Dukung Status BNN Ditingkatkan, HNW_ Kalau Perlu Seperti Densus Dan KPK
Nugraheni , Indriana Sbbppmbtph.tanamanpangan.pertanian.go.id/assets/front/uploads... · Guna...
Transcript of Nugraheni , Indriana Sbbppmbtph.tanamanpangan.pertanian.go.id/assets/front/uploads... · Guna...
PERBANDINGAN PENGGUNAAN BIBIT KULTUR JARINGAN DENGAN
ANAKAN PISANG DALAM PENINGKATAN PRODUKSI PISANG
Nugraheni1, Indriana S2
Pisang merupakan komoditi hortikultura yang berpotensi besar untuk
dikembangkan. Potensi pengembangan pisang diharapkan mampu memenuhi
permintaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Salah satu upaya
pengembangan potensi melalui peningkatan produksi dan produktivitasnya.
Berdasarkan data produksi pisang yang bersumber dari Ditjen Hortikultura
Kementerian Pertanian ditunjukkan dalam grafik berikut:
Grafik 1. Produksi Pisang Di Indonesia Periode 2005-2017 Sumber: Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, 2018
Produksi pisang di Indonesia menunjukkan trend meningkat sejak tahun
2005 hingga 2017, akan tetapi di tahun 2010 dan 2016 terjadi penurunan
produksi pisang. Salah satu kendala yang dihadapi dalam produksi pisang yaitu
adanya penyakit Fusarium sp. serta keterbatasan bibit pisang.
Guna meningkatkan produksi pisang maka faktor utama yang perlu
ditingkatkan adalah ketersediaan bibit pisang. Diharapkan dengan ketersediaan
bibit pisang baik melalui teknik kultur jaringan maupun anakan akan
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan peningkatan produksi pisang.
Rumusan masalah yang diteliti yaitu bagaimana perbandingan
penggunaan bibit kultur jaringan dengan anakan pisang sebagai upaya
peningkatan produksi pisang.
1 Pengawas Benih Tanaman di Balai Besar Pengujian Mutu Benih Tanaman.
2 Mahasiwa Program Pascasarjana Universitas Pertahanan Tahun 2017/2018.
0
2000000
4000000
6000000
8000000
2005200620072008200920102011201220132014201520162017
PRODUKSI PISANG DI iNDONESIA (TON)
Konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu tantangan utama
yang dihadapi dalam pengembangan buah-buahan secara nasional di
pedesaan meliputi 1) konsumsi buah yang meningkat, memberikan tantangan
terhadap kemampuan petani dalam meningkatkan volume secara efisien; 2)
pengembangan sentra-sentra produksi baru, mendorong perluasan
kemampuan sistem tata niaga sehingga hortikultura yang dihasilkan di sentra
produksi baru akan dapat dipasarkan dengan lancar.3
Aspek agronomi pisang ditinjau taksonomi menurut Suprapti4 adalah :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan Menghasilkan Biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan Berbunga) Kelas : Liliopsida (Berkeping satu/ Monokotil) Sub Kelas : Commelinidae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae (Suku Pisang-Pisangan) Genus : Musa Spesies : Musa paradisiaca L. .
Produktivitas adalah nilai yang menunjukkan rata-rata hasil produksi per
komoditi per satuan luas tanaman buah-buahan (jambu biji dan jambu air; jeruk
keprok dan jeruk besar; mangga; pepaya; pisang) pada periode satu tahun
laporan. Mengukur hasil produksi per komoditi tanaman buah-buahan per
satuan luas pada periode tahun laporan. Produktivitas tanaman pisang di
Indonesia tahun 2013 adalah 60,00 (Ku/Ha) maka rata-rata komoditi tanaman
pisang yang diproduksi oleh tiap hektar tanaman pisang sebesar 60 kuintal.5
Menurut Todaro terdapat tiga pokok dalam evolusi produksi pembangunan
pertanian yaitu: a) Produktivitas pertanian tradisional rendah; b) Produk
pertanian sudah mulai dijual ke sektor komersial atau pasar, tetapi pemakaian
modal dan teknologi masih rendah; c) Pertanian modern yang produktivitasnya
sangat tinggi disebabkan pemakaian modal dan teknologi yang tinggi pula.6
3 Sastraatmadja, E, Ekonomi Pertanian Indonesia: Masalah, Gagasan dan Strategi, (Bandung: Penerbit
Angkasa 1984), h. 115. 4 Suprapti, M.L., Aneka Olahan Pisang. (Yogyakarta: Kanisius, 2005). 5 https://sirusa.bps.go.id/sirusa /index.php/ indikator
6 Todaro, Michael P, Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 58.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Sumber data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari
petani pisang dan pengusaha bibit kultur jaringan pisang. Data sekunder
meliputi data produksi dari Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Pedoman
ASEAN GAP dan SOP (Standard Operating Procedure), data pendukung dari
jurnal dan internet. Teknik analisis data Miles Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berpedoman dari ASEAN GAP
terkait benih sebagai berikut
Tabel 1. Tahapan Benih Dalam Pedoman ASEAN GAP
TAHAPAN KETERANGAN
Benih
a) Varietas dipilih sesuai dengan permintaan pasar b) Jika benih dibeli dari pihak lain atau berasal dari luar lahan, harus memiliki sertifikat dan
label yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang.
Sumber: Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah, Ditjen Hortikultura, Kementerian Pertanian, 2014
Tahapan penyediaan benih yaitu memilih varietas sesuai dengan
permintaan pasar (market demand) serta memiliki sertifikat dan label yang
dikeluarkan lembaga berwenang. Perlunya sertifikat dan label akan
memberikan jaminan mutu dari benih yang akan digunakan.
Pedoman ASEAN-GAP diturunkan dalam SOP, bersumber dari Direktorat
Budidaya dan Pascapanen Buah Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian
Tahun 2014 terkait penyediaan benih sebagai berikut:
1. Dalam rangka menyediakan benih yang produksi dan kualitasnya tinggi,
terjamin kemurnian (jenis, varietas), bersertifikat/berlabel dan memiliki
peluang pasar besar, sehat/bebas dari hama penyakit serta dalam jumlah
cukup dan pada waktu tepat
2. Tujuan untuk mendapatkan benih pisang bebas hama penyakit serta
mendapatkan varietas yang memberikan produksi tinggi dan mutu prima
3. Prosedur pelaksanaan terdiri dari
a. Perbanyakan benih pisang dari anakan
Cara pembenihan melalui tahapan sebagai berikut
1) Benih pisang sebaiknya dipilih dari pohon induk dengan varietas
jelas (bersertifikasi) pada kawasan dan rumpun yang baik dan sehat
2) Anakan diambil dari pohon induk yang telah berproduksi 1 tandan
minimal 8 sisir (kecuali pisang tanduk)
3) Anakan pisang dibongkar dengan menggunakan cangkul atau dodos
4) Benih dikumpulkan di tempat teduh, akar dibersihkan dari tanah,
daun dikurangi
5) Benih dikelompokkan menurut tinggi dan ukuran bonggol
b. Perbanyakan benih pisang dari bonggol
Cara perbanyakan benih pisang melalui bonggol yaitu
1) Memilih bonggol dari tanaman dewasa, sehat dan bebas dari hama
penyakit
2) Membersihkan bonggol dan membuang akar tetapi tidak merusak
mata tunas
3) Bonggol dibelah menurut ukuran mata tunas dengan ukuran
10x10x10 cm
4) Bonggol sehat apabila dibelah berwarna putih
5) Guna mengendalikan nematoda maka diberi desinfektan benih atau
rendam air hangat dengan suhu 55°C selama 10-15 menit.
6) Menyiapkan media tumbuh berupa campuran tanah dengan pupuk
kandang (1:1) dalam polibag ukuran 30x30 cm atau bedengan
7) Sebelum media digunakan maka perlu disterilkan dengan cara
dikukus selama 2 jam sejak air mendidih
8) Persemaian sebaiknya dilakukan di tempat yang ternaungi
9) Persemaian diperlihara dengan disiram dan diberi pupuk organik.
Benih yang tidak baik/ tidak sesuai varietas langsung disortir
10) Benih yang siap tanam setelah berumur 3-4 bulan.
Pencelupan benih (Dipping) merupakan upaya untuk menghasilkan benih
bebas hama dan penyakit. Perendaman dengan larutan Pseudomonas
fluorences (Pf)/ Corino bacterium. Cara dipping sebagai berikut:
a) Potong daun yang ada pada anakan terpilih dengan menggunakan
pisau/golok yang telah disterilkan hingga tersisa batang semu dengan tinggi
berkisar 50 cm
b) Bersihkan bonggol dari tanah dan anakan yang tidak diperlukan
c) Direndam dalam larutan agensia hayati selama 20-30 menit
d) Ditiriskan dan diletakkan di tempat yang telah disediakan.
Perbandingan pembibitan pisang melalui teknik kultur jaringan dengan
anakan pisang berdasarkan informasi dari petani pisang dan pengusaha bibit
kultur jaringan pisang sebagai berikut:
Aspek Bibit Kultur Jaringan Anakan Pisang
Kelebihan Kelemahan Kelebihan Kelemahan
Indukan Semua varietas Semua varietas
Perbanyakan Mampu produksi
jumlah banyak dalam waktu bersamaan
Produksi terbatas
dalam waktu bersamaan
Teknik Lebih rumit dan rentan
gagal Lebih sederhana
Waktu perbanyakan
Lebih cepat Lebih lama
Kerentanan terhadap Fusarium
Lebih tahan terhadap Fusarium
Lebih rentan
terhadap Fusarium
Hasil bibit yang diproduksi
Sesuai dengan sumber indukan yang digunakan (seragam kualitas dan ukuran)
Sering ditemui berbeda ukuran bibit dan kualitas berbeda dengan
induk
Yang dapat memproduksi
Perusahaan bibit kultur jaringan, peneliti/ ahli,
orang yang pernah melakukan pelatihan
Semua petani atau masyarakat dapat
melakukan perbanyakan anakan
Modal Membutuhkan modal
yang besar Membutuhkan modal
sedikit
Harga jual bibit Lebih mahal Lebih murah
Sumber: hasil wawancara diolah peneliti, 2018
Berdasarkan hasil menunjukkan bahwa penyediaan bibit pisang melalui
teknik kultur jaringan maupun anakan pisang memiliki sisi kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Sebagai upaya peningkatan produksi pisang untuk
skala besar/skala kebun direkomendasikan untuk penyediaan bibit pisang
dengan teknik kultur jaringan karena memberikan keseragaman kualitas, lebih
tahan terhadap penyakit serta mampu memproduksi jumlah bibit banyak dalam
waktu tepat. Di sisi lain untuk peningkatan produksi pisang skala rumah
tangga/kecil, maka lebih direkomendasikan untuk penggunaan bibit dari anakan
pisang karena proses dan teknik lebih sederhana sehingga setiap petani dapat
melakukan sendiri perbanyakan dengan anakan, modal yang dibutuhkan sedikit
dan harga jual anakan bibit murah sehingga diharapkan tidak memberatkan
petani kecil.
REFERENSI
Direktorat Budidaya dan Pasca Panen Buah Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman ASEAN-GAP. Jakarta.
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Buah Dirjen Hortikultura Kementerian
Pertanian. 2014. Standard Operating Procedure (SOP) Pisang Raja Talun/ Raja Bulu di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jakarta.
Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian. 2018. Produksi Pisang Di Indonesia
Tahun 2005-2017. Jakarta https://sirusa.bps.go.id/sirusa /index.php/ indikator Sastraatmadja, E. 1984. Ekonomi Pertanian Indonesia: Masalah, Gagasan dan
Strategi. Bandung: Penerbit Angkasa. Suprapti, M.L.. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta: Kanisius. Todaro, Michael P. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
DOKUMENTASI
Gambar Bibit Pisang dari Anakan Pisang
Gambar Bibit Pisang dari Kultur Jaringan