Ok REFRAT Longcase
-
Upload
kenny-stefanus -
Category
Documents
-
view
218 -
download
1
description
Transcript of Ok REFRAT Longcase
CHRONIC KIDNEY DISEASE
I.PendahuluanPenyakit ginjal kronik merupakan permasalah di bidang nefrologi dengan angka kejadiannya
masih cukup tinggi, etiologi luas dan kompleks, sering tanpa keluhan maupun gejala klinis
kecuali sudah berada pada stadium terminal(gagal ginjal terminal). Pasien penyakit ginjal kronis
di evaluasi selain untuk menetapkan diagnosis jenis penyakit ginjal juga untuk mengetahui
adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi yang terkait
dengan derajat fungsi ginjal. Gagal ginjal kronik CRF adalah penurunan faal ginjal yang
bertahap, progresif, menahun dan reversible. Gangguan menetap pada kedua faal glomerulus dan
tubulus yang sangat berat sehingga ginjal tidak dapat mempertahankan lingkungan di dalam
tubuh tetap normal. Batasan ini dapat berupa gangguan ringan tanpa keluhan sering disebut
sebagai penurunan faal ginjal kronik. Yang terpenting penanganan CRF adalah diagnosis dini
dan pengobatan kondisi atau factor reversible. Pengobatan di tujukan untuk mengurangi efek
CRF dan menghambat progresifitas menjadi gagal ginjal terminal.6,9
II.DefinisiPenyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih,
berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis,
dengan penurunan laju filtrasi ataupun tidak. Penyakit ginjal kronik di tandai dengan penurunan
semua faal ginjal secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolism protein dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Cronik Kidney Disease (Penyakit Ginjal Kronik) adalah
GFR < 60 mL/min/1,73m3 selama > 3bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal
didefinisikan sebagai perubahan structural atau fungsional dari ginjal, mula – mula tanpa
penurunan GFR, dimana suatu saat dapat terjadi penurunan GFR. Penyakit kardiovaskuler adalah
penyebab utama dari kematian dari pasien – pasien dengan gagal ginjal kronik atau ESRD dari
penyakit ginjal tahap akhir.4
III.Kriteria1.kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kalainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik atau
- Petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2.Laju filtrasi glomerulus <60 mL/min/1,73m2 selama >3 bulan dengan atau tanpa kerusakan
ginjal.1
IV.Klasifikasi Ada individu dengan PGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus
(LFG), yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukan nilai LFG yang lebih rendah berdasarkan ada
atau tidak adanya penyakit ginjal.
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu :
a. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockcroft – Gault
LFG(ml/mnt/1,73m2 ) = (140-umur)x BB
72 x kreatinin plasma mg/dl
(Pada wanita x 0,85)
Klasifikasi atas dasar diagnosis :
Derajat Penjelasan LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat >90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun ringan 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis
b. Berdasarkan diagnose kausa/etiologi
Penyakit Tipe
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular( penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia), Penyakit vascular
(penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati), Penyakit
tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat), penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik, keracunan
obat(siklosporin/takrolimus), penyakit recurrent
(glomerular), transplant glomerulopaty.1
V.Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinis :a. Penurunan cadangan faal ginjal (LFG= 40-75%)
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal eksresi dan regulasi masih dapat
dipertahankan normal. Masalah ini sesuai dengan konsep intake nephron hypothesis
Kelompok pasien ini sering di temukan kebetulan pada pemeriksaan laboratorium rutin. 5
b. Insufisiensi renal (LFG=20-50%)
Pasien PGK pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah
memperlihatkan keluhan – keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia.
Pada pemeriksaan hanya ditemukan hipertensi(glomerulopati), anemia (penurunan HCT) dan
hiperurikemia. Pasien pada tahap ini mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure
artinya gambaran klinis penyakit ginjal akut (GGA) pada seorang pasien penyakit ginjal
kronis(GGK).5
Sindrom ini sering berhubungan dengan factor factor yang memperburuk faal ginjal.
Sindrom acute on chronic renal failure :
Oliguria
Tanda- tanda overhydration (bendungan paru, bendungan hepar, kardiomegali)
Edema perifer (ekstremitas & otak)
Asidosis, hiperkalemia
Anemia
Hipertensi berat
c. Gagal ginjal (LFG = 5-25%)
Gambaran klinis dan laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhydration atau
dehidrasi, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT, hiperurikemia, kenaikan ureum &
kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia, dilusi atau normonatremia, kalium serum
biasanya masih normal.5
d. Sindrom azotemia
Sindrom azotemia (uremia) dengan gambaran klinis sangat kompleks dan melibatkan banyak
organ (multi organ).5
Umum : Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil
Kulit : Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia
Kepala dan leher : Fetor uremik, lidah kering dan berselaput
Mata : Fundus hipertensif, mata merah
Kardiovaskular : Hipertensi, berlebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik, penyakit
vascular
Pernapasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
Gastrointestinal : anoreksi, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis uremik, diare yang di
sebabkan antibiotic
Kemih : Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya
Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore
Saraf : Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk, kebingungan, flap, mioklonus, kejang,
koma
Tulang : hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
Sendi : Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologi : anemia, defisiensi imun, mudah mengalami pendarahan
Endokrin : multiple
Farmakologi : obat – obat yang di ekskresi oleh ginjal.2
VI. StadiumPerjalanan umum GGK biasanya dibagi dalam 3 stadium :
a) Stadium I ( Penurunan Cadangan Ginjal )
Pada stadium ini dapat dijumpai kadar kreatinin serum dan kadar BUN ( kadar ureum dan
Nitrogen serum ) normal dan penderita asimptomatik. Biasanya hanya dapat diketahui
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut seperti tes pemekatan kemih
yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
b) Stadium II ( Insufisiensi Ginjal )
Sudah terdapat lebih dari 75% jaringan ginjal yang rusak ditandai dengan kadar BUN yang
mulai meningkat diatas batas normal dan tergantung dari kadar protein dalam diet. Kreatinin
serum juga mulai meningkat. Azotemia mulai meningkat ringan kecuali penderita mengalami
stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Disini terdapat gejala nokturia, poliuria.
c) Stadium III ( Akhir / Uremia )
90% dari massa nefron telah hancur, nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal dan bersihan
kreatinin mungkin sebesar 5-10ml permenit atau berkurang. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan mencolok. Penderita mulai merasakan gejala-gejala
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir ini penderita pasti akan meninggal kecuali
mendapat pangobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialysis.8
VII. EtiologiDi amerika serikat penyebab tersering CKD adalah nefropati diabetikum, yang merupakan
komplikasi dari diabetes mellitus tipe 2. Nefropati hipertensi merupakan penyebab tersering
CKD pada usia tua, dimana terjadi iskemi kronik pada ginjal sebagai akibat penyakit vaskular
mikro dan makro ginjal. Nefrosklerosis progresif terjadi dengan cara yang sama seperti pada
penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular. Berikut tabel merupakan etiologi yang
dapat menyebabkan CKD. 4
Tabel Etiologi CKD
Penyakit vascular Stenosis arteri renalis, vaskulitis, atheroemboli, nephrosclerosis
hipertensi, thrombosis vena renalis
Penyakit glomerulus primer Nephropati membranosa, nephropati IgA, fokal dan segmental
glomerulosclerosis (FSGS), minimal change disease,
membranoproliferative glomerulonephritis, rapidly progressive
(crescentic) glomerulonephritis
Penyakit glomerulus sekunder Diabetes mellitus, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, scleroderma, Goodpasture syndrome, Wegener
granulomatosis, postinfectious glomerulonephritis,
endocarditis, hepatitis B and C, syphilis, human
immunodeficiency virus (HIV), parasitic infection, pemakaian
heroin, gold, penicillamine, amyloidosis, neoplasia, thrombotic
thrombocytopenic purpura (TTP), hemolytic-uremic syndrome
(HUS), Henoch-Schönlein purpura, Alport syndrome, reflux
nephropathy
Penyakit tubulo-interstitial Obat-obatan ( sulfa, allopurinol), infeksi (virus, bacteri, parasit),
Sjögren syndrome, hypokalemia kronik, hypercalcemia kronik,
sarcoidosis, multiple myeloma cast nephropathy, heavy metals,
radiation nephritis, polycystic kidneys, cystinosis
Obstruksi saluran kemih Urolithiasis, benign prostatic hypertrophy, tumors,
retroperitoneal fibrosis, urethral stricture, neurogenic bladder
VIII.PatofisiologiPatogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi
penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan:
(1) merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan
selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan
zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium
(2) merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi
nephron yang tersisa.3
Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional
sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang
diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.3,6,7
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun
tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau bahkan
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.6,7
IX.Pendekatan diagnostik1. Gambaran Klinis
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.1
DM, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LSE dan sebagainya
b. Sindrom Uremia
Lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati
perifer,pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang sampai koma.1
Patofisiologi sindrom uremia dapat dibagi menjadi 2 mekanisme: (1) akibat akumulasi
produk metabolism protein; hasil metabolism protein dan asam amino sebagian besar
bergantung pada ginjal untuk diekskresi. Urea mewakili kira-kira 80 % nitrogen atau lebih
dari seluruh nitrogen yang diekskresikan ke dalam urin. Gejala uremik itu ditandai dengan
peningkatan urea di dalam darah yang menyebabkan manifestasi klinis seperti anoreksia,
malaise, mula, muntah, sakit kepala, dll; (2) akibat kehilangan fungsi ginjal yang lain, seperti
gangguan hemostasis cairan dan elektrolit dan abnormalitas hormonal. Pada gagal ginjal,
kadar hormone di dalam plasma seperti hormone paratiroid (PTH), insulin, glucagon, LTH,
dan prolaktin meningkat. Hal ini selain disebabkan kegagalan katabolisme ginjal tetapi juga
karena sekresi hormone tersebut meningkat, yang merupakan konsekuensi sekunder dari
disfungsi renal. Ginjal juga memproduksi erythropoietin (EPO) dan 1,23-
dihidroxychlorocalsiferol yang pada penyakit ginjal kronik kadarnya menurun.7
c. Gejala komplikasi
Hipertensi, anemia, osteodistrofi ginjal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbangan elektrolit(sodium, kalium, khlorida).
2. Gambaran Laboratoris
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal:
Peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
Penurunan LFG yang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault.
c. Kelainan biokimiawi darah:
Penurunan kadar hemoglobin
Peningkatan kadar asam urat
Hiper/hipokalemia, hiponatremia, hipo/hiperkloremia
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis:
Proteinuria, Hematuria, Leukosuria, cast, isostenuria
3. Gambaran Radiologis
a. Foto polos abdomen: tampak radio-opak
b. Ultrasonografi ginjal: ukuran ginjal mengecil, korteks yang menipis, adanya
hidronefrosis / batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
c. Pemeriksaan pemidaian ginjal/ renografi bila ada indikasi
d. Pielografi ante/retrograd bila ada indikasi
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Dilakukan pada ukuran ginjal yang mendekati normal di mana diagnosis non-invasif tidak
dapat ditegakkan.
Tujuan: mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi
Kontraindikasi: ukuran ginjal mengecil, ginjal polikistik, hipertensi tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.1
X.PenatalaksanaanPerencanaan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya:
Derajat LFG
(mL/menit/1,73m2)
Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
perburukan, fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler
2 60 – 89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30 – 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 – 29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan
LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal
secara ultrasonografi, biopsy dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi
yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari
normal terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1
2. Pecegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurun LFG pada pasien penyakit
ginjak kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat
memperburuk keadaan pasie. Faktor – factor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat
– obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
a. Pembatasan asupan protein, dilakukan pada LFG <60ml/mnt, sedangkan di atas nilai
tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu di anjurkan. Protein diberikan
0,6-0,8/kgbb/hari yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi.
Jumlah kalori yang di berikan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari. Dibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein
dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan
dalam tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion
hydrogen, fosfat, sulfat dan ion unorganik lain juga di ekskresikan melalui ginjal. Oleh
karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan
mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolic yang di sebut uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan
protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremia. Masalah penting lain adalah
asupan protein berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomelurus (intaglomerulus hyperfiltration), yang
akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu bersala dari
sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.1
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat PD PGK
LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hr
>60 Tidak di anjurkan Tidak di batasi
25-60 0,6-0,8kg/hr termasuk >0,35
gr/kg/hari nilai biologi tinggi
<10g
5-25 0,6-0,8kg/hr termasuk
>0,35gr/kg/hr nilai biologi
tinggi atau tambahan 0,3 g
asam amino esensial atau
asam keton
<10g
<60 (sindrom nefrotik) 0,8/kg/hr (+1 gr protein/g
proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino esensial
atau asam keto)
<9g
b. Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomelurus. Pemakaian obat
antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular juga
sangat penting untuk memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomelurus dan hipertrofi glomerulus. Beberapa obat antihipertensi
terutama ACE inhibitor mengurangi hipertensi intraglomerulus dan glomerulus, di
samping memperkecil risiko kardiovaskular,melalui mekanisme antihipertensi dan
antiproteinuria.1
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Pencegahan terapi dan terapi terhadap kardiovaskular merupakan hal yang petning karena 40-
45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal hal
yang termasuk dalam pencegahan dan terapi kardiovaskular adalah pengendalian hipertensi,
diabetes, dislipidemia, anemia dan hiperfosfatemia, terapi terhadap kelebihan cairan dan
gangguan keseimbangan elektrolit.1
5. Pencegahan dan Terapi Komplikasi
a. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% penyakit ginjal kronik, terutamanya disebabkan oleh
defisiensi eritropoitin. Hal hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah, masa hidup eritrosit pendek, defisiensi asam folat,
depresi sumsum tulang, proses inflamasi maupun kronik. Evaluasi dimulai saat kadar
hemoglobin ≤10% atau hematokrit ≥30%, mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit
dan kemungkinan adanya hemolisis.Pemberian eritropoitin (EPO) dianjurkan dengan
memerhatikan status besi serum. Transfusi darah dilakukan dengan hati-hati berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat untuk mengelakkan kelebihan cairan
tubuh, hiperkalemia dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin adalah 11-12g/dL.1
b. Hiperfosfatemia
Pemberian diet rendah fosfat pada diet tinggi kalori rendah protein dan rendah garam.
Asupan fosfat dibatasi 600-800mg/hari. Pembatasan yang ketat tidak dianjurkan untuk
menghindari malnutrisi. Pemberian pengikat fosfat untuk menghambat absorbsi fosfat dari
makanan.1
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan air mencegah edema dan komplikasi kardiovaskular. Dengan asumsi
insensible water loss antara 500-800mL sehari maka asupan air yang dianjurkan 500-
800mL ditambah jumlah urin. Pembatasan kalium dapat mencegah hiperkalemia yang
dapat menyebabkan aritmia jantung yang fatal. Obat yang mengandungi kalium dan
makanan tinggi kalium seperti buah dan sayur dibatasi. Pembatasan natrium pula untuk
mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium disesuaikan dengan tekanan
darah dan derajat edema pasien.1
6. Terapi Pengganti Ginjal
Dilakukan pada stadium 5 yaitu LFG kurang dari 15mL/menit/1,73m2. Terapi dapat
berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.1
7. Hemodialisis
Indikasi untuk inisiasi terapi dialysis:
a. inisiasi terapi dialysis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan nutrisi. Tetapi terapi dialysis terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG)
b. Keputusan untuk inisiasi terapi dialysis berdasarkan parameter laboratorium bila LFG
antara 5 dan 8 ml/menit/1,73 m2.10
XI.Faktor risiko gagal ginjal kronikSangatlah penting untuk mengetahui faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD, sekalipun
pada individu dengan GFR yangnormal. Faktor risiko CKD meliputi hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia lanjut, keturunan afrika, riwayat
keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka
panjang, berat badan lahir rendah, dan adanya proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran
kemih, batu ginjal, batu saluran kemih atau kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status
sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor yang dapat
meningkatkan risiko CKD.3,7
XII. EPIDEMIOLOGIRahardjo (1996) mengatakan bahwa jumlah penderita CRF atau gagal ginjal kronik terus
meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 % setiap tahun. Saat ini belum ada
penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia. Dari data di
beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan prevalensi penyakit ginjal
kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk dan 200 - 250/ 1 juta penduduk.9
XIII.KesimpulanPenyakit Gagal Ginjal Kronik adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sejak awal
mengelola penyakit secara medis kedokteran adalah sangat baik agar tidak cepat-cepat terjun ke
gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti (cuci darah atau transplantasi).
Sampai saat ini belum ada satu pun pengobatan (alternatif maupun kedokteran) yang bisa
menyembuhkan penyakit gagal ginjal.
Dengan demikian satu-satunya cara mengelola gagal ginjal kronik, hanya dengan mengunjungi
dokter ahli dan mengikuti anjuran-anjurannya. Diharapkan penderita bisa mengontrol
penyakitnya dan mempunyai kualitas hidup yang baik hingga usia lanjut.9
Daftar Pustaka
1. Aru W. Sudyonyo. Bambang setiyohandi, idrus Alwi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2006 hal 570-573.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita selekta kedokteran: Gagal ginjal kronik. Edisi
ke-3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI; 2009 hal 531-534.
3. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrison’s principles of internal
medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. hal 1858-69
4. Rahardjo, J.P. Strategi terapi gagal ginjal kronik. Dalam S. Waspadji, R.A. Gani, S. Setiati &
I. Alwi (Eds.), Bunga rampai ilmu penyakit dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1996.
5. Lubis, H.R. Pengenalan dan penangggulangan gagal ginjal kronik. Dalam H.R. Lubis & M.Y.
Nasution (Eds.), Simposium pengenalan dan penanggulangan gagal ginjal kronik. 1991.
6. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. hal 581-584.
7. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta:
EGC, 2000 hal 1435-1443.
8. A.Aziz Rani dkk. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Indonesia
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Agustus 2008
9. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari http://www.medicastore.com, 14 Desember 2010
10. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Ginjal. In: Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Jilid I edisi IV, Jakarta : EGC, 1995 hal 812-885.