New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami...

135
BAHAN AJAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA Tim Penyusun: Yohanes Kartika Herdiyanto Naomi Vembriati David Hizkia Tobing Ni Made Ari Wilani Dewi Puri Astiti Ni Made Swasti Wulanyani I Made Rustika Adijanti Marheni Komang Rahayu Indrawati Putu Wulan Budisetyani Luh Kadek Pande Ary Susilawati Supriyadi Luh Made Karisma Sukmayati Suarya Tience Debora Valentina Made Diah Lestari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS UDAYANA 2016

Transcript of New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami...

Page 1: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

BAHAN AJAR

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

Tim Penyusun:

� Yohanes Kartika Herdiyanto � Naomi Vembriati

� David Hizkia Tobing � Ni Made Ari Wilani

� Dewi Puri Astiti � Ni Made Swasti Wulanyani

� I Made Rustika � Adijanti Marheni

� Komang Rahayu Indrawati � Putu Wulan Budisetyani

� Luh Kadek Pande Ary Susilawati � Supriyadi

� Luh Made Karisma Sukmayati Suarya � Tience Debora Valentina

� Made Diah Lestari

Program Studi Psikologi

Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS UDAYANA

2016

Page 2: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

2

PRAKATAPRAKATAPRAKATAPRAKATA

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memperkenankan buku itu dituliskan

untuk membantu para mahasiswa matakuliah Psikologi Lintas Budaya untuk memahami dan

mendalami materi yang dibahas dalam matakuliah tersebut.

Penyusunan buku ini masih sangat membutuhkan perbaikan dan penyesuaian dengan topik-topik

terkini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan masukan maupun kritik demi perbaikan di masa

yang akan datang.

Selamat belajar.

Denpasar, 21 Juli 2016

Tim Penyusun

Page 3: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

3

DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4

MATERI 1: PENGANTAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA ............................................................................. 8

MATERI 2: METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA ................................................ 14

MATERI 3: ENKULTURASI ...................................................................................................................... 24

MATERI 4: BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN............................................................................. 34

MATERI 5: MATERI KOGNISI ................................................................................................................. 44

MATERI 6: BUDAYA DAN KESEHATAN .................................................................................................. 51

MATERI 7: BUDAYA DAN EMOSI ........................................................................................................... 61

MATERI 8: BUDAYA, BAHASA DAN KOMUNIKASI ................................................................................. 72

MATERI 9: BUDAYA DAN KEPRIBADIAN ................................................................................................ 83

MATERI 10: BUDAYA DAN ABNORMALITAS .......................................................................................... 93

MATERI 11: BUDAYA DAN GENDER .................................................................................................... 105

MATERI 12: SELF AND IDENTITY.......................................................................................................... 114

MATERI 13: INTERPERSONAL AND INTERGROUP RELATIONS ............................................................ 125

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................... 135

Page 4: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

4

PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

1. Manfaat Mata Kuliah

Mata kuliah ini diberikan pada mahasiswa untuk memberikan pemahaman yang

komprehensif kepada mahasiswa tentang dasar-dasar perilaku wisatawan berdasarkan teori-teori

psikologi dan ilmu sosial yang lainnya. Mahasiswa juga disiapkan untuk menganalisis fenomena-

fenomena sosial yang terjadi pada wisatawan dan penduduk local. Selain memberikan konsep-

konsep tentang perilaku wisatawan, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula

mengaplikasikan berbagai pendekatan penelitian pada bidang perilaku wisatawan tersebut untuk

memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat turisme di sekitarnya.

2. Deskripsi Perkuliahan

Mata kuliah ini secara garis besar akan membahas tiga hal utama, yaitu yang pertama adalah

proses psikologis turis sebelum datang ke tempat wisata (sampai dengan proses menetapkan tujuan

wisata yang akan dikunjunginya), yang kedua adalah proses psikologis yang dialami oleh turis

maupun host saat turis sampai di tujuan wisata yang telah direncanakannya (sejak turis datang

sampai dengan pulang dari tempat wisata), dan yang terakhir adalah proses yang dialami oleh turis

maupun host setelah kunjungan wisata tersebut berlangsung.

3. Tujuan Instruksional

Setelah menyelesaikan mata kuliah ini (pada akhir semester), mahasiswa dapat

menunjukkan pemahaman yang komprehensif tentang dasar-dasar perilaku wisatawan berdasarkan

teori-teori psikologi dan ilmu sosial yang lainnya. Mahasiswa diharapkan mampu untuk menganalisis

fenomena-fenomena sosial yang terjadi pada wisatawan dan penduduk lokal (host). Selain itu,

mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai

pendekatan penelitian pada bidang perilaku wisatawan tersebut untuk memecahkan permasalahan-

permasalahan yang timbul akibat turisme di sekitarnya.

4. Organisasi Materi

Organisasi materi dapat dilihat pada jadwal perkuliahan.

5. Strategi Perkuliahan

Strategi instruksional yang digunakan pada mata kuliah ini terdiri dari:

Page 5: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

5

a. Urutan kegiatan instruksional berupa: pendahuluan (tujuan mata kuliah, cakupan materi pokok

bahasan, dan relevansi), penyajian (uraian, contoh, diskusi, evaluasi), dan penutup (umpan balik,

ringkasan materi, petunjuk tindak lanjut, pemberian tugas di rumah, gambaran singkat tentang

materi berikutnya)

b. Metode instruksional menggunakan: metode ceramah, tanya-jawab, diskusi kasus, dan

penugasan lapangan dan penulisan paper.

• Ceramah berupa penyampaian bahan ajar oleh dosen pengajar dan penekanan-penekanan

pada hal-hal yang penting dan bermanfaat untuk diterapkan nantinya.

• Tanya jawab dilakukan sepanjang tatap muka, dengan memberikan kesempatan mahasiswa

untuk memberi pendapat atau pertanyaan tentang hal-hal yang tidak mereka mengerti atau

bertentangan dengan apa yang mereka pahami sebelumnya.

• Diskusi kasus dilakukan dengan memberikan contoh kasus/kondisi pada akhir pokok

bahasan, mengambil tema yang sedang aktual di masyarakat dan berkaitan dengan pokok

bahasan tersebut, kemudian mengajak mahasiswa untuk memberikan pendapat atau

menganalisis secara kritis kasus/kondisi tersebut sesuai dengan pengetahuan yang baru

mereka dapatkan.

• Penugasan (berupa penugasan lapangan dan paper) diberikan untuk membantu mahasiswa

memahami bahan ajar, membuka wawasan, dan memberikan pendalaman materi.

Penugasan bisa dalam bentuk kunjungan ke lapangan (daerah wisata, bandara, hotel, dsb.),

menulis tulisan ilmiah, membuat review artikel ilmiah, ataupun membuat tulisan yang

membahas kasus/kondisi yang berkaitan dengan pokok bahasan. Pada penugasan ini,

terdapat komponen analisis sosial, ketrampilan menulis ilmiah, berpikir kritis, penelusuran

referensi ilmiah, dan ketrampilan berkomunikasi.

c. Media instruksionalnya berupa: LCD projector, whiteboard, kertas plano, artikel aktual di surat

kabar/internet/majalah/jurnal ilmiah, buku diktat bahan ajar, handout, dan kontrak perkuliahan.

d. Waktu (per-SKS): 5 menit pada tahap pendahuluan, 40 menit pada tahap penyajian, dan 5 menit

pada tahap penutup.

e. Evaluasi: evaluasi formatif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

6. Materi/Bacaan Perkuliahan

Buku/bacaan pokok dalam perkuliahan ini adalah:

A. Pearce, Philip L. (2005). Tourist Behaviour: Themes and conceptual schemes. NY: Channel view

publications

Page 6: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

6

B. Richard, G. and Munsters, W. (ed). (2010). Cultural tourism research methods. Cambridge: CAB

International

C. Reisinger, Y. and Turner, L.W. (2003). Cross-cultural behaviour in tourism: Concept and analysis.

San Francisco: Butterworth Heinemann

7. Tugas

Dalam perkuliahan, diberikan beberapa tugas sebagai berikut:

a. Quiz diberikan secara tak terjadual kurang lebih 4 kali selama proses perkuliahan untuk menilai

pemahaman mahasiswa dan absensi. Format soal quiz berupa pilihan ganda atau essay.

b. Penugasan kunjungan lapangan diberikan secara berkelompok (maksimal 5 orang/kelompok).

Tempat kunjungan lapangan dapat berupa tempat-tempat wisata, sarana transportasi umum

(bandara, pelabuhan, terminal, dsb.), hotel, guide association, rumah sakit/klinik di tempat

wisata, dan unit kepolisian wisata.

8. Kriteria Penilaian

Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Nilai dalam huruf Rentang skor

A 80- keatas

B 65-79

C 55-64

D 40-54

E kebawah -39

• Pembobotan nilai adalah sebagai berikut:

Nilai Tugas & Quiz : 30% (kunjungan lap/interview, laporan & presentasi, quiz)

UTS : 35%

UAS : 35%

• Program Studi Psikologi tidak mentolerir adanya kecurangan dalam ujian. Ujian Kuis, UTS, UAS

adalah instrumen untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam memahami mata kuliah. Apabila

mahasiswa menunjukkan gerak-gerik mencurigakan selama tes-tes tersebut, atau ditemukan

mencontek/memberikan contekan, akan mendapatkan pengurangan nilai 25% dari nilai yang

diperolehnya untuk tes tersebut, dan pengurangan ini akan disampaikan secara terbuka pada

waktu pengumuman nilai. Apabila mahasiswa ditemukan membawa/membuat (walaupun tidak

Page 7: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

7

membuka) catatan selama tes-tes tersebut, baik berupa kertas, coretan di kursi, dan sebagainya,

maka mahasiswa tersebut akan mendapat nilai 0 untuk tes tersebut.

• Presentasi ketentuan mendapatkan penilaian kehadiran sebagai berikut:

- Setiap mahasiswa wajib hadir tepat waktu saat perkuliahan dimulai. Bagi yang terlambat

melebihi 15 menit maka diperkenankan masuk tetapi tidak diperkenankan melakukan

presensi.

- Bagi mahasiswa yang jumlah presensinya kurang dari 75% dari jumlah kehadiran kuliah

sebelum UTS (atau tidak hadir sebanyak 2 kali) maka orang bersangkutan tidak boleh

mengikuti UTS (atau tidak hadir sebanyak 4 kali) maka orang bersangkutan tidak boleh

mengikuti UAS. Larangan ini tidak berlaku apabila yang bersangkutan mengganti

ketidakhadiran dengan menulis paper/tugas/makalah.

Page 8: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

8

MATERI 1MATERI 1MATERI 1MATERI 1: PENGANTAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: PENGANTAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: PENGANTAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: PENGANTAR PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

A. Hakikat Pengetahuan dalam Psikologi

1. Penelitian Ilmiah

Psikologi menggunakan penelitian ilmiah tentang manusia untuk mendapat pengetahuan

bagaimana dan mengapa manusia bertingkah laku. Standar-standar minimal ketepatan logika

ilmiah (scientific rigour) dibutuhkan dalam penelitian agar dapat memastikan kebenaran

psikologis.

2. Parameter

Pengetahuan yang dihasilkan dari pengetahuan psikologis terikat oleh parameter-parameter

dan keterbatasan. Beberapa parameter yaitu :

a. Parameter tugas (task)

Parameter ini diberikan oleh partisipan penelitian. Misalnya, subjek diminta untuk

meilai orang lain berdasarkan persepsinya.

b. Parameter lingkungan

Parameter ini adalah lataratau situasi penelitian dilakukan. Misalnya, di rumah sakit,

pagi hari, dan suasana di rumah sakit saat ini.

c. Parameter partisipan

Parameter yang berkaitan dengan partisipan. Misalnya, suku, agama, pekerjaan, atau

status sosial.

3. Kebenaran Psikologis

Ialah pengetahuan yang berhasil bertahan melalui tantangan waktu dan melewati ujian eksperimen

jaman. Kebenaran psikologis terjadi apabila meemukan hasil yang sama dalam serangkaian

penelitian dimana kita memvariasikan parameter-parameter tugas, lingkungan, dan partisipasinya.

Bila telah melibatkan orang-orang dari berbagai latar belakang, ras, sosial, ekonomi yang berbeda-

beda namun tetap memperoleh temuan yang sama.

B. Apa itu Psikologi Lintas Budaya dan Dampak pada Kebenaran Psikologis

1. Pengertian Psikologi Lintas Budaya

Cabang psikologi yang menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan batas-batas

pengetahuan dalam memepelajari orang-orang dari budaya berbeda.

a. Pengertian secara sederhana

Page 9: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

9

Hanya tentang dilibatkannya partisipan dan latar belakang kultural yang berbeda dan

pengujian pebedaan antar partisipan.

b. Pengertian secara luas

Pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip psikologi bersifat universal atau khas

budaya.

2. Dampak pada kebenaran psikologis

Penelitian tentang psikologi lintas budaya telah sejak lama dilakukan dan mulai populer

belakangan ini dan dampaknya terhadap kebenaran psikologi mulai terlihat.

C. Etik, Emik, Etnosentrisme Dan Stereotip

1. Etik

Etik mengacu pada kebenaran atau prinsip yang universal. Dimana dalam hal ini kebenaran

yang diketahui merupakan kebenaran bagi semua orang di budaya apapun. Contoh etik antara

lain : matahari terbit dari timur, bumi itu bulat, bulan dan bintang muncul dimalam hari, awan

berada di langit, air mengalir dari hulu ke hilir.

2. Emik

Emik mengacu pada kebenaran yang bersifat khas budaya. Dimana dalam hal ini, kebenaran

bagi budaya tertentu belum tentu kebenaran bagi budaya lain. Contoh emik antara lain :

misalkan saja, ada budaya yang biasa menatap mata saat melakukan pembicaraan dengan

orang lain, namun ada budaya yang tidak memperbolehkan melakukan kontak mata, disaat

kedua budaya ini saling bertemu dan tidak memahami budaya satu sama lain maka akan terjadi

salah persepsi.

3. Etnosentrisme

Etnosentrisme merupakan cara pandang dan penafsiran terhadap orang lain dari kaca mata

kultural kita sendiri. Contoh : berdasarkan contoh emik, orang yang berasal dari budaya yang

biasa menatap mata lawan bicara, akan menafsirkan bahwa lawan bicaranya tidak sopan ketika

tidak menatap matanya saat berbicara, begitu juga sebaliknya orang yang tidak biasa menatap

mata akan menafsirkan lawan bicaranya tersebut tidak sopan. Penafsiran tersebut disebut

etnosentrime.

4. Stereotip

Stereotip adalah sikap, keyakinan, atau pendapat yang baku tentang orang-orang yang berasal

dari budaya lain. Contoh : orang batak itu keras, orang timur itu cocoknya jadi satpam, orang

solo itu lemah lembut, dll. Namun stereotip bisa menjadi berbahaya dan merusak bila kita

Page 10: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

10

memegangnya dengan kaku dan menerapkannya secara pukul rata pada semua orang dari latar

belakang budaya tertentu, tanpa menyadari kemungkinan adanya kekeliruan pada dasar-dasar

stereotip tersebut maupun adanya perbedaan individual di dalam sebuah budaya.

D. Beberapa Isu Khusus Tentang Metodologi Penelitian Lintas Budaya

1. Seseorang terhadap pengetahuan, dan kebenaran yang didapat dari penelitian sistematis yang

memenuhi standar ketegaran ilmiah dan metodologis untuk memastikan kualitas pengetahuan

dan kebenaran tersebut.

2. Penting untuk membahas beberapa isu yang relevan bagi bagi pelaksanaan penelitian lintas

budaya. Diantara isu-isu tersebut adalah definisi operasional dari konsep budaya yang

digunakan dalam penelitian, pengambilan sampel (sampling), ekuivalensi lintas budaya,

perumusan pertanyaan penelitian dan penafsiran data, bahasa, lingkungan penelitian, serta

kerangka respon.

E. Definisi-Definisi Operasional Konsep Budaya

1. Budaya merupakan konglomerasi atau sekumpulan sikap, nilai, perilaku, dan keyakinan

bersama, yang dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa.

2. Budaya tidak musti merupakan ras ataupun kebangsaan. Budaya benar-benar merupakan

sebuah konstruk sosiopsikologis.

3. Karena tidak menemukan cara untuk mengukur budaya pada level sosiopsikologis, sesuai

dengan definisi tentang budaya, para peneliti terpaksa “merendahkan standar” kemampuan

untuk benar-benar mengkaji perbedaan lintas budaya.

E. Pengambilan Sampel (Sampling)

1. Kriteria apa yang bisa digunakan sebagai dasar untuk memutuskan apakah jumlah sampel

sudah memadai sebagai representasi budaya tersebut atau tidak. Peneliti lintas budaya

harus memberi perhatian khusus pada isu-isu sampling dalam menjalankan riset.

1. Disamping ketidakmampuan mengukur budaya pada level sosiopsikologis, bila ingin menarik

kesimpulan tentang perbedaan kultural dari suatu sampel, peneliti lintas budaya perlu

memastikan bahwa para peserta penelitian tersebut merupakan representasi yang memadai

dari budayanya, apa pun budaya tersebut.

F. Kesetaraan atau Ekuivalensi Lintas – Budaya

Page 11: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

11

1. Untuk melakukan penelitian lintas budaya yang valid, tidak cukup hanya dengan

mendapatkan sampel yang secara memadai mewakili budya yang akan diteliti.

2. Peneliti harus yakin bahwa sampel yang mereka bandingkan sudah setara.

3. Untuk menghadapi dilema ini para peniliti lintas budaya perlu memantapkan dasar-dasar

kesetaraan tertentu antara sampel- sampel yang digunakan agar perbandingan cultural bisa

menjadi bermakna.

G. Rumusan Pertanyaan Penelitian dan Penafsiran Data

1. Penting untuk disadari bahwa pertanyaan yang diajukan oleh peneliti itu sendiri tak bebas

budaya alias “culture-bound”.

2. Karena itu pertanyaan tersebut bisa saja bermaksa bagi suatu budaya namun tidak bagi budaya

yang lain.

3. Dengan kata lain, dalam penelitian seperti itu kita tidak mungkin tahu apakah suatu temuan

merupakan perbedaan cultural yang “sebenarnya”, ataukah sekedar perbedaan yang timbul

karena perbedaan makna pertanyaan yang diajukan.

4. Peneliti sering datang dari latar belakang budaya yang berbeda dengan para subjek yang dikaji.

5. Peneliti mau tak mau akan menafsirkan data yang mereka peroleh (apakah itu dari kuesioner,

respon atas tugas, atau apapun) berdasar kacamata cultural mereka sendiri.

6. Para subjek bertindak dari latar belakang cultural mereka, yang mungkin saja sangat berbeda

dari latar belakang cultural si peneliti.

H. Tentang Bahasa & Penerjemah

1. Peneliti lintas – budaya sering kali menggunakan prosedur terjemahan-balik (back – trans –

lation ) untuk memastikan kesetaraan tertentu dalam protokol mereka.

2. Dalam prosedur ini, portokol dalam sebuah bahasa diterjemahkan ke bahasa lain, dan

kemudian diterjemahkan kembali ke bahasa semula oleh orang lain.

3. Perbedaan – perbedaan yang kita temukan antar budaya kemungkinan adalah karena

pengaruh perbedaan lingustik atau semantik dalam protokol penelitian yang digunakan dalam

suatu studi.

I. Lingkungan Penelitian

Page 12: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

12

1. Di banyak Universitas Amerika Utara, mahasiswa peserta kuliah pengantar Psikologi

diwajibkan untuk menjadi subjek penelitian sebagai sebagian syarat kelas tersebut.

2. Orang Amerika sudah sangat terbiasa dan tidak asing dengan proses ini, namun orang dari

budaya lain barang kali tidak demikian, dan reaksi mereka dengan berada di lingkungan

penelitian itu sendiri dapat mengganggu perbandingan lintas budaya.

J. Response Set

1. Response set adalah kecenderungan cultural untuk member respon dengan cara – cara

tertentu terhadap tes atau skala repons yang lebih merupakan cermin dari kecenderungan

kultural dan bukan makna skala yang sebenarnya.

2. Ada budaya yang mendorong penggunaan respon yang ekstrim pada skala, ada yang

sebaliknya dan lebih mendorong respon disekitar “tengah – tengah” skala.

3. Subjek dari dua budaya bisa merespon dengan cara yang sama persis terhadap sebuah

kuesioner, hanya saja datanya terletak di bagian skala yang berbeda.

4. Persoalan mengenai response set, selain persoalan lain yang telah dibahas, menunjukkan

bahwa penelitian lintas budaya memiliki persoalan yang khas yang harus dihadapi agar

penelitian menjadi valid.

5. Mengenali dan memahami persoalan – persoalan ini tidak hanya penting untuk melakukan

penelitian lintas budaya, tapi juga sebagai langkah pertama dalam menghargai perbedaan

kultural yang tampak.

K. Kesimpulan

Salah satu tujuan paling penting psikologi adalah untuk memahami perilaku manusia. Psikologi

terutama mengandalkan penelitian ilmiah tentang manusia untuk mendapatkan pengetahuan

mengenai bagaimana dan mengapa manusia bertingkah laku. Semua kajian dalam psikologi

berlangsung dibawah kondisi-kondisi tertentu, dengan beberapa parameter dan keterbatasan

tertentu, karena memang demikianlah sifat setiap penelitian. Psikologi lintas budaya adalah

cabang psikologi yang terutama menaruh perhatian pada pengujian berbagai kemungkinan

batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari berbagai budaya yang berbeda.

Budaya adalah sebuah konsep yang cukup sulit didefinisikan secara formal. Dalam pengertian ini

budaya merupakan suatu konstruk individual –psikologis sekaligus konstruk sosial – makro. Ada

dua alasan mengapa isu – isu lintas budaya amat penting untuk dimasukan kedalam

pengetahuan tentang psikologi. Alasan utama yaitu terkait dengan filsafat ilmiah, alasan kedua

yaitu memasukkan isu-isu lintas budaya kedalam psikologi jauh lebih praktis. Saat ini psikologi

Page 13: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

13

lintas budaya mengalami dilema dalam operasionalisasi metodologis budaya- yakni dalam

persoalan bagaimana budaya didefinisikan dan diukur dalam penelitian. Untuk melakukan

penelitian lintas budaya yang valid, tidak cukup hanya dengan mendapatkan sampel yang secara

memadai mewakili budya yang akan diteliti. Penting untuk disadari bahwa pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti itu sendiri tak bebas budaya alias “culture-bound”. Peneliti lintas – budaya

sering kali menggunakan prosedur terjemahan-balik (back – translation) untuk memastikan

kesetaraan tertentu dalam protokol mereka. Dalam prosedur ini, portokol dalam sebuah bahasa

diterjemahkan ke bahasa lain, dan kemudian diterjemahkan kembali ke bahasa semula oleh

orang lain.

J. Latihan soal mandiri (quiz)

1. Stereotip merupakan cara pandang dan penafsiran terhadap orang lain dari kaca mata

kultural kita sendiri. (B / S)

2. Hipotesis tunggal meliputi pengetahuan yang menarik namun belum bisa disimpulkan. (B / S)

3. Menentukan kriteria apa yang bisa digunakan sebagai dasar untuk memutuskan apakah

jumlah sampel sudah memadai sebagai representasi budaya tersebut atau tidak. (B / S)

4. Di banyak Universitas Amerika Utara, mahasiswa peserta kuliah pengantar Psikologi

diwajibkan untuk menjadi subjek penelitian sebagai sebagian syarat kelas tersebut. (B / S)

5. Peneliti lintas – budaya jarang kali menggunakan prosedur terjemahan-balik (back –

translation) untuk memastikan kesetaraan tertentu dalam protokol mereka (B / S)

Page 14: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

14

MATERI 2MATERI 2MATERI 2MATERI 2: METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA: METODE PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA

A. Perbandingan Lintas Budaya

Perbandingan lintas budaya merupakan studi yang dilakukan untuk membandingkan variabel

psikologis dari berbagai budaya.

1. Ekuivalen

Kesetaraan pada konsep serta metode yang digunakan oleh masing-masing budaya, sehingga

perbandingan lintas budaya menjadi bermakna. Jika tidak terdapat ekuivalensi, perbandingan

lintas budaya akan banyak mengandung bias.

a. Linguistic Equivalence

Penelitian lintas budaya kerap menggunakan bahasa yang beragam sehingga peneliti

perlu untuk membangun linguistic equivalen pada alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data seperti item pada kuisioner serta instruksi. Terdapat dua cara yang

dapat dilakukan guna mencapai linguistic equivalen yakni back translation (Brislin, 1970)

dan committee approach. Back translation dilakukan dengan mengalihbahaskan alat

pengumpulan data penelitian ke bahasa yang berbeda, kemudian di alihbahasakan

kembali ke bahasa asli. Dimana hasil sesudah dan sebelum dilakukan back translation

harus memiliki arti yang sama. Committee approach dilakukan dengan mengumpulkan

beberapa ahli bahasa yang nantinya akan mengartikan instrumen penelitian menjadi

bahasa yang telah disepakati.

b. Measurement Equivalence

Measurement equivalence terkait dengan sejauh mana pengukuran terhadap alat yang

digunakan dalam pengukuran lintas budaya memiliki validitas dan reliabilitas yang

setara. Validitas adalah kesesuaian alat ukur dengan apa yang diukur, sedangkan

reliabilitas adalah sejauh mana alat ukur memiliki hasil yang relatif sama pada budaya

yang berbeda. Setiap budaya memiliki arti yang berbeda terhadap sebuah konsep,

walaupun memiliki penulisan yang sama hal tersebut tidak dapat dikatakan memiliki arti

yang sama. Measurement Equivalence dapat dilakukan dengan metode statistic

menggunakan psychometric equivalence saat pengumpulan data melalui kuisioner.

Struktur yang digunakan pada berbagai budaya hendaknya sama. Selain itu dapat

menggunakan reliabilitas internal yakni masing-masing item pada kuisioner saling

terkait. Reliabilitas internal tinggi dapat diraih jika item pada kuisioner saling

berhubungan.

Page 15: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

15

c. Cross-Cultural Validation Studies

Terkait dengan kebutuhan untuk mengadakan tes terkait reliabilitas dan validitas

pengukuran dalam berbagai budaya yang berbeda untuk dapat memastikan bahwa

pengukuran tersebut dapat diterapkan di berbagai budaya.

d. Sampling Equivalence

Terkait dengan apakah suatu sampel sudah merepresentasikan budaya mereka secara

tepat dan apakah sampel – sampel setara dengan variabel – variabel non kultural

demografis.

Para peneliti melakukan cara berikut untuk melakukan kontrol atas variabel non kultural

demografis tersebut :

- secara eksperimen mengontrol mereka dengan konstan menahan mereka pada

partisipan yang telah diseleksi dan,

- secara statistik mengontrol mereka melalui analisis data.

e. Procedural Equivalence

Berhubungan dengan prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada budaya

yang berbeda. Baik secara laboratorium atau lapangan, pagi atau malam, kuisioner atau

observasi akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda arti pada budaya yang berbeda.

Contoh : Banyak universitas di United States, mahasiswa sangat dianjurkan untuk

berpartisipasi sebagai subjek penelitian pemenuhan parsial dari rekruitmen kelas.

Banyak pelajar Amerika merupakan “research-wise”.

f. Theoretical Equivalence

Kesetaraan dalam pengertian kerangka teori diuji secara keseluruhan dan hipotesis

spesifik ditempatkan diurutan pertama. Data yang diperoleh tidak akan kompatibel jika

hal tersebut tidak setara antar kultur yang berpartisipasi pada penelitian, karena mereka

mengartikan lain. Sebaliknya, jika kerangka teori dan hipotesis setara antar kultur, maka

penelitian akan berarti dan relevan.

B. Bias Respon

Budaya yang berbeda memunculkan tipe bias respon yang berbeda. Bias respon adalah suatu

kecenderungan sistematis untuk merespon item atau skala dengan cara tertentu. Bias respon

menyebabkan kesulitan ketika akan membandingkan data antar budaya.

1. Beberapa tipe bias respon :

a. Socially desirable responding

Page 16: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

16

Kecenderungan untuk memberikan jawaban yang membuat seseorang terlihat

baik. Tipe bias respon ini terdiri dari dua segi, yaitu :

• self-deceptive enhancement (melihat seseorang dalam sebuah sinar positif),

lebih bertautan dengan individu dengan budaya yang lebih individualistik.

• Impression management lebih bertautan dengan individu dengan orientasi

lebih kolektif.

b. Acquiescence bias

Kecenderungan untuk setuju daripada tidak setuju dengan item dalam kuisioner.

c. Extreme respon bias

Kecenderungan untuk menggunakan akhir dari skala tanpa menghiraukan

konten dari item.

d. Reference group effect

Ide ini berdasarkan dugaan bahwa orang – orang membuat perbandingan sosial

secara implisit dengan orang lain ketika membuat rating pada skala daripada

mempercayai kesimpulan sebenarnya mengenai privasi sistem penilaian

personal.

C. Menafsirkan dan Menganalisis Data dari Perbandingan Lintas Budaya

1. Efek Analisis Ukuran

Analisis ukuran, dalam pengujian perbedaan budaya dari variabel target, peneliti

sering menggunakan statistik inferensial seperti chi square atau analisis varian (ANOVA).

Statistik ini membandingkan perbedaan yang diamati antara kelompok dengan perbedaan

yang biasanya diharapkan atas dasar kebetulan saja dan kemudian menghitung probabilitas

bahwa hasilnya akan diperoleh semata-mata secara kebetulan. Perbedaan antara sarana

kelompok yang signifikan secara statistik, namun tidak dengan sendirinya memberikan

indikasi tingkat perbedaan praktis antara kelompok. Berarti kelompok yang berbeda secara

statistik meskipun jumlah individu yang terdiri dari dua kelompok menafsirkan perbedaan

kelompok adalah bahwa mereka menganggap kebanyakan orang dari kelompok-kelompok

berbeda dalam cara serta dengan nilai rata-rata.

Dengan demikian, jika perbedaan yang signifikan secara statistik ditemukan antara

Amerika dan Jepang, misalnya pada ekspresivitas emosional seperti yang orang Amerika

memiliki skor statistik signifikannya lebih tinggi dari Jepang, orang sering menyimpulkan

bahwa semua orang Amerika lebih expensive daripada Jepang. Prosedur statistik yang

tersedia yang membantu untuk menentukan sejauh mana perbedaan nilai rata-rata

Page 17: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

17

mencerminkan perbedaan bermakna antara individu. Kelas umum statistik yang melakukan

hal ini disebut "Efek Ukuran Statistik". Ketika digunakan dalam setting lintas budaya,

Matsumoto dkk menyebutnya “Efek Ukuran Statistik Budaya” (Matsumoto, Grissom, &

Dinnel, 2001). Dengan statistik ini, peneliti dan konsumen dapat memiliki gagasan tentang

sejauh mana perbedaan budaya antar kelompok mencerminkan perbedaan antar individu

yang diuji, hal ini membantu memecahkan pandangan stereotype berdasarkan penemuan

perbedaan kelompok.

2. Efek Sebab vs Interpretasi Korelasional

Dalam pengujian hipotesis studi lintas budaya, kelompok budaya seringkali dijadikan

sebagai variabel independen dalam desain penelitian dan analisis data, hal ini menjadikan

studi ini sebuah kuasi eksperimen. Data dari studi-studi ini pada dasarnya bersifat

korelasional sehingga kesimpulan yang dapat ditarik dari data tersebut hanya kesimpulan

korelasional. Contohnya ketika peneliti membandingkan kelompok budaya Amerika dan

Jepang yang hasil penelitian eksperimental tersebut kemudian tidak dapat diterapkan dalam

setiap penelitian yang variabel utama nya adalah kelompok budaya. Hal ini dikarenakan

asumsi yang tidak masuk akal mengenai hubungan kausal antara keanggotaan dalam suatu

budaya dan variabel minat yang didasari oleh jenis kelamin, warna rambut, atau tinggi

badan.

3. Kekeliruan Atribusi Budaya

Jenis penafsiran keliru adalah untuk menunjukkan alasan spesifik mengapa

perbedaan budaya terjadi walaupun alasan spesifik tidak pernah diukur dalam penelitian ini.

Matsumoto dan Yoo (2006) menyebutnya “Kekeliruan Atribusi Budaya”, yang dapat terjadi

ketika peneliti mengklaim suatu perbedaan budaya antar kelompok tanpa memiliki justifikasi

empiris untuk melakukan nya.

4. Bias Peneliti

Kebanyakan peneliti pasti menginterpretasikan data yang mereka peroleh melalui

filter budaya mereka sendiri dan bias-bias ini dapat mempengaruhi interpretasi mereka

untuk berbagai derajat.

5. Berurusan dengan Data Nonequivalent

Meskipun upaya terbaik untuk membangun kesetaraan dalam teori, hipotesis,

metode, dan manajemen data, terkait dengan penelitian budaya, inheren, dan pasti

nonequivalen. Dengan demikian, peneliti sering dihadapkan dengan pertanyaan tentang

bagaimana untuk menangani data nonequivalent. Poortinga (1989) memaparkan empat cara

yang berbeda dimana masalah nonequivalent data lintas budaya dapat ditangani, yaitu:

Page 18: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

18

a. Mengecualikan Perbandingan

Hal yang paling konservatif yaitu peneliti bisa tidak membuat perbandingan

ditempat pertama melainkan menyimpulkan bahwa itu akan menjadi tidak berarti.

b. Mengurangi Nonequivalent pada Data

Banyak peneliti mengambil langkah-langkah untuk mengidentifikasi bagian yang

setara dan nonequivalent serta perbandingan mereka hanya pada bagian-bagian yang

setara. Sebagai contoh, jika seorang peneliti menggunakan skala 20 item untuk

mengukur kecemasan dalam dua budaya dan menemukan bukti untuk nonequivalence

pada skala, ia mungkin kemudian akan memeriksa masing-masing untuk 20 item

tersebut untuk kesetaraan dan menghitung kembali hanya dengan menggunakan item

yang terbukti setara.

c. Menafsirkan Nonequivalence

Strategi ketiga adalah untuk peneliti dalam menafsirkan nonequivalence sebagai

bagian penting dari informasi mengenai perbedaan budaya.

d. Mengabaikan Nonequivalence

Sebaiknya, apa yang banyak peneliti lintas budaya lakukan adalah hanya

mengabaikan masalah, memperkuat keyakinan mengenai skala invarian lintas budaya

meskipun kurangnya bukti untuk mendukung keyakinan mereka.

D. Studi Tingkat Ekologi

Studi tingkat ekologi menggunakan negara atau budaya sebagai unit analisis nya. Data dapat

diperolah dari individu-individu dalam budaya berbeda, tetapi data tersebut seringkali diringkas

dan dirata-ratakan untuk masing-masing budaya, dan rata-rata tersebut yang digunakan sebagai

titik data pada setiap budaya.

Studi tingkat ekologi merupakan bagian penting dari studi tahap II dalam psikologi lintas

budaya. Banyak peneliti lintas budaya menyadari betapa terbatasnya perbandingan lintas

budaya pada tahap I, karena hanya menunjukkan perbedaan antara dua kelompok budaya tidak

menunjukkan bahwa perbedaan terjadi karena perbedaan budaya di antara mereka. Setelah itu,

perbedaan antara dua kelompok budaya bisa terjadi karena banyak faktor, termasuk dan tidak

termasuk budaya. Dengan demikian, peneliti menjadi tertarik dalam mengidentifikasi jenis

dimensi psikologis yang mendasari budaya dalam rangka untuk lebih memahami budaya pada

tingkat subjektif dan menjelaskan perbedaan yang lebih baik ketika diamati dalam penelitian.

E. Cultural Studies

Page 19: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

19

Setelah mengidentifikasikan dimensi kebudayaan dari keragaman, seperti disebutkan diatas,

bidang ini mulai menggunakan dimensi-dimensi ini dalam menciptakan teori yang lebih rumit

dan menarik tentang bagaimana dimensi kebudayaan yang menghasilkan perbedaan dan

mengapa itu terjadi. Sejauh ini, dimensi yang paling luas digunakan adalah Individualisme vs

Collectivisme. Perkembangan ini memacu penelitian-penelitian tentang kebudayaan yang terdiri

dari fase III dari evolusi penelitian lintas budaya. Penelitian tentang budaya diartikan dengan

banyak sekali deskripsi dari teori-teori kompleks lintas budaya yang memprediksikan dan

menjelaskan perbedaan dalam hal kebudayaan. Salah satu contoh penelitian yang dilakukan

tentang ini adalah Mesquita (Mesquita,2001; Mesquita & Karasawa,2002), yang menjelaskan

bagaimana sistem kebudayaan memproduksi konsep yang berbeda tentang diri, yang kemudian

memproduksikan tipe-tipe berbeda dari masalah yang spesifik. Menurut pandangannya,

kebudayaan individualistic mendorong perkembangan dari kesadaran independen dari diri yang

mendorong perhatian pada permasalahan pribadi dan pandangan bahwa tanda emosi internal,

perasaan yang subjektif dan budaya kolektivis secara jelas mendorong perkembangan dari

kesadaran yang bergantung dari diri yang mendorong perhatian pada nilai sosial seseorang dan

nilai sosial pada kelompoknya, dan gagasan bahwa emosi merefleksikan sesuatu tentang

hubungan interpersonal.

F. Linkage Studies

Seperti yang telah disebutkan diatas, penelitian tentang budaya adalah langkah pasti kearah

bidang psikologi karena penelitian-penelitian ini menunjukkan kekayaan, kompleksitas, dan

pengaruh yang luas dari budaya dalam susunan dari proses psikologi yang luas. Oleh karena itu,

ini sangat penting dalam evolusi penelitian lintas budaya. Namun, tetap saja terbatas, karena

dalam beberapa situasi, kebanyakan penelitian tentang budaya tidak menghubungkan kerangka

teori tentang kebudayaan tersebut dengan fenomena psikologis di dalam penelitiannya untuk

menunjukkan bahwa kerangka tersebut benar-benar tekait secara empiris kepada proses

psikologi dan mempengaruhinya dalam sebuah hipotesis. Contohnya, Iwata dan Higuchi (2000),

membandingkan siswa Jepang dan Amerika menggunakan State-Trait Anxiety Inventory (STAI)

(Spielberger & Syderman, 1994), dan melaporkan bahwa siswa Jepang lebih kurang dalam

mengatakan tentang perasaan positif dan lebih banyak mengatakan tentang kecemasan

daripada Siswa Amerika. Permasalahan dari interpretasi ini adalah tidak adanya faktor yang

disediakan untuk menghubungkan perbedaan negera dalam kecemasan dimana sebenarnya

diukur dalam penelitian dan dikaitkan kepada perbedaan yang didapat dari observasi. Terdapat

2 tipe dari lingkage studies yang digunakan dalam bidang ini sekarang:

1. Unpackaging Studies

Page 20: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

20

Unpackaging studies adalah kelanjutan dari perbandingan lintas budaya dasar, tetapi

termasuk pengukuran terhadap variable yang menilai isi dari sebuah budaya yang dianggap

untuk memproduksi perbedaan dalam variable yang dibandingkan lintas budaya. Dalam tipe

ini, budaya sebagai variable yang tidak ditentukan diganti dengan variable yang lebih spesifik

supaya dapat menjelaskan dengan jelas perbedaan kebudayaan.

a. Individual-Level Measures of Culture

Merupakan pengukuran yang menilai dimensi psikologis yang terkait dengan dimensi

yang bermakna dari keragaman budaya dan dikerjakan perseorangan. Contoh:

Oyserman, Coon, and Kemmelmeier (2002) mengadakan penelitian menggunakan meta-

analisis terhadap 83 penelitian yang menguji tentang perbedaan kelompok dalam

Individualism dan Collectivism (IC) dan kontribusi yang mungkin dari IC kepada proses

psikologis yang bervariasi. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa orang Eropa-

Amerika lebih individualistis dan sangat minim kolektivisnya dibandingkan yang lain

secara umum. Tetapi mereka tidak lebih individualis dibandingkan Afrika-Amerika atau

Latin, ataupun lebih tidak kolektivis dibanding Orang Jepang atau Korea, yang

bertentangan dengan stereotype yang berkembang secara umum dalam masyarakat.

b. Self-Construal Scales

Terpacu dengan kerangka IC, Markus dan Kitayama (1991) mengusulkan bahwa budaya

individualis dan kolektivis berbeda dalam dalam jenis-jenis dari konsep diri yang

ditumbuhkan, dengan budaya individualis mendorong perkembangan dari pembentukan

diri independen, dan budaya kolektivis mendorong perkembangan dari pembentukan

diri interdependen (bergantung). Menggunakan skala ini, Singelis, Bond, Sharkey dan Lai

(1999) menunjukkan bahwaperbedaan kebudayaan dalam kepercayaan diri dan malu

dikaitkan kepada perbedaan individual dalam tipe-tipe pembentukan diri.

c. Personality

variabel apapun yang dianggap berbeda dalam tingkat budaya dan mungkin dianggap

bisa mempengaruhi proses psikologi dapat digunakan sebagai variabel konteks,

contohnya adalah kepribadian. Contohnya, Matsumoto (2006a) mengukur regulasi

emosi – kemampuan yang harus di modifikasi oleh individu dan menyalurkan emosi

mereka – di USA dan Jepang, dan menunjukkan keberadaan dari perbedaan dalam

kebudayaan dalam regulasi emosi. Ia juga mengukur beberapa sifat kepribadian dan

menunjukkan bahwa kepribadian yaitu extraversion, neuroticism, dan kehati-hatian

dikaitkan kepada regulasi emosi, dan menjelaskan perbedaan budaya di dalamnya.

d. Cultural Practices

Page 21: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

21

Tipe penting yang lain dalam variable konteks yang penting dalam mengaitkan penelitian

adalah yang menilai penerapan kebudayaan seperti pengasuhan anak, sifat hubungan

interpersonal, atau pandangan umum tentang budaya. Heine dan Renshaw (2002),

menunjukkan bahwa Orang Amerika dan Jepang berbeda dalam hal menyukai orang

lain, dan perbedaan dalam menyukai tersebut di kaitkan kepada perbedaan penerapan

budaya. Orang Amerika menyukai orang yang mereka anggap memiliki kemiripan

dengan mereka atau memiliki pandangan yang serupa. Untuk Orang Jepang, menyukai

orang yang terkait dengan keluarga dan ketergantungan terhadap orang lain.

2. Eksperimen

Jenis utama lain dari studi linkage adalah eksperimen. Eksperimen adalah studi dimana

peneliti menciptakan kondisi untuk membuktikan hubungan sebab akibat. Partisipan

ditugaskan secara acak untuk berpatisipasi dalam sebuah kondisi, dan kemudian peneliti

membandingkan hasil dari kondisi tersebut.

Ada berbagai jenis eksperimen yang dilakukan dalam psikologi lintas budaya saat ini, yaitu :

1. Priming studies

Studi yang melibatkan eksperimen untuk memanipulasi pola pikir partisipan dan

mengukur perubahan yang dihasilkan dalam perilaku. Jika partisipan melakukannya,

para peneliti dapat menyimpulkan bahwa pola pikir budaya prima menyebabkan

perbedaan yang dapat diamati dalam perilaku, sehingga memberikan hubungan antara

produk budaya (pola pikir) dan proses psikologis (perilaku).

2. Behavior studies

Eksperimen yang melibatkan manipulasi lingkungan yang sebenarnya dan pengamatan

perubahan perilaku sebagai fungsi dari lingkungan.

G. Kesimpulan

Penelitian adalah salah satu cara yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk menghasilkan

pengetahuan tentang dunia. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah penelitian lintas

budaya. Studi ini bertujuan untuk membandingkan variable psikologis dari berbagai budaya,

menguji batas-batas pengetahuan dalam psikologi dan perilaku manusia, dapat mendorong

pengetahuan dan pemahaman tentang individu. Namun, penelitian ini kerap mengalami

kendala terkait dengan tingkat validitas penelitian akibat bias respon serta interpretasi yang

tepat dari temuan. Para peneliti lintas budaya hendaknya memerhatikan tingkat kesetaraan dari

masing-masing budaya seperti bahasa, pengukuran, validitas, sample, prosedur, dan teori yang

digunakan. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat bermakna.

Page 22: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

22

Fase penelitian dalam sejarah lintas budaya, yaitu cross cultural comparison pada fase I,

ecological level studies pada fase II, cultural studies pada fase III, dan linkage studies pada fase

IV. Unit analisis dari cross cultural comparison, cultural studies, dan linkage studies adalah

individu, dan ecological level studies adalah budaya. Dasar metodelogi dari cross cultural

comparison adalah partisipan dari dua atau lebih budaya diukur variable psikologis yang menarik

dan responnya dibandingkan satu sama lain, dalam ecological level studies data budaya dari

rata-rata respon anggota masing-masing budaya atau data yang berkaitan dengan budaya

dibandingkan satu sama lain, dalam cultural studies kerangka teori mencoba untuk menjelaskan

mengapa perbedaan dapat terjadi dalam satu tempat, dan linkage studies memperkirakan

aspek-aspek tertentu dari budaya yang menghasilkan perbedaan yang dapat diukur maupun

dimanipulasi dan secara empiris terkait dengan variable psikologis. Keterbatasan pendekatan

dari cross cultural comparison adalah tidak bisa memastikan dari aspek budaya apa, jika ada

perbedaan, dalam ecological level studies temuan tingkat budaya mungkin tidak berlaku pada

tingkat individu, cultural studies tidak bisa memastikan bahwa proses budaya yang terkait

dengan kerangka teoritis apakah bisa diperhitungkan perbedaannya, dan linkage studies tidak

bisa memastikan bahwa aspek tertentu lainnya dari budaya mungkin bisa dijelaskan dengan

perbedaan yang diamati atau hubungan sebab akibat dalam hipotesis arah. Perbedaan variable

psikologis mungkin menyebabkan perbedaan dalam aspek-aspek tertentu dari budaya. Dengan

demikian, penelitian lintas budaya di masa depan perlu untuk memasukkan data tingkat ekologi,

teori budaya, dan variable linkage secara bersamaan, pada tingkat yang berbeda dari analisis

untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan dalam proses mental dan perilaku.

Page 23: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

23

H. Latihan soal mandiri (quiz)

1. Committee approach adalah sebuah metode yang digunakan untuk mencapai language

equivalence dengan mengartikan kuisioner ke bahasa lain dan kembali mengartikannya ke

bahasa asli hingga memiliki arti yang sama (B/S)

2. Socially desirable responding adalah kecenderungan untuk setuju daripada tidak setuju

dengan item dalam kuisioner. (B/S)

3. Pengujian hipotesis lintas budaya menggunakan negara atau budaya sebagai unit analisis,

sedangkan studi tingkat ekologi menggunakan individu sebagai unit analisisnya (B/S)

4. Kepribadian merupakan variabel yang termasuk dalam level kebudayaan yang dapat

mempengaruhi proses psikologis (B/S)

5. Priming studies melibatkan eksperimen untuk memanipulasi pola pikir partisipan dan

mengukur perubahan yang dihasilkan dalam perilaku dan behavior studies melibatkan

manipulasi lingkungan yang sebenarnya dan pengamatan perubahan perilaku sebagai fungsi

dari lingkungan. (B/S)

Page 24: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

24

MATERI 3MATERI 3MATERI 3MATERI 3: ENKULTUR: ENKULTUR: ENKULTUR: ENKULTURASIASIASIASI

A. Enkulturasi dan Sosialisasi

1. Sosialisasi

adalah proses dimana kita belajar dan menginternalisasi aturan dan pola perilaku yang

dipengaruhi oleh budaya. Proses ini kadang memerlukan waktu yang panjang, melibatkan

proses belajar dan menguasai norma-norma sosial dan budaya, sikap, nilai-nilai, dan sistem

kepercayaan. Beberapa orang percaya bahwa temperamen biologis dan kecenderungan

yang kita bawa sejak lahir sebenarnya bagian dari proses sosialisasi.

2. Enkulturasi

adalah proses di mana anak-anak belajar dan mengadopsi cara-cara dan perilaku dalam

budaya mereka.

3. Perbedaan Sosialisasi dan Enkulturasi

Sosialisasi umumnya lebih mengacu pada proses yang sebenarnya dan mekanisme dimana

orang mempelajari aturan masyarakat dan budaya. Enkulturasi umumnya mengacu pada

produk dari proses sosialisasi - yang subjektif, yang mendasari, aspek psikologis dari budaya

yang menjadi diinternalisasikan melalui pengembangan.

4. Agen dari Sosialisasi dan Enkulturasi

adalah orang-orang, lembaga, dan organisasi yang ada untuk membantu memastikan bahwa

sosialisasi (atau enkulturasi) terjadi. Yang paling pertama dan paling penting dari agen

tersebut adalah orang tua, dimana mereka membantu menanamkan adat istiadat dan nilai-

nilai budaya pada anak-anak mereka dan memperkuat adat serta nilai-nilai tersebut. Selain

orang tua, saudara kandung, keluarga besar dan teman sebaya juga penting dalam sosialisasi

dan enkulturasi.

5. Bronfenbrenner (1979) berpendapat bahwa perkembangan manusia adalah proses interaktif

yang dinamis antara individu dan lingkungan mereka pada beberapa tingkatan. Ini termasuk:

a. Microsystem :

yang berinteraksi langsung dengan orang-orang disekitarnya seperti keluarga,

sekolah, dan kelompok sebaya.

b. Mesosystem :

keterkaitan antara Microsystems, seperti antara sekolah dan keluarga

c. Exosystem :

Page 25: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

25

konteks yang secara tidak langsung mempengaruhi anak-anak , seperti tempat kerja

orang tua

d. Macrosystem :

budaya, agama, masyarakat.

B. Parenting and Families

1. Penelitian Whiting and Whiting – Children of Six Culture

mengumpulkan data dari Mexico, India, Kenya, Amerika Serikat, Okinawa dan Fillipina.

Mereka berfokus pada sebuah project yaitu untuk mengerti bagaimana anak dibesarkan dan

perilaku anak di kultur yang memiliki konteks berbeda. Dari observasi mereka mendapatkan

hasil bahwa perilaku social anak dapat dideskripsikan dalam beberapa dimensi mulai dari

Nurturant Responsible (peduli dan berbagi) ke Dependent - Dominant (mencari pertolongan

dan menegaskan dominansi) dan Sociable-Intimate (bersikap ramah) serta Authoritarian-

Aggressive (bersikap agresif). Contohnya, pada keluarga dimana kedua orang tua bekerja

sama untuk membesarkan anak akan lebih mudah bersosialisasi sedangkan jika kedua orang

tunya terpisah dalam pengasuhan, maka anak akan lebih agresif nantinya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variasi dalam lingkungan budaya (ekonomi atau pekerjaan wanita)

berhubungan dengan adanya variasi dalam pola pengasuhan anak dan tumbuh kembang

anak

2. Parenting Goals and Belief

a. Tujuan pengasuhan yang dimiliki orang tua

Parenting memiliki banyak dimensi yaitu tujuan dan keyakinan bahwa orang tua

memegang anak-anak mereka, gaya umum dari pengasuhan orang tua yang dipilih,

dan perilaku tertentu yang mereka gunakan untuk mewujudkan tujuan mereka.

Tujuan yang dimiliki orang tua untuk perkembangan anak mereka didasarkan pada

konteks pengasuhan dan perilaku dari masing-masing nilai-nilai budaya tertentu

b. Keyakinan orang tua mengenai peran mereka sebagai pengasuh

Rentang keyakinan orangtua akan tercermin dalam jenis dan tingkat keterlibatan

dalam pengasuhan anak-anak, seperti apakah atau tidak ibu akan mengirimkan

pengetahuan budaya oleh verbalisasi atau pengharapkan anaknya untuk belajar

terutama oleh observasi dan imitasi.

3. Gaya Pengasuhan

Baumrind (1971) telah mengidentifikasi tiga pola utama orangtua :

a. Authoritarian

Page 26: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

26

dimana orang tua bersikap otoriter. Perintah atau perkataan dari orang tua tidak

boleh dibantah dan berpikir bahwa anak perlu dikontrol. Anak-anak dari orang tua

yang otoriter yang ditemukan lebih cemas dan menarik diri, kurang spontanitas dan

rasa ingin tahu intelektual.

b. Permissive

dimana orang tua lebih hangat dan mengasuh anak mereka dengan manja, selain itu

anak diperbolehkan untuk mengatur hidup mereka sendiri. Anak-anak dari orang tua

permisif cenderung tidak dewasa; mereka memiliki kesulitan mengendalikan

dorongan mereka dan bertindak secara independen.

c. Authoritative

yaitu dimana orang tua sensitif dengan kedewasaan anak mereka serta bersikap

tegas, adil dan wajar. Mereka juga memberikan kehangatan dan afeksi yang tinggi

terhadap anak mereka. Gaya ini paling sering digunakan. Remaja dengan orang tua

autoritatif cenderung memiliki harga diri lebih tinggi, menunjukkan prestasi yang

lebih tinggi di sekolah, dan lebih sosial dan moral dewasa

Peneliti lain (Maccoby & Martin, 1983) telah mengidentifikasi jenis keempat gaya

pengasuhan yaitu Uninvolved dimana orang tua hanya berfokus pada kehidupan mereka

sendiri dan tidak langsung merespon pada kebutuhan anak dan terkesan acuh tak acuh atau

bisa dikatakan mengabaikan. Anak-anak dari orang tua yang “uninvolved” bisa menjadi yang

terburuk, menjadi tidak patuh dan menuntut.

4. Parenting Behavior and Stategies

Perbedaan perilaku pengasuhan lintas budaya dan sejauh mana perbedaan pengasuhan

berkontribusi dengan perbedaan budaya pada berbagai konstruksi psikologis

Penelitian lintas budaya tidak hanya menunjukkan perbedaan budaya dalam perilaku

orangtua, tetapi juga mendokumentasikan banyak kesamaan budaya. Semua penelitian

menunjukkan bahwa gaya pengasuhan cenderung kongruen dengan tujuan-tujuan

pembangunan yang ditentukan oleh budaya dimana perbedaan budaya dalam nilai-nilai

tertentu, keyakinan, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk kelangsungan hidup

berhubungan dengan tujuan-tujuan pembangunan yang berbeda sehingga anggota

masyarakat dapat dapat berkembang dan melaksanakan pekerjaan budaya yang relevan

terkait dengan kelangsungan hidup. Tampaknya bahwa semua orang adalah sama dalam

proses perkembangan dimana mereka dirancang untuk memenuhi tujuan budaya, namun

dalam sifat spesifik tujuan tersebut perbedaan budaya dalam pengasuhan mencerminkan

faktor-faktor sosial lain juga, seperti situasi ekonomi keluarga.

Page 27: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

27

5. Keragaman dalam pengasuhan sebagai fungsi ekonomi

Pengasuhan dan cara membesarkan anak terjadi dalam kondisi ekonomi yang sangat

berbeda di berbagai negara dan budaya. Kondisi budaya dan ekonomi yang berbeda

dimediasi keputusan perempuan untuk bekerja. Jika masyarakat memiliki tingkat tinggi

kematian bayi, upaya orangtua dapat berkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan fisik

dasar. LeVine (1977) mengatakan bahwa lingkungan pengasuhan mencerminkan

seperangkat tujuan yang telah disusun sesuai kepentingan. Pertama adalah kesehatan fisik

dan kelangsungan hidup. Berikutnya adalah promosi perilaku yang akan menyebabkan

kepercayaan terhadap diri sendiri. Terakhir adalah perilaku yang mempromosikan nilai-nilai

budaya lainnya, seperti moralitas dan prestise.

6. Saudara

Zukow-Goldring (1995) menyatakan bahwa banyak perilaku dan keyakinan dari kelompok

sosial disalurkan melalui saudara. Saudara dapat memenuhi beberapa peran seperti, tutor,

teman, teman bermain maupun pengasuh. Di berbagai budaya, saudara yang lebih tua

biasanya akan mengasuh saudaranya yang lebih muda. Tanggung jawab yang terlibat dalam

pengasuhan dipandang sebagai tempat pelatihan bagi saudara untuk menjadi saling

tergantung satu sama lain di masa dewasa. Apa yang didapatkan melalui interaksi dengan

saudara dapat mempengaruhi hubungan anak dengan teman lainnya.

7. Keluarga Besar

Extended Family berperan penting untuk menurunkan dan menanamkan nilai budaya dari

generasi ke generasi, berbagi sumber daya, dukungan emosional, dan pengasuhan. Dalam

keluarga besar, meskipun ibu masih dipandang sebagai pengasuh utama, anak-anak sering

mengalami interaksi dengan ayah, kakek-nenek, wali, saudara, dan sepupu. Berbagi rumah

tangga dengan kerabat, karakteristik keluarga besar, dipandang sebagai cara yang baik untuk

memaksimalkan sumber daya keluarga untuk anak sukses membesarkan. Misalkan Keluarga

Hispanik dan Filipina melihat wali sebagai model penting bagi anak-anak, dan sebagai

sumber dukungan untuk orangtua.

C. Culture and Peers

1. Margaret Mead (1978) mengatakan bahwa ada tiga tipe budaya dengan level pengaruh

teman sebaya yang berbeda.

a. Postifigurative

dimana budaya berubah dengan lambat, sosialisasi dilakukan oleh para orang tua

yang menurunkan pengetahuan mereka kepada anak mereka.

Page 28: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

28

b. Configurative

dimana budaya berubah lebih cepat. Orang tua masih menurunkan pengetahuan

mereka, tetapi teman sebaya memiliki peran yang lebih besar.

c. Prefigurative

dimana budaya berubah sangat cepat. Pengetahuan orang tua dianggap tidak cukup

dan orang tua akan meminta anak yang lebih muda untuk memberikan pengetahuan

atau mencari solusi.

2. Paparan dari Kelompok Sebaya

Para peneliti mempelajari bagaimana keterbukaan anak kepada teman sebaya mereka. Di

Negara industri, anak-anak banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya mereka.

Anak-anak yang tumbuh di pemukiman pertanian memiliki keterbatasan dalam berinteraksi

dengan teman bermain yang potensial. Sedangkan anak-anak yang tumbuh dalam

masyarakat berburu akan bersosialisasi oleh teman-teman dari berbagai usia.

3. Friendship

Dalam persahabatan, anak-anak belajar cara budaya negosiasi, timbal balik, kerjasama, dan

sensitivitas interpersonal. Davis dan Davis (1989) mempelajari persahabatan remaja di

Zawiya, Maroko, dan menemukan bahwa salah satu tujuan utama dari persahabatan di

budaya ini adalah untuk belajar tentang membangun "kepercayaan". Sedangkan, remaja

Maroko menekankan bahwa berbagi, menahan diri dari gosip, mengurus reputasi mereka,

dan tidak menjadi pengaruh buruk pada teman-teman mereka merupakan hal penting

dalam persahabatan mereka.

D. Culture and Daycare

1. Variasi dari tempat penitipan anak

Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda mengenai day care. Di Amerika Serikat,

ada kontroversi mengenai apakah penitipan anak harus menjadi tanggung jawab publik atau

pribadi. Banyak pengasuh tidak menerima pelatihan khusus untuk mengajar dan mayoritas

rumah penitipan yang tanpa izin. Oleh karena itu, tidak ada pemantauan untuk memastikan

bahwa anak-anak menerima perawatan yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, orang tua seperti

di Israel, berpendapat bahwa semua warga negara harus berbagi tanggung jawab

membesarkan dan mendidik anak-anak. Rosenthal (1992) menunjukkan bahwa kebanyakan

orang tua Israel percaya bahwa tepat dan penting anak-anak untuk berinteraksi dalam

kelompok teman sebaya mereka dan tidak berdiam di rumah.

2. Daycare dan Perkembangan Anak

Page 29: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

29

Studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa day care berkualitas rendah dapat merusak

kemampuan sosial dan intelektual anak. Sebaliknya, penitipan berkualitas tinggi dapat

meningkatkan perkembangan anak, terutama bagi mereka yang berasaldari SES rendah.

E. Culture and Education

1. Perbedaan Lintas Nasional dalam pencapaian di bidang Matematika

Banyak penelitian dari lintas nasional dan lintas budaya yang berfokus pada prestasi dalam

bidng matematika. Mempelajari matematika menempati tempat yang spesial dalam

memahami budaya, sosialisasi dan sistem edukasi. Matematika sangat penting dalam

mengembangkan sains di masyarakat. Menurut Stigler dan Baranes (1988), kemampuan

matematika tidak dibentuk secara logika atas dasar dari stuktur kognitf yang abstrak, tetapi

lebih tertempa dari kombinasi pengetahuan dan skill sebelumnya (yang memang sudah

didapatkan) dan masuknya budaya baru. Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata murid

di Amerika jauh dibawah dibandingkan anak-anak dari Asia seperti Jepang, Korea dan Cina.

Untuk mengetahui penyebab perbedaan ini, Geary (1996) mengatakan adanya perbedaan

antara kemampuan primer dan sekunder. Kemampuan primer, dimana semua orang berbagi

kemampuan matematika yang terbentuk karena adanya proses evolusi. Sedangkan untuk

kemampuan sekunder adalah kemampuan yang tidak didapat secara alami yang sebagian

besar didasari oleh kemampuan primer.

2. Faktor Sosial dan Budaya yang mempengaruhi pencapaian dalam bidang matematika

Perbedaan lintas nasional dalam pencapaian dalam matematika berhubungan dengan

kemampuan sekunder daripada primer, yang menunjukkan bahwa factor sosial dan budaya

memainkan peran penting dalam perbedaan tersebut.

a. Bahasa

Stingler, Lee dan Setevenson (1986) mengatakan adanya perbedaan kemampuan

matematika pada anak di Jepang, Cina dan Amerika dipengaruhi karena adanya

perbedaan fungsi dalam bahasa Cina, Jepang dan Inggris yang berhubungan dengan

menghitung dan angka. Anak didaerah Asia membuat lebih sedikit kesalahan dan

lebih baik dalam memahami konsep dasar matematika yang berhubungan dengan

berhitung dan angka.

b. Sistem Sekolah

Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda tentang hal apa yang dianggap

penting. Dengan adanya perbedaan itu, maka sistem edukasi memperkuat

pandangan tertentu tentang kognisi dan intelegensi. Dalam masyarakat industri,

Page 30: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

30

guru dianggap sebagai orang yang memberikan edukasi, berbeda dengan budaya

lain dimana untuk pendidikan formal maka dibentuk sebuah kelompok kecil yang

dipimpin oleh orang yang lebih tua dan di budaya lain merupakan tugas bagi sebuah

keluarga.

c. Nilai dari Pengasuhan dan Keluarga :

Cara pengasuhan orang tua dipercaya mempengaruhi kemampuan matematika

anak. Contohnya, orang tua di Amerika lebih befokus pada kemampuan daripada

usaha, sebaliknya orang Jepang lebih menghargai usaha daripada kemampuan.

Kepercayaan terhadap kemampuan daripada usaha membuat adanya penilaian

bahwa anak itu terbatas akan kemampuan yang mereka miliki.

d. Sikap dan Penghargaan :

Adanya penelitian tentang perbedaan budaya antara orang Asia dan Asia Amerika

tentang hubungan dalam test kegelisahan, konsep diri dan persepsi murid tentang

dukungan orang tua. Hasilnya, anak Asia Amerika lebih mementingkan bagaimana

cara menyenangkan orang tua mereka dengan beban yang cukup besar tetapi juga

dengan dukungan yang seimbang.

e. Gaya guru mengajar dan hubungan antara murid dan guru :

Perbedaan penggunaan ruang kelas dapat menjelaskan beberapa perbedan

kemampuan matematika. Contohnya di Jepang, anak-anak lebih banyak

menghabiskan waktu dikelas untuk belajar ditemani oleh gurunya daripada anak-

anak di Amerika yang jumlah waktu belajarnya lebih sedikit dan tanpa pengawasan

dari gurunya. Yang menajdi sorotan dalam pembelajaran ini dimana hadir setiap hari

dalam hubungannya dengan gaya pengajaran, ekspektasi dan sikap sebenarnya

mungkin dapat menjelaskan mengapa adanya perbedaan ini.

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa perbedaan dalam pencapaian akademik ini

dipengaruhi oleh banyak factor social dan budaya. Tidak ada satupun penelitian yang

mengatakan bahwa satu faktor bisa menjelaskan seluruh perbedaan, melainkan kombinasi

dari semua faktor diatas. Kemampuan siswa dalam berbagai mata pelajaran dengan budaya

yang berbeda merupakan perpaduan dari keyakinan, kemampuan, pengalaman dan

dinamika keluarga. Bagaimana pendidikan dapat mempengaruhi enkulturasi dapat dilihat

dari sikap orangtua dan anak, praktisi edukasi dan kurikulum serta perilaku guru. Mereka

menanamkan pentingnya pengetahuan akan budaya dimana siswa sebagai anggota dari

masyarakat yang berbudaya dan memainkan peran yang besar serta membantu dalam

menyebarkan informasi tentang budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Page 31: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

31

F. Religion

Lembaga kegamaan membantu dalam membuat aturan tentang sikap, mempersiapkan anak

untuk peran yang akan mereka mainkan sebagai laki-laki maupun perempuan dan membantu

orang untuk membentuk identitas dirinya. Selain itu, komunitas keagamaan juga memberi

dukungan dalam perkembangan anak, menumbuhkan rasa memiliki dan penegasaan atas

penghargaan diri. Agama merupakan pengalaman manusia yang dapat memberikan bimbingan,

struktur dan bagaimana manusia harus bersikap dan berpikir dalam berbagai aspek. Contohnya,

keluarga yang tinggal di Inggris menggunakan agama dan praktik keagamaan dalam kehiudapan

sehari-hari untuk meneruskan nilai-nilai dan bahasa budaya mereka kepada anak mereka Agama

memegang peran penting dalam perkembangan dan mempertahankan identitas personal

mereka. Tetapi masih harus diindentifikasi lagi apa keterkaitan antara agama dengan budaya

dan bagaimana mereka bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak, gaya pengasuhan serta

kepercayaan dalam sebuah keluarga.

G. Kesimpulan

Enkulturasi adalah proses sebuah budaya atau kelompok orang didalam suatu budaya

menurunkan atau mewariskan budaya ke anggota barunya sehingga memungkinkan si anak

bereprilaku sesuai dengan yang diharapkan dari budayanya, sedangkan sosialisasi adalah proses

individu mulai belajar dan diajar, menyesuaikan diri dengan unsur-unsur kebudayaan yang

dimulai dari lingkungan keluarga dan makin meluas sehingga membutuhkan waktu yang lebih

lama. Dalam memastikan sudah terjadinya sosialisasi dan enkulturasi dibantu oleh agen yaitu

oran-orang, lembaga maupun organisasi.

Terdapat penelitian yang bernama The Six Culture yang hasilnya menunjukkan bahwa variasi

dalam lingkungan budaya berhubungan dengan adanya variasi dalam pola pengasuhan anak dan

tumbuh kembang anak. Tujuan dari pengasuhan oleh orang tua terhadap perkembangan anak

didasarkan pada pengasuhan dan perilaku dari masing-masing nilai-nilai budaya tertentu,

sedangkan untuk rentang keyakinan orangtua akan tercermin dalam jenis dan tingkat

keterlibatan dalam pengasuhan anak-anak

Telah diidentifikasi terdapat empat gaya pengasuhan yaitu : Authoritarian yaitu perintah atau

perkataan dari orang tua tidak boleh dibantah dan merasa anak perlu dikontrol. Permissive

dimana orang tua lebih hangat dan mengasuh anak mereka dengan manja. Authoritative yaitu

dimana orang tua sensitif dengan kedewasaan anak mereka serta bersikap tegas, adil dan wajar.

Mereka juga memberikan kehangatan dan afeksi yang tinggi, Uninvolved dimana orang tua

Page 32: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

32

hanya berfokus pada kehidupan mereka sendiri dan tidak langsung merespon pada kebutuhan

anak.

Terdapat tiga tipe budaya dengan level pengaruh teman sebaya yang berbeda. Postifigurative

dimana budaya berubah dengan lambat, sosialisasi dilakukan oleh para orang tua yang

menurunkan pengetahuan mereka kepada anak mereka. Configurative dimana budaya berubah

lebih cepat. Orang tua masih menurunkan pengetahuan mereka, tetapi teman sebaya memiliki

peran yang lebih besar. Prefigurative dimana budaya berubah sangat cepat. Pengetahuan orang

tua dianggap tidak cukup dan orang tua akan meminta anak yang lebih muda untuk memberikan

pengetahuan atau mencari solusi. Selain itu, pertemanan merupakan saran yang penting dalam

semua budaya. Pertemanan ini mengajarkan anak untuk saling bernegosiasi, timbal balik

(berbagi), serta kerja sama.

Setiap budaya memiliki pandangan yang berbeda mengenai day care dan masih harus ada

pemantauan untuk memastikan bahwa anak-anak menerima perawatan yang berkualitas tinggi.

day care berkualitas rendah dianggap dapat merusak kemampuan sosial dan intelektual anak.

Sedangkan, penitipan berkualitas tinggi dapat meningkatkan perkembangan anak, terutama bagi

mereka yang berasaldari SES rendah

Edukasi adalah hal penting dalam instruksi mekanisme formal di banyak budaya dan social.

Mempelajari matematika sangat penting dalam mengembangkan sains di masyarakat. Banyak

penelitian dari lintas negara dan lintas budaya yang berfokus pada prestasi dalam bidang

matematika. Berdasarkan hasil penelitian, nilai rata-rata murid di Amerika jauh dibawah

dibandingkan anak-anak dari Asia. Perbedaan lintas nasional dalam pencapaian akademik tidak

bisa dijelaskan oleh factor biologis dari budaya yang berbeda. Tidak ada satupun penelitian yang

mengatakan bahwa satu faktor bisa menjelaskan seluruh perbedaan, melainkan kombinasi dari

semua faktor diatas.

Agama merupakan pengalaman manusia yang dapat memberikan bimbingan, struktur dan

bagaimana manusia harus bersikap dan berpikir dalam berbagai aspek. Lembaga kegamaan

membantu dalam membuat aturan tentang sikap, mempersiapkan anak untuk peran yang akan

mereka mainkan sebagai laki-laki maupun perempuan dan membantu orang untuk membentuk

identitas dirinya.

Page 33: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

33

H. Latihan soal mandiri (quiz)

1. Di Negara industri, anak-anak banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya

mereka. Anak-anak yang tumbuh di pemukiman pertanian memiliki keterbatasan dalam

berinteraksi dengan teman bermain yang potensial. (B/S)

2. Proses belajar dan menginternalisasi aturan dan pola perilaku yang dipengaruhi oleh

budaya disebut enkulturasi (B/S)

3. Berdasarkan pada penelitian lintas budaya yang ada, menunjukkan perbedaan dan

persamaan antar budaya dalam gaya pengasuhan dan pemeliharaan anak (B/S)

4. Agama merupakan pengalaman manusia yang dapat memberikan bimbingan, struktur

dan bagaimana manusia harus bersikap dan berpikir dalam berbagai aspek. (B/S

5. Cara orang tua memperlakukan anak sangat menentukan pemahaman nilai budaya bagi

anak tersebut, namun tidak mempengaruhi kepribadian dari anak tersebut (B/S)

Page 34: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

34

MATERI 4MATERI 4MATERI 4MATERI 4: BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN: BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN: BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN: BUDAYA DAN PROSES PERKEMBANGAN

A. Budaya dan Tempramen

Beberapa orang percaya bahwa temperamen dan disposisi kita bawa sejak lahir ke dunia kecuali

bagian dari proses sosialisasi. Karakteristik yang kita bawa sejak lahir menentukan sampai batas

tertentu bagaimana beraaksi dan berinteraksi. Anak dengan budaya yang berbeda lahir

predisposisi biologis yang berbeda untuk belajar praktek kebudayaan tertentu.

1. Pengetahuan Tradisional

Temperamen adalah dasar biologis dalam berinteraksi dengan dunia sejak lahir. Thomas dan

Chess (1977) mendeskripsikan tiga kategori utama dari temperament yaitu eassy, difficult,

dan slow to warm up. Easy temperament adalah sangat teratur, mudah beradaptasi, gaya

agak intens, perilaku yang positif dan responsif. Difficult temperament adalah intens, tidak

teratur , penarikan diri umumnya ditandai dengan suasana hati negatif. Slow to warm up

bayi membutuhkan waktu untuk melakukan transisi dalam aktivitas dan pengalaman.

Mereka walanya mungkin menarik diri atau merespon negatif, berikan waktu dan dukungan,

sehingga mereka akan beradaptasi dan bereaksi positif.

2. Studi Lintas Budaya mengenai Tempramen

Beberapa studi telah meneliti anak-anak budaya non-Amerika mempunyai gaya

temperamen yang umum, berbeda dengan yang mereka deskripsikan untuk anak-anak

Amerika. Inded, Freedman (1974) menemukan bahwa bayi China-Amerika atau bayi Afrika-

Amerika lebih kalem dan lebih tenang dibandingkan dengan bayi Eropa-Amerika atau bayi

Afrika-Amerika. Caudill (1988) menemukan bahwa bayi Jepang lebih tidak menangis, kurang

bersuara, dan kurang aktif dibandingkan dengan bayi Anglo. Freedman (1974) juga

menemukan perbedaan serupa dengan bayi Jepang-Amerika dan bayi Navajo ketika

membandingkan dengan Eropa-Amerika. Likewise, Chisholm (1983) Studi ekstensiv bayi

Navajo lebih kalem dari bayi Eropa-Amerika. Garcia Coll, Sepkoski, dan Lester (1981)

menemukan perbedan dalam kesehatan pada ibu hamil Puerto Rican terkait dengan

perbedaan temperamen pada bayi ketika dibandingkan dengan bayi Eropa-Amerika atau

Afrika-Amerika. Bayi Puerto Rican waspada dan tdak mudah menangis. Bayi Afrika-Amerika

lebih tinggi skor kemampuan motorik, perilaku yang melibatkan gerakan otot dan

koordinasi.

3. Studi Lintas Budaya menggunakan Skala Penilaian Neonatal Behavior

Page 35: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

35

Saco – Pollit (1989) menginvestigasi bagaimana sikap mungkin untuk berhubungan

melahirkan perilaku yang baru. Ia membandingkan bayi Peruvian yang dibesarkan dalam

lingkungan sikap yang baik dan sikap yang tidak baik. Perbandingan bayi yang dibesarkan

dalam sikap yang tidak baik / rendah, kurang perhatian, kurang responsif, dan kurang aktif

dan memiliki waktu yang lebih sulit untuk menenangkan diri. Tinggal di lingkunnsikap yang

baik memungkinkan berkontribusi melahirkan perbedaan munculnya perilaku baru.

4. Tempramen dan Pembelajaran Budaya

Interaksi antara respon orang tua dan temperamen bayi adalah salah satu kunci untuk

mengerti proses perkembangan budaya dan sosialisasi. Temperamen tenang yang penting

pada bayi dari latar belakang Asia dan Amerika Aslimungkin distabilkan lebih lanjut

padamasa bayi dan anak-anak dengan respon dari Ibu. Bayi Navajo dan Hopi menghabiskan

banyak waktu dalam periode tertutup, Orangtua China mempertahankan nilai harmoni

melalui pengekangan emosional (Bond & Wang, 1983).

5. Kesesuaian antara Tempramen dan Budaya

Penelitian bayi Masai di Kenya mengkolaborasikan pentingnya kesesuaian antara

temperamen bayi dan lingkungannya. Dasar klasifikasi temperamen dari Thomas dan Chess,

deVres (1987,1989) mengidentifikasi bayi Masia yang difficult dan easy dan mengikuti

mereka untuk beberapa tahun. Yang menjadi standar di Negara Barat menjadi protektif

terhadap temperament difficult faktor resiko kekurangan gizi selama masa kekeringan.

Beberapa bayi yang klasifikasi difficult memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan

hidup dibandingkan dengan rekan-rekan mereka pada klasifikasi eassy. DeVers menjelaskan

temuan mengejutkan ini pada bayi difficult yang sangat aktif dan rewel , menuntut dan

akibatnya mereka lebih dirawat dan dipelihara oleh Ibu mereka. Bayi di US yang memiliki

temperament difficult telah ditemukan berada pada resiko untuk masalah perilaku nanti

(Capsi, Henry, McGee, Moffitt, Silva,1995;Graham, Rutter & George, 1973). Bagaimanapun

memiliki temperament difficult disituasi yang ekstrem mungkin menjadi protektif daripada

faktor resiko, meningkatkan kesempatan bayi untuk bertahan. Disposisi dan perilaku yang

sama mungkin memiliki arti yang berbeda ketika tempat/lingkungan dalam konteks budaya

yang berbeda.

6. Sumber lain mengenai Perbedaan Tempramen

Tekanan lingkungan dan budaya menghasilkan perbedaan biologis melalui proses fungsional

adaptif pada bayi. Pengalaman budaya Ibu pada masa kehamilan, termasuk diet dan

hubungan praktek budaya lain, mungkin berkontrbusi untuk lingkungan prenatal yang

memodifikasi komposisi biologis bayi agar sesuai dengan praktek budaya mereka.

Page 36: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

36

Lingkungan janin merupakan salah satu konteks dimana stimulasi yang signifikan terjadi,

namun sifat dan konsekuensi dari stimulasi ini sebagian besar tidak diketahui.

B. Budaya dan Kelekatan

Kelekatan mengacu pada ikatan khusus yang berkembang antara bayi dan pengasuh utamanya.

Banyak psikolog percaya bahwa kualitas kelekatan memiliki efek seumur hidup pada hubungan

kita dengan orang yang dicintai. Kelekatan dapat memberikan rasa aman secara emosional pada

anak. Setelah kelekatan tercipta, bayi akan merasa tertekan oleh pemisahan dari ibunya( hal ini

disebut distress perpisahan atau kecemasan). Studi tentang kelekatan pada monyet rhesus oleh

Harlows (Harlow & Harlow, 1969) menunjukan pentingnya sentuhan dan kenyamanan fisik

dalam perkembangan kelekatan.

1. Teori Kelekatan Bowlby

Bowlby (1969) menyimpulkan bahwa bayi memiliki dasar biologis yang sudah terprogram

sebelumnya untuk menjadi lekat pada pengasuhnya. Program ini mencakup perilaku-perilaku

seperti tersenyum dan tertawa yang nantinya memicu perilaku-perilaku yang mendorong

terbentuknya kelekatan dari pihak ibu.

2. Sistem Klasifikasi Kelekatan Ainsworth

Ainsworth, Blehar, Waters dan Wall (1978) membedakan tiga gaya kelekatan : aman (secure),

menghindar (avoidant), dan ambivalen. Bayi yang lekat secara aman biasanya punya ibu yang

sangat responsif dan hangat. Anak-anak yang menghindar, yang mengindari ibunya,

mempunyai ibu yang diduga intrusif ( terlalu mencampuri ) dan terlalu menstimulus. Anak-

anak yang ambivalen merespon ibu mereka secara tidak pasti, berubah-ubah dari mencari dan

menolak perhatian ibu. Ibu dari anak-anak yang demikian biasanya sensitif dan kurang terlibat

dengan anaknya.

Kelekatan ini mendasari konsep kepercayaan dasar (basic trust). Erikson (1963)

menggambarkan formasi kepercayaan dasar sebagai langkah penting pertama dalam proses

perkembangan psikososial yang berlangsung seumur hidup. Kelekatan yang buruk adalah

komponen dari ketidakpercayaan (mistrust) kegagalan menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan

tahap perkembangan bayi. Kepercayaan dasar dipandang akan mempengaruhi hubungan-

hubungan serta tahap-tahap perkembangan selanjutnya. Erikson menggambarkan bahwa

tahap-tahap perkembangan dalam masa anak-anak mencakup tugas-tugas memapankan atau

membentuk otonomi, inisiatif, dan kompetensi. Semua ini adalah bagian dari diri yang sedang

berkembang dan dipengaruhi oleh bagaimana ibu dan orang-orang penting lain merespon

terhadap anak tersebut.

3. Studi Lintas Budaya Kelekatan

Page 37: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

37

Salah satu asumsi orang Amerika tentang sifat kelekatan adalah bahwa kelekatan ideal adalah

kelekatan aman. Bahkan, istilah yang dipilih Ainsworth untuk menyebutkan kelekatan tipe ini,

serta istilah-istilah negatif yang dipakai untuk menggambarkan tipe kelekatan lainnya, sudah

mencerminkan bias yang ada dibalik pandangan ini. Tapi kenyataaannya masing-masing

budaya punya konsep tentang kelekatan “ideal” yang berbeda. Misalnya, ibu-ibu Jerman

menganggap penting dan mendorong kemandirian sejak dini dan karena itu menganggap

kelekatan menghindar sebagai yang lebih ideal. Orang tua Jerman memandang anak-anak

yang lekat secara “aman” sebagai anak yang “dimanja” ( Grossmann, Grossmann, Spangler,

Sues & Unzner 1985). Diantara anak-anak Israel yang dibesarkan disebuah kibbutz ( tanah

pertanian kolektif ), separuhnya menunjukan kelekatan ambivalen yang cemas dan hanya

sepertiga yang tampaknya lekat secara aman ( sagi dkk., 985). Anak-anak yang dibesarkan

dikeluarga jepang tradisional juga dicirikan oleh tingginya kelekatan ambivalen yang cemas,

tanpa ada kelekatan yang menghindar ( miyake, chen,& campos 1985). Ibu-ibu tradisional ini

jarang meninggalkkan anak- anak mereka dan mendorong terbentuknya rasa ketergantungan

tang tinggi pada anak-anak mereka. Hal ini mendukung nilai loyalitas keluarga secara kultural

dipandang ideal. Dikeluarga-keluarga Jepang non tradisional, dimana para ibu mungkin

memiliki karir, pola-pola kelekatan yang ditemui mirip dengan yang ada di Amerika Serikat

(Durrett, Otaki & Richards, 1984).

Beberapa penelitian lintas budaya juga menantang pemahaman bahwa kedekatan dengan ibu

merupakan syarat untuk terbentuknya kelekatan yang aman dan sehat. Pemahaman seperti

ini memang dipegang kuat oleh teori-teori tradisional tentang kelekatan yang didasarkan pada

penelitian yang melibatkan penelitian –penelitian di Amerika Serikat.

4. Validitas Lintas Budaya Menilai Kelekatan

Metode Validitas Lintas Budaya mengenai penilaian kelekatan dan arti dari klasifikasi

kelekatan seringkali dipertanyakan. Arti dari Strange Situation, pengukuran yang digunakan

pada kelekatan, sering di pertentangkan. Dalam Strange Situation, bayi dipisahkan dengan ibu

mereka dalam waktu yang singkat. Kualitas kelekatan berasal dari penilaian bagaimana reaksi

bayi ketika dipisahkan dan selanjutnya dipertemukan dengan ibu. Namun arti dari pemisahan

mungkin berbeda di budaya lainnya (Takahashi,1990). Seperti disebutkan sebelumnya, bayi

Jepang jarang dipisahkan dari ibu mereka, dan pemisahan selama Strange Situation mungkin

merupakan situasi yang tidak biasa dan merupakan situasi yang amat berbeda untuk bayi di

Jepang dan begitu juga dengan bayi serta ibu dari Amerika Serikat. Peneliti lain mempelajari

bahwa bayi Cina dan ibu mereka mempertanyakan mengenai penghindaran merupakan

ketidakamanan kelekatan. Para peneliti menyatakan bahwa ibu dari Cina menekankan awal

Page 38: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

38

kemerdekaan pada bayi mereka, dan pada saat yang sama pula bayi menekankan

ketergantungan mereka pada nonparental (pengasuh/significant others).

5. Apakah Kelekatan yang Aman secara Universal, Ideal?

Di Amerika Serikat, kelekatan yang kuat diasumsikan ideal. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa ada perbedaan dalam menggambarkan kelekatan di budaya lainnya. Misalnya, ibu-ibu

dari Jerman membiasakan untuk tidak meningkatkan kelekatan pada anak, karena avoidant

attachment dianggapnya ideal. Jika anak kelekatannya kuat dengan ibunya maka tergolong

manja (Grossmann, Grossmann, Spangler, Suess, & Unzner, 1985). Berbeda halnya dengan

anak-anak yang dibesarkan secara tradisional di keluarga Jepang, mereka ditandai dengan

ambivalen dan kecemasan, dan hampir tidak adanya penghindaran baik antara ibu dan anak

(Miyake, Chen, & Campos, 1985). Ibu yang jarang meninggalkan anak (tidak diasuh oleh

babysitter) akan menumbuhkan kelekatan yang kuat serta rasa ketergantungan pada anak-

anak mereka. Crittenden (2000) menunjukkan bahwa kita harus berhenti menggunakan istilah

seperti "mengamankan" dan "tidak aman" dalam menggambarkan hubungan kelekatan.

Namun lebih baik untuk mengambarkan hubungan kelekatan yang “adaptif” maupun

“maladaptif” dengan konteks tertentu yang akan mempertimbangkan bagaimana budaya

berbeda mempengaruhi hubungan kelekatan antara ibu dan anak.

6. Kelekatan dan Perkembangan Anak

Perkembangan kompetensi pada anak sangat dipengaruhi oleh hubungan kelekatan antara ibu

dan anak. Beberapa penelitian menyatakan bahwa stabilitas lingkungan pengasuh

memberikan implikasi terhadap perkembangan. Hubungan keterikatan bayi dengan pengasuh

yang berbeda juga memperlihatkan sikap/perilaku yang ditunjukkan berbeda. Bayi Gusii di

Kenya yang memiliki kelekatan yang baik pada pengasuhnya dinilai lebih tinggi pada Bayley

Scales of Infant Development, yang mencakup penilaian perkembangan kognitif, daripada

mereka yang kelekatannya tidak baik dengan pengasuhnya. Dalam contoh ini, keamanan bayi

dengan kelekatan atau keterikatan terhadap ibu kandungnya tidak semata-mata dapat

memprediksi perkembangan kognitif. Namun hubungan kelekatan bayi dan ibunya dalam

status gizi atau kesehatan dapat dinyatakan bahwa bayi yang memiliki kelekatan yang baik

dengan ibunya, mereka dinilai memiliki status gizi yang lebih tinggi daripada bayi tidak

memiliki kelekatan baik dengan ibunya. Dengan demikian, berbagai hubungan kelekatan

terhadap bayi dan ibunya dapat mempengaruhi perkembangan bayi secara berbeda-beda.

7. Ringkasan

Masih banyak yang perlu dilakukan untuk memahami pola attachment/kelekatan di lain

budaya dan hubungan antara lingkungan budaya, temperamen bayi, dan gaya attachment.

Page 39: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

39

Gagasan tentang kualitas attachment dan prosesnya terjadi secara penilaian kualitatif dari

perspektif masing-masing budaya. Apa yang dianggap gaya attachment optimal mungkin

tidak selalu optimal di semua budaya. Setiap kebudayaan memiliki penilaian yang berbeda

tetapi belum tentu nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu budaya sama baiknya dengan

nilai dari budaya lain. Selain itu, karena pola asuh nonparental berbeda baik secara norma

atau bentuk lain yang sering terjadi di sebagian besar budaya (Weisner Gallimore,1977).

Informasi yang diperoleh sampai saat ini mengenai temperamen dan hubungan attachment

hanya terdapat beberapa cara dari begitu banyak cara di mana akulturasi terjadi seluruh

dunia. Anak-anak yang lahir dengan perbedaan kecenderungan biologis atau temperamen

dapat membuat lebih mudah bagi mereka untuk terlibat dalam pembelajaran budaya yang

terjadi di seluruh sosialisasi dan enkulturasi. Perbedaan dalam attachment menyediakan

panggung pembelajaran bagi anak-anak yang memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan-

tujuan pembangunan yang ditanamkan oleh budaya tertentu mereka. Dengan demikian,

karakteristik temperamental yang diturunkan serta respon pengasuh, gaya temperamental,

dan hubungan keterikatan yang dihasilkan bersama-sama memainkan peran penting dalam

bagaimana individu memperoleh aspek budaya secara spesifik.

C. Perkembangan Kognitif

1. Teori Piaget

Piaget merupakah tokoh besar yang berfokus pada perkembangan kognitif manusia sedari

kecil hingga dewasa. Perkembagan kognitif merupakan bidang psikologi yang mempelajari

tentang bagaimana kemampuan berpikir berkembang dari waktu kewaktu. Berdasarkan

observasi yang dilakukan pada sekelompok anak Swiss, Piaget menjabarkan 4 tahapan

perkembangan kognitif yang dilalui manusia:

a. Tahap Sensorimotorik (0 – 2 tahun)

Pada tahap ini anak anak memahami dunia melalui persepsi indrawi dan

pengalaman motorik mereka. Setelah itu mereka akan mempelajari suatu hal

dengan cara menerima dan melakukan kembali. Pencapaian terpenting pada tahap

ini adalah pemahaman anak mengenai simbol-simbol dan permanensi objek, yakni

memahami bahwa suatu benda tetap nyata meskipun tidak tampak.

b. Tahap Pra-Operational (2 – 7 tahun)

Perkembangan kognitif anak-anak pada tahap ini dijabarkan dalam 5 katergori

berikut yaitu:

Page 40: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

40

a. Kemampuan konservasi : anak memahami bahwa suatu benda tetap memiliki

kuantitas yang sama meski bentuknya berubah,

b. Sentrasi : anak hanya fokus pada satu aspek pada permasalahan,

c. Ireversibilitas : anak tidak mampu untuk melakukan sesuatu secara terbalik,

d. Egosentris : tidak mampu melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain,

e. Animism : anak percaya bahwa seluruh benda itu hidup.

c. Tahap Operasional Konkret (7 – 12 tahun)

Pada tahap ini anak sudah berhasil melampaui 5 karakteristik pada tahap pra-

operasional. Anak juga belajar cara-cara baru untuk melakukan suatu kegiatan.

Meski demikian, hal-hal yang dilakukan anak pada tahapan ini bukan berdasarkan

kemampuan logika tetapi lebih ke proses trial-and-error.

d. Tahap Operasional Formal (>12 tahun)

Anak mampu berpikir dengan logika, berpikir abstrak, dan mampu lebih sistematis

dalam pendekatannya untuk penyelesaian masalah.

Terdapat 2 hal yang mempengaruhi proses perkembangan kognitif dari tahap satu ketahap

lainnya yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah memahami pengalaman-pengalaman

baru dari segi skema yang ada. Akomodasi adalah mengubah skema yang ada agar sesuai

dengan situasi baru.

2. Teori Piaget dalam Perspektif Lintas Budaya

a. Apakah dalam budaya yang berbeda urutan tahapan perkembangan Piaget tetap sama?

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak-anak Inggris, Australia, Yunani, dan

Pakistan menunjukan bahwa anak-anak dengan latar budaya yang berbeda menujukkan

urutan tahapan perkembangan kognitif yang sesuai dengan teori Piaget.

b. Apakah usia pada setiap tahapan perkembangan Piaget sama dengan budaya lain?

Studi lintas budaya yang dilakukan membuktikan bahwa usia pada tahap ke-3 dan ke-4

cenderung lebih bervariasi.

c. Apakah ada variasi budaya dalam tahapan Piaget?

Ada variasi budaya yang cukup besar dalam urutan dimana anak memperoleh

keterampilan spesifik dalam tahap Piaget. Dalam studi perbandingan anak suku

pedalaman (Inuit, Aranda, Baoul), setengah dari anak-anak Inuit yang diuji memecahkan

tugas spasial pada usia 7 tahun, sebagian dari Aranda menyelesaikan tes pada usia 9

tahun, dan Baoul menyelesaikan pada 12 tahun. Namun pada uji konservasi cairan, hasil

yang didapatkan berbanding terbaik. Itu terjadi karena Inuit dan Aranda anak-anak hidup

dalam kelompok yang berpindah-pindah, di mana anak-anak perlu belajar keterampilan

Page 41: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

41

spasial karena keluarga mereka terus berpindah. Anak-anak Baoul hidup dalam

masyarakat menetap, di mana mereka jarang berpergian tetapi sering mengambil air dan

menyimpan biji-bijian.

3. Teori-teori lain terkait perkembangan kognitif

a. Teori oleh Hegel (Abad 18), mengurutkan semua masyarakat dalam skala evolusi

berdasarkan pada klasifikasi keyakinan agama, dengan Kristen pada urutan pertama

b. Teori oleh Darwin (Awal abad 19), mengenai evolusi manusia banyak dipertimbangan

dalam pengembangan teori-teori kognitif lainnya

c. Teori oleh Levy-Bruh (Abad 20), menarik sebagian besar kesimpulan dari material-maerial

yang berkaitan dengan keyakinan mistis dan religius masyarakat non-Barat. Levy-Bruh

menempatkan great divided theory. Ia menggambarkan orang-orang non-Barat memiliki

cara yang berbeda dari pemikiran, yang ia atribusikan terhadap efek budaya. Menurut

Levy-Bruh non-Barat tidak terganggu oleh kontradiksi logis dan dicampur rasa yang jelas

identitas individu

D. Penalaran Moral

Hubungan yang sangat dekat terjalin antara moralitas dan budaya. Prinsip moral dan etika

menyediakan pedoman bagi perilaku orang-orang mengenai apa yang sesuai dan tidak sesuai.

Pedoman ini merupakan hasil dari budaya spesifik dan masyarakat, kemudian diwariskan dari

generasi ke generasi berikutnya. Moralitas berfungsi sebagai dasar hukum, yang merupakan

pedoman formal untuk perilaku yang sesuai dan tidak sesuai. Teori dominan tentang penalaran

moral dalam psikologi perkembangan adalah teori yang diajukan oleh Kohlberg. Teori ini

didasarkan pada karya-karya Piaget megenai perkembangan kognitif.

1. Teori Moralitas Kohlberg :

a. Moralitas prekonvensional memiliki penekanan pada kepatuhan terhadap aturan untuk

menghindari hukuman dan mendapat hadiah.

b. Moralitas konvensional memiliki penekanan pada konformitas pada aturan yang

ditentukan oleh persetujuan orang lain atau aturan-aturan masyarakat.

c. Moralitas pascakonvensional memiliki penekanan pada prinsip-prinsip dan hati nurani

individual.

Kajian yang dilakukan oleh Gilligan dan rekan-rekannya (Gilligan, 1982) menyatakan bahwa

keenam sub-tahap teori tersebut memilki bias yang berkaitan dengan cara pandang khas

antara laki-laki dan perempuan dalam memandang hubungan. Menurutnya, penalaran

Page 42: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

42

moral laki-laki dikaitkan dengan keadilan, sedangkan perempuan dikaitkan dengan tugas dan

tanggung jawab.

2. Studi Lintas Budaya pada Penalaran Moral

Beberapa peneliti mengkritik teori Kohlberg karena memuat bias budaya. Penelitian yang

dilakukan oleh Miller dan Bersoff (1992) membandingkan antara subjek India dan subjek

Amerika dalam merespon suatu tugas penilaian moral. Hasilnya, dibandingkan dengan subjek

Amerika, subjek-subjek di India (baik anak-anak maupun orang dewasa) lebih menganggap

tindakan tidak menolong seseorang sebagai suatu pelanggaran moral terlepas dari situasinya

(apakah mengancam nyawa atau apakah orang yang butuh pertolongan itu merupakan

anggota keluarga). Snarey (1985) melakukan penelitian penalaran moral yang melibatkan

subjek dari 27 negara, hasilnya yaitu penalaran moral jauh lebih spesifik mengenai budaya.

E. Proses Perkembangan Lainnya

Penelitian lintas budaya untuk proses piskologis di perkembangan berlanjut menjadi salah satu

dari yang paling populer dan sepenuhnya mempelajari area dari bidang tersebut. Penelitian ini

memberikan pengetahuan yang mendalam untuk pertanyaan mengenai bagaimana perbedaan

yang diamati pada orang dewasa pada banyak studi lainnya selama bertahun-tahun.

Proses lainnya yang berkaitan dengan perkembangan yaitu tujuan berorientasi masa depan dan

komitmen, proses penilaian, harapan sosial, afectif dan hubungan yang romantis pada remaja,

formasi politik pada remaja, tugas ketekunan, respon anak-anak usa prasekolah pada konflik

dan kesedihan, social pretend play dan social competences pada anak-anak, dan interaksi sosial.

F. Kesimpulan

Penelitian lintas budaya dapat memberi sumbangan yang berarti, seperti pemahaman-

pemahaman tentang temperamen, kelekatan, peran sebagai orang tua, pengasuhan anak,

struktur dan lingkungan keluarga, dan penalaran moral yang dibentuk oleh konteks budaya.

Selain itu juga membuat kita menyadari berbagai akar perbedaan budaya yang terdapat pada

kehidupan orang dewasa.

Perbedaan perkembangan yang didiskusikan pada chapter ini, semuanya berbicara menganai

bagaimana sebuah budaya berkembang diantara kita. Budaya menampilkan pengaruhnya pada

melalui jalannya sendiri yang spesial dan unik. Kita tidak dapat melihat perbedaan atau

bagaimana budaya itu sendiri berkembang dalam diri kita ketika kita berada ditengah-tengah

budaya. Dengan melihat keluar dari diri kita dan memeriksa perkembangan serta proses

sosialisasi dari kebudayaan lainnya, maka dengan demikian kita dapat melihat diri kita yang

Page 43: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

43

sebenarnya. Hanya melalui hal inilah kita dapat mengahargai bahwa perbedaan dan persamaan

yang ada adalah budaya itu sendiri, atau paling tidak manifestasi dari kebudayaan kita.

Latihan soal mandiri

1. Interaksi antara respon orang tua dan temperamen bayi adalah salah satu kunci untuk mengerti

proses perkembangan budaya dan sosialisasi (B/S)

2. Ainsworth, Blehar, Waters dan Wall membedakan tiga gaya kelekatan yaitu : aman, otonomi,

ambivalen (B/S)

3. Pada Strange Situation, bayi dipisahkan dengan ibu mereka dalam waktu yang singkat (B/S)

4. Penelitian lintas budaya menunujukkan anak-anak yang berasal dari berbagai latar budaya

memasuki tahap-tahapan perkembangan kognitif pada usia yang relative sama seperti yang

dikemukakan Piaget. (B/S)

5. Moralitas prekonvensional memiliki penekanan pada kepatuhan terhadap aturan untuk

menghindari hukuman dan mendapat hadiah (B/S)

Page 44: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

44

MATERI 5MATERI 5MATERI 5MATERI 5: MATERI KOGNISI: MATERI KOGNISI: MATERI KOGNISI: MATERI KOGNISI

Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah masukan –

masukan dari indra menjadi pengetahuan. Proses ini mencakup persepsi, pemikiran rasional, dan

seterusnya. Setiap orang memiliki proses – proses mental yang serupa namun setiap orang dari

budaya yang berbeda untuk mengorganisasi, menyampaikan, dan merespon informasi secara

berbeda – beda. Beberapa aspek penting dalam kognisi diantaranya : 1. Kategorisasi 2. Memori

(ingatan) 3. Pemecahan masalah.

A. Kategorisasi dan Pembentukan Konsep

1. Pengetahuan Tradisional

Salah satu proses mental paling mendasar seseorang ialah bagaimana seseorang

mengelompokkan hal – hal ke dalam kategori – kategori. Kategorisasi berdasarkan

kemiripan kemudian melekatkan label yaitu kata – kata untuk mengelompokkan hal – hal

yang terlihat memiliki kemiripan. Seseorang cenderung menciptakan kategori-kategori dari

hal-hal yang punya ciri-ciri tertentu. Dan pada umumnya berupa kesamaan kata-kata, warna,

bentuk, fungsi (mengelompokkan hal-hal yang menurut individu memiliki kemiripan ).

Contoh : kursi bantal, kursi makan, dan kursi di ruang teater memiliki bentuk yang berbeda,

tapi tergolong dalam satu kategori dasar yang sama yakni : “kursi” karena semua memiliki

fungsi yang sama. Di budaya Barat kursi adalah benda yang dapat dan seharusnya

digunakan untuk duduk (Rosch, 1978). Dalam hal ini penentu utama kategorisasi adalah

fungsi.

Namun dapat saja di Indonesia dapat menggolongkan contohnya: karpet, kursi, dan

bantal sebagai benda yang dapat berfungsi sebagai tempat duduk seperti kursi. Sedangkan

di budaya Barat kursi meja makan merupakan contoh yang paling baik digunakan untuk

tempat duduk karena kursi meja makan mendekati prototipe kursi. Dapat dibayangka

bagaimana individu dari masyarakat lain membuat pengelompokan terhadap benda – benda

lain.

B. Kajian Lintas-Budaya tentang Kategorisasi

Beberapa aspek universal kategori. Beberapa kategori yang digunakan untuk

berpikir dan menyampaikan informasi yang kurang relative tidak tergantung atau

dipengaruhi budaya. Contohnya ekspresi emosi dasar (senang, sedih, marah, takut, terkejut,

Page 45: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

45

dan jijik) ditempatkan pada kategori yang sama di berbagai budaya.Ada juga kesepakatan

yang sama dalam hal warna-warna yang primer dan sekunder. Cara orang memilih dan

mengingat warna tampaknya hampir tak terpengaruh oleh budaya dan bahasa. Mereka juga

lebih mudah mengingat warna-warna primer ketika diminta untuk membandingkan dan

mengingat kembali warna-warna dalam eksperimen. Orang dari budaya yang berbeda juga

cenderung mengelompokkan bentuk berdasarkan contoh terbaik dari bentuk-bentuk dasar

(lingkaran sempurna, segitiga sama kaki, dan bujur sangkar) daripada membuat kategori

untuk bentuk-bentuk geometris yang tak beraturan. Kesamaan-kesamaan lintas-budaya ini

menunjukkan bahwa yang mempengaruhi cara manusia mengelompokkan beberapa

stimulus dasar adalah faktor-faktor fisiologis. Artinya, orang tampaknya memiliki

kecenderungan bawaan (predisposisi) untuk lebih memilih bentuk, warna, dan ekspresi

wajah tertentu.

Beberapa aspek kategorisasi yang khas budaya. Dasar dari proses-proses

kategorisasi tidaklah berbeda, sedangkan yang berbeda adalah basis pengalaman yang

digunakan untuk membuat kategori. Cara lain yang digunakan peneliti untuk mempelajari

bagaimana orang membuat pengelompokkan adalah tugas penyortiran (sorting tasks).Anak-

anak budaya barat mengelompokkan berdasarkan warna kemudian berdasarkan bentuk lalu

fungsi seiring usianya. Orang dewasa budaya barat mengelompokkan berdasarkan fungsi

daripada warna atau bentuk. Sebagian subjek penelitian ini pernah masuk sekolah formal,

sedangkan yang lain tidak. Para peneliti memberikan tugas penyortiran dan menemukan

bahwa pengelompokkan berdasar warna lebih umum ditemui pada orang yang tidak atau

hanya sedikit mengalami sekolah formal. Dengan demikian, tampaknya ada proses-proses

yang memang universal dalam kategorisasi dan pembentukkan konsep. Ada beberapa bukti

yang menunjukkan perbedaan kultural dalam kategorisasi. Saat ini masih belum jelas apakah

perbedaan kultural dalam tugas penyortiran dan kategorisasi ini lebih baik di atribusikan

pada perbedaan warisan kultural atau pendidikan formal.

C. Ingatan

1. Pengetahuan Tradisional

Tugas intelektual penting lain yang dialami semua orang dalam menghadapi dunia

adalah mengingat berbagai hal. Kita mengalami susahnya berusaha menghafal untuk ujian

dan mengalami kesulitan saat berusaha mengingat-ingat daftar tanggal atau nama atau hal

semacam ini.

Page 46: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

46

Kita tahu bahwa ada beberapa jenis ingatan seperti ingatan sensori

(inderawi),ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Ingatan sensori mengacu

pada informasi asli yang bertahan di organ-organ indera selama beberapa saat,biasanya

hanya seper-sekian detik, setelah diterima. Ingatan jangka pendek mengacu pada suatu

kapasitas ingatan yang terbatas di mana informasi bisa dipertahankan untuk selang waktu

sedikit lebih panjang, biasanya antara 20 sampai 30 detik. Ingatan jangka panjang mengacu

pada masuknya informasi yang bisa disimpan untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang.

Pengulang-ulangan (rehearsal) adalah salah satu cara yang mudah untuk menyimpan

informasi dalam ingatan jangka pendek dan kemudian ingatan jangka panjang.

Pembongkahan (chunking) – yakni pengelompokan butir – butir informasi ke dalam bagian-

bagian kecil yang bermakna – juga bisa membantu penyimpanan dan penggunaan kembali

informasi.

Dalam aspek ingatan yang paling sering dikaji dalam psikologi eksperimental adalah

efek urutan posisi yang terdiri dari efek awal (primacy) dan efek akhir (recency). Efek awal

adalah kecenderungan kita untuk lebih mengingat hal-hal pertama dari suatu konteks

daripada yang berada di tengah-tengah. Efek akhir adalah kecenderungan kita untuk

mengingat dengan lebih baik hal-hal yang lebih akhir atau baru saja terjadi daripada yang

sebelumnya.

2. Kajian Lintas-Budaya tentang Ingatan

Rose dan Millson (1970) menduga bahwa orang yang mengandalkan pada tradisi

oral akan lebih baik ingatannya. Mereka kemudian membandingkan ingatan mahasiswa

Amerika dengan mahasiswa Ghania dalam mengingat cerita yang dibacakan keras-keras.

Secara umum mereka menemukan bahwa mahasiswa-mahasiswa Ghania lebih baik daripada

mahasiswa Amerika dalam mengingat cerita tersebut.

Tampaknya budaya-budaya yang memiliki tradisi oral memang lebih unggul dalam

ingatan. Namun Cole dan rekan-rekannya menemukan bahwa subjek-subjek Afrika yang

buta huruf tidak lebih unggul ingatannya bila mereka dihadapkan pada daftar kata dan

bukan cerita.

Wagner mengusulkan ada dua bagian dalam proses mengingat : bagian “perangkat

keras” (hardware) yang merupakan batasan dasar dari ingatan dan tidak berubah dari satu

budaya ke budaya lain,dan bagian :perangkat lunak” (software) atau bagian program yang

terkait dengan bagaimana orang mengingat,yang merupakan hasil belajar. Bagian kedua

atau “perangkat lunak” inilah yang bervariasi antarbudaya. Secara khusus dapat dikatakan

bahwa kemampuan seseorang untuk mengingat informasi yang tidak saling berhubungan

Page 47: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

47

tampaknya tidak begitu dipengaruhi oleh budaya melainkan lebih terkait dengan apakah

orang tersebut pernah mengenyam sekolah atau tidak.

Dengan demikian, penelitian lintas-budaya tentang ingatan menunjukkan bahwa

orang dengan tradisi budaya oral punya ingatan yang lebih baik daripada orang dengan

budaya tradisi tulis. Namun hal ini nampaknya terbatas pada materi ingatan yang bermakna

seperti kisah atau cerita,dan tidak berlaku bagi daftar benda. Penelitian lintas-budaya lain

mencatat adanya perbedaan kultural dalam efek posisi urutan.

D. Pemecahan Masalah Pengetahuan Tradisional

Pemecahan masalah adalah proses dimana kita berusaha menemukan cara-cara mencapai suatu

tujuan yang tampaknya tidak langsung bisa didapat.

1. Jenis masalah

Jenis masalah yang berbeda dapat mengarah pada pemecahan masalah yang berbeda pula.

a. Masalah yang terkait dengan struktur

Orang harus menemukan hubungan antar berbagai komponen atau elemen yang

tercakup dalam permasalahan tersebut.

b. Masalah yang terkait dengan penataan

Orang harus menemukan cara untuk menata komponen atau elemen suatu persoalan

sedemikian rupa sehingga bisa menyelesaikan seluruh atau sebagian masalah tersebut.

c. Masalah transformasi

Orang harus menjalankan suatu urutan langkah tertentu agar bisa mencapai tujuan atau

memecahkan masalahnya.

2. Faktor tingkat kesulitan pemecahan masalah

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan pemecahan masalah, antara lain

informasi yang tidak relevan, mental set tentang cara-cara memecahkan masalah serupa di

masa lalu namun tidak bisa diterapkan pada masalah yang sedang dihadapi, dan

ketidakmampuan dalam memikirkan penggunaan elemen-elemen permasalahan secara

berbeda dari penggunan tradisionalnya.

3. Cara pemecahan masalah

Masalah dapat diselesaikan beberapa cara, antara lain melalui proses trial and error, yaitu

mencoba berbagai solusi sampai ada yang berhasil. Cara berikutnya adalah melalui analisis

means/end, yaitu dengan mengidentifikasi cara-cara yang bisa mengubah situasi saat ini ke

arah yang mirip dengan hasil akhir yang diharapkan. Cara lainnya adalah dengan

Page 48: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

48

memecahkan masalah dari belakang, memulai dari hasil akhir dan secara sistematis bekerja

mundur sampai pada situasi saat ini.

4. Penelitian Lintas-Budaya tentang Pemecahan Masalah

Perbedaan kultural dalam pemecahan masalah sulit diukur dalam setting natural karena

akan sulit memisahkan antara apakah seseorang itu sedang melakukan deduksi logis dan

apakah perilaku mereka mencerminkan latar belakang kulturalnya.

a. Eksperimen Cole dkk

Cole dan rekan-rekannya membuat sebuah eksperimen untuk mengetahui perbedaan

proses pemecahan masalah antara orang Amerika dan Liberia. Mereka menyimpulkan

bahwa kemampuan orang Liberia untuk bernalar secara logis dalam memecahkan

masalah tergantung pada konteks. Ketika dihadapkan pada masalah yang mengandung

materi-materi dan konsep-konsep yang sudah akrab bagi mereka, orang Liberia tanpa

kesulitan akan bisa menarik kesimpulan-kesimpulan logis. Tapi bila situasi tesnya asing

bagi mereka, orang Liberia akan bingung mencari di mana mereka harus memulai.

b. Penelitian soal kata

Kemampuan memecahkan soal kata adalah salah satu aspek penalaran logis yang juga

sudah diteliti secara lintas-budaya. Dalam sebuah kajian yang luas terhadap masyarakat

suku dan nomaden di Asia Tengah dan Timur, Luria (1976) mencatat adanya perbedaan

tajam dalam cara orang mendekati soal verbal seperti ini. Ada beberapa penjelasan yang

diajukan untuk menerangkan ketidakmampuan orang tak berpendidikan menjawab soal

kata. Luria (1976) menyimpulkan bahwa orang yang buta huruf memang berpikir secara

berbeda dari orang yang berpendidikan.

Penelitian-penelitian yang mengkaji bagaimana dan kapan anak sekolah pertama

menggunakan logika formal tampaknya mendukung interpretasi ini. Tulviste (1978)

dalam penelitiannya terhadap anak-anak berusia 8 sampai 15 tahun di Estonia

menyimpulkan bahwa kemampuan bernalar secara logis tampaknya merupakan

keterampilan yang terlebih dahulu diperoleh dan diterapkan anak di ruang kelas, dan

baru kemudian diterapkan pada kehidupan sehari-hari mereka.

Scribner (1979) menyangsikan bahwa subjek buta huruf benar-benar tak bisa berpikir

logis. Ia kemudian secara lebih dekat meneliti alasan kenapa orang tak berpendidikan

gagal memberi jawaban yang tepat pada soal-soal verbal. Para subjek dalam

penelitiannya terlihat tidak bisa atau tidak mau menerapkan konsep-konsep pemikiran

ilmiah pada soal-soal verbal. Tapi ini bukan karena mereka tak punya kemampuan

bernalar logis; mereka hanya tak paham bahwa soal-soal verbal itu bersifat hipotesis.

Page 49: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

49

E. Kesimpulan

Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah masukan –

masukan dari indra menjadi pengetahuan. Setiap orang memiliki proses – proses mental yang serupa

namun setiap orang dari budaya yang berbeda untuk mengorganisasi, menyampaikan, dan

merespon informasi secara berbeda-beda. Salah satu proses mental paling mendasar seseorang

ialah bagaimana seseorang mengelompokkan hal-hal ke dalam kategori-kategori. Yang pertama

adalah kategorisasi berdasarkan kemiripan kemudian melekatkan label yaitu kata – kata untuk

mengelompokkan hal – hal yang terlihat memiliki kemiripan. Aspek universal kategori yang

digunakan untuk berpikir dan menyampaikan informasi yang kurang relative tidak tergantung atau

dipengaruhi budaya. Contohnya ekspresi emosi dasar (senang, sedih, marah, takut, terkejut, dan

jijik) ditempatkan pada kategori yang sama di berbagai budaya. Aspek kategorisasi yang khas budaya

berdasar dari proses-proses kategorisasi tidaklah berbeda, sedangkan yang berbeda adalah basis

pengalaman yang digunakan untuk membuat kategori. Tugas intelektual penting lain yang dialami

semua orang dalam menghadapi dunia adalah mengingat berbagai hal. Kita tahu bahwa ada

beberapa jenis ingatan seperti ingatan sensori (inderawi),ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka

panjang. Dalam aspek ingatan yang paling sering dikaji dalam psikologi eksperimental adalah efek

urutan posisi yang terdiri dari efek awal (primacy) dan efek akhir (recency). Ada juga penelitian yang

terkait dengan pemecahan masalah dimana kita berusaha menemukan cara-cara mencapai suatu

tujuan yang tampaknya tidak langsung bisa didapat. Jenis masalah yang berbeda dapat mengarah

pada pemecahan masalah yang berbeda pula. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

kesulitan pemecahan masalah, antara lain informasi yang tidak relevan, mental set tentang cara-cara

memecahkan masalah serupa di masa lalu namun tidak bisa diterapkan pada masalah yang sedang

dihadapi. Masalah dapat diselesaikan beberapa cara, antara lain melalui proses trial and error, yaitu

mencoba berbagai solusi sampai ada yang berhasil. Namun,perbedaan kultural dalam pemecahan

masalah sulit diukur dalam setting natural karena akan sulit memisahkan antara apakah seseorang

itu sedang melakukan deduksi logis dan apakah perilaku mereka mencerminkan latar belakang

kulturalnya. Kemampuan memecahkan soal kata adalah salah satu aspek penalaran logis yang juga

sudah diteliti secara lintas-budaya.

Page 50: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

50

F. Latihan Soal

1. Kognisi adalah istilah umum yang mencakup seluruh proses mental yang mengubah

masukan – masukan dari indra menjadi pengetahuan. (B/S)

2. Pengelompokan butir – butir informasi ke dalam bagian- bagian kecil yang bermakna disebut

rehearsal (S/B)

3. Anak-anak budaya barat mengelompokkan berdasarkan bentuk (B/S)

4. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pemecahan masalah adalah informasi yang

relevan (B/S)

5. Di afrika anak-anak dan orang dewasa pun masih cenderung mengelompokkan sesuatu

berdasarkan warna, bukan bentuk dan fungsi ( B/S)

Page 51: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

51

MATERI 6MATERI 6MATERI 6MATERI 6: BUDAYA DAN KESEHATAN: BUDAYA DAN KESEHATAN: BUDAYA DAN KESEHATAN: BUDAYA DAN KESEHATAN

A. Perbedaan budaya dalam mendefinisikan kesehatan

1. Menurut WHO:

“kondisi fisik yang lengkap, mental, kesejahteraan sosial, dan bukan hanya ketidakhadiran

dari penyakit dan kelemahan” (WHO, 1994)

2. Menurut masyarakat USA :

a. Model Biomedis

Model ini memandang penyakit sebagai hasil dari sesuatu yang spesifik.

diidentifikasi karena berasal dari dalam tubuh. Penyebabnya antara lain, apakah

virus,bakteri, atau hal lain. Hal tersebut dinamakan patogen, dan dilihat sebagai akar

dari semua penyakit fisik dan medis. Seperti contoh penyakit kardiovaskular, yang

dikaitkan dengan patogen spesifik seperti kloting dari lipid dan kolesterol.

b. Pendekatan Psikologi Tradisional

Pendekatan psikologi tradisional memandang asal dari perilaku abnormal sebagai

yang ada dalam diri seseorang.

Jadi, model biomedis tradisional dari kesehatan dalam medis dan psikologi keduanya

mempunyai sebuah pendalaman pengaruh pada pendekatan treatment (pengobatan). Jika

spesifik medis atau perilaku psikologis yang bersifat pathogen eksis atau berkembang dalam

tubuh seseorang, pathogen tersebut harus ditangani dengan pengobatan penyakit.

Pendekatan pengobatan medis dan tradisional psikologis focus pada membuat intervensi di

dalam diri seseorang. Pada model tradisional biomedis, sehat dikarakteristikan sebagai

kekurangan penyakit. Jika seseorang didiagnosa bebas daari penyakit, orang tersebut dapat

dikatakan sehat.

3. Menurut Masyarakat China dan Yunani Kuno

Memandang sehat bukan hanya sebagai ketiadaan dari kondisi negative tapi juga sebagai

kehadiran kondisi positif. Keseimbangan antara diri dan alam dan pada perbedaan individual

di hidup ini dilihat sebagai suatu bagian dari sehat di banyak budaya di budaya Asia.

Keseimbangan ini dapat memproduksi kondisi yang positif (sebuah sinergi dari kekuatan diri,

alam, dan lainnya) yang banyak dikatakan sebagai sehat. Di China, konsep dari kesehatan

berdasarkan pada filosofi dan agama di China. Focus pada prinsip Yin dan Yang, yang mana

melambangkan energy positif dan negative.

4. Menurut Masyarakat Indian Amerika

Page 52: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

52

Masyarakat Indian (Amerika) mempunyai pandangan menyeluruh dari kesehatan dan siapa

mempertimbangkan kesehatan yang baik untuk dapat hidup pada harmoni satu badan dan

satu lingkungan. Ketika satu orang tidak hidup dalam suatu harmoni, dan berperilaku

negative seperti melakukan tindakan terhina kepada orang di kehidupan sekarang atau masa

lalu, menganggu hidup tumbuhan dan binatang, penyalahgunaan dari upacara keagamaan

yang sakral, emosi kuat dan tidak terkontrol, melanggar aturan sosial dan tabu. Hasilnya

adalah tidak sehat.

B. Budaya dan Konsep dari Tubuh

Perbedaan budaya pada bagaimana mereka memandang tubuh manusia. Perbedaan tersebut

tersusun dari pengaruh tubuh manusia bagaimana orang dari beda budaya memandang sehat

dan sakit, treatment, dan bahkan mungkin jenis dari penyakit yang berdampak pada mereka.

1. Teori pertama berkembang dari Hippocrates

Mempengaruhi pandangan dari tubuh manusia dan penyakit di kebanyakan negara industry

dan budaya sekarang, dilihat dari itu tubuh terdiri dari 4 bagian yaitu darah, lendir, empedu

kuning, dan empedu hitam. Terlalu sedikit atau terlalu banyak dari keempat hal tersebut

membawa tubuh jauh dari keseimbangan, menghsilkan penyakit. Turunan dari hal tersebut

seperti optimis (sanguine), apatis (plegmatik), dan mudah tersinggung (kolerik) adalah

secara luas digunakan pada kesehatan dan ruang lingkup medis saat ini.

2. Amerika Latin (Indian)

MacLachlan (1997) menunjukkan bahwa teori umum dari penyakit di banyak budaya

Amerika Latin melibatkan keseimbangan antara panas dan dingin hal tersebut tidak

mengacu pada suhu, tapi untuk kekuatan intrinsik dari perbedaan zat pada tubuh. Beberapa

penyakit atau kondisi yang panas, yang lain dingin. Sebagai contoh, nomer dari pelajaran

didapatkan hubungan antara kelas sosial dan berat badan di banyak budaya Amerika dan

Eropa, yaitu individu dengan kelas sosial yang tinggi umumnya mempunyai berat badan yang

rendah dibanding individu dengan kelas sosial yang rendah (review dari Furnham & Alibhai,

1983). Terbalik, kadang itu benar di banyak budaya lain.

C. Socialcultural Influence on Physical Health and Medical Disease Processes

1. Psychosocial Determinants of Health and Disease

Selama beberapa tahun terakhir, psikologi semakin sadar akan pengaruh budaya pada

kesehatan. Beberapa penelitian mendokumentasikan adanya hubungan antara faktor

psikosoial dan kesehatan. Menurut Adler (1994), status ekonomi-sosial (SES) sangat

Page 53: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

53

berhubungan erat dengan kesehatan. Orang dengan SES tinggi memiliki tingkat kesehatan

yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dengan SES rendah. Selain itu persepsi

seseorang akan SESnya lebih memprediksikan tingkat kesehatan daripada asesmen SES

secara obyektif.

2. Social Isolation and Mortality

Penelitian awal terhadap pengaruh faktor sosiokultural pada kesehatan dan penularan

penyakit menunjukkan adanya kaitan antara social support dan kematian. Menurut hasil

penelitian Alameda County yang dilakukan terhadap 7000 individu tentang social contact

(Berkman dan Syme, 1979), individu dengan jumlah ikatan sosial yang rendah memiliki

angka kematian yang tinggi, dan individu dengan ikatan sosial yang tinggi memiliki angka

kematian yang rendah.

3. Individualsm and Cardiovascular Disease

Triandis, Bontempo, Villareal, Asai dan Lucca (1988) melakukan penelitian tentang dimensi

individualisme-kolektivisme dan kaitannya dengan npenyakit jantung terhadap delapan

budaya yang berbeda. Orang Eropa-Amerika, yang memiliki tingkat individualisme yang

tinggi diantara delapan budaya tersebut, memiliki tingkat serangan jantung yang tinggi,

sedangkan Trappist Monks dengan tingkat individualisme paling rendah memiliki tingkat

serangan jantung yang rendah. Triandis (1988) mengungkapkan bahwa social support

memiliki peran yang sangat penting. Budaya kolektivisme memiliki ikatan sosial yang lebih

kuat dan lebih dalam dibandingkan dengan budaya individualisme. Hubungan sosial ini

menjadi ”buffer” terhadap stress dan mengurangi resiko pengakit kardiovaskular, dan

sebaliknya npada budaya individualisme.

4. Other Dimension of Cultural and Other Disease

Penitian Triandis (1988) merupakan studi pertama antara pengaruh perbedaan kebudayaan

dan risiko mengidap penyakit tertentu. Namun penelitian ini hanya melihat angka kematian

dan angka pengidap kardiovaskular. Dimensi kebudayaan yang lain dapat saja memiliki

pengaruh atas penyakit lainnya. Penelitian Triandis (1988) mengungkapkan bahwa budaya,

terutama social support, memiliki peran penting terhadap tingkat stess, yang mana

mempengaruhi kesehatan. Namun, menurut hasil penelitian Matsumoto dan Fletcher

(1996), meskipun hubungan sosial menjadim “buffer” atas stress dan pencegahan serrangan

jantung, ada faktor lain pada budaya kolektivisme yang meningkatkan daya tahan terhadap

jenis penyakit lain.

5. Cultural Discrepancies and Physical Health

Page 54: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

54

Selain budaya, hal lain yang mempengaruhi kesehatan adalah perbedaan antara nilai-nilai

individu dengan nilai-nilai di masyarakat. Matsumoto, Kouznetsova, Ray, Ratzlaff, Biehl, dan

Raroque (1999) melakukan penelitian tentang nilai-nilai budaya individu, persepsi terhadap

nila-nilai kelompok, dan nilai-nilai ideal. Partisipan pada penelitian ini juga diminta untuk

mengisi skala tentang strategi coping terhadap stress, kesemasan, depresi dan tekanan

emosional lain; serta kesehatan fisik dan mental. Perbedaan yang besar antara nilai-nilai

individu dan nilai-nilai kelompok dapat menimbulkan stress, yang dapat mempengaruhi

emosi dan mood, serta menyebabkan berbagai tingkat kecemasan dan depresi, yang dapat

berujun pada penurunan kesehatan fisik.

6. Culture and Eating Disorder

Penelitian Cogan, Bhalla, Sefa-Dedeh, dan Rothblum (1996) mengenai berat badan, frekuensi

diet, aktivitas sosial, persepsi tubuh ideal, pola makan, dan stereotip kurus-gemuk pada

wanita Ghana dan Amerika menunjukan bahwa, orang Ghana memiliki persepsi tubuh ideal

adalah tubuh yang besar, sedangkan orang Amerika cenderung untuk diet. Penelitian

Crandall dan Martinez (1996) pada orang Meksiko dan US menunjukkan bahwa orang

Meksiko tidak terlalu memperhatikan barat badan dan lebih bisa menerima orang yang

overweight dibandingkan dengan orang US. Hasil penelitian Akan dan Grilo (1995)

menunjukkan orang Eropa-Amerika memiliki tingkat kelainan pola makan dan perilaku diet

yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Asia atau Afrika-Amerika. Pada penelitian

Abrams, Allen, dan Gray (1993), wanita kulit putih memiliki tingkat kelainan pola makan

dibandingkan dengan wanita kulit hitam, yang berhubungan dengan depresi, kecemasan

dan, self-esteem yang rendah. Penelitian Hamilton, Brooks, Gunn, dan Warren (1985)

menunjukkan 15 sampai 19 persen penari kulit putih menderita anorexia atau bullimia.

Secara kolektif, penelitian ini menunjukkan pandangan terhadap bentuk dan ukuran tubuh,

dan pola makan dipengaruhi oleh budaya. Nilai, kepercayaan, sikap, dan pandangan

terhadap kekayaan, kecantikan, kekuatan dan karakter psikologi mempengaruhi sikap

terhadap pola makan, kurus dan obesitas.

7. Culture and Suicide

Sampai saat ini, telah banyak dilakukan penelitian perbedaan cross-cultural tentang perilaku

bunuh diri, yang menuntun pada cara berbeda antar individu dari budaya yang berbeda

memandang, tidak hanya bunuh diri, namun juga kehidupan itu sendiri. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa perubahan budaya adalah penyebab dari perilaku bunuh diri. Stress

yang berhubungan dengan perubahan sosial dan perubahan budaya menjadi penyebab

bunuh diri di beberapa budaya seperti penduduk asli Hawaii, Yunani, Inggris, dan lain-lain.

Page 55: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

55

D. PENGARUH BUDAYA PADA SIKAP DAN KEYAKINAN TERKAIT DENGAN ASPEK KESEHATAN DAN

PENYAKIT

Budaya dapat mempengaruhi kesehatan dalam banyak hal. Budaya mempengaruhi sikap

tentang menjaga kesehatan dan pengobatan, attributions mengenai penyebab kesehatan dan proses

penyakit, ketersediaan kesehatan dan penyediaan sistem layanan kesehatan, perilaku mencari

bantuan, dan banyak aspek lain penyakit dan layanan kesehatan. Kita baru sekarang mengetahui

pentingnya perbedaan sociocultural ketika menyusun perawatan dan intervensi program untuk

kesehatan dan masalah psikologis.

Dalam satu studi, Matsumoto dan rekannya ( 1995 ) merekrut wanita jepang dan jepang

amerika berusia di atas 55 yang tinggal di san francisco bay area untuk berperan serta dalam

sebuah studi sikap dan nilai terkait dengan osteoporosis dan perawatannya. Osteoporosis adalah

gangguan medis di mana terjadi penurunan kepadatan tulang secara bertahap yang melemahkan

tulang.Hal ini dapat menjadi penyakit yang sangat berbahaya bagi wanita yang lebih tua keturunan

eropa atau asia. Penelitian mencangkup sejarah medis yang lengkap, penilaian faktor resiko

khususnya untuk osteoporosis, sebuah survei sikap tentang penyakit ini, dan penilaian isu layanan

kesehatan. Selain itu, sebuah subsample wanita yang dinilai untuk tingkat kepadatan dan kandungan

mineral tulang mereka ( bmd ).

Di antara yang paling menarik hasil studi ini adalah perbedaan budaya ditemukan pada

survey sikap dan penilaian isu layanan kesehatan. Seluruh sampel perempuan dibagi menjadi dua

kelompok: yang lahir dan dibesarkan di amerika serikat yang berbicara bahasa inggris sebagai bahasa

utama mereka, dan orang orang yang lahir dan dibesarkan di jepang yang berbicara bahasa jepang

sebagai bahasa utama mereka. Ketika ditanya mengenai berbagai jenis permasalahan yang dihadapi

mereka ketika didiagnosis mengidap osteoporosis, lebih banyak perempuan jepang dibandingkan

amerika serikat melaporkan masalah yang berkaitan dengan keuangan dan berkaitan dengan

mencari pertolongan. Masalah utama bagi wanita america yakni kemampuan mobilitas yang dimiliki

.Temuan ini sangat menarik karena kemampuan mobilitas adalah elemen utama dari individualism ,

yang lebih merupakan karakteristik amerika serikat ketimbang jepang. Ketika ditanya masalah

seperti apa yang mereka akan dapat jika mereka harus mengurus seseorang dengan osteoporosis ,

banyak perempuan jepang menyebutkan tidak cukup waktu .Wanita amerika lagi menyebutka

masalah yang melibatkan kemampuan fisik mereka.

Para peneliti juga mempertanyakan jenis jasa pendukung wanita yang ingin disediakan jika

mereka yang didiagnosis menderita osteoporosis . Banyak perempuan jepang melaporkan bahwa

mereka ingin lembaga , rumah sementara , pusat rehabilitasi , perawatan rumah , pelayanan

Page 56: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

56

informasi , pelayanan sosial organisasi , dan pengorganisasian untuk mendapat bantuan . Banyak

wanita amerika melaporkan ingin pelayanan lain yang menyangkut perawatan medis .

Lebih banyak perempuan amerika serikat mengetahui apa itu osteoporosis . Banyak

perempuan jepang , bagaimanapun , melaporkan bahwa itu konsentrasi utama untuk mereka dan

mereka akan melihat itu sangat negatif ketika didiagnosa .Juga , kebanyakan perempuan amerika

ketimbang jepang melaporkan bahwa kaum yang lain dari teman atau keluarga akan peduli dengan

mereka jika didiagnosa. Jika didiagnosis menderita osteoporosis , perempuan jepang lebih menyukai

untuk menggangap yang menjadi penyebab penyakit adalah takdir, kesempatan , atau

keberuntungan; wanita amerika lebih mungkin untuk mengatribusikan penyakit ke diet .Menariknya

, tidak ada perbedaan antara kelompok derajat tanggung jawab pribadi atau kontrol , dan jumlah

perempuan yang secara khusus meminta tes osteoporosis, dan perasaan mereka tentang terapi

estrogen .

Banyak studi juga menyarankan pentingnya budaya pada pembentukan sikap , keyakinan ,

dan nilai nilai tentang penyakit dan pengobatan .Domino dan lin ( 1993 ) , misalnya , meminta siswa

di taiwan dan amerika serikat untuk menilai berbagai metafora terkait dengan kanker .Yang dimana

metafora ini kemudian dicetak menurut empat jenis skala . Hasilnya menunjukkan bahwa siswa

Taiwan memiliki nilai tes lebih tinggi daripada orang amerika di kedua terminal pesimisme dan

optimisme masa depan; itu artinya , mereka tampil untuk keduanya lebih pesimis dan lebih optimis

dibandingkan dengan mitra pendamping amerika .

Cook ( 1994 ) juga melaporkan perbedaan dangkal tentang penyakit kronis dan peran

jejaring sosial di antara cina, india, dan anglo-celtic kanada. Dalam penelitiannya, Cook meminta

peserta dari ketiga budaya kelompok untuk merespons tiga skala dirancang untuk menilai

psychosocial, phenomenological, dan seputar jaringan sosial untuk pilihan pengobatan, penyakit,

dan dukungan sosial. Analisis data menunjukkan perbedaan yang signifikan di ketiga kelompok

budaya dalam merating phenomenological menyebabkan penyakit , psychosocial dan

phenomenological yang menghasilkan penyakit, aspek pengobatan psychosocial dan

phenomenological, dan di jejaring sosial.

Peneliti lain telah memeriksa bagaimana perspektif terhadap kesehatan nantinya

bermacam-macam tergantung pada tingkat akulturasi .Quah dan Bishop ( 1996 ) berkata kepada

sekelompok china amerika mengenai persepsi mereka pada kesehatan dan juga diukur tingkat

akulturasi dengan mengumpulkan informasi mengenai status seluruh generasi , bahasa lisan , afiliasi

agama , dan mendapat persetujuan dari nilai-nilai tradisional china .Mereka menemukan kembali

orang-orang yang menilai dirinya memiliki kepercayaan cina yang lebih bahwa penyakit itu adalah

sebagai hasil dari ketidakkeseimbangan dalam tubuh , seperti dingin yang berlebihan atau panas

Page 57: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

57

yang berlebihan , sejalan dengan pandangan tradisional china dari penyakit . Orang-orang yang

menilai diri mereka sendiri lebih rendah pada keprcayaan cina , sebaliknya , percaya bahwa penyakit

adalah sebagai hasil dari virus, sejalan dengan pandangan penyakit biomedis bagian barat. Para

peneliti juga menemukan bahwa orang orang yang percaya kepada pandangan tradisional cina

kesehatan dan penyakit lemah cenderung untuk beralih kepada praktisi obat tradisional china dalam

menggali perawatan medis . Studi lain dari akulturasi dan kesehatan melibatkan asia kanada

menemukan bahwa orang orang yang lebih tinggi orientations ke budaya asia lebih mungkin untuk

mendukung tradisional cina melihat kesehatan dari yang diperbuat orang orang dengan

meningkatnya orientations ke arah budaya barat .Selain itu , orang orang mendukung tradisional

china medis keyakinan juga melaporkan menjadi kurang puas dengan perawatan medis barat(

armstrong & amp swartzmann; , 1999 ).

Hasil temuan menunjukkan bahwa penyedia layanan kesehatan perlu tidak hanya berurusan

dengan pasien penyakit juga , dan mungkin lebih penting , psikologi yang berkaitan dengan penyakit

.Ini mungkin termasuk variabel variabel seperti attributions dan keyakinan tentang penyebab

penyakit; sikap tentang kesehatan , penyakit , dan; layanan preferensi yang terkait dengan bantuan

sosial dan jaringan psychosocial; kebutuhan berkaitan dengan kewenangan untuk atau

ketergantungan pada orang lain dan perawatan; kepatuhan.

E. PERBEDAAN BUDAYA DALAM MENGHADAPI PENYAKIT

Perbedaan dalam Kesehatan dan Penyampaian Sistem Medis

Sistem pelayanan kesehatan sebuah negara adalah produk dari banyak faktor, termasuk

pembangunan sosial dan ekonomi, kemajuan teknologi dan ketersediaan, dan pengaruh tetangga

dan negara-negara berkolaborasi. Juga, mempengaruhi jasa pengiriman perawatan kesehatan

sejumlah tren sosial, termasuk urbanisasi, industrialisasi, struktur pemerintahan, hukum

perdagangan internasional dan praktek, perubahan demografis, tuntutan untuk privatisasi, dan

belanja publik.

1. Sistem kesehatan nasional dapat dibagi menjadi empat jenis utama (Roemer, 1991). Yang

dalam masing-masing kategori umum, setiap negara sangat bervariasi dalam hal tingkat

ekonomi mereka, yaitu :

a. Kewirausahaan

Amerika Serikat adalah contoh dari sebuah negara dengan tingkat ekonomi yang relatif

tinggi yang menggunakan sistem kewirausahaan perawatan kesehatan, ditandai dengan

industri yang meliputi individu swasta besar maupun kelompok. Masuk akal bahwa

sistem kewirausahaan digunakan di Amerika Serikat, misalnya, karena sifat yang sangat

Page 58: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

58

individualistis budaya Amerika. Filipina dan Ghana juga menggunakan sistem

kewirausahaan perawatan kesehatan, tetapi memiliki tingkat ekonomi menengah dan

rendah, masing-masing.

b. Kesejahteraan Berorientasi

Misalnya, Perancis, Brasil, dan Burma adalah contoh tinggi, moderat, dan negara-negara

berpenghasilan rendah dengan sistem kesehatan kesejahteraan berorientasi.

c. Komprehensif

Swedia, Costa Rica, dan Sri Lanka memiliki perawatan kesehatan yang komprehensif

d. Sosialis

bekas Uni Soviet, Kuba, dan Cina memiliki sistem kesehatan sosialis.

Namun, pengaruh budaya tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap

sistem pelayanan kesehatan nasional. Dalam interaksi yang kompleks antara budaya, ekonomi,

teknologi, dan pemerintah, aspek sosial budaya tidak dapat dipisahkan dari lembaga-lembaga sosial.

Pengembangan Pendekatan Pengobatan budaya Sensitif

Di masa lalu, setidaknya di Amerika Serikat, tenaga kesehatan dan masyarakat medis cenderung

mendekati kesehatan dan pengobatan penyakit fisik dalam semua orang sama, dengan asumsi yang

mendasari bahwa tubuh manusia semua sama. Orang-orang di profesi kesehatan Amerika secara

perlahan menyadari kebutuhan untuk mengembangkan pendekatan pengobatan budaya sensitif dan

tepat.

Studi kelompok budaya lain juga menyoroti pentingnya keluarga dan masyarakat dalam pengobatan

masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Para penulis menyimpulkan bahwa pengobatan

budaya sensitif dan tepat perlu melibatkan keluarga dekat dan anggota keluarga jika pengobatan

yang efektif. Ini dan temuan lainnya menunjukkan bahwa masalah kesehatan timbul sebagai banyak

dari sistem kolektif individu dan agen sosial sebagai dari satu individu. Sistem kolektif ini, oleh

karena itu, harus terlibat jika pengobatan adalah untuk menjadi relevan dan efektif.

Armstrong dan Swartzman (2001) juga menunjukkan kebutuhan untuk memahami bagaimana

budaya yang berbeda berbicara dan berkomunikasi tentang penyakit. Misalnya, orang-orang dari

budaya kolektif tidak mungkin langsung memberitahu dokter apa yang mengganggu mereka, tetapi

mungkin jauh lebih berhati-hati dalam menggambarkan penyakit mereka. Jika dokter memiliki

orientasi individualistik dan jauh lebih langsung dalam mencoba untuk mencari tahu apa yang

sedang sakit pasien dengan mengajukan menunjuk, pertanyaan langsung dan mengharapkan

jawaban langsung, hal ini dapat menyebabkan penderitaan bagi pasien dan dapat menghalangi baik

pasien dan perawatan kesehatan penyedia dalam menangani penyakit.

Page 59: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

59

Hal ini sangat sulit untuk memahami kompleksitas bahwa budaya membawa ke pengembangan

pendekatan pengobatan yang berhasil dan efektif. Selain masalah keluarga, sejumlah variabel

mungkin termasuk agama dan spiritualitas, jaringan dukungan sosial, kepercayaan dan sikap tentang

penyebab dan pengobatan, faktor sosial ekonomi, hambatan bahasa, malu, wajah, dan banyak

lainnya.

Jelas, lapangan masih berjuang untuk menemukan apa variabel yang relevan secara budaya paling

penting dan apakah variabel ini sama atau berbeda di seluruh kelompok budaya. Dugaan kami akan

bahwa ada beberapa kebutuhan cultureconstant yang perlu ditangani, tetapi kebutuhan ini terwujud

dalam cara yang berbeda dalam sikap yang berbeda, nilai-nilai, keyakinan, dukungan sosial, keluarga

besar, dan sejenisnya. penelitian masa depan memiliki pekerjaan besar dalam mengevaluasi

sejumlah variabel yang berpotensi penting untuk menyaring seperangkat pedoman yang dapat

berguna bagi para profesional perawatan kesehatan dalam upaya mereka untuk meningkatkan taraf

hidup masyarakat.

F. Kesimpulan

Banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses kesehatan dan penyakit. Selain efek lingkungan,

diet, langsung perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (merokok, konsumsi alkohol), dan

ketersediaan pelayanan kesehatan, budaya juga merupakan faktor utama. Memahami peran yang

dimainkan budaya dalam perkembangan penyakit, apakah medis atau psikologis, akan membawa

kita jauh ke arah pengembangan cara-cara untuk mencegah penyakit di masa depan. Dalam bab ini,

kita telah meneliti bagaimana penelitian lintas-budaya telah berusaha untuk mengeksplorasi

pengaruh budaya pada kesehatan fisik. Kita telah melihat bagaimana budaya yang berbeda memiliki

definisi yang berbeda dari kesehatan dan penyakit, dan konsepsi yang berbeda dari tubuh. Kami juga

telah melihat bagaimana perbedaan budaya individu mungkin berhubungan dengan kesehatan, dan

bagaimana budaya mempengaruhi perilaku tertentu seperti makan dan bunuh diri. Kami telah

menjelajahi sifat dari pendekatan pengobatan budaya yang relevan dan sensitif, termasuk

pentingnya keluarga dan masyarakat dalam beberapa kelompok budaya. Namun, masih banyak yang

harus dipelajari, dan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Pengakuan peran budaya dalam

mempengaruhi definisi dan ekspresi dari kesehatan menunjukkan bahwa kita harus mengubah

metode kami menilai dan mengobati penyakit. Mengembangkan strategi penilaian yang memadai

mengharuskan definisi berdasarkan budaya kesehatan dan penyakit diperhitungkan. Kesadaran

sistem budaya khusus penyembuhan juga diperlukan untuk mengembangkan metode yang efektif

dari kedua penilaian dan pengobatan. penilaian dan pengobatan metode budaya sensitif sangat

Page 60: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

60

penting untuk meningkatkan kemampuan kami untuk memenuhi kebutuhan kesehatan populasi

beragam budaya, baik di Amerika Serikat dan global.

G. Latihan Soal

1. Menurut Hippocrates tubuh terdiri dari 4 bagian yaitu darah, lender, cairan empedu putih dan

hitam. (B/S)

2. Masyarakat Indian (Amerika) mempunyai pandangan menyeluruh dari kesehatan dan siapa

mempertimbangkan kesehatan yang baik untuk dapat hidup pada harmoni satu badan dan satu

lingkungan. (B/S)

3. Matsumoto, dkk. mengungkapkan bahwa budaya, terutama social support, memiliki peran

penting terhadap tingkat stess, yang mana mempengaruhi kesehatan. (B/S)

4. Budaya mempengaruhi sikap tentang menjaga kesehatan dan pengobatan. (B/S)

5. Dalam studi yang dilakukan Matsumoto banyak perempuan jepang menyebutkan tidak cukup

waktu ketika ditanya masalah sepertiapa yang mereka akan dapat jika mereka harus mengurus

seseorang dengan osteoporosis. (B/S)

Page 61: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

61

MATERI 7MATERI 7MATERI 7MATERI 7: BUDAYA DAN EMOS: BUDAYA DAN EMOS: BUDAYA DAN EMOS: BUDAYA DAN EMOSIIII

A. The Evolution od Human Emotion (evolusi Emosi Manusia)

Emosi mewarnai pengalaman hidup kita. Emosi memberi makna pada peristiwa. Orang

awam umumnya tidak membedakan antara emosi dan perasaan. Namun, sebagian besar

peneliti emosi mempertimbangkan perasaan (pengalaman subjektif) untuk menjadi bagian dari

emosi, tapi tidak emosional. Emosi melibatkan lebih dari perasaan. Kami mendefinisikan emosi

sebagai sesuatu yang sementara. Terdapat system komponen yang meliputi pengalaman

subjektif (perasaan), ekspresif perilaku seperti wajah, suara atau tindakan nonverbal; reaksi

fisiologis seperti peningkatan denyut jantung, pernapasan lebih cepat; kecenderungan tindakan

dll, seperti bergerak menuju atau menjauh dari objek dan kognisi spesifikasi pola berfikir.

Perasaan emosi sangat cepat, bisa bertahan hanya beberapa detik atau menit. Emosi

berbeda dengan moods, moods bisa bertahan lebih lama beberapa jam atau seharian. Saat

emosi terjadi, rangsangan yang menimbulkan emosi akan membantu mempersiapkan tubuh kita

untuk bertindak. Emosi mempunyai arti social yang penting. Emosi membantu memecahkan

masalah-masalah kompleks social karena. Manusia mahluk yang unik karena memiliki emosi

yang diasosiasikan dengan refleksi diri seperti rasa malu, rasa bersalah, kebanggaan. Manusia

juga memiliki konstruk moralitas, dimana emosi moral seperti penghinaan dan jijik memainkan

peran penting (Haidt, 2001; Rozin, Lowery, Imada,, & Haidt 1999). Penghinaan dan jijik telah

terbukti menjadi emosi terutama peledak dan menghancurkan jika dilihat dalam interaksi

perkawinan (Gottman, 1994; Gottman & Levenson, 2002).

B. Universality in Emotion – The Basic Emotions Perspective (Emosi Universalitas – Perspektif

Emosi Dasar)

Marah, jijik, takut, kenikmatan, kesedihan dan kejutan dikenal sebagai emosi dasar (Ekman,

1992, 1999). Ini adalah emosi yang diekspresikan secara universal semua manusia melalui

ekspresi wajah, terlepas dari budaya ras, jenis kelamin, etnis atau asal kebangsaan. Tanda

fisiologis baik di pusat dan auto system saraf yang merupakan bagian dari system respon yang

terkoordinasi yang mempersiapkan individu untuk melawan, melarikan diri, atau melompat

gembira. Primata seperti simpanse juga memiliki emosi dasar yang sama, yang diungkapkan

mereka lewat wajah dengan cara yang sama dan digunakan dengan cara yang sama untuk

memecahkan masalah-masalah sosial.

Page 62: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

62

C. The Original Universality Studies (Studi Universalitas)

Darwin menyatakan bahwa manusia berevolusi dari hewan yang lebih primitive seperti kera

dan simpanse, dan bahwa perilaku kita saat ini karena dipilih melalui proses adaptasi

evolusioner, The Expression of Emotion in Man an Animals (1872, edisi baru 1998). Darwin

berpendapat, ekspresi emosi di wajah mereka persis dengan cara yang sama di seluruh dunia,

terlepas dari ras dan budaya. Margaret Meaddan Ray Birdwhistell berpendapat bahwa ekspresi

wajah emosi tidak bisa bersifat universal, mereke menyarankan bahwa ekspresi wajah emosi

harus dipelajari (Ekman, Friesen, & Ellsworth, 1972). Sama seperti budaya yang berbeda memiliki

bahasa yang berbeda, mereka juga memiliki ekspresi wajah yang berbeda dari emosi.

Paul Ekman dan Wallace Friesen (Ekman 1971) dan Carroll Izard (1971), di dorong oleh karya

Sylvan Tomkins (1962, 1963) melakukan penelitian yang disebut studi universalitas. Dipilih foto-

foto ekspresi wajah emosi dari Ekman, Friesen, dan Tomkins. Peneliti menunjukkan foto ini di

lima Negara yaitu Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Chili dan Jepang, mereka diminta untuk

melabel setiap ekspresi. Data menunjukkan tingkat yang sangat tinggi dari semua pengamat di

lima budaya dalam menafsirkan enam emosi: marah, jijik, takut, kebahagiaan, kesedihan dan

kejutan. Izard (1971) melakukan penelitian serupa dan mendapatkan hasil yang serupa. Tetapi

terdapat masalah dalam penelitian ini yaitu semua budaya yang termasuk dalam penelitian ini

melek huruf, industry dan relative modern. Jadi pengamat bisa belajar dari media massa yang

ada unutk menginterpretasikan ekspresi wajah.

Ekman, Sorenson dan Friesen (1969) melakukan studi serupa di dua suku yang belum melek

huruf dari New Guinea. Mereka diminta menggambarkan ekspresi wajah dalam grafik foto dan

data yang diperoleh mirip dengan yang diperoleh di melek huruf. Ekman dan rekan-rekannya

meminta anggota suku untuk menunjukkan ekspresi mereka dengan emosi yang berbeda. Lalu

foto tersebut di bawa ke Amerika dan terbukti pengamat Amerika tidak pernah melihat anggota

suku New Guinea. Mereka diminta untuk melabel emosi anggota suku tersebut dan data yang

diperoleh sama seperti sebelumnya sehingga ini bukti ketiga mendukung universalitas.

D. Universality in Emotion Antecedents (Universalitas dalam Anteseden Emosi)

Anteseden emosi adalah kejadian atau situasi yang memicu atau menimbulkan emosi. Dalam

literature ilmiah, anteseden emosi juga dikenal sebagai elisitor emosi. Penelitian Bouncher dan

Brandt (1981) meminta peserta Amerika dan Malaysia untuk menggambarkan situasi dimana

seseorang menyebabkan orang lain merasa marah, jijik, takut, kebahagiaan, kesedihan, kejutan.

Hasil penelitian menunjukkan Amerika diklasifikasikan anteseden sama baiknya terlepas dari

Page 63: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

63

apakah mereka awalnya dihasilkan oleh Amerika atau oleh oran Malaysia; yaitu budaya asal

tidak mempengaruhi klasifikasi.

Scherer dan rekan-rekannya melakukan penelitian menggunakan kuisioner yang dirancang

untuk menilai kualitas dan sifat pengalaman emosional dalam kebudayaan yang berbeda.

Mereka melibatkan 3.000 peserta di 37 negara di lima benua. Mereka menanyakan kepada

responden tentang kapan mereka marah, jijik, takut, gembira, sedih, malu dan rasa bersalah.

Responden menulis tentang situasi yang membawa masing-masing emosi ini. Temuan

menunjukkan bahwa tidak ada kategori budaya khusus yang diperlukan untuk kode data, semua

kategori peristiwa umumnya terjadi di semua budaya untuk menghasilkan masing-masing tujuh

emosi dipelajari. Terdapat kesamaan di seluruh budaya dalam kejadian yang menimbulkan

emosi yaitu elisitor kebahagiaan yang berhubungan dengan “teman-teman” dan “prestasi”,

elisitor marah adalah “hubungan” dan “ketidakadilan”. Elisitor kesedihan yaitu “hubungan” dan

“kematian”. Temuan ini mendukung pandangan bahwa anteseden emosi bersifat universal lintas

budaya.

E. Universality in emotion appraisal processes (Universalitas dalam Proses Penilaian Emosi)

Penilaian emosi dapat longgar didefinisikan sebagai proses dimana orang mengevaluasi

peristiwa, situasi, atau kejadian yang mengarah untuk memiliki emosi mereka.

Scherer menemukan bahwa proses emosi penilaian yang lebih mirip daripada yang berbeda

di seluruh budaya. Temuan ini mengindikasikan bahwa proses emosi penilaian yang lebih mirip

daripada yang berbeda di seluruh budaya . Selain itu, ada tingkat yang sangat tinggi dari

kesamaan lintas budaya dalam proses emosi penilaian, dan kesepakatan budaya ini lintas dalam

penilaian telah direplikasi oleh peneliti lain sebagai weel. Temuan ini mendukung gagasan bahwa

emosi dasar tampaknya dinilai dengan cara yang sama secara universal.

F. Universality in Expressive Behavior (Universalitas dalam Perilaku Ekspresif)

Ekman ( 1972) dan Friesen ( 1972) melakukan penelitian di Amerika Serikat dan Jepang ,

meminta subyek Amerika dan Jepang untuk melihat rangsangan yang sangat stres sebagai reaksi

wajah mereka direkam tanpa kesadaran mereka . Amerika dan Jepang memang menunjukkan

jenis yang sama persis dari ekspresi wajah pada titik-titik yang sama dalam waktu, dan ekspresi

ini Corre - ditanggapi dengan ekspresi yang sama yang dianggap universal dalam pertimbangan

penelitian. Menunjukkan aslinya enam emosional ekspresi - marah, jijik, takut, kebahagiaan,

kesedihan, dan terkejutyang ditemukan universal mantan ditekan dan diakui di seluruh budaya .

(Ekspresi ketujuh , penghinaan , akan dibahas dalam kaitannya dengan studi yang lebih

Page 64: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

64

baru.)Jika kesimpulan ini benar, mereka memiliki implikasi yang luas. Singkatnya, mereka

menyarankan bahwa kita semua dilahirkan dengan kapasitas untuk pengalaman,

mengungkapkan, dan merasakan set dasar yang sama emosi.

Ekman dan Friesen (1969) dalam aturan yang mengatur bagaimana emosi yang universal

dapat dinyatakan. Aturan-aturan ini berpusat pada kesesuaian menampilkan setiap emosi dalam

keadaan sosial tertentu. Aturan ini dipelajari sejak dini, dan mereka mendikte bagaimana

ekspresi emosi yang universal harus diubah sesuai dengan situasi sosial. Dengan dewasa, aturan

ini otomatis, yang telah berlatih sangat baik, disebut sebagai Cultural display rules.

G. Universality in Physiological Responses to Emotion (Universalitas dalam Respon Fisiologis

Terhadap Emosi)

Ekman, Levenson, dan Friesen ( 1983) menunjukkan bahwa masing-masing dari emosi yang

universal, ketika ditandai dengan ekspresi universal, memiliki tanda tangan fisiologis yang

berbeda dan diskrit dalam sistem saraf otonom. Penelitian selanjutnya telah direplikasi temuan

ini, dan menunjukkan bagaimana ada pola tertentu dalam aktivitas sistem saraf pusat ( otak )

juga. Tsai dan Levenson (1997 ), menunjukkan bagaimana respon fisiologis orang Cina dan Eropa

Amerika adalah serupa. Levenson, Ekman, Heider, dan Friesen ( 1992) menunjukkan bahwa

orang-orang dari budaya yang sangat berbeda Minangkabau dari Sumatra Barat , Indonesia juga

menunjukkan pola yang sama dari respon fisiologis. Temuan ini menunjukkan bahwa emosi

membantu individu untuk menanggapi rangsangan emosional dengan mempersiapkan tubuh

untuk terlibat dalam kegiatan. Takut mempersiapkan kita untuk melarikan diri.

H. Universality in Subjective Emotional Experience (Universalitas dalam Pengalaman Emosional

Subjektif)

Data analisis menunjukkan bahwa pengamat dari kedua budaya terkait kekuatan layar

eksternal dengan kekuatan diduga dari pengalaman internal untuk semua ekspresi,

menunjukkan kesamaan dalam linkage seluruh budaya. Hubungan antara kehadiran atau tidak

adanya ekspresi dan pengalaman yang mendasari, dan intensitas kedua, adalah topik yang

sangat penting dalam teori kontemporer emosi.

Scherer dan rekan-rekannya telah melakukan sejumlah studi menggunakan pertanyaan yang

dirancang untuk menilai kualitas dan sifat dari pengalaman emosional dalam banyak

kebudayaan yang berbeda. Sebuah studi awal (Scherer, Summerfield, & Wallbott, 1983)

melibatkan sekitar 600 peserta di lima negara Eropa. Dalam penelitian kedua (Scherer, Wallbott,

& Summerfield, 1986), mereka mengumpulkan data tambahan dari tiga negara Eropa,

Page 65: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

65

meningkatkan total menjadi delapan negara. Studi ketiga (Scherer, Matsumoto, Wallbott, &

Kudoh, 1988) kemudian dibandingkan sampel tertimbang dari peserta Eropa untuk sampel dari

Amerika Serikat dan Jepang.Di semua tiga penelitian, para peneliti menyimpulkan bahwa budaya

dapat dan tidak mempengaruhi pengalaman emosi ini, tetapi pengaruh ini jauh lebih kecil

daripada perbedaan mendasar antara emosi diri sendiri. Lebih jelas, budaya menunjukkan lebih

kemiripan dari perbedaan.

I. Universality in The Coherence among Emotion Response System (Universalitas dalam

Koherensi antara System Respons Emosional)

Koherensi respon system emosi mengacu pada perbedaan respon komponen muka, suara,

fisiologis dan lainnya yang berhubungan dengan cara yang berarti.Banyak penelitian budaya

tertentu mendemontrasikan koherensi antara respon system emosi. Bukti lintas budaya mulai

muncul. Contoh, menganalisis data ulang dari penelitian Scherer menjelaskan hal di atas dan

memeriksa hubungan antara self reported ekspresi, kebiasaan, pengalaman emosi dan sensasi

fisiologis . Ada cukup korelasi antara tiga system respon pada responden dalam 27 negara yang

telah di analisa. Ada juga korelasi yang konsisten antara ekspresi verbal dan non verbal, sebaik

antara intensitas emosi dengan sensasi fisiologis, semua yang menyarankan koherensi

mendasari kenyataan neurofisiologis. Lebih dari itu, koherensi ini benar di lintas budaya.

J. Universality in Emotion Recognition (Universalitas dalam Pengenalan Emosi)

Aspek penting dalam teori dasar emosi adalah tidak hanya emosi yang biasanya di tunjukan,

melainkan mereka di kenali secara umum. Bagian penelitian emosi universala yang aslil,

faktanya, peneltian dalam beberapa observasi budaya yang berbeda terlihat reaksi wajah dan

emosi yang digambarkan pada mereka. Peneltian yang dilakukan Ekman dan Izard

mendemostrasikan 6 ekspresi wajah secara umum yaitu marah, jijik, takut, senang, sedih, dan

terkejut.

K. Cultural Differences in Emotion (Perbedaan Budaya dalam Emosi)

Walaupun manusia mungkin memiliki emosi dasar yang sama, budaya memiliki pengaruh

yang penting dalam aspek emosi. Dalam bab ini kita akan mencari tahu bagaimana itu terjadi,

dimulai dengan pengaruh budaya yang sebelumnya.

L. Cultural Differences in Emotion Antecedents (Perbedaan Budaya dalam Anteseden Emosi)

Page 66: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

66

Perbedaan budaya muncul pada frekuensi perbedaan peristiwa ansenden. Contohnya dalam

penelitian Scherer, peristiwa budaya seperti kelahiran anggota keluarga, dan penghargaan

merpuakan ansenden kesenangan pada negara Eropa dan Amerika daripada Jepang. Kematian

keluarga atau temen dekat lebih memicu kesedihan di negara Eropa dan Amerika dibandingkan

Jepang. Sedangkan masalah dalam suatau hubungan, membuat sedih pada budaya di Jepang

dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. Merasa diasingkan menimbulkan ketakutakan

pada budaya Amerika, sedangkan situasi yang baru, kemacetan dan hubungan lebih

menimbulkan ketakutakan pada budaya Jepang. Situasi yang melibatkan orang asing

menimbulkan kemarahan pada budaya Jepang dibandingkan dengan Amerika dan Eropa. Situasi

yang melibatkan suatu hubungan menimbulkan kemarahan lebih pada negara Amerika

dibandingkan dengan Jepang.

Emosi ini timbul berdasarkan kondisi fisiologis yang sama. Emosi-emosi ini muncul

berdasarkan budaya-budaya tertentu. Pada kasus kematian, dalam beberapa budaya hal ini

menimbulkan kesedihan, namun menimbulkan emosi yang berbeda pada budaya yang lain.

M. Cultural Differences in Emotion Appraisal (Perbedaan Budaya dalam Penilaian Emosi)

Pada penelitian membadingkan respon Amerika dan Jepang, menunjukan bahwa self esteem

and self confidence menimbulkan efek positif pada emosi di Amerikan. Pada budaya Amerika

lebih menunjukan emosinya kepada orang lain, sedangkan pada budaya Jepang lebih memilih

untuk menyimpan emosi dan mereka percaya bahwa bisa menyalurkan dengan cara yang positif.

Orang Amerika pada umumnya memiliki skor kontrol lebih tinggi daripada responden di tiga

negara lainnya. Scherer (1997a, 1997b) melaporkan perbedaan budaya dalam penilaian emosi.

Pada bagian pertama, Scherer (1997a) diklasifikasikan masing-masing dari 37 negara menjadi

salah satu dari enam daerah geopolitik: North / Eropa Tengah, Mediterania Basin, New World,

Amerika Latin, Asia, dan Afrika. Korelasi antara dimensi penilaian di daerah menunjukkan

kesamaan yang besar di daerah dalam proses penilaian.

Analisis lebih lanjut Scherer ini (1997b) menunjukkan bahwa untuk semua emosi kecuali

kebahagiaan, peserta dari negara-negara Afrika yang dinilai peristiwa emosi-memunculkan

sebagai tinggi pada ketidakadilan, penyebab eksternal, dan amoralitas daripada orang dari

daerah lain. Responden dari Amerika Latin memiliki skor lebih rendah pada persepsi dari

amoralitas yang melibatkan iklim, nilai-nilai budaya, dan faktor-faktor sosial ekonomi dan

demografi tidak memperhitungkan perbedaan-perbedaan ini.

Studi ini menunjukkan bahwa, ada ruang untuk beberapa perbedaan budaya, terutama

dalam dimensi penilaian yang membutuhkan penilaian relatif terhadap norma-norma budaya

Page 67: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

67

atau sosial seperti keadilan dan moralitas. Perbedaan budaya dapat terjadi lebih "kompleks"

appraisal dimensi, tapi tidak pada lebih "primitif" dimensi, seperti yang disarankan oleh

Roseman dan rekan (1995).

H. Cultural Differences in Expressive Behavior: Display Rules (Perbedaan Budaya Dalam

Mengekspresikan Perilaku : Display Rules)

1. The Original Display Rule Study (Tampilan asli dari aturan penelitian)

Faktanya ekspresi wajah bersifat universal, terkadang kita mengalami kesalahan dalam

menafsir ekspresi orang lain dari latar belakang budaya yang beda. Meskipun ekspresi emosi orang

lain dari latar belakang budaya yang berbeda terlihat sama namun ada banyak perbedaan.

Ekman dan Friesen (1969) menyatakan bahwa ada beberapa cara di mana aturan tampilan

dapat bertindak untuk memodifikasi ekspresi (cultural display rules) yaitu :

g. mengekspresikan dengan kurang atau memperlemah (deamplification)

h. mengungkapkan dengan lebih atau melebih-lebihkan (amplification)

i. tidak menunjukkan (neutralization)

j. menunjukkan emosi tapi dengan emosi lain untuk mengomentari itu (qualification)

k. perasaan menyembunyikan dengan menunjukkan sesuatu yang lain (masking)

l. menunjukkan emosi ketika mereka benar-benar tidak merasakan itu (simulation)

2. Penelitian lintas - budaya baru pada aturan tampilan (display rules).

Keakraban dan keintiman diri dalam kelompok budaya memberikan rasa aman dan

nyaman untuk mengekspresikan emosi secara bebas, bersama dengan toleransi yang lusadalam

spektrum perilaku emosional. Bagian dari sosialisasi emosional melibatkan pembelajaran yang

berada dalam kelompok dandiluar anggota kelompok serta perilaku yang sesuai dengan mereka.

Ekspresi perasaan positif dan negatif terhadap anggota diluarkelompok.

Penelitian telah mendokumentasikan keberadaan akan perbedaan budaya dalam ekspresi

emosional antara kelompok etnis di Amerika Serikat. Sebuah temuan menunjukkan bahwa orang

Caucasia dinilai lebih rendah daripada orang Asia, lebih tepat disebut menjengkelkan daripada

kulit hitam dan Latin , lebih penakut daripada latinos, dan lebih menyedihkan tepat daripada

orang kulit hitam dan orang Asia.

Meskipun manusia secara umum memiliki dasar yang sama dalam berekspresi, penelitisan

menunjukkan bahwa budaya sangat mempengaruhi ekspresi emosional mereka. Ekspresi wajah

secara umum dipengaruhi oleh emosi, factor biologis dan budaya. Berdasarkan pada kondisi

sosial, penampilan dapat berpengaruh untuk menetralkan, memperkuat, melemahkan,

membentuk sifat, atau ekspresi mimik wajah secara umum. Mekanisme ini menjelaskan

Page 68: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

68

bagaimana dan mengapa orang-orang bisa membedakan ekspresi emosional mereka secara

umum.

3. Cultural Differences in Judging Emotions in Other (Perbedaan Budaya dalam Menilai Emosi

Orang Lain)

Penelitian telah dipercaya menunjukkan perbedaan antar budaya dalam tingkat

pengenalan yang tepat. Penelitian Matsumoto’s (1992), membandingkan Amerika dan Jepang

dalam mengenal emosi, dan menunjukkan bahwa Amerika mengakui diri mereka marah,

memuakkan, penakut, dan kesedihan daripada Orang Jepang. Tetapi, tingkat akurasi tidak

berbeda untuk nilai kebahagiaan atau kejutan.

Maculinity (Kejantanan) MA untuk setiap budaya. Meta analisis (Schimmak, 1996)

menemukan perbedaan dalam persepsi emosi sebagai budaya. Para peneliti juga mengabadikan

ketertarikan pada perbedaan budaya dalam menyimpulkan ekspresi emosional terutama pada

ekspresi wajah.

O. Cultural Differences in The Concept and Social Meaning of Emotion (Perbedaan Budaya dalam

Konsep dan Makna Sosial dari Emosi)

1. The Concept of Emotion (Konsep dari Emosi)

Kita mengingat keunikan individu dan perasaan individu terhadap sesuatu, peristiwa,

keadaan, dan orang lain di sekitar kita. Kita secara aktif mencoba untuk mengenali perasaan

anak-anak kita dan orang-orang muda lain di sekitar kita.Pada terapi psikologi banyak difokuskan

untuk membantu individu secara bebas mengekspresikan perasaan dan emosi mereka.

Contohnya; terapi kelompok dalam terapi kelompok, penekanannya adalah pada

mengkomunikasikan perasaan terhadap orang lain dalam kelompok dan mendengarkan dan

menerima ekspresi perasaan orang lain.

Tidak semua budaya di dunia memiliki kata atau konsep untuk apa yang kita namakan emosi

dalam bahasa Inggris. Penelitia ini menunjukkan bahwa ekpresi, kesempurnaan, perasaan,

situasi yang kita sebut emosi tidak selalu mewakili apa yang sama dari fenomena dalam budaya

lain.

2. The Categories of Emotion (Kategori dari Emosi)

Perbedaan dalam menggunakan budaya kata dapat mengidetifikasi dan memberi kita

petujuk pada dunia tentang cara yang berbeda dalam menunjukan pengalaman dari emosi

mereka. Bukanberarti tidak pernahmerasakanemosi tersebut, namunadapenekananbudaya yang

berbeda terhadap hal tersebut.

3. The Location of Emotion (Lokasi dari Emosi)

Page 69: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

69

Budaya yang tidak sama menunjukan emosi di tempat yang berbeda menginformasikan kita

bahwa emosi dipahami dan memiliki arti yang berbeda untuk orang lain. Dengan

mengidentifikasi emosi dengan hati, orang Amerika mengenali dengan organ biologis yang paling

penting diperlukan untuk bertahan hidup. Faktanya bahwa budaya lain mengidentifikasi dan

menemukan emosi di luar tubuh, seperti dalam hubungan sosial dengan orang lain, berbicara

pentingnya hubungan dalam kebudayaan, sangat berbeda dengan individu budaya Amerika.

4. The Meaning of Emotions to People and to Behavior (Arti dari Emosi untuk Orang dan

Prilaku)

Perbedaan budaya dalam peran dan makna dari emosi. Banyak budaya, misalnya,

mengganggap emosi sebagai pernyataan tentang hubungan antara manusia dan lingkungan

meraka, baik itu benda di lingkungan meraka atau hubungan sosial dengan orang lain. Ketika

berbicara dengan orang lain tentang perasaan, kita tidak bisa hanya berasumsi bahwa mereka

akan memahami kita seperi yang kita harapkan, meskipun kita berbicara sesuatu yang

mendasar seperti emosi manusia., kita juga tidak bisa berasumsi bahwa kita mengetahui apa

yang orang lain rasakan, kita hanya mengetahui tentang emosi dari sudut padang kita yang

terbatas.

5. Cultural Constructionist Approaches to Emotion (Konstruksionis Budaya dalam Pendekatan

Emosi)

Budaya yang berbeda memiliki realitas yang berbeda dan ideal menghasilkan kebutuhan

psikologis yang berbeda dan tujuan mereka menghasikan kecenderungan kebiasaan emosional.

Model budaya emosi ini diringkas dalam Figure 8.4. Karena hubungan saling terkait antara

budaya dan emosi, secara biologis emosi tidak mungkin sama untuk semua orang. Mereka

menyarankan bahwa keseluruhan emosi adalah sebuah ironi, dan di dukung oleh temuan

eksperimen dari para peneliti yang sudah meraka laporkan.

P. Kesimpulan

Emosi - paling pribadi , personal , dan bisa dibilang yang paling penting sebagai - aspek-

kehidupan kita - memberikan peristiwa kehidupan yang berarti. Mereka memberitahu kami apa

yang kita suka dan apa yang tidak kita lakukan, apa yang baik dan buruk bagi kita. Mereka

memperkaya hidup kita, memberikan warna dan makna peristiwa dan dunia di sekitar kita.

Mereka memberi tahu kita siapa kita dan bagaimana kita faring dengan orang lain. Emosi adalah

perekat tak terlihat yang mengikat kita dengan seluruh dunia, apakah itu peristiwa di sekitar kita

atau orang-orang.

Page 70: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

70

Emosi memainkan peran seperti sentral dalam kehidupan kita bahwa ada budaya heran,

bahwa pembentuk tak terlihat dari pengalaman, bentuk dan cetakan dunia emosional kita.

Meskipun kita mungkin dilahirkan dengan kemampuan bawaan tertentu, seperti kapasitas untuk

mengekspresikan dan merasakan emosi di wajah kami dan untuk merasakan emosi, budaya

membantu untuk membentuk kapan, di mana, dan bagaimana kita dapat mengekspresikan,

merasakan, emosi mereka. Budaya menciptakan makna emosi bagi kita, apakah kita memahami

emosi sebagai pengalaman yang sama sekali pribadi, swasta, dan individu atau sebagai inter-

personal, publik, pengalaman kolektif dengan orang lain. Dalam bab ini, kita telah melihat

universalitas dari set kecil wajah ekspresi keputusan emosi yang paling mungkin evolusioner

adaptif dan biologis bawaan. Namun kita juga telah melihat bahwa budaya dapat berbeda dalam

ekspresi emosi mereka melalui aturan tampilan budaya, dan persepsi emosional mereka melalui

aturan decoding budaya. Orang berbeda antar budaya dengan cara-cara di mana mereka

mengalami emosi, dan dalam kejadian sebelumnya tertentu yang menimbulkan itu. Beberapa

aspek emosi penilaian, dan bahkan konsep dan bahasa emosi, juga bisa berbeda antar budaya.

Tampaknya universalitas mungkin terbatas untuk satu set agak kecil dari emosi dasar, yang

berfungsi sebagai platform untuk interaksi dengan aturan belajar, adat istiadat sosial, dan

berbagi script sosial, sehingga segudang emosi budaya khusus yang lebih kompleks dan makna

emosional. Fakta bahwa universalitas ada tidak meniadakan potensi perbedaan budaya.

Demikian juga, fakta bahwa perbedaan budaya tidak meniadakan potensi universalitas. Mereka

adalah dua sisi dari mata uang yang sama, dan keduanya harus dimasukkan ke dalam teori masa

depan dan penelitian tentang emosi, baik di dalam atau di seluruh budaya. Memang,

penggabungan mendasari, proses universal, psikobiologi menjadi model konstruksi budaya

emosi merupakan tantangan yang ada di depan di daerah ini penelitian.

Para ilmuwan di daerah ini psikologi akan perlu mengambil tantangan yang lebih besar

tentang bagaimana biologi berinteraksi dengan budaya untuk menghasilkan individu dan

kelompok psikologi kita lihat di seluruh dunia. Jika tidak ada yang lain, setidaknya pengakuan kita

emosi sebagai proses universal dapat membantu membawa orang bersama-sama, terlepas dari

budaya, ras, etnis, atau jenis kelamin. Seperti kita melanjutkan studi kami perasaan manusia dan

emosi antar budaya, mungkin itu adalah yang paling penting untuk mengenali bagaimana batas-

batas tersebut membentuk emosi kita. Meskipun kita semua memiliki emosi, mereka berarti hal

yang berbeda untuk orang yang berbeda dan berpengalaman, menyatakan, dan dengan cara

yang berbeda. Salah satu tugas pertama kami belajar tentang emosi lintas budaya adalah untuk

mengakui dan menghormati perbedaan. Tapi tugas yang sama pentingnya adalah untuk

mengenali kesamaan kami juga.

Page 71: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

71

Latihan Soal

1. Tentu saja keuniversalan ekspresi emosi ini saja tidak bisa menjelaskan adanya perbedaan-

perbedaan cultural. Aturan-aturan ini berpusat pada kesesuaian menampilkan setiap emosi

dalam keadaan sosial tertentu. Aturan ini dipelajari sejak dini dan mereka mendikte

bagaimana ekspresi emosi yang universal harus diubah sesuai dengan situasi. Hal ini disebut

dengan Cultural Display Rules. (B/S)

2. Tsai dan levenson (1997), menunjukkan bagaimana respon fisiologis orang Cina dan Eropa

Amerika adalah tidak serupa. (B/S)

3. Kematian atau kehilangan kerabat dekat merupakan salah satu farktor timbulnya kesedihan

pada budaya Jepang dibandingkan dengan Amerika dan Eropa. (B/S)

4. Budaya sangat berpengaruh terhadap ekspresi emosional manusia. (B/S)

5. Darwin menyatakan dalam bukunya The Expression of Emotion in Man an Animals, bahwa

manusia berevolusi dari hewan yang lebih primitive seperti kera dan simpanse, dan bahwa

perilaku kita saat ini karena dipilih melalui proses adaptasi evolusioner. (B/S)

Page 72: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

72

MATERI 8MATERI 8MATERI 8MATERI 8: : : : Budaya, Bahasa dan KomunikasiBudaya, Bahasa dan KomunikasiBudaya, Bahasa dan KomunikasiBudaya, Bahasa dan Komunikasi

Komunikasi adalah salah satu aspek yang paling penting dari kehidupan kita. Ini adalah suatu

proses yang mengikat kita semua bersama-sama, membantu kita mendapatkan pekerjaan yang

dilakukan, memiliki hubungan, dan mencapai tujuan. Budaya manusia ada karena kemampuan

untuk memiliki bahasa.

A. STRUKTUR BAHASA

Memahami berbagai komponen bahasa akan memungkinkan kita untuk mempertimbangkan

apa itu tentang bahasa yang dipengaruhi oleh budaya. Ahli bahasa biasanya menggambarkan

bahasa menggunakan berikut, lima-ciri penting membangun struktur, yang tampaknya berlaku

untuk semua bahasa di semua budaya diantaranya :

1. Leksikon atau kosa kata, mengacu pada kata-kata yang terkandung dalam suatu bahasa.

Misalnya, pohon , makan.

2. Sintaks dan tata bahasa dari bahasa mengacu pada sistem aturan yang mengatur

bentuk kata dan bagaimana kata-kata harus dirangkai untuk membentuk ucapan

bermakna.

3. Phonology mengacu pada sistem aturan yang mengatur bagaimana kata-kata harus

terdengar (pengucapan) dalam bahasa tertentu.

4. Semantics mengacu pada apa artinya kata-kata. Sebagai contoh, meja mengacu ke

obyek fisik yang memiliki empat kaki dan permukaan horizontal datar.

5. Pragmatics mengacu pada sistem aturan yang mengatur bagaimana bahasa digunakan

dan dipahami dalam konteks sosial tertentu.

B. PERBEDAAN BAHASA DI SELURUH BUDAYA

Budaya mempengaruhi struktur dan penggunaan fungsional bahasa, dan bahasa dapat

dianggap sebagai hasil atau manifestasi budaya. Sifat siklus dari hubungan antara budaya dan

bahasa menunjukkan bahwa tidak ada budaya dapat sepenuhnya dipahami tanpa memahami

bahasanya, dan sebaliknya. Dan karena bahasa mempengaruhi pemikiran dan pandangan dunia

kita, pemahaman pengaruh budaya pada bahasa memiliki implikasi penting untuk memahami

perbedaan budaya di perspektif pandangan dunia.

C. HIPOTESIS SAPIR-WHORF

Page 73: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

73

Satu perdebatan yang paling penting dan lama dalam studi bahasa dan perilaku melibatkan

hubungan antara proses bahasa dan pikiran. Hubungan ini sangat penting untuk studi lintas

budaya bahasa karena setiap budaya terkait dengan bahasa tertentu sebagai wahana ekspresi.

Selain itu juga disebut relativitas sebagai linguistik, menyarankan bahwa penutur bahasa yang

berbeda berpikir secara berbeda, dan bahwa mereka melakukannya karena perbedaan dalam

bahasa mereka. Karena budaya yang berbeda biasanya memiliki bahasa yang berbeda, hipotesis

Sapir-Whorf sangat penting untuk memahami perbedaan budaya (dan persamaan) dalam pikiran

dan perilaku sebagai fungsi bahasa. Hipotesis ini juga menunjukkan bahwa orang yang berbicara

lebih dari satu bahasa mungkin benar-benar memiliki pola pikir yang berbeda ketika berbicara

bahasa berbeda.

1. Tantangan Hipotesis Sapir-Whorf

Berlin dan Kay (1969) menguji pernyataan dari Gleason (1961) mengenai “ Gradasi

warna yang berkelanjutan yang terdapat di alam direpresentasikan dalam bahasa dengan

serangkaian kategori yang berbeda.” Hasilnya adalah seseorang dari budaya yang berbeda

melihat warna dengan cara yang sama, meskipun berbeda secara radikal bahasa yang

mereka gunakan.

Temuan-temuan Berlin dan Kay ini dikonfirmasi di kemudian hari oleh serangkain

eksperimen yang dilakukan Rosch, yang ingin menguji seberapa universal titik warna fokal

ini secara budaya. Ia membandingkan bahasa Inggris (beragam istilah warna) dengan

bahasa Dani (dua istilah warna, mili (gelap dan dingin) dan mola (cerah dan hangat)). Selain

itu, Rosch juga meneliti hubungan antar bahasa dan ingatan. Minimnya leksikon bahasa

suku Dani untuk warna akan menghambat kemampuan mereka untuk membedakan dan

mengingat warna.

Berlin dan Kay (1969) juga meneliti 78 bahasa dan menemukan 11 istilah warna

dasar yang membentuk sebuah hirarki yang universal, yaitu:

a. Semua bahasa memiliki istilah warna untuk hitam dan putih.

b. Bila sebuah bahasa memiliki tiga istilah warna, maka ia pasti punya istilah untuk

merah.

c. Bila sebuah bahasa memiliki empat istilah warna, maka ia pasti punya istilah untuk

hijau atau kuning (tapi tidak keduanya).

d. Bila sebuah bahasa memiliki lima istilah warna, maka ia pasti punya istilah untuk

hijau dan kuning.

e. Bila sebuah bahasa memiliki enam istilah warna, maka ia pasti punya istilah untuk

biru.

Page 74: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

74

f. Bila sebuah bahasa memiliki tujuh istilah warna , maka ia pasti punya istilah untuk

coklat.

g. Bila sebuah bahasa memiliki delapan atau lebih istilah warna, maka ia pasti punya

istilah untuk ungu, merah muda, orange, atau kombinasi dari warna-warna ini.

Bukti lain yang mendukung hipotesis Sapir-Whorf muncul di tahun 1981 ketika

Bloom melakukan penelitian terhadap orang berbahasa Cina dengan orang berbahasa

Inggris untuk memberi penafsiran hipotesis atas suatu cerita hipotesis. Bloom menafsirkan

temuan ini sebagai bukti kuat bahwa struktur bahasa memang memediasi proses-proses

kognitif.

2. Inti Hipotesis Sapir-Whorf

Pada tahun 1960, Joshua Fishman menerbitkan sebuah telaah komprehensif atas

cara-cara penting bagaimana hipotesis Sapir-Whorf dibahas. Fishman mengurutkan

pendekatan yang berbeda berdasarkan tingkat kompleksitasnya. Terdapat dua faktor yang

menentukan pada tingkat mana sebuah versi hipotesis dikategorikan. Faktor pertama

berhubungan dengan aspek bahasa mana yang dilihat dalam hipotesis, misalnya apa aspek

lesikon yang dilihat. Faktor kedua berkaitan dengan perilaku kognitif apa yang dilihat pada

seorang pengguna bahasa tertentu, misalnya tema kultural dan data non-linguistik.

Data Karakteristik Bahasa Data Perilaku Kognitif

Data Linguistik Data Non-Linguistik

Leksikal/ semantik Level 1* Level 2

Gramatikal/ tata bahasa Level 3 Level 4**

*paling sederhana

** paling tinggi

D. BILINGUALISME DAN BUDAYA

1. Bilingualisme dan Sapir-Whorf

Banyak individu yang bilingual melaporkan bahwa mereka berpikir, merasa, dan

bertindak berbeda tergantung pada bahasa yang mereka gunakan pada saat itu. Fenomena

semacam itu tidak selalu isu "Whorfian" karena tidak selalu berarti bahwa setiap aspek dari

dua bahasa (sistem leksikal atau gramatikal mereka) menyebabkan perubahan perilaku.

Pada titik ini, mungkin menguntungkan untuk membuat perbedaan lebih lanjut antara

"kuat" dan "lemah" versi hipotesis Sapir-Whorf. Sebuah versi yang kuat, akan menyatakan

bahwa bahasa yang menyebabkan perbedaan dalam berpikir. Sebuah versi yang lemah,

mungkin menyatakan bahasa terkait dengan perbedaan dalam berpikir, tanpa

mempengaruhi mereka.

Page 75: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

75

2. Bilingualisme dan Perbedaan Psikologis

Culture affiliation hypothesis menyatakan bahwa bilingual imigran akan cenderung

meng-afiliasi diri dengan nilai-nilai dan yakin bahwa budaya terkait dengan bahasa di mana

mereka saat ini beroperasi. Minority group-affiliation hypothesis sebaliknya, menunjukkan

bahwa imigran bilingual akan cenderung mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok

etnis minoritas dan mengadopsi stereotip perilaku budaya mayoritas tentang minoritas

mereka sebagai diri mereka sendiri ketika mereka mengoperasikan bahasa yang berkaitan

dengan kelompok minoritas mereka.

Kesan negatif dan stereotip, terutama tentang kecerdasan, dapat terjadi ketika

berkomunikasi dengan orang-orang dalam bahasa kedua mereka karena mereka dapat

mengambil lebih banyak waktu di menanggapi dan tampaknya memiliki kesulitan kognitif

saat memproses informasi, yang dikenal sebagai foreign language difficulties. Individu yang

berbahasa bilingual juga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas berpikir nonlinguistik;

kesulitan tersebut dikenal sebagai foreign language effect (Takano & Noda,1993). Istilah ini

mengacu pada penurunan sementara dalam kemampuan berpikir orang yang menggunakan

bahasa asing di mana mereka kurang mahir dalam menggunakannya.

3. Monolingualisme dan Ethnocentrisme

Untuk sebagian besar sejarah dan bahkan hari ini, Amerika Serikat telah sebagian besar

tetap satu bahasa (monolingual). Mereka biasanya percaya bahwa manusia telah membatasi

"ruang" untuk menyimpan bahasa dan "terlalu banyak "bahasa mengambil banyak “ruang "

dari fungsi lain seperti kecerdasan. Gagasan tersebut salah; tidak ada bukti bahwa bilinguals

melakukan lebih buruk pada tugas-tugas intelektual (atau lainnya). Sebaliknya, ada bukti

bahwa pengetahuan lebih dari satu bahasa dapat meningkatkan fleksibilitas. Mengingat

Amerika merupakan yang paling monolingual dari semua bangsa di dunia, bahasanya sangat

terkait dengan budaya, dan multibahasa yang berhubungan dengan apresiasiari budaya yang

berbeda, memungkin bahwa Amerika sebenarnya paling etnosentris.

E. KOMPONEN KOMUNIKASI

Komunikasi tidak terjadi dalam ruang hampa, itu terjadi dalam konteks tertentu. Kapan

kita berinteraksi dengan orang lain, jumlah informasi yang ditransmisikan dari satu orang ke

depan adalah luar biasa besar. Kita mungkin berpikir bahwa satu-satunya bagian, atau bagian

utama, komunikasi adalah kata-kata yang diucapkan.

1. Komunikasi Nonverbal

Page 76: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

76

Komunikasi nonverbal dapat diklasifikasikan dalam dua kategori umum: perilaku

nonverbal dan nonbehaviors. Perilaku nonverbal adalah semua perilaku, selain kata-kata,

yang terjadi selama komunikasi. Perilaku nonverbal seperti meliputi: ekspresi wajah

,gerakan dan isyarat tangan, lengan, dan kaki, postur, ramping, dan orientasi tubuh, nada

suara dan karakteristik vokal lainnya, termasuk lapangan, tingkat, intonasi, dan keheningan,

ruang Interpersonal, perilaku menyentuh,gaze dan perhatian visual.

2. Relatif Kontribusi Verbal dan Pesan Nonverbal

Penelitian telah melaporkan bahwa hanya sebagian kecil dari arti orang mendapatkan

dalam interaksi berasal dari kata-kata yang diucapkan; sebagian besar pesan disampaikan

dan dirasakan dalam interaksi yang nonverbal (misalnya, Mehrabian1981). Penelitian

menunjukkan dominasi nonverbal lebih komunikasi verbal sudah termasuk studi tentang

komunikasi ramah dan bersahabat sikap (Argyle, Alkema, & Gilmour, 1978); sikap inferior

dan superior (Argyle, Salter, Nicholson, Williams, & Burgess, 1970); keramahan, persetujuan,

dan pertimbangan (Bugental, kaswan, & Love, 1970); positif dan dominasi (DePaulo,

Rosenthal, Eisenstat,Rogers, & Susan, 1978; Friedman, 1978); positif, evaluasi negatif, dan

netral (Mehrabian & Wiener, 1967); persepsi kepemimpinan (Gitter, Black, & Fishman,

1975); kejujuran dan kebohongan (Stiff, Hale, Garlick, & Rogan, 1990); dan keyakinan

(Walker, 1977).

3. Encoding dan Decoding

Cara lain untuk melihat proses komunikasi adalah dalam hal encoding dan decoding.

Encoding mengacu pada proses di mana orang memilih, sadar atau tidak sadar, modalitas

dan metode tertentu yang digunakan untuk membuat dan mengirim pesan ke orang lain.

Decoding mengacu pada proses dimana seseorang menerima sinyal dari sebuah encoder

dan menerjemahkan sinyal tersebut ke dalam pesan yang bermakna. Tentu saja, komunikasi

bukanlah jalan satu arah, dengan satu orang encoding dan mengirim pesan dan orang lain

decoding itu. komunikasi adalah proses jauh kompleks encoding dan decoding dalam suksesi

cepat, tumpang tindih sehingga terjadi hampir bersamaan.

4. Saluran, Sinyal, dan Pesan

Seiring dengan dua mode utama bahasa verbal dan perilaku nonverbal, dan dua proses

utama encoding dan decoding, komunikasi memiliki jumlah komponen lainnya. Sinyal adalah

kata-kata dan perilaku tertentu yang dikirim selama komunikasi-yaitu, bahasa verbal spesifik

dan perilaku nonverbal yang dikodekan ketika pesan dikirim. Lain Sinyal mungkin termasuk

kata-kata tertentu atau frase, postur tubuh, atau nada suara.

Page 77: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

77

Pesan adalah makna yang dimaksudkan atau diterima dengan sinyal. Merupakan

pengetahuan, ide-ide, konsep, pikiran, atau emosi yang encoders berniat untuk

menyampaikan dan decoder menafsirkan. Akhirnya, saluran mengacu pada modalitas

sensorik tertentu dengan yang sinyal dikirim dan pesan akan diambil, seperti penglihatan

atau suara. Yang paling banyak saluran yang digunakan komunikasi visual-lihat ekspresi

wajah, tubuh postur, gerak tubuh, dan kata-kata seperti-dan pendengaran-pendengaran,

nada suara, dan seterusnya.

F. PERAN BUDAYA DAN PROSES KOMUNIKASI

Budaya memiliki pengaruh luas dan mendalam pada encoding verbal dan nonverbal dan

proses decoding. Di sini, kita menyatukan berbagai potongan informasi, meringkas apa yang

telah dibahas sebelumnya. Meskipun kita membahas pengaruh-pengaruh pada proses

komunikasi seolah-olah mereka terpisah, dalam kenyataannya mereka saling terkait dalam

sistem yang kompleks di mana setiap mempengaruhi, dan dipengaruhi oleh, yang lain.

1. Pengaruh budaya pada Bahasa Verbal dan Perilaku Nonverbal (Encoding)

Seperti yang kita lihat sebelumnya, budaya memiliki pengaruh yang cukup besar selama

bahasa verbal yang kita berbicara. Dalam domain itu, budaya mempengaruhi bahasa

leksikon dan kosa kata, dan aturan yang kata-kata yang disatukan untuk membentuk frasa

bermakna dan kalimat. Budaya juga mempengaruhi pikiran, perasaan kita, dan tindakan

melalui bahasa.

Sama seperti bahasa yang digunakan berbeda dari satu budaya ke yang berikutnya,

begitu tak terucapkan,perilaku nonverbal. Artinya, seperti budaya mempengaruhi bahasa

lisan kami, budaya juga memiliki pengaruh besar atas bahasa nonverbal.

2. Pengaruh budaya pada Decoding

Budaya mempengaruhi proses decoding dalam beberapa cara. Aturan decoding tumbuh

beriringan dengan tampilan atau encoding aturan, dan bagian alami dari pengembangan

keterampilan komunikasi.

Budaya dan stereotip. Stereotip adalah generalisasi tentang orang-orang, terutama

tentang karakteristik psikologis yang mendasarinya atau ciri-ciri kepribadian. Stereotip

adalah produk yang tak terelakkan dari yang normal psikologis proses, termasuk perhatian,

penilaian, pembentukan konsep selektif dan kategorisasi, atribusi, emosi, dan memori.

Stereotip yang tak ternilai bantu mental, membantu kami mengatur informasi tentang

dunia.

Page 78: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

78

Budaya dan kognisi sosial. Budaya mempengaruhi bagaimana kita menafsirkan tindakan

orang lain-yaitu, atribusi kami tentang orang lain Singkatnya, budaya memainkan peran

besar dalam sinyal decoding selama komunikasi episode pertama karena hubungan erat

antara aturan budaya mengatur encoding dan decoding, dan kedua karena pengaruh budaya

di pengembangan etnosentrisme, stereotip, dan kognisi sosial.

G. KOMUNIKASI INTRAKULTURAL VS INTERKULTURAL

1. Komunikasi Intrakultural

Selama komunikasi intracultural, mereka menyandi dan membaca sandi pesan

menggunakan kode budaya yang sama. Dalam situasi intracultural, kita sering bereaksi

negatif karena kita kesulitan menafsirkan sinyal yang mereka kirim, karena mereka tidak

sesuai dengan "kemasan" aturan budaya yang kita harapkan sebagai anggota dari budaya

kita, dan kita dapat membuat atribusi disposisi negatif seperti "buruk," "bodoh," "memiliki

pendidikan yang buruk," atau "tidak memiliki akal sehat. "

2. Komunikasi Interkultural

Selama komunikasi interkultural , orang yang berinterksi tidak selalu berbagi aturan

dasar yang sama. Menjadi lebih sulit untuk fokus pada isi pesan yang sedang dipertukarkan,

karena orang mungkin menyandi dan membaca sandi pesan menggunakan kode budaya

yang berbeda. Akibatnya, pesan mungkin tidak jelas, menyimpang, atau ambigu.

Ketidakpastian dan ambiguitas. Ketidakpastian ini melekat pada perilaku verbal dan

nonverbal, pada kedua mode menyandi dan membaca sandi: bagaimana mengemas pesan

menjadi sinyal yang akan ditafsirkan sesuai dengan niat seseorang, dan bagaimana

membuka paket sesuai dengan maksud asli pengirim.

Konflik. Karakteristik kedua dari komunikasi interkultural adalah konflik dan

kesalahpahaman yang tak terhindarkan. Konflik ini muncul di episode interkultural tidak

hanya dengan orang-orang tetapi juga dengan agen lain dari sistem budaya (seperti

transportasi umum, kantor pos, toko, bisnis).

H. MENINGKATKAN KOMUNIKASI INTERKULTURAL

1. Hambatan Komunikasi Efektif

Barna (1996) telah menguraikan enam kendala utama atau "batu sandungan" untuk

komunikasi interkultural yang efektif.

Page 79: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

79

Asumsi kesamaan. Salah satu alasan mengapa kesalahpahaman terjadi di

episode komunikasi interkultural adalah bahwa orang-orang naif menganggap bahwa semua

orang sama, atau setidaknya cukup mirip dengan membuat komunikasi menjadi mudah.

Perbedaan bahasa. Ketika orang berusaha untuk berkomunikasi dalam bahasa di mana

mereka tidak sepenuhnya lancar, mereka sering berpikir bahwa kata, frase, atau kalimat

memiliki satu dan hanya satu makna, makna yang ingin mereka sampaikan.

Kesalahan penafsiran nonverbal. Sangat sulit bila harus benar-benar fasih dalam bahasa

nonverbal dari budaya yang bukan milik sendiri. Kesalahpahaman dalam kaitannya dengan

interpretasi perilaku nonverbal bisa dengan mudah menyebabkan konflik atau konfrontasi

yang memecah proses komunikasi

Prasangka dan stereotip. Kepercayaan yang berlebih pada stereotip dapat mencegah

kita dalam melihat orang lain dan komunikasi mereka secara objektif, dan mencari isyarat

yang dapat membantu kita menafsirkan komunikasi dengan cara yang mereka harapkan .

Kecenderungan untuk mengevaluasi. Nilai-nilai budaya juga mempengaruhi atribusi kita

tentang orang lain dan dunia di sekitar kita. Nilai yang berbeda dapat menghasilkan evaluasi

negatif terhadap orang lain.

Kecemasan yang tinggi atau ketegangan. Stres dan kecemasan bisa memperbesar

semua blok sandungan lainnya, sehingga kemungkinan bahwa orang akan berpegang teguh

pada dogma penafsiran yang kaku, memegang stereotip meskipun bukti objektifnya

bertentangan, dan membuat evaluasi negatif terhadap orang lain.

2. Konsep untuk Meningkatkan Komunikasi

Perhatian dan pengurangan ketidakpastian. Ting-Toomey (1996) menekankan

pentingnya kesadaran dalam menangani konflik komunikasi interkultural, sehingga

memungkinkan seseorang untuk terus menciptakan kategori mental yang baru, tetap

terbuka terhadap informasi baru, dan sadar akan berbagai perspektif. Gudykunst (1993) juga

menunjukkan cara untuk meningkatkan komunikasi interkultural yang mencakup kesadaran

dengantiga Komponen utama: faktor motivasi, faktor pengetahuan, dan faktor

keterampilan. Faktor motivasi mencakup kebutuhan khusus pada orang yang melakukan

interaksi, daya tarik antara orang yang berinterksi, ikatan sosial, konsep diri, dan

keterbukaan untuk informasi yang baru. Faktor pengetahuan termasuk harapan, jaringan

berbagi, pengetahuan di lebih dari satu perspektif, pengetahuan tentang interpretasi

alternatif, dan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan. Faktor keterampilan

termasuk kemampuan berempati, mentolerir ambiguitas, adaptasi dalam komunikasi,

membuat kategori baru, mengakomodasi perilaku, dan mengumpulkan informasi yang

Page 80: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

80

sesuai. Dengan demikian, pengurangan ketidakpastian adalah salah satu tujuan utama dari

pertemuan awal interkultural. Tanpa pengurangan ketidakpastian, adalah mustahil bagi

orang yang berinterksi untuk mulai memproses isi sinyal dan menafsirkan pesan dengan

benar.

Face. Ting-Toomey (1996) menawarkan saran terpisah untuk manajemen konflik yang

efektif untuk orang-orang dari kecenderungan individualistis sebagai lawan orang dengan

kecenderungan kolektivis. Singkatnya, menurut Ting-Toomey (1996), orang-orang dari

budaya individualistis dan budaya kolektif harus sadar akan kognitif, afektif, dan bias

perilaku dan kerangka di mana mereka biasanya bekerja.

3. Peran Pengendalian Emosi, Keterbukaan, Fleksibilitas, dan Berpikir Kritis

Kemampuan untuk mengatur atau mengendalikan emosi kita, pada kenyataannya,

adalah kunci untuk pertumbuhan pribadi. Mengatur atau mengontrol emosi negatif,

memungkinkan kita untuk menjadi lebih sadar akan komunikasi dan bagaimana melakukan

komunikasi tersebut serta untuk terlibat dalam penciptaan kategori mental baru yang lebih

konstruktif dan terbuka.

Selain regulasi emosional, menjadi pemikir yang kritis ketika dihadapkan dengan

perbedaan budaya dan terbuka untuk ide-ide dan perspektif baru juga bahan kunci untuk

menjadi seorang komunikator interkultural yang efektif. Menjadi terbuka dan fleksibel untuk

menerima, atau setidaknya upaya untuk memahami, perbedaan budaya juga diperlukan.

Secara umum, literatur menunjukkan bahwa pengetahuan dan keterampilan adalah

komponen penting dari komunikasi interkultural yang efektif, tetapi mereka tidak cukup.

Pengetahuan dan keterampilan harus dikombinasikan dengan keterbukaan dan fleksibilitas

dalam proses berpikir dan penafsiran seseorang, dan dengan motivasi untuk berkomunikasi

secara efektif serta membangun hubungan yang sukses.

I. KESIMPULAN

Komunikasi adalah salah satu aspek yang paling penting dari kehidupan kita. Memahami

berbagai komponen bahasa akan memungkinkan kita untuk mempertimbangkan tentang bahasa

yang dipengaruhi oleh budaya. Terdapat lima-ciri penting membangun struktur bahasa, yaitu:

leksikon atau kosa kata, sintaks dan tata bahasa dari bahasa, phonology, semantics mengacu

pada apa artinya kata-kata, dan pragmatics.

Hipotesis Sapir-Whorf menunjukkan bahwa orang yang berbicara lebih dari satu bahasa

mungkin benar-benar memiliki pola pikir yang berbeda ketika berbicara bahasa berbeda.

Hipotesis ini sangat penting untuk memahami perbedaan budaya (dan persamaan) dalam pikiran

Page 81: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

81

dan perilaku sebagai fungsi bahasa. Namun terdapat beberapa tantangan dalam hipotesis ini,

Berlin dan Kay (1969) menguji pernyataan dari Gleason (1961) dengan hasil, seseorang dari

budaya yang berbeda melihat warna dengan cara yang sama, meskipun berbeda secara radikal

bahasa yang mereka gunakan.

Pembahasan inti Sapir-Whorf, Fishman mengurutkan pendekatan yang berbeda berdasarkan

tingkat kompleksitasnya. Terdapat dua faktor yang menentukan pada tingkat mana sebuah versi

hipotesis dikategorikan. Faktor pertama berhubungan dengan aspek bahasa dalam hipotesis dan

faktor kedua berkaitan dengan perilaku kognitif pada seorang pengguna bahasa tertentu.

Komunikasi tidak terjadi dalam ruang hampa, itu terjadi dalam konteks tertentu. Kita

mungkin berpikir bahwa satu-satunya bagian, atau bagian utama, komunikasi adalah kata-kata

yang diucapkan.Tetapi kata-kata yang kita gunakan hanya salah satu bagian dari proses

komunikasi seluruh channel bahasa verbal kita hanyalah salah satu dari banyak saluran

diaktifkan bila kita berkomunikasi. Komunikasi nonverbal, encoding dan decoding, relatif

kontribusi verbal dan pesan nonverbal ,saluran, sinyal, dan pesan juga termasuk komponen dari

komunikasi.

Peran budaya dalam proses komunikasi, budaya memiliki pengaruh luas dan mendalam pada

encoding verbal dan nonverbal dan proses decoding. Meskipun kita membahas pengaruh-

pengaruh pada proses komunikasi seolah-olah mereka terpisah, dalam kenyataannya mereka

saling terkait dalam sistem yang kompleks di mana setiap mempengaruhi, dan dipengaruhi oleh,

yang lain.

Tak hanya harapan tertentu tentang proses komunikasi : kita juga mempelajari reaksi

emosional yang terhubung dengan harapan tersebut. Reaksi ini dapat disusun dari penerimaan

dan kesenangan hingga penghinaan, permusuhan dan frustasi. Diantaranya yang kita akan

pelajari adalah perbandingan antara situasi komunukasi intrakultural dan interkultural; tentang

bagaimana upaya untuk meningkatkan komunikasi interkultural dengan mengetahui hambatan-

hambatan komunikasi interkultural diantaranya asumsi kesamaan, perbedaan bahasa,

kesalahan penafsiran nonverbal, prasangka dan stereotip, kecenderungan untuk mengevaluasi

dan kecemasan yang tinggi atau ketegangan; kita juga belajar tentang konsep-konsep dalam

meningkatkan komunikasi, diantaranya perhatian dan pengurangan ketidakpastian, face; selain

itu kita juga belajar mengenai peran pengendalian emosi, keterbukaan, fleksibilitas, dan berpikir

kritis ketika sedang berkomunikasi, guna terciptanya komunikasi yang efektif sehingga hubungan

yang dibangun akan sukses.

Page 82: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

82

Sumber : Matsumoto, David & Juang, Linda. 2004. Culture and Psychology. Edisi 3. USA:

Wadsworth Cengage Learning.

Latihan Soal

1. Dalam penelitian Lintas Budaya oleh Sapir-Whorf mengatakan bahwa ide bahasa yang digunakan

tidak dapat memperngaruhi pemikiran seseorang. (B/S)

2. Tidak ada perbedaan kemampuan mengingat dari sebuah budaya yang memilki koding

sederhana terhadap warna dengan yang memiliki koding yang kaya atau beragam terhadap

warna. (B/S)

3. Dalam penelitian Berlin dan Kay , Bila sebuah bahasa memiliki empat istilah warna, maka ia pasti

punya istilah untuk hijau atau kuning (dapat keduanya). (B/S)

4. Sinyal adalah kata-kata dan perilaku tertentu yang dikirim selama komunikasi yaitu, bahasa

verbal spesifik dan perilaku nonverbal yang dikodekan ketika pesan dikirim (B/S)

5. Salah satu hambatan dalam melakukan komunikasi yang efektif adalah prasangka dan stereotip.

(B/S)

Page 83: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

83

MATERI 9MATERI 9MATERI 9MATERI 9: BUDAYA DAN KEPRIBADIAN: BUDAYA DAN KEPRIBADIAN: BUDAYA DAN KEPRIBADIAN: BUDAYA DAN KEPRIBADIAN

A. Defining Personality

Salah satu yang terpenting dan banyak di pelajari di psikologi lintas budaya adalah kepribadian.

Sesungguhnya, pencarian dasar yang mendasari perbedaan psikologi yang berfungsi sebagai dasar

pemahaman kepribadian, memberikan koneksi konseptual dan empiris yang mirip dengan budaya

dalam lingkungan budaya.

1. Definitions

Di Psikologi, kepribadian umumnya dianggap seperangkat karakteristikperilaku dan kognitif

yang relatif bertahan lama, sifat, atau kecenderungan bahwa berbeda untuk setiap orang untuk

situasi yang berbeda, konteks, dan interaksi dengan orang lain dan yang berkontribusi terhadap

perbedaan antara individu. Hal diatas adalah koleksi kualitas kualitas yang membuat seseorang

individu yang khas, atau jumlah keseluruhan kolektif karakteristik perilaku dan mental yang khas

dari seorang individu. Kepribadian umumnya diyakini relatif stabil sepanjang waktu dan konsisten

di seluruh konteks, situasi, dan interaksi.

2. Perspectives

Selama abad ke-20, beberapa pendekatan dan metode yang berbeda telah digunakan untuk

menjelaskan hubungan antara budaya dan kepribadian. Beberapa kontribusi awal untuk

memahami hubungan ini berasal dari antropolog yang tertarik dalam psikologi manusia dalam

disiplin antropologi mereka. Melalui sebagian besar penelitian lapangan etnografi, orang-orang

ini(seperti Margaret Mead, Edward Sapir, Weston Labarre, dan Ruth Benedict) mengembangkan

ide dan teori tentang budaya dan kepribadian yang berfungsi sebagai dasar untuk perbandingan

lintas budaya dari kepribadian dan psikologi budaya hari ini (Piker, 1998).

Penelitian lintas budaya mengenai kepribadian, bagaimanapun, juga prihatin dengan

ditemukannya ciri-ciri kepribadian budaya tertentu. psikologi lintas-budaya menggambarkan

kepribadian adat budaya khusus sebagai konstelasi ciri-ciri kepribadian dan karakteristik yang

hanya ditemukan dalam budaya tertentu (Ho, 1998; Diaz-Loving, 1998). Jenis studi ini, meskipun

psikologis di alam, yang sangat berpengaruh dalam pendekatan dan pemahaman oleh pandangan

antropologi budaya dan kepribadian.

3. Measuring Personality across Cultures

Page 84: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

84

Salah satu isu serius di semua penelitian lintas budaya tentang kepribadian apakah

kepribadian bisa diukur reliabilitas dan validitasnya di budaya yang berbeda. Jika metode

penilaian kepribadian tidak dapat dipercaya atau valid di budaya, hasil dari penelitian

menggunakan metode ini tidak bisa dipercaya untuk memberikan penggambaran yang akurat

dari kesamaan kepribadian atau perbedaan antar budaya.

Beberapa pengukuran kepribadian yang digunakan di penelitian lintas budaya awalnya

dikembangkan pada satu bahasa dan satu budaya, dan valid pada bahasa dan budaya tersebut.

Fakta-fakta psikometri biasanya digunakan untuk mendemonstrasikan reliabilitas dan validitas

pengukuran di satu budaya melibatkan pengujian internal, tes-retes, dan bentuk paralel

reliabilitas, konvergen dan reliabilitas prediktif, dan peniruan dari struktur faktor yang terdiri dari

berbagai skala tes.

Untuk memvalidasi pengukuran kepribadian lintas budaya membutuhkan fakta-fakta

psikomtri dari semua budaya yang di mana tes ini akan digunakan. Dalam arti yang teliti, karena

itu, peneliti tertarik pada studi kepribadian lintas budaya harus memilih instrumen yang telah

memiliki ciri psikometri. Ini jauh dari sekedar memilih tes yang tampaknya menarik dan

menerjemahkannya untuk digunakan dalam budaya lain. Setidaknya, kesetaraan ciri psikometrik

yang harus ditetapkan secara empiris, tidak diasumsi atau diabaikan.

B. Cross-Cultural Studies of Personality Traits : The Five-Factor model of Personality

1. Evidence for The Five-Factor Model

FFM adalah sebuah model konseptual yang dibangun dalam limadimensi kepribadian yang

berbeda dan dasar yang muncul untuk menjadi unoverasi bagi semua manusia. Lima dimensi

tersebut adalah Openness, Conscientiousness, Extroversion, Agreeableness, and Neurotocism

(OCEAN). FFM dipahami setelah adanya angka dari sebuah penelitian yang memberitahukan

kesamaan dimensi kepribadian yang telah muncul di banyak peneletian, baik di dalam dan di

antara budaya-budaya. Dua sifat yang paling penting untuk mendeskripsikan perbedaan perilaku

adalah Extroversion dan Neuroticism.

Sifat-sifat yang berasosiasi dengan Five-Factor Model

Major Trait Subtrait

Openness Fantasi, Estetika, Feelings, Actions, Ide, dan values.

Conscientiousness Kompetensi, Order, Kewajiban, Achievement Striving, Disiplin Diri, dan

Deliberation.

Extroversion Warmth, Gregariousness, Asertif, Activity, Excitement Seeking, dan

Page 85: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

85

Emosi positif.

Agreeableness Trust, Straightforwardness, Altruism, Compliance , Modesty, dan

Tender-mindedness.

Neuroticsm Anxiety, Angry hostility, Depression, Self-consciousness, Impulsiveness,

dan Vulnerability.

2. Do Perceptions of National Character Correspond to Aggregate Personality Traits ?

Terraciano (2005) menanyakan kurang lebih 4.000 responden dalam 49 budaya untuk

mendeskripsikan “anggota khas” dari sebuah budaya menggunakan 30 skala bipolar dengan dua

atau tiga kata sifat pada kutub masing-masing skala. Mereka menemukan bahwa adanya

persetujuan yang relatif tinggi mengenai persepsi karakter nasional dari berbagai macam budaya,

tetapi, persepsi ini tidak berkolerasi dengan sebenarnya, tingkat kepribadian agregat individu dari

budaya-budaya tersebut. Penemuan ini disarankan, karena itu, bahwa persepsi dari karakter

nasional sebenarnya bisa menimbulkan stereotip berdasar dari kepribadian anggota dari budaya

tersebut.

C. Where Do These Traits Come From

1. The Five-Factor Theory of Personality

Pendukung utama dari FFT tidaklah begitu mengejutkan, McCrae dan Costa (1999). Menurut

mereka, komponen inti dari FFT adalah Basic Tendencies (Kecenderungan Dasar), Characteristic

Adaptations (Adaptasi Karakteristik) dan Self-Concept (Konsep Diri), dimana sebenarnya

subkomponen dari Characteristic Adaptations (Adaptasi Karakteristik).

FFT menyarankan bahwa sifat kepribadian yang universal mewakili basic tendencies yang

diekspresikan dalam cara karakteristik; cara karateristik ini dapat berpengaruh besar oleh suatu

budaya yang ada, dan di sini adalah di mana budaya memiliki pengaruh penting pada

pengembangan kepribadian dan ekspresi. Characteristic Adaptations itu termasuk kebiasaan,

perilaku, ketrampilan, peran, dan hubungan. Mereka adalah karakteristik sebab mereka

mencerminkan kepribadian inti psikologis sifat disposisi individu; mereka juga adalah adaptasi

karena mereka membantu individu cocok ke dalam lingkungan sosial yang selalu berubah

(McCrae & Costa1999). Budaya bisa mempengaruhi adaptasi karakteristik berikut melalui simber

daya, struktur sosial, dan sistem sosial uang ada di lingkunganyang spesifik untuk membantu

mencapai tujuan. Budaya bisa mempengaruhi nilai tentang berbagai macam sifat kepribadian.

Budaya menjelaskan konteks dan menyediakan berbagai macam pengertian kepada komponen

konteks, didalamnya seperti siapa yang terlibat, apa yang terjadi, dan dimana terjadi.

Page 86: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

86

Adaptasi karakter dapat membantu untuk menciptakan konsep diri, dan juga perilaku

tertentu. Seperti contoh, seorang yang depresi ringan, dari segi Neuroticsm (Basic Tendency),

mungkin menghasilkan self-esteem yang rendah, kepercayaan perfectionist yang tidak rasional,

atau pesimistis atau sikap sinis terhadap dunia. Ia mungkin merasa bersalah terhadap pekerjaan

Maupun tidak puas terhadap hidupnya. Seseorang dengan gregariousness tinggi. Yang mana

merupakan bagian dari Extroversion (Basic Tendency). Mungkin akan ramah, bersahabat,

talkative (Characteristic Adaptations).

2. An Evolutionary Approach

Untuk menjelaskan tentang FFM secara universal, beberapa (contohnya, MacDonald, 1998)

mengusulkan pendekatan evolusioner. Pendekatan ini menempatkan universalitas baik pada

kepentingan manusia dan mekanisme neurofisiologis yang mendasari variasi sifat. Struktur

kepribadian terlihat seperti mekanisme psikologis universal, produk dari seleksi alam yang

menyajikan fungsi sosial dan non-sosial dalam pemecahan masalah dan adaptasi lingkungan.

Dalam pandangan ini, sifat seperti conscientiousness (kestabilan emosional), neuroticism

(affect intensity), dan komponen lainnya dari FFM dianggap mencerminkan variasi stabil dalam

sistem yang menyajikan fungsi adaptif kritis. Menurut MacDonald (1991,1998), pendekatan

evolusioner ini menunjukan model hierarki di mana "perilaku yang berhubungan dengan

kepribadian terjadi pada beberapa tingkat berdasarkan dalam aspek motivasi dari evolusi sistem

kepribadian" (p.31). Pada model ini, manusia memiliki evolusi disposisi motif.

Level 1 Evolved Motive Disposition (domain-mekanisme spesifik)

Level 2 Personal Striving (efek psikologis langsung dari domain-mekanisme

spesifik)

Level 3 Concern, Projects, Tasks ( memanfaatkan domain-mekanisme umum)

Level 4 Specific Action Units (memanfaatkan domain-mekanisme umum)

Catatan bahwa model ini dan asumsi tentang universalitas dari FFM dari McCrae dan Costa

dan lainnya (McrCae dan Costa,1997) tidak meminimalkan budaya dan variabilitas individu.

Budaya pada intinya dapat mempengaruhi kepribadian melalui sumber daya, sistem budaya, dan

sistem sosial yang tersedia di lingkungan tertentu untuk membantu mencapai tujuan. Oleh karena

itu memengaruhi maksud tingkat kepribadian dan nilai tentang berbagai karakter kepribadian.

Budaya mendefinisikan konteks dan memberikan makna berbeda terhadap komponen konteks,

dan sejenisnya. Oleh karena itu, budaya memainkan peran penting dalam memproduksi bentuk

Page 87: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

87

dari perilaku tertentu -unit tindakan tertentu- individu yang akan terlibat dalam mencapai apa

yang mungkin merupakan tujuan afektif universal.

D. Are There More Than Five Major Personality Traits ?

Salah satu pendapat dari penulis tentang hal ini adalah karena FFM ini pada dasarnya

penelitiannya di buat di Amerika, oleh peneliti Amerika, kemungkinan ada hal yang tidak

terukur atau ada faktor penting yang tidak terukur.

1. Interpersonal Relatedness

Penelitian yang dilakukan oleh Fanny Cheung dan rekan tentang FFM, mereka memulai

penelitiannya dengan gagasan bahwa ada kemungkinan FFM melewati beberapa ciri penting

tentang kepribadian di Asia, khususnya di China. Mereka berpendapat bahwa tidak ada ciri-ciri

dari FFM yang berkaitan dengan isu hubungan relasi yang pokok di China. Sehingga mereka

mengembangkan skala asli yang mengukur kepribadian di China dengan ciri harmony, Ren Qing (

relationship orientation), modernization, thrift v. extravagance, Ah-Q mentality (defensiveness)

dan face. Cheung dan rekan menamai skala tersebut "Interpersonal RelatednessI", mereka juga

membuat skala dalam versi Inggris, menggunakan sampel dari Singapura, Hawai, Midwestern

United Statesm dan dengan China dan Eropa-Amerika.

2. Filipino Personality Structure

Studi yang dilakukan oleh Tim Church dan rekan, meneliti tentang struktur kepribadian dari

orang Filipina, dengan menidentifikasi sebanyak-banyaknya sifat yang bisa diidentifikasi oleh

bahasa Filipina. Pada studi akhir mereka, Church dan rekan (Katigbak, Church Guanzon-Lapena,

Carlota, & del Pilar, 2002) menggunakan dua skala kepribadian asli Filipina mencakup 463 ciri

kata sifat, dan versi Filipina dari NEO-PI-R untuk mengukur FFM. Analisis statistik menunjukkan

bahwa ada tumpang tindih dalam dimensi kepribadian yang muncul dari skala Filipina dan FFM

yang diukur dengan NEO-PI-R, masih beberapa faktor adat muncul, termasuk Pagkamadaldal

(keingintahuan sosial), Pagkamapagsapalaran (mengambil resiko), dan religiositas. Sifat-sifat

tersebutlah yang penting dalam memprediksi perilaku seperti merokok, minum berakohol,

perjudian, beribadah, toleransi pada homoseksual, toleransi terhadap hubungan pranikah dan

tanpa menikah, dan perilaku yang tidak dapat di prediksi oleh FFM.

3. Dominance

Pada pertengahan abad ke-20, para psikologis Eropa menunjukan adanya "kepribadian

authoritarian" dan mengembangkan skala untuk menghitungnya (Adorno, Frenkel-Brunswik, &

Levinson, 1950) Dimensi ini berhubungan pada konsep dominansi, dan mengacu pada fakta

bahwa orang-orang berbeda dalam ketergantungan mereka pada otoritas dan hirarki, perbedaan

Page 88: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

88

status antar pihak yang berinteraksi. Hofstede, Bond, dan Luk (1993) menganalisis data dari 1.300

individu di Denmark dan Belanda, dan menemukan 6 dimensi keribadian. Lima dari itu

berhubungan dengan FFM, dan yang keenam tidak berhubungan. Peneliti memberikannya lebel

"authoritarianism".

E. Cross-Cultural Research on Other Aspects of Personality

1. Internal versus External Locus of Control

Salah satu yang banyak dipelajari tentang konsep kepribadian lintas budaya adalah locus of

control. Konsep ini dikembangkan oleh Rotter (1954, 1966), yang menunjukan bahwa orang

berbeda dalam bagaimana kontrol mereka terhadap kepercayaan yang mereka punya dalam

memandang perilaku mereka dan hubungan mereka dengan lingkungan dan orang lain.

Berdasarkan pada skema ini, locus of control dapat dianggap sebagai internal ataupun eksternal

untuk individu. Orang dengan internal locus of control melihat perilaku dan hubungannya dengan

orang lain tergantung dari perilaku dirinya. Percaya bahwa seberapa besar kemampuan diri

tergantung dari usaha yang dilakukan adalah contoh dari internal locus of control. Orang dengan

external locus of control memandang perilaku dan hubungannya dengan lingkungan dan orang

lain sebagai bergantung pada kekuatan di luar dirinya dan di luar kendali mereka. Peneliti yang

meneliti tentang locus of control sudah memperlihatkan kesamaan dan perbedaan lintas budaya.

Secara umum, Amerika memiliki skor internal locus of control yang tinggi, sedangkan yang non-

Amerika lebih memiliki external locus of control. Penemuan ini sering dicerminkan sebagai

budaya Amerika fokus pada individualitas, keterpisahan, dan keunikan, berbeda dengan yang

lebih seimbang antara ketergantungan individu antar individu, dan alami dan kekuatan

supernatural yang ditemukan pada banyak budaya lain.

Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa locus of control benar-benar membangun

beraneka macam konstruk yang mencakup banyak domain yang berbeda, seperti pencapaian

akademik, pekerjaan, hubungan interpersonal, dan sebagainya, dan hal tersebut memisahkan

asesmen dari domain tersebut yang dibutuhkan untuk membuat perbandingan yang berarti pada

konstruk ini. Akhirnya, Smith, Dugan, dan Trompenaars (1997), dengan studi 14 negara tentang

locus of control dan afeksi, menemukan beberapa perbedaan lintas negara pada locus of control,

tetapi perbedaan terbesar terletak pada gender dan status antar negara. Dengan demikian,

penelitian perbedaan lintas budaya dapat menyamarkan perbedaan lebih besar berdasarkan

konstruksi sosial lainnya.

2. Direct, Indirect, Proxy, and Collective Control

Page 89: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

89

Yamaguchi menawarkan cara untuk memahami kontrol lintas budaya. Dalam kontrol

langsung (direct control), diri bertindak sebagai agen, dan individu merasa diri untuk menjadi

lebih self efficacious ketika agen mereka dibuat eksplisit, yang mengarah ke perasaan yang lebih

besar dari efikasi dan otonomi. Sedangkan dalam kontrol tidak langsung (indirect control), agen

seseorang tersembunyi atau dikurangi; orang berpura-pura seolah-olah mereka tidak bertindak

sebagai agen meskipun dalam kenyataannya mereka melakukannya. Kontro wakil (proxy control

)merujuk pada kontrol oleh orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Ini merupakan bentuk

kontrol yang dapat digunakan ketika kontrol pribadi – baik langsung atau tidak langsung-tidak

tersedia atau tidak sesuai. Jenis kontrol ini sangat penting untuk kelangsungan hidup bagi mereka

dalam posisi lemah dan dengan demikian tidak dapat mengubah lingkungan mereka sendiri.

Kontrol kolektif (collective control) merupakan salah satu upaya untuk mengontrol lingkungan

sebagai anggota kelompok, dan kelompok berfungsi sebagai agen kontrol.Dalam situasi ini

individu perlu khawatir tentang harmoni antar pribadi berkurang karena kelompok berbagi tujuan

kontrolnya.

3. Autonomy

Kerangka markus dan Kitayama untuk independen versus interdependen diri konstrual

menunjukkan bahwa orang dari budaya kolektif tidak otonom. Menurut teori determinasi diri

oleh Deci dan Ryan, orang yang otonom ketika perilaku yang mereka alami dilakukan dengan

sukarela dan ketika mereka sepenuhnya mendukung tindakan di mana mereka terlibat atau nilai-

nilai yang diungkapkan oleh mereka. Dengan demikian, orang yang otonom setiap kali mereka

bertindak sesuai dengan kepentingan mereka, nilai-nilai, atau keinginan. Kebalikan dari otonomi

adalah heteronomi, di mana tindakan seseorang dianggap dikendalikan oleh orang lain atau

sebaliknya asing bagi diri sendiri.

F. Indigenous Approaches to Personality

Indigenous personalities adalah konseptualisasi kepribadian yang dikembangkan dalam

budaya tertentu yang spesifik dan relevan hanya untuk budaya tersebut. Konsepsi kepribadian

penduduk asli kepribadian ini penting, karena mereka memberikan kita sekilas tentang

bagaimana masing-masing budaya percaya hal tersebut penting untuk mengukir dunia psikologis

mereka. Dengan mengidentifikasi konsep penduduk asli, masing-masing kebudayaan

menyumbangkan penghargaan padacara tertentu untuk memahami dunia mereka, yang

merupakan bagian penting dari setiap pandangan budaya dunia. Dengan memberikan nama

konsep-konsep ini, setiap budaya kemudian diizinkan untuk berbicara tentang mereka, sehingga

memastikan setiap konsep penduduk asli ditempatkan secara khusus dalam budaya mereka.

Page 90: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

90

1. Evidence

Berry, Poortinga, Segall, & Dasen mengkaji tiga konsep kepribadian penduduk asli yang

masing-masing berbeda secara fundamental dari konsep-konsep Amerika atau Barat. Model

kepribadian Afrika misalnya, memandang kepribadian terdiri dari tiga lapisan, dimana masing-

masing mewakili aspek yang berbeda dari seseorang. Silsilah keluarga dan masyarakat

mempengaruhi aspek inti yang berbeda dari kepribadian Afrika. Doi telah mempostulasikan amae

sebagai konsep inti dari kepribadian Jepang. Amaemengacu pada sifa tpasif, ketergantungan

seperti anak-anak dari satu orang atau orang lainnya. Semua hubungan manusia di Jepang dapat

ditandai dengan amae, yang berfungsi sebagai sebuah blok bangunan fundamental dari budaya

dan kepribadian Jepang. Deskripsi kepribadian penduduk asli lainnya dari berbagai budaya

termasuk konsep Korea cheong, konsep India nishkama karma, konsep Cina ren qin, dan lain-lain.

2. Indigenous Concept of Personality and the Cultural Psychology Perspective

Beberapa aspek kepribadian dapat diorganisasikan secara universal, namun, tidak selalu

membantah kemungkinan bahwa aspek-aspek lain dari kepribadian mungkin unik secara budaya.

Aspek-aspek unik budaya yang memberikan kepribadian rasa tersendiri di setiap lingkungan

budaya tertentu, dan membuat para peneliti kemungkinan belajar aspek kepribadian yang

mereka mungkin belum lakukan pengamatan dalam budaya lain. Cara utama yang

menguntungkan dalam memahami hubungan antara budaya dan kepribadian mungkin untuk

melihat aspek adat dan aspek universal dari kepribadian sebagai dua sisi mata uang yang sama,

bukan berdiri sendiri. Jika kita memahami hubungan antara budaya dan kepribadian dalam cara-

cara yang memungkinkan untuk hidup berdampingan dari universalitas dan pribumisasi, maka

kita bisa mengatasi masalah mengenai bagaimana untuk mengkonsepkan dan belajar ke

eksistensinya.

G. Kesimpulan

kepribadian umumnya dianggap seperangkat karakteristik perilaku dan kognitif manusia.

Ada beberapa perspektif untuk penelitian psikologi lintas budaya diantaranya adalah antropologi

dan etnografi. Penelitian lintas budaya ini adalah bagaimana tentang memahami kepribadian dari

budaya-budaya di dunia, setiap berbeda budaya memiliki kepribadian yang berbeda pula satu

dengan yang lainnya. Hal tersebut terkait dengan pengukuran kepribadian lintas budaya yang

dimana alat pengukuran pada satu budaya belum tentu bisa dipakai pada kebudayaan lainnya.

Pengukuran lintas budaya tetap harus memenuhi kaidah-kaidah yang ditentukan oleh psikometri.

Di dalam budaya terdapat kepribadian yang berbeda-beda sesuai dengan budayanya,

sehingga memunculkan suatu penelitian yang disebut Five Factor-Model yang memberitahu

Page 91: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

91

adanya kesamaan dimensi kepribadian. Five Factor Model dari kepribadian adalah sifat-sifat

nomer yang universal bagi semua orang, memiliki lima dimensi yaitu OCEAN; Opennes,

Conscientiousness, Extroversion, Neuroticism dimana dua sifat yang paling penting

mendeskripsikan perbedaan perilaku adalah Neuroticism dan Extroversion. Dan FFT atau Five

Factor Theory dari kepribadian adalah teori mengenai sumber dari sifat-sifat tersebut yang

memiliki komponen inti yaitu Basic Tendencies, Characteristic Adaptations, Self Concept. Dimana

Characteristic Adaptations menjadi subkomponen.

Menurut MacDonald, pendekatan evolusioner ini menunjukan model hierarki di mana

"perilaku yang berhubungan dengan kepribadian terjadi pada beberapa tingkat berdasarkan

dalam aspek motivasi dari evolusi sistem kepribadian" . Budaya pada intinya dapat

mempengaruhi kepribadian melalui sumber daya, sistem budaya, dan sistem sosial yang tersedia

di lingkungan tertentu untuk membantu mencapai tujuan. Oleh karena itu, budaya memainkan

peran penting dalam memproduksi bentuk dari perilaku tertentu.

FFM pada dasarnya penelitiannya di buat di Amerika, oleh peneliti Amerika, kemungkinan

ada hal yang tidak terukur atau ada faktor penting yang tidak terukur. Sehingga banyak peneliti

yang mengembangkan skala yang mengukur kepribadian asli sesuai dengan keadaan budaya

setempat. Selain itu, pada pertengahan abad ke-20, para psikologis Eropa menunjukan adanya

"kepribadian authoritarian" dan mengembangkan skala untuk menghitungnya.

Salah satu yang banyak dipelajari tentang konsep kepribadian lintas budaya adalah locus of

control. Dimana, orang dengan internal locus of control melihat perilaku dan hubungannya

dengan orang lain tergantung dari perilaku dirinya. Sedangkan orang dengan external locus of

control memandang perilaku dan hubungannya orang lain bergantung pada kekuatan di luar

kendali dirinya.

Yamaguchi menawarkan cara untuk memahami kontrol lintas budaya yakni: direct, indirect,

proxy, collective control. Markus mengatakan bahwa orang dari budaya kolektif tidak otonom.

Sedangkan menurut teori determinasi diri (Deci and Ryan) orang yang otonom setiap kali mereka

bertindak sesuai dengan kepentingan mereka, nilai-nilai, atau keinginan. Kebalikan dari otonomi

adalah heteronomi, di mana tindakan seseorang dianggap dikendalikan oleh orang lain.

Indigenous personalities adalah konseptualisasi kepribadian yang dikembangkan dalam budaya

tertentu yang spesifik dan relevan hanya untuk budaya tersebut. Banyak peneliti melakukan riset

di berbagai negara dan memberikan bukti mengenai konsep kepribadian penduduk asli yang

masing-masing berbeda secara fundamental dari konsep-konsep Amerika atau Barat. Beberapa

aspek kepribadian dapat diorganisasikan secara universal, namun tidak selalu membantah

kemungkinan bahwa aspek-aspek lain dari kepribadian mungkin unik secara budaya. Jika kita

Page 92: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

92

memahami hubungan antara budaya dan kepribadian dalam cara-cara yang memungkinkan

untuk hidup berdampingan dari universalitas dan pribumisasi, maka kita bisa mengatasi masalah

mengenai bagaimana untuk mengkonsepkan dan belajar koeksistensinya.

H.H.H.H. Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal Latihan Soal

1. Fakta psikometri dari satu budaya bisa digunakan dalam budaya yang lainnya. (B/S)

2. Seseorang yang depresi ringan, dari segi Extroversion (Basic Tendency), mungkin menghasilkan

self-esteem yang rendah, kepercayaan perfectionist yang tidak rasional, atau pesimistis atau

sikap sinis terhadap dunia (B/S)

3. Menurut teori determinasi diri oleh Deci dan Ryan, orang yang otonom ketika perilaku yang

mereka alami dilakukan dengan sukarela dan ketika mereka sepenuhnya mendukung tindakan di

mana mereka terlibat atau nilai-nilai yang diungkapkan oleh mereka. (B/S)

4. Hofstede, Bond, dan Luk (1993) menganalisis data dari 1.300 individu di Denmark dan Belanda,

dan menemukan 5 dimensi keribadian.(B/S)

5. Salah satu yang banyak dipelajari tentang konsep kepribadian lintas budaya adalah locus of

control. Konsep ini dikembangkan oleh Rotter. (B/S)

Page 93: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

93

MATERI 10MATERI 10MATERI 10MATERI 10: BUDAYA DAN ABNORMALITAS: BUDAYA DAN ABNORMALITAS: BUDAYA DAN ABNORMALITAS: BUDAYA DAN ABNORMALITAS

Dalam mendefinisikan perilaku abnormal, psikolog Amerika sering menggunakan pendekatan

statistik atau menerapkan kriteria gangguan atau inefisiensi, penyimpangan, atau tekanan subjektif.

menggunakan pendekatan statistik, misalnya, kita bisa menentukan perilaku wanita sebagai

abnormal karena kejadiannya langka atau jarang. berada di luar berhubungan dengan lingkungan

Anda, memiliki delusi (keyakinan yang salah) bahwa Anda adalah binatang, dan berbicara dengan

orang mati tidak pengalaman umum.

Sebagai alternatif untuk pendekatan tradisional, banyak sarjana lintas budaya berpendapat bahwa

kita dapat memahami dan mengidentifikasi perilaku abnormal hanya jika kita mengambil konteks

budaya ke laporan. sudut pandang ini menunjukkan bahwa kita harus menerapkan prinsip

relativisme kelainan. Budaya yang percaya pada intervensi supranatural dapat dengan jelas

membedakan ketika negara trans dan berbicara dengan roh merupakan bagian diterima dari

perkumpulan perilaku seorang penyembuh dan ketika perilaku yang sama akan dianggap sebagai

tanda gangguan (Murphy, 1976).

A. Cross-Cultural Research On Abnormal Behaviors

Penelitian lintas budaya selama bertahun-tahun telah memberikan kekayaan bukti yang

menunjukkan bahwa perilaku abnormal dan psikopatologi memiliki kedua aspek tertentu universal

dan budaya.

1. Schizophenia

Skizofrenia ditandai dengan "distorsi kasar realitas; penarikan dari interaksi sosial, dan disorganisasi

persepsi, pikiran dan emosi (Carson, Butcher & Coleman, 1988, p. 322). beberapa teori tentang

penyebab skizofrenia memberikan keutamaan faktor biologis (misalnya, kelebihan dopamin atau

ketidakseimbangan biokimia lainnya). teori lain menekankan dinamika keluarga (misalnya, ekspresi

permusuhan terhadap orang sakit). model stres diatesis skizofrenia menunjukkan bahwa mungkin

terjadi pada individu dengan predisposisi biologis untuk gangguan (diatesis) berikut paparan stres

lingkungan.

Para peneliti juga mencatat perbedaan dalam ekspresi gejala lintas budaya. Pasien di Amerika

Serikat kurang mungkin untuk menunjukkan kurangnya wawasan dan pendengaran halusinasi

daripada orang Denmark atau Nigeria. Temuan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan budaya

Page 94: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

94

dalam nilai-nilai yang terkait dengan wawasan dan kesadaran diri, yang sangat dihormati di Amerika

Serikat tetapi kurang dihormati di negara-negara lain.

Singkatnya, penelitian WHO memberikan bukti yang cukup dari set universal gejala inti yang

mungkin berhubungan dengan skizofrenia. penelitian lain, bagaimanapun, membantu untuk marah

interpretasi ini dengan mendokumentasikan perbedaan spesifik budaya manifestasi yang tepat,

pengalaman, dan diagnosis skizofrenia dalam konteks budaya yang berbeda.

2. Depression

Kehadiran gangguan depresi, bagaimanapun, melibatkan gejala "kesedihan yang intens, perasaan

kesia-siaan dan tidak berharga, dan penarikan dari orang lain" (Sue, Sue, & Sue, 1990, hal. 325).

Depresi sering ditandai dengan perubahan fisik (seperti gangguan tidur dan nafsu makan) dan

perubahan motivasi (seperti apatis dan kebosanan), serta perubahan emosi dan perilaku (seperti

perasaan sedih, putus asa, dan kehilangan energi).

Peneliti juga menyoroti kebutuhan untuk mempertimbangkan lingkungan sosial dan budaya saat ini

dari gangguan. Misalnya, kriteria untuk depresi besar di edisi sebelumnya dari Chinese Classification

of Mental Disorders (CCMD) termasuk durasi gejala selama 4 minggu (dalam edisi terbaru, itu adalah

2 minggu).

Singkatnya, seperti dengan karya lintas budaya pada skizofrenia, literatur tentang poin depresi untuk

kedua cara universal dan budaya khusus di mana gangguan dapat terjadi dan dialami di seluruh

budaya.

3. Somatization

Somatisasi adalah dasarnya, gejala fisik sebagai ungkapan tekanan psikologis

Beberapa studi telah menyarankan bahwa anggota kelompok budaya tertentu, seperti Hispanik

(Koss, 1990), Jepang (Radford, 1989), Cina (Kleinman, 1982), dan Arab (El-Islam, 1982) cenderung

somaticize lebih dari Eropa atau Amerika. Bahkan, telah biasanya berpikir bahwa laporan seperti

gejala somatik (misalnya, nyeri pinggang atau masalah usus) hanya kode atau kamuflase untuk gejala

psikologis. Dengan demikian, penelitian yang tersedia cenderung menunjukkan bahwa, meski

sebelumnya dianggap sebagai fenomena budaya khusus, somatisasi mungkin fenomena universal

dengan makna budaya khusus dan mode ekspresi.

4. Attention deficit/ hiperactivity disorder

ADHD menjadi lebih dikenal secara luas dalam waktu relatif singkat. Telah diakui dan didiagnosis

pada budaya yang berbeda (Faraone & Biederman, 2004). beberapa ciri-ciri utama ADHD adalah

tidak perhatian (kesulitan memberi perhatian, mudah teralihkan), impulsif (kesulitan menunggu

Page 95: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

95

giliran, menyela orang lain), dan hiperactivity (gelisah, tidak bisa duduk diam). penting, gejala-gejala

ini mengganggu kehidupan sosial dan akademik yang berfungsi dalam mempertimbangkan

gangguan.

B. Culture-Bound Syndromes

Bahkan, laporan etnografis sindrom budaya terikat menyediakan mungkin dukungan kuat untuk

relativisme budaya dalam memahami dan menangani kelainan. Menggunakan terutama emic

(budaya khusus) pendekatan yang melibatkan pemeriksaan etnografis perilaku dalam konteks

budaya tertentu, antropolog dan psikiater telah mengidentifikasi beberapa bentuk rupanya yang

unik dari gangguan psikologis. Beberapa kesamaan antara gejala gangguan budaya khusus ini dan

mereka diakui di seluruh budaya telah diamati.

C. Budaya dan Asesmen Untuk Perilaku Abnormal

Asesmen untuk perilaku abnormal meliputi identifikasi dan mendeskripsikan simpton-simpton

perseorangan dalam konteks yang lebih luas meliputi keseluruhan riwayat hidup dan lingkungannya.

Asesmen haruslah sensitif terhadap budaya dan pengaruh lingkungan lainnya terhadap fungsi

perilaku. Literature teknik standar asesmen mengindikasikan bisa menimbulkan bias saat tes

menggunakan metode psikologi yang dikembangkan dalam satu konteks budaya yang harusnya

digunakan pada konteks lainnya.

D. Budaya dan Diagnosis Psikiatri

Asesmen haruslah bersifat valid dan reliable. Reliable adalah ketika hasil asesmen seseorang relative

sama meski di tes berulang kali dan oleh orang yang berbeda. Valid mengarah pada seberapa akurat

diagnosis menggambarkan gangguan klinis yang harus dideskripsikan. Beberapa modifikasi dibuat

untuk DSM IV agar mampu meningkatkan sensitivitasnya terhadap budaya.

1. Memasukkan info tentang bagaimana manifestasi klinis bisa menjadi sangat beragam karena

budaya.

2. Memasukkan 25 sindrom terkait budaya dalam sebuah lampiran.

3. Menambahkan guideline untuk asesmen mendalm terhadap buday seseorang, meliputi

ekspresi budaya dari gangguan individual, faktor budaya yang berhubungan dengan konteks

spesifik individu, serta perbedaan budaya antara individu dan clinician.

Untuk menemukan masalah akibat kurang memperhatikan budaya, sistem diagnosis lokal dibuat,

contohnya adalah CCMD (Chinese Classification of Mental Disorder) yang didalamnya memuat

Page 96: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

96

tentang persaingan antar saudara karena aturan satu-anak. Narasi kasus harus mencakup riwayat

kesehatan, unsur budaya, identits budaya, penjelasan buday tentang sakit, lingkungan psikologis,

hubungan klien dan clinician, dan lain-lain.

E. Asesmen Lintas Budaya dan Perilaku Abnormal

Sangat penting untuk memiliki seperangkat alat yang reliable dan valid dalam mengukur perilaku,

perasaan, dan parameter psikologi lainnya yang berhubungan dengan mental illness. Alat tersebut

dapat berupa kuisioner, protocol wawancara, atau tugas yang terstandarisasi. Bisa jadi sangat sulit

untuk menggunakan asesmen psikologi yang dikembangkan di satu budaya kemudian digunakan di

budaya lain karena perbedaan ekspresi distress yang spesifik. Alat bisa saja memiliki makna yang

bervariasi di setiap budaya, bagaimanapun kita menterjemahkannya ke bahasa setempat, mereka

bisa saja samara tau gagal untuk memotret secara spesifik gangguan yang berkaitan dengan ekspresi

spesifik yang dimiliki budaya.

Berbicara tentang anak, Child Behavior Checklist (CBCL) sudah sering digunakan untuk menilai

masalah emosi dan perilaku di berbagai belahan dunia termasuk Thailand, Kenya, US, China,

Denmark, Australia, Jamaika, Yunani, dan 9 lainnya. Secara general, hasilnya adalah anak-anak US

memiliki level perilaku tidak terkontrol yang lebih tinggi dibandingkan anak dari negara lainnya.

Beberapa penelitian menawarkan guideline untuk mengembangkan cara menghitung nilai lintas

budaya pada perilaku abnormal. Hingginbotham menyarankan pentingnya untuk menguji system

penyembuhan indigenous (seperti folk healers). Penelitian lain menunjukkan efek interaksi antara

latar belakang budaya dari terapis dan klien dalam pikiran terapis juga dapat mempengaruhi hasil

asesmen. Klien Chinese-Amerika cenderung dianggap sebagai orang yang canggung, bingung, dan

gugup oleh terapis Eropa-Amerika, tapi dinilai sebagai orang yang mampu beradaptasi, jujur, dan

ramah oleh terapis Chinese-Amerika.

Dalam membuat asesmen klinis ada dua tipe error yang mungkin terjadi : 1) Overpathologizing yang

terjadi ketika clinician tidak familiar dengan budaya klien dan salah menilai bahwa perilaku klien

yang normal secara kulturnya dianggap sebagai gejala patologis. 2) Underpathologizing terjadi ketika

clinician menganggap perilaku klien adalah perilaku budaya padahal itu bisa saja simpton patologis.

Yang menarik dari asesmen klinis lintas budaya, apabila kita dihadapkan dengan klien dengan dua

bahasa (bilingual), tes harus dilakukan dengan dua bahasa tersebut yang dilakuakan oleh clinian

bilingual atau dengan bantuan trainer.

Page 97: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

97

F. Pengukuran Kepribadian Untuk Menilai Psikopatologi

Skala yang paling banyak digunakan dalam asesmen lintas budaya adalah MMPI (Minnesota

Multiphasic Personality Inventory). Studi klinis lintas budaya termasuk skala kepribadian MMPI

dapat dikatakan cukup reliable dan valid dalam menilai psikopatologi dan perilaku abnormal dalam

budaya lain. Tapi bagaimanapun yang lain membantah bahwa beberapa aitem di MMPI memiliki arti

yang berbeda di budaya lain.

G. Kesehatan Mental Etnis Minoritas dan Pendatang

1. Afrika-Amerika

Studi menunjukkan prevalensi gangguan mental (schizophrenia, depresi, gangguan kecemasan,

gangguan somatisasi, dan gangguan kepribadian antisocial) menunjukkan angka yang lebih tinggi

pada Afrika-Amerika dibandingkan Eropa-Amerika. Perbedaan tersebut bisa jadi dikarenakan oleh

perbedaan status sosial ekonomi.

2. Asia-Amerika

Beberapa studi menunjukkan bahwa orang-orang Asia-Amerika melaporkan lebih banyak gangguan

mental (seperti simpton depresi dan phobia sosial) daripada Eropa-Amerika. Namun dalam rentang

waktu 12 bulan Asia-Amerika melaporkan prevalensi angka yang paling rendah untuk depresi mayor,

mania, gangguan panic, dan gangguan kecemasan. Orang-orang Korea-Amerika memiliki insiden

depresi yang lebih tinggi diikuti Jepang-Amerika, dan Chinese-Amerika. Alasannya bisa jadi karena

imigran Korea-Amerika tinggal di US dalam periode waktu yang lebih singkat dan memiliki status

pekerjaan yang lebih rendah.

3. Amerika-Latin

Studi menunjukkan bahwa orang-orang Puerto Rico memiliki resiko mayor depresi yang lebih tinggi

dibandingkan orang-orang Cuba dan Meksiko-Amerika. Studi lain menunjukkan Meksiko-Amerika

yang tidak lahir di US memiliki resio gangguan mood dan gangguan kecemasan yang lebih rendah

dibandingkan Meksiko-Amerika yang lahir di US. Faktor yang menyebabkan bisa jadi adalah cara

penerimaan pendatang, riwayat imigrasi, SES, diskriminasi, dan kekuatan etnis komunitas.

4. Native-Amerika

Karakteristik Native amerika dicirikan oleh kesulitan SES, pemisahan dan penggabungan yang

mungkin saja berkaitan dengan masalah kesehatan mental. Angka kekerasan akibat alkohol dan

bunuh diri Native-Amerika juga lebih tinggi dari statistic nasional US. Sebuah studi epidemologi

nasional menunjukkan bahwa Native-Amerika memilika prevalensi yang tertinggi dalam 12 bulan

untuk gangguan mood dan kecemasan dibandingkan etnis lain.

Page 98: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

98

5. Pendatang

Pendatang yang berusaha beradaptasi dengan budaya dan lingkungan baru di hadapkan dengan

tantangan seperti kebiasaan dan bahasa baru disaat yang bersamaan harus memelihara tradisi

budaya asli mereka.. Proses adaptasi ini disebut dengan akulturasi. Depresi, kecemasan , dan

psikosomatis adalah masalah yang biasa terjadi. Menariknya, beberapa studi melaporkan bahwa

para pendatang di US memiliki laporan maslaah kesehatan mental dan fisik yang lebih rendah

dibandingkan dengan mereka yang lahir di US. Faktor penyebabnya bia dikarenakan oleh ikatan yang

kuat antar keluarga yang akhirnya menyumbangkan hasil yang positif terhadap kesehatan fisik dan

mental.

6. Pengungsi

Dikarenakan oleh pengalaman traumatis, pengungsi menunjukkan angka gangguan PTSD, depresi,

dan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang pindah secara sukarela. Pengungsi yang

belajar bahasa dari budaya yang baru dengan baik menunjukkan angka diagnosis depresi yang lebih

sedikit. Peneliti menemukan bahwa memiliki ikatan dukungan sosial yang kuat antara sesame

kelompok etnis membantu awal-awal tahun perpindahan.

H. Budaya dan Pengobatan Perilaku Abnormal

Salah satu tujuan utama dari psikologi abnormal adalah dengan menggunakan pengetahuan yang

dihasilkan oleh penelitian untuk membantu orang meningkatkan kehidupan mereka. Penilaian yang

tepat dan diagnosis dari psikopatologi merupakan langkah penting ke arah membantu orang-orang

dengan gangguan mental sehingga dapat memperbaiki kehidupan mereka.

1. Budaya dan Psikoterapi

Di antara banyak cara yang psikolog terapkan, tujuan meningkatkan kehidupan masyarakat adalah

melalui intervensi psikologis dengan orang yang memiliki gangguan perilaku abnormal, dan yang

hidupnya disfungsional karena gangguan tersebut.

2. Psikoterapi Tradisional

Psikoterapi tradisional berasal dari Eropa Barat oleh Sigmund Freud, bapak psikoanalisis. Di Wina,

Freud menemukan bahwa pasien di bawah pengaruh hipnosis akan berbicara lebih bebas dan

emosional tentang masalah, konflik, ketakutan, mengingat dan menghidupkan kembali pengalaman

sebelumnya, traumatis muncul untuk mengurangi beberapa gejala pasien. Melalui sesi terapi

individu, ia mendorong pasien untuk mengeksplorasi kenangan mereka dalam pikiran bawah sadar,

sebanyak arkeolog mengeksplorasi kota terkubur (Hotherhall 1990). Psikoterapi diperkenalkan di

Amerika Serikat pada awal 1900-an. Carl Rogers (1942), seorang psikolog Amerika, memodifikasi

Page 99: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

99

teknik psikoanalisis Freud mengembangkan pendekatan yang berpusat pada klien psikoterapi.

Rogers pindah dari peran terapis sebagai penerjemah dari masalah pasien untuk menekankan

mendorong diri pertumbuhan klien sementara terapis tetap empathically atau peka terhadap

perasaan dan emosi klien.

3. Keterbatasan Budaya Psikoterapi

(Alarcon & Leetz, 1998; Wohl, 1989) mengusulkan bahwa psikoterapi tidak terikat kerangka

budaya. Pertama, penyebab psikologis yang mendasari, terikat dengan budaya. Kedua, kemampuan

terapis atau dokter berhubungan erat dengan pengetahuan dan pemahaman konteks budaya di

mana perilaku terjadi. Ketiga, jika tujuan dari psikoterapi membantu orang untuk menjadi lebih

fungsional, maka fungsi ditentukan secara kultural. Konteks budaya adalah sebagian terdiri dari

tradisi moral tertanam dalam struktur politik, psikoterapi sendiri tidak mau praktek moral

terkonsekuensi politik dalam kerangka budaya. Hal ini berguna untuk mengambil memeriksa

bagaimana pendekatan terhadap pengobatan terikat dengan norma budaya, nilai, dan keyakinan.

(Sue & Sue 1999).

Dalam psikoterapi tradisional dan kontemporer, psikologi barat fokus pada individu yang diharapkan

untuk mengekspresikan secara verbal emosi, pikiran, dan perasaan untuk terlibat dalam refleksi diri

dan pengungkapan diri yang mendasari penyakit mental. Dan menjadi berhubungan dengan batin

yang penting untuk memahami dan mengobati individu saat tertekan. Dalam beberapa budaya Asia,

pikiran-pikiran seseorang, terutama jika mereka sakit, menyenangkan, atau menjengkelkan, sangat

dihindari dan diyakini memperburuk masalah yang ada.

4. Psikoterapi dalam Budaya luar Amerika Serikat

Psikoterapi sudah di ekspor ke bagian lain dari dunia seperti Singapura (Devan

2001), Malaysia (Azhar & Varma,2000), India (Prasadaro & Matam, 2001), dan China

(Zhang,Young,Lee 2002). Di Malaysia, agama telah dimasukkan ke dalam psikoterapi (Azhar

& Varma, 2000). Di Cina, Tao dan prinsip-prinsip Konfusian yang tertanam dalam teknik

psikoterapi. Orang-orang Arab dalam kelompok mereka memiliki waktu yang sulit melihat

kelompok sebagai terapi dan bukan hanya sebagai kegiatan sosial.

I. Pengobatan dari Perilaku Abnormal berseberangan dengan beragam Budaya di Amerika Serikat

Afrika Amerika tidak menemukan perbedaan dalam hasil dibandingkan dengan kelompok etnis lain (J

yang & Matsumoto, 1982: Lerner 1972). Namun, percobaan klinis berpenghasilan rendah seperti

Afrika Amerika dan wanita Latino menemukan psikoterapi untuk menjadi pengobatan yang efektif

untuk depresi, bahkan 1 tahun kemudian (Miranda, Green. & Krupnick, 2006). Hasil bagi Asia

Page 100: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

100

Amerika telah menemukan bahwa terapi psikologi dapat digunakan dengan sukses, di Asia Tenggara

Amerika berurusan dengan gangguan tekanan pasca trauma atau depresi (Kinzie, Leung, & Bui,

1988). Di Los Angeles, (Seattle 1991) menemukan bahwa, dibandingkan dengan kelompok etnis lain,

Latino yang paling mungkin untuk meningkatkan setelah pengobatan psikoterapi. American

Psychological Association (2002) telah menciptakan pedoman untuk menyediakan layanan

kesehatan mental untuk kelompok etnis minoritas. Lainnya peneliti dan dokter sedang

mengembangkan pendekatan teoritis didorong budaya pengobatan, seperti teori konseling dan

terapi multikultural (Sue, Ivey, & Pedersen, 1996; Sue & Sue, 2003).

1. Mencari Pengobatan

(Seattle, Sue 1977) menemukan tingkat yang lebih rendah dari pemanfaatan layanan oleh Amerika

Asia daripada orang Amerika Eropa dan Afrika-Amerika. Ia menemukan bahwa semua kelompok lain

memiliki tingkat putus sekolah tinggi dan hasil pengobatan yang lebih buruk dibandingkan dengan

orang-orang dari Amerika Eropa. Dalam sebuah studi dari tingkat pemanfaatan layanan kesehatan

mental dengan 853 Afrika Amerika, 704 Amerika Asia, 964 Latino Amerika, dan 670 Eropa remaja

Amerika (usia 13 hingga 17 tahun) di Los Angeles selama periode lima tahun. Lamanya pengobatan

adalah variabel penting untuk melihat karena penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak waktu

yang dihabiskan dalam pengobatan, semakin besar kemungkinan itu akan terjadi (Orlinsky, grawe, &

Taman, 1994). Temuan dari studi dengan Asia Tenggara pada khususnya telah dicampur, dengan

beberapa menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari pemanfaatan (Ying & Hu, 1994) dan,

menemukan tingkat yang lebih rendah (Barreto & Segal, 2005, Zane, Hatanaka, Park, & Akutsu,

1994) dibandingkan dengan populasi Amerika Asia secara keseluruhan. Karena orang-orang Asia

Tenggara lebih mungkin menjadi pengungsi yang telah terkena trauma perang dan lebih mungkin

untuk jatuh ke dalam kategori sosial ekonomi rendah yang dapat memperburuk tingkat keparahan

penyakit mental, keberhasilan pengobatan mungkin lebih sulit dicapai. Yeh, Takeuchi, dan Sue

(1994) di Los Angeles menemukan bahwa layanan kesehatan mental etnis tertentu lebih berhasil

dalam memberikan pelayanan kepada Amerika Asia.

2. Hambatan untuk Mencari Pengobatan

Dalam kesehatan mental multikultural adalah Stanley Sue, yang merupakan Direktur Riset di Pusat

Penelitian Nasional Amerika Asia Mental Health. Sue menunjukkan bahwa beberapa alasan mengapa

Amerika Asia sedikit digunakan layanan kesehatan mental meliputi malu, menghindari aktif pikiran

morbid, atribusi penyebab penyakit mental faktor biologis, dan takut sistem tidak diatur untuk

menangani dengan baik dengan perbedaan budaya. Cheng, Leong, dan Geist (1993) melaporkan

bahwa beberapa orang Amerika Asia percaya bahwa pikiran-pikiran atau peristiwa menjengkelkan

hanya akan memperburuk masalah. Di Afrika Amerika, individu dapat didorong untuk mengandalkan

Page 101: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

101

kemauan mereka sendiri untuk menghadapi masalah, menjadi mandiri, dan sulit untuk keluar pada

situasi sulit (Broman, 1996; Snowden, 2001). Tolman dan Reedy ( 1998) menunjukkan bahwa

pemanfaatan berkurang dari layanan oleh penduduk asli Amerika mungkin hasil dari keyakinan

budaya yang sakit berasal dari ketidakharmonisan dengan diri sendiri, komunitas, dan alam. Dalam

masyarakat Latino, penyebab gangguan mental yang mungkin disebabkan roh jahat, akibatnya,

diyakini bahwa kekuatan untuk menyembuhkan masalah terletak di dalam gereja dan tidak dengan

profesional kesehatan mental (Paniagua, 1998). Sussman, Robins, dan Earls (1987 menemukan

bahwa Afrika Amerika menyuarakan ketidakpercayaan terhadap layanan kesehatan mental formal,

takut rawat inap dan pengobatan. Takeuchi, Bui, dan Kim (1993) menemukan bahwa orang tua

Afrika Amerika takut datang ke bantuan profesional karena menyebabkan pelembagaan anak

mereka. Uba (1994), studi Asia Amerika diidentifikasi stigma, kecurigaan dan kurangnya kesadaran

tentang ketersediaan layanan sebagai hambatan untuk mencari pengobatan.

3. Treatment Issues ( Permasalahan pada Proses Treatment )

Pada saat menangani pasien dari latar budaya yang berbeda misal minoritas etnik di suatu daerah,

terdapat beberapa tantangan bagi praktisi klinis. Salah satunya kesulitan bagi praktisi Klinis untuk

berkomunikasi dengan pasien, karena kesulitan menggunakan bahasa dan cara berkomunikasi yang

berbeda antar budaya yang menyebabkan cara mengekspresikan perasaan dan menyampaikan

keluhan berbeda. Hal tersebut berpengaruh pada terganggunya peroses penanganan. Kesulitan

dapat berupa penggunaan bahasa yang berbeda antar daerah dan pengamatan perilaku nonverbal

tidak dapat digunakan, contohnya ada beberapa budaya yang menganggap perilaku memandang

mata lawan bicara sebagai tindakan tidak menghormati. Perbedaan budaya juga mempengaruhi

harapan pasien terhadap proses penanganan. Jadi terdapat isu-isu tertentu yang mungkin datang

pada saat melakukan konseling dengan pasien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.

4. Culturally Competent Services (Pelayanan yang Kompeten menurut Budaya)

Perkembangan literatur oleh para peneliti dan praktisi, mendorong professional di bidang kesehatan

untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan yang kompeten secara budaya yang dapat

memudahkan dan meningkatkan efektifitas terapi dengan individu yang berasal dari latar belakang

budaya yang berbeda-beda. Sue dan rekan-rekan (Comas-Diaz & Jacobsen, 1991; Sue & Sue, 2003;

Sue & Zane, 1987; Tseng & McDermott, 1981) mengusulkan agar metode terapi diubah dan

disesuaikan dengan kebutuhan dan pandangan dari klien dengan latar belakang budaya yang

berbeda-beda. Dan terdapat beberapa indikasi bahwa klien dengan suatu latar belakang budaya,

lebih memilih untuk bertemu dengan terapis yang memiliki latar belakang budaya yang sama, atau

sebuah persamaan dengan mereka, seperti jenis kelamin. Tetapi, persamaan latar belakang budaya

atau jenis kelamin antara praktisi terapi dengan kliennya bukan merupakan faktor pokok untuk

Page 102: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

102

proses konseling yang efektif. Proses konseling akan menjadi lebih baik jika praktisi klinis yang

diberikan adalah orang yeng sensitif dengan latar belakang klien dan berusaha untuk memahami

klien terlepas dari latar belakang budayanya.

5. Indigenous Healing

Pembahasan akhir-akhir ini tentang pengobatan perilaku abnormal antar budaya menghasilkan

intervensi yang bersifat culture-specific, atau Indigenous Healing. Indigenous Healing meliputi

system kepercayaan dan praktek terapi yang berlandaskan aspek dari suatu budaya. Atau dengan

kata lain, system kepercayaan dan praktek terapi ini tidak diadaptasi dari budaya luar, melainkan

dikembangkan dari budaya local untuk kepentingan pengobatan penduduk local (Sue & Sue, 1999).

J. Examples of Blending Traditional Western-Based Treatment Approaches with Indigenous

Healing Practices (Contoh Penerapan Metode Pengobatan Gabungan Antara pendekatan

pengobatan tradisional barat dengan praktek pengobatan Lokal)

Dari perspektif ilmu barat, symptom tidak bisa tidur, kecemasan akut, dan depresi tuan Vang adalah

hasil dari trauma dan stress akibat pengalamannya sebagai pengungsi, dan mungkin mengarah

kepada diagnosis posttraumatic distress disorder. Pada akhirnya karena praktisi kesehatan mental

yang bekerja pada kasus ini memperhatikan terhadap latar belakang budaya, dan kepercayaan tuan

Vang sebagai penyebab dari kecemasan akut yang dialaminya, metode pengobatan yang digunakan

adalah gabungan dari metode barat dan metode dari budaya tuan Vang sendiri. Metode pengobatan

yang dilakukan adalah, konseling terapik, dan metode dari kebudayaan Hmong yaitu pembersihan

roh oleh orang pintar (shaman) dan metode yang diberikan berhasil.

K. An Alternative Approach to Treatment (pendekatan alternatife terhadap system pengobatan)

Mayoritas diskusi pada bab ini fokus membahas pada metode pengobatan tertentu berdasarkan

model medisnya. Menyadari keterbatasan dari model medisnya, disiplin ilmu psikologi komunitas

yang dipimpin oleh para peneliti seperti Kelly (1990), dan Trickett (1996), menggabungkan prinsip

dari ilmu psikologi klinis dengan aspek-aspek yang beragam dari ekologi dan aspek individual untuk

menghasilkan sebuah konsep frameworks alternatif untuk memahami perilaku abnormal. Psikolog

komunitas melewati fokus tradisional mereka untuk memberikan respon pada kesulitan seseorang

pada tingkatan individual untuk mengikutsertakan analisis kesehatan mental dari tingkat komunitas.

Pengobatan berbasis komunitas sangat relevan dalam membantu populasi seperti imigran atau

pengungsi, yang tidak terbiasa dengan kebudayaan dari daerah yang mereka tempati saat ini.

Page 103: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

103

L. Culture and Clinical Training (kebudayaan dan pelatihan klinis)

Karena isu-isu yang didiskusikan pada bab ini dan pada keseluruhan buku, seluruh program pelatihan

klinis di Amerika Serikat yang terakreditasi, medapatkan arahan untuk memasukan aspek

kebudayaan dan perbedaan atau keberagaman dalam program pelatihan mereka. Dengan harapan

agar praktisi klinis yang turun ke lapangan dapat memahami peran dari kebudayaan pada aspek

ekspresional dan presentasional dari gangguan mental. Isu ini tidak hanya relevan bagi orang dengan

etnik, ras, atau asal Negara yang berbeda.

M. KESIMPULAN

Pada bab ini, telah didiskusikan pentingnya peran budaya dalam percobaan

membantu orang-orang dengan gangguan mental memperbaiki hidup mereka. Salah

satunya penelitian lintas budaya dalam setting klinis seperti mendefinisikan dan memeriksa

abnormalitas dan mendesain pendekatan penanganan yang memobilitas proses

penyembuhan klien secara efektif adalah sebuah keharusan.

Melalui studi budaya psikopatologi, asesmen, dan psikoterapi, kita disediakan

kesempatan untuk memperluas konsep dan teori cakrawala mengenai abnormalitas dan

penanganannya, dan membantu sistem penanganan menuju sistem yang lebih baik dan

lebih besar, secara efektif melayani kelompok-kelompok yang lebih besar.

Gangguan perilaku yang berkaitan dengan budaya tidak bisa di lakukan

sembarangan, clinician harus memahami atau menyelidiki dengan pasti apakah gangguan

tersebut adalah ekspresi budaya yang bersangkutan atau memang simpton-simpton klimis.

Budaya berkaitan dengan perilaku abnormal sebagian besar dikaitkan dengan masalah

status sosial ekonomi, ketersediaan kepindahan, dan diskriminasi.

Psikologi abnormalitas berkaitan dengan sebuah pengalaman pada kebudayaan.

Namun definisi tradisional belum banyak berguna pada pengidentifikasian, penjangkaan

dan perawatan perilaku abnormal. Terdapat perbedaan kultural dalam tingkat kemunculan

dan beberapa gangguan psikologis seperti skizofrenia dan depresi.

Mengingat bahwa psikoterapi tidak dapat terlepas dari ikatan dengan aspek dari

kebudayaan tertentu, mungkin saja semua jenis psikoterapi dapat dilihat sebagai metode

lintas budaya, karena dua orang yang terlibat tidak memiliki internalisasi dari konstruksi

identik mereka masing-masing tentang kebudyaan mereka.

Kesimpulannya, metode sistem pengobatan alternatif ini adalah sebuah evolusi

metode psikoterapi dimana penggunaan kekuatan dan sumber daya sebuah komunitas

tidak hanya ditujukan kepada seseorang atau bersifat individual, tetapi ditujukan kepada

Page 104: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

104

kesehatan dari komunitas tersebut secara utuh. Metode ini juga menawarkan alternatif

yang menjanjikan dan memiliki potensi yang tinggi untuk menggantikan model medis dari

psikologi klinis untuk memahami dan merespon kesulitan psikologis pada populasi dengan

latar belakang budaya berbeda.

N. Soal Latihan

1. Angka gangguan PTSD lebih tinggi pada para pendatang dibandingkan pengungsi (Benar-

Salah)

2. CBCL adalah alat yang digunakan untuk menilai masalah emosi dan perilaku anak di berbagai

belahan dunia. (Benar-Salah)

3. Penilaian yang tepat dan diagnosis dari psikopatologi merupakan langkah penting ke arah

membantu orang-orang dengan gangguan mental guna memperbaiki kehidupan mereka

(Benar-Salah)

4. Carl Rogers mendorong pasien untuk mengeksplorasi kenangan mereka dan pikiran bawah

sadar, sebanyak arkeolog mengeksplorasi kota terkubur. (Benar-Salah)

5. Kesamaan atau kemiripan latar belakang budaya, system kepercayaan, dan jenis kelamin

antara klien dengan terapis merupakan hal pokok dan penting untuk diperhatikan dalam

memberikan proses treatment (Benar/Salah)

Page 105: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

105

MATERI 11MATERI 11MATERI 11MATERI 11: BUDAYA DAN GENDER: BUDAYA DAN GENDER: BUDAYA DAN GENDER: BUDAYA DAN GENDER

A. The Relationship of Gender and Culture to Mainstream Psychology

Psikolog menjadi semakin sadar akan kemungkinan bahwa psikologis pria dan wanita mungkin

berbeda, mempertanyakan temuan penelitian dan teori-teori sebelumnya. Sarjana, peneliti, guru,

dan siswa mulai mempertanyakan apakah pengetahuan berdasarkan pada laki-laki akurat bagi

orang-orang pada umumnya. Salah satu konsekuensi dari kesadaran ini tumbuh di antara peneliti

dan sarjana adalah menyertakan perempuan sebagai peserta penelitian, untuk memastikan bahwa

temuan penelitian bisa diaplikasikan untuk perempuan maupun laki-laki. Pada saat yang sama,

peningkatan jumlah perempuan menjadi peneliti dan akademisi, membawa perspektif yang berbeda

dengan bidang, teori-teori, dan temuannya. Sekarang, psikologi menikmati kontribusi lebih

seimbang oleh laki-laki dan perempuan, setidaknya di Amerika Serikat, dan kombinasi perspektif dan

keprihatinan yang berbeda untuk membuat dinamika yang kaya, menarik, dan penting bagi

lapangan. Meskipun mempertanyakan ketidakseimbangan penelitian tentang pria dan wanita sulit,

banyak ilmuwan perilaku dan sosial telah merespon dengan baik. Banyak peneliti telah membuat

upaya sadar untuk mempelajari perilaku lintas budaya untuk mempelajari persamaan antar budaya

dan perbedaan. Lembaga akademik juga telah membuat upaya untuk merekrut dan melatih orang-

orang dari latar belakang budaya yang beragam, sehingga mereka juga dapat berkontribusi untuk

penelitian, pengajaran, dan pendidikan dalam psikologi. Kami menafsirkan perubahan ini sebagai

bukti dari evolusi berkelanjutan di lapangan, mirip dengan apa yang telah terjadi dalam kaitannya

dengan gender. Artinya, psikologi terus berubah dan berkembang. Seperti Amerika Serikat dan

seluruh dunia menjadi semakin beragam, kebutuhan psikologi yang utama adalah untuk

menggabungkan, menjelaskan, dan mendeskripsikan bahwa keragaman terus meningkat. Teori,

penelitian, pengajaran, serta pendidikan menjadi lebih peka budaya, dan meningkatnya kesadaran

ini terikat untuk membawa evolusi lain di wajah dan konten psikologi.

B. Beberapa Definisi

1. Androgyny

Sebuah identitas gender yang melibatkan dukungan dari kedua karakteristik pria dan wanita.

2. Gender

Perilaku atau pola kegiatan masyarakat atau budaya dianggap sesuai untuk pria dan wanita.

Pola-pola perilaku ini mungkin atau mungkin tidak terkait dengan peran seks dan seks,

meskipun mereka sering dikaitkan.

Page 106: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

106

3. Gender Identity

Tingkat dimana seseorang memiliki kesadaran atau pengakuan bahwa ia telah mengadopsi

peran jenis kelamin tertentu.

4. Gender Role

Tingkat dimana seseorang mengadopsi perilaku spesifik gender berasal oleh budaya-nya.

5. Gender Role Ideology

Penilaian tentang apa peran yang seharusnya pada tiap gender dalam budaya tertentu.

6. Gender Stereotype

Karakteristik psikologis atau perilaku biasanya terkait dengan laki-laki dan perempuan.

7. Machismo

Sebuah konsep yang terkait dengan diferensiasi peran gender Meksiko-Amerika yang

ditandai dengan banyak harapan tradisional terhadap peran gender pria, seperti menjadi

emosional, kuat, berwibawa, agresif, dan maskulin.

8. Sex

Perbedaan biologis dan fisiologis antara pria dan wanita, yang paling jelas perbedaan

anatomi dalam sistem reproduksi mereka

9. Sex Roles

Perilaku dan pola kegiatan laki-laki dan perempuan yang secara langsung terkait dengan

perbedaan biologis dan proses reproduksi mereka.

10. Sexual Identity

Tingkat kesadaran dan pengakuan oleh seorang individu mengenai sex dan sex roles.

C. Penelitian Lintas Budaya Mengenai Gender

Penelitian lintas budaya pada perbedaan gender telah berlangsung sejumlah besar pada tema

psikologis dan konstruksi yang membantu kami mengumpulkan bagaimana perbedaan gender

ada di budaya yang berbeda, dan membantu kami berspekulasi tentang alasan untuk perbedaan

itu. Untuk keperluan presentasi di sini, kita telah dikategorikan penelitian ke dalam empat

bidang: gender stereotypes, gender roles and self-concept, , studi Hofstede, dan perbedaan

gender psikologis, yang meliputi perbedaan persepsi/spasial/kognitif, kesesuaian dan

kepatuhan, agresi, dan konstruksi psikologis lainnya. klasifikasi ini, tentu saja, sepenuhnya

sewenang-wenang; mereka adalah upaya untuk memberikan beberapa struktur ke susunan yang

luas dari penelitian lintas budaya pada perbedaan gender. Selain itu, ulasan ini tidak

komprehensif, tetapi hanya wakil dari sejumlah besar penelitian yang ada di banyak topik

psikologis yang berbeda memeriksa perbedaan gender di seluruh budaya.

Page 107: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

107

D. Kultur dan Stereotip Gender

3. Studi William dan Best

Penelitian William dan Best (1982) yang mengambil sampel di 30 negara dengan total 3000

partisipan menggunakan kuesioner ACL (Adjective Check List). Kuesioner tersebut

menghadirkan 300 kata sifat yang menggambarkan karakteristik laki-laki dan perempuan.

Seperti dugaan awal, kata-kata sifat yang lebih kuat dan aktif lebih berasosiasi dengan laki-

laki daripada wanita di semua negara. Williams dan Best (2000) menggunakan kuesioner ACL

yang dikaitkan dengan Five Factor Model of Personality. Hasil penelitian mengungkap

perbedaan gender-stereotype cenderung lebih tinggi pada negara-negara konservatif dan

hirarkis, dengan tingkat perkembangan sosio-ekonomi yang rendah, dan proporsi wanita

yang mengenyam pendidikan yang rendah. Sedangkan, negara yang harmonis dan egaliter,

memiliki orientasi yang kurang terkait sex-roles (tidak terlalu mempermasalahkan), dan

perbedaan yang kecil pada gender-stereotypes dikaitkan dengan the five factors. Laki-laki

secara umum memiliki karakter psikologis, yaitu: aktif, kuat, kritis, dewasa, dengan

kebutuhan psikologis: dominan, mandiri, agresi, keinginan untuk tampil, berprestasi, dan

memiliki daya tahan tubuh yang baik. Laki-laki juga diasosiasikan dengan sifat berhati-hati,

ekstrovert, dan openness. Perempuan secara umum berkarakter pasif, lemah, nurture, dan

adaptif, dengan kebutuhan psikologis: rendah diri, patuh, mengasuh.

E. Kultur, Ideologi Gender Role, dan Konsep Diri

1. Studi William dan Best

Penelitian William dan Best (1990) pada 14 negara dengan menggunakan ACL yang

berhubungan dengan apa yang mereka yakini tentang dirinya dan apa yang mereka ingin

menjadi seperti apa. Skala tersebut juga dilabeli dengan label “tradisional” dan

“egaliter”. Tradisional menggambarkan gender roles yg sesuai dengan norma tradisional

atau umum seperti pada temuan sebelumnya, sedangkan egaliter merefleksikan

kecenderungan perbedaan yang rendah antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai

karakteristik psikologi. Egaliter lebih banyak ditemukan di Belanda, Jerman, dan

Finlandia; sedangkan ideology tradisional lebih banyak ditemukan di Nigeria, Pakistan,

dan India. Negara yg memiliki tingkat sosio-ekonomi yg tinggi, proporsi pemeluk

Protestan yang tinggi, proporsi Muslim yang rendah, jumlah wanita yang bekerja di luar

rumah tinggi, jumlah wanita yg tinggi masuk ke universitas, dan tingkat individualism

tinggi, berasosiasi dengan label egaliter. Williams dan Best (1990) juga meneliti

Page 108: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

108

perbedaan gender dalam konsep diri. Siswa yang sama di 14 negara yang sama dinilai

masing-masing dari 300 kata sifat dari ACL mengenai diri merka sendiri atau ideal self

mereka. Tanggapan diberi skor sesuai dengan maskulinitas / feminitas serta dalam hal

keberuntungan, kekuatan, dan aktivitas. Ketika mencetak menurut maskulinitas /

feminitas, baik penilaian mengenai actual self dan ideal self pria lebih maskulin daripada

yang peringkat perempuan, dan sebaliknya, di semua negara. Namun, laki-laki dan

perempuan di semua negara menilai ideal self mereka lebih maskulin daripada diri

mereka yang sebenarnya. Akibatnya, mereka mengatakan bahwa mereka ingin memiliki

lebih dari ciri-ciri tradisional dikaitkan dengan laki-laki. Temuan ini menyorot peran

penting agama dalam memahami bagaimana ideologi peran gender didefinisikan dan

disimpan dalam budaya yang berbeda.

2. Studi Hofstede

Hofstede (2001) mengidentifikasi perbedaan utama antara budaya maskulin dan feminin

dalam konteks seksualitas. Budaya yang memiliki tingkat maskulinitas tinggi (Jepang,

Austria, Venezuela, dan Italy) cenderung memiliki sikap moral tentang seks, standar

ganda tentang seks (wanita harus virgin saat menikah tapi tidak untuk laki-laki), dan

mendorong peran pasif untuk wanita. Budaya yg memiliki tingkat maskulinitas rendah

(Denmark, Norwegia, dan Belanda) cenderung memiliki sikap sesuai keadaan tentang

seks, standar tunggal tentang seks untuk laki-laki dan perempuan, dan norma yg

mendorong peran aktif perempuan dalam lingkungan sosial.

F. Perbedaan Psikologis Gender Antar Budaya

Perbedaan psikologis gender lintas budaya tidak hanya produk biologi dan budaya; mereka juga

penguat penting dari budaya, kembali ke perilaku budaya, peran gender, dan ideologi peran gender.

Dalam mode siklus ini, produk psikologis mengenai difenersiasi jenis kelamin juga menjadi aspek

penting dari hubungan budaya-perilaku-psikologi yang ada di antara orang-orang dan ritual mereka,

tradisi, dan perilaku. Literatur lintas-budaya pada perbedaan psikologis antara jenis kelamin

menyorot tiga bidang umum perbedaan: kemampuan persepsi/spasial/kognitif, kesesuaian dan

ketaatan, dan agresivitas (Berry et al, 1992).

1. Kemampuan persepsi/spasial/kognitif

Mitos di Amerika menyebutkan bahwa laki-laki lebih baik secara perfoma pada matematika

dan tugas spasial, sedangkan perempuan lebih baik pada tugas untuk pemahaman verbal.

Penelitian Maccoby dan Jacklin (1974) menyatakan bahwa laki-laki cenderung lebih baik

pada tugas spasial dan tugas lainnya yang memiliki komponen spasial. Berry (1966)

mengungkapkan perbedaan pada komponen tersebut tidak ditemukan perbedaannya pada

Page 109: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

109

laki-laki dan perempuan pada budaya Inuit di Canada. Penelitian lanjutan Berry et all (1992)

mengemukakan bahwa superioritas laki-laki pada tugas cenderung ditemukan dalam budaya

yang ketat (yang relatif homogen), menetap, dan basis pertanian, sedangkan superioritas

perempuan ditemukan dalam budaya yang longgar, nomaden, dan berkelompok.

2. Kesesuaian dan ketaatan

Salah satu stereotype gender-role adalah perempuan lebih mudah sepakat dan taat

daripada laki-laki. Perempuan diharapkan sepakat pada keputusan yang diberikan oleh laki-

laki atau oleh lingkungan secara umum.

3. Agresivitas

Salah satu stereotype gender menyebutkan bahwa laki-laki lebih agresif daripada

perempuan. Laki-laki tercatat lebih banyak melalukan kejahatan dalam bentuk kekerasan di

lingkungan industri maupun non-industri. Peneliti berpendapat bhwa agresi laki-laki

mungkin menjadi mekanisme kompensasi utk mengimbangi konflik yg dihasilkan oleh

identifikasi sso laki-laki muda dg kemunculan sisi feminimnya dan inisiasi ke masa dewasa

sbg pria. Dlm hal ini, agresivitas dipandang sebagai “gender marking”.

G. Bagaimana Budaya Mempengaruhi Gender

Gender adalah konstruksi yang berkembang pada anak-anak karena mereka disosialisasikan dalam

lingkungan mereka. Sebagai anak-anak tumbuh dewasa, mereka belajar perilaku dan pola kegiatan

yang tepat dan pantas untuk seks mereka yang spesifik, dan mereka mengadopsi atau menolak

peran gender mereka. Misalnya, kita belajar apa perilaku, sikap, benda, dan konvensi yang

berhubungan dengan menjadi "laki-laki" dan apa yang terkait dengan menjadi "perempuan," dan

menerapkan skema gender ini untuk memahami orang-orang di sekitar kita serta diri kita sendiri.

Fakta biologis dan kebutuhan reproduksi, bersama dengan perbedaan biologis dan fisiologis lainnya

antara laki-laki dan perempuan, menyebabkan perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan.

Sebagai masyarakat yang berbeda dan hidup di lingkungan yang berbeda, kelangsungan hidup

memerlukan mereka menyeimbangkan sejumlah faktor, termasuk sumber daya alam, kemakmuran,

dan kepadatan penduduk. Perilaku diferensial ini yang terjadi karena perbedaan eksternal, faktor

lingkungan menyebabkan pola perilaku seluruh waktu yang berhubungan dengan laki-laki dan

perempuan. Pola perilaku tentu saja adalah budaya. Dengan demikian, sebagai budaya yang berbeda

harus berurusan dengan faktor eksternal yang berbeda, wajar saja bahwa perbedaan gender

berbeda di setiap budaya. Satu budaya mungkin mendorong kesetaraan besar antara perempuan

dan laki-laki dan relatif sedikit perbedaan dalam praktik budaya dan karakteristik psikologis. Budaya

lain dapat menumbuhkan perbedaan besar antara jenis kelamin, praktek budaya mereka yang

Page 110: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

110

berkaitan dengan reproduksi, dan karakteristik psikologis yang terkait dengan peran seks. Bukti juga

menunjukkan bahwa stereotip dan sikap mengenai perbedaan gender yang relatif konstan di seluruh

budaya, meskipun ada perbedaan yang sebenarnya dalam perilaku psikologis yang ditimbulkan oleh

perbedaan nyata dalam tuntutan ditempatkan pada budaya dan masyarakat oleh lingkungan

mereka. Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa budaya yang berbeda mungkin menunjukkan

hasil yang berbeda melalui proses yang sama.

H. Etnis dan Gender di Amerika Serikat

Laki-laki Afrika-Amerika lebih mungkin untuk hidup di bawah garis kemiskinan, mati pada usia dini,

membuat lebih sedikit uang, berada di penjara, dan dieksekusi untuk kejahatan dibandingkan laki-

laki Amerika-Eropa. Sehubungan dengan proses psikologis, laki-laki Afrika-Amerika mahir bahasa

tubuh, encoding dan decoding nonverbal, dan improvisasi pemecahan masalah (Allen & Santrock,

1993). Penelitian tentang kekhawatiran perempuan Afrika-Amerika telah berubah selama 20 tahun

terakhir (Hall, Evans, & Selice, 1989). Penelitian awal difokuskan hampir secara eksklusif pada

karakteristik dan situasi yang umumnya negatif. Akhir-akhir ini, bagaimanapun, peningkatan jumlah

penelitian telah difokuskan pada banyak aspek psikologis lain dari wanita Amerika-Afrika, termasuk

harga diri atau prestasi. Misalnya, jumlah PhD diberikan kepada wanita Afrika-Amerika meningkat

sebesar 16% antara tahun 1977 dan 1986 (Allen & Santrock, 1993), menunjukkan beberapa

perbaikan dalam aksesibilitas gelar sarjana canggih untuk wanita Afrika-Amerika dan meningkatkan

motivasi untuk mencapai derajat mereka. Penelitian lain telah menemukan bahwa dibandingkan

dengan gadis-gadis Amerika-Eropa, gadis Afrika-Amerika melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari

harga diri dan kurang peduli dengan penampilan fisik mereka (Basow & Rubin, 1999; Vasquez & de

las Fuentes, 1999). Beberapa peneliti mengemukakan bahwa identitas gender dari Afrika-Amerika

lebih androgini daripada Eropa-Amerika. Androgini merupakan istilah yang digunakan untuk

identitas gender yang melibatkan endorsement untuk karakteristik laki-laki dan perempuan.

Keluarga Asian-Amerika lebih membawa peran tradisional pada gender, yang diasosiasikan dengan

kebudayaan asli mereka. Perempuan Asia-Amerika lebih banyak melakukan pekerjaan domestik,

membesarkan anak, dan menjadi menantu yang baik. Laki-laki Asia-Amerika lebih dinilai mandiri,

unemotional, otoritatif, terkait isu keluarga. Begitu juga peran tradisional perempuan Mexican-

Amerika adalah mengasuh anak dan merawat rumah. Laki-laki Mexican-Amerika juga memiliki

keinginan yang sama dengan peran perempuan untuk merawat keluarga. Hal tersebut disebut

machismo, yaitu menggabungkan peran tradisional dan harapan laki-laki, seperti menjadi

unemotional, kuat, otoritatif, agresif, dan maskulin.

I. Seks dan Seksualitas

Page 111: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

111

Banyak perbedaan budaya terkait nilai-nilai tentang keperawanan, terutama untuk para wanita.

Banyak budaya yang tradisional dan konservatif melihat keperawanan sebagai sebuah keistimewaan

pada wanita yang belum menikah. Kebudayaan lainnya yang lebih terbuka dan eksplisit terhadap

seks, menerima dan mendorong multiple sexual partner sebelum menikah.

J. Memilih dan Mencari Pasangan, dan Kecemburuan

Laki-laki cenderung mencari pasangan yang lebih muda, mencari pasangan untuk melahirkan anak,

sedangkan wanita mencari pasangan yang bisa menyediakan kebutuhan anak jangka panjang.

Penelitian yang berfokus pada dua tipe ketidaksetiaan, seksual dan emosional (Buss & Schmitt, 1993;

Fernandez, Sierra, Zubeidat, & Vera-Villarroel, 2006) mengungkapkan bahwa laki-laki lebih merasa

cemburu pada ketidaksetiaan secara seksual, sedangkan perempuan lebih cemburu pada

ketidaksetiaan secara emosional dari pasangannya.

K. Merubah Kultur dan Gender Roles

Merubah kebudayaan akan memberikan banyak konfrontasi antara perbedaan gender lintas budaya.

Peningkatan ekonomi, kemakmuran,dan individualisme berasosiasi dengan perubahan gender roles.

Lebih banyak wanita yang bekerja di luar rumah, merupakan bentuk kemandirian ekonomi dan

dinilai baik dlm urusan rumah dan dibidang pekerjaan. Namun, ada konsekuensi sosial dari

perubahan budaya, seperti peningkatan angka perceraian (Matsumoto, 2002; Yodanis, 2005).

Keenganan untuk pulang lebih awal dan merawat anak, tingginya perselingkuhan, pembangkangan

terhadap suami dan permasalahan kesehatan untuk perempuan terutama yang disebabkan oleh

polusi pabrik, alkohol, dan merokok.

L. Kesimpulan

Psikolog menjadi semakin sadar akan kemungkinan bawa psikologis pria dan wanita mungkin

berbeda, mempertanyakan temuan penelitan dan teori-teori sebelumnya. Sekarang, psikologi

menikmati kontribusi lebih seimbang oleh laki-laki dan perempuan. Penelitian lintas budaya pada

perbedaan gender telah banyak berkembang khususnya pada tema yang berkaitan secara psikologis.

Penelitian ini dikelompokkan ke dalam empat bidang yaitu : gender stereotypes, gender roles dan

self-concept, studi Hofstede, serta perbedaan gender psikologis yang terdiri dari perbedaan

persepsi/spasial/kognitif, kesesuaian dan kepatuhan, agresi dan konstruksi psikologis lainnya.

Beberapa definisi yang terkait dengan psikologi lintas budaya dan gender yaitu : Androgyny, Gender,

Gender Identity, Gender Role, Gender Role Ideology, Gender Stereotype, Machismo, Sex, Sex Roles,

Sexual Identity.

Page 112: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

112

Perbedaan anatara laki-laki dan perempuan membuat perbedaan pada sex role. Laki-laki memiliki

bentuk fisik yang lebih besar dari perempuan sehingga memungkinkan menjalankan peran utama

untuk membuat perlindungan, mencari atau produksi mkaanan dan menangkal musuh, lain halnya

dengan perempuan yang mengambil peran utama pengasuhan untuk anak dari sebelum sampai

sesudah kelahiran.

Penjelasan Williams dan Best (2000) menyatakan bahwa laki-laki secara umum memiliki karakter

psikologis dewasa, aktif, mandiri, dominan, kritis dan laki-laki juga diasosiasikan dengan sifat berhati-

hati, ekstrovert, dan terbuka, sedangkan perempuan lebih berkarakter pasif, lemah, nurture, dan

adaptif dengan kebutuhan psikologis yang rendah diri, patuh, dan mengasuh. Beberapa peneliti

mengungkapkan bahwa identitas gender dari Afrika-Amerika lebih androgini daripada Eropa-

Amerika. Androgini merupakan istilah yang melibatkan endorsement untuk karakteristik laki-laki dan

perempuan. Peran tardisional perempuan Mexican-America adalah mengasuh anak-anak dan

merawat rumah, laki-laki Mexican-America juga memiliki keinginan yang sama dengan peran

perempuan untuk merawat keluarga. Hal tersebut yang disebut Machismo, yaitu menggabungkan

peran tradisional dan harapan laki-laki seperti menjadi un-emotional, kuat, otoritatif, agresif, dan

maskulin.

Penelitian Hofstede (2001) mengidentifikasi perbedaan utama antara budaya maskulin dan feminine

dalam konteks seksualitas. Budaya yang memiliki tingkat maskulinitas tinggi (Jepang, Austria,

Venezuela, dan Italy) cenderung memiliki sikap moral tentang seks, standar ganda tentang seks

(wanita harus virgin saat menitak tapi tidak untuk laki-laki), dan mendorong peran pasif untuk

wanita. Budaya yang memiliki tingkat maskulinitas rendah (Denmark, Norwegia, dan Belanda)

cenderung memiliki sikap sesuai keadaan tentang seks, standar tunggal tentang seks untuk laki-laki

dan perempuan, dan norma yang mendorong peran aktif perempuan dalam lingkungan sosial.

Latihan Soal

1. Persamaan laki-laki dan perempuan membuat beberapa perbedaan pada sex roles (B / S)

2. Gender Stereotypes merupakan kemampuan individu untuk mengadopsi perilaku gender sesuai

dengan budaya mereka (B / S)

3. Egaliter merefleksikan kecenderungan perbedaan yang tinggi antara laki-laki dan perempuan

dalam berbagai karakteristik psikologi (B / S)

4. Peningkatan ekonomi, kemakmuran, dan individualism berasosiasi dengan perubahan Gender

Roles (B / S)

5. Androgini merupakan istilah yang digunakan untuk identitas gender yang melibatkan

endorsement untuk karakteristik laki-laki dan perempuan (B / S)

Page 113: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

113

Page 114: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

114

MATERI 12MATERI 12MATERI 12MATERI 12: SELF AND IDENTITY: SELF AND IDENTITY: SELF AND IDENTITY: SELF AND IDENTITY

A. Budaya dan Konsep Diri

Disadari atau tidak, konsep diri kita adalah sesuatu yang bersifat integral dan merupakan

bagian penting dalam hidup kita. Berpikir mengenai beberapa deskripsi diri anda, mungkin anda

telah meyakinkan diri anda merupakan seorang yang optimis atau pesimis, introvert atau extrovert.

1. Terkadang kita menggunakan label tersebut untuk memberi karakter terhadap diri kita.

Dekripsi label seperti ini memiliki beberapa arti yakni :

a. Bahwa kita memiliki atribut dalam diri, seperti kita memiliki atribut lain yakni kecakapan,

hak, atau ketertarikan.

b. Bahwa perilaku kita dimasa lalu, perasaan, maupun pikiran memiliki hubungan yang

dekat terhadap atribut kita.

c. Bahwa perbuatan kita dimasa depan, rencana, perasaan, maupun pikiran kita akan

mengontrol atau menjaga atribut ini dan dapat memprediksi kurang atau lebih akurat

dari itu.

2. Perasaan terhadap diri adalah inti dari diri kita, kesadaran yang secara otomatis

mempengaruhi pikiran, perilaku, dan perasaan kita. Perbedaan budaya juga menghantarkan

proses pembentukan self-concept pada anggota mereka. Perbedaan self-concept ini

mengubah dan mempengaruhi aspek perilaku individual mereka. Tuntutan budaya yang

bebeda dalam menempatkan anggotanya berarti individu mengintergrasikan, mensintesis,

dan mengkoordinasikan dunia mereka.

3. Markus dan Kitayama (1991b) menggunakan hal ini untuk menjelaskan dua perbedaan

fundamental terhadap perbedaan rasa diri. Budaya barat memiliki konsep diri yang kuat

terhadap individualistis sebagai sesuatu yang bebas, berbeda dengan orang Non-Barat yang

menganut budaya kolektivis yang secara umum lebih terikat satu sama lain yang tidak dapat

dipisahkan dari konsep sosial. Mereka mengilustrasikan bagaimana pembentukan yang

berbeda terhadap diri lebih terikat dalam diri orang-orang dan pemikiran mengenai apa yang

mereka rasakan dan apa yang memotivasi mereka.

B. Perbedaan budaya dalam Konsep Diri

Page 115: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

115

1. Pemahaman diri independen

Pemahaman ini terdapat dalam budaya individualistis seperti negara Amerika, dimana dalam

budaya ini ada keyakinan yang kuat terhadap keterpisahan individu.

a. Tugas normatif di budaya ini adalah untuk menjaga independensi individu sebagai entitas

yang terpisah dan mandiri.

b. Tugas kultural dari masyarakat individualis telah disosialisasikan untuk menjadi unik, untuk

mengekspresikan diri mereka sendiri, untuk mewujudkan dan mengaktualisasikan diri, dan

untuk mempromosikan tujuan pribadi.

c. Pada pemahaman diri independen, individu fokus pada personal, kemampuan atribut

internal, kecerdasan, kepribadian, tujuan, atau preferensi - mengekspresikan diri mereka di

depan umum dan memverifikasi dan mengkonfirmasi diri mereka secara pribadi melalui

perbandingan sosial.

2. Pemahaman diri interdependen

Pemahaman ini terdapat pada banyak kebudayaan non-Barat. Budaya ini menekankan pada

“kesalingterkaitan yang mendasar pada manusia”.

a. Tugas normatif dalam budaya ini adalah melakukan penyesuaian diri dan mempertahankan

interdependensi diantara individu.

b. Tugas kultural dalam budaya ini yaitu individu dibesarkan untuk menyesuaikan diri dengan

orang dalam suatu hubungan atau kelompok, membaca maksud orang lain, menjadi orang

yang simpatik, menempati dan menjalani peran yang diberikan pada diri mereka, bertindak

secara pantas, dan sebagainya.

c. Individu cenderung terfokus pada status interdependen mereka dengan orang lain dan

berusaha memenuhi atau bahkan menciptakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab sosial.

Aspek paling penting yaitu pengalaman ini bersifat intersubjektif yaitu berakar dalam

hubungan interpersonal yang tertata rapi.

3. Konsekuensi terhadap Kognisi, Motivasi, dan Emosi

a. Self-Perception

Page 116: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

116

Pada pemahaman diri independen, atribut-atribut internal menjadi informasi yang paling

penting dan relevan dengan diri. Atribut-atribut internal ini relatif kurang penting bagi

mereka yang memiliki pemahaman diri interdependent, yang memikirkan diri lebih dalam

konteks hubungan tertentu atau dalam konteks yang spesifik. Diri interdependen merasa

sulit menggambarkan diri mereka dengan atribut internal yang abstrak. Cousins (1989)

meminta responden Amerika dan Jepang untuk menuliskan siapa diri mereka dalam situasi

sosial yang spesifik. Hasilnya, responden Jepang menghasilkan lebih banyak atribut internal

abstrak daripada responden Amerika. Responden Amerika cenderung membatasi deskripsi

mereka misalnya “saya kurang lebih adalah orang yang mudah bergaul ditempat kerja”.

Untuk menjawab sesuatu yang berkonteks, orang Amerika mungkin merasa kikuk karena

definisi diri mereka biasanya tidak terbatas oleh situasi spesifik.

b. Penjelasan Sosial

Pemahaman diri independen akan berasumsi bahwa orang lain juga memiliki serangkaian

atribut internal yang relatif stabil seperti sifat-sifat kepribadian, sikap, dan kemampuan.

Akibatnya ketika mengamati perilaku orang lain, mereka mungkin akan menarik kesimpulan

tentang kondisi internal orang tersebut, atau disposisinya, yang menyebabkan perilaku

tersebut muncul.

Pemahaman diri interdependen memegang asumsi yang mencakup pengertian bahwa apa

yang dilakukan seseorang itu tergantung pada, dan diarahkan oleh, faktor-faktor situasional.

Dengan demikian, individu-individu ini lebih cenderung menjelaskan perilaku orang lain

berdasarkan kekuatan-kekuatan situasional yang mempengaruhi orang tersebut, dan bukan

predisposisi internal.

c. Konotasi sosial emosi

Emosi seperti rasa bangga atau superioritas muncul terutama saat seseorang berhasil

mencapai tujuan atau keinginannya, atau setelah membuktikan atribut internal yang baik

seperti kecerdasan dan kemakmuran. Begitu pula dengan emosi negatif seperti marah dan

frustasi yang terjadi terutama karena terhambatnya atribut internal seseorang seperti tujuan

atau keinginan. Emosi ini cenderung memisahkan atau melepaskan diri dari hubungan sosial.

Emosi ini sekaligus juga meningkatkan independensi diri dalam hubungan. Sehingga

Kitayama dan Markus (1994a) menyebut jenis emosi ini sebagai emosi yang terpecah secara

sosial (socially disengaged emotions).

Page 117: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

117

Emosi positif seperti perasaan bersahabat dan penghargaan sebagai hasil dari pengalaman

menjadi bagian dari sebuah hubungan dekat yang kurang lebih bersifat komunal dimana

emosi ini menguatkan ikatan tersebut. Emosi negatif seperti merasa berhutang atau rasa

bersalah biasanya muncul akibat kegagalan seseorang untuk berpartisipasi dalam hubungan

interdependen. Emosi ini disebut sebagai emosi yang terkait dengan konteks sosial (socially

engaged emotions).

d. Konotasi sosial dan emosi – emosi asli (indigeneous)

Emosi indigeneous adalah emosi yang relatif unik atau khas pada kebudayaan tertentu. Bagi

orang dengan pemahaman diri interdependen, aspek-aspek diri yang lebih publik dan

intersubjektif lebih terelaborasi pada pengalaman sadar. Sedangkan bagi mereka yang

pemahaman diri independen, yang mendapat penekanan justru adalah aspek yang lebih

pribadi dan subjektif.

Apakah “senang” sama secara llintas budaya? Dalam Kitayama, Markus, Kurokawa, dan

Negishi (1993) ada tiga macam emosi yang dilaporkan dalam penelitian ini. Ada emosi yang

bersifat umum seperti merasa tidak tegang (relaxed), girang (elated), dan tenang (calm). Ada

emosi-emosi yang memiliki konotasi sosial yang lebih spesifik, apakah konotasi itu bersifat

terikat secara sosial (emosi yang socially engaged seperti perasaan bersahabat, hormat)

maupun yang tidak (emosi yang socially disengaged seperti rasa bangga, superior).

Bagi orang Amerika, emosi positif yang generik terkait dengan pengalaman emosi yang tidak

terikat secara sosial. Mereka yang mengalami emosi yang menandakan keberhasilan

memenuhi tugas kultural independen (socially disengaged) seperti rasa bangga,

kemungkinan besar akan merasa secara umum senang. Pada orang Jepang, mereka yang

mengalami emosi-emosi yang menandakan keberhasilan memenuhi tugas kultural

interdependen (socially engaged) seperti perasaan bersahabat kemungkinan akan merasa

secara umum senang.

e. Motivasi berprestasi

Motivasi berprestasi mengacu pada pengertian bahwa hasrat akan pencapaian yang unggul.

Namun dalam literatur baru, hasrat akan keunggulan ini dikonseptualisasikan secara lebih

spesifik yakni sebagai hasrat yang berakar pada individu atau pribadi, bukan berakar secara

sosial atau interpersonal.

Yang (1982) membedakan anatara dua jenis motivasi berprestasi yaitu yang berorientasi

individu dan yang berorientasi sosial.

Page 118: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

118

- Motivasi berorientasi Individu dipandang sebagai sesuatu yang umum di budaya Barat.

Orang lebih mengejar suatu prestasi semata-mata demi “diri” pribadi.

- Motivasi berorientasi sosial dimana orang berjuang untuk menggapai prestasi demi orang

lain terkait seperti keluarga. Sasaran utama dalam melakukan hal tersebu bukan untuk karir

pribadi, melainkan sesautu yang lebih bersifat kolekif atau interdependent seperti

untukmenaikkan status sosial keluarga, memenuhi harapan keluarga, atau menuntaskan

kewajiban pada orang tua.

f. Self-enhancement versus self-effacement

Pada orang-orang dengan pemahaman diri interdependen, pengakuan positif atas atribut-

atribut internal diri belum tentu erat terkait dengan harga diri atau kepuasan diri secara

umum. Harga diri dan kepuasan terkait dengan tindakan memenuhi interdependensi dengan

orang lain. Penghargaan diri atau kepuasan diri berasal dari pengakuan bahwa seseorang

telah berhasil dalam melakukan tugas kultural yang terkait dengan keanggotaan,

penyesuaian diri, bertindak secara pantas, mendukung tujuan orang lain, mempertahankan

harmoni dan sebagainya. Harga diri juga dapat berasal dari kemampuan seseorang untuk

mengatur dan mengkoordinasikan pikiran-pikiran dan perasaan internalnya agar bisa cocok

dengan upayanya untuk memenuhi interdependensi dengan orang lain.

C. Budaya dan Identitas

Identitas adalah kelompok sosial dari individu yang melihat dirinya dalam suatu bagian.

Setiap individu memiliki berbagai identitas karena berbagai peran sosial yang ia perankan seperti

murid, guru, kakak, adik, anak, dan lain-lain.

1. Tipe-tipe ini yang disebut dengan Cultural Identity (identitas budaya). Manusia memiliki

kebutuhan untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok karena individu yang berada pada

suatu keanggotaan akan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Penelitian

membuktikan bahwa individu yang diterima dalam kelompok sosial akan memiliki kondisi

fisik dan psikososial yang lebih baik, sedangkan individu yang ditolak oleh kelompok sosial

akan memiliki kondisi fisik dan psikososial yang buruk.

2. Sebuah teori mengungkapkan bahwa seorang individu dapat memiliki penyangkalan

identitas (identity denial). Hal ini terjadi ketika individu tidak diterima dalam suatu kelompok

karena identitasnya yang tidak sesuai dengan kelompok. Kelompok yang paling banyak

menerima penyangkalan ini adalah kelompok Asia-Amerika. Oleh karena itu, kelompok

Page 119: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

119

tersebut menjadi lebih berusaha dalam melakukan apapun untuk dapat teridentifikasi dalam

kelompoknya.

3. Multicultural Identities

Individu tidak hanya memiliki satu identitas budaya tetapi dalam satu situasi individu

memiliki dua atau lebih identitas. Saat ini, istilah “identitas multikultural” meningkat di

dunia, karena budaya asli semakin menurun, meningkatnya komunikasi serta interaksi

antara orang-orang yang berbeda budaya, dan semakin banyak pernikahan beda budaya.

Jika budaya didefinisikan sebagai konstruk psikologi, eksistensi multicultural identity

menunjukan munculnya sistem multiple psychocultural dari representasi pikiran individual

multicultural.

Oyserman (1993), melakukan empat studi yang menguji siswa Israel-Arab dan siswa Yahudi

di Israel. Dalam studinya, peserta menyelesaikan serangkaian tes yaitu penilaian

individualisme, kolektivisme, fokus diri, dan konflik antarkelompok. Hasil dari penelitian

Oyserman menunjukkan bahwa anggota kelompok ini menggunakan kedua cara pandang

individualistik dan kolektif dalam mengatur persepsi diri dan orang lain.

4. Cultural Frame Switching adalah individu yang memiliki pikiran tentang berbagai sistem

budaya. Cultural Reaffirmation Effect adalah individu yang memiliki berbagai macam

budaya, tinggal di lingkungan yang memiliki berbagai macam budaya pula. Terdapat

penelitian lain terkait dengan efek penegasan kembali budaya (cultural reaffirmation) antara

individu multikultural yang hidup dalam lingkungan masyarakat multikultural.

5. Kosmitzki (1996) meneliti monokultural dan bikultural Jerman dan Amerika. Penelitian

dilakukan dengan membuat peringkat sifat-atribut dari diri mereka sendiri pada kelompok

budaya asli mereka, dan kelompok budaya angkat mereka. Hasil dari penelitian yang

dilakukan oleh Kosmitzi adalah individu bicultural diidentifikasi lebih dekat dengan budaya

asli mereka. Individu bicultural mendukung nilai-nilai yang lebih tradisional yang terkait

dengan budaya asli mereka dibandingkan orang monokultural asli di budaya-budaya asli.

D. Self-Esteem dan Self-Enchancement

1. Apa itu Self-Esteem dan Self-Enchancement ?

Page 120: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

120

a. Self-esteem atau harga diri mengarah pada evaluasi kognitif dan afektif yang kita buat

tentang diri kita sendiri. Self-esteem adalah konstruk berdasarkan budaya yang melihat diri

sendiri sebagai makhluk hidup yang memiliki nilai budaya pada umumnya yang kemudian

diintegrasikan menjadi pandangan dunia individual yang unik oleh setiap orang.

b. Self-enhancement atau peningkatan diri adalah proses-proses psikologis yang terjadi ketika

kita meningkatkan harga diri (self-esteem) kita. Self-enhancement merupakan proses

psikologis universal, sehingga individu-individu secara universal akan bekerja atau berusaha

untuk meningkatkan harga diri mereka.

2. Dari mana datangnya self-esteem dan self-enhancement?

Setiap individu digambarkan sebagai sosok yang unik, self-esteem dan self enchancement muncul

dari kebutuhan terhadap keunikan. Juga melalui ekspresi terhadap ideologi budaya yang bisa

meningkatkan atau mendorong self-esteem. Contoh : Pada beberapa budaya, laki-laki yang telah

melakukan sunat dianggap lebih jantan, maka bagi pria yang telah melakukan hal tersebut harga

diri (self-esteem)nya pun meningkat.

3. Perbedaan budaya dalam self-esteem dan self-enhancement

a. Amerika

Penelitian awal lintas budaya pada self-esteem dan self-enhancement menunjukan bahwa

masyarakat budaya individualistis seperti orang-orang Amerika dan Kanada memiliki tingkat

self-enhancement yang tinggi (meninggikan dirinya), sedangkan masyarakat budaya

kolektivistis seperti orang-orang Asia tidak.

Beberapa studi di Amerika Utara menemukan bahwa orang Asia-Amerika menunjukan self-

esteem yang lebih rendah daripada orang Eropa-Amerika. (Crocker & Lawrence, 1999; Mintz

& Kashubeck, 1999; Porter & Washington, 1993).

Hal ini disebabkan karena orang-orang Amerika mempunyai metode untuk meningkatkan

self-esteem mereka yaitu dengan false uniqueness effect, yaitu menganggap diri mereka

lebih inteligen dan atraktif dari orang lain pada umumnya. Wylie (1979) juga menemukan

bahwa orang dewasa Amerika menganggap diri mereka lebih pintar dan menarik. Hal ini

terlihat lebih kuat berada pada pria daripada wanita di Amerika (Joseph, Markus, & Tafarodi,

1992). Sedangkan false uniqueness effect tidak ada atau tidak terjadi di luar Amerika

b. Asia

Page 121: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

121

Studi lintas budaya menunjukkan bahwa orang Asia tidak hanya tidak meninggikan dirinya,

tetapi mereka juga lebih terlibat dalam self-efface atau penghapusan diri, yaitu

kecenderungan memandang rendah bantuan yang telah ia berikan pada orang lain/rendah

diri dan memandang diri mereka lebih negatif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

orang Cina, terutama orang Jepang, bukan hanya lebih “menghapus diri”; mereka juga lebih

negative tentang diri mereka sendiri baik dalam setting privat atau publik. (Kitayama,

Matsumoto, Markus, & Norasakkunit, 1997; Leung, 1996).

c. Penelitian terbaru

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa semua orang dari berbagai budaya ternyata

meningkatkan dirinya, tetapi dengan cara yang berbeda-beda. Orang dengan budaya

individualis meningkatkan self-esteem dengan cara tertentu – yang bisa diukur dengan

penelitian psikologis – sedangkan orang dengan budaya kolektivis melakukannya dengan

cara lainnya.

E. Budaya dan Atribusi

1. Apakah atribusi dan darimana mereka datang ?

Atribusi merupakan sebuah dugaan yang mebuat seseorang melakukan penyebab

dari sebuah acara dan perilaku lain mereka. Atribusi merupakan wujud bagaimana kita

memahami dunia sekitar dan perilaku orang lain. Orang-orang memiliki kebutuhan, motivasi,

keinginan, tujuan, dan terkadang perilaku mereka sebenarnya merupakan hasil dari atribusi

itu.

Konsep terpenting dalam penelitian terhadap atribusi adalah perbedaan antara

atribusi internal dan eksternal. Atribusi internal lebih spesifik disebabkan oleh perilaku

dalam diri seseorang yang mana sering disebut sebagai Atribusi Disposisional karena mereka

mengatribusikan disposisi seseorang. Atribusi eksternal ditempatkan karena perilaku dari

luar diri seseorang, seperti orang lain, alam, dan kehendak Tuhan, hal ini biasa disebut

dengan Situasi Disposisional.

2. Perbedaan dalam gaya atribusi

Atribusi merupakan subjek dari banyak kemungkinan bias dalam cara berpikir, salah

satunya disebut dengan self-serving bias. Hal ini menjadi sebuah kecenderungan seseorang

mendapatkan kesuksesan bahkan kegagalan dalam faktor situasional (Bradley, 1978).

Salah satu dari penelitian awal dalam membuktikan fakta tersebut adalah milik

Page 122: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

122

Jones dan Harris (1967) studi mengenai atribusi sebuah dukungan essai Fidel Castro di Cuba.

Selanjutnya, seperti perbedaan disposisional terjadi bahkan munculnya kendala yang jelas

pada situasi tertentu. Bias ini menunjukkan perbedaan mengenai kehadiran yang jelas dari

disposisi actor pada situasi paksaan yang disebut sebagai kegagalan atribusi fundamental

(Ross, 1977).

Kashima dan Triandis (1986) membuktikan bahwa masyarakat Jepang menggunakan

lebih banyak orientasi kelompok, pendekatan kolektif untuk menyampaikan atribusi hormat

terhadap perhatian dan kesuksesan dalam melaksanakan tugas memori. Namun banyak juga

penelitian lintas budaya dalam area non akademis mengenai atribusi yang diketahui dengan

baik dalam membuktikan banyaknya perbedaan dalam budaya.

3.Universal and culture specific of attribution style

a. Mezulis, Abramson, Hyde, and Hankin (2004) mengadakan sebuah meta-analisis dari 266

pelajar yang menciptakan 503 efek. Melewati seluruh peserta, mereka menjelaskan bahwa

terdapat efek yang luas untuk sebuah bias self-serving.

b. Bias self –serving dalam hal atribusi, membantu dalam menciptakan efek seperti

kegagalan atribusi fundamental yang universal. Semua orang dari seluruh budaya muncul

dengan kebutuhan yang sama dalam mempertahankan self-imej dan mejaga intergritas diri

mereka, atribusi adalah salah satu yang dapat mereka capai. Mempertahankan kebudayaan

mungkin dapat dilakukan sejak awal; Bornstein, Haynes, Azuma, Galperin, Maital, dan Ogino

dan asosiasi (1998 sebagai contoh atribusi mengenai ujian seorang ibu dari anak berusia 20

bulan di Argentina, Belgia, Perancis, Israel, Italy, Jepang, dan Amerika dengan memandang

kegagalan dan kesuksesan dalam tugas mengurus anak. Mereka menemukan, hanya

terdapat beberapa kesamaan dari lintas budaya, namun memiliki banyak perbedaan.

Terutama terhadap pandangan mengenai tingkat kompetensi dan kepuasan dalam

mengurus anak.

F. Kesimpulan

Perbedaan budaya menghantarkan proses pembentukan self-concept pada anggota mereka.

Perbedaan self-concept ini mengubah dan mempengaruhi aspek perilaku individual mereka.

Tuntutan budaya yang berbeda dalam menempatkan anggotanya berarti individu

mengintergrasikan, mensintesis, dan mengkoordinasikan dunia mereka. Perbedaan budaya dalam

konsep diri meliputi pemahaman diri independen dan interdependen. Pemahaman diri independen

Page 123: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

123

terdapat dalam budaya individualistis seperti negara Amerika, dimana dalam budaya ini ada

keyakinan yang kuat terhadap keterpisahan individu. Sedangkan pemahaman diri interdependen

pada banyak kebudayaan non-Barat. Budaya ini menekankan pada “kesalingterkaitan yang

mendasar pada manusia”.

Manusia memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok karena individu

yang berada pada suatu keanggotaan akan memiliki hubungan interpersonal yang baik. Individu

yang diterima dalam kelompok sosial akan memiliki kondisi fisik dan psikososial yang lebih baik.

Identity denial terjadi ketika individu tidak diterima dalam suatu kelompok karena identitasnya yang

tidak sesuai dengan kelompok.

Individu tidak hanya memiliki satu identitas budaya tetapi dalam satu situasi individu

memiliki dua atau lebih identitas. Hasil dari penelitian Oyserman menunjukkan bahwa anggota

kelompok siswa Israel-Arab dan siswa Yahudi di Israel ini menggunakan cara pandang individualistik

dan kolektif dalam mengatur persepsi diri dan orang lain. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh

Kosmitzi adalah individu bicultural diidentifikasi lebih dekat dengan budaya asli mereka. Individu

bicultural mendukung nilai-nilai yang lebih tradisional yang terkait dengan budaya asli mereka

dibandingkan orang monokultural asli di budaya-budaya asli.

Self-esteem atau harga diri mengarah pada evaluasi kognitif dan afektif yang kita buat

tentang diri kita sendiri. Self-enhancement atau peningkatan diri adalah proses-proses psikologis

yang terjadi ketika kita meningkatkan harga diri (self-esteem) kita. Walaupun peningkatan diri

mungkin tidak terjadi pada budaya lain ketika orang diminta untuk fokus pada sifat-sifat individu

mereka sendiri, tetapi ketika orang ditanya tentang sifat-sifat relasional dan masyarakat,

peningkatan diri terjadi. (Kurman, 2011). Diri adalah bagian universal dari cultural worldviews, dan

bahwa semua manusia memiliki kecenderungan untuk meningkatkan rasa percaya diri mereka

karena kemampuan kognitif mereka yang unik, termasuk kebutuhan untuk mencari makna, dan

pengetahuan tentang diri mereka sendiri. Perbedaan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan

dalam respon sosial yang sesuai dengan budaya masing-masing.

Konsep terpenting dalam penelitian terhadap atribusi adalah perbedaan antara atribusi internal

dan eksternal. Atribusi internal lebih spesifik disebabkan oleh perilaku dalam diri seseorang yang

mana sering disebut sebagai Atribusi Disposisional karena mereka mengatribusikan disposisi

seseorang. Atribusi eksternal ditempatkan karena perilaku dari luar diri seseorang, seperti orang

lain, alam, dan kehendak Tuhan, hal ini biasa disebut dengan Situasi Disposisional.

G. Latihan Soal

1. Orang-orang Amerika cenderung memiliki Self-Effacement yang tinggi (Benar/Salah)

Page 124: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

124

2. Self-Effacement adalah kecenderungan untuk merendahkan sifat baik seseorang (Benar/Salah)

3. Atribusi eksternal lebih spesifik disebabkan oleh perilaku dalam diri seseorang yang mana sering

disebut sebagai Atribusi Disposisional (Benar/Salah)

4. Saat ini, istilah “identitas multikultural” meningkat di dunia, karena budaya asli semakin

menurun, meningkatnya komunikasi serta interaksi antara orang-orang yang berbeda budaya,

dan semakin banyak pernikahan beda budaya. (Benar/Salah)

5. Tugas normatif individu dengan pemahaman diri independen adalah menjadi unik,

mengekspresikan diri mereka sendiri, mewujudkan dan mengaktualisasikan diri, dan

mempromosikan tujuan pribadi. (Benar/ Salah)

Page 125: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

125

MATERI 13MATERI 13MATERI 13MATERI 13: : : : INTERPERSONAL AND INTERGROUP RELATIONSINTERPERSONAL AND INTERGROUP RELATIONSINTERPERSONAL AND INTERGROUP RELATIONSINTERPERSONAL AND INTERGROUP RELATIONS

A. Culture and Impression Formation

Orang-orang dari semua budaya memiliki kebutuhan universal untuk membentuk ikatan

berarti dengan orang lain, memiliki hubungan akrab, dan termasuk dalam kelompok sosial

1. Culture and Face Recognition

Proses psikologis yang penting untuk menciptakan ikatan sosial adalah kemampuan untuk

mengenali wajah orang lain.

Penelitian menunjukkan adanya bias yang sama dalam kemampuan mengenali wajah.

Malpass dan Kravitz (1996), menunjukkan foto orang Afrika Amerika atau Eropa Amerika

pada pengamat dalam universitas yang dominan Afrika Amerika atau Eropa Amerika.

Pengamat mengenali orang dengan rasnya sendiri dengan lebih baik. studi lain juga

menunjukkan bias ras yang sama dalam mendiskriminasi wajah laki-laki dan perempuan.

2. Impression Formation

Persepsi seseorang mengacu pada proses pembentukan kesan pada penampilan orang lain

khususnya daya tarik fisik, mempengaruhi penilaian kepribadian. Orang yang menarik dinilai

lebih kompeten dan pandai. Penilaian daya tarik berkorelasi dengan kompetensi sosial,

penyesuaian diri, potensi dan kompetensi intelektual, keterampilan sosial, kesehatan

mental, dominansi,intelegensi, dan kehangatan seksual.

Contoh : orang yang lebih tinggi dianggap atraktif, diasosiasikan dengan kemampuan

memimpin. Orang dewasa dengan baby face hangat, baik, naïf. Orang dewasa dengan wajah

lebih dewasa cenderung dinilai sebagai orang yang kuat dan dominan.

3. Culture and Attractiveness

Walaupun efek dari daya tarik dan penampilan fisik dari pembentukan kesan positif sudah

didokumentasikan dengan baik dalam literatur psikologi, namun kebudayaan-kebudayaan

berbeda dalam mengartikan dan mendefinisikan daya tarik.

Daibo, Murasawa dan Chou (1994), misalnya membandingkan penilaian daya tarik fisik

yang dibuat orang Jepang dan Korea. Di Jepang penilaian daya tarik berkorelasi positif

dengan mata besar, mulut dan dagu kecil. Orang Korea cenderung memberikan penilaian

afektif dan psikologi. Orang Jepang tidak.

Ada bukti bahwa penilaian daya tarik konsisten lintas budaya. Tentu saja, mungkin ada

perbedaan individual dalam penilaian dan kriteria untuk daya tarik, namun rata-rata apa

yang terlihat menarik pada suatu kelompok, juga menarik bagi kelompok lain.

Page 126: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

126

B. Love, Sex, and Marriage Across Cultures

1. Culture and Mate Selection (Budaya dan Seleksi Pasangan)

Menurut Buss (1989), preferensi dalam menyeleksi pasangan bersifat universal (karena

adanya perbedaan tekanan seleksi evolusioner pada laki-laki dan perempuan).

Preferensi pada perempuan : prospek keuangan, kerajinan, ambisi dan usia yang lebih tua.

Jika pada perempuan di 36 dari 37 budaya menilai prospek finansial itu lebih penting

dibandingkan laki-laki. Perempuan pada 29 dari 36 budaya menilai bahwa ambisi dan

kemampuan industri yang dimiliki laki-laki lebih penting daripada laki-laki.

Preferensi pada laki-laki : kaum muda, penampilan yang baik, kesucian. Laki-laki pada 37

budaya lebih condong pada perempuan yang lebih muda, sebaliknya pada perempuan.

Sedangkan laki-laki pada 34 budaya lebih menilai wajah yang menarik itu lebih penting

dibandingkan perempuan.

Penelitian Buss (1989), negara-negara non-Barat seperti China, India, Indonesia, Iran, Taiwan

dan Palestina menempatkan kesucian sebagai hal yang utama bagi calon pasangan. Namun,

di negara-negara Eropa Barat seperti Swedia, Norwegia, Finlandia, Belanda, Jerman Barat

dan Perancis tidak mementingkan kesucian atau pengalaman seks sebelum menikah.

Mate poaching (perburuan pasangan) : mencuri pasangan orang lain. Paling umum terjadi

di Eropa Selatan/Barat/Timur dan Afrika Selatan. Di semua negara, perburuan pasangan

lebih terbuka, tidak menyenangkan, tidak berhati-hati, tidak setia dan erotophilic. Budaya

dengan sumber ekonomi lebih memiliki upaya tarif perburuan pasangan yang lebih tinggi;

perbedaan seks di dalam perburuan pasangan lebih kecil di dalam budaya yang lebih banyak

gender egaliter.

2. Culture and Love (Budaya dan Cinta)

Cinta adalah universal, dan emosi manusia yang unik. Hal ini dinilai berbeda di dalam

budaya yang berbeda. Tidak semua budaya menghargai nilai romantis ke tingkat yang sama.

Ada perbedaan budaya dalam sikap terhadap cinta dan hubungan romantis. Penelitian Ting-

Toomey (1991), orang Perancis dan Amerika sama-sama menekankan komitmen cinta dan

disclosure maintenance dibandingkan orang Jepang. Orang Jepang dan Amerika sama-sama

menekankan conflict expression dibandingkan orang Perancis. Perspektif social construction

merupakan faktor individual dan kultural berperan penting dalam pemilihan pasangan.

Contoh: laki-laki atau perempuan menarik bila status sosialnya tinggi, agama atau sukunya

sama

3. Culture and Sex (Budaya dan Sex)

Page 127: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

127

Universalitas di dalam norma-norma mengenai incest dan perzinahan. Perbedaan budaya

di dalam pentingnya kesucian pada calon pasangan dan homoseksualitas. Budaya

mempengaruhi seks di dalam pernikahan. Budaya dengan sumber yang lebih sedikit dan

stress, memiliki banyak cinta romantis yang lebih aman dan tingkat kesuburan yang lebih

tinggi. Kecemburuan adalah respon universal pada ketidaksetiaan.

4. Culture and Marriage (Budaya dan Pernikahan)

Kebutuhan dan keinginan pada bentuk cinta romantis adalah universal. Penelitian dari 62

kebudayaan ditemukan bahwa 79% memiliki cinta romantis yang aman. Budaya

membedakan bagaimana cara seseorang dalam bentuk cinta romantis dan melihat peran

dari cinta di dalam pernikahan. Di dalam beberapa budaya, ada norma tentang usia wanita

untuk menikah.

5. Intercultural Marriage (Pernikahan Interkultural)

Area yang berpotensial untuk konflik karena budaya : ekspresi cinta dan keintiman, sifat

komitmen dan sikap terhadap pernikahan, membesarkan anak, sikap terhadap peran seks,

pengelolaan uang, sikap terhadap hubungan dengan keluarga besar, perbedaan dalam

definisi pernikahan

Bagaimana pasangan interkultural bisa mengatasi rintangan : komunikasi, kapitulasi,

kompromi, hidup berdampingan, cara bergantian, cara campuran, dan penyesuaian kreatif,

konteks cara konstruksi, fleksibel, berkompromi, dan berkomitmen pada hubungan.

C. Culture and Conformity, Compliance, and Obedience

Conformity berarti menurut pada tekanan sosial yang nyata atau khayalan. Compliance

secara umum diartikan sebagai menurut pada tekanan sosial pada perilaku publik seseorang,

walaupun kepercayaan pribadi tidak berubah. Obedience adalah bentuk compliance yang

terjadi ketika orang-orang mengikuti perintah langsung, biasanya dari otoritas.

Eksperimen Asch. Subjek diperlihatkan objek (garis, bola) dan diminta memberikan

penilaian terhadap ukurannya. Penemuan dasar dari eksperimen ini adalah lebih sering

subjek memberikan jawaban yang salah walaupun jawaban tersebut jelas-jelas salah jika

orang sebelumnya menjawab jawaban salah yang sama. Pada studi Milgram subjek

diinstruksikan untuk memberikan kejut listrik pada subjek lain (yang sesungguhnya rekan

peneliti) ketika member jawaban salah atau tidak menjawab. 65 % subjek mematuhi

perintah eksperimenter. Eksperimen Asch lebih tidak berbahaya dari kadar compliance

sesungguhnya. Studi Milgram menyoroti potensi negatif dan efek merugikan compliance.

Banyak penelitian selanjutnya membuktikan bahwa di berbagai budaya, conformity,

Page 128: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

128

compliance, obedience, dilihat secara berbeda dengan di Amerika namun ada penekanan

yang kuat terhadap konformitas.

D. Culture and Cooperation

Kooperasi merujuk pada kemampuan seseorang untuk bekerja bersama menuju tujuan

bersama. Domino (1992) membandingkan anak-anak RRC dengan anak-anak AS dalam tugas

nilai-nilai sosial. Terdapat 6 tipe berbeda dari hasil preferensi : individualisme, kompetisi,

persamaan, kooperasi, kompetisi dan persamaan, dan persamaan dan individualisme.

Kecenderungan anak AS : individualism dan kompetetisi. Kecenderungan anak RRC :

persamaan dan peningkatan kelompok. Eksperimen Wong dan Hong menunjukkan

perbedaan dalam perilaku kerja sama dikaitkan dengan kebudayaan. Perbedaan cultural

dalam perilaku kerja sama mungkin ada, namun ini lebih berhubungan dengan pembatas

situasional spesifik dimana individu berada pada waktu perilaku terjadi.

E. Culture and Intergroup Relations

1. Ingroups and Outgroups

Setiap individu dalam lingkungan sosial nya mempunyai perbedaan saat mereka saling

berinteraksi. Ada banyak tipe perbedaan seperti perbedaan sosial dapat di buat dimana satu

tipe diartikan sebagai hubungan sosial antara manusia dan lingkungan sosialnya yang dikenal

dengan kelompok dalam (ingroup) dan kelompok luar (outgroup).

Hubungan antara kelompok dalam (ingroup relationship) dikarakteristikan oleh sejarah dari

pengalaman yang di publikasikan, dan suatu antisipasi untuk masa depan, kedua hal ini

dapat menghasilkan rasa kedekatan (sense of intimacy), keakraban atau kebiasaan, dan

kepercayaan. Hubungan antara kelompok luar (outgroup relationship) dapat dihubungkan

lebih besar dengan ambiguitas dan ketidaktentuan, hal itu dikarenakan pada kelompok luar

tidak ada intimacy/kedekatan, kesamaan, saling bertukar pengalaman atau cerita, dan

rencana masa depan.

Perbedaan yang terbentuk antara kelompok luar dan dalam yang penting ada pada

lingkungan sosial dan kebudayaanDalam artian seseorang cenderung menerima kesamaan

yang dimiliki dengan orang lain yang membuat mereka termasuk ke (ingroup) kelompok

dalam dan cenderung menjadi kelompok luar jika tidak adanya kesamaan.

e. Structure and Format of Ingroup/Outgroup Relationships

Dalam observasi yang dilakukan pada orang yang memiliki perbedaan budaya mungkin

tidak mempertimbangkan persamaan tipe dari orang dan hubungan saat mendefinisikan

atau mengkategorikan kelompok dalam dan kelompok luar.

Page 129: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

129

Perbedaan budaya dalam formasi dan struktur dari hubungan self-ingroup dan self-

outgroup dalam berbagai cara adalah baik. Pada sebuah studi, remaja di Zimbabwe dan

US menyelesaikan 33 item test yang mengukur enam aspek hubungan sosial : 1. Reliable

aliance, 2 . peningkatan dan penilaian, 3. Afeksi, 4. Bantuan instrumental dan bimbingan,

5. Persahabatan/persaudaraan dan intregasi sosial, 6. Intimasi. Peneliti juga

menambahkan dimensi lainnya yaitu : 7. Konflik, 8. Kepuasan, 9. Disiplin. Hasil dalam

penelitian ini adanya perbedaan nilai budaya antara keduanya yaitu budaya

Zimbabuwean nilai tertinggi dalam budaya mereka adalah relationship atau hubungan

antar individu. Dan budaya America menempatkan individualitas dan keunikan individu

sebagai nilai tertinggi dalam budayanya.

f. The Meaning of Ingroup/Outgroup Relationship

Hubungan self-ingroup dalam budaya kolektivistik dicontohkan seperti, kita akan

menerima orang lain untuk membuat individu memberi andil untuk kelompok dalam

pencarian tujuan kelompok. Kita akan cenderung menerima orang yang berusaha

mencari jalan untuk saling menerima satu sama lain, meminimalisir perbedaan

interpersonal untuk membuat keselarasan dalam kelompok.

Hubungan self-ingroup dalam budaya individualistik mempunyai perbedaan konsekuensi

untuk perilaku. Dalam kebudayaan ini, kita dapat menerima orang lain untuk

mengorbankan tujuan yang mereka miliki, kebutuhan, dan keinginan untuk menjadi

yang lebih baik.

Budaya Individualistik : karakteristiknya adalah : Seseorang mempunyai lebih dari satu

kelompok dalam (ingroup), Kelangsungan dari individu-induvidu dan lingkungan sosial

sangat tergantung pada suksesnya dan efektifnya fungsi dari individu dari pada

kelompok, Seseorang cenderung sedikit membuat jarak antara kelompok luar dan

dalam.

Budaya kolektifvistik: karakteristiknya adalah : Seseorang lebih sedikit mempunyai

kelompok dalam (ingroups), Seseorang sangat menerima/memasukkan anggota

kelompok dalam yang diketahui asal mereka dari mana, Kelangsungan dari individu-

individu dan lingkungan sosial sangat tergantung pada sukses dan efektifnya fungsi dari

kelompok daripada individu itu sendiri, Seseorang akan cenderung lebih besar membuat

jarak antara kelompok dalam dan kelompok luar lainnya.

2. Ethnocentrism and Prejudice

Etnosentris didefinisikan sebagai tendensi yang memunculkan bahwa budaya yang

dimiliki individu atau kelompok lebih baik dari yang lainnya. Etnosentris sangat dekat

Page 130: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

130

dengat konstruk yang dinamakan prasangka, yang merujuk pada tendensi dari penilaian

orang lain dalam konteks anggota kelompok mereka.

Prasangka terdiri dari dua komponen yaitu : komponen kognitif (fikiran) dan komponen

afektif (perasaan). Komponen kognitif terdiri dari stereotype yang mencangkup

kepercayaan, opini, dan attitude. Komponen afektif terdiri dari perasaan terhadap

kelompok lainnya. Perasaan ini terdiri dari marah, menghina/rasa jijik, kebencian,

merendahkan, simpati, dan perasaan tertutup.

Etnosentris dan prasangka bisa menjadi jelas (explicit) dan menyeluruh/patut dipatuhi

(implicit). Explicit prejudice/prasangka yang jelas mengarah kepada prasangka yang

bersifat verbal dan dibuat untuk publik. Implicit prejudice / prasangka yang menyeluruh

seperti perilaku, nilai, atau kepercayaan.

a. Origins of and Factors Contributing to Prejudice

Pertama, sosial biologi dan evolusi. Penjelasannya yaitu mengarah kepada etnik dan ras

yang masih dalam kerabatnya. Kedua teori konflik antar kelompok dan kekuatan yang

dapat menjelaskan etnosentris dan prasangka. Ketiga yaitu faktor sosial dan budaya.

Lingkungan sosial dapat menghasilkan ideologi prasangka dan diskriminasi terhadap

kelompok lainnya yang memaksa orang yang memiliki status sosial rendah dalam suatu

kelompok. Keempat teori lainnya yang memfokuskan pada aspek kepribadian yang

dapat menimbulkan prasangka. Berbagai variasi kepribadian yang dimiliki individu akan

menghasilkan penilaian atau persepsi tterhadap sesuatu hal namun tidak terhadap suatu

kelompok besar. Kelima, faktor psikologis (campbell dan Levine, 1965). Faktor psikologis

berkontribusi dalam etnosentris. Dalam level individual, mereka menyebutkan bahwa

variabel seperti loyality ingroup, kebencian etnosentris, kepribadian authoritarian,

kekakuan/kekerasan, self-esteem, dan tingkat atau frekuensi kontak antara anggota

kelompok luar. Keenam, dalam beberapa studi faktor yang mempengaruhi prasangka

yaitu perilaku negatif dan emosi.

3. Stereotypes

Perbedaan budaya/kultural menimbulkan asumsi dan kesalahan penilaian dan akhirnya

menyebabkan stereotype. Definisi Stereotipe : keyakinan – keyakinan yang dipegang secara

luas bahwa orang memiliki ciri – ciri tertentu yang disebabkann oleh keanggotaan mereka

dalam suatu kelompok tertentu. Stereotip tentang kelompok sendiri disebut autostereotip.

Stereotip tentang kelompok lain disebut heterostereotip

a. The Content of Stereotypes

Page 131: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

131

Beberapa studi membahas tentang kadar dari stereotip. Orang-orang dalam semua

budaya memiliki stereotip pada orang lain, dan dalam banyak kasus terdapat kesamaan

pada stereotip ini, bahkan lintas budaya. Memiliki stereotip, mungkin adalah sebuah

fenomena universal dan kadar dari banyak stereotip mungkin juga memiliki cirri-ciri

universal.

b. The Origins of Stereotypes

Stereotip mungkin terbentuk melalui paparan terbatas pada anggota dari kelompok

target atau paparan berdasarkan sampel yang bias. Stereotip dapat dibentuk dan

diperkuat pada seseorang pada dasar paparan terbatas, atau tanpa paparan sama sekali,

pada kelompok target. Stereotip diri sendiri dan orang lain sulit untuk diubah karena

menjadi bagian dari system diri kita.

c. The Impact of Stereotypes

Positif : Membantu mengumpulkan informasi dan mempelajari tentang suatu budaya.

Merupakan dugaan atau gambaran yg bersifat positif terhadap kondisi suatu kelompok

tertentu. Stereotipe ini dapat membantu terjadinya komunikasi (nilai-nilai toleransi)

lintas budaya sehingga dapat memudahkan terjadinya interaksi antar orang yang

berbeda latar belakang pada sebuah lingkungan secara bersama-sama. Sehingga

menciptakan suatu hubungan yang harmonis antar kelompok budaya.

Negatif : Merupakan dugaan atau gambaran yg bersifat negatif yg dibebankan kepada

suatu kelompok tertentu yang memiliki perbedaan yang tidak bisa diterima oleh

kelompoklain.

Generalisasi dan collective threat

Generalisasi terjadi ketika seorang individu berperilaku tertentu dan seluruh anggota

kelompok individu tersebut dianggap memiliki perilaku yang sama. Collective threat

terjadi ketika seorang individu merasa khawatir perilaku seorang anggota kelompoknya

akan menyebabkan kelompok tersebut dikenakan stereotype negatif.

4. Discrimination

Definisi Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil dari orang lain berdasarkan

keanggotaan kelompok mereka. Perbedaan prasangka dengan diskriminasi :

Prasangka : terkait dengan pikiran / perasaan

Diskriminasi : terkait dengan perlakuan atau perbuatan

Prasangka dan diskriminasi adalah proses – proses yang terjadi pada level individu.

Page 132: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

132

Diskriminasi bisa terjadi tanpa adanya prasangka dan sebaliknya seseorang yang

berprasangka juga belum tentu akan mendiskriminasikan (Duffy & Wong, 1996). Akan tetapi

selalu terjadi kecenderungan kuat bahwa prasangka melahirkan diskriminasi. Prasangka

menjadi sebab diskriminasi manakala digunakan sebagai rasionalisasi diskriminasi. Artinya

prasangka yang dimiliki terhadap kelompok tertentu menjadi alasan untuk

mendiskriminasikan kelompok tersebut.

Institusional Diskriminasi : adalah diskriminasi yang terjadi pada level dari grup yang

besar, sosial, organisasi atau institusi.

Contoh Diskriminasi : Contoh paling terkenal dan ekstrim dalam kasus diskriminasi etnik

dan ras terjadi di Afrika Selatan pada tahun 80-an. Politik aphartheid yang dijalankan

pemerintah Afrika Selatan membatasi akses kulit hitam dalam bidang politik, ekonomi, dan

sosial budaya. Diskriminisi ras itu dikukuhkan secara legal melalui berbagai peraturan yang

sangat diskriminatif terhadap kulit hitam. Misalnya anak-anak kulit hitam tidak boleh

bersekolah di sekolah untuk kulit putih, kulit hitam tidak boleh berada di tempat-tempat

tertentu seperti hotel, restoran dan tempat publik lainnya.

F. Culture and Aggression

Definisi Agresi adalah tindakan menyakiti orang lain, baik secara fisik ataupun psikologis.

Agresi terjadi ketika profokasi mengarahkan pada emosi yang negatif, dimana respon yang

dipilih oleh individu tergantung dari genetik dan biologis, berdasarkan proses belajar

sebelumnya, dan karakter spesifik dari konteks dan situasi. Terjadi ketika Pelanggaran

norma-norma budaya oleh individu dianggap sebagai perilaku agresif kemudian

menimbulkan serangan balik dan memunculkan kekerasan.

Culture of Honor ( Kehormatan terhadap Budaya )

Kehormatan ( Honor ) berarti hormat, harga diri, atau kekaguman, dan beberapa budaya

dapat dicirikan sebagai budaya kehormatan, dan menitikberatkan pada status dan reputasi.

Pada budaya – budaya ini, penghinaan, ancaman, dan perselingkungan dapat mengancam

kehormatan seseorang, sering menyebabkan kemarahan, yang mengarah kepada kekerasan

dan agresi. Kehormatan Budaya juga terjadi pada banyak kasus kekerasan rumah tangga,

terutama oleh laki – laki terhadap wanita dikarenakan perselingkuhan yang actual atau yang

dirasakan atau memiliki pasangan seksual yang berbeda – beda. Pada kehormatan budaya,

perselingkuhan pada wanita dipertimbangkan dapat membawa ketidakhormatan bagi suami

dan keluarganya. Kerugian terhadap reputasi dapat dipulihkan melalui kekerasan, dan

Page 133: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

133

wanita didalam hubungan tersebut diharapkan tetapi setia terhadap laki – laki dan keluarga

walaupun mengalami kekerasan.

G. Acculturation

Memahami proses akulturasi penting bagi individu. Proses akulturasi memiliki seridaknya 2

komponen yang berhubungan namun berbeda yaitu : Intercultural adaptation yang mengacu pada

bagaimana orang mengubah perilaku atau cara berpikir mereka dalam lingkungan kebudayaan baru.

Intercultural adjustment yang merujuk pada pengalaman subjektif yang seseorang miliki ketika

mereka mengadaptasi perilaku dan pikiran mereka.

Faktor lain yang penting bagi intercultural adjustment adalah regulasi emosi yang didefinisikan

sebagai kemampuan untuk mengawasi dan mengatur reaksi emosional dalam rangka mencapai hasil

yang konstruktif.

H. Kesimpulan

Manusia adalah makhluk sosial dan pada dasarnya kita semua berhubungan satu dengan lainnya.

Bab ini membahas bagaimana kebudayaan berdampak atau mempengaruhi perilaku sosial. Bab 13

berhubungan dengan perilaku sosial dari sudut pandang individual, bagaimana sesungguhnya orang-

orang berinteraksi satu dengan yang lain, dan bagaimana kebudayaan menerangkan proses ini.

Pertama-tama dimulai dengan pembahasan mengenai bagaimana kita membentuk kesan terhadap

yang lainnya. Orang-orang dari semua budaya memiliki kebutuhan universal untuk membentuk

ikatan berarti dengan orang lain, memiliki hubungan akrab, dan termasuk dalam kelompok sosial.

Dalam pembentukan kesan ini, terdapat hubungan kebudayaan dan pengenalan wajah,

pembentukan kesan serta kebudayaan dan daya tarik. Hal kedua yang dibahas mengenai cinta, sex,

dan pernikahan lintas budaya, dimana hal ini mencakup hubungan kebudayaan dengan seleksi

pasangan, kebudayaan dan cinta, kebudayaan dan sex, kebudayaan dan pernikahan, serta

pernikahan intercultural. Hal ketiga yang disoroti adalah kebudayaan dan konformitas, compliance,

dan obedience. Mencakup eksperimen Asch dan Milgram tentang compliance, dan obedience.

Selanjutnya hal keempat mengenai kebudayaan dan kerja sama atau kooperasi. Kelima membahas

kebudayaan dan hubungan intergroup yang terdiri dari ingroup dan outgroup, etnosentrisme dan

prasangka, stereotip, serta diskriminasi. Kemudian terdapat bagian tentang kebudayaan dan agresi.

Terjadi ketika Pelanggaran norma-norma budaya oleh individu dianggap sebagai perilaku agresif

kemudian menimbulkan serangan balik dan memunculkan kekerasan. Terakhir, akulturasi.

Akulturasi mencakup intercultural adaptation dan intercultural adjustment.

Page 134: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

134

H. Latihan Soal

1. Persepsi seseorang mengacu pada proses pembentukan kesan pada penampilan orang lain

khususnya daya tarik fisik, mempengaruhi penilaian kepribadian (B/S)

2. Di dalam penelitian Buss (1989), ditemukan bahwa negara-negara non-Barat seperti China, India,

Indonesia, Iran, Taiwan dan Palestina menempatkan kesucian sebagai hal yang utama bagi calon

pasangan. (B/S)

3. Institusional Diskriminasi merupaka diskriminasi yang terjadi pada level dari grup yang besar,

sosial, organisasi atau institusi. (B/S)

4. Penelitian Domino (1992) membandingkan anak-anak China dan Amerika Serikat dalam tugas

nilai sosial. Kecenderungan yang didapat anak-anak China adalah individualisme dan kompetisi

(B/S)

5. Prasangka terdiri dari dua komponen yaitu : komponen kognitif (fikiran) dan komponen afektif

(perasaan) (B/S)

Page 135: New PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA · 2017. 6. 4. · Selain itu, mahasiswa juga diharapkan mampu memahami dan dapat pula mengaplikasikan berbagai ... menganalisis secara kritis kasus/kondisi

135

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

Matsumoto, David. 2008. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Matsumoto & Juang. 2008. Culture & Psychology. CA: Thomson Wadsworth