Oleh: Subekti - Universitas Indonesia
Transcript of Oleh: Subekti - Universitas Indonesia
404
SISTEM PERADILAN INDONESIA
~ _________ Oleh: Subekti _________ _
1. Sistem peradilan kita digolongkan dalam apa yang dinamakan "sistem kontinental': yang ditandai dengan adanya lembaga kasasi o1eh badan pengadilan tertinggi. Kasasi diadakan semata-mata untuk mengawasi segi penerapan hukumnya dalam setiap putusan badan pengadilan. Lembaga kasasi berasal dari Perancis.
Da1am sistem yang lainnya, yaitu •
sistem Anglo-Saxon, semua instansi yang 1ebih tinggi dari pemeriksaan tingkat pertama adalah: banding/ulangan. Dalam instansi bandingjulangan semua pemeriksaan fakta (bukti) dan hukum diulangi seluruhnya.
2. Sistem peradilan Indonesia juga ditandai dengan tidak dikenalnya peradilan Jury. Dalam peradilan jury ada orang-orang awam (bukan akhli hukum) ikut duduk sebagai hakim dan ikut memutusi perkaranya. Peradilan jury hanya terdapat dalam peradilan pidana. Dewan jury memutuskan soal "salah" atau "tidak salah", jadi hanya soal pembuktiannya. Bila dianggap cukup bukti dan meyakinkan Dewan jury, maka terdakwa dinyatakan salah (guilty) tetapi bila tidak demikian, ia diputus bebas (not guilty J.
Karena Perancis sendiri, yang merupakan sumber peradiian kasasi, juga mengenal jury, maKa slStem yang paling menyerupai sistem peradilan kita adalah sistem peradilan Belanda, yang juga hanya mengenal majelis hakim yang terdiri atas akhli (sarjana) hukum.
3. Menurut "Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie" (disingkat: R.O.), Pengadilan Negeri (Landraad) bersidang dengan susunan: Ketua, Anggota-anggota dan Penasehat Islam. Susunan ini baru dirubah dalam jaman kemerdekaan, dimana ia diganti dengan majelis hakim (yang semuanya akhli hukum). Yang dinamakan "anggota-anggota" diambil dari pensiunan pegawai pamong-praja (murah), sedangkan duduknya "Penasehat Islam" (Penghulu) diperlukan karena menurut pendapat Belanda (waktu itu) hukumnya orang Indonesia banyak mengandung unsur-unsur agarna Islam (teori resepsi). Penghulu memberikan misehat, juga dalam perkara pidana, tentang jenis hukuman yang harus dijatuhkan menurut agama Islam.
4. Hubungan antara Pengadilan dan Kejaksaan di Indonesia sejak UndangUn dang Kejaksaan tahun 1961, juga menunjukkan ciri khas. Sebelum itu Pengadilan dan Kejaksaan bernaung dibawah satu departemen, yaitu Departemen Kehakiman. Ini merupakan sistern Belanda dan juga sistem yang paling banyak dianut di dunia.
Di negara-negara . Anglo-Saxon (Inggeris, Amerika, Australia) Menteri Kehakiman adalah merangkap J aksa Agung (Attorney General).
Dulu nama Jaksa adalah: Jaksa pada Pengadilan Negeri dan J aksa Agung: Jaksa Agung pada Mahkamah Agung.
•
Sistem Peradilan
Jika kita di jaman Belanda be rbicara tentang "Rechterlijke Macht" (Kekuasaan Kehakiman), maka tercakup didalamnyajuga para Jaksa.
Kedudukan para Jaksa yang setarap dengan kedudukan para officieren van lustitie baru diperoleh sejak berlakunya H .I.R. (tahun 1941).
5. Di kebanyakan negara terdapat banyak Pengadilan-pengadilan khusus untuk berbagai macam perkara: pengadilan pelanggaran 1alu-lintas, pengadilan kanak-kanak, pengadilan perceraian, dan lain-lain. Tetapi di Indonesia semua itu dibebankan kepada Pengadilan Negeri yang merupakan satusatunya pengadilan (pidana dan perdata) untuk perkara yang paling kecil/sederhana sampai perkara yang paling besar/berat. Hanya diadakan pembedaan dalam caranya memeriksa/menye1esaikan macam-macam perkara itu: sidang acara biasa, sidang kilat, sidang acara cepat (lihat KUHAP).
6. Adanya 4 (empat) lingkungan peradilan: umum, agama, militer dan tata-usaha negara (administrasi) juga merupakan suatu ciri khas bagi peradilan Indonesia. Kebanyakan negara hanya mengenal peradilan umum dan peradilan militer.
Dari empat lingkungan tersebut, yang belum dikembangkan adalah peradilan administrasi, yang tujuannya mengadili sengketa antara warganegara (perseorangan atau badan hukum) dengan Penguasa (Pemerintah). Pengadilan Administrasi itu sekarang baru ada .dalam bentuk Majelis Pertimbangan Pajak. Perkara perbuatan me1anggar hukum yang dilakukan oleh Penguasa mestinya masuk wewenang Pengadilan Administrasi, tetapi karen a itu belum ada sedangkan keadaan mendesak sekali, sudah dioper (sementara) oleh Peradilan Umum (mencontoh Negeri Belanda).
Ke-empat lingkungan Peradilan itu
.405
. bertemu di puncaknya Pengadilan, yaitu di Mahkamah Agung.
Karena Mahkamah Agt;ng dalam peradilan melakukan 2 (dua) fungsi, yaitu: peradilan kasasi dan pengawasan, maka diartikan bahwa semua putusan badan-badan peradilan di semua lingkungan itu tunduk kepada kasasi dan pengawasan tertinggi oleh Mahkamah Agung. Karena ada berbagai lingkungan peradilan, maka diadakan beberapa Ketua Muda Mahkamah Agung.
7. Lem baga kasasi dilahirkan oleh revolusi Perancis dan berhubungan erat dengan diciptakannya kodifikasi. Kalau dulu Hakim sering tidak menyebutkan pasal undang-undang yang dijadikan dasar putusannya dan sering berbuat sewenang-wenang, maka ia sekarang harus menyebutkan pasal-pasal itu. Bila ia salah menerapkan ketentuan undang-undang atau menyimpang, maka putusannya harus dibatalkan oleh Mahkamah Kasasi. Karena im syarat untuk permohonan kasasi adalah: Hakim melanggar atau salah menerapkan undang-undang. Namun karena kemudian orang mulai sadar bahwa tidak semua hukum itu tercak~.p dah~m undang-undang, maka syarat untuk kasasi tersebut dirubah menj adi: Hakim melanggar atau salah menerapkan hukum.
Untuk kasasi diwajibkan: sebuah memori (tertulis) dim ana pemohon (penggugat) kasasi dengan jelas menyebutkan ketentuan-ketentuan un dangundang atau nOllna hukum mana yang telah dilanggar atau salah diterapkan oleh Hakim.
Datam pemeriksaan banding, memori itu tidak diwajibkan secara mutlak. Asal pem banding menyatakan minta banding, dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh undang-undang (dalam perkara pidana: 7 hari, dalam perkara perdata: 14 hari) , maka permohonan banding itu harus diterima;
September 1983
406
Kalau alasan kasasi itu mengenai fakta atau pembuktian, maka permohonan kasasi harus dito1ak. Harap diingat bahwa soal kasalahan terdakwa adalah mengenai pembuktian, dus tidak tunduk pada kasasi. Begitu pula: soal "strafmaat" atau beratnya hukuman (pidana) tidak bisa dikasasi, kecuali ka1au Hakim bawahan me1anggar batas maksimum hukuman yang diancamkan oleh undang-undang.
Namun ada kemungkinan bahwa Hakim melanggar ketentuan hukum pembuktian, misalnya: ia menghukum terdakwa hanya atas dasar keterangan ~atu orang saksi atau satu petunjuk. lni dapat dikasasi. Atau, dalam perkara perdata: Hakim berlaku tidak adil dalam membagi beban pembuktian antara kedua belah pihak, misalnya: si penjual disuruh membuktikan bahwa
si pembeli belum membayar harga barang. Atau, dalam perkara pidana: Hakim memberikan kualifikasi keliru atau salah merumuskan tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. Inipun dapat dikasasi.
8. Lembaga "peninjauan kembali". Kepastian hukum menghendaki
bahwa putusan Pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidal<: bisa dirobah lagi. Namun kalau nyata-nyata ada kekeliruan, maka demi Keadilan, prinsip tersebut bisa diterobos. Penerobosan ini dilakukan dengan "peninjauan kern bali". Jaman dulu namanya: herziening untuk perkara pidana dan request-civiel untuk perkara perdata. Sekarang kedua-duanya dinamakan peninjauan kembali. Kalau dulu herziening dan request-civiel dilakukan oleh Pengadilan tingkat pertama yang salah memeriksa dan memutus, sekarang kedua-duanya dilakukan oleh Mahkamah Agung sendiri.
Alasan untuk peninjauan kembali adalah pada prinsipnya diketemukannya hal-hal yang baru (novum) yang
Hukum dan Pembangunan
du1u tidak diketahui oleh Hakim atau terdapatnya kekeliruan-kekeliruan yang menyolok dalam putusan.
Dasar bagi peninj auan kern bali terdapat dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 (Undang-Undang Kek uasaan Kehakiman) pasal 21, tetapi peraturan pelaksanaannya baru saja terwujud dalam KUHAP (pasal 263 -269) yang mengenai putusan pidana, sedangkan yang mengenai putusan perdata masih berupa: Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 1980 sebagaimana disempurnakan oleh Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 1982.
9. Kekuasaan menguji undang-undang. Diperbedakan dalam 2 (dua) ma
cam, yaitu: a) hak uji formal, yaitu meneliti apakah yang menamakan dirinya "undang-undang" sungguh~ungguh memenuhi syarat-syarat untuk itu, dan b) hak uji materiil, yaitu meneliti apakah peraturan yang dikandung tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatnya atau tidak bertentangan dengan asas-asas hukum dan keadilan pada umumnya, dan jika ada alasan, membatalkan peraturan itu.
Hak uji dari macam yang pertama· diakui dimana-mana dan Hakim mempunyai hak uji formal tersebut tidak terbatas mengenai peraturan dari tingkat mana saja. Hak uji dari macam yang kedua: di Amerika Serikat, Federal Supreme Court mempunyai kekuasaan untuk membatalkan undangundang yang dianggapnya bertentang
an dengan Konstitusi. Namun banyak negara melarang ujian materiil terhadap produk legis1atip yang tertinggi, misalnya negeri Belanda (de wetten zijn onschendbaar). Juga di Indonesia diadakan pembatasan seperti itu (lihat Undang-Undang No. 14 tahun 1970, pasal 26 ayat 1). Namun, baik di negeri Be1anda maupun di Indonesia, 1arangan tersebut sudah digerogoti
Sistem Peradilan
oleh praktek (yurisprudensi), bahwa "penyingkiran" atau "penyisihan" bisa saja dilakukan terhadap suatu pasal undang-undang yang sudah usang atau kehilangan artinya. Dikatakan, bahwa . ini bukanlah "membatalkan" atau "menyatakan tidak sah" seperti yang dilarang oleh pasal 26 (1) Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tersebut. Contoh: Pasal 534 KUHPidana yang melarang orang memperagakan alatalat untuk mencegah kehamilan. Dalam jaman penjajahan sudah pula ada beberapa contoh: pasal 284 (3) B.W. dan pasal 393 H.I.R. yang sudah disingkirkan oleh yurisprudensi.
10. Kasasi demi kepentingan hukum. Kasasi semacam ini hanya dapat di
ajukan oleh Jaksa Agung dan dapat mengenai baik putusan pidana maupun putusan perdata.
Lem baga ini dimaksudkan untuk memperoleh penafsiran undang-undang/hukum yang tepat untuk dijadikan pedoman bagi pengadilan di kemudian hari, dalam suatu perkara dimana para pihak yang berkepentingan sendiri tidak mengajukan perIllohonan kasasi.
Putusan Mahkamah Agung dalam permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak mempunyai manfa'at bagi para pihak yang berkepentingan. Jaksa A'gung disini seolah-olah hanya ingin memancing pendapat Mahkamah Agung saja. Dalam mengajukan peIIllOhonan kasasinya, Jaksa Agung tidak terikat oleh suatu tenggang waktu.
Permohonan kasasi semacam ini jarang sekali teIjadi.
11 . Pengawasan Mahkamah Agung melakukan peng
awasan tertinggi atas jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan. Dalam lingkungan peradilan umum, Mahkamah Agung dapat melimpahkan kekuasaan mengawasi ini kepada para Pengadilan Tinggi.
407
Pengawasan sekali-kali tidak boleh menjadi pengarahan dalam hal peng,' ambilan putusan.
Pengawasan ditujukan pada ketertiban jalannya peradilan:. minutering perkara yang cepat, eksekusi, tingkah-laku Hakim, dan lain-Jain. Dij alankan dengan tegoran, laporan bulanan/triwulanan dan juga dengan "surat edaran".
S.E.M.A. No.3 tahun 1963 yang terkenal itu sebenarnya bermaksud memberikan anjuran kepada para Hakim . untuk jangan takut-takut menyingkirkan pasal-pasal dari B.W. yang sudah usang (misalnya: pasal 108, pasal 1460, pasal 1471 dan lain-lain).
Juga Mahkamah Agung menjalankan pengawasan tertinggi atas para pengacara dan para notaris.
12. Mahkamah Agung sebagai penasehat Kepala Negara, misalnya: dalam penIlohonan grasi, dalam pengesahan anak 1uar kawin, dan lain-lain.
Juga secara insidentil, misalnya: dalam soal pembubaran partai politik.
13 . Mahkamah Agung mempunyai wewenang membuat suatu peraturan yang setingkat dengan undangundang, yaitu menurut pasal 131 Undang-un dang Mahkamah Agung (Unundang-Undang No. 1 tahun 1950), ketentuan mana sekarang masih dianggap berlaku . Menurut ketentuan tersebut Mahkamah Agung berwenang, apa~ bila dalam Undang-undang Mahkamah Agung itu sendiri yang mengatur hukum acara bagi Mahkamah Agung, terdapat suatu kekurangan, maka ia berwenang untuk menambahnya dengan "peraturan" yang dibuatnya sendiri.
Wewenang tersebut sudah beberapa kali dipergunakan, antara lain untuk membuat Peraturan tentang Peninjauan kembali.
Di Jepang, Supreme Court mempunyai wewenang seperti yang dimiliki oleh Mahkamah Agung kita, malahan
•
September 1983
,
408
lebih luas karena Supreme Court diperbolehkan juga membuat peraturanperaturan hukum acara (secara tainbahan) untuk semua pengadilan bawahan.
14. Mahkamah Agung mempunyai fungsi administratip untuk pegawai-pegawainya sendiri yang pangkatnya lebih rendah dari Panitera/Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung. Para Hakim Agung dan Panitera/Sekretaris Jenderal administrasinya diurus oleh Sekretariat Negara.
Para Hakim untuk pertama kalinya diangkat oleh Kepala Negara, tetapi administrasi selanjutnya diurus oleh Direktorat-Jenderal Peradilan Umum Departemen' Kehakiman. Begitu pula semua pengangkatan/mutasi pegawai
Hukum dan Pembangunan
Pengadilan dilaksanakan oleh Dir. Jen. Peradilan.
15 . Gagasan-gagasan baru Ada gagasan untuk melimpahkan
semua administrasi mengenai para Hakim dan pegawai dari badan-badan Peradilan Umum kepada Mahkamah Agl,Ing. ltu berarti bahwa Dir.J en. Peradilan Umum dipindahkan ke Mahkamah Agung. Dan karena sudah tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan Peradilan (Kehakiman), maka nama Departemen Kehakima~ lebih tepat dirobah menjadi Departemen Perundangundangan, seperti halnya di India.
Juga ada gagasan, supaya Mahkamah Agung, seperti halnya dengan Presiden, bersama-sama dengan Lembaga Tinggi Negara ' lainnya (DP A, BPK) memberikan laporan kepada MPR ,
•
Hiduplama, bisa jadi bukan hidup yang baik, namun hidup baik pastilah hidup yang lama. (Peribahasa Perancis)
Kita datang dan menangis, itulah kehidupan. Kita rnenangis dan pergi, itulah kernatian. (Peribahasa Perancis)
• ,
,