NILAI AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5288/1/SKRIPSI ALI...
Transcript of NILAI AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5288/1/SKRIPSI ALI...
NILAI AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI
KARYA SYAIKH JA’FAR AL-BARZANJI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
ALI ASHADI
NIM. 114-14-032
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
MOTTO
أذا انؼهى دسجاخ انهز كى آيا ي انهز شفغ للاه
Artinya : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”
PERSEMBAHAN
Bismillahirahmanirrahim. Puji syukur Alhamdulillah atas karunia Allah SWT, karya ini ku
persembahkan kepada:
1. Kedua orangtuaku tersayang (Bapak Mundayin dan Ibu Maryati) yang senantiasa
mendukung dalam belajar baik lahir maupun batin, mengorbankan segala-galanya,
mendoakan dan mecurahkan perhatian serta kasih sayang.
2. Istriku tercinta, Eka Nurcahyani yang senantiasa mendukung, memberikan semangat,
mendoakan, mencurahkan perhatian serta kasih sayang dan memotivasi sampai penulisan
skripsi ini selesai.
3. Bapak dan Ibu mertua (Bapak Rohadi dan Ibu Rokhimah) atas segala doa dan
dukungannya.
4. Ketiga saudara kandungku (Mbak Ti, Mbak Kum serta Kang Dul) untuk doa dan
dukungannya.
5. KH. Abdak Abdul Malik beserta dzuriyahnya dan seluruh pengurus serta santri Pondok
Pesantren Hidayatul Mubtadie‟in atas segala ilmu, doa dan dukungannya.
6. Kyai Misbah beserta dzuriyahnya dan seluruh seluruh pengurus serta santri Pondok
Pesantren Ruftotul Hufaddz atas segala ilmu, doa dan dukungannya.
7. Teman-teman guru MI Ma‟arif Mangunsari yang senantiasa memberikuan dukungan.
8. Teman-teman senasib dan seperjuangan PAI Ekstensi angkatan 2014
9. Dan semua pihak yang membantu dalamterselesainya skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hamba-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan. Shalawat dan salam senantiasa tetap terlimpahkan kepangkuan beliau Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat-sahabatnya dan orang-orang mukmin yang senantiasa
mengikutinya.
Dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan bahwa skripsi ini tidak mungkin
terselesaikan tanpa adannya dukungan dan bantuan dari semua pihak baik secara langsung
maupun tidak langnsung.
Skripsi yang berjudul “NILAI AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI KARYA
SYAIKH JA‟FAR AL-BARZANJI” ini disusun untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar
Sarjana (S1) Pendidikan Agama Islam pada Jurusan Tarbiyah di IAIN Salatiga, meskipun
bentuknya masih sederhana serta banyak kekurangan.
Disamping itu ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya dari hati sanubari yang paling
dalam penulis haturkan kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag., Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam IAIN
Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian dan kemudhan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Muh Hafidz, M.Ag., Dosen Pembimbing Skripsi yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsin ini.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya ucap semoga amal baik saudara diberikan pahala serta berkah yang berlipat
ganda serta mendapatkan Ridho-Nya, hanya kepada Allah jualah kita berserah diri,
seraya penulis lantunkan doa semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
pribadi dan bagi khalayak pada umumnya, aamiin Ya Rabbal‟alamin.
Salatiga, 10 Maret 2019
Penulis
Ali Ashadi
114-14-032
ABSTRAK
Ashadi Ali, 2019. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-Barzanji Karya Syaikh Ja‟far
Al-Barzanji, Skripsi. Program Studi Pendidikan agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Universitas Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing : Muh Hafidz, M.Ag
Kata Kunci : Nilai Pendidikan Akhlak
Problematika akhlak senantiasa mewarnai kehidupan manusia dari masa ke masa. Seiring dengan
gelombang kehidupan ini, dalam setiap kurun waktu dan tempat tertentu muncul tokoh yang
memperjuangkan tegaknya nilai-nilai akhlak. Termasuk di dalamnya rasul dan utusan Allah
SWT, khususnya Rasulullah Muhammad SAW, yang memiliki tugas dan misi utama untuk
menegakkan nilai-nilai akhlak. Upaya penegakan akhlak menjadi sangat penting dalam rangka
mencapai keharmonisan hidup. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dicari untuk
mengetahui nilai-nilai baru mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam suatu kitab, dengan
harapan dapat memunculkan pemikiran-pemikiran baru dalam aspek pendidikan akhlak yang
terlupakan. Banyak tokoh Muslim yang berbicara tentang pendidikan akhlak ini. Peneliti lebih
tertarik pada satu tokoh Muslim yang berbicara tentang terkenal yaitu Syaikh Ja‟far Al-Barzanji.
Oleh sebab itu penulis mengangkat judul ” Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-
Barzanji Karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji ” dalam pembahasan ini.
Peneliti ini mengkaji : pertama, bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Barzanji ;
kedua, Bagaimana relevansi nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Barzanji dikaitkan
dengan konteks kekinian, yang bertujuan Untuk mengetahui nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
kitab Al-Barzanji, dan Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab
Al-Barzanji dikaitkan dengan konteks kekinian. Sedangkan penulisan skripsi ini menggunakan
jenis penelitian kepustakaan (library research). Dan metode yang digunkan dalam menganalisis
datanya adalah content analisis (Analisis isi) dengan pendekatan deskriptif. Metode
pengumpulan data yang dipakai adalah metode dokumentasi, dengan menggunakan primer buku
Maulid Al-Barzanji, karya Abu Ahmad Najieh. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku
lain yang relevan dengan judul skripsi ini. Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti
menyimpulkan bahwa pemikiran Syaikh Ja‟far Al-Barzanji tentang nilai pendidikan
berlandaskan Al-Qur‟an dan Hadits. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab
Al-Barzanji, karya Syaikh Ja‟far masih sangat relevan dengan konteks pendidikan akhlak masa
sekarang. Nilai-nilai luhur antara lain seperti : kejujuran, kesederhanaan, akhlak dalam
pergaulan, birrul walidain (menghormati kedua orang tua), akhlak kepada Allah SWT.
DAFTAR ISI
SAMPUL .......................................................................................................i
LEMBAR BERLOGO ...................................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................iii
SAMPUL .......................................................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .....................................................v
MOTTO .........................................................................................................vi
PERSEMBAHAN ..........................................................................................vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................viii
ABSTRAK .....................................................................................................x
DAFTAR ISI ..................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................5
C. Tujuan Penelitian .........................................................................6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................6
E. Penelitian Terdahulu ....................................................................7
F. Definisi Operasional ....................................................................8
G. Sistematika Penulisan ..................................................................14
BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................15
A. Pengertian Pendidikan Akhlak .....................................................15
B. Tujuan Pendidikan Akhlak ..........................................................17
C. Dasar-dasar Pendidikan Akhlak ...................................................19
BAB III PROFIL KITAB AL-BARZANJI ...................................................30
A. Biografi Syaikh Ja‟far Al-Barzanji ..............................................30
B. Situasi Keilmuan Islam Pada Masa Kehidupan Beliau ................32
C. Karya Pemikiran Syaikh Ja‟far Al-Barzanji ................................33
D. Kitab Barzanji Pada Masa Kini....................................................36
E. Wafatnya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji ............................................43
BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB AL-BARZANJI DAN RELEVANSINYA .....................44
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair Al-Barzanji ......................44
B. Refrensi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam
Kitab Al-Barzanji .........................................................................79
BAB V PENUTUP ........................................................................................116
A. Kesimpulan ..................................................................................116
B. Sarann-saran .................................................................................117
C. Penutup ........................................................................................118
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................120
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pendidikan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses
penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka dibutuhkan
pemahaman tentang hakikat manusia (Muhaimin, 2004:27). Manusia adalah makhluk
istimewa yang Allah ciptakan dengan dibekali berbagai potensi, dan potensi-potensi
tersebut dapat dikembangkan seoptimal mungkin dengan pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah
melalui kegiatan bimbingan, mengajar, dana tau latihan, yang berlangsung di sekolah dan
di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat
memainkan peran dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan
datang (Redya, 2010:11). Sedangkan menurut Azra pendidikan adalah suatu proses
penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya
secara lebih efektif dan efisien (Aziz, 2000:3).
Dewasa ini, dunia pendidikan Indonesia seakan tiada hentinya menuai kritikan
dari berbagai kalangan karena dianggap tidak mampu melahirkan alumni yang
berkualitas manusia Indonesia seutuhnya. Permasalahan kegagalan dunia pendidikan di
Indonesia tersebut disebabkan oleh karena dunia pendidikan selama ini yang hanya
membina kecerdasan intelektual, wawasan dan keterampilan semata, tanpa di imbangi
dengan membina kecerdasan emosional (Nata, 2008:45).
Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan.
Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, penindasan,saling menjegal, dan
saling merugikan. Kemerosotan moral yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi,
karena bukan hanya menimpa orang dewasa dalam berbagai jabatan,kedudukan, dan
profesinya, melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas-tunas muda yang
diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian
masa depan (Nata, 2008:197). Hal demikian jika terus menerus dibiarkan dan tidak
segera diatasi, maka bagaimana nasib masa depan bangsa dan negara ini ? Karena para
remaja di masa sekarang adalah pemimpin umat di hari esok. Menghadapi fenomena
tersebut, tuduhan sering kali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya.
Dunia pendidikan benar-benar tercoreng wajahnya dan tampak tidak berdaya untuk
mengatasi kritis kemerosotan moral tersebut. Hal ini bias dimengerti, karena pendidikan
berada pada barisan terdepan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas,
dan secara moral memang harus berbuat demikian (Nata, 2008:222). Para pemikir
pendidikan menyerukan agar kecerdasan akal diikuti dengan kecerdasan moral,
pendidikan agama dan pendidikan moral harus siap menghadapi tantangan global.
Tujuan utama pendidikan adalah menghasilakan kepribadian manusia yang
matang secara intelektual, emosional, dan spiritual. Oleh karena itu kompenan esensial
kepribadian manusia adalah nila (value) dan kebijakan (virtues). Nilai dan kebijakan ini
harus menjadi dasar pengembangan kehidupan manusia yang memiliki peradaban,
kebaikan, dan kebahagiaan secara individual maupun social (Mulyana, 2004:106).
Nilai-nilai pendidikan akhlak merupakan konsep dan cita-cita yang penting dan
berguna bagi manusia. Di lain pihak, nilai yang berlaku dalam pranata kehidupan
manusia meliputi nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai Insani yang diformulasikan melalui
pendidikan. Termasuk didalamnya komponen pendidikan (Sadur, 1994:28). Budi pekerti
yang merupakan komponen dari manusia, tanpa terealisasinya (budi pekerti) yang luhur,
perlu merajuk pada landasan agama. Dalam Islam komponen ini disebut akhlakul
karimah. Akhlak dalam Islam menepati posisi yang sangat esensial, karena kesempurnaan
iman seseorang muslim itu ditentukan oleh kualitas akhlaknya. Semakin tinggi akhlak
seseorang berarti semakin berkualitas iman seseorang demikian sebaliknya. Islam
menganjurkan umatnya untuk memiliki nilai-nilai akhlakul karimah dengan merajuk
kepada pribadi Rasulullah SAW. Kaitannya dengan pendidikan sebagai upaya
mengembangkan budi pekerti atau akhlak adalah jiwa pendidikan agama Islam.
Mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikanyang
sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan dengan tidak mengesampingkan
aspek-aspek penting lainnya pendidikan jasmani, akal, ilmu pengetahuan ataupun segi-
segi praktis lainnya. Keharmonisan sangatlah diperlukan, sebab pertama, manusia secara
natural adalah makhluk hidup yang memiliki posisi yang unik. Keunikan ini terletak pada
dualism akhlak yang ada pada dirininya. Disatu pihak manusia berkeinginan pada hal-hal
yang bersifat baik,integrative dan positif, seperti menolong orang lain, bersikap sabar dan
sebaginya. Di pihak lain, manusia memiliki kecenderungan kearah hal-hal buruk,
negative, dan disintegrative, seperti marah, bersikap kasar dan sebagainya. Situasi inilah
yang menjadi tantangan abadi manusia dan yang membuat hidupnya sebagai upaya
memperjuangkan akhlak mulia dan terpuji. Kedua, kehidupan manusia yang majemuk,
baik dari segi etnis, kultur, nahasa, ras maupun pola piker dan tindakan. Kemajemukan
ini nyata adnya. Fenomena kemajemukan dalam situasi tertentu dapat menimbulkan
konflik. Oleh karena itu konflik dapat dihindari jika akhlak yanga da dapat ditegakkan
(Arifin , 2002:1-2).
Problematika akhlak senantiasa mewarnai kehidupan manusia dari masa ke masa.
Seiring dengan gelombang kehiupan ini, dalam setiap kurun waktu dan tempat tertentu
muncul tokoh yang memperjuangkan tegaknya nilai-nilai akhlak. Termasuk di dalamnya
rasul dan utusan Allah SWT, khususnya Rasulullah Muhammad SAW, yang memiliki
tugas dan misi utama untuk menegakkan nilai-nilai akhlak. Upaya penegakan akhlak
menjadi sangat penting dalam rangka mencapai keharmonisan hidup. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka perlu dicari untuk mengetahui nilai pendidikan akhlak dalam
suatu kitab, dengan harapan dapat memunculkan pemikiran-pemikiran baru dalam aspek
pendidikan yang terlupakan.
Mengungkap nilai yang terkandung dalam kitab Al-Barzanji adalah tujuan utama
penulis dalam skripsi ini. Meski demikian,belum ada sepengetahuan penulis,peneliti yang
secara spesifik membahas tentang tema tersebut dalam wujud artikel, skripsi maupun
tesis. Berdasarkan paparan diatas, penulis menganggap perlu untuk mengkaji secara lebih
dalam tentang nilai akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji.
B. Rumusan Masalah
Rumusan amasalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana nilai-
nilai pendidikan akhlak adalah yang akan disampaikan oleh Syaikh Ja‟far Al-Barzanji.
Rumusan masalah tersebut diperinci sebagai berikut:
1. Bagaimana Nilai Akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji ?
2. Bagaima relevansi Nilai Akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji dikaitkan dengan Akhlak Kekinian ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang
digagas oleh Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji. Adapun tujuan umum tersebut
dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Nilai Akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji.
2. Untuk mengetahui relevansi Nilai Akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh
Ja‟far Al-Barzanji dengan Akhlak Kekinian.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut diatas mempunyai
maksud agar berguna sebai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Pengamatan penididikan Akhlak sebagai masukan yang berguna menambah
wawasan dan pengetahuan mereka tentang keterkaitan antara kitab Al-Barzanji
dengan pendidikan Akhlak.
b. Peneliti ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi
Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasannya berguna menambah
literatur atau bacaan tentang nilai akhlak dalam seni sastra kitab Al-Barzanji.
c. Penelitian ini semoga dapat memberikankontribusi positif bagi para akademisi
khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan seni sastra
kitab Al-Barzanji denganpendidikan akhlak.
Dengan demikian diharapkan dapat memperluas kepustakaan yang dapat menjadi
refrensi peneliti setelahnya.
2. Manfaat Praktis
Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikir dan
bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut:
a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim yang cin ngan
penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membina dan
mengetahui perkembangan pendidikan akhlak remaja muslim yang cinta akan
seni Al-Barzanji.
E. Penelitian Terdahulu
Setelah melakukan pencarian tentang pembahasan nilai-nilai pendidikan akhlak,
penulis menemukan skripsi yang mempunyai kesamaan atau relevansi pembahasan
dengan skripsi yang dilakukan oleh penulis, yaitu:
Skripsi dengan penulis M. Abdul Rahman, mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam Universitas Islam Negeri Surabaya tahun 2014 yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak Dalam Kitab “Bidayat Al-Hidayat” Al-Ghazali dan Relevansinya
Dengan Pendidikan Karakter di Indonesia” dalam skripsi ini membahas tentang
pendidikan akhlak yang ada di dalam kitab Bidayat Al-Hidayat karangan Imam Al-
Ghazali. Dengan ilmu dan pengetahuannya melalui kitab ini ingin memberi bimbingan
kepada umat manusia untuk menjadi manusia yang baik dan utuh menurut pandangan
Allah SWT maupun pandangan manusia, karena dalam kitab ini membahas tentang
petunjuk-petunjuk dalam melaksanakan ketaan, menjauhi maksiat dam membasmi
penyakit-penyakit dalam hati yang secara umum menuntun manusia untuk senantiasa
membersihkan jiwa (Tazkiyat an Nafs) untuk menjadi manusia yang diridhoi oleh Allah
SWT dan selamat duni akhirat.
F. Definisi Oprasional
Demi mempermudah dalam memahami judul skripsi ini dan mengetahui arah dan
tujuan pembahasan skripsi ini, maka berikut ini akan dipaparkan definisi operasional
sebagai berikut:
1. Nilai
Nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang
tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh atau tidak boleh. Bidang yang
berhubungan dengan nilai adalah etika (penyelidikan nilai dalam tingkah laku
manusia) dan estetika (penyelidikan tentang nilai dan seni). Nilai dalam masyarakat
tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara tidak sadar diterima dan
dilaksanakan oleh anggota masyarakat (Hakim, 2001:22-23). Nilai secara etimologi
berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dari kata valere (Latin) yang berarti
kuat, baik dan berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value) adalah
sesuatu yang berguna. Sedangkan menurut Dictionary dalam Winataputra nilai adalah
harga atau kualitas sesuatu. Artinya sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu
tersebut secara intrinsic memang berharga. Misalnya, nilai kayu jati dianggap tinggi,
sehingga kayu jati memiliki nilai jual lebih mahal dengan kualitas yang baik,tangguh,
tidak mudah keropos dan lebih kuat daripada jenis kayu yang lain. Oleh karena itu,
sudah sewajarnya jika kayu jati, menurut pandangan masyarakat khususnya
pemborong, nilainya mahal. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian nilai adalah suatu bobot atau kualitas perbuatan kebaikan yang terdapat
dalam berbagai hal yang dianggap sebagai sesuatu yang berharga, berguna, dan
memiliki manfaat. Dalam pembelajaran, nilai sangat penting untuk ditanamkan sejak
dini karena nilai bermanfaat sebagai sumber pegangan hidup.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat
menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan demikian akan
menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi
secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2001:79)
Menurut Noeng Muhadjir,istilah pendidikan berasal dari Bahasa Yunani,
Paedagogi yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah di
antar seorang pelayan. Sedangkang pelayan yang mengantar dan menjemput di
namakan Paedogogos. Dalam Bahasa Romawi, pendidikan di istilahkan dengan
Educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang beradadi dalam. Dalam Bahasa
Inggris pendidikan di istilahkan To Educate yang berarti memperbaiki moral dan
melatih intelektual.
Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua perbuayan dan usaha dari generasi
tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta
keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat
memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah (Al-Qusyairi Syarif
:68).
3. Akhlak
Seacara etimologi akhlak berasal dari Bahasa Arab yukhliqu, ikhlaqan,
jama‟nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al-adat), budi
pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi‟ah),perbedaan yang baik(al-maru‟ah), dan
agama (ad-din). Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan
kata Khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan) (Tiswarni,
2007:1). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata aturan
atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesame tetapijuga norma yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan berbagai
macam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sedangkan secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang
dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran (Ilyas, 2007:1-3). Akhlak
adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusia yang dapat melahirkan
suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang
baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang baik.
Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut
budi pekerti yang buruk. Misalnya ketika menerima tamu buila seseorang membeda-
bedakan tamu yang satu dengan yang lain, ataukadang kala ramah kadang kala tidak,
maka orang tersebut bias dikatakan memiliki sifat belum bisa dikatakan memiliki
sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu
tentu akan selalu memuliakan tamunya.
4. Pendidikan Akhlak
Penegertian pendidikan Akhlak, pendidikan dilihat dari istilah Bahasa Arab
makna pendidikan mencakup sebagai pengertian, antara lain tarbiyah, ta‟lim, ta‟dib,
siyasat, mawa;izh, „ada ta‟awud dan tadrib. Sedangkan untuk istilah tarbiyah, tahzib
dan ta‟dib sering dikonotasikan sebagai pendidikan. Ta‟lim diartikan pengajaran,
siyasat diartikan siyasat, pemerintah politik atau pengaturan. Muwa‟izh diartikan
pengajaran atau peringatan. „Ada Ta‟wud diartikan pembiasaan dantadrib diartikan
pelatihan.
Istilah diatas sering dipergunakan oleh beberapa ilmuan sebagaimana Ibn Maiskawih
dalam bukunya yang berjudul TahzibulAkhlak. Ibn Sina memberi judul salah satu
bukunya yaitu kitab Al-Siyasat. Ibn Al-Jazzar Al-Qairawani membuat judul salah
satu bukunya yang berjudul Siyasat Al-Shinyan wa Tadribuhuni, dan Burhan Al-
IslamAl=Zarnuji memberikan salah satu judul karyanya Ta‟lim al-Muta‟alimtharik at
Ta‟ahum. Perbedaan itu tidak menjadikan penghalang dan para ahli sendiri tidak
mempersoalkan penggunaan istilah di atas. Karena pada dasarnya semua pandangan
yang berbeda itu bertemu dalam satu kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan
suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi
tujuan hidupnya secara lebih baik (Afriantoni, 2007:32).
5. Kitab Al-Barzanji
Kitab Al-Barzanji adalah sebutan laindari kitab Iqd Al-Jawahir (kalung
permata), sebuah karya tulis seni yang memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara keagaman di dunia Islam, sebagai
bagian yang menonjol dalam kehidupan agama tradisioanl.dengan membacanya
diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad
SAW. Dalam kitab ini,sejarah hidup Rasulullah SAW tergambar. Mulai dari silsilah
keluarganya, kehidupannya semasa anak-anak, remaja dan pemudahingga diangkat
menjadi nabi dan rasul. Al-Barzanji juga mengisahkan sifat yang dimiliki Rasulullah
dan perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya
yang agung untuk dijadikan teladan umat manusia. Jadi yang dimaksud dengan judul
skripsi ini adalah nilai-nilai atau ajaran tingkah laku terpuji yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW, yang terkandung dalam kitab Al-Barzanji.
6. Syaikh Ja‟far Al-Barznji
Pengarang kitab Al-Barzanji adalah Sayyid Ja‟far Ibn Husain Ibn AbdulKarim
Ibn Muhammad Ibn Rasul Al-Barzanji. Dia adalah seorang ulama besar dan
terkemuka yang terkenal dengan ilmu sertaamalnya, keutamaannya serta
kesalehannya. Syaikh Ja‟far Al-Barzanji adalah keturunan Nabi Muhammad SAW
dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termashur berasal dari Barzanji Irak. Tujuan
penyusunan Kitab Al-Barzanji adalah untuk menimbulkan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAWdan di dalam Kitab Al-Barzanji memuat silsilah nasab atau
keturunan Nabi Muhammad SAW (Abdul, 2001:88).
Syaikh Ja‟far Al-Barzanji adalah pengarang Kitab Maulid yang termashur dan
terkenal dengan nama Maulid Al-Barzanji. Sebagai ulama menyatakan nama
karangannya tersebut dengan „Iqd Al-Jawharfi Maulid an-Nabiyyil Azhar. Kitab
Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling popular dan
paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam baik di timur dan di barat
(Muhyiddin 2004:299)
G. Sistematiaka Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dalam menyeluruh sehingga pembaca
nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, penulis berusaha
memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini
terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkaitan yaitu sebagai berikut:
Bab satu pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi operasional, metode
penelitian, sistematika penulisan.
Bab dua landasan teori. Bab ini membahas tentang pengertian pendidikan akhlak, tujuan
pendidikan akhlak, dasar-dasar pendidikan akhlak, ruang lingkup pendidikan akhlak, dan
signifikansi pendidikan akhlak.
Bab tiga profil kitab Al-Barzanji. Pembahasan pada bab ini berisi tentang profil kitab Al-
Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji yang mana meliputi biografi Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji sertakarya-karya dari Syaikh Ja‟far Al-Barzanji.
Bab empat nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji. Pada bab ini membahas mengenai nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-
Barzanji karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji dalam konteks kekinian.
Bab lima penutup. Bab ini memuat tentang kesimpulan penulis dari pembahasan skripsi
ini, saran, dan kalimat penutup dan daftar pustaka serta lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Akhlak
Menurut etimologi Bahasa Arab akhlak adalah bentuk masdar dari kata akhlaqa,
yukhliqu, ikhlaqan yang memiliki arti perangai (as-sajiyah) ; kelakuan, tabiat, watak
dasar (ath-thabi‟ah); kebiasaan atau kelaziman (al-adat); peradaban yang baik (al-
muru‟ah); dan agama (ad-din) (Abdullah 2002:72).
Istilah akhlak dalam Ensiklipedia Islam dimaksudkan sebagai suatu hal yang
berkaitan dengan sikap, perilaku, dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan
dirinya, sasarannya, dan makhluk-makhluk lain, serta dengan Tuhannya (Depag RI
1993:132). Dalam buku Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran karya Ulil Amri Syafri
terdapat beberapa tokoh yang masyhur mendefinisikan pengertian akhlak, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Ibnu Maskawih mendefinisikan akhlak sebagaimana yang dikutip oleh Nasiruddin
yaitu kondisi jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tanpa butuh pikiran
dan pertimbangan (Nasirudin, 2010:31).
2. Kemudian Ali Anwar Yusuf mengutip pemikiran Imam Ghazali dalam Mu‟jam Al-
Wasith mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dengannya
lahiriah macam-macam perbuatan baik atau buruk tanpamembutuhkan pemikiran dan
pertimbangan (Yusuf 2003:176).
Dari pengertian-pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa akhlak adalah
sifat yang tertanam ataukarakter dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan perbuatan-
perbuatan baik atau buruk secara mudah dan spontan sehingga menjadi perilaku
kebiasaan.
Dalam Islam nilai-nilai baik dan buruknya akhlak telah ditentukan oleh Al-Quran
dan Hadis. Oleh karena itu Islam tidak merekomendasikan kebebasan manusia untuk
menentukan norma-norma secara otonom. Islam menegaskan bahwa hati nurani
senantiasa mengajak manusia mengikuti yang baik dan menjauhkan yang buruk
(Zulkarnain, 2008:29).
Hal ini sependapat dengan Imam Ghazali yang mengemukakan bahwa norma-
norma kebaikan dan keburukan akhlak ditinjau dari pandangan akal pikiran dan syariat
agama Islam. Akhlak yang sesuai dengan akal pikiran dan syariat Islam dinamakan
akhlak mulia dan baik akhlaq al-karimah, sebaliknya akhlak yang tidak sesuai
(bertentangan) dengan akal pikiran dan syariat dinamakan akhlak buruk akhlak al-
madzmumah (Zainuddin, 1991:103).
Perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak jika memenuhi beberapa syarat.
Syarai itu antara lain adalah:
1. Dilakukan berulang-ulang. Jika dilakukan sekali saja, atau jarang-jarang tidak dapat
dikatakan akhlak. Jika seorang tiba-tiba, misalnya memberi uang kepada orang lain
karena alasan tertentu, orang itu tidak dapat dikatakan berakhlak dermawan.
2. Timbul dengan sendirinya,tanpa dipikir-pikir atau ditimbang-timbang berulang-ulang
karena perbuatan ini telah menjadi kebiasaan baginya. Jika suatu perbuatan dilakukan
setelah dipikir piker dan ditimbang-timbang,apalagi karena terpaksa, perbuatan ini
bukanlah pencerminan akhlak (Ali, 2008:348).
B. Pengertian Pendidikan Akhlak
Doktor Ali Syari‟ati mengatakan bahwa akhlak membutuhkan ilmu akhlak.
Sebelumnya beliau mendefinisikan akhlak menggunakan pendekatan teori fitrah manusia,
yaitu kekuatan atau karakteristik yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan
baik dan melarang melakukan perbuatan buruk (Syari‟ati, 2007:32).
Meskipun fitrah kebaikan telah ada pada diri manusia, perbuatan buruk tetap bias
dilakukan karena manusia juga memiliki nafsu atau kefasikan yang cenderung
mendorong manusia lepas dari control kebaikan. Mencegah hal tersebut, disinilah
pendidikan dibutuhkan. Manusia butuh petunjuk agar selalu tergiring ke jalan yang lurus
dan menghindari hal-hal yang buruk, sehingga terbiasa berakhlaq al-karimah.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata didik yang
artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran, kemudian mendapat tambahan pen-an menjadi pen-didik-an ialah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, perbuatan,
mendidik (TPKPPPBDPK 1994:232). Sebenarnya dari kata didikkemudian mendapat
tambahan pen-an, sangat jelas bahwa kata pendidikan menunjukan keutamaan sikap dan
tingkah laku (akhlak) daripada pengetahuan (bukan berarti mengesampingkannya).
Menurut Ibnu Maskawih, pendidikan akhlak akan mewujudkan sikap bathin, yang
mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik,
sehingga mencapai kesempurnan dan memperoleh kebahagian (al-sa‟adat_ yang sejatin
dan sempurna (Gunawan, 2014:311).
Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa pendidikan akhlak adalah
usaha manusia sadar manusia untuk mendewasakan diri melalui proses pengubahan
dasar-dasar tingkah laku dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan
dijadikan kebiasaan anak sejak masa kecil hingga mukallaf sehingga menjadi manusia
yang mulia.
C. Pengertian Nilai dan Macam Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
Bernilai berarti berharga. Segala sesuatu tentu bernilai, hanya saja ada yang
harganya rendah bada yang tinggi. Jika harganya rendah maka nilainya pun rendah,
bahkan tidak jarang untuk tdak dihargai sehingga dianggap tidak bernilai (Tafsir
2006:46). Nilai (value) dalam filsafat moral merupakan kajian yang menyentuh persoalan
substansial. Nilai selalu terkait dengan baik dan buruk (Amril 2002:212).
Sedangkan menurut Sutarjo Adi Susilo nilai akan menjai sesuatu yang dihargai
dan dijunjung tinggi, serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adnya kepuasan
dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya (Susilo, 2012:56).
Nilai-nilai akhlak, dapat dilihat melalui ruang lingkup akhlak yang mencakup
seluruh aktifitas kehidupan manusia. Indonesia telah merumuskan nilai-nilai pendidikan
akhlak melalui program pendidikan karakter dalam buku Pelatihan dan Pengembangan
Pendidikan Budaya Karakter Bangsa yang disusun oleh Penelitian dan Pengembangan
Pusat Kurikulum Kemendiknas RI. Didalam buku tersebut disusun delapan belas karakter
pendidikan budaya karakter bangsa, yaitu:
1. Religious
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Demokratis
9. Rasa ingin tahu
10. Cinta tanah air
11. Semangat kebangsaan
12. Menghargai prestasi
13. Bersahabat/komunikatif
14. Cinta damai
32
Meskipun tidak terbagi dalam kelompok-kelompok ruang lingkup, namun
nilai-nilai akhlak diatas telah mencakup akhlak terhadap Tuhan, akhlak terhadp
sesame manusia, akhlak terhadao lingkungan dan akhlak terhadap Bangsa dan
Negara. Sedangkan dalam Islam ruang lingku akhlak mencakup:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
Ulil Amri Syafri dalam bukunya Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran
menyebutkan Akhlak terhadap Allah merupakan sikap atau perbuatan manusia
yang seharusnya sebagai makhluk kepada sang Khalik (pencipta). Nilai-nilai
akhlak yang terkandung yaitu:
a. Tauhid , yaitu tidak menyekutukan Allah.
b. Taqwa, yakni patuh pada apa yang diperintahkan-Nya dan yang dilarang-Nya
c. Tawakkal, setelah berusaha maksimal, hendaknya manusia menyerahkan
segala urusannya kepada Allah SWT.
d. Bersyukur, mensyukuri nikmat-nikmat-Nya.
Menurut Mohammad Daud Ali nilai-nilai akhlak yang terkandung dalam
akhlak terhadap Allah yaitu:
a. Cinta Allah, yaitu mencintai Allah melebihi apa dan siapapun.
b. Taqwa, yaitu melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya.
c. Ikhlas, yaitu ikhlas menerima semua qadha dan qadhar-Nya.
d. Syukur, yaitu mensyukuri segala nikmat dan pemberian Allah.
e. Taubat Nasuha, yaitu tidak lagi melaksanakan perbuatan yang dilarang Allah
SWT.
f. Tawakkal atau berserah diri kepada Allah (Ali 2008:356).
33
Jadi nilai-nilai yang telah dipaparkan oleh para tokoh diatas, dapat
disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak kepada Allah adalah nilai tauhid
(meng-Esa-kan Allah), bersyukur atas semua rahmat Allah, bertaqwa yalni
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, tawakkal yaitu
memasrahkan segala urusan kepada Allah dan taubat an-anasuha tidak
mengulangi perbuatan yang dilarang Allah.
2. Akhlak terhadap Rasulullah Muhammad SAW
Perjuangan Rasulullah SAW atas kejayaan Islam begitu besar. Beliau juga
merupakan manusia yang mulia dengan akhlaknya. Salah satu tugas beliau di
bumi adalah membina, memupuk serta menyempurnakan akhlaq al-karimah bagi
umat-umatnya. Sebagaimana hadis Nabi SAW:
ى يكاسو األخالق ا تؼثد ألذ إه Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW berkata: Sungguh aku
diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik
(HR.Ahmad) (Al-Haitsimi 1992:61).
Nilai-nilai yang terkandung dalam akhlak terhadap Rasulullah Muhammad
SAW adalah:
a. Cinta Rasulullah SAW, yaitu mencintai Rasulullah secara tulus dengan
mengikuti semua sunnahnya, serta mengidolakan beliau sebagai suri
tauladan yang sempurna.
b. Taat, yaitu menjalankan apa yang diperintahkan dan tidak melakukan
apa yang dilarang.
34
Jadi, selain mempercayai bahwa Rasulullah Muhammad SAW Nabi
terakhir, seorang muslim harus berakhlaq al-karimah kepada beliau. Adapun
nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam akhlak kepada
Rasulullah SAW adalah cinta dan taat pada beliau.
3. Akhlak terhadap diri sendiri
Berakhlak pada diri sendiri seperti tidak merusak, membinasakan, dan
menganiaya diri baik secara jasmani maupun ruhani adalah kewajiban bagi
manusia terhadap diri sendiri (Mukniah, 2011:112). Nilai-nilai akhlak yang
terkandung adalah:
a. Amanah, yaitu bertanggung jawab menjaga atau memelihara kesucian diri,
termasuk dengan cara menutup aurat.
b. Jujur, baik perkataan maupun perbuatan.
c. Malu, yaitu malu melakukan perbuatan jahat.
d. Ikhlas, yaitu menerima apapun yang diberikan Allah, dan melakukan segala
perbuatan semata-mata karena Allah.
e. Sabar, yaitu pengendalian diri sikap dan emosi.
f. Rendah hati. Sombong atau membanggakan diri sendiri karena karya-
karyanya, merupakan penyakit yang membinasakan (Ghazali 1985:235).
Tidak pantas bagi manusia untuk menyombongkan diri baik kepada manusia
lain terlebih Allah SWT.
g. Adil. Manusia memiliki tiga potensi yaitu jasmani, ruhani, dan akal,
ketiganyaharus diperlakukan secara seimbang, karena ketiganya memiliki hak
untuk dipenuhi (Ali 2008:357). Berlebihan dalam mengerjakan urusan
sehingga lupa akan kesehatan juga merupakan bentuk ketidak adilan terhadap
35
badan, jika badan tidak kuat, maka pekerjaan tidak akan dilaksanakan dengan
maksimal.
Penjelasan lain dari Ulil Amri Syafri mengenai akhlak pribadi adalah
akhlak yang menunjukkan sikap dan profil Muslim yang mulia. Nilai-nilainya
yaitu:
a. Loyalitas. Totalitas menerima seluruh ajaran Islam yakni tidak memilih yang
disukai dan meninggalkan yang tidak disukai, tidak pula mengambil sebagian
dari Islam dan mencampurnya dengan sebagian agama lain merupakan
kewajiban bagi seorang Muslim. Perbuatan tersebut juga dinamakan pluralism.
b. Berani dan setia. Maksudnya adalah berani berjihad dalam menjunjung tinggi
risallah Allah, dan selalu siap dan setia memberikan pembelaan dalam
kebenaran.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa selain berakhlak kepada
orang lain, seseorang wajib berakhlak kepada diri sendiri.akhlak kepada diri
sendiri menunjukkan identitas kepribadian Muslim yang mulia. Nilai-nilai
pendidikan akhlak pada diri sendiri berupa amanah, jujur, malu, ikhlas, sabar,
rendah hati, adil, loyal, berani dan setia.
4. Akhlak terhadap orang tua
Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anak. Setelah mencintai
Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW melebihi siapapun, yang wajib
dicintai selanjutnya melebihi kerabat lainnya adalah orang tua. Ridha Allah adalah
ridha orang tua, sehingga wajib bagi anak berakhlaq al-karimah kepada mereka.
Berakhlak baik terhadapn orang tua yaitu dengan berbakti. Dalam kehidupan
36
sehari-hari berbakti sering disebut birr-al-walidain. Berbuat baik kepada orang tua
tidak terbatas ketika mereka masih hidup saja, tetapi terus berlangsung meskipun
merka telah meninggal dunia. Nilai-nilai akhlak dari birr al-alidain yaitu:
a. Taat, yaitu melaksanakan yang diperintahkan orang tua selama tidak
menyimpang ajaran Islam.
b. Cinta dan kasih sayang, yakni merendahkan diri kepada keduanya diiringi
dengan kasih sayang. Membantu bilamana mereka kesusahan terlebih
ketika lanjut usia serta selalu mendoakan ampunan dan keselamatan untuk
mereka.
c. Menghormati, seperti berkomunikasi dengan mereka secara khidmat dan
lembut, sopan dan santun yakni tidak bersikap keras dan kasar baik dengan
perkataan maupun perbuatan, sehingga tidak menyakiti hati orang tua
(Yusuf, 2003:187).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak
kepada orang tua adalah taat, cinta dan kasih sayang, dan
menghormatinya.
5. Akhlak terhadap karib kerabat
Maksud karib kerabat disini adalah orang-orang terdekat, yakni sanak
saudara. Akhlak lingkungan keluarga adalah menciptakan dan mengembangkan
rasa kasih sayang antar anggota keluarga dalam bentuk komunikasi yang baik.
Bahkan komunikasi kepada kerabat orang tua bilamana orang tua sudah
meninggal harus tetap dijalin. Nilai-nilai akhlak terhadap karib kerabat berupa:
a. Menghormati, yaitu menghormati saudara yang lebih tua.
b. Menyayangi, yakni menyayangi saudara yang lebih muda.
37
c. Tolong-menolong, manusia butuh akan pertolongan manusia lain dalam
melangsungkan hidup.
d. Silaturahmi, yaitu tidak memutus tali persaudaraan dengan berkunjung
atau berkomunikasi dengan bentuk apapun (Ali 2008:358).
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak terhadap karib
kerabat adalah menghormti, menyayangi, tolong menolong dan silaturahmi.
6. Akhlak terhadap masyarakat
Islam mendorong manusia untuk berinteraksi sosial ditengah manusia
lainnya,misalnya dalam ibadah shalat. Rasulullah SAW menganjurkan dalam
melaksanakan shalat hendaknya berjamaah maka dengan berjamaah seseorang
akan berinteraksi dengan saudaranya sesama muslim.
Kemudian puasa, meskipun puasa adalah ibadah yang dilakukan secara
pribadi,namun terdapat hikmah dalam ibadah berpuasa, yaitu kesetaraan.
Seseorang yang kehidupannya serba tercukupi akan berlatih dan merasakan rasa
lapar dan haus seperti yang sering dirasakan oleh orang-orang miskin. Begitu pula
ibadah haji, dan zakat. Ibadah tersebut merupakan ibadah muhdhah (Dzajuli,
2010:45) yang praktiknya juga mengandung interaksi social.
Ulil Amri Ayafri mengatakan bahwa akhlak terhadap masyarakat tidak
hanya ditunjukkan kepad orang-orang Islam saja, tapi juga kepada masyarakat non
muslim.
7. Akhlak terhadap lingkungan
Segala sesuatu yang ada di sekitar manusia baik binatang, tumbuh-
tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa wajib dijaga. Islam melarang umat
manusia membuat kerusakan terhadap lingkungan maupun terhadap diri sendiri.
38
Dengan berbagai jenis tumbuhan dan hewan, alam memberi manusia nutrisi yang
dibutuhkan untuk menipang kehidupan. Dari alam manusia dapat mengkonsumsi
sayur-sayuran, daun-daunan, buah-buahan, daging dan minuman susu segar. Alam
juga memberi kita udara, api air dan tanah yang semuanya sangat vital.
Dengan demikian kewajiban kita adalah berterima kasih kepada Allah
dengan berakhlak baik kepada alam. Dari pemaparan diatas, dapat di simpulakan
bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam akhlak kepada lingkungan kepada
akhlak adalah:
a. Peduli
b. Menghargai
c. Menghormati
d. Betanggung jawab
e. Kreatif
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup akhlak secara
garis besar berupa akhlak kepada Allah dan akhlak kepada makhluk (ciptaan
Allah). Alam dengan segala isinya merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah.
Melalui potensi-potensi yang diberikan Allah SWT, hendaknya manusia
bisa bersyukur. Sebagaimana tugas manusia menjadi khalifah, yaitu bertanggung
jawab untuk mengelola dan memanfaatkan alam dengan baik dan benar. Dengan
demikian akan tercipta kehidupan damai, manusia tidak akan bersikap sombong,
tetapi merasa setara, serta berendah hati dengan apa dan siapapun.
39
BAB III
PROFIL KITAB AL-BARZANJI
A. Biografi Syaikh ja‟far Al-Barzanji
Sedikit mengulas siapa pengarang kitab Al-Barzanji. Pengarang kitab Al-
Barzanji adalah Sayyid Ja‟far Ibn Husain Ibn Abdul Karim Ibn Muhammad Ibn
Rasul AL-Barzanji. Dia adalah seorang ulama besar dan terkemuka yang terkenal
dengan ilmu serta amalannya, kautamaannya serta kesalehannya. Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji adalah keturunan Nabi Muhammad SAW darikeluarha Sadah Al-Barzanji
yang termashur berasal dari Barzanji di Irak.
Tujuan penyusunan kitab Al-Barzanji adalah untuk menimbulkan kecintaan
kepada Nabi Muhammad SAW dan di dalam kitab Al-Barzanji memuat silsilah nasab
atau keturunan Nabi Muhammad SAW (Aziz 2001:88).
Syaikh Ja‟far Al-Barzanji adalah pengarang Kitab Maulid yang termashur dan
terkenal dengan nama Maulid Al-Barzanji. Sebagai ulama menyatakan nama
karangannya tersebut dengan Iqd Al-Jawhar fi Maulid an-Nabiyyil Azhar. Kitab
Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling popular dan
paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam baik di timur dan di barat
(Muhyiddin 2004:299).
Syaikh Ja‟far Al-Barzanji juga seorang imam, guru besar di masjid Nabawi
serta merupakan satu di antara pembaharu Islam di abad XII (Murodi 1988:9). Nama
Al-Barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya, yang juga sebenarnya diambil dari
tempat asal keturunannya yakni daerah Birzinj (Kurdistan). Nama tersebut menjadi
popular di dunia Islam pada tahun 1920 ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji
memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang waktu itu menguasai
Irak (Aziz, 2001:241).
40
Kitab „Idq Al-Jawhar (kalung permata) yang lebih dikenal dengan sebutan Al-
Barzanji ditulis oleh Syaikh Ja‟far Ibn Hasan Ibn Abdul Karim Ibn Muhammad Ibn
Rasul Ibn Qolandri Ibn Husain Ibn Ali Ibn Abi Thabib RA. Beliau lahir di Madinah
tahun (1103-1180 H / 1690-1766 M). M.Mufti syafi‟I Madinah dan khatib Masjid
Nabawi di Madinah. Dimana seluruh hidupnya dipersembahkan untuk kota suci Nabi
ini (Azra 2007:109).
Karya tulis tentang Maulid ada dua,yaitu yang dikenal di Indonesia dengan
nama Maulid Al-Barzanji Nasr dalam bentuk prosa atau lirik dan Maulid Al-Barzanji
Nadzam dalam bentuk puisi (Sholikin 2009:49).
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kita
kepada Nabi Muhammad SAW dan agar umat Islam meneladani kepribadiannya,
sehingga kita menjadi orang yang mampu memahami dan diharapkan bias mencontoh
sifat-sifat,perilaku serta akhlak beliau
B. Situasi Keilmuan Islam Pada Masa Kehidupan Beliau
Pada masa Ja‟far Al-Barzanji dipimpin seorang sultan yaitu Sultan Salahuddin
Yusuf Al-Ayyubi, dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin,
seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah
pada tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada dinasti Bani Ayyub,katakanlah dia
setingkat Gubernur. Meskipun Slahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari
suku Kurdi, pusat kesultannannya berada di kota Qohirah (Kairo), Mesir, dan daerah
kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan semenanjung Arabia.
Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan
cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun
berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
41
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Bagdad yakni An-
Nashir, ternyata Khalifah setuju. Pada musim ibadah haji di bulan Dzulhijjah 579 H /
1883 M, Salahuddin sebagai pemimpin Haramain (dua tanah suci, Mekkah dan
Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji agar jika kembali ke
kampong halaman masing-masing menyosialkan kepada masyarakat Islam dimana
saja berada, bahwa mulai tahun 580 / 1184 M tanggal 12 Rabiul Awwal dirayakan
sebagi hari Maulid Nabi Muhammad SAW dengan berbagai yang membangkitkan
semangat Islam.
Salah satu kegiatan yang di prakasai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW yang pertama kali adalah menyelenggarakan
sayembara penulisan riwayat Nabi Muhammad SAW beserta pujian-pujian bagi Nabi
Muhammad SAWdengan Bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan
sastrawan di undang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi
juara adalah Syaikh Ja‟far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan
Sultan Salahuddin ini membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam
menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Slahuddin berhasil menghimpun
kekuatan, sehingga pada tahun 1187/583 H, Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari
tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi kembali, sampai hari ini.
C. Karya Pemikiran Syaikh Ja‟far Al-Barzanji
Karangan-karangan Syaikh Ja‟far Al-Barzanji sangat banyak, diantaranya
Syawahid Al-Ghufran „Ala Jliy Al-Ahzan fi Fadhail Ramadhan, Mashabihul Ghurur
„Ala Jaliyyil Qodr, dan Taj Al-Ibtihaj „Ala Dhau „Al-Wahhaj fi Al-Isra‟ Wa Al-
Mi‟raj. Syaikh Ja‟far Al-Barzanji menulis kitab manaqib yang menceritakan
42
perjalannan hidup Syaikh Ja‟far Al-Barzanji dalam kitabnya Ar-Raudh Al-Athar fi
Manaqib As-Sayyid Ja‟far.
Selain kitab-kitab tersebut, Al-Barzanji juga menulis kitab risalah yang
dinamakan Jaliyah Al-Karbi bi Ashabi Sayyid Al-Karbi wa Al-Ajm (Murodi 1988:9).
Selain itu Syaikh Ja‟far Al-Barznji juga mengarang kitab Manaqib Syaikh Abdul
Qodir Al-Jailani, dengan tujuan memperkenalkan subtansi amalan, ganjaran, dan
fatwa Al-Jailai, yaitu diperuntukkan bagi para pengikut dan masyarakat kebanyakan.
Penulisan kitab tersebut didasarkan pada penuturan para ulama tersebut tarekat
Qadriyah, dengan semangat rasa cinta penulisnya mencoba untuk memberikan
keteladanan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani kepada masyarakat umum.
Kesufian Al-Barzanji Nampak ketika ia ungkapkan bahwa penulisan manaqib
juga dimaksudkan untuk emndapatkan turunnya keberkahan dari langit, dan
mengundang pula turunnya kemurahan sang Hadrat Al-Arsy (Allah SWT) (Sholokin
2009:60).
Beliau bukanlah calang-calang pula, ketinggian ilmunya dapat dilihat dalam
kitab-kitab karangannya yang bernilai tinggi, antaranya “Hidaayatul Muriiid LI
„Aqiidati Ahlit Tuhid”, “Syarah al-Aqaaidul Kubro Lis Sanusi”, “ Haasyiah „Ala
Syarhish Shogir lid-Dardir”, “Minhul Jalil „Ala Mukhtasar Khalil” dan “Hidayatus
Saalik ila Aqrabil Masaalik fi Furu‟il Fiqhil Maaliki”
Ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa yang terkenalsebagai ulama dan
penulis yang produktif dengan banyak karangannya yakni Sayyidul „Ulama-il Hijaz,
An-Nabawi ats Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi ra turut
menulis syarah yang lathifah bagi “Maulid Al-Barzanji” dan karangannya itu
dinamakan “Madaarijush Shu‟uud ila Iktisaa-il Baruud” manakala seorang keturunan
43
Sayyid Ja‟far Ibn Sayyid Isma‟il Ibn Sayyid Zainal „Abidin Ibn Sayyid Muhammad
al-Hadi Ibn Sayyid Zain yang merupakan suami dari satu-satunya anak Syaikh Ja‟far
Al-Barzanji,telah menulis syarah bagi “Maulid al-Barzanji” tersebut yang dinamakan
“Al-Kawakibul Anwar „Ala „iqdil Jwhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”
Kegigihan beliau menurut ilmu : semasa kecilnya beliau telah belajar Al-
Quran dari Syaikh Ismail Al-Yunani, dari belajar tajwid serta memperbaiki bacaan
dengan Syaikh Yusuf As-Su‟udi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri. Antara guru-guru
beliau dalam ilmu agama dan syariat:
1. Syaikh Abdul Karim Hidar Al-Barzanji
2. Syaikh Yusuf Al-Kudri
3. Sayyid Athiyatullah Al-Hindi
Syaikh J‟far Al-Barzanji kemudian Hijrah dan menetap di Mekkah selama
lima tahun. Disana beliau belajar kepada para ulama terkenal, diantaranya:
1. Syaikh Athaallah Ahmad Al-Azhari
2. Syaikh Abdul Wahab at-Tanthowi Al-Ahmadi
3. Syaikh Ahmad Al-Asybuli
Syaikh Ja‟far juga telah di ijazahkan oleh sebagian ulama, diantaranya:
1. Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi
2. Sayyid Muhammad At-Thobari
3. Syaikh Muhammad Ibn Hasan Al-A‟jimi
4. Sayyid Mustofa Al-Bakri
5. Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri (Al-Muhaddist 2005:99).
44
Ilmu-ilmu yang dikuasai Syaikh Ja‟far Al-Barzanji banyak cabang ilmu,
diantaranya: Shorof, Nahwu, Manthiq, Ma‟ani, Bayan, Adab, Hikmah, Handasah,
A‟rudh, Kalam, Airah, Qiraat, Suluk, Tasawwuf, Kutub Ahkan, Rijal, Mustholah.
Setiap tulisan yang dihasilkan oleh Syaikh Ja‟far Al-Barzanji bukanlah
sekedar tulisan biasa. Ia adalah tulisan yang lahir dari hati yang ikhlas kepada Allag
AWT, tulisan yang mempunyai nilai tarbiyah yang sangat tinggi. Syaikh Ja‟far Al-
Barzanji mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam hal penulisan. Yusuf Al-Qardhawi
menyatakan bahwa Syaikh Ja‟far Al-Barzanji adalah seorang ulama yang sangat
dikagumi dari sudut pandang perjuangan dan tulisannya, apa yang ditulis
menggambarkan pribadinya yang sangat luhur dan murni.
D. Kitab Al-Barzanji Pada Masa Kini
Kitab Brzanji terdiri tujuh puluh enam halaman yang terbagi menjadi dua
bagian yaitu, dalam bentuk prosa dan dalam bentuk syair. Keduanya bertutur tentang
kehidupan Nabi Muhammad SAW, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-
kanak, remaja, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat
mulia yang dimiliki Nabi Muhammad SAW, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan
teladan umat manusia.
Sebuah karya tulis seni sastra yang menuat kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Karya sastra ini dibaca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, termasuk
Indonesia, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan beragama tradisional.
Dengan membacanya dapat ditingkatkan iman dan kecintaan kepada Nabi
Muhammad SAW dan diperoleh banyak manfaat.
45
Di dalam kitab Al-Barzanji dilukiskan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW
dengan Bahasa yang indah, berbentuk puisi serta prosa dan kasidah yang sangat
menarik perhatian ornang yang membaca atau mendengarkan, apalagi yang
memahami arti yang dimaksudnya.
Secara garis besar paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut:
1. Silsilah Nabi Muhammad SAW
Silsilah Nabi Muhammad SAW adalah Muhammad Bin Andullah bin Abdul
Mutholib bin Hayim bin Abdul Manaf bin Qusaiy bin Kilab bin Murrah bin
Ka‟ab bin Fihr bin Malik bin Nadir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin
Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan (Najieh 2009:10).
2. Kejadian yang luar biasa
Pada masa kanak-kannya banyak kelihatan luar biasa pada diri Nabi Muhammad
SAW. Misalnya: malaikat membelah dadanyadan mengeluarkan segala kotoran
yang terdapat didalamnya (Noer 2014:13).
3. Bersabar kerika dilanda musibah
Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari ibundanya tentang keluh kesah
ketika kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan, kini ia melihat
sendiri digadapannya sang ibu pergi untuk tidak kembali lagi seperti ayahnya
dulu. Tubuh yang masih kecil itu memikul beban hidup yang berat sebagai yatim
piatu. Walaupun kecintaan Abdul Muthalib kepadanya sungguh mendalam,
perasaan sedih sebagai anak yatim piatu masih mendalam di jiwanya (Noer
2014:14).
46
4. Jujur dalam penyampaiaan
Pada masa remajanya ketika berumur 12 tahun, ia dibaw a pamannya berniaga ke
Syam (suriah). Dalam perjalanannya pulang, seorang pendeta melihat tanda-tanda
kenabian pada dirinya (Noer, 2014:16).
5. Niali pendidikan mencari pasangan hidup
Kemudian Khadijah melamar dirinya, dengan maksud agar ia dapat merasakan
bau iman dan kesegarannya. Maka Beliau memberitahukan maksud Khadijah
kepada pman-pamannya untuk dimintai pertimbangan (Najieh 2009:67). Dan pada
waktu Rasulullah berumur 25 tahun ia melangsunngkan pernikahannya dengan
Khadijah binti Khuwailid (Noer 2014:30).
6. Nabi Muhammad SAW sosok yang bijaksana
Kejadian ini berlangsung saat Nabi Muhammad SAW berusia 35 tahun.
Keputusannya mengambil batu dan meletakkannya ditempatnya dalam Ka‟bah
menunjukkan betapa tingginya kedudukannya di mata penduduk Makkah, betapa
besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar (Noer,
2014:44).
7. Masa kerasulan Nabi Muhammad
Pada waktu berumur 40 tahun ia diangkat menjadi rasul. Mulai saat itu ia
menyiarkan agama Islam sampai ia berumur 62 tahun dalam dua periode yakni
Makkah dan Madinah, dan ia meninggal dunia di Madinah sewaktu berumur 62
tahun setelah dakwahnya dianggap sempurna oleh Allah SWT (Noer 2014:199)
8. Dakwah Rasullullah SAW
Rasulullah SAW melakukannya secara diam-diam di lingkungan keluarganya
sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali
menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabatnya. Mula-mula istrinya
47
sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali Ibn Abi Thalib yang masih
berusia 10 tahun. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-
kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu
Aiman, pengasuh Nabi Muhammad SAW sejak ibunya, Aminah masih hidup.
Bilal Ibn Robah yang mana karena imannya kepada Allah SWT, ia disiksa oleh
tuannya yang bernama Umayyah, yang kemudian ditebus oleh Abu Bakar As-
Shiddiq untuk dimerdekakan (Noer, 2014:48).
9. Isra‟ dan Mi‟raj Nabi Muhammad
Isa‟ Mi‟raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah
hijrah ke Madinah. Dan peristiwa ini adalah motivasi batin yang diberikan Allah
SWT kepada Rasulullah SAW setelah mengalami berbagai macam ujian dalam
mendakwahkan agama Islam (Noer 2014:62).
10. Menyiarkan Agama Islam dengan terang-terangan
Setelah Isra‟ Mi‟raj, perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam mulai
muncul. Perkembangan itu dating dari sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah)
yang berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku „Aus dan Khazraj masuk
Islam (Noer 2014:50).
11. Nabi pilihan yang sempurna
Nabi Muhammad SAW mempunyai ciri-ciri sederhanya, tingginya, ptih kulitnya
agak kemerah-merahan, dua belah matanya melebar, seolah-olah bercelak, lembut
bulu matanya, dua keningnya melengkung dan lembut rambutnya. Mempunyai
gigi rapid an putih bersih, lebar mulutnya dan terlihat menarik, lebar kanan kiri
dahinya, dahinya bagaikan bulan sabit (Noer 2014:114). Nabi Muhammad SAW
mempunyai pipi yang halus, berhidung mancung dan bagus pangkal hidungnya.
Renggang jarak antara satu tulang belikatnya, sederhana dua tepak tangannya,
48
tulang-tulang sendinya besar, tipis tapak kakinya, tebal rambut jenggotnya,
kepalanya besar, rambutnya panjang terurai hingga dibawah telinga (Noer
2014:115).
Kitab Al-Barzanji dalam Bahasa aslinya (Arab) dibaca dimana-mana pada
berbagai kesempatan, antara lain pada peringatan maulid (hari lahir), upacara
pemberian nama bagi seorang anak bayi, acara khitanan, upacara pernikahan,
upacara memasuki rumah baru, berbagai syukuran dan ritus peralihan lainnya,
sebagai sebuah ritual yang dianggap meningkatkan iman dan membawa manfaat
yang banyak. Dalam acara-acara tersebut Al-Barzanjin dilagukan dengan
bermacam-macam lagu yaitu:
a. Lagu Rekby : membacanya perlahan-lahan.
b. Lagu Hejas : menaikan tekanan suara dari lagu rebky.
c. Lagu Ras : menaikkan tekanan suara yang lebih tinggi dari lahu hejas, dengan
irama yang beraneka ragam.
d. Lagu Husain : membacanya dengan tekanan suara yang tenang.
e. Lagu Nakwan : membacanya dengan suara tinggi dengan irama yang sama
dengan lagu ras.
f. Lagu Masyry : melagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan
perasaan yang mendalam. Ada yang membacanya secara kelompok yang
bersahut-sahutan dan ada pula yang tidak dalam kelompok tetapi membacanya
secara bergilir satu persatu dari awal sampai akhir.
Kitab Al-Barzanji merupakan teks sering dihafalkan dan oleh bebrapa ulama
Indonesia telah dikomentari dalam Bahasa Jawa, Indonesia dam Arab antara lain :
49
1) Nawawi al-Bantani (1813-1897) Madarij As-Sa‟ud Ila Iktisa Al-Burud (jalan naik
untuk dapat memakai kain yang bagus) komentar dalam Bahasa arab dan telah
diterbitkan berkali-kali.
2) Ahmad Subki Masyhadi, Nur Al-Lail A-Daji Wa Miftah Bab Al-Yasar (cahya di
malam gelap dank unci pintu kemuliaan), terjemahan / komentar dalam Bahasa
Jawa, diterbitkan oleh Hasan Al-Attas Pekalongan.
3) Asrori Ahmad, Munyat Al-Martaji Fi Tarjamah Maulid Al-Barzanji (harapan bagi
pengharap dalam riwayat hidup nabi tulisan Al-Barzanji), terjemah / komentar
dalam Bahasa Jawa yang diterbitkan oleh Menara Kudus.
4) Mundzir Nadzir, al-Qoul al-Munji „Ala Ma‟ani Al-Barzani (ucapan yang
menyelamatkan dalam makna-makna Al-Barzanji), terjemahan /komentar Bahasa
Jawa, diterbitkan oleh Sa‟ad Bin Nashir Nin Mabhan, Surabaya.
5) M. Mizan Asrani Muhammad, Badr ad-Dafi fi Tarjamah Maulid Al-Barzanji
(purnama gelap gulita dalam sejarah Nabi Muhammad SAW yang ditulis Al-
Barzanji), terjemahan Indonesia, penerbit karya utama Surabaya (Aziz 2001:199).
Dari riwayat hidup Syaikh Ja‟far Al-Barzanji di atas, jelaslah bahwa Syaikh
Ja‟far Al-Barzanji bukanlah calng calang orang seperti yang didakwa oleh sebagian
pihak. Bukan beliau menjawat-jawatan Mufti Madinah Munawwarah sekian lam
menunjukkan kepada kita ketinggiian ilmu dank e solehan Sayyid Ja‟far Al-Barzanji
(Al-Barzanji 1899).
E. Wafatnya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji
Seorang ulama besar berdedikasi mengajarkan ilmunya di Masjid Kakeknya
(Masjid Nabawi) SAW sekaligus beliau menjadi seorang Mufti Mahzhab Syafiiyah di
kota Madinah Munawwarah.
50
Al-Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja‟far bin Hasan Al-Barzanji
adalah Mufti Asy-Syafiiyyah di kota Madinah Al-Munawwarah. Banyak perbedaan
tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliaumeninggal pada tahun 1177 H.
imam Az-Zubaidi dalam “AL-Mu‟jam Al-Mukhtash” menulisnya bahwa beliau wafat
tahun 1184 H, dimana Imam Az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan
menghadiri majelis pengajian di Masjid Nabawi yang mulia.
Maulid karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan
tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam baik di Timur maupun di Barat. Bahkan
banyak kalangan Arab dan „Ajam yang menghafalkannya dan mereka membacanya
dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) Sirah
Nabawiyah yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai Rasul,
hijrah, akhlak, peperangan hingga kewafatan baginda Rasulullah SAW.
Jasad beliau dimakamkan di Baqi‟ bersama keluarga Rasulullah SAW. Kitab
maulid Barzanjisendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti
Syaikh Muhammad bin Ahmad „Ilyisy al-Maaliki al-Asy‟ari asy-Syadzili al-Azhari
yang mengarang kitab “al-Qawl al-Munji „ala Mawlid al-Barzanji” dan Sayyidul
„Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi “Madaarijush
Shu‟uud ilalIktisaa-ilBuruud”.
51
BAB IV
NILAI AKHLAK DALAM KITAB AL-BARZANJI
DAN RELEVANSINYA
A. Nilai Pendidikan Akhlak dalam Syair Al-Barzanji
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang bertujuan untuk membekali seseorang
dengan pengetahuan dan keterampilan. Dengan bekal dan keterampilan tersebut
memungkinkan mereka hidup dengan memuaskan, terus belajar dan mengejar karir.
Dengan adanya pendidikan maka manusia mampu menjalankan fungsinya sebagai
hamba Allah dan khalifahnya (Shihab, 1994:173).
Adapun dalam syair Al-Barzanji terdapat fase-fase dimana nilai-nilai pendidikan di
dalam kitab Al-Barzanji menjadi sangat relevan dalam menunjang pendidikan yang
nantinya diterapkan pada masa-masa yang akan datang sebagaimana:
1. Akhlak memilih guru dan lingkungan bagi peserta didik.
ؼذهح ح انغه ثىه أسظؼر انفراج ده
Artinya: “ Kemudian, Beliau disusui oleh Halimah Sa‟diyyah” (Al-
Barzanji hal.45).
Aspek tersebut tergambar dalam syair Al-Barzanji pada bab IV yang
dilukiskan tentang kehidupan Rasulullah SAW yang mana terjadilah berbagai hal
yang luar biasa, dan keanehan-keanehan yang bersifat ghaib. Sebagai pertanda
ketepatan kenabiannya, dan pemberitahuan bahwa beliau adalah sebagai Nabi
pilihan Allah SWT. Maka pada waktu itu langit ditingkatkan penjagaannya dan
semua pendurhaka dan pengacau dari makhluk-makhluk halus bansa jin dan
syaitoan-syaitan yang memaksakan diri hendak naik ke atas. Bintang-bintang
52
zuhrah merendah ikut menghormati beliau dan memancarkan sinarnya yang
terang cermelang sampai dataran rendah bumi haram dan dataran tingginya (Noer,
2014:35).
Sayyidah Aminah, janda beranak satu itu hidup miskin. Suaminya hanya
meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habasyiyah (Ummu
Aiman). Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab waktu itu, bayi yang
baru dilahirkan disusukan kepada anita lain, khususnya kepada wanita dusun
supaya bisa hidup di alam segar dan mempelajari Bahasa Arab yang baku.
Ada hadist yang mengatakan bahwa kebakuan bahasan Arab dusun lebih
terjaga. Sambal menunggu jasa wanita yang menyusui, Siti Aminah menyusui
sendiri Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah,
budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad SAW, yang langsung dimerdekakan
karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW,
sebagai ungkapan rasa gembira Abu Lahab.
Beberapa hari kemudian, datanglah khalifah dari dusun Bani Sa‟ad dusun
yang jauh dari kota Makkah. Mereka menaiki unta dan keledai. Diantara mereka
ada sepasang suami istri , Harits Ibn Abdul Uzza dan Halimah As-Sa‟diyah.
Halimah dan wanita lainnya yang dating ke Makkah Sedang mencari kerja
memberi jasa menyusui bayi bangsawan Arab yang kaya. Sesampainya di kota
Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa‟ad yang tiba
lebih dahulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah membawa bayi asuhan
mereka.
53
Hampir saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya mengajak pulang
meski tidak membawa bayi asuh. Namun ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak
ingin pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kita mengambil anak
yatim itu sambal berniat menolong”. Jawab suaminya, “Baiklah kita bawa saja
anak yatim itu, semoga Allah memberi kemudahan kepada kita”
Setelah ada kesepakatn tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil
diberikan kepada Halimah. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan
punting susunya kepada bayi mungil tersebut.
Subhanallah, tiba-tiba kantung susunya membesar dan kemudian air susu
mengalir deras, sehingga bayi menghisapnya dengan kenyang. Dia heran, selama
ini susunya sendiri sering kurang diberikan kepada anak kandungnya sendiri,
tetapi sekarang justru berlimpah, sehingga cukup diberikan kepada bayi kandung
dan bayi asuhannya.
Dalam sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total dan hal itu
menjadi buah bibir di kampungnya. Mereka melihat keluarga yang tadinya miskin
tersebut sekarang hidup penuh kedamaian, kegembiraan dan serba kecukupan.
Domba-domba yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air
susunya, walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang. Perternakan domba
milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga tetap
saja kurus kering, padahal rumput yang dimakan sama. Karena itulah mereka
menyuruh anak-anak mereka mengembalakan domba di dekat domba Halimah.
Namun hasilnya tetap sama saja , domba para tetangga itu tetap kurus kering
(Noer, 2014:9).
54
Pendidikan yang diterima Rasulullah SAW di kalangan keluarga Halimah
selama beberpa tahun mempunyai dampak dan pengaruh yang signifikan,
penanaman budi pekerti luhur yang ditanamkan oleh keluarga Halimah menjadi
modal Rasulullah SAW bergaul dengan masyarakat Makkah, penguasaan dan
pembiasaan tata bahsa Arab murni yang didapat Rasulullah juga mempengaruhi
jiwa dan keleluasaan Rasulullah dalam berinteraksi. Selain itu dengan pemilihan
lingkungan yang terpilih dan terjaga, maka pengaruh adat atau budaya masyarakat
Makkah yang tiada terkendalikan dapat terhindar dari awal perkembangan
Rasulullah SAW.
2. Nilai akhlak dalam kebersihan
ا شف نذ صذس انشه هكا شكه ان هح ػهمح دي أخشجا ي
Artinya: Dan pada suatu ketika beliau di datangi dua malaikat yang
membelah dadanya dan membuang darah-darah hitamnya (Al-Barzanji hal.46).
Aspek nilai kewibawaan menjadi Nabi dalam kita Al-Barzanji pada bab
VIII dijelaskan bahwa Nabi Muhammad kecil disusui oleh Halimah sekitar dua
tahun. Pertumbuhan Nabi Muhammad saw, dalam sehari sama seperti sebulan
bagi anak-anak biasa. Hal ini semacam berkat mendapat pertolongan Allah SWT
(Noer, 2014:48).
Dalam usia tiga bulan, beliau sudah pandai berdiri tegak, dalam usia lima
bulan sudah pandai berjalan sendiri, dan sesudah usia Sembilan bulan lancar
berbicara denga fasih (Noer, 2014:49).
Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua laki-laki berpakaian
putih. Mereka membawa Muhammad kecil yang sedang sendirian ke tempat yang
agak jauh dari tempat penggembalaan. Pada saat itu Abdullah sedang pulang
55
mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad di tempat
penggembalaan, karena ketika berangkat mereka lupa membawa bekal.
Ketika Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia
menangis berteriak minta tolong sambal berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan
suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka
mencari Muhammad kesana kemari. Beberapa saat kemudian mereka
mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri di pinngir dusun tersebut.
Halimah langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai
berada di sini seorang diri ?”
Muhammad bercerita, “ Mula-mula ada dua orang laki-laki berpakaian
serba putih dating mendekatiku. Salah seorang berkata kepada kawannya, “Inilah
anaknya”
Kawannya menyahut, “Ya” inilah dia!”.sesudah itu mereka membawaku
kesini. Di sini aku dibaringkan dan salah seorang diantaranya memegang tubuhku
dengan kuatnya. Dadaku dibedah denga pisau, setelah itu mereka mengambil
suatu benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu
apakah benda itu dan kemana mereka membuangnya.
Setelah kejadian itu, timbullah kecemasan pada diri Halimah dan suaminya
kalau terjadi sesuatu terhadap si kecil Muhammad. Karena itulah, dengan berat
hati keduanya menyerahkan kembali kepada Syyidah Aminah (Noer, 2014:13).
3. Akhlak ketika dilanda musibah.
تشؼة اء أ ا تالت افر فاج ثىه ػادخ ف ان انذج
56
Artinya: ketika dalam perjalanan pulang, lalu ibunya wafat di kota Abwak
atau Hajun (Al-Barzanji hal.47).
Aspek nilai kesabaran ketika dilanda musibah dalam kitab Al-Barzanji
pada bab IX ketika Nabi Muhammad SAW, berusia enam tahun, Sayyidah
Aminah membawanya ke Madinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara
kakeknya dari pihak keluarga Bani Najjar. Dalam perjalanan itu diajak pula
Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan ayahnya dulu. Sesampainya mereka
di Madinah, kepada anaknya itu ditunjukkan sebuah rumah tempat tinggal
ayahnya meninggal serta tempat penguburannya. Itu adalah pertama kali ia
merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan
dengan panjang lebar tentang ayah tercintanya itu, yang telah beberapa waktu
meninggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya
dari pihak ibunya.
Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Madinah, Siti Aminah bersama
rombongan kembali pulang dengan mengendarai dua ekor unta yang mereka bawa
dari Makkah. Tetapi di tengah perjalanan ketika sampai daerah Abwak, Siti
Aminah menderita sakit yang kemudian meninggal dan dikuburkan di tempat itu.
Anak itu oleh Umuu Aiman dibawa pulang ke Makkah. Pulang menangis dengan
hati pilu dan sebatang kara. Ia makin merasa kehilangan karena ditakdirkan
menjadi anak yatim piatu. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi dan makin
sedih (Noer, 2014:14).
Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari ibundanya tentang keluh
kesah ketika kehilangan ayahandanya semasa ia masih dalam kandungan, kini ia
melihat sendiri di hadapannya sang ibu pergi untuk tidak kembali lagi seperti
ayahnya dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini memikul beban hidup yang berat
57
sebagai yatim piatu. Walaupun kecintaan Abdul Muthalib kepadanya sungguh
mendalam, perasaan sedih sebagai anak yatim piatu masih mendalam di jiwanya.
Nabi Muhammad SAW kemudian dibawah asuhan kakeknya, Abdul
Muthalib. Tetapi Abdul Muthalib juga meninggal tak lama kemudian dalam usia
delapan puluh tahun, sedangkan Nabi Muhammad saat itu berumur delapan
tahun. Sekali lagi Nabi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian
kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Dia begitu
sedih, sehingga menangis sambil mengantarkan jenazah kakeknya sampai ke
tempat peristirahatan terakhir.
Sebelum wafat Abdul Muthalib memberiwasiat kepada anaknya, Abu
Thalib agar menggantikan dirinya dalam mengasuh Muhammad karena dia
mengetahui rasa sayang Abu Thalib kepada Nabi Muhammad SAW (Noer,
2014:15).
Kemudian pengasuh Nabi Muhammad SAW dipegang oleh Abu Thalib.
Abu Thalib mencintai keponakannya itu seperti cintanya Abdul Muthalib. Karena
kecintaannya tersebut. Ia mendahulukan keponakannya itu dari anak-anaknya
sendiri. Budi pekerti Nabi Muhammad SAW yang luhur, cerdas, berbakti dan baik
hati itulah yang menarik hati Abu Thalib (Noer, 2014:16).
4. Akhlak kejujuran di penyampaian.
ا د ج ه صف انث ا داص ي شاء ت ة تذ ا ػشف انشه
Artinya: “Lalu pendeta Bukhaira mengenalinya dari tanda-tanda
kenabian pada diri Beliau SAW” (Al-Barzanji hal.49).
Aspek nilai kejujuran dalam penyampaian dalam kitab Al-Barzanji pada
bab IX dijelaskan sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Nabi dan
58
Rasul yang terakhir, beliau sering diajak berdagang oleh pamannya Abu Thalib.
Tepatnya ketika Nabi Muhammad SAW berusia 12 tahun. Itulah sebabnya ketika
pada suatu hari Abu Thalib pergi ke negeri Syam untuk berdagang.
Ketika perjalanan sampai di suatu daerah, mereka singgah di rumah salah
seorang Rahip bernama Buhaira untuk beristirahat. Sang Rahib menerima
tamunya dengan suka cita. Setelah meletakkan perbekalan Rahib keluar untuk
menemui mereka.
Sang Rahib menuju tamunya sambil mengamatinya satu persatu. Dan
ketika tepat dihadapan Nabi Muhammad SAW, Rahib tersebut berhenti sebentar
lalu memegang tangannya sambil berkata, “Inilah penghulu alam semesta, inilah
utusan Rabb alam semesta, Dia di utus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam
semesta.”
“Apa yang anda ketahui tentang hal ini?” Tanya Abu Thalib. Sang Rahib
menjawab “Sesungguhnya ketika kalian muncul dan naik bebukitan, tidak ada
satupun dari bebatuan dan pepohonan melainkan bersujud kepadanya dan mereka
tidak akan bersujud kecuali kepada seorang Nabi yang telah lama dinanti.”
“Apa artinya semua itu?” Tanya seorang Quraisy yang ada di dalam
rumah.
“Sesungguhnya aku dapat mengetahui melalui tanda kenabian yang
terletak pada bagian bawah tulang rawan pundaknya yang mirip buah apel,” kata
sang Rahib.
Ketika Nabi Muhammad berjalan, selalu dinaungi awan pohon yang
sebelumnya menaungi orang Quraisy di tempat duduknya tiba-tiba saja beralih
59
menaunginya. Semua yang ada ditempat itu juga di buat takjub dengan apa yang
terjadi.
Kejujuran Rahib Buhaira terkait kenabian Rasulullah adalah hal yang laur
biasa walaupun bertentangan dengan pendeta tersebut. Selanjutnya pendeta itu
menyuruh serta menjelaskan kepada Abu Thalib dan rombongan tersebut agar
membawa Nabi Muhammad SAW ke Makkah, karena dikhawatirkan ancaman
orang-orang kafir yahudi (Noer, 2014:60). Sehingga perjalanan dagang menuju
Syiria ditunda oleh Abu Thalib. Kejujuran itulah yang menjadi prinsip utama
kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan.
5. Nilai Pendidikan Akhlak dalam mencari pasangan.
ثشهافخطثر غ ت ا األ كهح نرشىه ي ا انضه نفغ
Artinya: Kemudian Khadijah melamar dirinya denga maksud agar ia
dapat merasakan bau iman dan kesegarannya”. Maka beliau SAW
memberitahukan maksud Khadijah kepada paman-pamannya untuk dimintai
perimbangan” (Al-Barzanji hal.50).
Aspek nilai kejujuran dalam penyampaian kitan Al-Barzanji pada bab IX
di jelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah calon suami wanita hartawan
itu. Beliau sendiri adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecil dan di asuh
oleh pamannya, Abu Thalib yang hidupnya pun serba kekurangan. Meski
demikian, pamannya amat sangat menyayanginya, menganggap seperti anak
kandungnya sendiri, mendidik dan mengasuhnya dengan sebaik-baik adab,
tingkah laku budi pekerti yang terpuji.
Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara
perempuannya yang bernama „Atiqah mengenai diri Muhammad SAW, ia berkata
“Muhammad sudah berusia dua puluh empat tahun. Sudah saatnya dia menikah.
60
Tapi kita tak mampu menyiapkan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk
pernikahan dan tidak tahu apa saja yang harus diperbuat (Noer, 2014:22).
Setelah memikirkan segala upaya, “Atiqah pun berkata, “Saudaraku, aku
mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri
Syam dalam waktu dekat ini. Orang yang bisa bekerja dengannya biasanya
mendapatkan imbalan yang banyak dan diberkati Allah SWT. Bagaimana kalua
kita pekerjakan Muhammad kepadanya?. Aku kira inilah jalan terbaik untuk
memperoleh nafkah, kemudian dicarikan istri.”
Ketika mendengar nama Muhammad, Khadijah berfikir dalam hatinya,
“Oh, inilah tafsir mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah Ibn
Naufak, bahwa ia dari suku Quraisy, dari keluarga bani Hasyim dan namanya
Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan Nabi akhir zaman.” Seketika
itu timbullah keinginan didalam hatinya untuk segera menikah dengan
Muhammad, tetapi tidak ditampakkan keinginan tersebut, karena untuk
menghindari fitnah.
“Baikklah, saya terima tawaranmu dan saya berterima kasih atas kesediaan
Muhammad. Semoga Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita.” Wajah
Khadijah berseri, tersenyum sopan, menyembunyikan gejolak bahagia dalam
hatinya.
Tatkala kafilah niaga milik Khadijah siap berangkay, Maisarah berkata,
“Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu dan peganglah bendera kafilah. Engkau
berjalan di depan menuju negeri Syam!”
61
Nabi Muhammad SAW turun dari untanya, pergi melepas lelah di bawah
pohon yang dindang. Rahib keluar dari tempat pertapannya. Ia terheran-heran
melihat gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah itu, padahal ini tidak
pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa arti tanda itu, karena pernah dibacanya
dalam kitab Taurat (Noer, 2014:25).
Rahib menyiapkan suatu penjamuan bagi kafilah itu dimaksud untuk
mengetahui siapa pemilik kebahagian tersebut. Semua anggota rombongan kafilah
hadir dalam penjamuan itu, kecuali Nabi Muhammad SAW seorang diri untuk
menjaga barang-barang dan kendaraan. Ketika melihat awan tidak bergerak tetap
diatas kafilah, Rahib bertanya, “Apakah ada diantara kalian masih ada yang belum
hadir disini?” Maisarah menjawab, “Hanya satu orang yang tidak ikut kesini,
untuk menjaga barang-barang.”
Ia menatap wajah Nabi Muhammad SAW dengan perasaan takjub seraya
bertanya, “Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku
tentram dan keyakinanku lebih menetap?”
“Tanda apakah yang kau maksudkan?” Tanya Nabi Muhammad SAW.
“Silahkan buka bajumu supaya kulihat tanda kenabian antara kedua
bahumu!”
“Ya, ya tertolong!” seru Rahib. “Pergilah kemana engkau hendak pergi.
Engkau harus ditolong!”
Rahib mengusap wajah Nabi Muhammad SAW sambil berkata, “Hai
hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafaat di akhirat, hai pribadi yang mulia,
hai pembawa nikmat, hai Nabi rahmat bagi seluruh alam!”. Dengan pengakuan
62
demikian, Rahib dari ahli kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Nabi
Muhammad SAW resmi menerima wahyu kerasulan (Noer, 2014:27).
Ketika Nabi Muhammad menuntun untanya dan sudah hilang dari
pandangan mata, maka Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril, Hai Jibril,
lipatlah bumi dibawah kaki unta yang dinaiki Muhammad!” (Noer, 2014:28).
Kemudian Allah SWT mendatangkan kantuk kepada Baginda Muhammad
SAW, sehingga beliau tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai ke Makkah
dalam waktu singkat. Saat terbangun, ia heran mendapati dirinya telah berada di
depan pintu gerbang kota kelahirannya. Baginda rasul SAW sadar ini adalah
mukjizat Allah SWT kepadanya, lalu bersyukur dan memuji Dzat Yang Maha
Kuasa.
Sementara Nabi Muhammad SAW mengarahkan untanya menuju kerumah
Khadijah. Dan secara kebetulan saat itu Khadijah sedang duduk sambil kepalanya
keluar jendela memandangi jalan kea rah Syam. Tiba-tiba dilihatnya Nabi
Muhammad SAW diatas unta dari arah berlawanan di bawah naungan awan yang
bergerak perlahan-lahan ditas kepalanya (Noer, 2014:29).
Bebrapa hari kemudian, Nabi Muhammad SAW dating ke rumah Khadijah
dan Khadijah berkata, Hail Al-Amin, katakanlah apa keperluanmu!” suaranya
ramah bernada lembut.
Dengan sikap rendah hati tapi tau harga diri, Nabi Muhammad SAW
berbicara dengan jelas dan terus terang, meskipun agak amalu-malu. Kami
sekeluarga memerlukan nafkah dari bayaranku dalam ro,bongan niaga. Keluarga
kami memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi keponakannya yang yatim
63
piatu.” Kepalanya tertunduk dan Khadijah itu memandang dengan penuh
ketakjuban.
Kemudian Khadijah secara terus terang meskipun dengan tekanan suara
yang memikat dan mengandung isyatar, “Aku hendak menikahkanmu dengan
seorang wabita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan banyak raja
dan pembesar Arab, akan tetapi ditolaknya. Kepadanya aku hendak membawamu.
Tetapi sayng, dia ada aibnya. Dia dulu pernah bersuami. Kalua engkau mau, maka
dia akan menjadi pelayanmu dan mengabdi kepadamu.”
Nabi Muhammad SAW tidak menjawab. Mereka berdua sama-sama
terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu
memerlukan jawaban, yang lainnya tidak tahu apa jawabannya.
Lalu Nabi pamit pulang dan penceritakan penyataan Khadijah kepad Abu
Thalib, dan paman-pamannya. Mereka pun juga ikut menyetujuinya karena
keutamannya, agamanya, kecantikannya, hartanya dan nasabnya. Dan seluruh
golongan beliau sendiri juga mendukungnya. Abu Thalib yang pada acara
pinangan itu berkhutbah memuji Nabi Muhammad setelah memuja Allah SWT
dengan pujian-pujian. Abu Thalib berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah
SWT yangb menciptakan kita sebagai keturunan Ibrahim, benih Ismail, anak cucu
Ma‟ad, dari keturunan Mudhar.”
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad Ibn Abdullah kalua
ditimbang dengan lekali manapun, niscayanya ia lebih tinggi derajatnya dibanding
mereka semua. Ia memang tidak berharta, namun ketahuilah bahwa harta
bendanya itu hanyalah baying-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan
cepat perginya. Dan terhadap Muhammad tuan-tuab semua mengenalinya siapa
64
dia sebenarnya. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan
memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan
tunai dari hartaku dan saudara-saudaraku.”
“Demi Allah, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya, bahwa
sesudah ini, yakni saat-saat mendatang, ia akan memperoleh berita gembira serta
pengalaman-pengalaman hebat. Dan semoga Allah SWT memberkahi pernikahan
ini.”
Beliau Rasulullah SAW memperoleh anak yang cukup banyak.
Kesemuanya beribukan Siti Khadijah bkecuali seorang anak yang bernama
Ibrahim. Adapun Ibrahim beribukan Siti Mariyah, seorang istri Rasulullah SAW
yang berasal dari negara Mesir (Noer, 2014:62).
Niali pendidikan yang dapat dipetik dari keterangan diatas adalah seorang
wanita boleh mengajukan pilihan tentang pasangan hidupnya yang disukai dan
mengajukan kepada pihak keluarga untuk dilakukan tindak lanjutnya. Dan juga
nilai musyawarah dalam mengambil keputusan sangatlah penting demi
mendapatkan hasil yang paling sempurna.
Nilai luhur diatas seyogyanya menjadi renungan bagi setiap manusia yang
emnginginkan hidup berumah tangga. Maka pantaslah apabila para ulama
menambahkan Al-Barzanji dalam acara mantenan atau pernikahan, supaya
manusia dapat mengambil hikmah terhadap perjalanan peristiwa sejarah
Rasulullah yang penuh dengan akhlakul karimah.
65
6. Nilai akhlak dalam mengambil keputusan.
ؼا إن يشذما ذشفؼ انمثائم ج ب ثىه أيش أ ظغ انذجش ف ث ف
Artinya: Akhirnya beliau meletakkan Hajar Aswad pada kain, kemudian
mereka di suruh mengangkatnua bersama-sama menuju tempat asalnya (Al-
Barzanji hal.51).
Aspek nilai kejujuran dalam penyampaian dalam kitab Al-Barzanji pada
bab IX dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menjalin hubungan baik dengan
penduduk Makkah. Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan
sehari-hari. Pada waktu itu masyarakat kota Makkah sedang sibuk karena bencana
banjir besar turun dari gunung merekatkan dinding-dinding Ka‟bah yang sudah
rapuh. Sebelum itu, masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkan untuk
merenofasinya (Noer, 2014:41).
Tatkala mereka melihat Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama
yang memasuki tempat itu, mereka berseru, “Ia adalah Al-Amin (Orang yang
dapat dipercaya), kami dapat menerima keputusannya.”
Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Nabi Muhammad SAW berkata, “Hendaknya setiap ketua kabilah
memegang ujung kain ini.” Dan kepala kabilah secara bersama-sama membawa
kain tersebut ketempat dimana batu itu akan diletakkan. Lalu Nabi Muhammad
SAW mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkan di tempatnya. Dengan
demikian perselisihan itu berakhir dan bencana perang saudara dpat dihindarkan.
7. Nilai akhlak dalam berdakwah.
جال أت تكش انش ي ت آي ل ي ه أ مهح ذ انص صادة انغاس
66
Artinya: Orang lelaki yang pertama kali beriman kepada Nabi
Muhammad SAW adalah Abu Bakar As-Shidiq, orang yang menemani beliau
bersembungi di gua Tsur. Ia diberi gelar As-Shidiq, karena merupakan orang
pertama yang membenarkan peristiwa Isra (Al-Barzanji hal.54).
Aspek nilai akhlak dalam kitan Al-Barzanji pada bab XIII di jelaskan
bahwasannya Rasulullah SAW mulai berdakwah. Sebagai langkah pertama,
Rasulullah SAW melakukannya secara diam-diam di lingkungan keluarganya dan
rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya
adalah keluarga dan sahabatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian
saudara sepupunya, Ali Ibn Abi Thalib yang masih berumur 10 tahun. Kemudian
Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masih kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak
yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh Nabi Muhammad
SAW sejak ibunya Aminah masih hidup. Bilal Ibn Robah yang mana karena
imannya kepada Allah SWT, ia disiksa oleh tuannyayang bernama Umayah, yang
kemudian di tebus oleh Abu Bakar As-Shidiq untuk dimerdekakan.
Dengan dakwah secara diam-diam ini, belasan orang telah masuk agama
Islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual,
turunlah perintah agar Nabi Muahammad menjalankan dakwahnya secara terbuka.
Mula-mula Rasulullah SAW mengundang dan menyeru pada kerabat karibnya
dari Bani Abdul Muthalib (Noer, 2014:49).
Rasulullah SAW mengatakan kepada mereka, “Aku tidak melihat seorang
pun dari kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka
lebih baik dari apa yang aku bawa kepada kalian. Kubawakan kepada kalian dunia
dan akhirat yang terbaik. Allah SWT memerintahkan aku mengajak kalian semua.
Siapakah diantara kalian yang mau mendukungku dalam hal ini ?”. mereka semua
menolak kecuali sahabat Ali Ibn Abi Thalib.
67
Disamping itu, Rasulullah juga menyeru kepada masyarakat Makkah dan
orang-orang yang dating ke Makkah dari berbagai negara untuk menjalankan haji.
Kegiatan dakwah yang dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya
yang gigih hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi
Muhammad SAW yang tadinya hanya belasan orang, semakin hari semakin
bertambah. Mereka terutama dari kaum wanita, budak, dan orang-orang yang tak
punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang lemah, namun semangat
mereka sungguh membara (Noer, 2014:50).
Setelah dakwah terang-terangan dimulai, pimpinan Quraisy mulai
berusaha menghalangi dakwah beliau. Dengan semakin bertambahnya jumlah
pengikut beliau, maka semakin keras pula tantangan yang dilancarkan kaum
Quraisy. Ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam
itu:
a. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka
mengira bahwa tunduk kepada Nabi Muhammad SAW berarti tunduk kepada
kepimpinan Bani Abdul Muthalib.
b. Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan
hamba sahanya.
c. Para pimpinan Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan
setelah kematian dan pembalasan di akhirat.
d. Taklid kepada nenek moyang ada lah kebiasaan yang mendarah daging pada
bangsa Arab.
e. Pemahat dan penjual patung memandang Islamsebagi penghalang rejeki.
68
Dengan semua cara suku Quraisy membuat Nabi Muhammad SAW
mundur dari dakwahnya. Akan tetapi semua tawaran itu di tolak Nabi Muhammad
SAW dengan mengatakan, “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan mataharidi
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini,
sehingga agama ini menang atau aku binasa karenanya (Noer, 2014:51).
Setelah lamanya beliau berdakwah Abu Thalib, meninggal dunia pula,
beliau wafat pada bulan rajab tahun kesepuluh kenabiannya (Noer, 2014:50)
Sayyidah Khadijah termasuk saalah satu nikmat yang agung yang
dianugerahkan kepada Nabi Muhhamd SAW. Dia mendampingi Nabi Muhammad
selama seperempat abad, menyayangi beliau dikala resah, melindungi beliau di
saat kritis, menolong beliau dalam menyebarkan risalah, mendampingi beliau
menjalankan jihad yang berat, rela menyerahkan diri dan hartanya kepada beliau
Rasulullah SAW.
Karena penderitaan yang bertumpuk-yumpuk pada tahun itu, maka beliau
Rasulullah SAW menyebutnya sebagai “Amul Husni” (tahun duka cita), sehingga
julukan ini pun terkenal dalam sejarah (Noer, 2014:58).
Untuk menghindari penganiayaan yang lebih berat, secara diam-diam dan
berjalan kaki, Rasulullah SAW mencoba pergi ke Thaif untuk meminta
pertolongan dan perlindungan. Rasulullah SAW tinggal di Thaif selama sepuluh
hari untuk berdakwah dan meminta perlindungan. Namun, ternyata penduduk
Thaif melakukan penolakan dan memperlakukan Rasulullah dengan kasar.
Saat itu kaum Thaif melempari Rasulullah SAW dengan batu sehingga
kakinya terluka. Tindakan brutal penduduk Thaif ini membuat Zaid Ibn Harist
69
membela dan melindungi Rasulullah SAW, tapi hal itu membuat kepalanya
terluka karena lemparan batu. Kemudian Rasulullah SAW berlindung di kebun
milik „Utbah Ibn Rabi‟ah.
Lalu Rasulullah SAW menengadahkan tangan berdoa kepada Allah SWT
untuk kebaikan para umatnya itu. Tiba-tiba muncul Jibril dari atas langit
memanggilku seraya berkata, “Wahai Muhammad!, sesungguhnya Allah telah
mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu dan Allah telah mengutus
malaikat penjaga gunung untuk engkau perintah sesukamu. Jika engkau suka, aku
akan membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka (Noer, 2014:59).
Lalu aku menjawab, “Bahkan akunmenginginkan Allah berkenan
mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyembanh Allah
semata, dan tidak dapat kita ambil dari kisah Nabi Muhammad SAW diatas adalah
kita harus selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik. Dimana da
kemauan pasti disitu ada jalan yang Allah SWT tunjukkan.
8. Nilai akhlak dalam mengemban amanah.
سدات غجذ األلص غجذ انذشاو إن ان ان مظح ي جغذ د تش ثىه أعش
انمذعهح
Artinya: Kemudian Rasulullah SAW di isra‟kan dengan jiwa dan raganya
dari Masjidil Haram Ke Masjid Aqsa (Al-Barzanji hal.56).
Aspek nilai yang terkandung dalam kitab Al-Barzanji pada bab XIV di
jelaskan Isra‟ Mi‟raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah. Debelum
Rasulullah SAWhijrah ke Madinah. Dan peristiwa ini adalah motivasi batin yang
diberikan oleh Allah kepada Rasulullah SAW setelah mengalami berbagai macam
ujian dalam mendakwahkan agama Islam.
70
Isra‟ dan Mi‟raj diawali ketika pada suatu malam Nabi Muhammad SAW
berada di Hijir Ismail dekat Ka‟bah Al-Musyarafah. Saat Rasulullah SAW
berbaring diantara paman beliau, Hamzah dan sepupu beliau, Ja‟far Ibn Ali
Thalib. Tiba-tiba malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil menghampiri Rasulullah SAW
kearah sumur zam-zam. Setibanya disana, keduanya merebahkan tubuh Rasulullah
SAW untuk membelah dadanya sampai bawah perut. Lalu jibril berkata kepada
Mikail, “Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam untuk membersihkan
hatinya dan melapangkan dadanya (Noer, 2014:62).
Kemudian Jibril mengeluarkan hati Rasulullah SAW yang mulia untuk
menyucinya tiga kali. Kemudian didatangkan lagi satu nampan emas yang
dipenuhi dengan hikmah dan keimanan. Setelah itu, isi nampan terakhir
dituangkan ke dalam hatiRasulullah SAW. Maka penuhlah hati Rasulullah SAW
dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu
ditutup kembali oleh Jibril.
Sejurus kemudian, disiapkan untuk baginda Rasulullah SAW binatang
buraq lengkap dengan pelana dan kendalinya. Binatang ini berwarnaputih, lebih
besar dari keledai, lebih rendah dari baghal. Dia letakkan telapak kakinya sejauh
pandangan mata, kedua telinganya berbentu panjang. Jika turun dia mengangkat
kedua kaki depannya dan diciptakan untuknya dua sayappada sisi paha untuk
membantu kecepatannya (Noer, 2014:63).
Mereka terus melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban
dan hikmah dengan inayah dan Rahmat-Nya. Di tengah perjalan mereka berhenti
di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lantas Jibril berkata, “Turunlah disini
dan shalatlah.”
71
Setelah Rasulullah SAW shalat, Jibril berkata, “Tahukah engkau shalat
dimana?”
“Tidak, “jawab beliau Nabi Muhammad SAW.
Jibril berkata, “engkau telah shalat di Thaybah (nama lain dari Madinah)
dan kesanalah engkau akan berhijrah.
Kemudian buraq berangkat kembali melanjutkan perjalanan, secepat kilat
dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya. Tiba-tiba Jibril berseru, “
Berhentilah dan turunlah engkau serta shalatlah di tempat ini.”
Setelah shalat Jibril naik kembali di atas buraq, Jibril memberitahukan
bahwa Rasulullah shalat di Madyan, di sisi pohon tempat Nabi Musa bernaung
dan beristirahat saat dikejar tentara Fir‟aun. Dalam perjalanan selanjutnya
Rasulullah SAW turun di Thur Sina, sebuah lembah Syam, tempat dimana Nabi
Musa berbicara dengan Allah SWT. Rasulullah SAW juga shalat di tempat itu
(Noer, 2014:64).
Kemudian Rasulullah SAW sampai di suatu tempat daerah yang tampak
kepadanya istana-istana negeri Syam dan beliau shalat disitu. Kemudian Jibril
memberitahukan kepada Rasulullah dengan berkata, “Engkau telah shalat di Bait
Lahm, tempat kelahiran Nabi Isa Ibn Maryam (Noer, 2014:64).
Kemudian Rasulullah SAW masuk kedalam masjid bersama Jibril untuk
melakukan shalat dua rekaat. Setelah itu dalam sekejap mata, masjid sudah penuh
dengan sekelompok manusia yang ternyata mereka adalah para Nabi yang diutus
oleh Allah SWT. Kemudian dikumandangkan adzan dan iqamah, lantas mereka
berdiri bershaf-shaf menunggu orang yang akan mengimami mereka. Lantas Jibril
72
memegang tangan Rasulullah SAW untuk maju dan akhirnya semua yang hadir
melaksanakan shalat dua rakaat dengan diimami Rasulullah SAW. Inilah yang
menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah imam para nabi dan rasul
(Noer, 2014:68).
Setelah melakukan Isra‟ dari Makkah Al-Mukarramah sampai Masjid Al-
Aqsha, Baitul Maqdis, Rsulullah SAW disertakan malaikat Jibril bersiap untuk
Mi‟raj, yakni naik menembus berlapisnya langit ciptaan Allah SWT Yang Maha
Perkasa sampai akhirnya Rasulullah SAW berjumpa dengan Allah SWT dan
berbicara dengan-Nya, yang intinya adalah Rasulullah dan umatnya mendapat
perintah shalat lima waktu.
Sungguh merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi umat Nabi
Muhammad SAW. Allah SWT memanggil Nabi-Nya itu secara langsung dan
memberikan dan menentukan perintah ibadah yang sangat mulai ini. Cukup
kiranya hal ini sebgaikemulian ibadah shalat, sebab ibadah lainnya diperintahkan
hanya dengan turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW. Berbeda dengan ibadah
shalat, Allah SWT memanggil hamba yang dicintainya yakni Nabi Muhammad
SAW ke hadirat-Nya untuk menerima perintah ini.
Setelah memasukinya, Rasulullah SAW bertemu Nabi Adam dengan
bentuk postur sebagaimana pertama kali diciptakan oleh Allah SWT. Rasulullah
bersalamkepadanya dan Nabi Adam menjawab salam beliau seraya berkata,
“Selamat dating wahai anakku yang sholeh dan Nabi yang sholeh (Noer,
2014:69).
Dilangit kedua, Rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Isa Ibn Maryam,
seorang gadis suci dari perbuatan noda, lagi bertaqwa kepada Allah SWT.
73
Rasulullah SAW bersalam kepadanya dan Nabi Isa menjawab salam beliau seraya
berkata, “ Selamat dating wahai saudaraku yang sholeh dan Nabi yang sholeh
(Noer, 2014:70).
Kemudian Rasulullah tiba di langit ketiga. Beliau bertemu Nabi Yusuf Ibn
Ya‟qub. Dan Rasulullah SAW bersabda, “Dialah yang paling indahnya manusia
yang diciptakan Allah SWT. Dia telah mengungguli ketampanan manusia lain,
ibarat cahya bulan purnama yang mengalahkan cahaya seluruh bintang.”
Di langit keempat, Rasulullah SAW berjumpa Nabi Idris, kembali
Rasulullah SAW mendapat salam dan doa yang sama seperti nabi-nabi
sebelumnya.
Dilangit kelima, Rasulullah SAW bertemu Nabi Harun Ibn Imran, Nabi
yang amat disukai oleh kaum Bani Israil (noer, 2014:71).
Di langit keenam, Rasulullah bertemu dengan Nabi Musa, Nabi yang ahli
munajat kepada Allah SWT dan pernah berbicara langsung dengan-Nya (Noer,
2014:72).
Di langit ketujuh, Rasulullah SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim yang
sedang duduk di atas kursi dari emas di sisi pintu surge sambil menyandarkan
punggungnya pada Baitul Makmur dan di sekitarnya bekumpul umatnya (Noer,
2014:73).
Setelah itu Rasulullah memasuki surge dan melihat disana berbagai
macam kenikmatan yang belum pernah di pandang mata, di dengar telinga dan
terlintas dalam hati setiap insan. Begitu pula ditampakkan kepada Rasulullah
74
SAW neraka yang dijaga malaikat Malik, Malaikat yang tidak pernah senyum
sedikitpun dan selalu tampak kemurkaan wajahnya.
Setelah berada di tempat yang ditentuka oleh Allah SWT, tempat yang
tidak seorang pun diizinkan berada disana, tempat yang tidak seorangpun makhluk
mampu mencapainya, beliau Rasulullah SAW melihat-Nya dengan mata beliau
yang mulia. Saat itu, Rasulullah SAW langsung bersujud di hadpan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Wahai Muhammad.”
“Labbaik wahai Rabbku,” jawab beliau.
“Mintalah sesuka hatimu,” firman-Nya.
Nabi berkata, “Ya Allah, Engkau telah menjadikan Ibrahim segai Khalil,
Engkau mengajak bicara dengan Musa, Engkau memberi Sulaiman kerajaan yang
agung lalu ditundukkan kepadanya jin, manusia, setan dan serta angina, Engkau
ajarkan Isa Taurat dan Engkau jadikan dia dapat mengobati orang yang buta dan
berpenyakit belang serta menghidupkan orang mati (Noer, 2014:74).
Kemudian Allah berfirman, “Sungguh Aku telah menjadikanmu sebagai
kekasih-Ku.”
Dan kemudian Allah SWT mewajibkan kepadanua dan umatnyauntuk
melakukan shalat lima puluh kali sehari semalam. Kemudian turunlah kemurahan
Allah SWT, dan akhirnya dikurangi hingga menjadi lima kali shalat yang wajib
diamalkan. Namun pahalanya tidak berkurang dari pahala shalat lima puluh kali,
sebagaimana apa yang telah dikehendaki dan dihukumkan Allah SWT pada zaman
azali dhulu kala (Noer, 2014:75).
75
Setelah menerima perintah itu, Rasulullah SAW turun sampai akhirnya
menaiki Buraq kembali ke kota Makkah, sedangkan saat itu fajar masih belum
terbit. Pagi harinya Rasulullah SAW memberitahukan mukjizat yang agung ini
kepada umatnya, maka sebagian besar diantaranya mereka mendusakan bahkan
mengatakan Nabi Muhammad SAW telah gila dan menjadi tukang sihir, bahkan
tidak sedikit diantara mereka yang tadinya beriman, kembali murtad keluar dari
agama Islam (Noer, 2014:76).
Saat itu, umat pertama yang membenarkan danmempercayai Rasulullah
SAW adalah sahabat Abu Bakar. Maka pantaslah beliau digelari As-Shidiq.
Sungguh keimanan itu intinya adalah membenarkan dan percaya serta pasrah
terhadap semua yang dibawa dan percaya serta pasrah terhadap semua yang
dibawa dan diberitakan Nabi Muhammad SAW. Sebab Rasulullah SAW tidak
mungkin berbohong apalagi berkhianat dalam risalah dan dakwahnya. Rasulullah
SAW adalah Nabi yang mendapat gelar Al-Amin (dapat dipercaya), As-Shiddiq
(selalu jujur) dan Al-Mashduuq (yang dibenarkn ucapannya) (Noer, 2014:76).
9. Nilai akhlak bersabar dalam berdakwah
سعل للا ف األهاو ان هحثىه ػشض فغ ػه انمثائم تأه ع
Artinya: Kemudian Rasulullah SAW menyatakan dengan terus terang
tentang kerasulannya kepada seluruh suku Quraisy pada hari-hari orang
melakukan ibadah haji (Al-Barzanji hal.58).
Aspek nilai akhlak dalam kitab Al-Barzanji pad bab XV di jelaskan setelah
Isra‟ Mi‟raj, perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam mulai muncul.
Perkembangan itu dating dari sejumlah penduduk Yastrib (Madinah) yang berhaji
ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku „Aus dan Khazraj masuk Islam dalam
tiga gelombang:
76
Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata
kepada Nabi Muhammad SAW, “ Bangsa kami telah lama terlibat dalam
permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan „Aus. Kami benar-benar merindukan
perdamaian. Kiranya mereka dapat satu persatiu kembali dengan perantara engkau
dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar
mereka mengetahui agama yang kami terima dari engkauini. Mereka pun giat
mendakwahkan Islam di Yastrib (Noer, 2014:76).
Kedua, pada tahun kedua belas kenabian, delagasi Yastrib yang terdiridari
sepuluh orang Khazraj dan dua orang suku „Aus serta seorang wanita menemui
Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini
kemudian kembali ke Yastrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus‟ab
Ibn Umair yang sengaja di utus Nabi Muhammad SAW atas permintaan mereka.
Ikrar ini disebut dengan perjanjian Aqabah pertama.
Ketiga, pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang dating dari Yastrib
berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yastrib, mereka meminta Rasulullah
SAW agar berkenan pindah ke Yastrib. Mereka berjanji akan membela Rasulullah
SAW dari segala ancaman. Nabi Muhammad SAW pun menyetujui usul yang
mereka ajukan. Perjanjian ini disebut “Perjanjian Kedua”.
Pasca perjanjian Aqabah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum
muslim untuk hijrah ke kota Yastrib. Kaum muslimin mulai hijrah sedikit demi
sedikit dan berangkat dengan diam-diam pada malam hari, sehingga hanya Nabi
Muhammad SAW dan keluarganya, sahabat Abu Bakar dan orang-orang yang
menjadi budak kaum musyrikin yang belum hijrah (Noer, 2014:77).
77
Pada hari ketika itu berlangsung, Allah SWT menurunkan wahyu melalui
malaikat Jibril. Malaikat Jibril menyatakan untuk tidur di tempat biasa Nabi
Muhammad tidur. Malaikat Jibril menyatakan bahwa teman perjalanan Rasulullah
SAW saat hijrah adalah sahabat Abu Bakar. Setelah mendapatkan perintah
tersebut, Rasulullah SAW menuju rumah sahabt Abu Bakar. Kemudian Abu
Bakar memberikan salah satu unta terbaiknya untuk kendaraan Nabi Muhammad
SAW. Setelah itu Nabi Muhammad pulang ke rumahnya. Nabi Muhammad SAW
memanggil sahabat Ali Ibn Abu Thalib dan menyuruh kepadanya agar ia
menempati tempat tidur beliau malam harinya dengan berselimut (Noer, 2014:78).
Sahabat Abu Bakar juga berpesan kepada putranya, Abdullah agar setiap
sore dating ke gua Tsur bersama saudara perempuannya Asma‟ abu Bakar juga
berpesan kepada pembantunya, Amir Ibn Fuhairah agar menggembalakan
kambing-kambingnya di dekat gua Tsur selama beliau dan Nabi Muhammad
SAW bersembunyi di dalam gua tersebut, agar susu-susunya dapat diminum oleh
Nabi Muhammad SAW. Beliau juga berpesan kepada penunjuk jalan, Abdullah
Ibn Uraiqith, untukdatang ke gua Tsur pada hari yang ditentukan untuk
menjalanlan jalan ke Madinah (Noer, 2014:79).
Di rumah Rasulullah,Ali Ibn Abu Thalib tidur di atas ranjang Nabi
Muhammad SAW dengan bersilimut. Mereka para pemuda kafir Quraisy mengira
bahwa yang ada di dalam adalah Nabi Muhammad. Mereka lalu masuk ke rumah
Rasulullah dan membuka tabir selimut. Namun di dapati bukanlah Nabi
Muhammad, melainkan Ali Ibn Abi Thalib. Mereka terus menanyakan tentang
keberadaan Nabi Muhammad SAW kepada Ali Ibn Abi Thalib. Tapi Ali tidak
menjawab sepatah katapun. Ali pun ditarik keluar rumah dan beliau dipukulikaum
78
Quraisy dan tetap menjawab tidak tahu. Hingga kemudian Ali Ibn Abu Thalib
dilepaskan setelah dianiaya oleh mereka (Noer, 2014:81).
Setelah kehilangan Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar, kaum Quraisy
sibuk menyiarkan ke sekeliling kota Makkah dan kepada segenap suku dan
kabilah. Kepala-kepalanya dimintai pertolongan untuk mencari Nabi Muhammad
SAW. Siapapun yang berhasil menangkap beliau akan diberi hadiah 100 ekor
unta.
Di tengah perjalanan ketika sampai di dusun Qudaidin salah seorang
penduduk mengenali Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Kemudian hal itu
diceritakan kepada pimpinan kabilah yang bernama Suraqah Ibn Malik Al-Mudlij.
Kemudian dengan segera Suraqah mengejar Nabi Muhammad dan Abu
Bakar. Nabi Muhammad mengetahui pun berdoa kepada Allah SWT dan dengan
kehendak Allah SWT berulang kali kuda yang ditunggangi Suraqah tergelincir
terpelanting ke tanah.
Kemudian Suraqah memanggil Nabi Muhammad SAW dan meminta
perlindungan dari bahaya dan juga mengucapkan beribu maaf. Dan Rasulullah
SAW memaafkannya (Noer, 2014:84).
Sementara itu, penduduk Yastrib menunggu-nunggu kedatangan
Rasulullah SAW. Waktu yang mereka tunggu itu telah tiba. Nabi Muhammad
SAW memasuki Yastrib dan penduduk kota ini mengeluk-elukan kedatanngan
Rsulullah SAW dengan penuh kegimbaraan.
Sejak saat itu, sebagi penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW, kota
Yastrib diubah menjadi Madinatun Nabi (kota nabi) atau sering disebut pula
79
Madinatul Munawwarah (kota bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam
memancar keseluruh dunia (Noer, 2014:85).
10. Nabi Pilihan yang sempurna.
ص كا صفاخ عهح خهما را راخ م انهاط خهما عههى أك هه للا ػه
Artinya: Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling sempurna
kejadiannya dan akhlaknya, yang mempunyai sikap dan sifat paling luhur (Al-
Barzanji hal.61).
Aspek nilai akhlak dalm kitab Al-Barzanji pada bab XVI dijelaskan bahwa
Nabi Muhammad SAW mempunyai ciri-ciri sederhana tingginya, putih kulitnya
agak kemerah-merahan, dua belah matanya melebar, seolah-olah bercelak, lembut
bulu matanya, dua keningnya melengkung dan lembut rambutnya. Mempunyai
gigi yang rapid an putih bersih, lebar mulutnya dan terlihat menarik, lebar kanan
kiri dahinya. Dahinya bagaikan bulan sabit (Noer, 2014:114). Nabi Muhammad
SAW mempunyai pipi yang halus, berhidung mancung dan bagus pangkal
hidungnya. Renggang jarak antara dua tulang belikatnya, sederhana dua tepak
tangannya, tulang-tulang sendinya besar, tipis tapak kakinya, tebal rambut
jenggotnya, kepalanya besar, rambutnya panjang terurai hingga dibawah telinga
(Noer, 2014:115).
Diantara dua tulang belikatnya Nabi Muhammad SAW terdapat tanda
kenabian, cemerlang memancarkan cahaya. Air keringat Nabi laksana butiran-
butiran mutiara, yang berbau lebih semerbak dibanding dari bau minyak kasturi
(Noer, 2014:116).
Wajah beliau Rasulullah SAW berseri-seri bagaikan bulan purnama pada
malam bulan purnama. Orang yang biasanya menyifati atau mengisahkan beiau
80
Rasulullah SAW mengatakah: Saya belum pernah melihat seseorang yang dapat
menyamai Rasulullah SAW sejak dulu hingga sekarang (Noer, 2014:118).
beliau Rasulullah SAW adalah seorang pamalu dan tawadlu‟, mau
memperbaiki terompahnya sendiri, mau menambal pakaiannya sendiri, mau
memerah kambingnya dan mau membantu keperluan rumah tangganya.
Beliau Rasulullah SAW sangat menyukai orang fakir dan miskin.
Rasulullah SAW suka duduk bersama-sama mereka. Rasulullah SAW juga mau
meninjau orang sakit diantara mereka. Rasulullah SAW juga mau menghantarkan
jenazah mereka, dan tidak mau menghina orang fakir betapapun miskin dan
melaratnya orang itu (Noer, 2014:120).
Rasulullah SAW suka memperlamakan salat dan mempersingkat khutbah
jum‟at (Noer, 2014:123). Beliau juga menyukai orang yang mulia, menghormati
orang yang utama. Besenda gurau dengan sahabat-sahabatnya. Dan beliau tidak
berbicara melainkan benar-benar saja, yang disukai Allah SWT dan diridhai-Nya
(Noer, 2014:124).
B. Relevansi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-Barzanji
Kejayaan seseorang terletak padaakhlaknya, akhlak yang baik membuat
seseorang disekitarnya menjadi tenang, aman, dan terhindar dari perbuatan tercela.
Seseorang yang berakhlak buruk menjadi sorotan bagi sesamanya, bagi keluarga,
masyarakat dan negara.
Rasulullah SAW mengajak umat manusia untuk bertauhid dan menjauhkan
umat dari syirik. Rasulullah yang mengobarkan revolusi Islam telah berhasi;
81
membawa kemenangan gemilang, meski tidak menyandarkan kekuatan pada
perlengkapan perang yang canggih maupun strategi perang yang jitu. Semua
kesuksesan perjuangan Rasulullah SAW tersebut lebih banyak ditopang oleh
semangat menegakkan akhlakul karimah.
Nilai Akhlak dalam kitab Al-Barzanji dimulai denga kerendahan atau
ketawadlu‟an seorang penyair. Syaikh Ja‟far ketika mengawali penulisan tentang
syairnya dengan menundukkan dirikepada sanga pencipta dengan pujian- pujian yang
indah. Mengagungkan Rasulullah SAW sebagai nabi akhir zaman yang disebut setiap
waktu tanpa henti oleh pengikutnya. Dengan sebutan sholawat. Berdo‟a atas keluarga
Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya serta kaum muslimin yang selalu mengikuti
ajarannya. Pengakuan atas dirinya yang lemah dengan permohonan perlindungan dari
kesesatan pada jalan kesalahan dan derap langkahnya. Kebesaran Syekh Ja‟far
sebagai imam, khatib dan guru besar di Masjid Nabawi serta pengarang yang
menerbitkan bermacam-macam buku tidaklah menjadikan pengarang bangga atas
dirinya bahkan tiada menyebut sebaitpun tentang kebesaran Syekh Ja‟far dalam syair
kita Al-Barzanji.
Adapun relevansi nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Barzanji akan
penulis jabarkan dibawan ini :
1. Akhlak dalam Pergaulan
أي إن أت آدو فاح فهى صثى ػاس * ي ذشكا انغ
Artinya : “ Mereka tinggalkan perzinaan, maka mereka senantiasa tidak
tercela sejak Nabi Adam as hingga ibu bapaknya “ (Al-Barzanji hal.38)
Zina adalah salah satu dosa besar setelah kekafiran, dan kesyirikan, dan
pembunuhan terhadap jiwa, serta perbuatan keji yang paling besar. Allah Ta‟ala
mengharamkan dengan firman-Nya QS Al-Isra‟ ayat 32.
82
نى إنه كان فاحشة وساء سبيال ﴿ ﴾٢٣وال تقربوا الز
Artinya : “ dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk “.
Begitu buruknya jalan tersebut, Allah SWT langsung menegur
didalam kitab suci Al-Qur‟an dan memberikan sangsi di dunia melalui surat
AN-Nur ayat 2, yaitu, perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap orang dari keduanya dengan seratus kali dera. Itu
merupakan hukuman di dunia belum lagi siksa yang akan diterima ketika ajal
telah datang kepada manusia (Jabir, 2004:692)
Bait tersebut menjelaskan bahwa, pertama, meninggalkan perzinahan
adalah tindakan yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. sebagaimana kita
ketahui bersama bahwasannya kondisi atau situasi masyarakat sebelum
datangnya ajaran Nabi Muhammad SAW, masyarakat Arab berada dalam
masa kelam yaitu masa kemunduran dalam hal moralitas. Pada masa kondisi
itu, keluarga Rasulullah SAW mampu menjaga kesucian hidup keluarga
Rasulullah SAW. Nilai hikmah yang dapat diambil adalah menjaga diri
pribadi dari pergaulan yang tidak terpuji sebagaimana digambarkan dalam bait
di atas tersebut.
Menurut Serat Wuruk Respati banyak hal yang harus diperhatikan
dalam pergaulan. Beliau juga mengajarkan agar dalam pregaulan jangan
bertindak yang kurang pantas (Muchlis, 2006:63)
Kedua, seorang muslim menjadi terhormat dikarenakan sikap yang
dilakukan pada kehidupannya dan itu semua merupakan proses hasil dari
perbuatannya sendiri. Memanusiakan manusia itulah tujuan dari pendidikan
83
akhlak dan tidak dipungkiri bahwa untuk menjaga utuhnya pergaulan atau
persahabatan diperlukan sikap tahu diri, sopan trehadap sekitar kita. Orang
muslim meyakini bahwa saudara segamanya mempunyai hak-hak dan etika-
etika yang harus ia terapkan terhadapnya.
Kemudian ia melaksanakannya kepada sudara segamanya, karena ia
berkewajiban bahwa itu adalah ibadah kepada Allah SWT, dan upaya
pendekatan kepada-Nya. Selain yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam bait
di atas, ada beberapa akhlak yang harus diterapkan ketika dalam pergaulan,
diantaranya adalah :
1) Mengucapkan salam ketika bertemu dengan saudara kita, berjabat tangan
dan menjawab salamnya.
2) Jika bersin dan membaca Almamdulillah, maka jawablah dengan
Yarhamukallah (mudah-mudahan Allah merahmatimu). Kemudian orang
yang bersin berkata Yahdikumullah wa yuslihu balakum(semoga Allah
memberimu petunjuk dan memperbaiki hatmu).
3) Menjawab saudara yang sedang sakit dan mendoakan kesembuhan
untuknya.
4) Menyaksikan jenazah tetangganya jika ia meninggal dunia.
5) Menasehatinya jika ia meminta nasehat dalam suatu persoalan dengan
menjelaskan apa yang ia pandang baik.
6) Mencintai untuknya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri dan membenci
untuknya apa yang ia benci untuk sirinya sendiri.
7) Menolong dan tidak menelantarkannya kapan saja ia membutuhkan
pertolongan dan dukungan.
8) Tidak menimpakan keburukan kepadanya.
84
9) Rendah hati dan tidak sombong kepadanya dan tidak menyuruh berdiri
dari kursinya agar ia dapat duduk diatasnya.
10) Tidak mendiamkannya lebih dari tiga hari.
11) Tidak menggunjingnya, tidak menghinanya, tidak melecehkannya, tidak
menggelarinya dengan gelar yang tidak baik dan tidak mengembangkan
pembicaranya untuk merusaknya (Jabir, 2004:151).
2. Akhlak terhadap Anak
ذ ػمثا عرذ ذا أله ه يذ ظؼر إرا فغ
Artinya : “ Apabila engkau telah melahirkannya, berilah ia nama
Muhammad karena kelak ia akan terpuji “ (Al-Barzanji hal.40).
Bait tersebut menjelaskan kepada kita bahwa pemberian nama yang baik
kepada anak merupakan kewajiban orangtua. Anak akan bahagia apabila memiliki
nama yang bagus sehingga dalam pergaulannya anak tidak merasa canggung dan
tersisih dengan yang lainnya. Dalam agama Islam terdapat tuntunan dalam
memberi nama anak, karena nama adalah lafal yang diberikan suatu benda untuk
membedakan dari yang lain.
Sebuah hadist diriwayatkan oleh H.R Baihaqi tentang hak anak terhadap
orangtuanya yang artinya : “ Hak anak terhadap orangtuanya dalah agar
orangtuanya membaguskan namanya, memperindah tempatnya, dan memperbaiki
pendidikannya “.
Berkaca pada beberapa uraian di atas, tentu tradisi yang diadakan oleh
beberapa umat Islam di nusantara memiliki dasar yang kuat. Acara yang dimaksud
adalah mauludiyah (acara syukuran akan kelahiran anak), khitanan yang diselingi
dengan pembacaan Al-Barzanji. Apabila dikaitkan dengan paparan di awal
85
tentang pemilihan guru dan lingkungan yang baik, maka pesan itulah yang ingin
disampaikan oleh para ulama terdahulu dalam mewarnai acara maulidiyah atau
khitanan. Pada acara maulidiyah seyogyanya para orangtua memperhatikan betul
makna yang trekandung dalam kitab Al-Barzanji, diantaranya :
1) Memberikan nama yang terbaik mengandung nilai akhlak yang nantinya
menjadi kebanggaan bagi anak ketika dewasa kelak.
2) Mendidik anak dengan akhakul karimah.
3) Mencarikan tempat belajar (lingkungan) yang baik, yang mendukung
pertumbuhan anak.
4) Mencairkan pembimbing yang berakhlakul karimah sehingga anak tumbuh
dengan pendidikan yang bagus.
Dikaitkan dengan relevansi pada zaman sekarang adalah bahwasannya
pendidikan akhlak anak sangatlah penting agar anak mengetahui tentang mana
yang benda dan mana yang salah, bertanggung jawab pada dirinya sendiri,
mengetahui halal haram, baik itu dalam kaitan kehidupan sehari-hari.
3. Akhlak kepada Allah SWT.
دى انشه د تغى للا انشه
ط انثشكاخ ػه يا أان ا ف يالء تاعى انزهاخ انؼههح * يغرذس أترذئ ال
اسد عائغح ذ ي تذ أث ل * أ م يطاا كش انج انش رطا ي هح * ي
Artinya : “ Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha
penyayang. Saya mulai menulis kitab (kisah maulid Nabi) ini dengan nama Allah
yang maha agung, seraya memoohn limpahan berkah atas apa yang terlah
diberikan-nya. Dan juga saya memanjatkan puja dan puji, dengan pujian yang tak
ada henti-hentinya. Dan seraya mempersembahkan sedalam-dalamnya rasa
syukur yang baik “ (Al-Barzanji hal.34).
86
Orang muslim melihat dalam dirinya nikmat Allah SWT yang tidak dapat
dikalkulasian dalam bentuk angka dari sejak ia berupa sperma di perut ibunya
hingga ia menghadap Allah SWT. Oleh karena itu patutlah kita sebagai hamba
untuk selalu bersyukur di setiap permulaan amal. Itulah yang digambarkan dalam
bait tersebut dengan ia bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat tersebut dengan
tulisannya dengan memuji-nya dan menyanjung rasul-Nya karena Dia-lah Dzat
yang berhak mendapat sanjungan dan ia bersyukur dengan anggota dengan
memnggunakan dalam ketaatan kepada-Nya. Ini etikanya terhadap Allah SWT,
sebab tidak bermoral mengingkari nikmat, menentang keutamaan pemberi nikmat,
memungkiri-Nya, memungkiri kebaikan-Nya dan memnungkiri nikmat-nikmat-
Nya.
Iman adalah pembenaran hati bukan pembenaran akal, karena ada sesuatu
yang menurut akal kita tidak dapat menjangkaunya tetapi hati kita
membenarkannya maka itulah yang dinamakan beriman. Implikasi beriman adalah
amal yang sholeh yaitu pengejawantahan terhadap perilaku dhohir/fisik yang
diarahkan kepada hal yang baik bukan terhadap hal yang dilarang oleh ajaran
Islam. Yaitu segala apa yang dilakukan dikaitkan dengan Allah SWT diantaranya
adalah memulai pekerjaan dengan menyebut nama Allah SWT.
Nilai itulah yang perlu disadari oleh para muslimin ketika membaca dan
mengamalkan syair Al-Barzanji bahwa segala sesuatu amal sholeh harus dikaitkan
dengan Allah sebagai Dzat yang maha tinggi sehingga tidak menjadi hal atau amal
yang tertolak, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadistnya.
ا نكم ايشئ يا إه هاخ ال تان ا األػ إهArtinya : “ Sesungguhnya setiap amalan itu dimulai dengan niat dan
segala amalan itu tergantung pada niatnya “ (HR. Bukhori Muslim)
87
Dikaitkan dengan relevansi pada zaman sekarang, pada dasarnya kita
mempunyai keterbatasan dalam hal apapun. Alangkah baiknya kita tetap
bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Coba kita lihat betapa
murahnya hidup kita ini. Kita menghirup udara gratis, kita meminum air gratis,
kita memakai tanah dengan sesuka hati. Tapi tidak pernah terbersit dalam hati kita
rasa bersyukur kepada Allah SWT, alangkah sombongnya kita kepada Allah
SWT.
4. Akhlak kepada Orangtua
و د لذيد ػه سدائ ا ي تغػ ن أخزذ السذهح * ا فماو ان
ذا شف تغاغ تش انشه
Artinya : “ Dan ketika terjadi peristiwa perang Hunain, Halimah sempat
berkunjung lagi kepada beliau. Kedatangan Halimah disambut oleh Beliau SAW
dengan segala rasa hormat dan penuh gembira. Lalu Beliau SAW
membentangkan tikar kambalnya yang bagus kepadanya “ (Al-Barzanji hal.46)
Islam mengajarkan kepada kaum muslimin tentang akhlak, orang muslim
meyakini hak kedua orangtua terhadap dirinya. Kewajiban berbakti, taat, dan
berbuat baik kepada keduanya. Tidak dipungkiri keberadaan kita sebagai muslim
karena perantara keduanya dan karena kebaikan-kebaikannya, sehingga pantaslah
setiap muslim berbakti dan berbuat baik kepada orangtuanya, baik ketika ia masih
muda ataupun ketika orangtua pada masa uzur. Di dalam surat Al-Isro‟, Allah
SWT berfirman bahwa perintah berbakti kepada orangtua adalah wajib adanya,
ketika orangtua berada pada naungan kita maka kewajiban kita adalah berkata
baik dan tidak menghardiknya serta mempergauli dengan pergaulan yang baik.
88
Perintah ini ditegaskan setelah Allah SWT menyuruh hamba-Nya beriman dan
taat kepada Diri-Nya.
Sungguh tidak ada alasan atau tidak ada dalil apapun dari anak untuk
berbuat, berlaku yang bersifat melawan, menyakiti atau memurkai orangtuanya.
Namun demikian bila pendapat atau faham mereka tidak sependapat dengan kita
atau tidak sejalan dengan ideologi kita, bahkan menyalahi ilmu kita dan
memangnya kurang atau tidak benar, bahkan tidak mungkin untuk dituruti karena
melanggar agama. Maka ada baiknya kita mengalah, mundur teratur sambil
membela diri dengan jawaban dan argumentasi yang kongkrit, singkat, mudah
dimengerti oleh mereka sehingga nantinya mereka menyadari dan menginsafi
bahkan merekalah yang akan keliru tanpa kecewa.
Dikaitkan dengan relevansi pada zaman sekarang tentang baik syair Al-
Barzanji di atas yakni kita sebagai anak sudah sepatutnya menghormati orangtua
dan memuliakannya. Karena bagaimanapun juga kedua orangtua kitalah yang
senantiasa setiap hari tercurahkan kasih sayangnya kepada kita. Kita senantiasa
memanjatkan doa setiap hari kepada orangtua. Dan ketika orangtua tiba di rumah
sambutlah dengan segala hormat dan penuh gembira.
5. Akhlak dalam Profesi
ا تهغ صهه للا ه ن عح عافش إن تصش ػشش غا عههى خ ػه
ف ذجاسج نخذجح انفرهح
Artinya : “ ketika Beliau Rasulullah SAW genap berusia dua puluh lima
tahun, maka Beliau pergi berdagang ke Negeri Syam, untuk memperdagangkan
dagangan khodijah “ (Al-Barzanji hal.51).
Islam adalah agama kerja, artinya bahwa sebagai sebuah agama yang
lengkap, Islam meletakkan kerja sebagai suatu amal yang harus dilakukan oleh
89
setiap orang muslim (Mujiono, 2002:131). Allah SWT telah menyediakan rizki
kepada seluruh makhluknya.
Dikaitkan dengan relevansi pada zaman sekarang dengan bait syair Al-
Barzanji yakni kita sebagaimana umat Nabi Muhammad SAW haruslah menari
rizki yang halal. Karena makanan yang halal kita makan itu akan menjadi daging
yang nantinya pasti berpengaruh terhadap kita. Jikalau kita makan dari rizki yang
haram maka akan menjadi daging yang haram pula.
Diceritakan bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW tidak dapat
memejamkan matanya sepanjang malam. Berkali-kali beliau mengubah posisi
tidurnya hingga istri beliau bertanya “ Mengapa engkau tidak dapat tidur ya
Rasulullah? “. Jawab beliau : “ Tadi tergeletak sebutir kurma, kemudian aku
memakannya karena aku khawatir kurma itu terbuang sia-sia. Sekarang aku
cemas, mungkin kurma itu dikirim kesini untuk disedekahkan” (Zkariyya,
2010:469)
Demikianlah akhlak Nabi Muhammad SAW, pemimpin kita. Hanya
karena perasaan ragu, beliau berkali-kali mengubah posisi tidurnya dan tidak
dapat tidur sepanjang malam. Lalu bagaimanakah kita sebagai pengikut ? Ada
yang memakan suap, riba, hasil curian, dan perbuatan lain yang dilarang agama,
tanpa merasa takut dan cemas, sedangkan ia mengaku sebagai umat Nabi
Muhammad SAW (Zakariyya, 2010:470).
90
6. Akhlak untuk Selalu Bermusyawarah
ة سها * فأخثش صهه للا ػه غ ت ا األ كهح نرشىه ي ا انضه فخطثر نفغ
ج انرهمهح * فشغثا ف انثشه ز ا دػر إن اي ت عههى أػ ال ج د ا نفعم
ا و انم غة كم ي دغة يال
Artinya : “ kemudian Khadijah melamar dirinya, dengan maksud itu dapat
merasakan bahu iman dan kesegaranya. Maka beliau saw memberitahukan
maksud Khadijah pada paman-pamannya untuk diminta keterangannya” (Al-
Barzanjihal.50).
Bait di atas menjelaskan tentang pentingnya bermusyawarah terkait
dengan persoalan yang dihadapi oleh setiap manusia. Manusia adalah makhluk
sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain. Selanjutnya terhadap fenomena
zaman sekarang yaitu masalah pernikahan, perjodohan. Manusia sering lebih
memilih ego daripada musyawarah, hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya
perkawinan tanpa ada restu dari orangtua. Untuk itu dalam hal ini dicontohkan
oleh Rasulullah SAW melalui kalimat di atas bahwa untuk memilih pasangan
hidup diperlukan pemikiran dan masukan dari orang luar terutama masukan dari
orang tua. Untuk kehidupan yang lebih luas diperlukan pemikiran yang panjang
dan matang, oleh karena itu musyawarah adalah solusi yang terbaik untuk
memuaskan titik yang baik.
Menilik sejarah musyawarah pada masa Rasulullah SWT, sesungguhnya
praktek musyawarah dalam pengambilan keputusan telah dikenal dan membudaya
di masyarakat Arab sebelum masa kenabian Muhammad SAW. Setiap ada
persoalan yang menyangkut orang banyak, maka mereka biasanya menghimpun
para pemuka kabilah untuk bermusyawarah dan penyelesaianya. Praktek
91
musyawarah ini terus dilestarikan dan dikembangkan oleh Islam dan dilaksanakan
Rasulullah serta para sahabatnya.
7. Akhlak terhadap Orang yang Telah Mendholimi
ذؼ دػا * إن للا ذؼان م ف ض ن عشالح فاتر شه
ذ إها ف عأناأليا هح هثح انم ف األسض انص ائى ؼثت فغاخد ل
Artinya : “ Akan tetapi belum di tengah jalan dihadang oleh Suraqah,
maka berdoalah Beliau kepada Allah memohon perlindungan-Nya. Tiba-tiba
keempat kaki kendaraan Suraqah terbenam ke dalam bumi yang keras. Maka
Suraqah minta ampun dan keselamatan kepada Nabi Muhammad saw, lantas
Beliau saw mengampuninya” (Al-Barzanji hal.59)
Diantara akhlak orang muslim adalah sabar dan pemaaf. Sabar adalah
menahan diri terhadap apa yang dibencinya, atau menahan sesuatu yang
dibencinya dengan ridha dan rela. Pemaaf adalah melupakan atau merelakan apa
yang sudah terjadi terhadap sesuatu yang dibencinya. Rasulullah saw telah
memberikan tauladan terhadap kita semua. Selaku umatnya kita dituntut untuk
selalu berbuat baik terhadap sesama dan juga terhadap orang yang telah berbuat
jahat, kemudian ia meminta maaf maka wajib kita semua untuk memaafkannya.
Diceritakan pada perang Uhud pamannya Nabi Muhammad SAW,
Hamzah Ibn Abdul Muthalib mati syahid di medan perang. Orang kafir Quraisy
sangat girang dengan kemenangan itu. Mereka merasa telah membalaskan dendam
kekalahan pada perang Badar. Seperti kata Abu Sufyan, pemimpin pasukan kafir
Quraisy, “ Yang sekarang ini untuk peristiwa Badar, sampai jumpa lagi tahun
depan “.
92
Tetapi istrinya, Hindun binti „Utbah tidak puas hanya dengan kemenangan
dan tidak merasa cukup hanya dengan tewasnya Hamzah Ibn Abdul Muthalib. Ia
dan rombongannya menyiksa mayat-mayat Syahid Muslimin, mereka memotongi
telinga dan hidung mayat Syahid Muslimin. Hindun juga membedah perut
Hamzah, mengeluarkan jantungnya, lalu mengunyahnya. Ia lampiaskan dendam
atas terbunuhnya „Utbah Ibn Radi‟ah, ayahnya oleh Hamzah Ibn Abdul Muthalih.
Selesai menguburkan mayat pasukan, orang-orang Quraisy pergi. Kini
kaum muslimin kembali ke garis depan guna menguburkan mayat pasukan Islam.
Kemudian Rasulullah SAW mencari jenazah Hamzah, pamannya (Noer,
2014:104)
Ketika Rasulullah SAW melihat kondisi jenazah pamannya dianiaya dan
dibedah perutnya, beliau sangat sedih. “ Takkan pernah ada orang mengalami
malapetaka seperti engkau ini. Belum pernah aku menyaksikan peristiwa yang
begitu menimbulkan amarahku seperti kejadian ini. Demi Allah, kalau pada suatu
ketika Allah memberikan kemenangan kepada kami melawan mereka, niscaya
akan kuaniaya mereka dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh orang Arab.
Namun Allah SWT menurunkan firman-nya, “ Dan kalau kamu
mengadakan pembalasan, balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan
tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu
bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada
terhadap apa yang mereka tipu dayakan “.
93
Rasulullah SAW kemudian memaafkan mereka, ditabahkan hatinya dan
beliau Rasulullah SAW melarang orang-orang melakukan penganiayaan (Noer,
2014:105)
Relevansi nilai pendidikan yang dapat diambi dari cerita di atas yakni
bertahanlah kamu bersama mereka dan bersabarlah dalam menahan dirimu.
Maksudnya menahan diri untuk masa mengerjakan sesuatu yang disukai Allah
atau menghindarkan diri dari melakukan sesuatu yang dibenci oleh-Nya. Dengan
kata lain, sabar adalah bertahan dalam mengerjakan sesuatu yang diperintahkan
oleh Allah SWT dan menahan diri dari mengerjakan sesuatu yang dilarang oleh-
Nya.
Sehingga Al-Ghazali menyebutkan bahwa sabar ibarat pertarungan antara
motivasi negatif (syahwat) dan motivasi posirif (agama). Setiap keduanya ingin
mengalahkan yang lainnya, maka diperlukan kekuatan untuk dapat mengalahkan
salah satu darinya yaitu motivasi negatif (syahwat). Pada saat itulah kesabaran
memiliki andil yang cukup besar (Solikin, 2009:272).
Oleh sebab itu kita tidak diperbolehkan membalas perbuatan buruk
seseorang dengan perbuatan buruk juga. Rasulullah SAW bersabda beliau
melarang pada umatnya untuk melakukan penganiayaan.
8. Akhlak terhadap Keluarga
عههى صهه للا ػه كا ت شلغ ث اظغ خصف ؼه انره ذ انذاء شذ
تغشج عشهح ه خذيح أ ش ف غ ذهة شاذ
94
Artinya : “ Beliaulah Rasulullah SAW adalah seorang yang sangat pemalu
dan tawadlu‟, mau memperbaiki teropahnya sendiri dan mau menambal
pakaiannya sendiri, mau memerah kambingnya dan mau membantu keperluan
dalam rumah tangganya” (Al-Barzanji hal.62).
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang dapat dijadikan
anak tangga pertama untuk mencapai kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di
akhirat. Sebuah keluarga jika dikelola dengan baik berdasarkan syar‟i akan dapat
menempatkan anggota keluarga tersebut pada posisi terhormat dalam kehidupan
bermasyarakat. Upaya pembinaan keluarga sakinah diawali dengan pembentukan
pribadi masing-masing. Saling pengertian dan tahu akan tugas dan kewajiban
masing-masing individu dalam keluarga. Tidak menggantungkan dan tidak
menjadikan beban terhadap orang lain lebih lagi kepada keluarga sendiri.
Rasulullah SAW mencontohkan pribadi yang unggul dalam keluarga, menjadi
orang yang dibutuhkan dan tidak menjadi beban dalam keluarganya. Itulah akhlak
dalam keluarga sebagaimana bait di atas.
Diceritakan bahwasannya beliau Nabi Muhammad SAW sangat mencintai
istrinya, yakni Sayyidah Khadijah ra. Beliau sering sekali memuji kepada
Khadijah ra. Khadijah ra mendampingi Rasulullah SAW selama dua puluh enam
tahun, yakni enam belas tahun sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi
dan sepuluh tahun setelah masa kenabian.
Khadijah ra adalah orang pertama yang beriman kepada Allah SWT ketika
wahyu pertama turun dari langit dan tidak ada yang mendahuluinya. Ketika
Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu
pertama yang disampaikan oleh Jibril, dimana Rasulullah SAW merasa ketakutan
dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah
orang yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya sambil
95
berkata, “ Bergembiralah dan tentramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang
menguasai diri Khadijah ra, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi utusan
Allah bagi umat.
Layaklah kalau Khadijah ra mendapatkan keistimewaan khusus dari
Rasulullah SAW. Kesetiaan Khadijah ra diimbangi oleh kecintaan Rasulullah
SAW. Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “ Wanita yang utama dan golongan
pertama yang akan masuk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti
Muhammad, Maryam binti „Imran dan Asiyah binti Muzaahim, istri Fir‟aun.
Relevansi nilai pendidikan yang dapat diambil yaitu kita sudah sepatutnya
menjadi pilar kokoh di dalam keluarga. Maka jadilah seseorang yang dibutuhkan
dan tidak menjadi beban dalam keluarga. Dan menjadi seseorang yang bermanfaat
untuk orang lain.
9. Akhlak terhadap Orang Lemah dan Para Pemimpin
ل شغ جائضى د يشظاى ؼ جهظ يؼى غاك ان ذة انفمشاء
ؼزسج مثم ان ا * أش شا أدلؼ انفمش ا كش ذمش فم ل ماتم أدذا ت
دهح انؼث ر يغ األسيهح ش
Artinya : “ Beliau menyukai orang fakir dan miskin dan suka duduk
bersama-sama mereka, mau meninjau orang yang sakit diantara mereka, mau
mengantar jenazah mereka, dan tidak mau menghina orang fakir, betapapun
miskin dan melaratnya orang itu. Beliau suka memberi maaf dan tidak pernah
membalas orang dengan yang tidak disukai dan mau berjalan dengan orang-
orang yang lemah dan para budak belian “. (Al-Barzanji hal.62)
ل إله دما ذث ل م ضح م انفعم كشو أ شف م انشه رأنهف أ
شظا للا ذؼان
Artinya : “ Beliau menyukai orang yang mulia, menghormati orang yang
utama, bersendau gurau dengan sahabat-sahabatnya. Dan beliau tidak pernah
96
berbicara melainkan yang benar-benar saja, yang disukai Allah Ta‟ala dan
diridlai-Nya “. (Al-Barzanji hal.63)
Begitu besar kecintaan Rasulullah SAW terhadap kaum yang lemah,
sehingga sebagian hidupnya selalu dicurahkan untuk mengangkat harkat dan
martabat mereka. Kasih sayang adalah salah satu akhlak mulia, sebab sumber
kasih sayang ialah jiwa yang bening dan hati yang bersih “.
Selanjutnya dalam bait yang kedua di atas, dibicarakan tentang tatacara
atau etika menghadapi orang yang lebih tinggi kedudukannya atau pemimpinnya.
Tatacara itu antara lain ketika berbicara dengan mereka maka sikap yang perlu
diperhatikan adalah sikap berhati-hati dari awal sampai akhir.
Berbicara sesuai dengan kebenaran yang ada, tidak menambahi dan tidak
mengurangi. Sebagai bawahan tidak boleh lancang bicara, bergurau seperlunya
dan tetap hormat kepada pemimpin kita. Itulah makna yang tertanam pada bait di
atas yang menjelaskan bahwa kita semua harus memperhatikan kaum yang lemah
yang membutuhkan uluran tangan dari para dermawan tetap hormat dan menjaga
kehormatan para pemimpin sesuai dengan syariah Islam.
Adapun etika yang sudah disebutkan didalam kitab Al-Barzanji, selaku
bawahan atau anggota atau menjadi anak biah, maka wajib mempunyai beberapa
etika lain diantaranya :
1) Wajib bersifat amanah jujur dan lawan dari sifat ini adalah curang.
2) Jangan bersifat munafiq yaitu menjilat atau bermuka dua.
3) Ikhlas karena Allah SWT, dengan niat yang baik.
4) Sabar dan tabah.
Dalam kisah ke-3 bab 1, ketika perjanjian Hudaibiyah berlangsung, Urwah
Ibn Mas‟ud ra, datang sebagai utuan kaum kafir untuk menyelidiki kehidupan
97
kaum muslimin. Sekembalinya ke Makkah, ia berkata kepada orang-orang kafir, “
Aku pernah menemui raja-raja besar seperti Presi, Romawi, dan lainnya. Namun
aku tidak pernah menyaksikan penghormatan rakyat kepada rajanya di kerajaaan-
kerajaan itu sebagaimana hormatnya para sahabat kepada Nabi Muhammad SAW.
Bahkan mereka tidak membiarkan dahak Rasulullah SAW jatuh ke tanah, tangan
mereka akan segera menadahinya kemudian diusapkan ke badan dan wajah
meraka. Apabila Beliau berwudlu, para sahabatnya akan berlarian berebut
mendapatkan air cucurannya lalu diusapkan ke badan mereka seolah-olah mereka
bertengkar untuk mendapatkan air tersebut. Seandainya beliau berbicara,
semuanya akan diam dan tak seorang pun yang berani menatap wajahnya karena
keagungannya.
10. Akhlak dalam Kemarahan
شظ نشظا ذؼان غعة لله ن ه اب ان ل
Artinya : “ Beliau tidak pernah merasa gentar menghadapi para raja.
Beliau marah karena Allah, dan ridla karena-Nya “. (Al-Barzanji hal.62)
Dapat disimpulkan bahwa mereka yang bisa menagan diri ketika sedang
marah, maka mereka adalah orang yang kuat, jadi harus tetap berusaha untuk
menahan marah dengan berfikir kembali apakah yang dilakukan itu benar dan
brmanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain atau malah sebaliknya. Sifat
marah di atas bukanlah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Orang harus
tetap berfikiran jernih dalam menghadapi setiap masalah dan situasi apapun
sebagaimana yang telah dicontohkan sahabat Rasulullah SAW, Ali bin ABI
Thalib. Dalam suatu pertempuran melawan kafir, ia berhasil memojokkan
lawannya dan lawan Ali Ibn Abu Thalib tidak berkutik lagi. Ketika Ali akan
98
mengayunkan pedangnya kepada lawannya tiba-tiba lawannya meludahi Ali Ibn
Abu Thalib dan ludah itu mengenai wajahnya. Kemarahan pun tiba-tiba
memuncak tapi Ali Ibn Abu Thalib segera tersadar. Ia meninggalkan lawannya
dan tidak jadi membunuh lawannya. Para sahabat pun heran dan bertanya “
Mengapa tak kau bunuh lawanmu tadi ? “. Ali menjawab, “Kalau ayunan
pedangku jadi kuteruskan, maka aku pasti telah membunuh lawanku karena
kemarahanku akibat aku diludahi “. Pembunuhan yang demikian tidak akan
mendapatkan ridho dari Allah SWT dan harus murni karena alasan membela dan
menegakkan kalimat Allah di muka bumi“.
Relevansi nilai pendidikan akhlak dalam kemarahan yaitu kita berusaha
untuk menahan amarah dengan berfikir kembali apakah yang kita lakukan itu
benar dan bermanfaat bagi diri sendiri atau malah sebaliknya.
11. Akhlak dalam Kesederhanaan
األسظهح خ انخضائ يفاذ ذ لذ أ ع انج انذجش ي ؼصة ػه تط
Artinya : “ Untuk menanggulangi rasa lapar, maka beliau acap kali
membungkus batu dengan kain yang diikatkan pada perutnya. Padahal kunci
perbendaharaan bumi berada di tangannya. Dan gunung-gunung menawarkan
diri untuk dijadikan gunung emas untuk keperluannya tetapi ditolaknya “(Al-
Barzanji hal.63).
Menurut Al-Ghazali bahwa berakhlak baik atau berakhlak terpuji adalah
menghilangkan semua adat-adat kebiasaan yang tercela yang sudah dirincikan
oleh agama Islam serta menjauhkan diri dari padanya, sebagaimana menjauhkan
diri dari tiap najis dan kotoran, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang baik,
menggemarinya, melakukannya dan mencintainya.
Secara teori Al-Ghazali telah memaparkan panjang lebar dalam kitabnya
Ihya „Ulumuddin yang diambil dari perjalanan pengalaman yang panjang.
99
Rasulullah SAW pada masanya juga telah memberikan contoh yang kemudian
menjadi rujukan bagi kaum muslimin di dunia sampai sekarang.
Jadi kesederhanaan yang ditampilkan dalam kehidupan merupakan
cerminan keagungan akhlak beliau. Sikap rendah diri, menghargai pemberian
orang lain dan tidak mencelanya, itulah sikap yang selalu beliau tampilkan kepada
siapa saja tanpa ada perbedaan. Harta bagi beliau merupakan hal yang sangat kecil
walaupun kalau beliau meminta kepada Allah maka gunung, lautan, dan daratan
akan menjadi barang yang berharga.
Rasulullah SAW bersabda, “ Rabbku telah menawariku untuk
memukar gunung-gunung di Makkah menjadi emas, tetapi aku berkata, Ya
Allah, aku lebih suka makan sehari dan lapar pada esok harinya. Jika aku
lapar, aku dapat mengingat-Mu, jika aku kenyang aku dapat memuji-Mu dan
mensyukuri nikmat-Mu “. Hadist riwayat Tirmidzi.
Seseorang bertanya kepada Hafshah, istri beliau, “ Bagaimana keadaan
bantal dan kasur Rasulullah SAW? “. Jawabny, “ Tikarnya dari sehelai sarung
yang dilipat dua. Pada suatu hari aku pernah melipatnya menjadi empat lipatan
agar beliau merasa nyaman. Aku hamparkan alas tersebut untuk berbaring
beliau. Keesokan harinya Rasulullah SAW bertanya kepada kepadaku, “ Apa
yang telah kamu hamparkan untukku tadi malam? “. Jawabku, “ Kain yang
sama tetapi aku melipatnya menjadi empat lipatan “. Sahut beliau, “ Lipatlah
seperti yang dulu, kenyamanan seperti tadi malam telah menghalangkiu dari
bangun tahajjud “. Hadist riwatar Tirmidzi.
Demikianlah kehidupan jiwa yang suci, yang namanya sering kita
sebut, dan kita juga bangga menjadi umatnya. Untuk itu, kita seharusnya
selalu berittiba‟ kepada beliau dalam segala hal.
100
Ditarik dari keterangan di atas dengan relevansi pada zaman sekarang
sangatlah berbeda jaih sekali. Rasulullah SAW begitu sederhana dalam hal
tidurnya. Sedangkan keadaan kita sekarang ini selalu ingin tidur di atas kasur
yang empuk dan nyaman. Perhatikanlah, betapa Allah SWT telah
mengaruniakan nikmat yang luas. Namun, jangankan mensyukurinya, justru
dari bibir kita selalu terdengar keluhan. Kita seharusnya menanamkan sikap
tawaddhu‟ dalam kehidupan sehari-hari. Merasa bersyukur atas semua
pemberian Allah SWT.
Adapun tabel dari nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-
Barzanji yang dikaitkan dengan konteks kekinian adalah :
No.
Nilai-nilai
Pendidikan
Akhlak
Syair Al-Barzanji
Konteks
Kekinian
1 Akhlak
dalam
pergaulan
فاح فهى صثى ذشكا انغ
إن آدو ػاس * ي
أي أت
Artinya : “ Mereka
tinggalkan perzinaan, maka
mereka senantiasa tidak
tercela sejak Nabi Adam as
hingga ibu bapaknya “
Anak-anak yang
dimasukkan ke pondok
pesantren akan lebih
terjaga pergaulannya
dari perzinaan
dibandingkan dengan
anak-anak yang tidak
mondok, karena
penanaman tentang ilmu
agama sangat
ditekankan dan
kebebasan pergaulan
101
santri diatur 24 jam oleh
pesantren, sehingga
mereka kecil bahkan
tidak ada peluang untuk
melakukan hal tersebut.
2 Akhlak
terhadap
anak
ذا ه يذ ظؼر إرا فغ
ذ ػمثا عرذ أله
Artinya : “ Apabila engkau
telah melahirkannya, berilah
ia nama Muhammad karena
kelak ia akan terpuji “
Pemberian nama
Muhammad kepada
anak adalah sunnah
Nabi, yang mana
nantinya akan membuat
anak bisa meniru akhlak
Nabi
3 Akhlak
kepada Allah
SWT
دى انشه د تغى للا انشه
يالء تاعى أترذئ ال
ا انزهاخ انؼههح * يغرذس
ط انثشكاخ ػه يا ف
أث ل * أ أان
اسد عائغح ذ ي تذ
رطا ي هح * ي
م يطااانش كش انج
Artinya : “ Dengan menyebut
nama Allah yang maha
Melaksanakan semua
perintah Allah SWT
dengan penuh
keikhlasan dan menjauhi
segala larangan Allah
SWT.
102
pemurah lagi maha
penyayang. Saya mulai
menulis kitab (kisah maulid
Nabi) ini dengan nama Allah
yang maha agung, seraya
memoohn limpahan berkah
atas apa yang terlah
diberikan-nya. Dan juga saya
memanjatkan puja dan puji,
dengan pujian yang tak ada
henti-hentinya. Dan seraya
mempersembahkan sedalam-
dalamnya rasa syukur yang
baik “
4. Akhlak
kepada
orangtua
و د لذيد ػه
أخزذ فماو ان ا
ا تغػ ن السذهح *
شف تغاغ انشه سدائ ي
ذا تش
Artinya : “ Dan ketika terjadi
peristiwa perang Hunain,
Halimah sempat berkunjung
lagi kepada beliau.
Hendaknya kita
menghormati orangtua
dalam hal apapun.
Ketika beliau datang
sambutlah dengan
senyuman yang ramah,
jangan bermuka musam.
103
Kedatangan Halimah
disambut oleh Beliau SAW
dengan segala rasa hormat
dan penuh gembira. Lalu
Beliau SAW membentangkan
tikar kambalnya yang bagus
kepadanya “
5. Akhlak
kepada
profesi
ا تهغ صهه للا ػه ه ن
ػشش غا عههى خ
عح عافش إن تصش
ف ذجاسج نخذجح انفرهح
Artinya : “ ketika Beliau
Rasulullah SAW genap
berusia dua puluh lima tahun,
maka Beliau pergi berdagang
ke Negeri Syam, untuk
memperdagangkan dagangan
khodijah “
Ketika sudah menginjak
umur 20 tahun, maka
keluarlah dari rumahmu
untuk bekerja, carilah
rizki yang halal dengan
senantiasa berusaha dan
selalu berdoa.
6. Akhlak
untuk selalu
bermusyawarah
ا فخطثر نفغ
كهح نرشىه ي انضه
ة غ ت ا األ
سها * فأخثش
Setiap ada persoalan
yang menyangkut orang
banyak, maka alangkah
baiknya untuk
bermusyawarah dalam
penyelesaiannya.
104
صهه للا ػه
ا اي ت عههى أػ
ز دػر إن
ج انرهمهح * انثشه
ا فشغثا ف
د نفعم
يال ال ج
غة كم دغة
ا و انم ي
Artinya : “ kemudian
Khadijah melamar dirinya,
dengan maksud itu dapat
merasakan bahu iman dan
kesegaranya. Maka beliau
saw memberitahukan maksud
Khadijah pada paman-
pamannya untuk diminta
keterangannya”
Sebagaimana
pernikahan yang mana
menyandingkan dua
insan juga kedua belah
pihak keluarga
7. Akhlak
terhadap
orang yang
telah
ذؼ م ض ن عشالح فاتر شه
دػا * إن للا ذؼان ف
ف ائى ؼثت فغاخد ل
Kita tidak diperbolehkan
membalas perbuatan
buruk seseorang dengan
perbuatan buruk juga.
105
mendholimi هح هثح انم األسض انص
ذ إها ف عأناأليا
Artinya : “ Akan tetapi belum
di tengah jalan dihadang oleh
Suraqah, maka berdoalah
Beliau kepada Allah
memohon perlindungan-Nya.
Tiba-tiba keempat kaki
kendaraan Suraqah terbenam
ke dalam bumi yang keras.
Maka Suraqah minta ampun
dan keselamatan kepada Nabi
Muhammad saw, lantas
Beliau saw mengampuninya”
Rasulullah SAW
bersabda beliau
melarang pada umatnya
untuk melakukan
penganiayaan
8. Akhlak
terhadap
keluarga
وكان صلى هللا عليه
ذ انذاء عههى شذ
اظغ انره خصف
ت شلغ ث ؼه
ذهة شاذ
خذيح ش ف غ
شج عشهح تغ ه أ
Artinya : “ Beliaulah
Kita harusnya bisa
menjadi seseorang yang
bermanfaat bagi orang
lain dalam hal apapun
dan kerjakanlah sesuatu
yang menurutmu bisa
dengan jerih payah
sendiri
106
Rasulullah SAW adalah
seorang yang sangat pemalu
dan tawadlu‟, mau
memperbaiki teropahnya
sendiri dan mau menambal
pakaiannya sendiri, mau
memerah kambingnya dan
mau membantu keperluan
dalam rumah tangganya”
9. Akhlah
terhadap
orang lemah
ذة انفمشاء
غاك ان
جهظ يؼى
د يشظاى ؼ
شغ جائضى
شا ل ذمش فم
أدلؼ انفمش
مثم ا * أش
ل ماتم ؼزسج ان
ا كش أدذا ت
يغ ش
ر األسيهح
Memperhatikan kaum
lemah yang
membutuhkan uluran
tangan kita dan kita
tidak boleh membeda-
bedakan dalam hal
apapun terhadap
kalangan orang lemah
107
دهح انؼث
Artinya : “ Beliau menyukai
orang fakir dan miskin dan
suka duduk bersama-sama
mereka, mau meninjau orang
yang sakit diantara mereka,
mau mengantar jenazah
mereka, dan tidak mau
menghina orang fakir,
betapapun miskin dan
melaratnya orang itu. Beliau
suka memberi maaf dan tidak
pernah membalas orang
dengan yang tidak disukai
dan mau berjalan dengan
orang-orang yang lemah dan
para budak belian “.
10 Akhlak
dalam
kemarahan
ن ه اب ان ل
ذؼان غعة لله
شظ نشظا
Artinya : “ Beliau tidak
pernah merasa gentar
menghadapi para raja.
Berusaha untuk
menahan amarah dengan
berfikir kembali apakah
yang dilakukan itu benar
dan bermanfaat bagi diri
sendiri dan orang lain
atau malah sebaliknya
108
Beliau marah karena Allah,
dan ridla karena-Nya “.
11 Akhlak
dalam
kesederhanaa
n
شكة انثؼش
انثغهح انفشط
اسا تؼط د
ذا أ ن إن ه ان
Artinya : “ Mau
berkendaraan unta, kuda,
bighol, dan keledai dari
hadiah sebagian raja-raja “.
Seharusnya kita
bersikap tawaddhu‟
dalam kehidupan sehari-
hari dengan sikap
legowo dan menghargai
pemberian orang lain
Relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Barzanji karya
Syaikh Ja‟far Al-Barzanji yang dikaitkan dengan konteks kekinian bisa menjadi
tolak ukur perbandingan akhlak pada jaman Nabi Muhammad SAW dengan
akhlak pada masa sekarang (kekinian)>
Penulis tertarik mengangkat akhlak dalam kitab Al-Barzanji karena sangat
rentan dengan problematika zaman sekarang (kekinian). Adapun pemaparannya
sebagai berikut :
1) Akhlak dalam pergaulan yang mana pergaulan anak muda zaman sekarang
sangatlah rawan dengan perzinaan, perampokan, pencurian, mabuk-mabukan,
narkoba, dll. Jelas itu adalah kesalahan orangtua yang tidak selalu menjaga
anaknya bergaul dengan siapa saja. Maka alangkah baiknya orangtua
109
memasukkan anaknya ke lembaga pondok pesantren yang notabenenya bukan
hanya mencari ilmu akan tetapi juga membina akhlak moral anak.
2) Akhlak terhadap anak, sebagai orangtua sudah sepatutnya menyayangi dengan
sepenuh hati anaknya. Pemberian nama terbaik buat anak merupakan bukti
kasih sayang orangtua. Dan Nabi Muhammad SAW telah memberikan
tuntunan untuk memberi nama anaknya dengan nama Muhammad. Karena
kelak nantinya ia akan terpuji akhlaknya meniru seperti akhlak Nabi
Muhammad.
3) Akhlak kepada Allah SWT, adapun relevansi dalam konteks kekinian yaitu
kita sebagai umat harus senantiasa melaksanakan perintah alah dan menjauhi
segala larangan Allah. Karena itu adalah bukti kita berakhlak kepada Allah
SWT.
4) Akhlak kepada orangtua, adapun relevansinya pada konteks kekinian yaitu
kita hendaknya bertutur kata yang baik kepada orangtua, menghormati
orangtua, dan lain-lain. banyak sekali dari kita belum bisa berkata halus
kepada orangtua dan berbicara kepada orangtua seperti berbicara kepada
temannya. Dan jika orangtua pulang kerja dengan wajah capek kita harus
menyambutnya dengan senyuman serta senantiasa kita panjatkan doa kepada
orangtua setiap hari.
5) Akhlak kepada profesi. Adapun relevansinya pada konteks kekinian yaitu
ketika kita sudah mencapai umur 20 tahun hendaknya kita keluar dari rumah
kita dan mencari pekerjaan. Janganlah engkau berdiam diri tanpa melakukan
sesuatu apapun. Berusaha semampu mungkin dalam berkhtiar mencari
pekerjaan. Karena rizki dari hasil keringat sendiri merupakan rizki yang
disukai Allah SWT.
110
6) Akhlak untuk selalu bermusyawarah, adapun relevansinya dengan konteks
kekinian yaitu kita tahu setiap persoalan yang menyangkut orang banyak yaitu
dengan bermusyawarah. Sebagai contoh pernikahan yang mana
menyandingkan dua insan dan juga kedua belah pihak keluarga. Maka
alangkah baiknya jika diselesaikan dengan cara bermusyawarah. Agar semua
pihak dapat mufakat dan tidak ada keragu-raguan.
7) Akhlak terhadap orang yang telah mendzalimi, adapun relevansinya dengan
konteks kekinian yaitu ketika kita pernah didzalimi oleh seseorang, maka kita
tidak diperkenankan untuk membalas dengan mendzalimi pula. Semisal sering
terjadi di pondok pesantren yaitu ghasab (meminjam tanpa ijin). Dan ketika
kita tahu si fulan meng-ghasab sandal kita maka kita tidak diperkenankan
untuk balas meng-ghasab sandal di fulan.
8) Akhlak terhadap keluarga, adapun relevansinya dengan konteks kekinian yaitu
menadikan keluarga sebagai segalanya. Tidak menggantungkan dan menjadi
beban terhadap orang lain, menjadi orang yang dibutuhkan dan tidak menjadi
beban dalam keluarga.
9) Akhlak terhadap orang yang lemah, adapun relevansinya dengan konteks
kekinian yaitu kita sebaiknya memperhatikan kaum yang lemah dengan
mencurahkan rasa kasih sayang kita kepada mereka untuk megangkat harkat
dan martabat mereka.
10) Akhlak dalam kemarahan, adapun relevansinya dengan konteks kekinian yaitu
kita harus berusaha untuk menahan amarah dengan berfikir kembali apakah
yang dilakukan itu benar dan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang lain
atau malah sebaliknya.
111
11) Akhlak dalam kesederhanaan, adapun relevansinya dengan konteks kekinian
yaitu kita sebagai umat musim seharusnya bersikap tawaddhu‟ dalam
kehidupan sehari-hari. karena bagaimanapun juga orang takabbur tidak ada
nilai plusnya sama sekali. Sebagaimana jikalau kita diberi oleh orang lain.
Maka terimalah dengan senang hati tanpa melihat nilai barang yang diberikan.
112
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rangkain ulasan dan beberapa uraian Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak
dalam Kitab Al-Barzanji karta Syaikh Ja‟far Al-Barzanji, penulis dapat mengambil
dua kesimpulan untuk menutup pembahasan dalam skripsi ini sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Barzanji karya
Syaikh Ja‟far Al-Barzanji adalah sebagai berikut:
a. Akhlak dalam pergaulan.
b. Akhlak terhadap anak.
c. Akhlak kepada Allah SWT.
d. Akhlak kepada orang tua.
e. Akhlak terhadap profesi.
f. Akhlak untuk selalu bermusyawarah.
g. Akhlak terhadap orang yang telah mendzolimi.
h. Akhlak terhadap keluarga.
i. Akhlak terhadap orang yang lemah.
j. Akhlak dalam kemarahan.
k. Akhlak dalam kesederhanaan.
2. Relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Barzanji
karya Syaikh Ja‟far Al-Barzanji masih sangat relevandengan konteks pendidikan
akhlak masa kekinian,karena berkaitan langsung dengan akhlak yang terjadi pada
masa sekarang (kekinian). Kejayaan seseorang terletak pada akhlaknya, akhlak
yang baik selalu membuat seseorang disekitarnya menjadi tenang, aman, dan
terhindar dari perbuatan tercela. Seorang yang berakhlak buruk menjadi sorotan
113
bagi sesamanya, keluarga, masyarakat dan negara. Sebagai contoh tindakan
melanggar norma-norma yang berlaku di kehidupan, tindakan dengan
menampilkan sifat-sifat tercela serta tidak melaksanakan kewajiban yang
seharusnya dikerjakan secara objektif. Maka yang demikian ini akan
menyebabkan kerusakan susunan system lingkungan. Nilai-nilai luhur yang ada
dlam kitab Al-Barzanji antara lain seperti: Nilai kejujuran, nilai kesederhanaan,
nilai akhlak dalam pergaulan, birrul walidain (menghormati kedua orang tua),
nilai akhalk kepada Allah SWT, nilai akhalk kepada yang lemah, dan lain-lain.
Kesemua itu masih sangat dibutuhkan untuk pengembangan pendidikan akhlak
pada masa kekinian (sekarang).
B. Saran-saran.
Perlu diketahui bahwa sekarang di Indonesia nama Syaikh Ja‟far Ibn Hasan
Ibn Abd Al-Karim sudah lama popular dikalangan muslimin dengan karya
monumentalnya yaitu Kitab „Iqd Al-Jawhir (Al-Barzanji) dan kitab manaqib Syaikh
Abdul Qodir Al-Jailani. Nilai yang terkandung didalam kedua kitab ini menunjukkan
hal yang mulia bagi kaum akademis sudah tentu menjadi khazanah keislaman yang
perlu direspons secara positif melalui kegiatan-kegiatan ilmiah, salah satunya yakni
meneliti aspek motivasi para pengikutnya dalam mengamalkan ajaran ataupun
kegiatan spiritual keagamaan. Untukitu, ada beberapa hal dari hasil penelitian ini yang
patut untuk dijadikan saran-saran sebagai berikut:
Pertama, penyajian Bahasa dalam kitab „Iqd Al-Jawhir atau yang dikenal
dengan sebutan Al-Barzanji khususnya puisi-puisi yang banyak mengandung analogi
yang kadangkala sulit untuk diakses langsung oleh masyarakat awam, karenanya,
perlu disederhanakan melalui du acara, yaitu ringkasan-ringkasan tematik berbentuk
114
tulisan dan Bahasa lugas dan singkat serta suguhan contoh yang nyata sesuai dengan
kondidi masyarakat pada masa sekarang ini.
Kedua, mengembangkan pola Pendidikan Akhlak bagi peserta didik dan
masyarakat umum secara terpadu, sehingga terwujud suatu kondisi dimana tradisi
pengajaran dan pendidikan bisa diterapkan secara nyata serta diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
C. Penutup
Dengan mengucap Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Penulis telah berusaha dengan keras demi terwujudnya skripsi yang sempurna
dengan harapan awal. Namun, setelah selesainya skripsi ini, tidak menutup
kemungkinan masih terdapat kekurangan di beberapa bagiannya. Oleh karena itu,
penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari para pembaca,
sehingga akan terbentuk suatu sinergi yang pada akhirnya menjadikan buah pikiran
ini bisa lebih disempurnakan lagi di masa mendatang. Dan penulis berdoa semoga
skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan. aamiin.
115
DAFTAR PUSTAKA
Afriantoni, Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Generasi Muda Menurut Burhanuddin Said
Nursi, (5 tesis, S2 Program Sarjana Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang
Jurusan Ilmu Pendidikan Islam Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam, 2007)
An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
(Bandung : CV Diponegoro, 1980)
Asmaran, Pengantar Study Akhlak. (Jakarta : Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan,
1999)
Al Abrasy, M. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang
1970)
A. Azra, Pendidikan Islam: Tradisi Modernisasi Menuju Milenium Baru , (Jakarta : PT
Logos Wacana Ilmu, 2000)
Al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy, Falsafat Pendidikan Islam. (Jakarta : Bulan
Bintang 1992)
Azyumardi, Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVII. (Jakarta :Kencana, 2007)
Aziz Dahlan, Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam JIlid I, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001)
Al-Muhaddits al-„Alim al-„Allamah as-Sayyid Muhammad bin „Alwi bin „Abbas al-Maliki,
Haul Ihtifaal bi Dzikra al-Maulid an-Nabawiy asy-Syarif, (Bairut : al-Fithrah, 2005)
Al-Jazair, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim, (Jakarta Timur : PT Darul Falah, 2004)
116
As-Suyuthiy, Al-Imam Jalaluddin, Al-Asybah wa an-Nadzair, (Bairut : Dar al-Kutub al-
Ilmiah, 2005)
Ahmad Najieh, Abu, Maulid Al-Barzanji, (Surabaya : Mutiara Ilmu 2009)
Abdusshomad, Muhyiddi, Fiqih Tradisional, Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan
Sehari-hari, (Malang : Pustaka Bayan 2004)
Al-Qusyairi, Syarif, Kamus Akbar Arab-Indonesia, (Surabaya: Giri Utama)
Abdullah Yatim, M, Study Akhlak dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Jakarta : Amzah, 2007)
Arifin, Zaenal, dkk, Moralitas Al-Qur‟an dan Tantangan Modernitas;
Telaah Atas Pemikiran Fazlur Rohman, Al Ghazali dan Ismail Rajial-Faruqi, (Yogyakarta :
Gama Media, 2002)
Bahreisj, Husain, Ajaran-Ajara Akhlak, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1981)
Barry dan Yaqub, Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri Intelektual. (Surabaya : Target Press
Surabaya, 2003)
Daulay, Hamdan, Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta : LESFI
(Lembaga Studi Filsafat Islam) 2001)
Daud Ali, M., Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998)
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. (Bandung : Syamil Qur‟an 2007)
117
Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996)
Fuad Abdul Baqy, Muhammad, Al-Mu‟jam Al-Mufahras li Al-Qur‟an Al- Karim, (Beirut :
Dar Al-Fikr, 1981)
Hakim, M. Arifin, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung : Pustaka Satya, 2001)
Hasbullah, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005)
Imam Yahya Ibn Syarafuddin An-Nawawi, Matn Al-Arba‟in Nawawiyyah, (Surabaya : Tuku
Kitab Imam)
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Cet. III (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 2007)
Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan,
(Jakarta: Rajawali Pers, 1996)
J. Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2009)
Mayhur Amin, M, dkk. Aqidah dan Akhlak, Cet. III, (Yogyakarta : Kota Kembang, 1996)
Mujiono, Imam, Ibadah dan Aklhlak Dalam Islam. (Yogyakarta : UII Press Indonesia 2002)
Mukhlas Noer, Muhammad, Setetes Lautan Kisah Sang Rasul, (Kediri : LIRBOYO PRESS,
2014)
Muhammad zakariyya Al-Kandahlawi, Maulana, Himpunan Fadhilah Amal, (Yogyakarta :
As-Shaf, 2010)
118
Muslich, Dkk, Konsep Moral dan Pendidikan dalam Manuskrip Keraton Yogyakarta,
(Yogyakarta : YKII-UIN Sunan Kalijaga, 2006)
Muhaimin, Paradikma Pendidikan Islam : Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004)
Mulyana, R., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : Alfabeta, 2004)
Murodi, Silk Ad-Durar fi A‟yaani al-Qarni Ats-Tsani „Asyr, JIlid II. (Bairut Lebanon : Dar
Ibn Hazm, 1988)
Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-Dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia, Cet. VI
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010)
Nata, Abudin, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2008)
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Nedia Pratama, 2005)
Nata, Abudin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : kencana, 2010)
Purwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991)
Quraish Shihab, M, Membumikan Al-Qur‟an: Peran dan Fungsi Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1994)
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998)
119
Robinson, Philip, Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986)
Syaikh Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari
Syekh Abu Husain Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim,
Sayyid Ja‟far ibn al-Barzanji (keturunan Sayyid Ja‟far al-Barzanji) Al-Kawakib al-Anwar
Syarh al-Maulid an-Nabawiy, yang wafat pada tahun 1317 H/1899 M. Ditahqiq oleh
Syeikh Nada Farj Darwisy, dan disimak oleh Institut Pengkajian Akademik Universitas
al-Azhar, cetakan Markaz ibn al-Athar li at-Turats.
Sutarjo, Pembelajaran Nilai – Karakter…,
Sholikin, Muhammad, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh „Abdul Qadir Al-Jailani
(Yogyakarta : Mutiara Media, 2009)
Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak. Peran Moral, Intelektual,
Emoional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakaarta : PT Bumi
Aksara, 2006)
Syekh Shihabuddin Ahmad Ibn Hajar Al-Haitami As-Syafi‟I, An-Ni‟matul Kubra „Alal
„Alam.
Suyudi, H.M, Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur‟an, (Yogyakarta : Mikraj, 2005)
Sadur, Ziauddin, Rekayasa Pendidikan Masa Depan Peradaban Muslim, (Bandung : Mizan,
1994)
120
Undang-undang RI, Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003)
Warson Al-Munawwir, Ahmad, Kamus Al-Munawwir; Arab-Indonesia Terlengkap, Cet. ke-
25, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2002)
Wan Mohd, Daud Wan, Filsafat dan Praktik Pendidika Islam Syed M. Nuqaib al-Attas,
(Bandung : Mizan Media, 2003)
Yunus, Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: Hida Karya Agung,
1978)
Zaenul Fitri, Agus, Reinventing Human Character; Pendidikan Karakter Berbasis Nilai &
Etika di Sekolah, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2012)
Zahruddin AR. M., Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004)
Zuhairi, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : BUMI AKSARA, 1992)
(http://adekunya.wordpress.comsejarah-al-barzanji).
http://gusdayat.com/2011/03/02/syaikh-jafar-al-barzanji-w-1177-hpengarang-maulid-
barzanji/
121
LAMPIRAN
122
123
124
125