New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/40892/3/BAB II.pdf · 2018....
Transcript of New BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulueprints.umm.ac.id/40892/3/BAB II.pdf · 2018....
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini tentunya tidak terlepas dari penelitan
terdahulu yang memberikan kontribusi bagi penulis yakni sebagai
referensi dan tolak ukur serta mempermudah penulis dalam menyusun
penelitian ini. Adapun penelitian yang terdahulu mempunyai tema yang
sama yaitu mengenai komunikasi yang terjadi pada pasangan yang
menikah melalui proses ta’aruf. Penulis telah menganalisis penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan bahasan di dalam penelitian ini. Terdapat
dua penelitian terdahulu yang peneliti temui serta tabel perbedaan
mengenai tinjauan penelitian terdahulu yakni Proses Adaptasi Antar
Budaya Pasangan Menikah Melalui Proses Ta’aruf (Studi Fenomenologi
Pada Pasangan Menikah di Awal Pernikahan). Penelitian yang dilakukan
oleh Azti Arlina (2012) dari jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Indonesia tersebut, membahas mengenai adaptasi antarbudaya pada
pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Setiap individu yang
menjalani proses ta’aruf tentu mempunyai konsekuensi, seperti adanya
ketidakpastian dan sulitnya beradaptasi, ditambah lagi rumitnya
pengelolaan konflik. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa latar
belakang budaya, seperti latar belakang pendidikan dan asal negara
13
individu memiliki kontribusi dalam proses adaptasi dan pengelolaan
konflik. Pengalaman Komunikasi Interpersonal Pasangan Yang Menikah
Melalui Proses Ta’aruf (Studi Fenomenologi Komunikasi Interpersonal
Pasangan Yang Menikah Melalui Proses Ta’aruf di Kota Depok).
Penelitian yang dilakukan oleh Prita Nurftriani (2014) dari jurusan Ilmu
Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran tersebut, bertujuan untuk
mengetahui konstruksi makna pengalaman pasangan selama proses
ta’aruf. Untuk mengetahui konstruksi terhadap pasangan saat ta’aruf dan
setelah menikah serta mengetahui pengalaman komunikasi interpersonal
diantara keduanya. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa selama
proses ta’aruf pengalaman yang mereka rasakan adalah pengalaman
spiritual saat berkomunikasi dengan Sang Pencipta. Setiap perbedaan yang
ditemui keduanya, mereka berusaha menerima dan memahami perbedaan
tersebut. Pada pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf, proses
pengenalan secara mendalam dilakukan setelah menjalani pernikahan,
yaitu saat proses adaptasi. Pengalaman komunikasi interpersonal melalui
lima tahap di dalam komunikasi yaitu tahap adaptasi, tahap keterlibatan,
tahap keakraban, tahap perusakan, dan tahap solusi.
14
Tabel Tinjauan Persamaan dan Perbedaan Penelitian
No Peneliti Tinjauan
Persamaan Perbedaan
1 Azti Arlina - Dasar penelitian sama
dengan menggunakan
pendekatan kualitatif
dan bertujuan untuk
untuk menggali
pengalaman informan
mengenai komunikasi
interpersonal terhadap
hubungan suami istri
yang menikah dengan
melakukan proses
ta’aruf.
- Dasar penelitian
menggunakan studi
fenomenologi.
- Perbedaan penelitian
terletak pada subjek
penelitian. Penelitian
yang dilakukan oleh
Azti Arlina tersebut
subjek yang diteliti
ialah kalangan
pasangan suami istri
yang menikah melalui
proses ta’aruf dengan
perbedaan latar
belakang budaya
2 Prita Nurfitriani - Dasar penelitian sama
dengan menggunkan
pendekatan kualitatif
dan bertujuan untuk
menggali pengalaman
informan
mengenai.komunikasi
interpersonal antara
suami istri yang
menikah melalui
proses ta’aruf.
- Dasar penelitian
menggunakan studi
fenomenologi
15
2.2 Komunikasi Interpersonal
2.2.1 Pengertian
Komunikasi interpersonal merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari, karena manusia adalah
makhluk sosial yang pasti membutuhkan manusia lain dalam
melakukan komunikasi untuk mempermudah kehidupan.
Komunikasi merupakan sebuah perantara penting dalam
membangun sebuah hubungan dengan orang lain, serta untuk
membangun kontak sosial. Memiliki keahlian berkomunikasi
antarpribadi menjadi sesuatu yang mutlak dalam melakukan
kehidupan sebagai makhluk sosial. Hubungan interpersonal
merupakan sifat alami manusia untuk membina hubungan
dengan orang lain. Hubungan yang baik adalah dimana
interaksi sifatnya memuaskan dan sehat bagi mereka yang
terlibat interaksi tersebut (Budyatna dan Ganiem, 2011:36)
Tujuan dari sebuah hubungan interpersonal yakni untuk
mendapat dukungan sosial, adapun salah satu bentuknya adalah
pernikahan. Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi
adalah komunikasi yang melibatkan hanya dua orang secara
tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap
reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan non
verbal. Sehingga komunikasi menjadi salah satu alat untuk
mencapai keharmonisan dalam berumah tangga. Relasi
16
antarpribadi yang sudah dibina sampai pada tingkat hubungan
yang tertinggi yaitu pernikahan harus terus dibina dengan
sebuah komunikasi yang baik.
2.2.2 Fungsi Komunikasi Interpersonal
Fungsi komunikasi interpersonal sebagai berikut :
1) Untuk mendapatkan respon atau umpan balik. Hal ini
sebagai salah satu efektivitas proses komunikasi.
2) Untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasii
respon/umpan balik.
3) Untuk melakukan kontrol terhadap lingkungan sosial,
yaitu komunikator dapat melakukan modifikasi
perilaku orang lain dengan cara persuasi.
2.2.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Tujuan komunikasi menurut Riswandi dalam buku Ilmu
Komunikasi (2009:87) adalah sebagai berikut ;
1) Mengenal diri sendiri dan orang lain
2) Mengetahui dunia luar
3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih
bermakna
4) Mengubah sikap dan perilaku
5) Bermain dan mencari hiburan
6) Membantu
17
Dari keenam tujuan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat
berbagai macam faktor-faktor motivasi atau alasan
mengapa individu terlibat dalam komunikasi antarpribadi.
2.2.4 Karakterristik Komunikasi Interpersonal
Karakteristik komunikasi antarpribadi diklasifikasikan
dalam beberapa bagian oleh Judy C. Pearson dalam
Suranto Komunikasi Interpersonal (2011: 23) sebagai
berikut :
1) Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi
(self). Berbgai persepsi komunikasi yang menyangkut
pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi
oleh pengalaman dan pengamatan kita.
2) Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional.
Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang
berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar,
menyampaikan dan menerima pesan.
3) Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi
pesan dan hubungan antarpribadinya. Artinya, isi pesan
dipengaruhi oleh hubungan antarpihak yang
berkomunikasi.
4) Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik
antar pihak yang berkomunikasi.
18
5) Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang
saling bergantung satu sama lainnya dalam proses
komunikasi.
6) Komunikasi antarpribadi tidak dapat dirubah ataupun
diulang, seperti yang diungkapkan oleh Sendjaja
(2005), dalam Suranto (2011:26)
2.3 Emosi dalam hubungan interpersonal
Emosi dalam hubungan interpersonal terjadi pada hubungan yang
memiliki tingkat kedekatan (intimacy), seperti hubungan antara suami
istri. Emosi dalam hubungan interpersonal terjadi jika melibatkan :
(Richard L. Weaver.1993: 371)
1) Repeated Interactions, dimana ada interaksi yang terjadi secara
berulang. Hal ini terkait dengan intensitas dan frekuensi
pertemuan.
2) High Self Disclosure, adanya tingkat kebebasan yang tinggi dalam
mengungkapkan segala informasi berkenaan dirinya, bahkan
menceritakan hal/aspek dirinya yang tidak lumrah diceritakan
kepada orang lain (sifatnya rahasia)
3) High Interdependance, saling ketergantungan yang tinggi antara
pasangan. Hal ini disebabkan adanya negosiasi-negosiasi yang
dibuat oleh pasangan, seperti negosiasi tentang peran masing-
masing dalam rumah tangga, misalnya suami bekerja dan istri
dirumah.
19
4) High Emotional Involvement, emosi-emosi yang dirasakan secara
kuat dan diekspresikan secara spontan oleh pasangan
2.4 Tahapan-tahapan hubungan dalam pernikahan
Pembahasan mengacu pada Teori Perkembangan Hubungan dari
DeVito (1997). Tahap ini mengidentifikasi berdasarkan perilaku dan cara
berkomunikasi yang terjadi. Suatu hubungan intim dibangun melalui
serangkaian tahapan. Mayoritas hubungan tersebut meliputi enam tahap
utama, yaitu 1) Tahap Kontak, 2) Tahap Keterlibatan, 3) Tahap
Keintiman, 4) Tahap Penurunan dan 5) Tahap Perbaikan atau Pemutusan.
Namun pada tahapan ini sifatnya standar dan belum tentu semua
pasangan mengalami hal sama. Setiap tahap memiliki fase awal dan akhir,
menjelaskan sifat suatu hubungan, bukan untuk menilai atau memprediksi
bagaimana seharusnya suatu hubungan.
Pada Tahap Kontak, dua individu mulai memperkenalkan diri mereka
masing-masing. Pada pertemuan pertama terdapat beberapa informasi atau
kesadaran akan kontak (perceptual contact). Disini diketahui gambaran
fisik seperti jenis kelamin, usia rata-rata, berat, dan lain-lain. Setelah
persepsi ini, timbul kontak interaksional (interactional contact) yang
bersifat 'tampak luar' (superficial) dalam artian penilaian dengan
menggunakan indera pengelihatan. Saat ini terjadi pertukaran informasi
dasar yang mengawali keterlibatan selanjutnya. Pada tahap kontak,
penampilan fisik sangat penting karena akan menarik perhatian lawan
bicara. Perilaku verbal dan non-verbal, seperti keramahan, kehangatan,
20
keterbukaan sangat menentukan seseorang memutuskan apakah ingin
melanjutkan hubungan atau tidak.
Tahap selanjutnya adalah Tahap Keterlibatan (involvement). Pada
tahapan ini muncul rasa saling ketergantungan, ingin melanjutkan
hubungan dan berusaha mempelajari orang lain. Pertama, timbul
keinginan menguji apakah penilaian awal atau pendapat pribadi saat
pertemuan pertama bisa terbukti. Sepanjang proses hubungan berjalan,
terutama selama Tahap Keterlibatan dan Keintiman awal, seseorang sering
menguji pasangannya untuk mengetahui perasaan pasangan tentang
hubungan yang sedang dijalani, yaitu dengan cara langsung menanyakan
pasangan bagaimana perasaannya atau menyatakan perasaan sendiri
dengan asumsi pasangan juga akan membuka diri.
Tahap Keintiman. Pada tahap ini seseorang berkomitmen berhubungan
lebih dalam dengan orang lain, mengukuhkan hubungan apakah satu sama
lain dapat menjadi teman terdekat, kekasih atau pasangan. Pada tahap
hubungan dekat dan intim, terdapat peningkatan hubungan. Dua orang
menganggap dirinya sebagai bagian penting dalam kehidupan satu sama
lain dan saling mendapat keuntungan lebih besar dari hubungan bersifat
intim, karena saling mengetahui lebih baik (seperti nilai-nilai, pendapat,
sikap) maka ketidakpastian terhadap satu sama lain menjadi berkurang
secara signifikan, dan prediksi mengenai perilaku orang tersebut akan
lebih akurat. Pada tahapan ini, masing-masing pihak, pria dan wanita yang
awalnya memiliki hubungan khusus sebagai pacar, kemudian mulai
21
mengikatkan diri dalam hubungan perkawinan. Pada Tahap Keintiman
Setelah perkawinan, ketika keintiman menjadi hubungan seumur hidup,
seseorang berhadapan dengan tiga jenis kekhawatiran (anxiety), yaitu: 1)
Kekhawatiran keamanan (security anxiety), dalam perkawinan terkadang
muncul rasa khawatir bahwa pasangan meninggalkan hubungan demi
orang lain; 2) Khawatir akan pemenuhan (fulfillment anxiety), ada pula
suami atau istri yang merasa khawatir tidak dapat memenuhi kebutuhan
atau keinginan pasangannya; 3) Khawatir pada kegembiraan (excitement
anxiety), ada pasangan yang khawatir bahwa kegiatan sehari-hari yang
dilakukan dalam perkawinan mengakibatkan suami istri terjebak dalam
rutinitas yang membosankan serta kehilangan kebebasan untuk bertindak.
Kemudian, pada Tahap Penurunan (deterioration). Deteriorasi
hubungan adalah melemahnya ikatan kebersamaan antar dua orang.
Penurunan hubungan timbul ketika seseorang menyadari bahwa pasangan
tidak lagi memiliki fisik dan kepribadian yang menarik, saat tidak lagi
dirasakan adanya kedekatan, atau jika perbedaan menjadi lebih penting
daripada kesamaan yang ada. Ditandai dengan munculnya ketidakpuasan
dalam diri masing-masing. Seseorang mulai mengalami ketidakpuasan
interaksi sehari-hari dan memandang masa depan bersama pasangan
dengan negatif dan penurunan antarpribadi. Satu sama lain mundur dan
terus menjauh. Waktu luang bersama pasangan makin berkurang. Jika
sedang bersama saling berdiam diri, sedikit terbuka, sedikit kontak fisik
dan kurang kedekatan secara psikologis. Konflik sering terjadi dan sulit
22
diselesaikan. Menurut Devito (1997) sulit untuk menentukan penyebab
khusus bagi tiap penurunan hubungan. Semua penyebab juga bisa menjadi
akibat dari penurunan hubungan. Ketika tidak ada lagi faktor-faktor
penting yang mendukung kekuatan sebuah hubungan maka hubungan
dapat melemah.
Tahap Penurunan memiliki dua pilihan. Pertama pasangan suami istri
melangkah ke Tahap Perbaikan. Kemudian pilihan kedua adalah Tahap
Pemutusan hubungan suami-istri. Tahap Perbaikan (repair) hubungan
beberapa pasangan mungkin berhenti sejenak selama tahap deterioration
dan mencoba memperbaiki hubungan. Sementara ada pula pasangan yang
tanpa berhenti namun langsung memutuskan hubungan. Ada dua fase
perbaikan, yaitu: 1) Perbaikan intra pribadi atau masing-masing individu.
Seseorang menganalisa kesalahan dan mempertimbangkan cara
memecahkan kesulitan hubungan. Akan muncul banyak kemungkinan
yakni terjadi perubahan perilaku atau harapan terhadap pasangan. Juga
dipertimbangkan imbalan dari hubungan yang sedang berlangsung dan
imbalan yang diperoleh jika hubungan berakhir; 2) Perbaikan antarpribadi.
Fase ini adalah saat membicarakan keputusan memperbaiki hubungan
dengan pasangan, mencakup negosiasi untuk mencapai kesepakatan secara
bersama sesuai keinginan satu sama lain. Saran memperbaiki hubungan
dapat diperoleh dari teman, keluarga atau konseling. Akhir dari hubungan
antarpribadi adalah pemutusan ikatan antarindividu. Suami dan istri yang
merasa tidak dapat mempertahankan perkawinan pada akhirnya
23
memutuskan untuk berpisah. Tahap Pemutusan ini terdiri dari dua fase
yaitu: 1) Perpisahan antarpribadi (interpersonal separation) di mana
pasangan tinggal terpisah satu sama lain; dan 2) Perpisahan sosial atau
publik (social or public separation) yakni perceraian
2.5 Langkah-langkah menuju pernikahan dalam konsep agama Islam
Agama Islam sendiri mengajarkan cara yang sesuai syariatnya, ketika
seseorang ingin membina sebuah pernikahan. Ada beberapa tahapan yang
harus dilalui, sebagai berikut
1. Ta’aruf (berkenalan dengan pasangan)
Mengambil teladan dari Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam dan para
shahabat, akan kita ketahui bahwa dalam proses pernikahan beliau dan
para shahabatnya jauh dari perkara-perkara yang mengandung dosa. Hal
tersebut dikarenakan proses menuju pernikahan melalui para wali pihak
wanita atau perantara pihak ketiga yang terpercaya. Begitu pula, yang
dilakukan seorang yang ingin mengenal calon pasangannya. Hendaknya
mereka melibatkan wali atau kerabat dari wanita untuk ikut berperan. Bisa
juga dengan meminta tolong orang lain yang amanah sebagai pihak ketiga
untuk memperantarai proses ta’arufnya. Melalui perantara mereka kita
bisa mengenali calon pasangan yaitu dengan mengetahui asal, keturunan,
keluarga, akhlak, dan informasi-informasi lain yang dibutuhkan.
Demikianlah tuntunan indah ajaran Islam. Melalui proses ta’aruf yang
24
syar’i terjagalah kehormatan wanita dan laki-laki, dan terjauhkannya
mereka dari perbuatan-perbuatan zina sebagaimana yang terjadi dalam
jalinan haram bernama “pacaran”.
2. Nazhar (melihat calon pasangan)
Mengenal jati diri calon pasangan terkadang belum cukup memantapkan
hati untuk selanjutnya menjatuhkan lamaran. Terlebih, informasi dari
pihak ketiga atau orang lain tentang sifat dari rupa seseorang merupakan
penilaian yang masih relatif. Sehingga ada perasaan mengganjal di hati
manakala sosok yang akan terpilih menjadi pasangan hidup tidak
diketahui jelas akan parasnya. Melalui nazhar, seseorang dapat
menemukan sesuatu yang bisa menarik hatinya untuk kemudian
menikahinya. Selain itu melalui nazhar keputusan akhir akan mengkhitbah
(melamar) atau tidak lebih mudah untuk ditetapkan. Namun, perintah
nazhar tentu bukanlah sekedar perintah tanpa ada batasan. Terlebih
mengingat bahwa wanita yang sedang di-nazhar adalah wanita ajnabi
(asing) yang statusnya masih haram untuknya. Oleh karena itu, ketika
nazhar hendaknya disertai oleh mahram dari wanita dan melihat pada
bagian yang biasa nampak darinya berupa anggota wudhu tanpa diikuti
oleh syahwat.
25
3. Khitbah (proses melamar)
Setelah melewati nazhar dan hati menjadi yakin untuk merajut tali
pernikahan, maka sebelum meminang sangat dianjurkan untuk terlebih
dahulu melakukan shalat istikharah. Bahkan shalat istikharah di
sunnahkan sebelu melakukan segala sesuatu. Tidak lain agar dimudahkan
sebab-sebab yang mengantarkan pada perkara yang sedang dihadapi.
Setelah itu barulah ia utarakan maksud hatinya untuk memperistri wanita
tersebut kepada walinya. Namun sebelum disampaikan lamaran seseorang
harus mengetahui adab dalam meng-khitbah agar kelanjutan proses
pernikahannya tidak terkotori dengan rasa permusuhan antara satu sama
lain. Aturan saat meng-khitbah yaitu seseorang tidak boleh meminang
wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu
menikahi wanita tersebut atau meninggalkannya.
4. Akad Nikah
Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan sudah seharusnya menjadi hal yang
selalu dikedepankan dalam setiap urusan yang sedang kita hadapi.
Terlebih bagi seorang yang akan melangsungkan peristiwa penting berupa
akad nikah. Sebuah perjanjian untuk menjadi pasangan suami istri. Allah
menamakannya dengan perjanjian yang kuat untuk sebuah ikatan suci dan
agung berupa pernikahan. Oleh karenanya, sebelum melangsungkan akad
nikah seseorang perlu mengetahui rukun dan syarat dari akad nikah.
26
Karena keberadaan keduanya menentukan sah tidaknya pernikahan dari
segi hukum syariat. Ketidaktahuan terhadap perkara tersebut akan
memunculkan permasalahan yang besar, sebagaimana ketika seorang
wanita menikah tanpa wali maka tentu pernikahannya tidak sah. Rukun
akad yaitu adanya calon mempelai laki-laki dan wanita, saksi, mahar, serta
ijab dan qabul. Syarat akad yaitu kejelasan individu kedua mempelai,
keridhaan masing-masing pihak untuk menikah, mahar dan wali bagi
wanita.
2.6 Ta’aruf
Ta’aruf sendiri merupakan salah satuhal yang telah diatur dalam
agama Islam. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk saling berta’aruf
antara individu dengan individu lain, Sehingga dalam perkembangannya
ta’aruf dikenal sebagai salah satu sarana pencarian pasangan hidup.
Ta’aruf berasal dari ta’arrofa yang artinya menjadi tahu, yang
asal akarnya ‘a-ro-fa yang berarti mengenal-perkenalan (. Al-Qur‟an
menyebutkan bahwa :
“Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku lit a‟ārafū (supaya kamu saling
kenal)… sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi amah mengenal.”
(QS. Al-Hujurat : 13).
27
Interpretasi ta’aruf secara bahasa dalam Al-Qur‟an adalah
perkenalan namun makna tersebut mengalami pergeseran maksud bahwa
selain terciptanya manusia berbangsa dan bersuku, juga terdiri dari kaum
Adam dan Hawa yang mana dianjurkan untuk saling mengenal di antara
mereka. Jika dikontekskan dengan ta’aruf tujuannya sebelum mereka
ditakdirkan untuk berjodoh dapat menerima segala kekurangan dan
meleburkan beban berat yang diterima pasangan tersebut.
Fenomena ta’aruf yang didenotasikan suatu ritual pranikah
adalah sebagai berikut: a) Saling tukar menukar data diri sebagai
perkenalan pertama, bahkan dengan bertukar foto masing-masing. b)
berjumpa pertama kali atau “melihat”. “melihat” inilah yang
sebenarnya sesuai sunnah Nabi SAW, sebab Beliau SAW ketika salah
seorang menyatakan akan menikah dengan si fulanah, beliau bertanya
apakah sudah pernah melihat fulanah tersebut? Kemudian Beliau
menganjurkan sahabat tersebut untuk melihatnya, dengan alasan:
“karena melihat membuat engkau lebih terdorong untuk
menikahinya”. c) Proses dilanjutkan dengan “hubungan” dengan
maksud memperjelas perkenalan, yaitu mungkin dengan surat
menyurat, sms atau telepon atau pertemuan lain dengan komposisi
yang sama. d) Selanjutnya kedua pihak mulai melibatkan orang tua, e)
Jika sudah bicara teknis artinya sudah dalam proses menuju
pernikahan.
28
Dengan cara tersebut, kedua keluarga pasangan yang sudah
saling kenal tadi dapat melihat seperti apa orang yang nantinya akan
bergabung menjadi keluarga besar mereka. Sebab, ikatan pernikahan
dalam pandangan Islam itu bukanlah antara dua orang, melainkan
antara dua keluarga (Athian, 2004:269).
2.7 Pola Komunikasi dalam proses Ta’aruf
Pada dasarnya tujuan dari sebuah proses ta’aruf adalah sama yakni
untuk menuju sebuah arah intimate relationship. Akan tetapi ta’aruf
memiliki perbedaan dalam proses komunikasi dimana terdapat
perantara sebagai medium dalam berkomunikasi. Adapun alat yang
digukana untuk berkomunikasi adalah secarik biodata. Jika
digambarkan pola komunukasi pada pasangan ta’aruf adalah sebagai
berikut :
Medium :
Source / Sumber 1) Perantara Receiver/Penerima
2) Biodata
Pola Komunikasi Pada Proses Ta’aruf
29
2.8 Teori Penetrasi Sosial
Teori penetrasi sosial merupakan teori yang berupaya untuk
mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman
seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Teori ini
menjelaskan mengenai proses terjadinya ikatan hubungan antar
individu dari tahapan komunikais awal atau komunikasi permukaan
kepada tahapan komunikasi yang lebih mendalam atau intim.
(Morissan, 2010 : 181)
Menurut teori penetrasi sosial, hubungan interpersonal berkembang
secara bertahap dengan arah yang dapat diperkirakan. Selain itu, dalam
teori ini juga menjelaskan bahwa keterbukaan diri (self-disclosure)
merupakan cara untuk meningkatkan kualitas dari sebuah hubungan
kearah yang lebih intim. (Morissan, 2010 : 182)
Proses penetrasi sosial mencakup berbagai perilaku nonverbal seperti
posisi tubuh, senyuman, dan seterusnya serta perilaku yang
berorientasi pada lingkungan dsb. Menurut Taylor dalam Morisson,
Psikologi Komunikasi (2010) bahwa hubungan antar individu
mempunyai sifat yang sangat beragam dalam hal penetrasi sosial
mereka, salah satunya adalah hubungan antar pasangan suami-istri.
Perkembangan hubungan antar individu (relationship) akan mengikuti
suatu alur yang menuju kepada kedekatan dan keintiman.
30
2.9 Asumsi Teori Penetrasi Sosial
Teori ini memiliki daya tarik utama yang terletak pada pendekatannya
yang langsung terhadap perkembangan hubungan. West dan Turner
dalam Morissan, Psikologi Komunikasi (2010)
1) Hubungan berkembang dari tidak intim menjadi intim
Asumsi ini menyatakan bahwa komunikasi antar individu dimulai
dari tingkatan level permukaan (superficial) kemudian dilanjutkan
kearah level yang lebih dalam atau intim. Pada tahap awal memang
percakapn yang dilakukan bukanlah percakapan yang berisikan
topic penting, isi dari percakapn tersebut biasanya bersifat basa-
basi, sepele dan membahas hal-hal yang mudah terlihat secara
fisik. Percakapan awal ini tampaknya tidak begitu penting, akan
tetapi tahap awal merupakan tahap dimana masing-masing
individu saling menjajaki sebelum masuk ke tahap yang lebih
intim.
2) Perkembangan hubungan secara umum bersifat sistematis dan
dapat diperkirakan
Asumsi kedua terkait dengan prediktabilitas, bahwa suatu
hubungan sebagaimana proses komunikasi pada umumnya akan
selalu bersifat dinamis dan selalu berubah, tetapi hubungan yang
dinamis sekalipun akan tetap mengikuti suatu standar atau pola
perkembangan tertentu. Meskipun masa depan hubungan tidak
31
dapat diperkirakan, akan tetapi proses penetrasi sosial pada
dasarnya memiliki sifat terorganisir dan dapat diprediksi.
3) Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi dan pembubaran
Pada asumsi ketiga ini dijelaskan bahwa hubungan dalam fase
buruk dan konsekuensi yang diperoleh adalah proses pembubaran
atau berakhirnya hubungan. Namun dalam asumsi ini depenetrasi
bukanlah akhir dari suatu hubungan tetapi konflik dan
transgresilah yang akan mengarahkan pada berakhirnya hubungan.
4) Keterbukaan diri merupakan inti perkembangan hubungan
Proses pengungkapan diri akan memungkinkan orang untuk
mengenal satu sama lain dalam suatu hubungan. Keterbukaan diri
akan memainkan peran dalam membentuk hubungan antar
individu pada masa sekarang dan masa depan.
2.10 Hubungan teori penetrasi sosial dengan komunikasi interpersonal
Bagi pasangan individu yang baru saling mengenal,
percakapan personal yang mengungkapkan informasi pribadi adalah
kunci untuk menjalin kedekatan antara satu sama lain. Setiap
hubungan memiliki fase-fase yakni ketika individu yang satu dengan
individu yang lain tidak saling mengenal maka tidak banyak hal atau
informasi yang diperoleh sampai pada akhirnya kedua individu
tersebut berusaha untuk melakukan interaksi yang pada akhirnya bisa
membawa mereka untuk mengenal satu sama lain lebih dalam. Ketika
hubungan diantara dua individu berkembang, maka masing-masing
32
individu akan mendapatkan lebih banyak informasi yang akan semkain
menambah keleluasaan dan kedalaman pengetahuan mereka satu sama
lainnya.