No.5_Panangaran Aruan_01_05

13
Tidak untuk disitasi Insentif Studi Sistem Pemberian Insentif Perawat Anastesi di RS Wilayah Yogyakarta dan Klaten Panangaran Aruan , Mubasysyir Hasanbasri, Upiek Sumantie Working Paper Series No.5 Januari 2005, First Draft

Transcript of No.5_Panangaran Aruan_01_05

Page 1: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Tidak untuk disitasi

IInnsseennttiiff

SSttuuddii SSiisstteemm PPeemmbbeerriiaann IInnsseennttiiff PPeerraawwaatt AAnnaasstteessii ddii RRSS WWiillaayyaahh YYooggyyaakkaarrttaa ddaann

KKllaatteenn

Panangaran Aruan , Mubasysyir Hasanbasri,

Upiek Sumantie

Working Paper Series No.5 Januari 2005, First Draft

Page 2: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan ii

Daftar Isi Daftar Isi .............................................................................................................. ii Daftar Tabel........................................................................................................ ii Abstract ............................................................................................................... iii Latar Belakang .................................................................................................. 1 Metode ................................................................................................................ 2 Hasil dan Pembahasan..................................................................................... 3 Kesimpulan dan Saran ..................................................................................... 8 Daftar Pustaka................................................................................................... 9

Daftar Tabel Tabel 1. Insentif Perawat Anestesi RS Pemerintah di Wilayah Yogyakarta dan Klaten tahun 2004.............................................................3 Tabel 2. Insentif Perawat Anestesi RS Swasta di RS di Wilayah Yogyakarta dan Klaten Tahun 2004............................................................5

Page 3: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan iii

Abstract

A Study On The Incentive System Of Anesthetic Nurses In Yogya-karta And Klaten

Panangaran Aruan1, Mubasysyir Hasanbasri2, Upiek Sumanti3

Background: Anesthetic nurses are personnel who are involved in health services in hospitals. Well managed anesthetic nurses will help increase the quality of services in general. One way to manage anesthetic nurses is to provide incentives proportional to their professional duties and responsibilities. Objectives: The objective of the study was to investigate the rate and system of insen-tive provision for anesthetic nurses in Jogjakarta and Klaten. Methods: The study was carried out at seven hospitals in Jogjakarta and Klaten in-volving respondents who were purposively selected. Data collection was done through in depth interview with anesthetic nurses who worked at those hospitals. The result of the study was qualitatively described to illustrate the incentive provision system. Results: The result of the study revealed that the system of incentive provision or medi-cal remuneration at those hospitals had not yet adopted a particular standard. The system still depended on the individual policy of the hospital although an agree-ment had been made between the assosiation of anesthetic nurses (IPAI) and anesthetic doctors (IDSAI) on the allocation of medical remuneration between the two professions. There was a significant difference between the incentive provision system at public hospitals and that of at the private ones. Respondents considered that better and fairer system was more likely to prevail at hospitals. In addition,the provision of incen-tives was not only affected by the number and types of cases handled by the respon-dents but also by the personnel status of the anesthetic nurses. Conclusion: The system of insentive provision for anesthetic nurses in seven hospitals in Jogjakarta and Klaten was neither clear not fair and not proportional to their duties and responsibilities so that related authorities especially hospitals and the goverment should make efforts to improve it. Keywords: anesthetic nurses;incentives;hospitals

Page 4: No.5_Panangaran Aruan_01_05
Page 5: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 1

Latar Belakang Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di rumahsakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kese-hatan secara keseluruhan yang berkembang dan meningkat tun-tutannya dari masyarakat seiring perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai pelayanan yang komplek rumit dan penuh resiko, pelayanan anestesi dan reanimasi dilaksana-kan hanya oleh dokter spesialis anestesiologi. Karena jumlah dokter spesialis anestesiologi masih sangat terbatas dengan penyebaran yang tidak merata maka untuk membantu pelayanan anestesi diguna-kan tenaga perawat anestesi yang terdidik dan terlatih.

Berbagai kendala timbul dalam hubungan antara dua profesi ini yang salah satunya adalah mengenai pembagian jasa medis yang diperoleh dari tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan perawat anestesi sebagai sebuah tim. Permasalahan dan kesenjangan ini tidak dapat dijembatani dengan baik oleh pihak rumah sakit sebagai lembaga yang menaungi keduanya bahkan tidak jarang rumah sakit memperlebar jarak diantara kedua profesi den-gan berbagai peraturan dan ketentuan yang dianggap merugikan dan tidak kondusif bagi salah satu pihak.

Sementara itu organisasi profesi masing-masing baru sukses beker-jasama dalam tataran ideal dan belum mampu mengejawantahkan kesepakatan yang telah diambil sehingga dapat dirasakan oleh para anggota. Kelemahan dalam masing-masing organisasi profesi juga menjadi kendala dalam usaha penciptaan kondisi kerja yang secara ekonomis memuaskan melalui penetapan sistem kompensasi khususnya insentif yang proporsional dan menghargai profesionalitas.

Kondisi yang sama diduga juga terjadi di wilayah Yogyakarta dan Klaten, suatu wilayah yang secara kasat mata dapat disebut sebagai pusat kemajuan pembangunan yang mempunyai berbagai rumahsakit dari level atas sampai klinik-klinik kecil disamping lembaga pendidi-

Page 6: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 2

kan tenaga kesehatan yang cukup berkualitas. Penelitian ini bermak-sud untuk memahami masalah pembagian atau pemberian jasa medis atau insentif bagi perawat anestesi dan faktor-faktor yang mempen-garuhinya. Perawat anestesi sesuai dengan peran dan fungsinya me-lakukan pengelolaan asuhan keperawatan sistemik, dimana perawat anestesi harus mempunyai kemampuan dalam mengantisipasi respon pasien terhadap tindakan anestesi. Asuhan keperawatan anestesi yang meliputi pre-anestesi, intra-anestesi dan pasca-anestesi, baik operasi kecil, sedang maupun besar dan khusus. Perawat anestesi ha-rus dapat memperkirakan kebutuhan apa saja yang diperlukan apa-bila terjadi perubahan fisiologis pada pasien1.

Metode Penelitian ini didesain sebagai studi kasus atas sistem pembe-rian/pembagian insentif yang diterima petugas anestesi di rumahsakit Yogyakarta dan Klaten serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan subjek para perawat anestesi yang telah bekerja dalam pro-fesinya selama lima tahun atau lebih dan bersedia berpartisipasi dalam riset secara sukarela. Rumah Sakit di wilayah Yogyakarta dan Klaten yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah 7 rumah sakit yaitu RS A, RS B, RS C, RS D, RS E, RS F dan RS G.

Penelitian dilakukan mulai Januari sampai Maret 2004. Data dikum-pulkan langsung di lapangan berupa data primer yang didapat me-lalui wawancara mendalam. Data yang diperoleh dari penelitian, diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melakukan penafsiran data dari transkrip dengan interpretasi data pada masing-masing topik pertanyaan dilanjutkan dengan mendeskripsikan penya-jian data sesuai dengan pokok-pokok permasalah (ide topik).

Page 7: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 3

Hasil dan Pembahasan Dari hasil wawancara dengan 8 orang responden yang yang berasal dari 7 rumah sakit yaitu RS A, RS B, RS C, RS D Yogyakarta, RS E Klaten, RS F, RS G diketahui bahwa jumlah insentif yang diterima oleh perawat anestesi berbeda antara rumah sakit satu dengan yang lain sebagaimana tertera pada Tabel berikut :

Tabel 1. Insentif Perawat Anestesi RS Pemerintah di Wilayah Yogyakarta dan Klaten tahun 2004

PEMBAGIAN RS A RS B RS D RS E RS G

Kas RS - - 20 % - -

Dr. Spesialis Bedah

- - 80 % - -

Dr. Spesialis Anestesi

- - 1/3 Dokter Bedah

- -

Honor Per-awat anest-esi (per bu-lan)

200.000 300.000-400.000

160.000 Tidak Pasti

150.000–200.000

Persentase Tidak diketahui

1/3 Dok-ter be-dah

1,2 % – 2 % dari Dokter Be-dah

Tidak Diketahui

1/3 dok-ter bedah (?)

Sumber : Hasil wawancara

Ket. : Tanda (-) berarti tidak diketahui responden

Rumahsakit A

Rumahsakit milik pemerintah daerah, jumlah operasi 50-an per bulan, tidak ada dokter spesialis anestesi, perawat anestesi berjumlah 3

Page 8: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 4

orang, status perawat anestesi pegawai negeri sipil daerah, pendapatan utama berupa gaji pokok dan beberapa tunjangan, insentif (jasa medis) reguler sejumlah Rp.200.000,- dan jasa cito, responden bekerja di tempat lain

Rumahsakit B

Rumahsakit umum milik pemerintah daerah, perawat anestesi berjumlah 2 orang, tidak ada dokter spesialis anetesi, perawat anestesi berstatus pegawai negeri sipil, penghasilan berupa gaji dan tunjangan, insentif yang merupakan 1/3 (sepertiga) dokter bedahdengan total antara Rp. 300.000,- sampai Rp. 400.000,- per bulan, responden pernah bekerja di tempat lain penghasilan tambahan antara Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 1.500.000,- per bulan,

Rumahsakit D

Rumahsakit D merupakan rumahsakit milik pemerintah, perawat anestesi yang berjumlah 22 orang, status pegawai negeri sipil, menerima gaji pokok dan tunjangan-tunjangan, insentif atau jasa medis berkisar Rp. 160.000,- per bulan (merupakan 2 % atau 1,5 % dari jasa pelayanan setelah dikurangi bagian dokter anestesi yang mendapat sepertiga dari bagian dokter bedah). Responden bekerja di tempat lain sebagai penata anestesi dengan penghasilan Rp. 2.000.000,- per bulan.

Rumahsakit E

Merupakan Rumahsakit milik pemerintah, terdapat 3 orang perawat anestesi yang berstatus PNS. Disamping penghasilan utama yaitu gaji pokok dan tunjangan, juga diterima insentif perawat anestesi dan perawat lainnya tidak dibedakan berdasarkan jenis profesi akan tetapi didasarkan golongan, masa kerja dan tempat kerja. Responden juga bekerja di tempat lain dengan penghasilan Rp.1.000,000,-- Rp. 1.500.000,-/bulan.

Page 9: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 5

Rumahsakit G

Perawat anestesi 4 orang, status PNS,tidak ada dokter spesialis anestesi. Responden menerima gaji pokok dan tunjangan dan mene-rima insentif lebih kurang Rp.150.000,- per bulan ( 1/3 bagian dari jasa operasi yang diterima dari dokter bedah).

Tabel 2. Insentif Perawat Anestesi RS Swasta di RS di Wilayah Yogyakarta dan Klaten Tahun 2004

PEMBAGIAN RS F RS C

Kas Rumahsakit - -

Dr. Spesialis Bedah - -

Dr. Spesialis Anestesi - -

Honor Perawat anestesi (per bulan)

Tidak Pasti Lk 2.500.000

Persentase 8,5 % dari pen-dapatan operasi

10 % dari Dokter Anestesi

Sumber : Hasil wawancara

Rumahsakit C

Terdapat 2 orang perawat anestesi dengan status sebagai karyawan persyarikatan (yayasan). Menerima gaji pokok dan beberapa tunjan-gan serta menerima gaji ke-13 yaitu THR dan gaji ke-14 yaitu pem-bagian hasil usaha rumah sakit serta insentif. Insentif ditentukan sebe-sar 10 persen dari bagian dokter anestesi berdasarkan kesepakatan tidak tertulis antara dokter dan perawat anestesi. Disamping itu masih menerima jasa pelayanan lainnya. Jumlah insentif Rp.2.500.000,-, per bulan. Responden juga menjadi perawat anestesi di tempat lain den-gan penghasilan cukup besar. Menerima uang lembur lebih kurang Rp.500.000,/bulan.

Page 10: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 6

Rumahsakit F

Perawat anestesi 11 orang, status pegawai yayasan. Dokter spesialis anestesi ada ditambah beberapa residen anestesi.Perawat anestesi menerima bagian dari 8,5 % dari keseluruhan jasa operasi. Menerima gaji dan tunjangan fungsional. Responden juga bekerja sebagai per-awat anestesi di RS lain dengan penghasilan memuaskan

Dari berbagai fakta yang didapat dari para responden dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa insentif yang diterima perawat anestesi di 7 rumahsakit di wilayah Yogyakarta dan Klaten bervariasi namun secara umum belum sesuai dengan beban pekerjaan yang mereka tanggung kecuali untuk satu rumahsakit swasta.

Beban kerja yang berat disebabkan 3 dari 7 rumahsakit yang diteliti yaitu RS A, RS B dan RS G tidak memiliki dokter spesialis anestesi se-hingga seluruh pelaksanaan tindakan anestesi tergantung dan dikerja-kan oleh perawat anestesi yang harus mengikuti dan melakukan tinda-kan anestesi pada operasi-operasi yang jumlahnya setiap bulan antara 50 sampai 100-an pasien sehingga tak jarang membuat per-awat anestesi tidak bisa menikmati hak-haknya seperti cuti.

Ketiadaan dokter anestesi membuat tanggungjawab apabila ada akibat negatif yang mungkin timbul dari tindakan anestesi juga ikut merasa ditanggung oleh perawat anestesi. Hal ini dikarenakan tidak adanya perjanjian atau peraturan tertulis yang menyatakan bahwa apabila terjadi apa-apa akibat tindakan anestesi dan tidak ada dok-ter spesialis anestesi maka ada dokter spesialis lain terutama bedah yang harus bertanggungjawab.

Beratnya beban kerja dan besarnya tanggungjawab yang dipikul tidak diimbangi dengan jelasnya sistem pembagian insentif atau penentuan jumlah prosentase yang menjadi hak perawat anestesi. Hanya perawat anestesi di RS C yang dapat mengetahui sistem pem-bagian insentif yang berlaku di rumah sakit tempatnya bekerja se-mentara yang lain mengaku tidak tahu persis seperti apa kebijakan mengenai pembagian uang yang disebut jasa medis tersebut.

Page 11: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 7

Kurangnya transparansi dalam hal pengenaan (charging) biaya op-erasi terhadap pasien dan pembagiannya antara rumah sakit dan kalangan operator serta unsur penunjang termasuk didalamnya per-awat anestesi, mengakibatkan para responden tidak memahami apa atau berapa yang menjadi hak mereka sehingga timbul ketidakpua-san dan perasaan diperlukan tidak adil.

Ketidakpuasan dan perasaan diperlakukan tidak adil ini disebabkan mereka mengetahui secara pasti bahwa biaya operasi yang dikena-kan rumahsakit terhadap pasien terhitung cukup besar. Sehingga tim-bul kecurigaan orang lain menerima jasa yang lebih tinggi dari yang mereka terima. Perbedaan antara jumlah yang diterima oleh kary-awan dan jumlah yang mereka duga diterima oleh orang lain meru-pakan penyebab langsung kepuasan atau ketidakpuasan gaji2.

Kurangnya transparansi dalam hal penentuan jumlah insentif dan pembagiannya juga tidak diimbangi dengan penghargaan yang cu-kup bagi para perawat anestesi tersebut termasuk tiadanya penghargaan profesi padahal penghargaan dan pengakuan eksis-tensi seseorang karyawan. Manajemen kompensasi terdiri atas kom-pensasi ekstrinsik yang berupa upah yang nyata serta kompensasi intrinsik yang berwujud kepuasan kerja, penghargaan dan penga-kuan, kebanggaan dalam pekerjaan dan rasa pencapaian3.

Meskipun telah ada kesepakatan tertulis antara organisasi perawat anestesi (IPAI) dan organisasi dokter spesialis anestesi (IDSAI) namun dalam implementasinya dilapangan ternyata sangat sulit.

Hambatan terbesar dan alasan utama manajemen dan pemilik rumah sakit untuk menolak tuntutan pemberlakuan kesepahaman Surabaya adalah ketidakmampuan dan ketidakleluasaan manajemen untuk ber-improvisasi atau membuat kebijakan yang melenceng dari peraturan. Rumah sakit umum milik pemerintah daerah, peraturan yang dimaksud adalah peraturan daerah atau perda sedangkan untuk rumah sakit milik pemerintah pusat dalam hal ini Depkes maka peraturan yang berlaku baik itu PP, Permenkes dan peraturan-peraturan lainnya.

Page 12: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 8

Peluang dan kesempatan para perawat anestesi untuk mengembang-kan diri melalui pendidikan dan pelatihan sedikit. Dari keseluruhan rumahsakit hanya satu yang secara baik dapat menyusun dan menawarkan program pendidikan dan pelatihan kepada kary-awannya.

Kurangnya insentif, rendahnya penghargaan dan tertutupnya kesem-patan untuk mencapai pendidikan dan penambahan pengetahuan yang lebih baik membuat para perawat anestesi melakukan berbagai terobosan mandiri. Salah satunya adalah melakukan pekerjaan rang-kap di rumahsakit atau klinik-klinik bedah tertentu dan memperoleh penghasilan dan penghargaan yang cukup meskipun harus bekerja lebih keras dan dengan resiko yang lebih tinggi pula. Hal ini dimung-kinkan karena profesi perawat anestesi merupakan profesi yang ma-sih langka sehingga dengan jumlah spesialis yang sedikit, gaji dan fee yang rendah menyebabkan para spesialis melakukan kerja rangkap di berbagai rumahsakit di Indonesia4.

Kesimpulan dan Saran Pemberian insentif perawat anestesi belum proporsional dan belum memiliki transparansi yang jelas serta berbeda-beda tergantung rumahsakit. Jumlahnya bervariasi antara seratus lima puluh ribu rupiah sampai dengan dua setengah juta rupiah. Sebagian besar perawat anestesi bekerja rangkap di rumahsakit lain dengan kerja rangkap dia memperoleh pendapatan rata-rata lebih besar dari tempat tugas utama. Ada perbedaan antara besar insentif yang diterima perawat anestesi rumahsakit pemerintah dan rumahsakit swasta. Insentif di rumahsakit swasta lebih besar daripada di rumahsakit pemerin-tah.Sistem fee per pasien dan jumlah kasus yang ditangani mempen-garuhi insentif yang diterima, semakin banyak kasus yang ditangani semakin besar insentif yang diperoleh.

Manajer rumahsakit harus meninjau kembali cara pemberian insentif perawat anestesi yang berlaku saat ini. Penelitian ini menyarankan

Page 13: No.5_Panangaran Aruan_01_05

Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan 9

rumahsakit mempertimbangkan Kesepahaman Surabaya dalam me-netapkan jasa pelayanan seorang perawat anetesi. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik diharapkan memperkuat pelaksanaan Ke-sepahaman Surabaya di rumahsakit-rumahsakit. Perawat anestesi dis-arankan memposisikan diri sebagai perawat profesional yang mampu meningkatkan profesionalisme dan dedikasinya sehingga penghar-gaan yang diterima dapat distandarkan berdasarkan kesepakatan profesi.

Daftar Pustaka 1. Depkes RI, 1998, Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan

Reanimasi di Rumah Sakit, Dirjen Pelayanan Medik, Jakarta.

2. Lawler,E.E., 1997, Reward System in Hackman,J.R., Shutle, J.L. (Edi-tors), Change Improving Live at Work, Behavioral Science Ap-proach to Organizational, Goodyear Publishing Company, Cali-fornia

3. Simamora,H, 1997, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ed 2., STIE YKPN, Yogyakarta.

4. Trisnantoro,L, 2001, Makalah Seminar Otonomi Rumahsakit, KPMK, Fakultas Kedokteran, UGM, Yogyakarta