nurliyana 102008296 ADB
-
Upload
nurliyana-ramli -
Category
Documents
-
view
272 -
download
3
Transcript of nurliyana 102008296 ADB
Anemia Defisiensi Besi
Nurliyana Ramli
Fakultas Kedokteran Universitas Ukrida
Jalan Arjuna Utara, No.6, Jakarta Barat, Indonesia
Makalah PBL 24 Hematology & Oncology
D5
Skenario
Tn.S , 55 tahun datang ke poliklinik penyakit dalam RS UKRIDA dengan keluhan selama 3-4 bulan kebelakangan merasa lebih mudah lelah dan nafas menjadi lebih berat. Pasien juga tampak pucat. Pasien mengatakan dirinya rutin berolahraga. Dalam seminggu bisa jogging 3-4x. Tidak ada riwayat bengkak pada kaki atau bagian tubuh lain. Ia mengatakan beberapa bulan ini berdiet berhasil menurunkan berat 5kg dalam waktu 4 bulan. PF: BB : 75kg, TB :168cm, KU: tampak sakit ringan, kesadaran :CM, TTV : dalam batas normal. Mata : konjungtiva anemis +/+. PF lain dalam batas normal.
Pendahuluan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh, sehingga cadangan besi untuk eritropoiesis berkurang, yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya pembentukan hemoglobin.
Berikut akan menjelaskan tingkatan defisiensi besi.Defisiensi besi prelaten atau deplesi besi adalah penurunan cadangan besi tanpa diikuti penurunan kadar besi serum. Deteksi dari tingkatan ini adalah dengan menggunakan teknik biopsi atau dengan pengukuran ferritin. Karena absorpsi besi berbanding terbalik dengan cadangan besi, maka terjadi peningkatan absorpsi besi pada fase ini.
Defisiensi besi laten atau eritropoiesis defisiensi besi dikatakan ada ketika cadangan besi habis namun kadar hemoglobin dalam darah masih dalam batas bawah normal. Dalam fase ini, beberapa abnormalitas dalam pemeriksaan laboratorium dapat dideteksi, terutama menurunnya saturasi transferrin serta meningkatnya total iron-binding capacity. Meningkatnya protoporfirin eritrosit bebas dapat dilihat di pertengahan dan akhir dari fase ini. Mean corpuscular volume (MCV) biasanya masih dalam batas normal walaupun sudah terlihat beberapa mikrosit pada hapusan darah.
Ketika konsentrasi hemoglobin menurun hingga di bawah batas normal, anemia defisiensi besi terjadi. Pada fase ini, kadar enzim yang mengandung besi seperti sitokrom juga menurun.
1
Anamnesis
1. Riwayat Faktor Predisposisi Dan Etiologi :
Kebutuhan meningkat secara fisiologi
- sering kebutuhan tinggi saat hamil dan laktasi
- masa pertumbuhan yang cepat
Menstruasi
- Rimayat penyakit menorrhagia, dan sekiranya ada ditanyakan apakah ada
mengkonsumsi suplemen ferum.
Infeksi kronis
Asupan diet tidak adekuat/gaya hidup tidak sehat
- Konsumsi makanan tinggi besi apakah cukup, seperti buah-buahan dan sayuran,
daging merah, ikan tuna, oat dll’
- Seorang vegan akan terjadi kekurangan vitamin B12
- Konsumsi alkohol berat meningkatkan resiko kekurangan asam folat
Malabsorpsi besi
- Pada pasien penyakit celiac, atau baru selesai operasi lambung
Perdarahan/ Kehilangan darah
- Terutama pada perdarahan gastrointestinal, karena tersering disebabkan infeksi
cacing tambang atau karena tukak lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa
- Sering donor darah
Penggunaan aspirin atau NSAID jangka lama
Riwayat hemodialisis, pada pasien gagal ginjal menyebabkan kekurangan besi dan asam
folat. ( Anemia penyakit kronik)
2. Riwayat Keluhan
Keluhan umum pasien anemia
- Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang
Gejala melena , epistaksis, hematochezia , hematemesis mengindikasikan adanya
perdarahan. (anemia defisiensi besi)
Terjadinya ikterus, dan warna urin gelap pada penyakit hati ( anemia penyakit kronik)
2
Ada penurunan berat mendadak pada kanker ( anemia penyakit kronik)
Gejala parestesia , gangguan neurologi. (Anemia defisiensi B12).1
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan untuk menemukan berbagai kondisi klinis manifestasi
kekurangan besi dan sindroma anemia. Sewaktu pemeriksaan fisik dilakukan terutama sewaktu
inspeksi, akan tampak tanda-tanda khas berikut pada pasien dengan anemia defisiensi besi:
1. Gejala Umum
Badan lemah lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging
2. Gejala Khusus akibat defisiensi besi
a) Koilonychia : kuku sendok, yaitu kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
b) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang
c) Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan
d) Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
f) Gagal jantung
g) Takikardia
Koilonikia (kuku sendok) Atrofi glositis (Lidah halus) Angular cheilitis (ulkus sudut mulut)
Tabel 1 – Gejala Khas Anemia Defisiensi Besi
3
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut, contoh : ADB akibat penyakit cacing maka
gejala yang timbul adalah dyspepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.1
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Penurunan cadangan zat besi
Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas
menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag.
Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.
Eritropoisis kekurangan zat besi
Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti
penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin
turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukung
eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besi
tidak dapat dihindarkan. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik
dan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte
Protoporphyrin).
Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).
Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik
Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah. Fragmen kecil
dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit kaku, kelangsungan
hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi.
Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)
Leukosit N
4
Trombosit N/↑
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang.
Reseptor transferin dilepaskan dari membran plasma sel dan dapat dideteksi
dalam plasma. Sumber utama transferin adalah sel hematopoitik di sum-sum tulang.
Jumlah reseptor transferin dalam plasma meningkat pada pasien dengan
defisiensi besi, sehingga memberikan kemungkinan tes diagnostik lain untuk kondisi
ini.
Gender / Umur (tahun) Hemoglobin < g/dL Hematokrit < %
Wanita
12-14.9
15-17.9
18+
11.8
12.0
12.0
35.7
35.9
35.9
Pria
12-14.9
15-17.9
18+
12.5
13.3
13.5
37.3
39.7
39.9
Tabel 2 – Perbandingan Nilai Rujukan Hemoglobin Dan Hematokrit Tergantung Umur
Tes laboratorium Nilai
Ferritin <15 µg/L
Serum Iron (SI) < 50mg/dl
Total Iron Binding Capacity (TIBC) > 350mg/dl
Serum transferrin receptor concentration (TfR) >8.5 mg/L
Saturasi transferin <16%
Mean cell volume (MCV) <82/85 fL*
Red cell distribution width (RDW) >14%
Erythrocyte protoporphyrin (FEP) >70 µg/dL
*umur <15 tahun />15 tahun
Tabel 3 – Nilai Pemeriksaan Laboratorium Pasien Anemia Defisiensi Besi
5
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit, didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH
< 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.
RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks
eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin
sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul
perlahan-perlahan.
Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit,
sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan
derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah
dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil.
Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding
dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel.Kadar serum ferritin yang rendah (<15
µg/L), disertai kadar yang rendah dari hemoglobin atau hematocrit, menguatkan diagnosa dari
anemia defisiensi besi. Sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi
atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya
pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik
Peningkatan serum transferrin receptor concentration (TfR) (>8.5 mg/L) merupakan
indikator paling awal dan paling sensitif dari defisiensi besi. Akan tetapi peningkatan TfR juga dapat
terjadi pada Talasemia dan anemia hemolitik. 2
Gambar 1 - Anemia Defisiensi Besi
6
Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
Gambar 2 - Telur Anchylostoma duodenale / Necator americanus (tidak bisa dibedakan)
Diagnosis
WORKING DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi, harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat sebagai pendukung diagnosis. Terdapat
tiga tahap diagnosis untuk ADB. Tahap-tahapnya adalah seperti berikut :
i. Tahap pertama : menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin dan
hematokrit.
ii. Tahap kedua : menentukan adanya defisiensi besi
iii. Tahap ketiga : menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi
Berdasarkan kasus Tuan S,beumur 55 tahun,berdiet sudah 4 bulan datang dengan keluhan mudah
lelah,nafas menjadi lebih berat dan pada pemeriksaan fisik didapati pasien tampak pucat dan
konjungtivanya anemis.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis ADB (tahap satu dan dua) dapat dipakai kriteria
seperti berikut; anemia mikrositik hipokrom pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV <80 dan
MCHC <31% dengan salah satu dari parameter di bawah ini :
Besi serum <50 mg/dl
TIBC > 350mg/dl
Saturasi transferin : <15% atau
Serum feritin <20mg/dl atau
Pengecatan sumsum tulang dengan biru Prussia (Perl’s Stain) menunjukkan tertundanya
maturasi sitoplasma dan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif atau
7
Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai :
- Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
- kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini sering
meruakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetai merupakan tahap
yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk
menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik
sekitar 20% kasus ADB adalah idiopatik.
Untuk pasien dewasa fokus utama dalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang menstruasi
sangat penting. Untuk lelaki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feces untuk mencari telur
cacing tambang. Jika ditemukan infeksi ringan tidak serta merta data dianggap sebagai penyebab
utama ADB, harus dicari penyebab lainnya.3,4
DIFFRENTIAL DIAGNOSIS
Anemia pada Penyakit Menahun (Anemia of Chronic Disease)
Diagnosis Penting
Anemia , normositik atau mikrositik
Normal atau peningkatan simpanan besi
Ada riwayat penyakit kronik
Perhitungan Umum
Kebanyakan penyakit sistemik kronik berkaitan dengan anemia ringan atau sederhana.
Penyebab tersering adalah infeksi kronik atau inflamasi kronis (reumatoid artritis, SLE, sarkoidosis,
penyakit Crohn), kanker (limfoma, sarcoma dan karsinoma) dan penyakit hati. Anemia disebabkan
penyakit ginjal kronis berbeda patofisiologinya, karena melibatkan pengurangan produksi
eritropoietin dan selalunya sering berat.
8
Gejala Klinis
Manifestasi klinis tergantung dari kondisi kausalnya. Diagnosis akan dicurigai pada pasien
dengan riwayat penyakit kronis. Pada kasus signifikasi anemia, adanya penurun besi dan asal folat
maka harus dicurigai anemia penyakit kronis. Penurunan konsumsi asal folat dan besi adalah sering
pada pasien sakit berat dan kebanyakannya turut mengalami perdarahan gastrointestinal. Pasien
yang hemodialisis juga seringnya kekurangan besi dan asam filat saat dialisis.
Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit jarang menurun sehingga dibawah 60% garis dasar. MCV seringnya normal atau
sedikit menurun. Morfologi sel darah merah adalah non-diagnostik, jumlah retikulost juga tidak
terjadi peningkatan atau penurunan mendadak. Nilai serum iron adalah rendah atau sehingga tidak
dapat terukur, dan saturasi transferin rendah sekali akan mengelirukan dengan diagnosa anemia
defisiensi besi. Nilai serum ferritin bisa normal atau meningkat.
Alasan untuk mengatakan bahawa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis kronis
berhubungan karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni ;
Kadar Hb berkisar 7-11g/dl
Kadar Fe serum menurun disertai TIBC rendah
Cadangan Fe jaringan tinggi
Produksi sel darah merah berkurang
Penatalaksanaan
Kebanyakan kasus tidak memerlukan terapi. Purified recombinant eritropoietin adalah
efektif untuk terapi anemia et causa gagal ginjal dan anemia sekunder laun misalnya anemia yang
berkait dengan kanker atau kelainan inflamasi (rheumatoid artritis). Pada gagal ginjal , respon
optimal dengan eritropoietin memerlukan intensitas dialisis yang mencukupi. Eritropietin diinjeksi
secara subkutan dan sangat mahal. Diberi 30.000 unit sekali/minggu. Karena harganya mahal maka
eritropoietin cuma dilakukan pada pasien yang transfusi dependan atau kualitas hidup yang
membaik dengan adanya respon hematologi.4
Anemia Defisiensi Vitamin B12
Diagnosis Penting
Anemia macrositik.
9
Macro-ovalocytes dan neurofil hypersegmen pada sediaan hapus darah tepi.
Serum vitamin B12 level < 100 pg/mL.
Perhitungan Umum
Vitamin B12 tinggi di semua makanan yang dari hewan, maka defisiensi vitamin B12 sangat
jarang dan Cuma ada pada komunitas vegan. Vegan merupaka golongan yang tidak mengkonsumsi
makanan bersumber susu dan juga daging dan ikan. Operasi abdominal bisa menyebabkan defisiensi
vitamin B12 dalam pelbagai cara. Gastrektomi akan mengeliminasi bagian produksi faktor intrinsik,
sindrom Blind Loop menyakibatkan persaingan vitamin B12 karena peningkatan pertumbuhan
bakteria pada lumen intestinum, dan operasi reseksi ileum akan mengeliminasi bagian absorbsi
vitamin B12. Kasus jarang adalah disebabkan infeksi Diphyllobothrium latum yang dimana parasit ini
akan menggunakan vitamin B12 luminal, insuffisiensi panreatik ( dimana gagal untuk inaktivasi
persaingan antara cobalamin-binding protein) dan penyakit Crohn berat menyebabkan destruksi
pada ileum sehingga terjadi gangguan absorbsi vitamin B12.
Manifestasi Klinis
Tergolong dalam anemia megaloblastik. Anemia bisa berat sehingga hematokrit menurun
sehingga 10-15% dan disertai dengan leukopenia dan trombositopenia. Keadaan kegaloblastikakan
merubah sel mukosa sehingga menyebabkan glosssitis, gangguan gastrointestinal seperti anorexia
dan diare. Defisiensi vitamin B12 turut sebabakn sindrom neurologi kompleks. Sering terkena di
saraf periferal dahulu dan pasien akan mengeluh adanya parestesia. Seterusnya kelainan kolumna
posterior sehingga pasien dengan keluhan ketidakseimbangan. Pada kasus yang lebih berat, fungsi
cerebral turut alami kelainan sehingga sebabkan dementia atau perubahan neuropsikiatrik lain yang
seterusnya akan sebabkan perubahan hematologi. Pasien seringnya pucat dan ikterus ringan.
Pemeriksaan neurologi menunjukkan vibrasi dan posisi pancaindera berkurang tetapi seringnya
adalah diawal penyakit.
Pemeriksaan Laboratorium
Anemia megaloblastik seringnya adalah berat. MCV naik mendadak antara 110-140 fL.
Tetapi bisa juga normal MCV ( curiga thalassemia atau anemia defisiensi besi). Sediaan hapus darah
tepi ditemukan jelas morfologi abnormal yaitu anositosis dan poikilositosis. Tersesring ditemukan Sel
10
Darah Merah makro-ovalosit. Neurofil hipersegmentasi. Nilai retikulosit menurun. Penurunan sel
darah putih dan platelet.
Gambar 3 - Ditemukan makro-ovalosit, basophil stippling dan perubahan bentuk sel darah merah
lain
Gambar 4 - Hipersegmentasi neutrofil, makro-ovalosit
Morfologi sumsum tulang ditemukan hiperselular. Eritropoiesis hiperaktif dan adanya
hambatan pematangan inti serta adanya dominasi prorubrisit. Granulopoiesis dalam batas normal,
adanya giant metamielosit dan giant stab cell, hipersegmentasi neutrofil.
Untuk mendiagnosa kekurangan vitamin B12 adalah dengan penemuan rendahnya nilat
vitamin B12 (kobalamin) dalam serum. Nilai rujukan vitamin B12 >240 pg/mL. Pada pasien
simptomatik ditemukan < 100 pg/mL. Nilai 170-240 pg/mL adalah borderline maka untuk diagnosis
tepat adalah dengan peningkatan nilai serum asam metilmalonik (>1000nmol/L). Tetapi peningkatan
nilai asam metilmalonik juga bisa disebabkan ginjal insuffisiensi.
Penatalaksanaan
Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian vitamin B12.
Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan), karena itu diberikan
melalui suntikan. Pada awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa
minggu sampai kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal.
11
Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus mengkonsumsi tambahan vitamin B12
sepanjang hidupnya. 1
Anemia Defisiensi Asam Folat
Diagnosis penting
Anemia macrositik.
Macro-ovalocytes dan neurofil hypersegmen pada sediaan hapus darah tepi.
Serum vitamin B12 normal
Kekurangan asam folat di sel darah merah dan plasma
Perhitungan Umum
Timbul karena kurang asupan/intake asam folat, adanya gangguan absorbsi asam folat
mungkin disebabkan gangguan di gastrointestinal atau obat-obat seperti phenytoin, trimethoprim-
sulfamethoxazole, or sulfasalazine yang mengganggu absorbsi asam folat. Kebutuhan tubuh yang
tinggi yang disebabkan karena hamil,laktasi, leukemia, mielofibrosis, dan anemia hemolitik kronik.
Atau karena proliferasi sel yang tinggi sehingga sebabkan kebutuhan asam folat dan vitamin B12
meningkat.
Manifestasi Klinis
Sama seperti anemia defisiensi vitamin B12 kecuali tidak adanya gangguan saraf perifer.
Pemeriksaan laboratorium
Sama seperti anemia defisiensi vitamin B12 kecuali , nilai serum vitamin B12 batas normal
dan ada penurunan nilai asal folat <150 ng/mL
Penatalaksanaan
Diterapi dengan asam folat 1mg/hari peroral. Retikulosis dalam 507 hari, dan koreksi total
abnormalitas hematologi membaik dalam 2 bulan. 2,4
12
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan olehkarena rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
i. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
ii. Saluran genitalia perempuan: monorrhagia atau metrorhagia.
iii. Saluran kemih: hematuria
iv. Saluran napas: hemoptoe
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin c, dan
rendah daging)
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir sering disebabkan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan yang sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara
tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa
reproduksi paling sering karena menor-metrorhagia.
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah sakit
atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan
di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan
dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penelitian di Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa
infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin
berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang.
Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang
peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan
pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%.5
13
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di
masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang. Dari
berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevelensi anemia defesiensi
besi seperti tertera pada tabel di bawah.
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Tabel 4 - Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Belum ada data yang pasti mengenai prevelensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh
karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalens ADB
sebesar 27%.
Perempauan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB. Di India, Amerika
Latin dan Filipina prevelensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%.
Sedangkan di Bali, pada suatu pengunjung puskesmas didapatkan prevalens anemia sebesar 50%
dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survey pada 42 desa di Bali yang
melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevalens ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat
anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum
pil besi.
Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi
besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada laki
dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa produksi, dan 5-7% pada
perempuan pascamenopause.5
14
Patofisiologi
Metabolisme Besi
Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat
dimengerti dengan baik pada orang dewasa.Zat besi bersama dengan protein (globin) dan
protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi
juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA,
neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang
merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas
dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah
besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di
dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih
kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk
feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin
dan 0,2% sebagai enzim.
Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan
dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu
menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10%
berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi
dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.
Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi
akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam
amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah
yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan
feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin.
Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang
tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah
daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan
membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat
absorpsi besi.
Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah
larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin.
15
Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.
Fisiologi Produksi Hemoglobin
Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah
(SDM). Pada fetus, eritropoietin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir,
eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah ,
kondensasi material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90%
dari masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari,
sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari.
Setelah eritrosit berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi
biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan
masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan
tergantung aktivitas eritropoisis.
Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam
usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali,
Penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis. Pada fase
ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free photophorphyrin atau zinc
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC)
meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin
dalam serum.
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar
hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia mikrositik hipokrom disebut sebagai anemia
defisiensi besi. Pada saat ini uga kekurangan besi terjadi pada epitel serta pada beberapa enzim yang
dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulot dan faring serta berbagai gejala lainnya.
16
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe
mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit
mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik.3,4
Hb Tahap 1 Normal Tahap 2
sedikit
menurun
Tahap 3 menurun jelas
(mikrositik/hipokrom)
Cadangan besi (mg)
Fe serum (ug/dl
TIBC (ug/dl)
Saturasi tansferin(%)
Feritin serum (ug/dl)
Sideroblas (%)
FEP(Ug/dl SDM
MCV
<100
normal
360-390
20-30
<20
40-60
>30
Normal
0
<60
>390
<15
<12
<10
<100
normal
0
<40
>410
<10
<12
<10
>200
Menurun
Tabel 5 - Tahap kekurangan besi
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta
memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat
diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Terapi kausal dilakukan
tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid,
pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh
kembali.
Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih
aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral
dilakukan pada pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak
dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
17
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat yang
tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah ferrous sulfat
(sulfas ferosus) karena harganya yang lebih murah. Ferrous glukonat, ferrous fumarat dan ferrous
suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal.
Dosis anjuran adalah 3 x 200mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi
elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg menyebabkan absorbsi besi 50 mg per hari yang
dapat meningkatkan eritropoesis meningkat dua hingga tiga kali normal.
Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan
gastrointestinal berupa rasa mual, muntah dan konstipasi. Sebagai tambahan zat besi yang
dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut
kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.
Pengobatan besi diberikan 3-6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan,
setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan yang
diberikan adalah 100-200 mg. Jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh
kembali.
Pemberian preparat besi parenteral
Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular dalam dan intravena.
Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat
menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Indikasi pemberian besi parenteral adalah
:
1. Intoleransi terhadap pemberian besi oral.
2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah.
3. Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi.
4. Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi
5. Keadaan di mana kehilangan banyak darah sehingga tidak cukup dikompensasi oleh
pemberian besi oral, seperti pada hereditary haemorrhagic telangiectasia
6. Kebutuhan besi yang besar dalam jangka waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga dan sebelum operasi.
18
7. Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat
yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Terdapat juga
iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose
yang lebih aman.
Dosis dapat dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) x 2,5
Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia
yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi
anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan kerana dapat
menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam
jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman sampai menunggu respons
terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <4 g/dl hanya diberi
PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretic seperti
furesemid. Indikasi transfuse darah pada anemia defisiensi besi adalah :
1. Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung.
2. Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang sangat
mencolok.
3. Pasien yang memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat seperti kehamilan
trimester akhir dan preoperasi.
Vitamin C
Vitamin C diberikan 3x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi.
Diet
Sebaiknya pasien anemia defisiensi besi diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein
terutama yang berasal dari protein hewani. 6,7
19
Preventif
Tindakan pencegahan anemia defisiensi besi dapat berupa:
1. Pendidikan kesehatan
a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan
kerja, misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing
tambang.
b. Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi
besi.
2. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan antielmentik dan perbaikan sanitasi.
3. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita memakai pil besi dan folat.
4. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
Negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan
besi.6.7
Komplikasi
Anemia yang berat dapat menyebabkan hipoksia dan meningkatkan resiko terjadi
insufiensi koroner dan myocardial infarct. Ia juga dapat memperburuk status paru pada
pasien dengan gangguan paru kronik. Selain itu defek dalam struktur dan fungsi juga dapat
terlihat pada defisiensi besi. Misalnya kuku menjadi kasar dan timbul koilonychia.
Kadang-kadang dapat terjadi atrofi papilla lingual dan memperlihatkan permukaan
yang mengkilap atau glossy. Angular stomatitis dapat terjadi pada fissure di sudut mulut.
Gastritis atrofi juga dapat terjadi pada defisiensi besi, dengan sekresi asam yang berkurang
secara progresif, pepsin, factor intrinsic dan timbul antibodi terhadap sel parietal. Villi pada
usus kecil akan menjadi tumpul.7
20
Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja
serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya
akan membaik dengan pemberian preparat besi.7
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana kadar besi dalam tubuh berada di bawah nilai
normal. Pada tahap awal akan ditemukan cadangan besi tubuh yang berkurang, kemudian jika
kekurangan berlanjut maka kadar besi dalam plasma akan berkurang. Pada akhirnya proses
pembentukan hemoglobin akan terganggu dan menyebabkan anemia defisiensi besi. Prevalensi
anemia defisiensi besi tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak
praremaja . Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh
kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah
besi yang hilang karena aktivitas sehari-hari. Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan
gejala klinis yang sering tidak khas. Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor
penyebab dan segera mengatasinya secara tepat sesuai keadaan pasien dengan memberikan terapi
penggantian preparat besi baik per oral, parenteral, maupun transfusi darah. Prognosis ADB bisa
dibilang baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta
kemudian dilakukan penanganan yang adekuat .
21
Daftar Pustaka
1. Alan E. Lichtin. Evaluation of anemia. The Merck Manuals Online Medical Library. Last full
review/revision June 2008. Diunduh dari
http://www.merckmanuals.com/professional/sec11/ch129/ch129c.html pada 21 April 2011.
2. John W. Adamson. Anemia Defisiensi Besi. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Harrison edisi
17, volume 3, 2008; 1919-21.
3. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan terhadap Pasien
Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006; hal 632-
36.
4. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology – oncology ,
Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; 30-42.
5. Anemia defisiensi besi. Diunduh dari http://metiychan.wordpress.com/2010/05/06/anemia-
defisiensi-besi-dan-anemia-aplastik/ pada 22 April 2011.
6. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita selekta
hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.
7. Iron Defficiency anemia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview.
pada 22 April 2011
22