otitis media
akut. Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan infeksi kronis pada telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah terus menerus atau hilang timbul.1 Otitis media supuratif kronis merupakan
penyakit di bidang THT yang sering dijumpai di masyarakat. Angka insiden dari
penyakit ini disebutkan sekitar 39 kasus per 100.000 orang pada anak-anak atau
remaja.2 Di Inggris, disebutkan 0,9% anak-anak dan 0,5% dewasa pernah
menderita OMSK.2 Data dari WHO menunjukkan bahwa prevalensi OMSK 1-2%
tergolong rendah, sedangkan prevalensi 3-6% termasuk tinggi.3 Angka prevalensi
tertinggi atau > 4% terdapat di India, Bangsa Aborigin Australia, Kepulauan
Solomon, dan Guam.3
Sebagian besar OMSK berawal dari infeksi akut telinga tengah yang
sering terjadi pada bayi dan anak-anak, yang apabila tidak diobati dengan cepat
dan tepat akan berlanjut menjadi OMSK saat dewasa. Dengan mengetahui seluk
beluk penyakit ini, diharapkan dokter umum sebagai garis pertahanan terdepan
mampu mendiagnosis penyakit ini secara dini, memberikan penanganan yang
adekuat, sehingga dapat mengurangi prevalensinya di masyarakat.
1
Diagnosis penyakit OMSK dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan THT, dan pemeriksaan penunjang berupa kultur dan uji resistensi
dari sekret telinga. Diagnosis yang tepat serta penatalaksanaan penyakit yang
lebih awal akan menentukan prognosis pasien dan dapat mencegah perburukan
atau menghindari terjadinya komplikasi penyakit otitis media supuratif kronis ini.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1 Otitis media
supuratif kronis adalah inflamasi kronis pada telinga tengah dan ruang mastoid
dengan cairan yang keluar atau otore melalui perforasi membran timpani.3
Otitis media kronis dapat berkembang melalui otitis media akut akibat
terjadi perforasi membran timpani dan otore yang menetap dan berlangsung lama
disertai kerusakan telinga tengah yang semakin hebat dan terganggunya
pendengaran. Otitis media subakut yaitu bila otitis yang terjadi lebih dari tiga
minggu dan kurang dari dua bulan. Otitis media supuratif kronik terjadi pada otitis
media akut yang sudah lebih dari dua bulan.1
2.2 Tipe Perforasi Membran Timpani
Perforasi membran timpani bervariasi baik dalam ukuran, bentuk, dan
lokasi. Berdasarkan suatu studi di Nigeria disebutkan tipe perforasi tersering yaitu
sentral sebesar 57,6%, subtotal sebesar 33,3%, total 6,1%, dan tipe marginal
sebesar 3,0%. Penyebab perforasi tersering yaitu otitis media supuratif kronis
sebesar 90,9% dan trauma sebesar 3,0%.4 Ada 3 tipe perforasi membran timpani
berdasarkan letaknya, yaitu :
1. Perforasi Sentral
Perforasi terletak pada pars tensa membran timpani, dengan masih tersisa
membran timpani di sekitar
perforasi.1,4
Gambar 1. Perforasi sentral4
3
2. Perforasi Marginal
Pada perforasi marginal, sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
anulus atau sulkus timpanikum.1
Gambar 2. Perforasi marginal
3. Perforasi Atik
Perforasi atik yaitu perforasi yang terjadi di
area pars flaksida.1
Gambar 3. Perforasi atik
Sekret yang ditemukan saat pemeriksaan menunjukkan sifat-sifat dari proses
patologi yang mendasarinya. Umumnya sekret pada otitis media kronik bersifat
purulen (kental dan/atau putih), atau mukoid (seperti air dan encer). Sekret
mungkin juga encer atau kental, bening atau berupa nanah.4,5
2.3 Anatomi Telinga Tengah
Batas luar telinga tengah yaitu membrane timpani, batas depan yaitu tuba
eustachius, batas bawah yaitu vena (bulbus) jugularis, sedangkan batas belakang
4
yaitu aditus ad antrum dan kanalis fasialis. Batas atas yaitu tegmen timpani.
(meningen) dan batas dalam yaitu kanalis semisirkularis. Telinga tengah terdiri
dari membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, tuba eustachius.4,6
Gambar 4. Anatomi telinga
2.3.1 Membran Timpani
Membran timpani merupakan suatu bangunan dengan puncaknya umbo
mengarah ke medial. Membran timpani tersusun atas lapisan epidermis di bagian
luar, lapisan fibrosa di bagian tengah dengan tangkai maleus yang melekat, dan
lapisan mukosa pada bagian dalam.5 Membran timpani dibagi dalam 2 bagian
yaitu pars tensa dan pars flaksida. Pada umbo merman timpani akan bermula
suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk
membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.1,5,6
5
Gambar 5 Membran Timpani5
2.3.2 Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior.
Dinding superior berbatasan dengan dasar fossa kranii media. Pada bagian atas ini
terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan di bawahnya merupakan saraf
fasialis. Otot stapedius muncul pada daerah saraf fasialis dengan tendonnya
menuju ke stapes. Saraf korda timpani juga muncul dari saraf fasialis di bawah
stapedius menuju inkus atau lebih medial dari stapes lalu bergabung dengansaraf
lingualis untuk memberi pengecapan pada 2/3 anterior lidah.5,6
Dasar telinga tengah merupakan bulbus jugularis yang di sebelah
superolateral menjadi sinus sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus transverses
yang merupakan aliran vena di otak. Bagian bawah dinding anterior terdapat
kanalis karotikus. Di atas kanal ini terdapat tuba eustachius dan otot tensor
timpani. Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan
nasofaring. Terdapat otot tensor veli palatine, levator veli palatine, tensor timpani,
dan salpingofaringeus yang melayani tuba eustachius. Bagian lateral tuba
merupakan tulang sedangkan 2/3 bagian medial bersifat kartilago. Otot tensor
timpani terletak pada bagian atas tulang sedangkan kanalis karotikus terletak di
bagian bawahnya. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan
udara pada kedua sisi membran.5
Dinding lateral kavum timpani merupakan dinding tulang epitimpanum
bagian atas, membran timpani, dan tulang hipotimpanum di bagian bawah.
Terdapat tulang pendengaran pada kavum timpani yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Terdapat otot tensor timpani (muskulus tensor timpai) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).5,6,7
6
Pada dinding medial terdapat promontorium yang berjalan saraf
timpanikus melalui daerah ini. Tingkap lonjong terletak superior dari
promontorium ini sedangkan tingkap bundar terletak inferior dari promontorium
ini. Rongga mastoid berbentuk seperti pyramid dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid merupakan fosa kranii media. Sinus sigmoideus terletak di
bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus
ad antrum dengan kanalis semisirkularis yang menonjol ke dalam antrum.5,6
2.4 Fisiologi Pendengaran
Transmisi gelombang suara masuk ke liang telinga dan menggetarkan
membran timpani. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang
berhubungan satu sama lain melalui maleus, inkus, dan stapes. Stapes
menggerakkan tingkap lonjong yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala
vestibuli. Getaran diteruskan melalui membran vestibularis yang mendorong
endolimfe dan membran basilar. Impuls diterima oleh organ Corti melalui sel
rambut dalam dan sel rambut luar sebagai reseptor sensorik. Pembelokan rambut
ke satu arah akan mendepolarisasi sel rambut, sedangkan pembelokan kea rah
berlawanan menyebabkan hiperpolarisasi sel rambut. Hal ini akan menyebabkan
eksitasi serabut saraf yang bersinaps dengannya. Pergerakan sel rambut ini
menyebabkan pembukaan kanal kation dan masuknya ion kalium dari cairan skala
media menyebabkan depolarisasi yang diteruskan ke nervus koklearis.
Rangsangan ini diteruskan ke pusat pendengaran di otak pada lobus temporalis.2,3,6
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi dibagi menjadi dua jenis yaitu tipe jinak dan tipe bahaya, serta
ada pula klasifikasi berdasarkan aktivitas sekret yang keluar (OMSK aktif dan
OMSK tenang).5
2.5.1 OMSK tipe tubo-timpanik atau tipe mukosa/benigna
7
Pada OMSK benigna, peradangan terbatas pada mukosa dan tidak
mengenai tulang. Pada tipe ini tidak ditemukan adanya kolesteatoma. Perforasi
membran timpani biasanya terjadi dengan tipe sentral.1,7
2.5.2 OMSK tipe atiko-antral atau tipe tulang/maligna
Pada OMSK maligna sering ditemukan perforasi pada marginal atau pada
atik. Pada tipe ini dapat menyebabkan kerusakan pada tulang-tulang pendengaran
dan mastoid.1,7 Pada kasus lanjutan dapat ditemukan abses dan fistel
retroaurikuler, kolesteatoma pada telinga tengah, dan sekret berbentuk nanah dan
berbau.1 Kolesteatoma merupakan suatu kista epitel yang berisi deskuamasi epitel
atau keratin. Epitel kulit yang biasanya keratinizing stratified squamous
epithelium berada pada lokasi yang terpapar dengan dunia luar sehingga bila
terdapat serumen dalam waktu yang lama, epitel kulit medial dari serumen seakan
terperangkap membentuk kolesteatoma.1
Gambar 6. Kolesteatoma6
2.6 Patogenesis OMSK
Otitis media supuratif kronik merupakan kelanjutan dari otitis media akut
yang telah berlangsung lebih dari 2 bulan. Sebuah studi case control berusaha
menunjukkan hubungan berkembangnya OMSK dari otitis media akut melalui
pemasangan tuba timpanostomi.8 Pemasangan tuba timpanoplasti dilakukan pada
pasien dengan otitis media efusi menetap. Subjek merupakan pasien setelah
pemasangan tuba timpanoplasti dengan OMSK dan pasien dengan pemasangan
tuba timpanoplasti tanpa OMSK.8 Hasil studi menunjukkan pasien dengan tuba
timpanoplasti lebih cenderung berkembang menjadi OMSK bila terdapat riwayat
otitis media akut yang berulang.8 Riwayat berulang untuk lebih dari tiga kali
episode otitia media akut dalam satu tahun sebelumnya.8
Proses terjadinya OMSK diawali melalui proses infeksi, alergi, perubahan
tekanan udara tiba-tiba, sumbatan akibat sekret atau tumor yang menyebabkan
gangguan pada tuba.1 Proses ini dapat menyebabkan terjadinya tekanan negatif
8
telinga tengah dan bila disertai infeksi menyebabkan terjadinya otitis media akut.1
Infeksi dalam hal ini disebutkan dapat berasal dari infeksi saluran napas atas,
tonsillitis, adenoitis, atau rhinitis.
Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan telinga tegah
dan nasofaring. Pada bayi, tuba berukuran pendek dan lebih horizontal sehingga
lebih sering terkena otitis berbeda dengan pada dewasa.5 Panjang tuba pada bayi
17,5 mm sedangkan pada orang dewasa 37,5 mm.1 Tuba ini berfungsi sebagai
ventilasi, drainase, dan proteksi telinga tengah dari sekresi nasofaring.5 Sekresi
dari telinga tengah dapat dialirkan ke nasofaring dalam keadaan normal. Bila
terjadi sumbatan, maka dapat terjadi penumpukan produksi cairan di telinga
tengah. Cairan dapat bersifat serosa akibat transudasi dari pembuluh darah
kedalam telinga tengah terutama akibat perbedaan tekanan hidrostaik.5 Cairan
yang bersifat mukoid berasal dari sekresi aktif kelenjar pada lapisan epitel celah
telinga.5 Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah
melalui perforasi membran timpani. Berenang dan masuknya benda yang tidak
steril ke liang
telinga juga dapat
menyebabkan infeksi eksaserbasi akut.3
Gambar 7 Sumbatan Tuba Eustachius
9
Pada OMSK tipe maligna proses patologis yang terjadi pada telinga tengah
tidak saja pada mukoperiosteum tetapi merusak pula jaringan tulang yang ada di
bawahnya.5 Perforasi membran timpani terjadi di daerah posterosuperior atau pada
pars flaksida dan merusak annulus timpanikus.5 Terjadi pula kerusakan pada
tulang-tulang pendengaran dan mastoid. Pada OMSK ini ditandai dengan
pembentukan kolesteatoma yang bersifat destruktif terhadap jaringan sekitarnya.
2.7 Gejala Klinis
Gejala klinis dari OMSK meliputi otore atau telinga yang berair, gangguan
pendengaran, otalgia atau nyeri telinga dan vertigo.
Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Umumnya otore bersifat purulen,
kental atau putih, atau mukoid seperti air dan encer.5 Pada OMSK stadium inaktif
tidak dijumpai adanya sekret telinga. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi atau tanda adanya kolesteatoma. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Pada OMSK
keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti
adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda infeksi telah mengenai sistem
vestibular. Dapat terjadi fistel labirin akibat erosi dinding oleh kolesteatoma.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.6,7,8
2.8 Pemeriksaan Fisik
Untuk melengkapi keluhan yang didapatkan melalui anamnesis, dapat dilakukan
pemeriksaan tambahan. Pada pasien OMSK dapat dilakukan pemeriksaan
audiometrik. Pada pasien OMSK biasanya ditemukan tuli konduktif. Uji dengan
garpu panala dapat membedakan pasien dengan tuli konduktif atau tuli
sensorineural. Derajat ketulian nilai ambang pendengaran yaitu normal : -10 dB
sampai 26 dB, tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB, tuli sedang : 41 dB sampai 55
dB, tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB, tuli berat : 71 dB sampai 90 dB, tuli
total : lebih dari 90 dB.1 Pemeriksaan fisik vertigo juga dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah infeksi sudah menyebabkan gangguan pada fungsi labirin.
10
Pemeriksaan bakteri melalui sekret yang diperoleh dari telinga. Bakteri patogen
yang dapat dijumpai pada otitis media meliputi Pseudomonas aeruginosa, Proteus
vulgaris dan stafilokokus sedangkan bakteri anaerob yang paling sering dijumpai
dari Bacteroides sp. Pemeriksaan yang lebih awal pada otitis media akut, dapat
dijumpai bakteri Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, Streptococcus
beta hemolitikus, dan Staphylococcus aureus.8,9
2.9 Penatalaksanaan
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-
ulang. Prinsip terapi OMSK tipe benigna melalui konservatif atau dengan
medikamentosa. Bila sekret yang keluar terus menerus, maka berikan obat
pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% diberikan selama 3-5 hari. Setelah sekret
berkurang atau bila sudah tenang, dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid, tidak lebih dari 1-2 minggu karena
obat bersifat ototoksik.1 Secara oral diberikan obat antibiotik. Antibiotik dapat
diberikan pada setiap fase aktif dan disesuaikan dengan kuman penyebab.
Antibiotika yang dapat diberikan sepeti ampisilin atau eritromisin. Dapat juga
diberikan campuran ampisilin dengan asam klavulanat bila diduga pasien telah
resisten dengan ampisilin.8,9
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka idealnya dilakukan timpanoplasti atau miringoplasti. Operasi
ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Pada OMSK
maligna, pengobatan yang harus dilakukan adalah dengan operasi untuk eradikasi
kolesteatoma. Infeksi pada telinga tengah juga dapat mencapai mastoid
menyebabkan mastoiditis, sehingga pada OMSK dengan mastoiditis kronis dapat
dipertimbangkan mastoidektomi.9
2.10 Komplikasi
Komplikasi dari otitis media supuratif kronis meliputi komplikasi intratemporal
dan komplikasi intrakranial.
11
Komplikasi intratemporal meliputi:
1. Petrositis
2. Paralisis nervus fasialis
3. Mastoiditis akut
4. Labirinitis
5. Perforasi membrane timpani
Komplikasi ekstrakranial meliputi:
1. Abses otak
2. Tromboflebitis sinus lateralis
3. Abses ekstradural
4. Meningitis
5. Hidrosefalus otikus
Petrositis terjadi jika infeksi berkembang sampai mengenai tulang
petrosus. Adanya pertosis sudah harus dicurigai, apabila pada pasien otitis media
terdapat keluhan diplopia, karena kelemahan nervus VI. Seringkali disertai dengan
rasa nyeri di daerah parietal, temporal karena terkenanya nervus V.10
Paresis nervus fasialis terjadi karena nervus VII berjalan bersamaan
dengan nervus VIII. Otot stapedius muncul pada daerah saraf fasialis dengan
tendonnya menuju ke stapes. Saraf korda timpani juga muncul dari saraf fasialis
di bawah stapedius menuju inkus atau lebih medial dari stapes lalu bergabung
dengan saraf lingualis untuk memberi pengecapan pada 2/3 anterior lidah.5
Gangguan yang terjadi yaitu terjadinya hiperageusia, hiperakusis, dan
kelumpuhan otot wajah.9,10
Labirinitis terjadi jika infeksi menyebar sampai ke telinga bagian dalam
mencapai labirin. Labirinitis menyebabkan keluhan vertigo yang berat dan tuli
saraf. Labirinitis diakibatkan perluasan infeksi ke ruang perilimfa.1,5
Tromboplebitis sinus lateralis terjadi akibat invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika
melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya trombosis sinus lateralis.
Trombus dapat pecah dan menyebaban emboli yang infeksius.9,10
Meningitis merupakan komplikasi yang terjadi akibat penyebaran infeksi
langsung secara hematogen. Gambaran klinik meningitis biasanya berupa kaku
kuduk, tanda Kernig positif, dan panas badan.
12
Abses otak sebagai komplikasi otitis media dapat ditemukan di serebelum, fosa
kranial posterior atau di lobus temporal dan di fosa kranial media. Abses otak
biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Pengobatan abses otak ialah dengan antibiotika parenteral dosis
tinggi, dengan atau tanpa operasi untuk melakukan drainase dari lesi.10
2.11 Prognosis
Prognosis OMSK tipe benigna lebih baik daripada OMSK tipe maligna.
Pada OMSK tipe maligna prognosis lebih buruk karena sering menimbulkan
komplikasi. Pada OMSK maligna, kolesteatoma dapat menekan organ
disekitarnya dan menimbulkan nekrosis tulang.1 Kolesteatoma juga menjadi
media pertumbuhan kuman dan memperburuk proses penyembuhan. Proses
nekrosis juga dapat menyebabkan komplikasi berupa labirinitis, meningitis, dan
abses otak.10
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : MIK
No. RM : 01.49.71.94
13
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : Tamat SLTA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Br. Tauka Tiyingtali Abang Karangasem
Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2012
II. ANAMNESA
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kiri.
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri. Cairan yang keluar
dari telinga tersebut berwarna kuning dengan konsistensi kental, tidak bercampur
darah dan tidak berbau sejak ± 4 bulan yang lalu. Keluhan ini hilang timbul dan
bertambah berat sejak 1 minggu yang lalu. Pendengaran pasien pada kedua telinga
menurun karena saat berkomunikasi dengan pasien, pasien cukup sulit untuk
mendengar suara pemeriksa. Keluhan batuk dan pilek disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan :
Sebelum pasien datang berobat ke Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, pasien
sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Karangasem oleh anak pasien. Di Rumah
Sakit Umum Karangasem pasien diberikan obat tetes telinga, antibiotik dan
vitamin. Namun keluhan pasien tidak hilang-hilang. Akhirnya anak pasien
memutuskan untuk membawa ke Rumah Sakit Umum Sanglah.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien mengatakan bahwa dia pernah mengalami hal yang sama sebelumnya, dan
dimulai dari saat pasien masih anak-anak. Namun karena biasanya keluhan yang
terjadi dapat hilang sendiri, maka pasien biasanya tidak mengobatinya. Gangguan
pendengaran yang dialami pasien sudah dialami sejak pasien masih anak – anak.
Pasien tidak pernah mengalami penyakit kronis dan penyakit sistemik tertentu.
Pasien tidak pernah menjalani operasi maupun tranfusi darah.
Riwayat Alergi :
14
Pasien menyangkal adanya riwayat asma, alergi terhadap makanan tertentu,
maupun terhadap obat-obatan tertentu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota yang mengalami sakit yang sama seperti yang dialami pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien bekerja sebagai wiraswasta dan juga membawa traktor sedangkan istri
pasien juga bekerja sebagai petani. Pasien tinggal bersama istri dan kedua
anaknya. Penghasilan yang mereka dapatkan sebagai seorang petani dapat
mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Keluhan Tambahan :
Dari penuturan langsung dan rekam medik Pasien didapatkan data-data
sebagai berikut :
Telinga Kanan Kiri Hidung Kanan Kiri Tenggorok Keterangan
Sekret - + Sekret - - Riak -
Tuli + + Tersumbat - -Gangguan
SuaraN
Tumor - - Tumor - - Tumor -
Tinitus - - Pilek - - Batuk -
Sakit - - Sakit - -Korpus
Alienum-
Korpus
Alienu
m
- -Korpus
Alienum- - Sesak
Napas-
Vertigo - - Bersin - -
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit
15
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 36,8 °C
Berat badan : 64 kg
Status General :
Kepala : Normocephali
Muka : Simetris, parese nervus fasialis (-/)
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflek pupil (+/+) isokor
THT : Sesuai status lokalis
Leher : Kaku kuduk (-)
Pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Pembesaran kelenjar parotis (-/-)
Kelenjar tiroid (-)
Thorak : Cor : S1S2 tunggal, reguler, murmur (–)
Po : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
Status lokalis THT :
Telinga
Status Kanan Kiri Status Keterangan
Daun Telinga Normal NormalTes
Pendengaran
Liang Telinga Lapang Lapang Berbisik Tdk dievaluasi
Discharge -+
mukopurulenWeber Lateralisasi -
Membran
Timpani
Perforas
i Sentral
Perforasi
SentralRinne -/-
Tumor - - Schwabach Tdk dievaluasi
16
Mastoid Normal NormalTes Alat
KeseimbanganTdk dievaluasi
Hidung
Status Kanan Kiri
Hidung Luar Normal Normal
Kavum Nasi Lapang Lapang
Septum Deviasi (-) Deviasi (-)
Discharge - -
Mukosa Merah muda Merah muda
Tumor - -
Konka Dekongesti Dekongesti
Sinus Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Koana Normal Normal
Tenggorok
Status Keterangan Status Keterangan
Dispneu - Stridor -
Sianosis - Suara Normal
Mukosa Merah Muda
Tonsil
Kanan Kiri
Dinding
BelakangPost Nasal Drip (-)
T1,
Tenang
T1,
Tenang
Laring
Status Keterangan Status Keterangan
17
Epiglotis Tdk dievaluasi Plika Vokalis Tdk dievaluasi
Aritenoid Tdk dievaluasi Rimaglotis Tdk dievaluasi
Plika
VentrikularisTdk dievaluasi Kelenjar Limpe Leher PK (-)
DIAGNOSA
Otitis Media Supuratif Kronis Fase Aktif Sinistra + Otitis Media Supuratif Kronis
Fase Tenang Dekstra
IV. PENATALAKSANAAN
Toilet telinga (H2O2 3%) 10 cc / 3 dd gtt II
Antibiotika : Ciprofloksasin 500mg 2x1
Analgetik dan Antiinflamasi : Asam Mefenamat 500mg 2x1
KIE
V. PROGNOSIS
Dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis Otitis Media Supuratif Kronis sinistra fase aktif dan
Otitis Media Supuratif Kronis Fase Tenang Dekstra. Dari anamnesis didapatkan
pasien mengeluh keluar cairan dari telinga kiri. Cairan yang keluar dari telinga
tersebut berwarna kuning dengan konsistensi kental, tidak bercampur darah dan
tidak berbau sejak ± 4 bulan yang lalu. Keluhan ini hilang timbul dan bertambah
berat sejak 1 minggu yang lalu. Pendengaran pasien pada kedua telinga menurun
18
karena saat berkomunikasi dengan pasien, pasien cukup sulit untuk mendengar
suara pemeriksa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan telinga terdapat sekret
mukopurulen pada telinga kiri dan terjadi perforasi sentral pada membran timfani
kedua sisi telinga.
Berdasarkan pustaka, OMSK merupakan penyakit kronik, dimana menurut
WHO gejala-gejala yang biasanya timbul akibat OMSK onsetnya minimal sudah
terjadi selama 2 minggu. Pada pemeriksaan fisik dengan otoskop, nampak jelas
sekret pada pasien MAE, serta adanya perforasi dimana pada kasus bentuk
perforasi adalah perforasi sentral.1,7
Pasien juga mengalami penurunan pendengaran. Untuk memastikan
adanya penurunan fungsi pendengaran dapat dilakukan tes dengan garpu tala.
Sesuai dengan pustaka, pasien dengan OMSK dapat mengalami tuli konduksi.
Pada tes weber akan ditemukan hasil berupa lateralisasi ke telinga yang sakit,
pada tes rinne negatif dan tes schwabach memanjang.3 Pada pasien ini dilakukan
tes Rinne dengan hasil negatif pada kedua sisi telinga. Secara klinis pasien
memang mengeluhkan pendengaran pada telinga kiri dirasakan menurun.
Prinsip terapi OMSK benigna adalah konservatif atau medikamentosa.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, pengobatan yang diberikan ada 3
macam. Yang pertama, adalah toilet telinga. Otorea juga dapat dibersihkan dengan
aspirasi (suction) sehingga tetap kering.8
Pemberian H2O2 3% diberikan apabila sekret keluar terus dari telinga kiri.
Obat ini diberikan selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang atau bila sudah
tenang, dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung antibiotik dan
kortikosteroid, tidak lebih dari 1-2 minggu karena obat bersifat ototoksik.8
Ciprofloksasin diberikan untuk pengobatan infeksi yang terjadi. Antibiotik
ini diberikan selama 5 hari. Antibiotik dapat diberikan pada setiap fase aktif dan
disesuaikan dengan kuman penyebab. Patogen OMSK terutama kuman gram
negatif yaitu Pseudomonas Aeruginosa yang tidak sensitif lagi dengan antibiotika
klasik seperti penisilin, amoksisilin, eritromisin, dan tetrasiklin. Antibiotik
sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis,
penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau
19
kebiruan menandakan Pseudomonas sebagai kuman penyebab, sekret kuning
pekat seringkali disebabkan oleh staphylococcus, sekret berbau busuk sering kali
mengandung golongan anaerob.
Asam mefenamat berperan sebagai anti nyeri dan anti inflamasi. Pada
pasien ini tidak mengalami keluhan rasa nyeri, namun diberikan asam mefenamat
untuk digunakan bila pasien ada keluhan nyeri.
Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka idealnya dilakukan timpanoplasti. Operasi ini bertujuan
untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani
yang perforasi, mencegah kerusakan pendengaran yang lebih berat.2
Prognosis pasien pada kasus ditinjau dari kondisi perforasi dan lokasi
adalah baik, dimana sesuai dengan pustaka pasien ini belum didapatkan adanya
tanda-tanda komplikasi baik intratemporal maupun komplikasi intrakranial.
Diharapkan pada kasus ini dengan terapi yang adekuat, perforasi pada membran
timpani dapat menutup kembali.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah. In: Soepardi EA, Iskandar HN (eds).
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. 6th
ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1997. p 49-62.
2. Emedicine. 2011. Chronic Suppurative Otitis Media: Epidemiology.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview#a0156.
(Accesed: March 28, 2012).
3. WHO. 2004. Chronic Suppurative Otitis Media: Burden of Illness and
Management Options. Available at: http://www.who.int/pbd/deafness/
activities/hearing_care/otitis_media.pdf (Accessed: March 28, 2012).
4. Olowookere SA, Ibekwe TS, Adeosun AA. Pattern of Tympanic Membrane
Perforation in Ibadan: A Retrospective Study. Annals of Ibadan Postgraduate
Medicine. 2008;6(2):31-33.
5. Boies LR, Adams GL, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Jakarta: EGC; 1997. p 88-118.
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 th ed. Jakarta: EGC;
2007. p. 681-90
7. Ludman H. Discharge from the Ear. In: Ludman H, Bradley P (eds). ABC of
Ear, Nose, and Throat. 5th ed. USA: Blackwell Publishing; 2007. p. 6-9.
8. Veen VD, Anne GM, Heerbeek NV. Predictors of Chronic Suppurative Otitis
Media in Children. Arch Otolaryngol Head and Neck Surg. 2006;132:1115-
1118.
9. Emedicine. 2011. Chronic Suppurative Otitis Media: Treatment and
Management. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/859501-
treatment. (Accessed: March 31, 2012)
9. Zapatac JS, Billings KR, Schwade ND. Suppurative Complications of Acute
Otitis Media in the Era of Antibiotic Resistance. Arch Otolaryngol Head Neck
Surg. 2002;128:660-663.
10. Lodhi M, Aziz K, Munir T. Chronis Suppurative Otitis Media: Empiric
Quinolones in Children. Proffesional Med J. 2010;17(3):420-424.
21