Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049 FAKULTAS …/Analisis... · judul “Analisis Pengaruh Nilai...
Transcript of Oleh: SUSANA FAJARWATI NIM. F1106049 FAKULTAS …/Analisis... · judul “Analisis Pengaruh Nilai...
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO,
INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA
TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
SUSANA FAJARWATI
NIM. F1106049
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini aku persembahkan kepada:
Allah SWT yang telah memberi petunjuk dan kekuatan
untuk menyelesaikan amanah ini
Karya sederhana ini aku hadiahkan kepada :
1. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah memberi perhatian dan kasih
sayangnya
2. Eyang kakung dan Eyang uti (Alm.) yang memberi wejangan
dan bantuan materiil
3. Om dan tante yang tak ada hentinya memberi semangat dan
motivasi
4. Adikku dan si kecil terima kasih atas canda tawanya
5. Sahabat -sahabatku
6. Almamaterku
HALAMAN MOTTO
Man jadda Wa jadda, “Siapa yang bersungguh – sungguh, maka akan
berhasil”.
Mulailah dari hal yang kecil dan dari diri sendiri.
Manusia merencanakan, namun Tuhan yang menentukan
_Thomas A. Kempis_
Syukur adalah jalan yang mutlak untuk mendatangkan lebih banyak
kebaikan dalam hidup anda. _Marci Shimoff_
Hidup dan nasib bisa tampak berantakan, misterius, fantastis, dan
sporadis. Namun, setiap elemennya adalah subsistem keteraturan dari
sebuah holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima
kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini
fakta yang tak terbantahkan. _Edensor_
Saat Allah menjawab doamu, Ia menambah imanmu . . .
Saat Allah belum menjawab doamu, Ia menambah kesabaranmu . . .
Saat Allah menjawab tapi bukan doamu, Ia memilih yang terbaik untukmu . .
.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing,
dan Utang Luar Negeri Terhadap Neraca Transaksi Berjalan Di Indonesia Tahun
1988:1 – 2007:4”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak sekali kendala yang penulis hadapi.
Namun berkat arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati dan ketulusan
yang mendalam penulis manghaturkan terima kasih kepada :
1. Riwi Sumantyo, SE selaku pembimbing yang dengan arif dan bijak telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan memberikan
masukan yang berarti dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. M.Com, Ak. Bambang Sutopo, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Dwi Prasetyani, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Lukman Hakim, SE., M.Si terima kasih atas pinjaman referensi – referensi dan
bantuan data-datanya yang diberikan.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta staff dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan,
arahan dan pelayanan kepada penulis.
7. Keluarga yang senantiasa selalu mendoakan, memberi dorongan dan bimbingan
kepada penulis.
8. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 Non Reguler dan semua
sahabatku terimakasih atas segala bantuan dan dukungannya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsung
maupun tidak atas bantuannya kepada penulis hingga terselesaikannya penelitian
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan perbaikan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK………………………………………………………………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… iii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………......…………….... v
HALAMAN MOTTO…………………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. vii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xiv
DAFTAR GRAFIK………………………………………………………. xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah…………………………………... ……... 1
B. Perumusan Masalah………………………………………………. 7
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………. 7
D. Manfaat Penelitian………………………………………... ………8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori…………………………………………………… 9
1. Neraca Pembayaran……………………………………………. 9
a. Pengertian Neraca Pembayaran…………………………….. 9
b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran………………..10
c. Struktur Neraca Pembayaran...……………………………...13
d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran……………......18
2. Nilai Tukar Riil (REER).…………………….....………..…....20
a. Sistem Nilai Tukar…………………………………………..20
b. Teori Nilai Tukar …………………………………………... 21
c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing………………… 25
d. Kurs riil……………………………………………………... 28
e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan…. 30
3. Produk Domestik Bruto……………………………………….. 30
a. Pengertian Produk Domestik Bruto…………………………. 30
b. Cara Penghitungan Produk Domestik Bruto………………... 32
c. Indikator Ekonomi Lain…………………………………….. 34
4. Investasi Asing………………………………………………... 36
a. Pengertian Investasi Asing………………………………….. 36
b. Peranan Penanaman Modal Asing………………………….. 37
c. Pola Investasi……………………………………………….. 39
5. Utang Luar Negeri……………………………………………. 40
a. Pengertian Utang Luar Negeri………………………………. 40
b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri…………………………….. 41
B. Penelitian Terdahulu..…………………………………………... 44
1. Penelitian oleh Hari Murti…………………………………….. 44
2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem…………... 45
3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel F, dan Gernot J.M...46
C. Kerangka Pemikiran……………………………………………... 47
D. Hipotesis…………………………………………………………. 50
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian……………………………………….. 51
B. Jenis dan Sumber Data…………………………………………... 51
C. Definisi Variabel Operasional…………………………………… 52
1. Variabel Dependen…………………………………………... 52
a. Neraca Transaksi Berjalan………………………………... 52
2. Variabel Independen………………………………………… 52
a. Nilai tukar riil (REER)...………………………………… 52
b. Produk Domestik Bruto…………………………………. 53
c. Investasi Asing…………………………………………... 53
d. Utang Luar Negeri………………………………………. 53
D. Metode Pengumpulan Data……………………………………… 54
E. Metode Analisis Data……………………………………………. 54
1. Uji Statistik………………………………………………….. 55
a. Uji t (uji secara individu)………………………………... 55
b. Uji F (uji bersama - sama)………………………………..57
c. Uji R² (uji koefisien determinasi)……………………….. 59
2. Uji Asumsi Klasik…………………………………………… 59
a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 59
b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 60
c. Uji Autokorelasi…………………………………………. 61
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum………………………………………………... 63
1. Neraca Pembayaran Indonesia………………………………....63
B. Perkembangan Variabel…………………………………………. 65
1. Perkembangan Neraca Transksi Berjalan Indonesia………… 65
2. Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia………… 68
3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia………… 71
4. Perkembangan Investasi Asing (PMA) Indonesia…………. 74
5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia…………….. 77
C. Analisis Data dan Pembahasan………………………………….. 80
1. Analisis Regresi Linear Berganda…………………………… 80
2. Uji Statistik………………………………………………….. 81
a. Uji t……………………………………………………… 81
b. Uji F……………………………………………………... 83
c. Nilai R²…………………………………………………... 84
3. Analisis Ekonometrika………………………………………. 84
a. Uji Multikolinieritas…………………………………….. 84
b. Uji Heteroskedastisitas………………………………….. 85
c. Uji autokorelasi………………………………………….. 86
4. Interpretasi Ekonomi………………………………………… 87
a. Pengaruh REER Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…..87
b. Pengaruh PDB Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…… 88
c. Pengaruh PMA Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…... 89
d. Pengaruh ULN Terhadap Neraca Transaksi Berjalan…… 90
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………………. 91
B. Saran……………………………………………………………... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1984/85 – 1996/97................................................. 3
4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………… 66 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….69 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….72 4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…………………………………….75 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4………………………………….....78 4.6 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda…………………………….80
4.7 Hasil Uji t…………………………………………………………....82
4.8 Hasil Uji F ……………………………………………………....83
4.9 Hasil Uji Multikolinieritas…………………………………….......... 85
4.10 Hasil Uji Heteroskedastisitas………………………………….......... 85
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran……………………………………….. 50
3.1 Daerah Kritis Uji t…………………………………………………. 56
3.2 Daerah Kritis Uji F………………………………………………… 58
3.3 Daerah Ho diterima dan ditolak
uji Autokorelasi (Durbin-Watson)..................................................... 61
4.1 Daerah terima dan tolak Uji t………………………………………. 81
4.2 Daerah terima dan tolak Uji F……………………………………… 83
4.3 Daerah Ho diterima dan ditolak
Uji Autokorelasi (Durbin-Watson).................................................... 86
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK Halaman
4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1-2007:4….67
4.2 Perkembangan Nilai Tukar Riil (REER) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……70
4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1988:1-2007:4…. ...73
4.4 Perkembangan Investasi asing (PMA) Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……...76
4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Tahun 1988:1-2007:4……….....79
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN
1. Data-data Penelitian
2. Hasil Regresi Linear Berganda
3. Hasil Uji Multikolinearitas
4. Hasil Uji Heteroskedastisitas
ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA
TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4
ABSTRAK
Susana Fajarwati NIM. F1106049
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Sehubungan dengan masalah tersebut diajukan hipotesis yaitu, diduga variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan.
Sejalan dengan masalah tersebut dan hipotesis penelitian maka penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa data neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil , produk domestik bruto, investasi asing, dan data utang luar negeri Indonesia. Data- data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) beberapa terbitan dari Bank Indonesia (BI), International Monetary Fund (IMF), dan dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel nilai tukar riil, produk domestik bruto, dan utang luar negeri berpengaruh positif terhadap neraca transaksi berjalan. Sementara variabel investasi asing berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi berjalan. Hasil keempat variabel ini tidak sesuai dengan teori.
Berdasarkan temuan – temuan tersebut maka diajukan saran –saran, bagi Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mampu menjaga kestabilan nilai kurs. Sementara bagi pemerintah, hendaknya mampu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik serta mampu menciptakan iklim yang kondusif untuk meningkatkan kepercayaan para investor asing.
Kata Kunci: Neraca Transaksi Berjalan, Nilai Tukar Riil, Produk Domestik Bruto, Investasi Asing, Utang Luar Negeri, Indonesia, dan Ordinary Least Square (OLS).
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemakmuran merupakan harapan yang pasti dimiliki setiap negara.
Indikator negara yang makmur adalah perekonomian yang maju pesat dan
terpenuhinya kebutuhan dalam negeri. Berbagai upaya ditempuh setiap negara
untuk meningkatkan perekonomiannya. Selain dengan meningkatkan
pemasukan dari pajak, suatu negara juga melakukan perdagangan dengan
negara lain. Perdagangan internasional ini terjadi antara dua negara atau lebih
dengan landasan saling menguntungkan satu sama lain. Dimana salah satu
pihak mendapatkan keuntungan berupa uang atau pendapatan, sementara pihak
lain menerima barang atau jasa yang dibutuhkan dalam negerinya.
Kegiatan jual-beli atau transaksi ekonomi tersebut dicatat dalam suatu
neraca pembayaran internasional (NPI). Neraca pembayaran internasional
merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai transaksi ekonomi yang
dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara dengan penduduk negara lain
(non residen) dalam jangka waktu tertentu (Sugiyono, 2003:3). Salah satu
tujuan penyusunan ini dimaksudkan untuk mengetahui perubahan posisi
cadangan devisa suatu negara. Bertambah atau berkurangnya posisi cadangan
devisa terkait dengan surplus atau defisitnya neraca pembayaran. Apabila
terjadi surplus neraca pembayaran, maka posisi cadangan devisa akan
bertambah sebesar surplus tersebut. Demikian sebaliknya, bila terjadi defisit
neraca pembayaran (Sugiyono, 2003 : 7).
Neraca pembayaran dikelompokkan kedalam 2 (dua) kelompok besar,
yaitu : transaksi berjalan (current account) dan transaksi modal (capital
account). Neraca transaksi berjalan merupakan transaksi yang terkait dengan
perdagangan, seperti ekspor-impor barang dan jasa, transaksi yang terkait
dengan penghasilan, seperti pembayaran bunga dan pembagian deviden, serta
transaksi yang terkait dengan transfer seperti hibah. Sementara transaksi modal
merupakan transaksi yang terkait dengan barang modal dan investasi seperti
penanaman modal langsung dan investasi portofolio (Sugiyono, 2003:2-3).
Apabila impor suatu negara melebihi ekspornya, maka negara tersebut
mengalami defisit transaksi berjalan (current account defisit). Sebaliknya, bila
ekspor suatu negara lebih besar dibanding impornya, maka negara tersebut
mengalami surplus transaksi berjalan (current account surplus).
Perekonomian Indonesia 1995/1996 ditandai dengan defisit transaksi
berjalan dalam jumlah besar, yaitu – US$ 7,943 miliar yang merupakan defisit
terbesar yang pernah terjadi. Defisit yang cukup besar sebelumnya adalah –
US$ 4,352 miliar pada 1991/1992, dan –US$ 4,051 miliar pada 1986/1987
yang ketika itu sampai memaksa pemerintah melakukan devaluasi 12
September 1986. Perkembangan neraca transaksi berjalan dapat dilihat pada
tabel 1.1 berikut (Prasetiantono, 1996:106).
Tabel 1.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Tahun 1984/85 – 1996/97 (US$ Juta)
TAHUN EKSPOR IMPOR JASA - TRANSAKSI
JASA BERJALAN
1984/85 + 19.901 - 14.427 - 7.442 - 1.968 1985/86 + 18.612 - 12.552 - 7.892 - 1.832 1986/87 + 13.697 - 11.451 - 6.297 - 4.051 1987/88 + 18.434 - 12.952 - 7.098 - 1.707 1988/89 + 19.824 - 14.311 - 7.372 - 1.859 1989/90 + 23.830 - 17.374 - 8.055 - 1.599 1990/91 + 28.143 - 23.028 - 8.856 - 3.741 1991/92 + 29.714 - 24.803 - 9.263 - 4.352 1992/93 + 35.303 - 27.317 - 10.547 - 2.561 1993/94 + 36.504 - 29.127 - 10.317 - 2.940 1994/95 + 42.161 - 34.122 - 11.527 - 3.488 1995/96 + 46.904 - 41.846 - 13.001 - 7.943 1996/97 + 53.264 - 45.471 - 14.667 - 6.874
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1996/1997
Dari tabel diatas terlihat, bahwa neraca transaksi berjalan mengalami
defisit. Meskipun neraca perdagangan mengalami surplus karena nilai ekspor
lebih besar dibanding nilai impor. Tetapi secara keseluruhan setelah dikurangi
dengan jasa-jasa neraca transaksi berjalan mengalami defisit. Gejala krisis
keuangan ditahun 1997, mulai tampak dengan diawalinya defisit transaksi
berjalan yang cukup besar di tahun 1995/1996, yaitu sebesar 7,943 miliar US$.
Krisis nilai tukar yang berlangsung sejak Juli 1997 selain mengakibatkan aliran
modal keluar dalam jumlah besar juga menyebabkan turunnya aliran modal
dalam rangka kegiatan investasi serta menyulut timbulnya krisis utang luar
negeri swasta (Hakim, 1997:40).
Menurut Krugman dan Obstfeld, ada dua faktor utama yang mempengaruhi
saldo transakai berjalan, yaitu kurs riil mata uang domestik terhadap mata uang
asing dan pendapatan bersih domestik. Namun masih ada faktor lain yang juga
mempengaruhi saldo transaksi berjalan, seperti Investasi asing, pengeluaran
pemerintah, utang luar negeri dan lain sebagainya.
Kurs riil merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang dijadikan
dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi berjalan,
karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik
relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika terjadi kenaikan pada kurs riil,
maka dapat memperbaiki posisi transaksi berjalan. Dikarenakan kurs riil yang
meningkat dapat menyebabkan produk luar negeri lebih mahal daripada produk
domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga
ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita, yang pada
akhirnya akan memperbaiki saldo transaksi berjalan.
Seperti yang telah disebutkan diatas, pendapatan bersih juga merupakan
faktor utama yang mempengaruhi saldo transaksi berjalan. Pendapatan bersih
merupakan hasil pengurangan antara pendapatan dengan pajak. Jika terjadi
kenaikan pendapatan bersih domestik, akan mendorong konsumen domestik
untuk meningkatkan perbelanjaan mereka atas semua barang, termasuk barang
impor dari luar negeri, maka kenaikan pendapatan bersih dapat memperburuk
kondisi neraca transaksi berjalan. Statistik neraca pembayaran diperlukan
dalam perhitungan pendapatan nasional, mengingat salah satu variabel
pendapatan nasional adalah nilai ekspor – impor barang dan jasa yang tercatat
dalam neraca pembayaran. Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah
produk domestik bruto sebagai proxy atau wakil dari variabel pendapatan
nasional. Perolehan pendapatan nasional dapat dilihat dari Produk Domestik
Bruto (PDB). Pada dasarnya PDB merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
Pemerintah selalu berupaya dalam menanggulangi masalah
ketidakseimbangan pada neraca pembayaran, misalnya defisit pada neraca
transaksi berjalan. Seringkali terjadinya defisit ini disebabkan oleh nilai atau
jumlah ekspor lebih kecil dibandingkan jumlah impornya. Besarnya impor
menyebabkan pengeluaran untuk pembayaran barang-barang impor tersebut
meningkat. Sehingga, jika tidak diimbangi dengan pemasukan dari ekspor akan
terjadi defisit transaksi berjalan. Secara teoritis, defisit transaksi berjalan dapat
ditutup dengan meningkatkan aliran modal masuk (capital inflow). Artinya
ketika transaksi berjalan mengalami defisit, maka aliran modal masuk dari luar
negeri akan dibuka lebar untuk mengimbanginya. Aliran modal ini pada
dasarnya masuk melalui 4 (empat) pos, yaitu investasi asing (FDI), deposit
asing pada bank-bank komersial nasional (Foreign Deposit), utang luar negeri
(offshore loan) baik swasta maupun pemerintah, dan investasi portofolio
(portfolio investment). Dari keempat pos tersebut, investasi asing adalah yang
paling aman. Dana yang didapat biasanya digunakan untuk mengadakan alat-
alat atau fasilitas produksi, seperti membeli lahan, membeli mesin, bahan baru
dan sebagainya (Erani dalam Andrik Agusta, 2008:7).
Selain investasi asing, banyak negara berkembang yang menggunakan
utang luar negeri sebagai alat untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.
Upaya ini seringkali mengandung resiko, apabila tidak terdapat pengelolaan
yang baik. Masalah akan bertambah parah bila negara kesulitan untuk
membayar bunga dan cicilan utang. Terlihat sejak krisis ekonomi yang diawali
dengan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada
pertengahan tahun 1997 lalu nyaris memuat Indonesia bangkrut secara
finansial, karena jumlah utang luar negerinya, terutama dari sektor swasta yang
sangat besar, ditambah lagi dengan ketidakmampuan sebagian besar dari
perusahaan-perusahaan dalam negeri untuk membayar kembali utang luar
negeri mereka.
Seperti yang telah disebutkan diatas, neraca pembayaran khususnya neraca
transaksi berjalan merupakan catatan atau pembukuan yang dijadikan salah
satu tolok ukur perekonomian yang sehat suatu negara. Untuk mencegah
terjadinya defisit pada saldo transaksi berjalan, maka harus diketahui
penyebabnya. Namun jika sudah terlanjur terjadi defisit pada transaksi
berjalan, diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mampu memilih
secara jeli kebijakan yang baik dalam mengatasi masalah tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas, melatar belakangi penyusun untuk
melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS PENGARUH NILAI
TUKAR RIIL, PRODUK DOMESTIK BRUTO, INVESTASI ASING,
DAN UTANG LUAR NEGERI TERHADAP NERACA TRANSAKSI
BERJALAN DI INDONESIA TAHUN 1988:1 – 2007:4 “.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan?
b. Bagaimana pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi
berjalan?
c. Bagaimana pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan?
d. Bagaimana pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui pengaruh nilai tukar riil terhadap neraca transaksi berjalan.
b. Mengetahui pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi
berjalan.
c. Mengetahui pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan.
d. Mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini diantaranya
sebagai berikut:
a. Bagi pihak yang berwenang dapat dijadikan bahan penetapan kebijakan
dalam mengantisipasi defisit pada neraca transaksi berjalan yang terjadi di
Indonesia.
b. Bagi peneliti berguna sebagai bahan latihan dan menambah pengetahuan
ilmiah sekaligus sebagai aplikasi dari mata kuliah yang dipelajari.
c. Dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti – peneliti
lain yang berminat melakukan penelitian dalam bidang permasalahan
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Neraca Pembayaran
a. Pengertian Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu catatan yang sistematis mengenai
transaksi ekonomi yang dilakukan oleh penduduk (residen) suatu negara
dengan penduduk negara lainnya (non residen) dalam jangka waktu
tertentu (Sugiyono, 2002:3).
Menurut Tambunan, neraca pembayaran atau Balance of Payment
(BOP) adalah catatan sistematis dari semua transaksi ekonomi
internasional (perdagangan, investasi, pinjaman, dan sebagainya) yang
terjadi antara penduduk dalam negeri suatu negara dengan penduduk luar
negeri selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), yang biasanya
dinyatakan dalam dolar Amerika Serikat. Oleh karena itu, BOP sangat
berguna karena menunjukkan struktur dan komposisi transaksi ekonomi
dan posisi keuangan internasional suatu negara. Lembaga-lembaga
keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-negara donor
juga menggunakan BOP sebagai salah satu indikator dalam
mempertimbangkan pemberian bantuan keuangan kepada suatu negara.
Selain itu, BOP juga merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi
suatu negara disamping variabel-variabel ekonomi makro lainnya seperti
laju pertumbuhan PDB, tingkat pendapatan per kapita, tingkat inflasi,
tingkat suku bunga, dan nilai tukar mata uang domestik.
Sementara, menurut Sukirno neraca pembayaran adalah neraca
pembukuan yang menunjukkan nilai berbagai jenis transaksi (mutasi)
keuangan yang dilakukan diantara satu negara dengan negara-negara lain
dalam satu tahun tertentu.
b. Mekanisme Pencatatan Neraca Pembayaran
Pencatatan transaksi dalam NP menggunakan prinsip double entry
system, artinya setiap transaksi dicatat pada dua sisi, yaitu pada sisi debet
dan sisi kredit dengan nilai yang sama. Neraca pembayaran pada umumnya
disajikan dalam bentuk vertikal, yaitu dari atas ke bawah sehingga tidak
tampak sisi debet atau kredit, maka berdasarkan konvensi, pencatatan pada
sisi kredit diberi tanda plus (+) sedangkan pencatatan pada sisi debet diberi
tanda minus (-).
Sebagaimana
halnya dengan neraca
perusahaan, dalam
neraca pembayaran setiap transaksi yang mengakibatkan pengurangan
asset atau pertambahan kewajiban dicatat pada sisi kredit sedangkan
transaksi yang mengakibatkan pertambahan aset atau pengurangan
kewajiban dicatat pada sisi debet. Secara ringkas, pencatatan transaksi
dalam neraca pembayaran dapat dilihat dalam diagram di bawah ini.
Berdasarkan prinsip – prinsip pencatatan tersebut di atas, transaksi –
transaksi yang dicatat pada sisi debet dan kredit antara lain ialah sebagai
berikut:
a. Sisi Debet
1. Impor Barang
2. Jasa-jasa yang diterima penduduk dari bukan penduduk (impor
jasa)
3. Pemberian hadiah kepada bukan penduduk (transfer)
4. Penjualan kekayaan (assets) yang di miliki oleh bukan penduduk
5. Pembelian surat- surat berharga (securities) milik bukan penduduk
6. Penanaman modal langsung oleh penduduk di luar negeri (direct
investment abroad)
Kredit Debit
Kewajiban
Aset
7. Pinjaman yang diberikan kepada bukan penduduk
8. Pembayaran utang (debt repayments) kepada bukan penduduk
9. Pembelian emas milik bukan penduduk
Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut
di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi kredit. Sebagai contoh,
apabila impor dibiayai dengan utang maka pencatatan debet (impor)
dibarengi dengan pencatatan kredit (kewajiban).
b. Sisi Kredit
1. Ekspor barang
2. Jasa-jasa yang diberikan penduduk kepada bukan penduduk
(ekspor jasa)
3. Penerimaan hadiah dari bukan penduduk (transfer)
4. Pembelian kekayaan (assets) milik penduduk oleh bukan penduduk
5. Penjualan surat-surat berharga (securities) milik penduduk kepada
bukan penduduk
6. Penanaman modal langsung (direct investment) oleh bukan
penduduk
7. Pinjaman yang diterima dari bukan penduduk
8. Pembayaran utang (debt repayments) oleh bukan penduduk
9. Penjualan emas milik penduduk kepada bukan penduduk
Sesuai dengan sistem yang dianut, pencatatan transaksi – transaksi tersebut
di atas harus dibarengi dengan pencatatan di sisi debet. Sebagai contoh,
apabila ekspor dibayar tunai maka pencatatan kredit (ekspor) dibarengi
dengan pencatatan debet (pertambahan aset).
c. Struktur Neraca Pembayaran
Dilihat dari strukturnya, neraca pembayaran dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi berjalan dan transaksi modal.
Struktur neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Sugiyono, 2002:17-20):
1. Transaksi berjalan (current account)
a. Perdagangan barang (trade)
1) Ekspor (exports)
2) Impor (imports)
b. Jasa-jasa (services)
c. Penghasilan (income)
d. Transfer (transfers)
2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account)
a. Transaksi modal (capital account)
b. Transaksi keuangan di luar cadangan devisa (financial account)
1) Penanaman modal langsung (foreign direct investment)
2) Investasi surat berharga (portofolio investment)
3) Investasi lainnya
3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves)
4. Selisih perhitungan (errors and omissions)
Penjelasan mengenai masing – masing komponen dalam neraca
pembayaran adalah sebagai berikut :
1. Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan meliputi perdagangan barang dan jasa, penghasilan
(income), dan current transfer. Secara keseluruhan, transaksi berjalan
menggambarkan nilai bersih antara sisi kredit dan sisi debet dari seluruh
transaksi yang tercatat dalam setiap komponen transaksi berjalan.
Secara analitis, dalam kelompok transaksi berjalan tersebut terdapat
dua neraca lainnya, yaitu neraca perdagangan, yang merupakan hasil bersih
dari perdagangan barang atau ekspor dan impor barang, dan neraca jasa
yang merupakan hasil bersih antara ekspor jasa dan impor jasa. Khusus
menenai neraca perdagangan, perhitungan baik ekspor maupun impor
harus dalam nilai free on board (f.o.b), bukan dalam nilai keseluruhan,
termasuk cost, insurance, dan freight (c.i.f), mengingat ongkos dan jasa
pengiriman merupakan kelompok transaksi jasa sehingga harus
dikelompokkan dalam jasa-jasa. Beberapa transaksi yang termasuk dalam
kelompok jasa antara lain ialah jasa transportasi, pariwisata, dan
komunikasi. Sementara itu, hasil penggunaan faktor produksi, modal dan
tenaga kerja dicatat dalam kelompok penghasilan (income), misalnya
dividen dan bunga. Selanjutnya transaksi dalam kelompok transfer meliputi
transaksi yang tidak menimbulkan kewajiban untuk melakukan
pembayaran (unrequited transfer), seperti hibah yang diterima pemerintah
maupun swasta.
2. Transaksi Modal dan keuangan (capital and financial account)
Transaksi modal dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu capital
transfer dan pembelian / penjualan non-financial asset, seperti paten, dan
copyrights. Capital transfer selain mencakup pemberian barang modal
(fixed assets), juga transfer uang dalam rangka pembelian barang modal.
Sementara itu, transaksi keuangan yang meliputi transaksi yang
menyebabkan bertambah atau berkurangnya asset dan atau kewajiban luar
negeri di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu transaksi keuangan di luar
cadangan devisa (reserve assets) dan transaksi yang mengakibatkan
perubahan cadangan devisa. Kelompok transaksi keuangan di luar reserve
mencakup transaksi yang terkait dengan lalu lintas keuangan baik jangka
pendek, menengah, maupun panjang yang dilakukan baik oleh pemerintah,
perusahaan pemerintah, maupun swasta, termasuk penanaman modal asing.
Perlu dikemukakan bahwa pembayaran bunga pinjaman tidak
diperhitungkan dalam lalu lintas modal melainkan dalam jasa-jasa
mengingat transaksi tersebut merupakan transaksi jasa.
3. Perubahan cadangan devisa (changes in reserves)
Sementara itu, transaksi keuangan yang menyangkut cadangan devisa
atau reserve assets merupakan pos yang menampung surplus atau defisit
neraca pembayaran. Pos ini menunjukkan besarnya perubahan jumlah
cadangan devisa yang dikuasai oleh otoritas moneter1 sehubungan dengan
transaksi internasional yang terjadi pada periode waktu tertentu, biasanya
satu tahun.
Adapun komponen cadangan devisa yang dicatat dalam neraca
pembayaran meliputi:
- Emas moneter (monetary gold), yaitu emas yang dikelola otoritas
moneter baik yang disimpan di dalam negeri maupun di luar negeri;
- Reserves Position in the Fund (RPF), merupakan rekening yang
dimiliki anggota IMF yang bersifat likuid (Liquid claim) terhadap IMF.
Jumlah RPF yang dimiliki masing-masing anggotanya tergantung pada
besarnya setoran kuota dalam valuta asing.2 RPF dapat diperhitungkan
sebagai komponen cadangan devisa mengingat sewaktu-waktu dapat
ditarik dalam bentuk fasilitas yang dapat diberikan oleh IMF;
- Special Drawing Rights (SDR), merupakan rekening giro yang dimiliki
negara anggota IMF dalam satuan hitung SDR yang diciptakan oleh
IMF untuk digunakan dalam setiap kali melakukan transaksi keuangan
dengan IMF. Pembentukan rekening tersebut dimaksudkan untuk
menunjang stabilitas moneter internasional dengan cara melakukan
alokasi pada saat kondisi likuiditas internasional mengalami
ketidakseimbangan. Dengan demikian, SDR memungkinkan bertambah
besarnya cadangan devisa masing-masing negara, sekaligus menambah
1 Dalam hal Indonesia, hanya mencakup cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia. 2 Setoran kuota dalam valuta asing ditetapkan minimal 25 % dari kuota negara anggota dan sisanya dalam bentuk mata uang domestik
likuiditas internasional. Besarnya rekening SDR masing-masing negara
anggota dapat berubah pada saat memperoleh alokasi atau tambahan
alokasi SDR dan pada saat melakukan pembelian atau melakukan
transaksi keuangan dengan IMF;
- Valuta asing (Foreign exchange), tagihan kepada bukan penduduk
dalam bentuk mata uang asing, saldo rekening giro, dan saldo
simpanan berjangka dalam valuta asing serta kertas berharga dalam
valuta asing.
4. Selisih perhitungan (errors and omissions)
Selisih perhitungan merupakan komponen penyeimbang neraca untuk
menampung selisih atau perbedaan antara pencatatan di sisi kredit dan di
sisi debet. Selisih antara sisi kredit dan sisi debet tersebut dapat terjadi,
mengingat dalam praktik sumber data pencatatan transaksi neraca
pembayaran pada sisi debet berbeda dengan sisi kredit sehingga
memungkinkan terjadinya perbedaan masing-masing sisi. Selain itu, selisih
perhitungan juga dapat terjadi karena kesalahan pencatatan, selisih waktu
pencatatan (time-lag), selisih kurs, dan kesulitan dalam pengumpulan data.
d. Konsep Keseimbangan Neraca Pembayaran
Konsep keseimbangan neraca pembayaran bukan dilihat dari sisi
neraca itu sendiri melainkan dilihat dari komponen tertentu yang ada dalam
neraca pembayaran sehingga akan terlihat apakah neraca pembayaran
mengalami surplus atau defisit. Komponen yang menimbulkan terjadinya
surplus atau defisit meliputi transaksi yang termasuk dalam transaksi
berjalan (current account) dan transaksi yang termasuk dalam transaksi
modal dan keuangan (capital and financial account) di luar cadangan
devisa (reserves assets), dan disebut dengan “ autonomous transaction”.
Sementara itu, komponen yang menampung surplus atau membiayai defisit
meliputi transaksi yang mengakibatkan perubahan cadangan devisa dan
disebut “ accommodating transaction”. Surplus pada autonomous
transaction terjadi apabila sisi kredit dari transaksi-transaksi yang dicatat
lebih besar daripada sisi debetnya; demikian pula sebaliknya apabila terjadi
defisit. Dalam literatur ekonomi dan keuangan internasional, autonomous
transaction digolongkan dalam transaksi-transaksi yang disebut transaksi-
transasksi “above the line” (diatas garis pemisah), sedangkan
accommodating transaction merupakan transaksi-transaksi “below the
line” (di bawah garis pemisah).
Secara umum, dikenal empat konsep keseimbangan neraca
pembayaran, yaitu:
a. Konsep Keseimbangan Perdagangan (Trade Balance)
Dalam konsep ini, transaksi yang termasuk dalam autonomous
transaction atau transaksi yang mengakibatkan surplus atau defisit
hanya transaksi ekspor dan impor barang sehingga keseimbangan
neraca pembayaran diukur dari besarnya surplus defisit kedua transaksi
tersebut. Apabila ekspor lebih besar daripada impor maka neraca
pembayaran negara bersangkutan mengalami surplus; demikian pula
sebaliknya.
b. Konsep Keseimbangan Transaksi Berjalan (Current Account Balance)
Untuk menentukan surplus atau defisit pada autonomous transaction
selain diperhitungkan ekspor dan impor, juga diperhitungkan jasa-jasa,
termasuk penghasilan (income) dan transfer. Surplus terjadi apabila
ekspor barang, jasa, penghasilan, dan transfer lebih besar daripada
impor barang, jasa, penghasilan, dan transfer; demikian pula
sebaliknya.
c. Konsep basic balance
Dalam konsep ini, yang termasuk dalam autonomous transaction selain
pos-pos dalam transaksi berjalan, juga komponen-komponen dalam
transaksi modal dan keuangan jangka panjang.
d. Konsep Overall Balance
Yang termasuk autonomous transaction dalam konsep ini adalah
komponen-komponen dalam transaksi berjalan, komponen-komponen
transaksi modal dan keuangan baik jangka panjang maupun jangka
pendek.
2. Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)
a. Sistem Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang atau yang sering disebut dengan kurs adalah
harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik atau dapat juga
dikatakan harga mata uang domestik terhadap mata uang asing
(Simorangkir dan Suseno, 2004: 4). Menurut Sukirno, nilai tukar mata
uang (kurs) adalah nilai yang menunjukkan jumlah mata uang dalam negeri
yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing. Kurs valuta
asing adalah nilai pertukaran dari mata uang suatu negara terhadap negara
lainnya (Beam, 2003: 390).
Pada setiap negara terdapat suatu sistem kurs valuta asing yang
ditentukan oleh kebijakan yang dianut oleh pemerintah masing-masing
negara tersebut. Sistem kurs yang dipakai suatu negara, yaitu:
1.) Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap) yaitu nilai mata uang
suatu negara ditetapkan oleh pemerintah atau Bank Sentral.
a.) Pegged to a currency, nilai tukar ditetapkan terhadap mata uang
tertentu.
b.) Pegged to a basket of currency, nilai tukar ditetapkan sekelompok
mata uang terkuat.
c.) Currency board, nilai tukar ditetapkan oleh dewan mata uang.
2.) Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang).
a.) Managed floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang
terkendali), yaitu Pemerintah atau Bank Sentral akan menjaga
supaya nilai tukar berada diantara batas atas dan batas bawah.
b.) Free floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang
bebas), yaitu nilai tukar suatu negara diserahkan pada mekanisme
pasar (tidak ada intervensi dari pemerintah ataupun Bank Sentral).
b. Teori Nilai Tukar atau Kurs
Ada 4 pendekatan yang dikenal dalam proses pembentukan kurs
(Salvatore, 2000: 42-48):
1.) Pendekatan Perdagangan atau Pendekatan Elastisitas Terhadap
Pembentukan Kurs
Model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antara dua mata uang
dari dua negara ditentukan oleh besar – kecilnya perdagangan barang dan
jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Menurut pendekatan
ini kurs ekuilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor
dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar
ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami
defisit perdagangan), maka kurs mata uangnya akan mengalami
peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan
nilai tukar), dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs
mengambang yang berlaku pada saat ini.
Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata
uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya
menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan
berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk
domestik. Akibatnya, lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami
kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya
nilai perdagangan internasionalnya benar – benar seimbang (impor sama
dengan ekspor).
Pendekatan elastisitas tersebut menekankan pentingnya peran
perdagangan atau arus pertukaran barang dan jasa dalam pembentukan
kurs. Sedangkan arus permodalan internasional juga memainkan peran
yang penting, namun bersifat pasif, yakni hanya untuk menutup atau
mengimbangi setiap bentuk ketidakseimbangan perdagangan temporer.
2.) Teori Paritas Daya Beli untuk Menjelaskan Proses Pembentukan Kurs
Pendekatan kurs ini lebih relevan diaplikasikan guna mengamati
pergerakan kurs dalam jangka panjang ketimbang dalam jangka pendek.
Teori ini mempostulasikan atau merumuskan gejala bahwa kurs antara dua
mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat dari harga umum dari
kedua negara yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika harga satu karung
gandum di Amerika Serikat adalah $2, sedangkan harga gandum di Inggris
adalah £1 per karung, maka kurs yang berlaku antara dolar dan
poundsterling adalah R=$2 / £1 = 2. Jadi, berdasarkan hukum satu harga
(law of one price), komoditi yang sama seharusnya memiliki harga yang
sama pula (dalam kondisi itulah daya beli dari kedua mata uang tadi berada
dalam kondisi paritas atau persamaan).
3.) Pendekatan Moneter Terhadap Pembentukan Kurs dan Lonjakan Kurs
Pendekatan moneter (Monetary Approach) memberikan penjelasan
yang sangat kontras. Pendekatan ini mempostulasikan atau menyatakan
bahwa kurs tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stok
atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing
negara.
Penawaran uang di suatu negara diasumsikan dapat ditetapkan atau
diciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang
bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh
tingkat pendapatan riil negara tersebut, atau tingkat harga harga-harga
umum yang berlaku serta suku bunga. Semakin tinggi pendapatan riil dan
harga-harga yang berlaku di negara tersebut, maka akan semakin besar
pula permintaan uang di negara tersebut karena setiap individu dan
perusahan memerlukan lebih banyak uang untuk membiayai transaksi
hariannya. Di lain pihak, semakin tinggi suku bunga yang ada, maka akan
semakin besar biaya oportunities penyimpanan uang (tunai atau simpanan
yang tidak menghasilkan bunga) sehingga setiap orang akan memilih asset
atau sekuritas yang menghasilkan bunga seperti obligasi atau deposito
perbankan. Itu berarti, tingkat permintaan uang memiliki hubungan terbalik
dengan besaran atau tingkat bunga.
4.) Pendekatan Keseimbangan Portofolio Terhadap Pembentukan Kurs
Pendekatan keseimbangan portofolio (portfolio-balance approach)
berbeda dari pendekatan moneter dalam hal diasumsikannya obligasi-
obligasi domestik dan luar negeri sebagai substitusi yang tidak sempurna.
Perbedaan lainnya dari keseimbangan portofolio ini adalah penekanannya
bahwa kurs sesungguhnya terbentuk dalam proses penyamaan dan
penyeimbangan stok atau total permintaan dan total penawaran aset-aset
finansial dalam setiap negara. Pendekatan ini juga memperhitungkan arti
penting perdagangan (sektor riil) secara eksplisit ke dalam analisisnya.
Dengan demikian, pendekatan keseimbangan portofolio dapat dianggap
sebagai salah satu versi pendekatan moneter yang lebih realistis dan
memuaskan.
Pendekatan keseimbangan portofolio itu merumuskan kesimpulan yang
menyatakan kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong
terjadinya kemerosotan suku bunga di negara yang bersangkutan, sehingga
akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi
mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian secara besar-
besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan
depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya, depresiasi itu merangsang
peningkatan ekspor negara domestik dan sekaligus menyurutkan impornya.
Pada gilirannya hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi negara
domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya.
c. Perubahan – Perubahan Kurs Valuta Asing
Apabila kurs valuta asing sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme
pasar maka kurs tersebut akan selalu mengalami perubahan dari waktu ke
waktu. Perubahan yang terus menerus tersebut akan berlaku disebabkan
oleh perubahan yang selalu terjadi keatas permintaan atau penawaran
valuta asing.
Oleh karena sifatnya yang selalu mengalami perubahan tersebut, kurs
pertukaran yang ditentukan oleh mekanisme pasar dinamakan kurs
pertukaran yang berubah bebas atau kurs pertukaran mengambang.
Beberapa faktor yang mempunyai pengaruh besar ke- atas perubahan
dalam kurs pertukaran adalah (Sukirno, 2002:361-365):
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat.
Perubahan ini akan mempengaruhi permintaan. Apabila penduduk
suatu negara semakin lebih menyukai barang-barang dari satu negara
lain, maka permintaan ke atas mata uang negara lain tersebut
bertambah. Maka perubahan seperti itu mempunyai kecenderungan
untuk menaikkan nilai mata uang negara lain tersebut.
2. Perubahan harga dari barang-barang ekspor.
Apabila harga barang-barang ekspor mengalami perubahan maka
perubahan ini akan mempengaruhi permintaan ke atas barang ekspor
itu. Perubahan ini selanjutnya akan mempengaruhi kurs valuta asing.
Kenaikan harga barang-barang ekspor akan mengurangi permintaan ke
atas barang tersebut di luar negeri. Maka kenaikan tersebut akan
mengurangi penawaran mata uang asing. Kekurangan penawaran ini
akan menjatuhkan nilai uang dari negara yang mengalami kenaikan
dalam harga-harga barang ekspornya. Apabila harga barang-barang
ekspor mengalami penurunan, maka akibat yang timbul adalah yang
sebaliknya.
3. Kenaikan harga-harga umum (Inflasi).
Berlakunya keadaan demikian di suatu negara dapat menurunkan
nilai mata uangnya. Di satu pihak kenaikkan harga-harga itu akan
menyebabkan penduduk negara itu semakin banyak mengimpor dari
negara lain. Oleh karenanya permintaan ke atas valuta asing
bertambah. Di lain pihak, ekspor negara itu bertambah mahal dan ini
akan mengurangi permintaannya dan selanjutnya akan menurunkan
penawaran valuta asing.
4. Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Disamping dipengaruhi oleh perubahan dalam permintaan dan
penawaran ke atas barang-barang yang diperdagangkan diantara
berbagai negara, kurs valuta asing dipengaruhi pula oleh aliran modal
jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat bunga dan tingkat
pengembalian investasi sangat mempengaruhi jumlah serta arah aliran
modal jangka panjang dan jangka pendek. Tingkat pendapatan
investasi yang lebih menarik akan mendorong pemasukan modal ke
negara tersebut. Penawaran valuta asing yang bertambah ini akan
meninggikan nilai mata uang negara yang menerima modal tersebut.
5. Perkembangan ekonomi
Bentuk dari pengaruh perkembangan ekonomi kepada kurs valuta
asing tergantung kepada corak dari perkembangan ekonomi itu.
Apabila ia terutama disebabkan oleh perkembangan sektor ekspor,
penawaran ke atas mata uang asing terus menerus bertambah. Dalam
keadaan seperti itu perkembangan ekonomi akan meninggikan nilai
mata uang. Tetapi apabila sumber perkembangan itu adalah dari
perluasan kegiatan ekonomi di luar sektor ekspor, perkembangan itu
berkecenderungan akan menurunkan nilai mata uang asing. Akibat
yang demikian akan timbul karena pendapatan yang bertambah akan
menaikkan impor. Kenaikkan impor ini akan menaikkan permintaan ke
atas valuta asing.
d. Kurs Riil
Kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal dan tingkat harga.
Untuk mendefinisikan kurs riil secara lebih terinci, maka perlu
memperjelas ukuran tingkat harga yang akan digunakan. Misalnya, P us
sebagai harga dolar dari sejumlah komoditi baku yang selalu
dikonsumsikan setiap minggunya oleh segenap rumah tangga dan
perusahaan Amerika. Begitu pula P G , yakni sebagai harga komoditi yang
setiap minggu selalu dibeli oleh segenap rumah tangga dan perusahaan
Jerman. Kemudian dapat didefinisikan secara formal kurs riil dolar/DM,
yang dilambangkan q DM/$ , sebagai harga dolar relatif dari komoditi Jerman
terhadap komoditi Amerika. Jadi bisa dikatakan kurs riil itu adalah nilai
dolar dari tingkat harga Jerman dibagi dengan tingkat harga Amerika; atau
secara simbolis:
q ( ) USGDM/$DM/$ P/xPE= ...................................................... (2.1)
Seumpama, komoditi acuan Jerman berharga DM100 (sehingga P G =
DM100 per komoditi acuan Jerman), sedangkan harga komoditi acuan
Amerika berharga $50 (jadi P us =$50 per komoditi acuan Amerika), dan
kurs nominalnya adalah E 50,0$DM/$ = per DM. Maka kurs riil dolar/ DM:
($0,50 per DM) x (DM100 per komoditi Jerman) =DM/$q
($50 per komoditi Amerika) = ($50 per komoditi Jerman) / ($50 per komoditi Amerika) = 1 komoditi Amerika per komoditi Jerman
Kenaikan kurs riil dolar/DM q DM/$ (yang disebut depresiasi riil dolar
terhadap DM akan mengakibatkan penurunan daya beli dolar di wilayah
Jerman dila dibandingkan dengan daya belinya di wilayah Amerika.
Perubahan daya beli ini terjadi karena harga dolar dari barang-barang
Jerman (E GDM$. xP ) mengalami kenaikan relatif terhadap harga dolar dari
barang-barang Amerika (P us ). Dolar dianggap mengalami depresiasi secara
riil terhadap DM bila q DM/$ meningkat karena daya beli hipotetis dari
produk-produk Amerika secara keseluruhan terhadap produk Jerman
menurun. Barang dan jasa Amerika menjadi lebih murah dibandingkan
dengan barang dan jasa Jerman. Adapun apresiasi riil dolar terhadap DM
merupakan penurunan dalam q DM/$ . Penurunan ini menunjukkan
merosotnya harga relatif dari produk-produk di Jerman, atau meningkatnya
daya beli dolar di Jerman (bila dibelanjakan di Jerman) dibandingkan
dengan daya belinya di Amerika.
e. Pengaruh perubahan kurs riil terhadap Transaksi berjalan
Sejumlah pembelanjaan domestik juga meliputi pembelian produk
impor meskipun tidak sebanyak pembelian atas barang dan jasa produksi
domestik. Sementara itu, produk luar negeri yang dikonsumsikan itu lebih
condong pada kondisi barang dan jasa dari negara asalnya. Untuk
mengetahui perubahan harga relatif output nasional tersebut mempengaruhi
transaksi berjalan, harus diketahui pengaruhnya terhadap ekspor. Jika
EP*/P meningkat, misalnya secara relatif produk luar negeri menjadi lebih
mahal daripada produk domestik; setiap unit output domestik kini hanya
dapat membeli lebih sedikit output luar negeri. Konsumen akan
menanggapi pergeseran harga ini dengan meningkatkan permintaan mereka
terhadap ekspor kita. Reaksi ini selanjutnya meningkatkan ekspor dan
cenderung memperbaiki transaksi berjalan domestik.
3. Produk Domestik Bruto
a. Pengertian Produk Domestik Bruto
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di
suatu negara dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik
Bruto (PDB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan.
Produk Domestik Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh
unit ekonomi. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan Produk Domestik Bruto
atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang bruto dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu
tahun tertentu sebagai dasar. Produk Domestik Bruto atas dasar harga
berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi,
sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
dari tahun ke tahun.
Data Produk Domestik Bruto (PDB) menurut penggunaan atas dasar
harga konstan memiliki tahun dasar yang berbeda, dimana tahun 1988 –
1997 menggunakan tahun dasar tahun 1988/1989, PDB tahun 1998 – 2002
menggunakan tahun dasar 1996, lalu PDB tahun 2003 – 2006 tahun
dasarnya tahun 2002, dan sisanya menggunakan tahun dasar tahun 2007.
Untuk menghitung PDB menurut harga konstan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
100xIHK
PDBPDB
x
HBxHKx = …………………………………… (2.2)
Dimana :
HKxPDB = PDB harga konstan tahun tertentu
HBxPDB = PDB harga berlaku tahun tertentu
xIHK = Indeks Harga Konsumen tahun tertentu
Oleh karena data PDB pada tahun 1988 – 2007 tidak tersedia data
kuartalan dan hanya tersedia data tahunan, maka data PDB pada tahun
tersebut diinterpolasikan ke dalam data kuartalan dengan formulasi sebagai
berikut (Insukindro dalam Nugroho, 2008):
( )úûù
êëé --= -1ttt1t YY
125.4
Y41
Y ………………………… ……... (2.3)
( )úûù
êëé --= -1ttt2t YY
125.1
Y41
Y ………………………………… (2.4)
( )úûù
êëé -+= -1ttt3t YY
125.1
Y41
Y ………………………………… (2.5)
( )úûù
êëé -+= -1ttt4t YY
125.4
Y41
Y …………………………………(2.6)
Dimana:
=4t,3t,2t,1t YYYY Data Kuartalan 1, 2, 3, 4
tY = Data tahun yang berlaku
1tY - = Data tahun sebelumnya
b. Cara penghitungan Produk Domestik Bruto
Untuk menghitung angka-angka Produk Domestik Bruto ada tiga
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :
1. Menurut Pendekatan Produksi
Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan
jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu
negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit – unit
pruduksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 9
lapangan usaha sektor yaitu:
a. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
b. Pertambangan dan Penggalian
c. Industri Pengolahan
d. Listrik, Gas dan Air bersih
e. Konstruksi
f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
g. Pengangkutan dan komunikasi
h. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
i. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah
Setiap sektor tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub sektor.
2. Menurut Pendekatan Pendapatan
Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di
suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas
jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, Produk
domestik bruto mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung
neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).
3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir
yang terdiri dari:
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba
b. Pengeluaran konsumsi pemerintah
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto
d. Perubahan inventori, dan
e. Ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor)
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasikan angka
yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang
dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah
pendapatan untuk faktor-faktor produksi. Produk Domestik Bruto yang
dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai Produk domestik Bruto atas
dasar harga pasar, karena didalamnya sudah dicakup pajak tak
langsung neto.
a. Indikator ekonomi lain
Dari data Produk domestik bruto dapat juga diturunkan beberapa
indikator ekonomi penting lainnya, seperti :
1) Produk Nasional Bruto
Yaitu Produk domestik bruto ditambah dengan pendapatan neto
dari luar negeri. Pendapatan neto itu sendiri merupakan pendapatan
atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk
Indonesia yang diterima dari luar negeri dikurangi dengan pendapatan
yang sama milik penduduk asing yang diperoleh di Indonesia.
2) Produk Nasional Neto atas dasar harga pasar
Yaitu produk domestik bruto dikurangi dengan seluruh penyusutan
atas barang – barang modal tetap yang digunakan dalam proses
produksi selama setahun.
3) Produk Nasional Neto atas dasar biaya faktor produksi
Yaitu produk nasional neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan
pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto merupakan pajak
tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi dengan subsidi
yang diberikan oleh penerintah. Baik pajak tidak langsung maupun
subsidi, kedua-duanya dikenakan terhadap barang dan jasa yang
diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga
jual sedangkan subsidi sebaliknya. Selanjutnya, produk nasional neto
atas dasar biaya faktor produksi disebut sebagai produk domestik bruto.
4. Investasi Asing
a. Pengertian Investasi Asing
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan
penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang – barang modal
dan perlengkapan – perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian (Sukirno, 2002: 107).
Investasi lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau
pembentukan modal. Dengan demikian, di dalam makroekonomi
pengertian investasi atau akumulasi modal adalah berbeda dengan modal.
Dalam penelitian ini investasi yang dimaksud ialah investasi swasta yaitu
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing
(PMA).
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menurut BKPM adalah
modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktif dari masyarakat
Indonesia yang dapat digunakan dalam pembangunan ekonomi yang
merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak hak,
benda-benda (bergerak atau tidak bergerak) yang dapat disisihkan untuk
menjalankan usaha (BKPM, 1985: 17).
Dari pengertian diatas, contoh dari kekayaan termaksud yaitu tanah,
bangunan, kayu di hutan, dan lain-lain. Kekayaan tersebut dapat dimiliki
oleh negara maupun swasta, yang dapat dibagi menjadi :
a. Dimiliki oleh pihak swasta nasional baik perorangan maupun badan
hukum, termasuk koperasi.
b. Dimiliki oleh pihak asing baik perorangan maupun badan hukum.
PMA atau investasi asing merupakan investasi yang dilakukan oleh
para pemilik modal asing di dalam negeri untuk mendapatkan suatu
keuntungn dari usaha yang dilakukan. Menurut Kuncoro (2000:215)
investasi merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional
disamping ekspor, tabungan domestik, dan bantuan luar negeri.
b. Peranan Penanaman Modal Asing
Menurut Kuncoro, penanaman modal asing ini memiliki peranan yang
cukup penting dalam pembangunan, diantaranya:
1. Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan sebagai
alat untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
2. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu dikuti dengan
perubahan struktur produksi dan perdagangan.
3. Modal asing dapat berperan penting dalam mobilitas dana.
Investasi mempunyai peran dalam ekonomi makro. Pertama, menjadi
komponen pengeluaran yang cukup besar dan tahan lama. Adanya
perubahan dalam investasi akan mengganti permintaan agregat yang
selanjutnya terdapat pula pada output dan kesempatan kerja. Kedua,
investasi dapat meningkatkan output potensial sehingga memicu
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Adanya investasi dipengaruhi oleh
(Samuelson, 1995 : 136) yaitu:
1. Hasil penjualan. Investasi akan dilakukan bila investor mampu
menjual lebih banyak. Jika output naik, maka investasi juga akan
naik, berlaku pula sebaliknya.
2. Biaya. Dalam berinvestasi, investor memerlukan pinjaman untuk
membeli barang – barang modal. Pinjman tersebut akan dikenai
bunga serta pajak. Tingkat bunga dan pajak mempunyai hubungan
terhadap investasi, yaitu bila bunga naik, maka investasi akan
turun, dan sebaliknya. Dalam pengambilan keputusan investasi,
tingkat suku bunga riil menjadi unsur penting pertimbangan.
Tingkat suku bunga riil menyesuaikan tingkat suku bunga nominal
terhadap laju inflasi.
3. Ekspektasi. Bila investor menganggap kondisi ekonomi di masa
depan bagus, maka investasi akan berjalan. Namun bila investor
beranggapan kondisi ekonomi di masa depan buruk, maka investasi
tidak akan dijalankan.
Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk,
yaitu : investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio
dilakukan melalui pasar dengan instrumen surat berharga seperti saham
dan obligasi. Sedangkan investasi langsung atau lebih dikenal dengan
penanaman modal asing (PMA) langsung lebih cenderung melakukan
investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi
perusahaan.
Bila dibandingkan dengan investasi portofolio, PMA dengan jalan
langsung (FDI) lebih banyak mempunyai kelebihan, selain sifatnya
permanen atau jangka panjang, PMA dengan jalan FDI ini memiliki andil
dalam silih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka
lapangan kerja baru.
c. Pola Investasi
Terdapat 2 (dua) jenis FDI menurut pola investasi yang dilakukan,
yaitu :
1. Green – field Investment, dimana pemilik modal membangun
keseluruhan usahanya mulai dari awal / dari titik nol.
2. Investasi langsung tetapi memanfaatkan perusahaan sejenis yang
sudah ada di negara yang dituju dengan melakukan merger.
Sedangkan menurut jenis usaha yang dilakukan, FDI dibagi kemali
menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Horisontal FDI
Dimana investor menginvestasikan modalnya dengan mendirikan
investasi yang sama persis jenisnya dengan yang dilakukan di
negara asalnya, dan keseluruhan proses produksi yang terjadi
dilakukan sendiri dan tidak melibatkan perusahaan lokal/
domestik.
2. Vertikal FDI
Vertikal FDI ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Backward vertical FDI, adalah investor melakukan investasi
dengan mendirikan industri di negara tertentu dengan masih
memanfaatkan output dari perusahaan lokal setempat.
b. Forward vertical FDI, adalah investor mendirikan industri di
negara host dengan menjual hasil produksi perusahaan
domestik.
5. Utang Luar Negeri
a. Pengertian Utang Luar Negeri
Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan
menimbulkan kewajiban membayar kembalai terhadap utang luar negeri baik
dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et. Al., 2001 : 9).
Secara formal pengertian utang luar negeri tertuang dalam Surat Keputusan
Bersama (SKB) Menteri Keuangan dan Menteri Negara/ Ketua Bappenas No.
189 / KMN 03 / 1995 & No. Kep – 031 / KET / 5 / 1995 tentang Tata cara
perencanaan, Pelaksanaan/ Penatausahaan, & Pemantauan Tinjauan / Hibah
Luar Negeri dalam rangka pelaksanaan APBN. Dalam SKB tersebut dijelaskan
bahwa pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara, baik dalam
bentuk devisa dan atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang
dan atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negari
yang harus dibayar kembali dengan persyaratan-persyaratan tertentu.(Diana
Yumanita et. Al., 2001:10).
b. Jenis – jenis Utang Luar Negeri
Jenis-jenis utang luar negeri dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
1. Dari segi jangka waktu, utang luar negeri terdiri atas :
a). Pinjaman jangka pendek, yaitu pinjaman dengan jangka
waktu sampai dengan 5 tahun.
b). Pinjaman jangka menengah, yaitu pinjaman dengan jangka
waktu di atas 5 tahun sampai dengan 15 tahun.
c). Pinjaman jangka panjang, yaitu pinjaman dengan jangka
waktu di atas 15 tahun.
2. Dari segi status penerima pinjaman, terdiri atas :
a). Pinjaman Pemerintah
b). Pinjaman swasta
3. Dari segi persyaratan pinjaman, terdiri atas :
a). Pinjaman Lunak (Concessional Loan)
Merupakan pinjaman yang berasal dari lembaga multilateral
maupun negara bilateral yang dananya berasal dari iuran
anggota (untuk multilateral) atau dari anggaran negara yang
bersangkutan (untuk bilateral) dan ditujukan untuk
meningkatkan pembangunan. Oleh karena itu tingkat bunganya
rendah (maksimum 3,5 %), jangka waktu pengembalian 25
tahun atau lebih, dan masa tenggang (grace period) cukup
panjang (sekurang-kurangnya 7 tahun). Selain itu, biasanya
pinjaman lunak mengandung hibah (grant element) sekurang-
kurangnya 35 % dari total pinjaman.
b). Pinjaman Setengah lunak (Semi-concessional Loan)
Merupakan pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang
sebagian lunak dan sebagian lagi komersial. Bentuk pinjaman
yang masuk kategori ini adalah fasilitas kredit ekspor dan
Purchasing and Installment Sales Agreement (PISA).
c). Pinjaman Komersial (Commersial Loan)
Merupakan pinjaman yang bersumber dari Bank / Lembaga
Keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar
internasional pada umumnya. Tingkat bunga yang berlaku di
pasar internasional antara lain LIBOR ditambah margin sekitar
0,5 % s.d. 1,5 %. Bentuk pinjaman komersial ini dapat berupa
pinjaman siaga (standby loan); pinjaman sindikasi yang diterima
dari sindikat bank-bank internasional dalam bentuk uang tunai
(cash) untuk membiayai suatu proyek atau pembiayaan lainnya;
dan sewa beli (leasing) atau Installment Sale Financing.
4. Dari segi sumber dana pinjaman, terdiri atas :
a). Pinjaman dari lembaga internasional (Multilateral)
Pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional seperti
World Bank dan Asian Development Bank pada dasarnya
merupakan pinjaman yang bersyarat ringan (pinjaman lunak).
b). Pinjaman dari negara-negara anggota IGGI / CGI (bilateral)
Seperti halnya pinjaman yang berasal dari lembaga
internasional, pinjaman dari negara bilateral anggota IGGI / CGI
biasanya juga berupa pinjaman lunak.
5. Dari segi bentuk pinjaman yang diterima, terdiri atas :
a). Bantuan Proyek
Merupakan bantuan luar negeri yang digunakan untuk keperluan
proyek pembangunan dengan cara memasukkan barang modal,
barang dan jasa.
b). Bantuan Teknik
c). Bantuan Program
B. PENELITIAN TERDAHULU
1. Penelitian oleh Hari Murti tahun 2007
Peneliti mengambil judul Analisis Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Determinan Neraca Transaksi Berjalan Serta Fenomena Twin Defisit Di Asia
Tenggara dan Asia Selatan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan
pengaruh surplus atau defisit neraca fiskal, nilai tukar riil, pendapatan per
kapita riil, kelambanan neraca transaksi berjalan, investasi domestik, dan
pengeluaran pemerintah terhadap neraca transaksi berjalan di negara- negara
berkembang di Asia Tenggara dan Asia Selatan tahun 1985-2005.
Penelitian ini menggunakan model ekonometrika dengan metode Fixed
effect untuk data cross section dan time series. Ada dua pengujian dalam
metode tersebut, pertama dilakukan uji statistik yang terdiri dari uji t (secara
individu), uji f (secara bersama-sama), dan koefisien determinasi (R²).
Kemudian pengujian kedua dengan uji asumsi klasik, terdiri dari uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokerelasi.
Hasil penelitian ini bahwa, di kawasan Asia Tenggara, faktor-faktor yang
berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek
adalah, neraca transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, investasi
domestik, pengeluaran pemerintah, nilai tukar dan krisis ekonomi pada tahun
1997. Lag neraca transaksi berjalan dan krisis ekonomi 1997 saja yang
memiliki hubungan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan
variabel lainnya memiliki hubungan negatif. Sedangkan dalam jangka panjang
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan adalah
neraca fiskal, investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan nilai tukar.
Sedangkan di kawasan Asia Selatan, faktor-faktor yang berpengaruh
signifikan pada neraca transaksi berjalan dalam jangka pendek adalah neraca
transaksi berjalan tahun sebelumnya, neraca fiskal, pengeluaran pemerintah,
pendapatan per kapita dan nilai tukar. Lag neraca transaksi berjalan, neraca
fiskal, dan nilai tukar memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi
berjalan, sedangkan investasi domestik, pengeluaran pemerintah, dan
pendapatan per kapita memiliki hubungan negatif terhadap neraca transaksi
berjalan. Sedangkan dalam jangka panjang variabel-variabel independen
memiliki hubungan yang sama dengan angka pendek namun koefisiennya
selalu lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabel-
variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan
dalam jangka pendek.
2. Penelitian oleh Sabine Hermann dan Axel Jochem tahun 2005
Peneliti mengambil judul Determinants of current account developments in
the central and easy European EU member states consequences for the
enlargement of the euro area. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
tentang determinan defisit transaksi berjalan pada negara-negara di Eropa
Tengah dan Timur yang baru bergabung dengan Uni Eropa. Penelitian ini
menggunakan model ekonometrika dengan metode Feasible Generalized least
squares (FGLS) untuk penelitian tahun 1994-2004.
Hasil penelitian ini bahwa, pendapatan per kapita relatif, neraca finansial,
rasio investasi, dan nilai tukar riil memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
neraca transaksi berjalan di negara-negara Eropa Tengah dan Timur.
Pendapatan relatif dan neraca fiskal memiliki hubungan yang positif dengan
neraca transaksi berjalan, sedangkan rasio investasi dan nilai tukar riil
menunjukkan hubungan yang negatif.
3. Penelitian oleh Matthieu Bussière, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller
tahun 2004
Peneliti mengambil judul Current account Dynamics In OECD And EU
Acceding Countries. Penelitian ini dilakukan untuk membahas tentang
determinan neraca transaksi berjalan pada negara-negara yang tergabung dalam
OECD dan Uni-Eropa dalam jangka pendek dan jangka panjang. Penelitian ini
menggunakan model dinamis dengan metode Generalized Method of Moments
(GMM) untuk penelitian tahun 1995-2002.
Hasil penelitian ini bahwa, Dalam jangka pendek, variabel lag neraca
transaksi berjalan, surplus fiskal, ∆ net output dan pendapatan relatif
mempengaruhi neraca transaksi berjalan secara signifikan dan memiliki
hubngan positif dengan neraca transaksi berjalan. Sedangkan rasio pengeluaran
publik tidak berpengaruh signifikan terhadap neraca transaksi berjalan. Rasio
investasi memiliki hubungan yang negatif terhadap neraca transaksi berjalan.
Sedangkan, dalam jangka panjang, variabel surplus fiskal dan pendapatan
relatif memiliki hubungan positif terhadap neraca transaksi berjalan. Variabel
rasio investasi seperti pada hasil estimasi jangka pendek, memiliki hubungan
negatif terhadap neraca transaksi berjalan.
C. KERANGKA PEMIKIRAN
Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi impor dan
ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat sebagai kredit karena
menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor dicatat sebagai debit karena
menghilangkan /mengeluarkan devisa dari negara. Selain ekspor dan impor,
transaksi lain yang termasuk dalam current account adalah pembayaran faktor
(factor payment) dan unilateral transfers.
Nilai tukar riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang
dijadikan dalam produk domestik. Perubahan kurs riil mempengaruhi transaksi
berjalan, karena perubahan tersebut mencerminkan harga barang dan jasa domestik
relatif terhadap barang dan jasa luar negeri. Jika kurs riil menurun (depresiasi)
secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal dibanding dengan produk
domestik. Sehingga konsumen luar negeri akan meningkatkan permintaan mereka
terhadap ekspor kita. Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung
memperbaiki neraca transaksi berjalan domestik. Sehingga hubungan antara nilai
tukar riil dengan neraca transaksi berjalan adalah negatif (Krugman, 1999: 173).
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai seluruh produk barang dan jasa
yang diproduksi dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil
dihitung berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah.
Produk domestik bruto meningkat, kemudian diikuti dengan peningkatan pada
pendapatan per kapita dapat mengakibatkan para konsumen domestik menjadi
konsumtif. Sehingga banyak melakukan impor barang-barang luar negeri. Bila
tidak diimbangi dengan pemasukan dalam ekspor dapat mengakibatkan defisit
pada neraca transaksi berjalan. Sehingga PDB dengan neraca transaksi berjalan
memiliki hubungan negatif (Krugman, 1999:174).
Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal
untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan – perlengkapan produksi
untuk menambah kemampuan berproduksi barang – barang dan jasa – jasa yang
tersedia dalam perekonomian. Investasi asing yang masuk ke Indonesia diharapkan
dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pabrik dan proyek-proyek baru,
dan bahkan untuk meningkatkan produktifitas barang ekspor. Sehingga jika barang
ekspor kita dapat bersaing dengan produk-produk dari negara lain, maka akan
menambah saldo dalam neraca transaksi berjalan. Secara umum, modal asing
langsung mempunyai hubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang (Suryawati, 2000).
Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan
menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri baik dalam
valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al, 2001: 9). Menurut teori,
utang luar negeri berperan cukup penting dalam mengatasi masalah defisit pada
neraca transaksi berjalan. Utang luar negeri seperti halnya investasi asing, adalah
transaksi pada pos neraca modal (Capital Account), yang bersifat
mengakomodasikan kepentingan neraca transaksi berjalan (Current Account) yang
bersifat otonom. Jadi bila neraca transaksi berjalan mengalami defisit, maka akan
dikompensasikan dengan aliran devisa yang berasal dari neraca modal. Karena
itulah, maka pos neraca transaksi berjalan disebut sebagai gap making, sedangkan
pos neraca modal disebut sebagai gap filling (Ingram dalam Prasetiantono,
1996:105). Sehingga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca
transaksi berjalan.
Mengingat banyaknya variabel yang memiliki hubungan atau pengaruh dengan
variabel neraca transaksi berjalan, maka dalam penelitian ini peneliti membatasi
hanya dengan menggunakan variabel nilai tukar riil (REER), produk domestik
bruto, investasi asing, dan utang luar negeri. Untuk mempermudah pemahaman
dalam penelitian ini, digambarkan suatu kerangka pemikiran yang sistematis
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
D. HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1). Diduga nilai tukar riil (REER) berpengaruh negatif terhadap neraca
transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 - 2007:4.
2). Diduga produk domestik bruto berpengaruh negatif terhadap neraca
transaksi berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.
3). Diduga investasi asing berpengaruh positif terhadap neraca trransaksi
berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.
4). Diduga utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap neraca transaksi
berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4.
Nilai Tukar riil (REER)
Produk domestik bruto (PDB)
Rasio Investasi Asing (PMA) thd PDB
Utang Luar Negeri (ULN)
Rasio Neraca Transaksi
Berjalan thd PDB
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis pengaruh nilai tukar riil,
produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca
transaksi berjalan. Penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan input data tahun
1988:1 – 2007:4 beserta faktor – faktor yang mempengaruhinya (nilai tukar riil,
produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri).
B. JENIS DAN SUMBER DATA
a. Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time
series dari tahun 1988:1 – 2007:4, yaitu data-data seperti: neraca transaksi
berjalan, nilai tukar riil, produk domestik bruto, investasi asing, dan utang luar
negeri.
b. Sumber data
Sumber data realisasi neraca transaksi berjalan, nilai tukar riil, produk
domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri yang diperoleh dari
Badan Pusat Statistik (BPS), Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI) beberapa terbitan, International
Monetary Fund (IMF) dan Laporan keuangan Depkeu.
C. DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL
Definisi ini diberikan agar tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran terhadap
suatu variabel yang ada. Variabel-variabel tersebut, yaitu:
a. Variabel Dependen
Neraca transaksi berjalan (CA)
Neraca transaksi berjalan (Current account), terdiri dari transaksi
impor dan ekspor barang dan jasa. Pada current account, ekspor dicatat
sebagai kredit karena menghasilkan devisa bagi negara. Sedangkan impor
dicatat sebagai debit karena menghilangkan /mengeluarkan devisa dari
negara. Selain ekspor dan impor, transaksi lain yang termasuk dalam
current account adalah pembayaran faktor (factor payment) dan unilateral
transfers. Dalam penelitian ini data neraca transaksi berjalan (CA)
merupakan persentase CA terhadap PDB. Hal ini sesuai dengan data yang
dipakai dalam jurnal Hari murti tahun 2007.
b. Variabel Independen
1.) Nilai tukar riil(REER)
Kurs riil (REER) merupakan harga sejumlah produk luar negeri yang
dijadikan dalam produk domestik. Data nilai tukar dalam model
menggunakan nilai tukar nominal yang dikalikan dengan rasio indeks
harga konsumen (IHK) Amerika terhadap indeks harga konsumen (IHK)
Indonesia.
2.) Produk domestik bruto (PDB)
PDB adalah nilai seluruh produk barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu perekonomian dalam waktu 1 tahun. PDB riil dihitung
berdasarkan harga konstan 1993 yang dinyatakan dalam juta rupiah.
3.) Investasi Asing (FDI)
Investasi asing merupakan pengeluaran atau perbelanjaan penanaman
modal untuk membeli barang – barang modal dan perlengkapan –
perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan berproduksi barang –
barang dan jasa – jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dalam penelitian
ini variabel investasi asing diperoleh dari persentase penanaman modal
asing (PMA) terhadap PDB. Data ini dipakai oleh Hari Murti dalam
jurnalnya mengenai determinan neraca transaksi berjalan di beberapa
negara kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan.
4.) Utang luar negeri
Secara umum utang luar negeri adalah sebuah pinjaman yang akan
menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap utang luar negeri
baik dalam valuta asing maupun dalam rupiah (Diana Yumanita et al,
2001: 9). Dalam penelitian ini variabel utang luar negeri yang digunakan
adalah utang luar negeri pemerintah dan swasta.
D. METODE PENGUMPULAN DATA
Dikarenakan data yang digunakan adalah data sekunder, yang sebelumnya
telah tersedia di dinas / instansi yang terkait maka metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu
teknik pengumpulan data dengan cara mencari dan membaca literatur yang relevan
dan berkaitan dengan penelitian skripsi. Relevansi didasarkan pada data yang telah
disajikan oleh institusi yang bersangkutan dan telah teruji secara empiris, misalnya
data yang dikeluarkan oleh Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (BI),
Laporan Tahunan Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), International
Monetary Fund (IMF) dan laporan keuangan Depkeu.
E. METODE ANALISIS DATA
Model analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian yaitu
mengetahui bagaimanakah pengaruh antara nilai tukar riil (REER), produk
domestik bruto, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi
berjalan di Indonesia tahun 1988:1 – 2007:4. Jadi analisis data-data tersebut dapat
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi neraca transaksi
berjalan dengan melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
pada periode tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan pengaruh antar
variabel berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik, dan teori ekonometrika.
Model alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
ekonometrika.
Model Regresi yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
itit4it3it2it10it ULNPMAPDBREERCA e+b+b+b+b+b=
Keterangan:
CA : Neraca Transaksi Berjalan (Current Account)
REER : Nilai tukar riil
PDB : Produk domestik bruto
PMA : Investasi Asing
ULN : Utang Luar Negeri
1. Uji statistik
Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel
independen yang meliputi uji t (uji individual), uji F (uji bersama-sama), dan uji R²
(uji koefisien determinasi).
a. Uji t (uji secara individu)
Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel secara individu, dilakukan
untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen
dalam mempengaruhi variabel dependen, dengan beranggapan variabel
independen lain tetap / konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah
sebagai berikut (Gujarati, 1995: 119 dalam Hariawan Rahwanto, 2007: 51):
i. Menentukan hipotesisnya
a) 0:H 1 =bo
Berarti suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh
terhadap variabel dependent.
b) 0:Ho 1 ¹b
Berarti suatu variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
ii. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut:
a) Nilai t tabel = KN;t 2/ -a …………………………….... (3.1)
Keterangan:
:a derajat signifikansi
N : jumlah sample (banyaknya observasi)
K : banyaknya parameter
b) Nilai t hit =)(Se i
i
bb
……………………………………… (3.2)
Keterangan:
ib : koefisien regresi
)(Se ib : standar error koefisien regresi
iii. Kriteria pengujian
Ho ditolak Ho diterima Ho ditolak
KN;t 2/ -- a KN;t 2/ -a
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t
iv. Kesimpulan
a. Apabila nilai – t tabel < t hit < t tabel, maka Ho diterima.
Artinya variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen secara signifikan.
b. Apabia nilai t hit > +t tabel atau t hit < -t tabel, maka Ho ditolak.
Artinya variabel independen mampu mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan.
b. Uji F (Uji bersama-sama)
Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang
dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian
adalah sebagai berikut (Gujarati, 1995 : 134 dalam Soma Ghofur, 2008) :
i. Menentukan Hipotesis
a) 0:Ho 4321 =b=b=b=b
Berarti, semua variabel independen secara individu tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b) 0:Ho 4321 ¹b¹b¹b¹b
Berarti, semua variabel independen secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen.
ii. Melakukan perhitungan nilai F sebagai berikut:
a) Nilai F tabel = F KN;1K; --a ………………………… (3.3)
Keterangan:
N : jumlah sample / data
K : banyaknya parameter
b) Nilai F hitung = )KN)(R1(
)1K/(R2
2
---
……………………….. (3.4)
Keterangan :
2R : Koefisien determinasi
N : jumlah observasi/ sample
K : banyaknya variabel
iii. Kriteria pengujian
Ho diterima Hoditolak
)kN;1K;(F --a
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F
iv. Kesimpulan
a) Apabila nilai F hit < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya variabel independen secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai F hit > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen secara signifikan.
c. Uji R² (Uji koefisien determinasi)
Nilai 2R untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan
oleh besarnya koefisien determinasi ( 2R ) antara nol dan satu (0 < 2R < 1).
Jika koefisien determinasi 0, artinya variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen, atau dengan kata lain model tersebut tidak menjelaskan
sedikitpun variasi dalam variabel tidak bebas. Sedangkan koefisien determinan
mendekati 1, artinya variabel independen semakin mepengaruhi variabel
dependen, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien
determinasinya mendekati 1.
2. Uji Asumsi Klasik
a. Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari
satu hubungan linier pasti antara beberapa / semua variabel independen dari
model regresi (Gujarati, 1995 : 320 dalam Soma Ghofur, 2008: ). Salah satu
asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa
/ semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinier,
maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien
tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi.
Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinier adalah
menggunakan pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis. Metode ini
dikembangkan oleh Koutsoyiannis (1977) menggunakan metode coba-coba
dalam memasukkan variabel bebas. Dari hasil coba-coba tersebut, selanjutnya
akan diklasifikasikan dalam 3 macam(Aisyah, 2007:109), yaitu :
2) suatu variabel bebas dikatakan berguna
3) suatu variabel bebas dikatakan tidak berguna
4) suatu variabel bebas dikatakan merusak
b. Heteroskedastisitas
Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan penggangu
mempunyai variasi yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka
akan terjadi heteroskedastisitas, yaitu suatu keadaan dimana variasi dari
kesalahan penggangu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas. Terdapat
beberapa metode yang dipergunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas
dalam model empiris yaitu Uji Park, Uji Glejser, Uji white, Uji LM ARCH dan
Uji Breusch Pagan – Godfeg. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian
ini akan menggunakan uji LM ARCH.
Pada metode ini yang dijadikan tolok ukur adalah nilai Obs*R-squared.
Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari nilai X² maka pada model tersebut
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Sebaliknya, jika Obs*R-squared
lebih besar dibanding nilai X² maka terdapat masalah heteroskedastisitas pada
model tersebut (Aisyah, 2007 : 109).
c. Autokorelasi
Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel penggangu
pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan penggangu periode
lain. Asumsi ini untuk menegaskan bahwa nilai variabel dependen hanya
diterangkan (secara sistematis) oleh variabel independen dan bukan oleh
variabel gangguan (Gujarati, 1995 : 401).
Pada penelitian ini digunakan dua metode untuk menilai apakah dalam
model tersebut terdapat masalah autokorelasi atau tidak, yaitu metode Durbin-
Watson test.
Gambar 3.1 Daerah Ho Diterima dan Ditolak uji Autokorelasi (Durbin-Watson)
Hipotesis untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah :
Ho : tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif.
Untuk menguji hipotesis nol tidak ada autokorelasi, terdapat tabel Durbin-
Watson (DW), dengan kriteria hasil perhitungan DW statistik dibandingkan
dengan tabel (DW), sebagai berikut:
Jika d < dL = Menolak Ho
Jika du < d < 4-du = tidak menolak Ho
Jika dL ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dL = pengujian tidak meyakinkan
(inconclusive)
Ragu- Ragu- Ragu ragu Autokore- Tidak ada Autokore- Lasi (+) Autokorelasi lasi (-) 0 dl du 2 4-du 4-dl 4
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (Juta US$)
URAIAN 2004 2005 2006
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
A. Transaksi Berjalan 1,564 505 311 -1,078 1,191 765 239 -372 I. Barang 20,152 4,987 4,816 4,615 7,951 6,976 6,509 5,657 1. Ekspor, fob 70,767 20,026 21,394 21,738 23,066 23,057 23,793 24,173 2. Impor, fob -50,615 -15,040 -16,578 -17,123 -15,115 -16,082 -17,284 -18,515 II. Jasa-jasa -8,811 -2,318 -2,653 -2,672 -4,218 -3,811 -2,986 -3,044 III. Pendapatan -10,917 -2,494 -2,091 -3,275 -2,909 -2,729 -3,537 -3,246
IV. Transfer 1,139 330 239 253 367 329 252 260 B. Transaksi Modal dan Keuangan 1,852 -480 -1,454 -3,631 3,627 1,203 389 709 I. Transaksi Modal 33 100 200 100 100 100 II. Transaksi Keuangan 1,852 -480 -1,488 -3,732 3,427 1,103 289 609 1. Investasi Langsung -1,512 334 2,205 156 -651 983 1,059 1,230 a. Ke luar Negeri -3,408 -732 -680 -961 -745 -777 -722 -1,021 b. Dalam Negeri 1,896 1,066 2,885 1,117 94 1,760 1,781 2,251 2. Investasi Portofolio 4,409 792 -1,086 2,276 4,102 2,180 885 1,770 a. Aset 353 58 366 -65 409 163 122 245 b. Liabilitas 4,056 734 -1,452 2,341 3,693 2,017 763 1,526 3. Investasi Lain -1,045 -1,606 -2,607 -6,164 -24 -2,060 -1,655 -2,392 a. aset 985 -863 -2,048 -4,859 -1,389 -1,377 -862 -1,883 b. Liabilitas 2,030 -743 -560 -1,305 1,365 -683 -792 -509 C. Total (A+B) 3,415 26 -1,143 -4,710 4,819 1,967 628 336 D. Selisih Perhitungan -3,106 324 -337 1,540 -904 0 0 0 E. Keseluruhan (C+D) 309 350 -1,480 -3,169 3,914 1,967 628 336
F. Cadangan Devisa 36,320 36,030 33,865 30,318 34,724 36,275 36,651 36,502
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia
Dari tabel neraca pembayaran Indonesia tersebut, terlihat perkembangan
neraca pembayaran tahun 2004 sampai dengan 2006 secara keseluruhan.
Dimana terdiri dari dua pos yaitu neraca transaksi berjalan serta neraca
transaksi modal dan keuangan. Pada tahun 2004, baik neraca transaksi berjalan
maupun transaksi modal mengalami surplus. Neraca transaksi berjalan surplus
sebesar 1,564 miliar US$. Sedangkan neraca modal senilai 1,852 miliar US$.
Sehingga jumlah kedua neraca tersebut sebesar 3,415 miliar US$. Ditahun
berikutnya, yaitu tahun 2005 kuartal ketiga neraca transaksi berjalan
mengalami defisit sebesar 1,078 miliar US$. Sementara untuk neraca transaksi
modal dan keuangan mengalami defisit yang lebih besar dibanding neraca
transaksi berjalan senilai 3,631 miliar US$. Cadangan devisa terbesar terjadi
ditahun 2005 kuartal tiga sebesar 3,169 miliar US$. Tahun 2006 baik kuartal
satu hingga kuartal tiga neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit. Jika
dilihat dari neraca perdagangan, tahun 2004 hingga 2006 memiliki nilai ekspor
yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor. Dengan demikian dapat
dikatakan neraca perdagangan mengalami surplus. Sementara pada neraca
transaksi keuangan investasi langsung kedalam negeri juga mengalami surplus.
Ini berarti, banyak investor asing yang menanamkan modalnya ke Indonesia.
B. PERKEMBANGAN VARIABEL
1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia
Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia selama periode
penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1980an, lebih
tepatnya tahun 1988 sampai dengan kuartal ketiga di tahun 1997 neraca
transaksi berjalan mengalami defisit. Dimana defisit terparah terjadi pada
kuartal kedua tahun 1996 yaitu sebesar 1,959% dari PDB Indonesia. Kemudian
di tahun – tahun berikutnya mengalami kenaikan atau terjadi surplus. Namun,
pada kuartal pertama tahun 2004 dan kuartal ketiga pada tahun 2005 terjadi
defisit yang lebih besar dibanding defisit pada tahun 1996, berturut – turut
sebesar 3,964% dan 2,341% dari PDB Indonesia.
Masa pemulihan mulai terlihat di tahun 2005, tepatnya pada kuartal
keempat terjadi surplus sebesar 1,512%. Surplus terbesar pada penelitian ini
terjadi di tahun 2006 kuartal ketiga yaitu sebesar 5,567% dari PDB Indonesia.
Fluktuasi neraca transaksi berjalan di Indonesia ini dipengaruhi oleh banyak
faktor, yaitu belum maksimalnya penerimaan ekspor karena lebih besarnya
pengeluaran impor, pembiayaan pembangunan diberbagai sektor, pembayaran
cicilan utang luar negeri dan pembiayaan belanja negara lainnya serta
pengeluaran dari sektor jasa dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi pada
neraca transaksi berjalan. Perkembangan neraca transaksi berjalan Indonesia
selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.1 Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB)
TAHUN CA TAHUN CA 1988:1 -0,125 1998:1 1,740 1988:2 -0,538 1998:2 7,932 1988:3 -0,272 1998:3 2,553 1988:4 -0,717 1998:4 3,946 1989:1 -0,440 1999:1 2,158 1989:2 -0,285 1999:2 3,589 1989:3 -0,342 1999:3 3,527 1989:4 -0,245 1999:4 3,582 1990:1 -0,736 2000:1 3,886 1990:2 -0,875 2000:2 3,151 1990:3 -1,274 2000:3 5,180 1990:4 -0,325 2000:4 6,231 1991:1 -1,232 2001:1 5,090 1991:2 -1,330 2001:2 3,496 1991:3 -0,921 2001:3 5,015 1991:4 -0,866 2001:4 2,508 1992:1 -1,186 2002:1 3,571 1992:2 -0,996 2002:2 3,708 1992:3 -0,796 2002:3 4,831 1992:4 -0,025 2002:4 3,676 1993:1 -0,591 2003:1 2,208 1993:2 -0,273 2003:2 3,951 1993:3 -0,352 2003:3 4,017
1993:4 -0,895 2003:4 2,885 1994:1 -1,105 2004:1 -3,964 1994:2 -0,491 2004:2 4,338 1994:3 -0,131 2004:3 5,158 1994:4 -0,757 2004:4 0,594 1995:1 -1,453 2005:1 0,394 1995:2 -1,576 2005:2 0,834 1995:3 -1,396 2005:3 -2,341 1995:4 -0,944 2005:4 1,512 1996:1 -1,572 2006:1 4,613 1996:2 -1,959 2006:2 2,811 1996:3 -1,573 2006:3 5,567 1996:4 -0,777 2006:4 2,838 1997:1 -0,822 2007:1 3,859 1997:2 -1,039 2007:2 3,236 1997:3 -0,198 2007:3 3,026 1997:4 1,374 2007:4 4,851
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah
Neraca Transaksi Berjalan (persentase dari PDB)
CA
-6.000
-4.000
-2.000
0.000
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2003
2004
2005
2006
CA
Gambar 4.1 Grafik Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan
Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4
Sumber: Tabel 4.1 diolah
Dari grafik 4.1 diatas terlihat bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia
mengalami fluktuasi, dimana di awal tahun 1988 hingga mendekati akhir tahun
1997 selalu mengalami defisit. Kemudian mulai terlihat membaik setelah
melewati krisis ditahun 1997/ 1998. Di tahun 2004 kondisi neraca transaksi
berjalan mengalami defisit lagi. Salah satu penyebabnya adalah penurunan
nilai ekspor kita dibanding dengan impornya yang meningkat. Secara teoritis,
depresiasi rupiah dapat menaikkan nilai ekspor. Dikarenakan barang – barang
ekspor kita dinilai murah dibanding barang – barang dari luar negeri. Sehingga
banyak konsumen luar negeri yang mengimpor barang – barang kita. Hal itu
dapat meningkatkan ekspor dan cenderung akan memperbaiki neraca transaksi
berjalan Indonesia. Namun disisi lain, depresiasi rupiah juga dapat
mengakibatkan inflasi dalam perekonomian.
2. Perkembangan Nilai Tukar riil (REER)
Selama periode penelitian sistem kurs yang dipakai Indonesia ada dua
sistem. Pada tahun 1988 hingga 1997, Indonesia memakai sistem kurs
mengambang terkontrol. Dimana pemerintah/bank sentral dapat melakukan
intervensi untuk menentukan kurs rupiah terhadap mata uang asing. Sementara
mulai tanggal 14 Agustus 1997 sampai sekarang menggunakan sistem kurs
mengambang bebas. Pada sistem ini, pemerintah/ bank sentral tidak melakukan
intervensi terhadap kurs yang berlaku. Perubahan sistem ini terjadi dikarenakan
jumlah cadangan devisa yang dimiliki negara tidak cukup untuk digunakan
dalam penentuan nilai kurs. Sehingga nilai kurs diserahkan pada mekanisme
pasar. Perkembangan nilai kurs riil selama periode penelitian dari tahun ke
tahun mengalami fluktuasi. Pada tahun 1988 kuartal satu kurs riil Rupiah
terhadap dolar senilai 6.296,06, lalu mengalami peningkatan maupun
penurunan dikuartal - kuartal selanjutnya. Hingga ditahun 1997 kuartal
keempat mengalami depresiasi kurs riil yaitu sebesar 9.852,75. Tahun 1998
kuartal pertama merupakan depresiasi tertinggi selama periode penelitian, yaitu
sebesar 19.415,30. Kemudian lambat laun mulai terlihat peningkatannya
(apresiasi) mencapai 10.167,00 di tahun 1999 kuartal keempat, meskipun di
tahun 2001 kuartal kedua sempat terdepresiasi kembali menjadi 14.574,36.
Namun secara umum, masih dapat terkontrol ditahun – tahun berikutnya.
Depresiasi kurs riil yang terjadi di tahun 1998 tersebut kemungkinan
disebabkan oleh krisis moneter yang melanda Indonesia pada saat itu.
Beberapa faktor yang mampu mempengaruhi naik atau turunnya kurs riil,
diantaranya besarnya kurs nominal, harga barang – barang di luar negeri, dan
harga barang – barang domestik (dengan asumsi salah satu faktor berubah,
sedangkan dua faktor yang lain dianggap tetap). Perkembangan kurs riil selama
periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :
Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007 : 4
TAHUN REER TAHUN REER 1988:1 6.296,06 1998:1 19.415,30 1988:2 6.313,78 1998:2 18.291,36 1988:3 6.369,67 1998:3 17.912,89 1988:4 6.451,39 1998:4 11.072,99 1989:1 6.517,03 1999:1 11.774,99 1989:2 6.540,42 1999:2 10.803,41 1989:3 6.610,50 1999:3 10.572,52 1989:4 6.636,44 1999:4 10.167,00 1990:1 6.716,73 2000:1 10.297,23 1990:2 6.715,27 2000:2 11.551,35 1990:3 6.646,66 2000:3 11.973,46 1990:4 6.700,44 2000:4 12.491,28 1991:1 6.835,68 2001:1 12.883,66 1991:2 6.815,04 2001:2 14.574,36 1991:3 6.693,30 2001:3 12.033,9 1991:4 6.659,59 2001:4 12.644,44 1992:1 6.704,95 2002:1 11.829,25 1992:2 6.704,85 2002:2 10.590,10 1992:3 6.733,67 2002:3 10.318,13
1992:4 6.775,65 2002:4 10.194,93 1993:1 6.526,15 2003:1 9.901,34 1993:2 6.479,91 2003:2 9.442,73 1993:3 6.496,20 2003:3 9.366,69 1993:4 6.477,12 2003:4 9.220,19 1994:1 6.385,53 2004:1 9.138,65 1994:2 6.390,88 2004:2 9.661,07 1994:3 6.350,47 2004:3 9.757,69 1994:4 6.306,92 2004:4 9.636,62 1995:1 6.243,78 2005:1 9.571,24 1995:2 6.182,88 2005:2 9.802,96 1995:3 6.210,98 2005:3 10.201,09 1995:4 6.225,48 2005:4 9.297,17 1996:1 6.084,74 2006:1 8.485,51 1996:2 6.184,73 2006:2 8.424,54 1996:3 6.206,63 2006:3 8.376,47 19964 6.211,97 2006:4 8.154,87 1997:1 6.216,77 2007:1 8.024,01 1997:2 6.275,15 2007:2 8.018,84 1997:3 7.082,88 2007:3 8.161,16 1997:4 9.852,75 2007:4 8.075,43
Sumber: International Monetary Fund (IMF), data diolah
Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4
REER
0
5000
10000
15000
20000
25000
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2003
2004
2005
2006
REER
Gambar 4.2 Grafik Perkembangan Nilai Tukar riil (REER) Periode 1988:1 – 2007:4
Sumber: Tabel 4.2 diolah
Dari grafik 4.2 diatas terlihat bahwa, kurs riil rupiah terhadap dolar juga
mengalami fluktuasi. Dimana selama tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal
kedua masih berada dalam kondisi aman. Kemudian mulai menunjukkan gejala
depresiasi kurs riil di tahun 1997 kuartal ketiga dan terjadi depresiasi terparah
pada tahun 1998 kuartal pertama. Selanjutnya, terjadi perbaikan di tahun –
tahun berikutnya. Seperti yang telah disebutkan diatas, ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi naik-turunya kurs riil, salah satunya adalah kurs
nominal. Dikarenakan kurs riil merupakan gabungan angka kurs nominal
dengan tingkat harga. Jika kurs nominal turun (misal : 1$ = Rp 5.000 menjadi
1$ = Rp 7.000) disebut depresiasi nilai tukar dapat mengakibatkan kurs riil
juga akan mengalami penurunan juga (depresiasi), begitu pula sebaliknya.
3. Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dapat dilihat dari besar
kecilnya nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Secara umum besarnya PDB
Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pada periode penelitian
yaitu kuartal pertama tahun 1988 nilai PDB sebesar 148,15 triliun rupiah.
Kemudian meningkat secara signifikan di tahun – tahun berikutnya. Namun
pada kuartal pertama di tahun 1998 mengalami penurunan yang semula sebesar
338,35 triliun rupiah, kini menjadi 320,51 triliun rupiah dan menurun terus
menerus hingga kuartal keempat di tahun 1998. Seperti yang kita ketahui, saat
itu terjadi krisis moneter yang menyebabkan pendapatan dalam negeri
mengalami penurunan. Namun, seiring berjalannya waktu pendapatan nasional
pun meningkat di tahun – tahun selanjutnya.
Tinggi-rendahnya pendapatan suatu negara dipengaruhi oleh beberapa hal.
Salah satunya adalah pemasukan dari ekspor barang dan jasa Indonesia ke luar
negeri. Jika ekspor mengalami penurunan sementara impor kita makin
meningkat lambat laun dapat mengakibatkan defisit neraca transaksi berjalan.
Selanjutnya, akan mempengaruhi besarnya pendapatan nasional negara kita.
Untuk lebih jelasnya, berikut dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan
pendapatan nasional di Indonesia selama periode penelitian.
Tabel 4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah)
TAHUN PDB TAHUN PDB 1988:1 148,15 1998:1 320,51 1988:2 154,04 1998:2 316,16 1988:3 159,93 1998:3 311,81 1988:4 165,83 1998:4 307,47 1989:1 167,90 1999:1 342,16 1989:2 172,26 1999:2 353,43 1989:3 176,62 1999:3 364,69 1989:4 180,99 1999:4 375,96 1990:1 182,56 2000:1 370,70 1990:2 185,80 2000:2 375,35 1990:3 189,05 2000:3 380,01 1990:4 192,29 2000:4 384,66 1991:1 194,20 2001:1 420,88 1991:2 196,91 2001:2 438,17 1991:3 199,62 2001:3 455,45 1991:4 202,33 2001:4 472,73 1992:1 209,17 2002:1 448,33 1992:2 213,53 2002:2 448,94 1992:3 217,89 2002:3 449,55 1992:4 222,25 2002:4 450,16 1993:1 223,07 2003:1 461,63 1993:2 226,02 2003:2 466,58 1993:3 228,96 2003:3 471,54 1993:4 231,91 2003:4 476,49 1994:1 248,13 2004:1 482,03 1994:2 256,39 2004:2 487,22 1994:3 264,65 2004:3 492,41 1994:4 272,90 2004:4 497,60 1995:1 275,97 2005:1 502,72
1995:2 282,14 2005:2 507,88 1995:3 288,32 2005:3 513,05 1995:4 294,50 2005:4 518,21 1996:1 302,44 2006:1 551,65 1996:2 309,33 2006:2 568,13 1996:3 316,21 2006:3 584,60 1996:4 323,10 2006:4 601,07 1997:1 324,40 2007:1 612,97 1997:2 329,05 2007:2 627,62 1997:3 333,70 2007:3 642,26 1997:4 338,35 2007:4 656,91
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), data diolah
Produk Domestik Bruto Indonesia (Triliun Rupiah)
PDB
0.00100.00200.00300.00400.00500.00600.00700.00
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2003
2004
2005
2006
PDB
Gambar 4.3 Grafik Perkembangan Produk Domestik Bruto
Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4 Sumber: Tabel 4.3 diolah
Dari grafik 4.3 diatas menunjukkan bahwa produk domestik bruto
Indonesia mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Meskipun sesekali
mengalami penurunan, tetapi secara umum selalu terjadi peningkatan. Ada
beberapa cara untuk meningkatkan besarnya produk domestik bruto (PDB)
Indonesia. Selain dengan peningkatan disektor ekspor barang dan jasa,
pemerintah juga melakukan pengadaan berbagai macam pajak untuk
menambah pemasukan pada PDB Indonesia.
4. Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia
Investasi adalah langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi.
Penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi,
mencerminkan marak lesunya pembangunan. Perkembangan investasi di
Indonesia dimulai dengan terbitnya UU No.1/ Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing (PMA) dan UU No.6/Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) yang disertai dengan dimulainya pemerintahan Orde
Baru. Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada
tahun 1970. Untuk UU No.1/ Tahun 1967 tentang penanaman modal asing
disempurnakan dengan UU No. 11/Tahun 1970. Sedangkan UU No.6/ Tahun
1968 tentang penanaman modal dalam negeri disempurnakan dengan UU No.
12/ Tahun 1970.
Perkembangan persentase penanaman modal asing terhadap PDB
Indonesia selama periode penelitian dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi.
Dimana, di tahun 1988 hingga tahun 1997 kuartal ketiga terjadi surplus dalam
penerimaan investasi asing. Pada awal periode penelitian, yaitu tahun 1988
kuartal pertama besarnya PMA 0,218% dari PDB Indonesia. Kemudian di
tahun – tahun berikutnya terjadi penurunan dan kenaikan meskipun tak
kentara. Mulai dikuartal pertama tahun 1997 hingga tahun 2004 terjadi defisit
atau penurunan dalam penerimaan investasi. Di tahun 2005 terjadi pemulihan
hingga akhir periode penelitian. Terjadinya penurunan ini kemungkinan
disebabkan oleh keadaan ekonomi dan politik Indonesia pada saat itu sedang
mengalami ketidakstabilan. Sehingga terjadi penurunan kepercayaan investor
asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk lebih jelasnya, berikut
dapat dilihat tabel dan grafik perkembangan penanaman modal asing di
Indonesia selama periode penelitian.
Tabel 4.4 Perkembangan Penanaman Modal Asing Indonesia Tahun 1988:1 – 2007:4 (persentase dari PDB)
TAHUN PMA TAHUN PMA 1988:1 0,218 1998:1 -1,304 1988:2 0,091 1998:2 1,730 1988:3 0,130 1998:3 -0,494 1988:4 0,184 1998:4 -0,201 1989:1 0,214 1999:1 -0,589 1989:2 0,081 1999:2 -1,694 1989:3 0,156 1999:3 -1,605 1989:4 0,244 1999:4 -1,747 1990:1 0,243 2000:1 -3,018 1990:2 0,226 2000:2 -1,043 1990:3 0,224 2000:3 -2,176 1990:4 0,390 2000:4 -4,203 1991:1 0,572 2001:1 -5,562 1991:2 0,249 2001:2 -4,966 1991:3 0,148 2001:3 -2,356 1991:4 0,498 2001:4 -1,371 1992:1 0,648 2002:1 1,544 1992:2 0,492 2002:2 -1,276 1992:3 0,331 2002:3 -0,848 1992:4 0,262 2002:4 -1,152 1993:1 0,512 2003:1 -0,783 1993:2 0,569 2003:2 0,456 1993:3 0,440 2003:3 -0,361
1993:4 0,325 2003:4 -0,435 1994:1 0,449 2004:1 -0,385 1994:2 0,257 2004:2 -2,216 1994:3 0,185 2004:3 -1,143 1994:4 0,611 2004:4 -1,186 1995:1 0,786 2005:1 1,951 1995:2 0,608 2005:2 0,870 1995:3 1,061 2005:3 6,795 1995:4 0,987 2005:4 3,579 1996:1 1,538 2006:1 1,806 1996:2 0,775 2006:2 3,795 1996:3 1,214 2006:3 2,956 1996:4 1,136 2006:4 2,603 1997:1 1,746 2007:1 14,760 1997:2 0,943 2007:2 2,882 1997:3 1.366 2007:3 2,418 1997:4 -0,445 2007:4 3,657
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) BI, diolah
Penanaman Modal Asing (PMA) Indonesia (persentase dari PDB)
PMA
-10.000
-5.000
0.000
5.000
10.000
15.000
20.000
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2003
2004
2005
2006
PMA
Gambar 4.4 Grafik Perkembangan Penanaman Modal Asing
Indonesia Periode 1988:1 – 2007:4
Sumber: Tabel 4.4 diolah
Dari grafik 4.4 diatas dapat ditunjukkan keadaan investasi asing (PMA)
Indonesia selama periode penelitian. Pada awal periode penilitian hingga tahun
1994 kenaikan ataupun penurunannya tidak terlalu kentara. Selanjutnya, tahun
1995 sampai dengan 1997 terlihat mengalami kenaikan. Namun setahun
kemudian, yaitu di tahun 1998 terjadi penurunan. Defisit terbesar terjadi
dikuartal pertama tahun 2001 yaitu, sebesar 5,562% dari PDB Indonesia.
Kemudian berangsur – angsur membaik di tahun – tahun berikutnya. Hingga
terjadi surplus PMA terbesar di tahun 2007 kuartal pertama, sebesar 14,760%
dari PDB Indonesia. Pemerintah hendaknya mampu menjaga kestabilan
ekonomi dan politik serta menciptakan iklim yang kondusif agar para investor
asing bersedia menanamkan modalnya di Indonesia.
5. Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia
Utang Luar Negeri terjadi sebagai akibat dari masih rendahnya akumulasi
tabungan domestik. Utang luar negeri terbagi menjadi utang pemerintah
maupun swasta.Umumnya, perkembangan pinjaman luar negeri Indonesia dari
tahun ke tahun selalu meningkat. Hal ini dikarenakan penerimaan pemerintah
dibidang ekspor belum dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan dalam
negeri, sementara itu impor terus meningkat. Sehingga utang luar negeri
tersebut tidak hanya dijadikan andalan dalam pembiayaan kebutuhan dalam
negeri tetapi juga digunakan untuk pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Pada awal periode penelitian yaitu di tahun 1988 kuartal pertama ULN
Indonesia sebesar 20,9 triliun Rupiah. Kemudian mengalami kenaikan terus
menerus disetiap tahunnya. Hingga ditahun 1998 kuartal kedua besarnya
mencapai 555,2 triliun Rupiah. Selanjutnya, terjadi fluktuasi yang tidak terlalu
kentara. Pada tahun 2006 kuartal pertama terjadi booming ULN sebesar
1.221,7 triliun Rupiah, dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 324,7 triliun
Rupiah. Kemudian anjlok ditahun 2007 kuartal keempat, yang semula dikuartal
ketiga nilainya sebesar 1.251,3 triliun Rupiah, kini turun dengan sangat drastis
menjadi 128,7 triliun Rupiah. Untuk lebih jelasnya, perkembangan utang luar
negeri Indonesia selama periode penelitian dapat dilihat pada tabel dan grafik
berikut:
Tabel 4.5 Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia Periode 1988:1 – 2007 : 4 (Triliun Rupiah)
TAHUN ULN TAHUN ULN 1988:1 20.9 1998:1 302.5 1988:2 21.1 1998:2 555.2 1988:3 21.6 1998:3 408.6 1988:4 22.1 1998:4 313.8 1989:1 22.9 199:19 323.8 1989:2 23.1 1999:2 249.6 1989:3 23.5 1999:3 309.8 1989:4 23.8 1999:4 261.0 1990:1 27.0 2000:1 273.4 1990:2 28.3 2000:2 311.2 1990:3 29.7 2000:3 309.3 1990:4 31.4 2000:4 334.1 1991:1 31.2 2001:1 354.4 1991:2 31.9 2001:2 383.7 1991:3 32.5 2001:3 319.3 1991:4 33.3 2001:4 337.6 1992:1 36.5 2002:1 318.6 1992:2 36.8 2002:2 287.1 1992:3 37.9 2002:3 295.5 1992:4 39.3 2002:4 292.1 1993:1 40.3 2003:1 298.1 1993:2 41.6 2003:2 279.4 1993:3 42.9 2003:3 285.0 1993:4 43.9 2003:4 289.8 1994:1 48.5 2004:1 292.8 1994:2 51.0 2004:2 322.0 1994:3 53.7 2004:3 314.6 1994:4 56.4 2004:4 319.7 1995:1 57.5 2005:1 319.6
1995:2 59.8 2005:2 325.2 1995:3 62.2 2005:3 342.9 1995:4 64.7 2005:4 324.7 1996:1 63.9 2006:1 1221.7 1996:2 64.3 2006:2 1208.4 1996:3 64.6 2006:3 1177.7 1996:4 66.2 2006:4 1161.2 1997:1 76.4 2007:1 1197.0 1997:2 81.4 2007:2 1208.5 1997:3 114.1 2007:3 1251.3 1997:4 169.5 2007:4 128.7
Sumber: Statistik Ekonomi dan Kuangan Indonesia (SEKI) BI, data diolah
Utang Luar Negeri Indonesia (Triliun Rupiah)
ULN
0.0200.0400.0600.0800.0
1000.01200.01400.0
1988
1989
1990
1991
1993
1994
1995
1996
1998
1999
2000
2001
2003
2004
2005
2006
ULN
Gambar 4.5 Grafik Perkembangan Utang Luar Negeri Indonesia
Periode 1988:1 – 2007:4
Sumber: Tabel 4.5 diolah
Dari grafik 4.5 diatas terlihat bahwa pada awal periode penelitian nilai
ULN mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Hingga puncak pertamanya
terjadi ditahun 1998 kuartal kedua sebesar 555,2 triliun Rupiah. Kemudian
terjadi booming ditahun 2006 kuartal pertama sebesar 1.221, 7 triliun Rupiah.
Hingga akhirnya anjlok seara drastis menjadi 128,7 triliun Rupiah di tahun
2007 kuartal keempat. Di tahun ini, Indonesia berusaha untuk melepaskan diri
dari ketergantungannya terhadap utang luar negeri dengan mengurangi utang
luar negerinya dan membayar sisa cicilan utang dan bunga pokok yang belum
terlunasi. Bahkan pada akhirnya Indonesia memutuskan untuk keluar dari
keanggotaan IMF (International Monetary Fund). Hal ini untuk memotong
mata rantai permasalahan utang yang melanda Indonesia.
C. ANALISIS DATA & PEMBAHASAN
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel
dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, statistik dan teori
ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis time
series (runtut waktu). Variabel utama yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah neraca transaksi berjalan sebagai variabel dependen, sedangkan
variabel independennya meliputi nilai tukar riil (REER), produk domestik
bruto, investasi asing, dan utang luar negeri.
Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Berganda
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.890536 0.722386 -5.385673 0.0000 REER 0.000337 7.40E-05 4.550761 0.0000 PDB 0.004564 0.002027 2.251274 0.0273 PMA -0.257991 0.086936 -2.967584 0.0040 ULN 0.002777 0.000899 3.088139 0.0028
R-squared 0.653872 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.635412 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.530755 Akaike info criterion 3.749861 Sum squared resid 175.7409 Schwarz criterion 3.898738 Log likelihood -144.9944 F-statistic 35.42072
Durbin-Watson stat 2.143241 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data diolah
Jika X1 dan X2 sama dengan nol maka besarnya Y sama dengan
konstantanya yaitu sebesar -3,890536. Jika X1 meningkat 1 satuan maka Y
juga akan menurun 1a satuan dan jika X1 turun 1 satuan maka Y juga akan
meningkat 1a satuan (hubungan negatif). Begitu pula dengan X2, jika X2 naik
1 satuan maka Y juga akan menurun 1a satuan dan jika X2 turun 1 satuan
maka Y juga akan meningkat 1a satuan.
2. Uji Statistik
a. Uji t
Uji t merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara pengaruh dari masing – masing variabel bebas secara individu atau
secara terpisah terhadap variabel terkait dengan langkah – langkah sebagai
berikut:
1. α : 0,05 2/a : 0,025
2. Perhitungan uji t :
Nilai t tabel : t α/2 ; n – k
3. Daerah penguji
Ha Ditolak Ho Diterima Ho Ditolak
-2,000 2,000
Gambar 4.1 Daerah terima dan tolak Uji t
Tabel 4.7 Hasil Uji t
Variabel Hitungt Tabelt Probabilitas Keterangan
REER 4,550761 2,000 0.0000 Signifikan
PDB 2,251274 2,000 0.0273 Signifikan
PMA -2,967584 2,000 0.0040 Signifikan
ULN 3,088139 2,000 0.0028 Signifikan
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa :
(a) Untuk Nilai tukar riil (REER) : 4,550761 > 2,000, maka Ho ditolak dan
Ha diterima. Artinya variabel nilai tukar riil mempengaruhi variabel
CA (Current Account) pada tingkat signifikansi 5%.
(b) Untuk PDB : 2,251274 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel PDB mempengaruhi variabel CA (Current Account)
pada tingkat signifikansi 5%.
(c) Untuk PMA : -2,967584 < -2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel PMA mempengaruhi variabel CA (Current Account)
pada tingkat signifikansi 5%.
(d) Untuk ULN : 3,088139 > 2,000, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel ULN mempengaruhi variabel CA (Current Account)
pada tingkat signifikansi 5%.
b. Uji F
Uji F merupakan uji statistik untuk menguji pengaruh kurs riil, produk
domestik bruto, penanaman modal asing, dan utang luar negeri terhadap
neraca transaksi berjalan secara bersama – sama. Adapun langkah – langkah
sebagai berikut :
1. α = 0,05
df (n - k; k - 1) = (75 ; 4)
2. Perhitungan uji F
F tabel = 2,53
F hitung = 42,70120
3. Daerah pengujian
Ho diterima Ho ditolak
2,53 42,70120
Gambar 4.2 Daerah terima dan tolak Uji F
Tabel 4.8 Hasil Uji F
Variabel HitungF TabelF Probabilitas Keterangan
Kurs
PDB
PMA
ULN
35,42072
35,42072
35,42072
35,42072
2,53
2,53
2,53
2,53
0,000000
0,000000
0,000000
0,000000
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Sumber: data diolah
Dari hasil pengolahan data diperoleh Fhitung = 35,42072, sedangkan
Ftabel = pada taraf signifikansi 5% adalah sebesar 2,53 dikarenakan F hit > F
tabel (35,42072 > 2,53), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen
secara signifikan. Jadi REER, PDB, PMA, dan ULN secara bersama-sama
berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan (CA).
c. Nilai R²
Nilai adjusted R² = 0,63, artinya 63% variasi variabel CA dapat
dijelaskan oleh variasi variabel REER, PDB, PMA, dan ULN, sedangkan
sisanya 37 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
3. Analisis Ekonometrika
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji pendekatan koutsoyiannis.
Hasil dari uji koutsoyiannis untuk mendeteksi masalah multikolinearitas
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel r² R² Keterangan
CA-REER
CA-PDB
CA-PMA
CA-ULN
0,438953
0,361609
0,015323
0,324874
0,635412
0,635412
0,635412
0,635412
Tidak terjadi Multikolinearitas
Tidak terjadi Multikolinearitas
Tidak terjadi Multikolinearitas
Tidak terjadi Multikolinearitas
Sumber : Data diolah
Dari tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa untuk semua korelasi antar
variabel independen memiliki r² yang lebih kecil daripada R². Hal ini
memberikan kesimpulan bahwa semua variabel independen memberikan
pengaruh bebas dari masalah multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak
memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan uji Park, uji Glejser, Uji Spearman’s rank
correlation, uji Goldfeld-Quandt, uji LM ARCH, uji Breusch-Pagan-
Godfrey, uji White, dan lainnya (Aisyah, 2007:104). Dalam penelitian ini
digunakan uji LM ARCH untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah
heteroskedastisitas pada model.
Tabel 4.9 Hasil uji Heteroskedastisitas
Nilai Obs*R-squared Nilai X² Keterangan
0,291312 3,841 Tidak terjadi Heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah
Dari perhitungan diatas diperoleh X² (df=1, α= 5 %) = 3,841, sedangkan
Obs*R-squared sebesar 0,291312. Sehingga apabila dibandingkan maka
3,841 > Obs*R-squared. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara anggota observasi satu
dengan observasi lain yang berlainan waktu. Jika terjadi korelasi antara
residual dengan residual yang lain, maka model mengandung masalah
autokorelasi. Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam penelitian
ini menggunakan metode Durbin-Watson.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel diperoleh nilai Durbin-Watson
2,143241 pada tabel statistik dengan menggunakan α=5% dan n=80
diperoleh dl=1,53, du=1,74, 4-dl=2,47, 4-du=2,26. Digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 4.3 Daerah Ho Diterima dan Ditolak dalam uji Autokorelasi
Ragu- Ragu- Ragu ragu Autokore- Tidak ada Autokore- Lasi (+) Autokorelasi lasi (-) 0 1,53 1,74 2,14 2,26 2,47 4
Oleh karena nilai Durbin-Watson sebesar 2,14 terletak antara du dan 4-
du, berarti hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat autokorelasi pada
model penelitian.
4. Interpretasi Ekonomi
a. Pengaruh Nilai tukar riil (REER) terhadap Neraca transaksi
berjalan
Variabel nilai tukar riil memiliki koefisien sebesar 0,000337. Hal ini
berarti tanda parameter untuk kurs adalah positif, sehingga memiliki
hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika kurs riil menguat sebesar
1%, maka akan menyebabkan kenaikan pula pada neraca transaksi berjalan
sebesar 0,0003%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai
probabilitasnya yaitu sebesar 0,0000 dapat dikatakan variabel tersebut
berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, yang apabila kurs riil terdepresiasi,
secara relatif produk luar negeri menjadi lebih mahal daripada produk
domestik, setiap unit output domestik hanya dapat membeli lebih sedikit
output luar negeri. Konsumen luar negeri akan menanggapi pergeseran harga
ini dengan meningkatkan permintaan mereka terhadap ekspor kita.
Selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan cenderung memperbaiki
transaksi berjalan domestik.
b. Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Neraca transaksi
berjalan
Variabel pendapatan nasional memiliki koefisien sebesar 0,004564. Hal
ini berarti tanda parameter untuk PDB adalah positif, sehingga memiliki
hubungan positif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PDB naik sebesar 1%,
maka transaksi berjalan akan mengalami kenaikan pula sebesar 0,0045%,
begitupula sebaliknya. Bila dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar
0,0273 dapat dikatakan variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca
transaksi berjalan.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, dikatakan jika produk domestik
bruto tinggi, kemudian diikuti oleh pendapatan per kapita penduduk yang
tinggi pula cenderung akan menyebabkan konsumen menjadi konsumtif
dengan melakukan impor. Sehingga bila impor lebih besar daripada ekspor
dapat menurunkan saldo transaksi berjalan atau bahkan menjadikannya
defisit.
Menurut penelitian ini, variabel PDB berpengaruh terhadap neraca
transaksi berjalan. Namun pada kenyataannya, variabel ini justru berdiri
sendiri, dimana ekspor yang dicatat dalam neraca transaksi berjalan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya produk
domestik bruto.
c. Pengaruh Investasi asing terhadap Neraca transaksi berjalan
Variabel PMA memiliki koefisien sebesar -0,257991. Hal ini berarti
tanda parameter untuk PMA adalah negatif, sehingga memiliki hubungan
negatif pada tingkat signifikansi 5%. Jika PMA naik sebesar 1%, maka
transaksi berjalan akan menurun sebesar 0,26%, begitupula sebaliknya. Bila
dilihat dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0040 dapat dikatakan
variabel tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila PMA meningkat, maka
transaksi berjalan juga akan meningkat. Seperti yang telah dipaparkan
dimuka, bila terjadi defisit transaksi berjalan pemerintah berusaha
meningkatkan pemasukan modal asing. Modal asing tersebut dianggap yang
paling aman bila dibanding dengan utang luar negeri.
Kondisi di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Dimungkinkan
jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia belum maksimal, sehingga
modal asing tersebut tidak berperan secara langsung, bila terjadi masalah
defisit transaksi berjalan. Selain itu masuknya modal asing ke Indonesia itu
lebih digunakan untuk pembangunan infrastruktur, proyek-proyek dan pabrik
baru. Sehingga investasi itu akan meningkatkan pendapatan nasional. Tetapi
kurang berpengaruh terhadap saldo transaksi berjalan bila terjadi defisit.
d. Pengaruh Utang Luar Negeri terhadap Neraca transaksi berjalan
Variabel ULN memiliki koefisien sebesar 0,002777. Hal ini berarti tanda
parameter untuk ULN adalah positif, sehingga memiliki hubungan positif
pada tingkat signifikansi 5%. Jika ULN naik sebesar 1%, maka transaksi
berjalan akan naik pula sebesar 0,003%, begitupula sebaliknya. Bila dilihat
dari nilai probabilitasnya yaitu sebesar 0,0028 dapat dikatakan variabel
tersebut berpengaruh terhadap neraca transaksi berjalan.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis, apabila terjadi defisit pada
transaksi berjalan, maka akan timbul kecenderungan untuk meningkatkan
arus masuk utang luar negeri.
Keadaan di Indonesia memang tidak sesuai dengan teori. Kemungkinan bila
utang luar negeri ditingkatkan lalu utang tersebut digunakan untuk
meningkatkan produktivitas barang ekspor, secara tidak langsung dapat
memperbaiki saldo transaksi berjalan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini, maka akan ditarik
beberapa kesimpulan. Dari kesimpulan yang ada terdapat beberapa saran sehubungan
dengan permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan
masukan bagi pihak – pihak terkait.
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian mengenai analisis pengaruh nilai tukar,
pendapatan nasional, investasi asing, dan utang luar negeri terhadap neraca transaksi
berjalan adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh nilai tukar riil (REER) terhadap neraca transaksi berjalan
Variabel nilai tukar riil (REER) memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar
0,000337, yang berarti jika nilai tukar riil (REER) menguat sebesar 1%, maka
neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0003%. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis.
2. Pengaruh produk domestik bruto terhadap neraca transaksi berjalan
Variabel produk domestik bruto (PDB) memiliki hubungan positif, tetapi
signifikan terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya
sebesar 0,004564 yang berarti jika pendapatan nasional (PDB) naik sebesar
1%, maka neraca transaksi berjalan naik pula sebesar 0,0045%. Hal ini tidak
sesuai dengan hipotesis.
3. Pengaruh investasi asing terhadap neraca transaksi berjalan
Variabel investasi asing (PMA) memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar -
0,257991, yang berarti jika nilai tukar (PMA) naik sebesar 1%, maka neraca
transaksi berjalan akan turun sebesar 0,26%. Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis.
4. Pengaruh utang luar negeri terhadap neraca transaksi berjalan
Variabel utang luar negeri (ULN) memiliki hubungan positif dan signifikan
terhadap neraca transaksi berjalan di Indonesia. Nilai koefisiennya sebesar
0,002777 yang berarti jika utang luar negeri (ULN) naik sebesar 1%, maka
neraca transaksi berjalan akan naik pula sebesar 0,003%. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis.
B. Saran
Berdasarkan studi empiris ini dapat diusulkan beberapa saran yang sebaiknya
dijalankan oleh otoritas moneter, dalam hal ini adalah pemerintah dan Bank Indonesia
(BI), antara lain :
1. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sangat penting untuk membuat
langkah – langkah selain menjaga kestabilan nilai kurs. Hendaknya Bank
Indonesia bekerja sam dengan pemerintah dengan menjaga tingkat harga
umum, agar tidak terjadi inflasi.
2. GDP mengukur pendapatan yang diterima oleh semua orang dalam 1 (satu)
wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. GDP yang tertinggi merupakan
indikator membaiknya perekonomian Indonesia. Salah satu caranya dengan
meningkatkan kualitas barang ekspor. Sehingga dapat mendongkrak saldo
neraca transaksi berjalan, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
nasional.
3. Pemerintah perlu menciptakan kestabilan ekonomi keuangan dan politik, serta
menciptakan iklim yang kondusif. Sehingga berdampak untuk meningkatkan
kepercayaan pada investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia.
4. Pemerintah dapat megusahakan peningkatan penerimaan dalam sektor pajak
dan menekan pengeluaran untuk menutupi pembiayaan cicilan pokok dan
bunga utang luar negeri yang kian meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Andrik. 2008. Neraca Transaksi Berjalan dan Analisis Variabel Penentunya. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bussière, Matthieu, Marcel Fratzscher dan Gernot J. Müller. 2004. Current Account Dynamics In OECD And EU Acceding Countries. European Central Bank.
Ghofur, Soma. 2008. Analisis Pengaruh Inflasi, Penanaman Modal Asing, dan Utang
Luar Negeri Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1981 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga Hakim, Lukman. 1997. Kliping Analisis Neraca Pembayaran Bank Indonesia 1978 –
1997. Center For Economic, Social And Regional Analysis (CESRA). Hermann, Sabine dan Axel Jochem. 2005. Determinants of Current Account
Developments In The Central And East European EU Member States Consequences For The Enlargement Of The Euro Area. Deutsche Bundesbank. Jerman
Indikator Ekonomi.1988 - 2007. Laju Inflasi Gabungan 27 Kota di Indonesia. Jakarta :
Badan Pusat Statistik. Insukindro, Maryatmo, dan Aliman. 2003. Ekonometrika Dasar. Yogyakarta : Bank
Indonesia dan FE UGM. Jhingan, M.L. 1988. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : Rajawali
Pers. Krugman, Paul R. and Maurice Obstfeld. 1999. Ekonomi Internasional (Teori dan
Kebijakan). Edisi kedua. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Prasetiantono, Tony. 1996. Utang Luar Negeri dan Defisit Transaksi Berjalan Dalam
Perekonomian Indonesia. Jurnal Kelola: UGM Rahwanto, Hariawan. 2007. Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Cadangan
Devisa Indonesia : Periode tahun 1975 – 2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Salvatore, Dominick. 2000. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga. Simorangkir, Iskandar, dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar Seri
Kebanksentralan No. 12. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. 1988 – 2007. Data Statistik : Posisi
Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara. Jakarta : Bank Indonesia.
_______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Neraca Pembayaran. Jakarta : Bank Indonesia.
_______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Nilai Tukar Beberapa Mata Uang
Asing. Jakarta : Bank Indonesia. _______________. 1988 – 2007. Data Statistik : Rencana Penanaman Modal Asing
(PMA) yang Disetujui Pemerintah. Jakarta : Bank Indonesia Statistik Indonesia. 1988 - 2007. Posisi Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dan Badan
Usaha Milik Negara. Jakarta: Badan Pusat Statistik. _______________. 1988 – 2007. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar harga Berlaku. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Sugiyono, F.X.,. 2002. Neraca Pembayaran : Konsep, Metodologi dan Penerapan.
Seri Kebanksentralan No. 4. Jakarta : Pusat Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan.
Sukirno, Sadono. 2002. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Kedua. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada. Suryawati. 2000. Peranan Investasi Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Negara-negara Asia Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.5 No. 2. Tambunan, Tulus. 2001. Transformasi Ekonomi Di Indonesia. Jakarta : Salemba
Empat. Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta : Erlangga. Yumanita, Diana, Dwi Mukti Wibowo, Giri Triboto, Hotbin Sigalingging, M. Seto
Pranoto, Rahmat Dwi Saputro. 2001. Profil Pinjaman Luar Negeri Indonesia Dan Permasalahannya. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
LAMPIRAN 1
Data CA (Current Account), Nilai Tukar Riil (REER), Produk Domestik Bruto (PDB), Investasing Asing (PMA), dan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia Tahun
1988:1 – 2007:4
TAHUN CA REER PDB PMA ULN
Persentase dari PDB Triliun Rp
Persentase dari PDB Triliun Rp
1988:1 -0.125 6296.06 148.15 0.218 20.9 1988:2 -0.538 6313.78 154.04 0.091 21.1 1988:3 -0.272 6369.67 159.93 0.130 21.6
1988:4 -0.717 6451.39 165.83 0.184 22.1 1989:1 -0.440 6517.03 167.90 0.214 22.9 1989:2 -0.285 6540.42 172.26 0.081 23.1 1989:3 -0.342 6610.5 176.62 0.156 23.5 1989:4 -0.245 6636.44 180.99 0.244 23.8 1990:1 -0.736 6716.73 182.56 0.243 27.0 1990:2 -0.875 6715.27 185.80 0.226 28.3 1990:3 -1.274 6646.66 189.05 0.224 29.7 1990:4 -0.325 6700.44 192.29 0.390 31.4 1991:1 -1.232 6835.68 194.20 0.572 31.2 1991:2 -1.330 6815.04 196.91 0.249 31.9 1991:3 -0.921 6693.3 199.62 0.148 32.5 1991:4 -0.866 6659.59 202.33 0.498 33.3 1992:1 -1.186 6704.95 209.17 0.648 36.5 1992:2 -0.996 6704.85 213.53 0.492 36.8 1992:3 -0.796 6733.67 217.89 0.331 37.9 1992:4 -0.025 6775.65 222.25 0.262 39.3 1993:1 -0.591 6526.15 223.07 0.512 40.3 1993:2 -0.273 6479.91 226.02 0.569 41.6 1993:3 -0.352 6496.2 228.96 0.440 42.9 1993:4 -0.895 6477.12 231.91 0.325 43.9 1994:1 -1.105 6385.53 248.13 0.449 48.5 1994:2 -0.491 6390.88 256.39 0.257 51.0 1994:3 -0.131 6350.47 264.65 0.185 53.7 1994:4 -0.757 6306.92 272.90 0.611 56.4 1995:1 -1.453 6243.78 275.97 0.786 57.5 1995:2 -1.576 6182.88 282.14 0.608 59.8 1995:3 -1.396 6210.98 288.32 1.061 62.2 1995:4 -0.944 6225.48 294.50 0.987 64.7 1996:1 -1.572 6084.74 302.44 1.538 63.9 1996:2 -1.959 6184.73 309.33 0.775 64.3 1996:3 -1.573 6206.63 316.21 1.214 64.6 1996:4 -0.777 6211.97 323.10 1.136 66.2 1997:1 -0.822 6216.77 324.40 1.746 76.4 1997:2 -1.039 6275.15 329.05 0.943 81.4
Lanjutan
1997:3 -0.198 7082.88 333.70 1.366 114.1 1997:4 1.374 9852.75 338.35 -0.445 169.5 1998:1 1.740 19415.3 320.51 -1.304 302.5 1998:2 7.932 18291.36 316.16 1.730 555.2 1998:3 2.553 17912.89 311.81 -0.494 408.6 1998:4 3.946 11072.99 307.47 -0.201 313.8 1999:1 2.158 11774.99 342.16 -0.589 323.8 1999:2 3.589 10803.41 353.43 -1.694 249.6 1999:3 3.527 10572.52 364.69 -1.605 309.8 1999:4 3.582 10167 375.96 -1.747 261.0 2000:1 3.886 10297.23 370.70 -3.018 273.4
2000:2 3.151 11551.35 375.35 -1.043 311.2 2000:3 5.180 11973.46 380.01 -2.176 309.3 2000:4 6.231 12491.28 384.66 -4.203 334.1 2001:1 5.090 12883.66 420.88 -5.562 354.4 2001:2 3.496 14574.36 438.17 -4.966 383.7 2001:3 5.015 12033.9 455.45 -2.356 319.3 2001;4 2.508 12644.44 472.73 -1.371 337.6 2002:1 3.571 11829.25 448.33 1.544 318.6 2002:2 3.708 10590.1 448.94 -1.276 287.1 2002:3 4.831 10318.13 449.55 -0.848 295.5 2002:4 3.676 10194.93 450.16 -1.152 292.1 2003:1 2.208 9901.34 461.63 -0.783 298.1 2003:2 3.951 9442.73 466.58 0.456 279.4 2003:3 4.017 9366.69 471.54 -0.361 285.0 2003:4 2.885 9220.19 476.49 -0.435 289.8 2004:1 -3.964 9138.65 482.03 -0.385 292.8 2004:2 4.338 9661.07 487.22 -2.216 322.0 2004;3 5.158 9757.69 492.41 -1.143 314.6 2004:4 0.594 9636.62 497.60 -1.186 319.7 2005:1 0.394 9571.24 502.72 1.951 319.6 2005:2 0.834 9802.96 507.88 0.870 325.2 2005:3 -2.341 10201.09 513.05 6.795 342.9 2005:4 1.512 9297.17 518.21 3.579 324.7 2006:1 4.613 8485.51 551.65 1.806 1221.7 2006:2 2.811 8424.54 568.13 3.795 1208.4 2006:3 5.567 8376.47 584.60 2.956 1177.7 2006:4 2.838 8154.87 601.07 2.603 1161.2 2007:1 3.859 8024.01 612.97 14.760 1197.0 2007:2 3.236 8018.84 627.62 2.882 1208.5 2007:3 3.026 8161.16 642.26 2.418 1251.3 2007:4 4.851 8075.43 656.91 3.657 128.7
LAMPIRAN 2
HASIL REGRESI LINEAR BERGANDA
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/18/10 Time: 12:04 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.890536 0.722386 -5.385673 0.0000 REER 0.000337 7.40E-05 4.550761 0.0000
PDB 0.004564 0.002027 2.251274 0.0273 PMA -0.257991 0.086936 -2.967584 0.0040 ULN 0.002777 0.000899 3.088139 0.0028
R-squared 0.653872 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.635412 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.530755 Akaike info criterion 3.749861 Sum squared resid 175.7409 Schwarz criterion 3.898738 Log likelihood -144.9944 F-statistic 35.42072 Durbin-Watson stat 2.143241 Prob(F-statistic) 0.000000
Estimation Command: ===================== LS CA C REER PDB PMA ULN Estimation Equation: ===================== CA = C(1) + C(2)*REER + C(3)*PDB + C(4)*PMA + C(5)*ULN Substituted Coefficients: ===================== CA = -3.890535664 + 0.0003365511185*REER + 0.004563999749*PDB - 0.2579911244*PMA + 0.002777272432*ULN
LAMPIRAN 3
HASIL UJI MULTIKOLINEARITAS
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -3.855723 0.677874 -5.687961 0.0000 REER 0.000587 7.41E-05 7.925162 0.0000
R-squared 0.446055 Mean dependent var 1.246262
Adjusted R-squared 0.438953 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 1.898909 Akaike info criterion 4.145118 Sum squared resid 281.2567 Schwarz criterion 4.204669 Log likelihood -163.8047 F-statistic 62.80819 Durbin-Watson stat 1.382557 Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:37 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -2.633871 0.616748 -4.270581 0.0001 PDB 0.011122 0.001644 6.763768 0.0000
R-squared 0.369690 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.361609 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 2.025573 Akaike info criterion 4.274265 Sum squared resid 320.0299 Schwarz criterion 4.333816 Log likelihood -168.9706 F-statistic 45.74856 Durbin-Watson stat 0.974147 Prob(F-statistic) 0.000000
Lanjutan Multikolinearitas
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.311757 0.284659 4.608171 0.0000 PMA -0.172627 0.115616 -1.493107 0.1394
R-squared 0.027787 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.015323 S.D. dependent var 2.535155
S.E. of regression 2.515657 Akaike info criterion 4.707627 Sum squared resid 493.6252 Schwarz criterion 4.767178 Log likelihood -186.3051 F-statistic 2.229369 Durbin-Watson stat 0.646415 Prob(F-statistic) 0.139443
Dependent Variable: CA Method: Least Squares Date: 04/16/10 Time: 11:38 Sample: 1988:1 2007:4 Included observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.077302 0.298767 0.258737 0.7965 ULN 0.004516 0.000723 6.246219 0.0000
R-squared 0.333420 Mean dependent var 1.246262 Adjusted R-squared 0.324874 S.D. dependent var 2.535155 S.E. of regression 2.083036 Akaike info criterion 4.330212 Sum squared resid 338.4451 Schwarz criterion 4.389763 Log likelihood -171.2085 F-statistic 39.01525 Durbin-Watson stat 0.971507 Prob(F-statistic) 0.000000
LAMPIRAN 4
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
ARCH Test:
F-statistic 0.284988 Probability 0.594988 Obs*R-squared 0.291312 Probability 0.589381
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/04/10 Time: 15:07 Sample(adjusted): 1988:2 2007:4
Included observations: 79 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.083797 0.621906 3.350662 0.0013 RESID^2(-1) 0.062587 0.117238 0.533843 0.5950
R-squared 0.003687 Mean dependent var 2.212691 Adjusted R-squared -0.009252 S.D. dependent var 5.070634 S.E. of regression 5.094036 Akaike info criterion 6.119008 Sum squared resid 1998.088 Schwarz criterion 6.178994 Log likelihood -239.7008 F-statistic 0.284988 Durbin-Watson stat 1.957079 Prob(F-statistic) 0.594988