Nervous Disease II New
-
Upload
andi-fakhrul-haq -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
description
Transcript of Nervous Disease II New
Penyakit Syaraf
Bagian 2
Team Penyakit Dalam
DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
. ENCEPHALITIS/’INFECTOUS MENINGITIS’
Definisi :
peradangan pada jaringan otak
(peradangan pada jaringan syaraf)
secara primer pada dinding pembuluh darahnya.
serangan akut
multifocal
disebabkan agen infektif.
gejala cerebrum dapat terlihat awal seperti depresi gejala
spinal cord cerebellum.
Meningitis :
peradangan pada meningen tanpa melibatkan CSF
Gejala :
(1) Sakit dan demam.
(2) CNS spasmus pembuluh darah infark CNS
Kausa :
A. Kucing :
1. Bakteri : Feline Infectious peritonitis (FIP)
2. Protozoa :Toxoplasmosis
3. Penyakit jamur sistemik : cryptococcosis
4. Virus : Rabies : infeksi dan post vaccinal
B. Anjing :
Virus :
- Canine distemper : infeksi dan post vaccinal
- Infectious canine hepatitis, herpes virus
- Pseudorabies (Penyakit ‘aujeszky’)
- Rabies : infeksi dan post vaccinal
- Protozoa : Toxoplasmosis Encephalitozoonosis,
Trypanosomiasis Babesiosis.
- Jamur sistemik : Cryptococcosis blastomycosis,
Paecilomycosis cladosporiosis.
- Protothecosis
- Ehrlichiosis , keracunan salmon
C. Sapi :
Bakteri : Listeria monocytogenes, Hemophillus somnus, ‘heart
water’, infeksi clostridium setelah dehorning pada sapi
betina
Virus : Bovine malignant catarrh, sporadic bovine
encephalomyelitis’, BSE yang disebabkan oleh virus
scrapie dan bovine herpes virus
D. Domba:
Virus : louping ill, Scrapie, Visna
E. Kambing:
- Virus : Caprine arthritis- encephalitis virus
F. Babi
. Bakteri: bagian dari infeksi sistemik :
- Salmonella, Erysipelas spp ,
- Listeria monocytogenes (jarang)
Virus :Hog Cholera, African swine fever, Encephalomyocarditis,
Swine vesicular disease, Hemaglutinating
encephalomyelitis virus, virus porcine encephalomyelitis.
G. Kuda
- virus: Infectious equine encephalomyelitis, Borna disease,
equine herpes
- Protozoal encephalomyelitis
Masuknya virus perkembangan agen yang cepat
pada cabang syaraf perifer (pada virus rabies dan
pseudorabies, L. monocytogenes) dapat pula melalui
syaraf olfactorius .
Gejala klinis:
bersifat menyebar.
akut / kronis,
lokal / difuse dan profus.
peradangan menyebar gejala klinis multifocal dan
asimetris, kecuali pada infeksi oleh listeriosis kerusakan
biasanya terlokalisir pada pons medulla.
Gejala terlokalisir dapat muncul pada awal stadium dari
encephalitis umum dan tetap sebagai cacat residual
selama stadium persembuhan.
Serangan akut dari penyakit syaraf multifocal :
1. Gejala cerebral : kejang-kejang, kehilangan intelektual,
gangguan penglihatan, paresis.
2. Gejala brain stem : syaraf cranial berkurang fungsinya,
kepala miring, nystagmus, coma.
3. Gejala cerebellum: Ataxia dari kepala dan tungkai, tremor,
torticolis.
- Peradangan meningen : Sakit leher, kekakuan
- Infeksi berbagai umur, bangsa atau jenis kelamin.
- Sering berkaitan dengan penyakit sistemik terutama penyakit
pernapasan, penyakit intraocular.
Karena disebabkan oleh agen infeksius demam, anoreksia,
depresi dan peningkatan kecepatan jantung.
Penemuan klinis:
kombinasi halus sampai dengan membuat perubahan yang
jelas dalam perilaku, depresi, seizure, kebutaan, berjalan
kompulsif, berbaring pada kandang, berputar, ataxia.
Pada periode awal kegairahan atau mania, hewan mudah
terkejut respon secara berlebihan terhadap rangsangan
normal.
memperlihatkan ganas, aktivitas tak terkontrol termasuk
menyerang (pada rabies), melenguh, menendang, mencakar ;
pruritus intensif, berputar sendiri (pada pseudorabies);
Myoclonis/chorea, neuritis opticus (pada canine distemper)
Diagnosa :
tidak tergantung sepenuhnya pada pengenalan type
syndrom, syndrom yang sama dapat disebabkan oleh
karena berbagai penyakit otak lainnya.
Demam umum terjadi pada encephalitis
tidak terjadi pada rabies dan scrapie,
dapat terjadi pada penyakit ‘non inflamatory’ jika konvulsi
parah. Perluasan yang jelas diagnosa pengenalan
encephalitis spesifik dan eliminasi kemungkinan penyebab
lain berdasarkan pada sejarah dan pathologi kinik, terutama
pada keracunan dan pada penemuan karakteristik klinik pada
penyakit utama.
Pada banyak kasus diagnosa yang tepat hanya dapat
dibuat pada nekropsi untuk membedakan encephalitis
spesifik.
Differensial diagnosa :
a. Penyakit multifocal lainnya :
- Meningoencephalitis, granulomatosa
- Reticulosis
- Larva migrans
- Toxic CNS
b. Meningitis infeksius dapat dibedakan dari penyakit lain :
- Aseptik, neutrophilik meningitis pada anjing muda
- Penyebab lain nyeri leher: Penyakit cervical spinal cord,
malformasi spinal congenital.
Terapi :
Terapi spesifik dilakukan terhadap tiap-tiap penyakit,
bertujuan untuk memberikan terapi pendukung dengan
cairan IV dan terapi elektrolit atau makanan melalui
‘stomach tube’ selama fase akut;
kalau perlu antikonvulsi (phenobarbital 2,5 mg/kg BB,
PO BID).
Terapi utama :
obat yang merusak organisme pengganggu tanpa
membahayakan pasien.
Jika terjadi krisis mis; oedema otak dengan hernia dapat
diberikan : - Diuretik (furosemid 2 mg/ kg BB/ dosis berbagi
dalam 4 X /hari ) kalau perlu.
- Mannitol 1 g/Kg BB/IV selama 30 menit
- Anti mikroba: Senyawa bakterisida yang dapat
melintasi ‘BBB’/IV.
- Terapi jangka panjang perlu diberikan (> 3 bulan) untuk
menghilangkan infeksi
- Jika gejala awal berkurang setelah pemberian peroral
Penyakit – penyakit tertentu yang tidak dapat diterapi dan
selalu berakibat fatal :
Rabies - Pseudorabies - Protothecosis
FIP - Canine distemper (CD)
Monitoring Pasien :
Prognosa buruk, tergantung agens penyebab dan perluasan:
1. Infeksi bakteri dan Rickettsia dapat dirubah dengan terapi
anti mikrobial jangka lama.
2. Rabies, CD,FIP, pseudorabies , protothecosis fatal
3. Beberapa agens tidak ditemukan sampai nekropsi:
infectious canine hepatitis, pseudorabies,
encephalitozoonosis
4. Infeksi CNS oleh jamur, protozoa sulit untuk diterapi:
mortalitas dan morbiditasnya tinggi
5. Infeksi herpes neonatal sering ringan , penyakit
membatasi sendiri
6. Encephalitis post vaccinal fatal walaupun kadang-kadang
anjing dapat sembuh.
II. Trauma pada Otak
Trauma pada otak akibat trauma langsung
Etiologi :
Eksternal : - Tegangan saat mengamuk
- Kepala /leher yang membengkok oleh migrasi larva
parasit
Internal : - Trauma langsung (pemaksaan )
- Tabrakan, jatuh ,terjungkal kerusakan kranium
- Fraktura tulang periostal
- Penarikan secara paksa kebelakang masalah pada
persendian atlanto-occipital
Hewan terjebak dlm lumpur, tempat berair, lubang air dan
ditarik kepalanya/hwn berbaring ditarik kedlam trailer
berakibat langsung pd medula dan cervical cord
Migrasi larva parasit
Perdarahan spontan jarang
Luka otak pada saat partus (anak domba, sapi, kuda
kematian)
Patogenesis :
Reaksi awal shok syaraf.
Perkembangan secara lambat hematom subdural
Hemorrhagi dan patah tekanan lokal memar / contusio
kerusakan sel syaraf tanpa perubahan makroskopik
Gejala Klinis :
o Persembuhan cepat terjadi tidak sempurna (ada gejala
residu) menetap
o Syok cerebri hewan gagal untuk sadar dengan / tanpa
konvulsi
o Kadang kesadaran tidak pernah kembali
dpt cepat sadar (menit –jam)
o Selama tidak sadar :
dilatasi pupil, refleks pupil (-)
respirasi lambat dan tidak teratur
o Dapat terjadi perdarahan dari hidung dan telinga
o Palpasi cranium menyatakan tempat luka
o Gejala yang menetap : kebutaan, hemiplegia
Diagnosa:
Sejarah Trauma
Investasi larva nematoda tergantung jumlah larva dan lokasi
kerusakan.
Terapi : ?
III. MYELITIS / MENINGOMYELITIS
peradangan pada spinal cord (melibatkan parenchym dan pembuluh darah). hubunganya erat dari parenchym
leptomeningitis, myelitis disertai peradangan pada meningeal.
Kausa :
A. Viral :
B. Fungal :
C. Protozoa :
D. Bakterial :
E. Idiopathic :
F. Parasit :
Patofisiologi :
A. Reticulosis
cuffing focal perivasvular dari campuran element histiosit,
limfosit dan plasma sel.
Gabungan lesi membentuk massa lesio yang merusak dan
menggantikan jaringan CNS.
B. Granulomatousa Meningoencephalitis (GME)
penyebaran lesi peradangan dalam CNS dengan
pembentukkan granuloma perivascular.
Dapat sama bentuknya dengan penyebaran retikulosis.
C. Feline polioencephalomyelitis :
Penyebaran lesio peradangan terdiri dari ‘cuffy
mononuklear perivascular, gliosis dan degenerasi
neuronal
Kehilangan neuronal, astrogliosis dan degenerasi
walleri diffusa pada spinal cord
Gejala Klinis
A. umumnya terjadi pada muda dewasa dan dewasa.
B. Gambaran klinis :
1. Sifat serangan : akut s/d sub akut
2. Perjalanan cepat (biasanya beberapa hari s/d minggu)
3. Ditandai dengan keterlibatan sistim syaraf yang multifocal
dan diffuse :
a. Paresis dan ataxia pada umumnya terlihat pada myelitis.
b. Hyperaesthesia: berhubungan dengan meningitis
c. Gejala CNS lainnya : nystagmus, kepala miring, seizure,
keterlibatan syaraf cranial, perubahan status mental.
4. Gejala sistemik : dapat terlihat / dapat tidak.
Diagnosa :
A. Cairan cerebro spinal (analisis)
1. Penampilan fisik : Turbiditas terlihat dengan jumlah sel >
500/μl .
2. Cytologi (WBC)
a. Bakterial : - Pleocytosis ( sering > 1000/μl ) ; menonjol
neutrofil
- Pleocytosis mononuklear dapat terlihat setelah
pengobatan antibiotika.
b. Jamur : ringan s/d pleocytosis populasi sel campuran
c. Viral : Pleocytosis variasi sel mononuklear (limfosit
secara primer)
d. Idiopathic : (kemungkinan : immune mediated) ringan s/d
pleocytosis terutama neutrofil.
3. Konsentrasi Protein :
a. Peningkatan ringan s/d berat (sering > 100 mg/dl)
b. Karena peningkatan permeabilitas darah- CSF dan
peningkatan produksi globulin.
4. Tekanan CSF
meningkat dengan peradangan meningeal
5. Identifikaasi organisme Ulas pewarnaan gram dari
sedimen hasil sentrifuge CSF Organisme
cryptococcus diidentifikasi dengan menambah tinta
india ke preparat basah.
6. Kultur bakteri Dilakukan jika jumlah WBC > 5 - /μl
a.Kultur (+) jika tidak ada pleositosis yang menunjukan kontaminasi
b.Kultur (+) palsu dapat terjadi.
7. Pemeriksaan serologis
a.Titer dalam CSF dapat menunjukkan pemecahan serum globulin
tidak spesifik
b. Virus neurotropi menyebabkan peningkatan spesifik globulin CSF
B. Hemogram : neurotropik leukositosis bervariasi
C. Culture Darah : dapat bermanfaat untuk identifikasi organisme
penyebab
Diagnosa banding :
a. Poly arthritis
b. Polymyositis
c. Disk spondylitis
d. Cervical diskus intervertebralis
e. Infeksi parameningeal
Therapi :
A. Anti mikrobakterial :
Berdasarkan analisis CSF untuk memperoleh hasil kultur dan uji
sensitifitas.
Antibiotika yang sangat larut dalam lemak, rendah oinisasi dan
rendah penetrasi ikatan protein pada barrier darah – CSF sangat
effektif.
Penetrasi banyak antibodi meningkat dengan peradangan meningeal.
Jika mungkin gunakan antibiotika bakterisidal
Pengobatan anti mikrobial dilanjutkan jika perbaikan klinis terjadi
bahkan jika hasil kultur (-)
Antibiotika dilanjutkan untuk minimum 3 – 4 minggu.
Antimikrobial yang menembus barrier darah –CSF: trimetroprim,
chloramphenicol, sulfonamid, metronidazole dan cephalosporin
generasi ke 3 ( moxalactam dan cefotaxim)
Pengobatan anti mikrobial yang dianjurkan :
- Infeksi gram (+): - pengobatan awal dengan penicillin/ ampicillin
I.V
- Tribissen atau chloramphenicol.
- Infeksi gram(-) : pengobatan awal dengan ampicillin,
chloramphenicol atau Tribissen dapat dipakai, moxalactam dapat
dicoba pada kasus Resisten
Infeksi anaerob : coba dengan chloramphenicol IV/ metronidazole
. Dapat dicoba terapi intrathecal :
- Jangan dipakai kecuali terapi IV gagal
- Kerugiannya adalah memerlukan anesthesia
- Gentamycin intrathecal dianjurkan, tetapi secara rasional belum
pernah dicoba
. Pengobatan anti fungal :
- Amphotericin B (fungizone)
(1). Penetrasi buruk kedalam CSF, dapat dipakai intrathecal
(2). Dosis 0.15 – 0.5 mg/ Kg IV (4 X /hari)
- Flucytosin (Ancoban)
(1) Penetrasi kedalam CSF relatif baik
(2) Dosis 150 – 175 mg / Kg/ PO dosis terbagi 3X/ hari
-
- Ketoconazole (nizoral)
(1) penetrasi kedalam CSF jelek
(2) Dosis 10 – 20 mg/ kg. PO ( 1 – 2 X /hari)
- Ripamfin
(1) Dapat dikombinasi dengan amphotericin B dan flucytosin
untuk terapi terhadap histoplasmosis dan aspergillosis
(2) Dosis 10 – 20 mg / Kg PO (3 X /hari)
Corticosteroid
Dianjurkan pada hewan yang menderita myelitis idiopathic
kemungkinan dengan perantara kekebalan
- Prednison 2 mg / Kg , IM, PO dosis terbagi 2 X /hari selama 2
minggu, secara lambat dosis dikurangi sampai 0.5 mg / Kg
(4X/hari) dan terapi lanjutan untuk minimum 4 minggu.
B. Suatu pemberian obat secara sistemik menembus barrier
darah– CSF untuk efektif.
C. Retikulosis dan GME , beri prednison 2- 3 mg/ Kg, PO dosis
terbagi 2X/hari, 2 minggu, perlahan kurangi dosis setelah beberapa
minggu, dianjurkan pengobatan jangka panjang
Monitoring Pasien
Rangkaian pemeriksaan evaluasi perubahan status Syaraf.
Ulangi analisa CSF selama dan setelah pengobatan evaluasi
respon pengobatan.
prognosa pada kebanyakan hewan dengan myelitis jelek.
Untuk retikulosis dan GME dapat dilakukan : (1) Banyak kasus
responsif terhadap corticosteroid awal; (2) Gejala yang berulang dan
cepat dari penyakit adalah umum terjadi, beberapa kasus dapat
dikontrol dengan corticosteroid jangka lama dengan dosis rendah.
IV. Trauma Medula Spinalis
Luka pada medula spinalis tekanan pada medula spinalis
Disertai fraktura, luxatio, atau subluxatio columna medula
spinalis
Etiologi :
Luka eksternal
Invasi elemen parasit
Gegar otak
Contusio (tanpa adanya kerusakan struktur tulang)
Trauma fisik :
- Kecelakaan - Osteoporosis / osteodistropia
- Spondilosis dan fraktura
- Trauma gerakan berlebihan pada vertebrae cervical
bag atas menambah lesi med. Spinalis.
- dislokasi persendian atlanto occipital
- Stenosis canalis cervicalis vert. ( C2 – C4) (domba aduan)
- Fraktura vert. T1 sapi yang mengamuk pada tempat
sempit
- Fraktura vert. anak sapi yang dilahirkan dgan tarik paksa
(distokia)
- Kilat/halilintar destruksi jaringan dalam saluran
vertebral.
- Invasi parasit
- Ischemia lokal pada med. Spinalis.
Patogenesis :
Respon luka berkurangnya aliran darah med. Spinalis (gray
matter)
- Autoregulasi aliran darah hilang pada perlukaan segment Med.
Spin.
- Aliran darah med. Spinalis bervariasi dengan tekanan darah
atrial
- Peningkatan aktivitas endorphin plasma hipotensi sistemik
- Bbrp penyebab berkurangnya aliran darah med. Spinalis :
- kerusakan mekanis pemb.drh mikro.
- koagulasi intra vaskuler (disebabkan oleh fibrin atau
trombi platelet)
- Obstruksi pembuluh darah kecil oleh proses endothelial.
- Peningkatan tekanan cairan karena oedema vasogenik.
- Spasmus pembuluh darah oleh bahan vasoaktif.
Radikal bebas oksigen ,
Peroksidasi asam lemak
tidak larut dalam membran
Kerusakan permanen
Myelin dan axon Hipoksia Ischemia
Gejala Klinis :
Shock
spinal
: Paralisisi flaccid
menurunnya tekanan darah lokal karena vasodilatasi
Refleks menarik dan membengkokan serta kepekaan
cutaneus hilang sesaat
Hypotonus menetap
Ekstrimitas hewan tidak dapat bangkit
berbaring sternal dan lateral
Otot pernapasan gangguan pernapasan
Wilayah tubuh yang disuplai oleh segmen paralisis flaccid
» hilangnya refleks otot
» Lesi LMN
- Larva parasit :
- Serangan akut , pergerakan larva menuju tempat baru
paralisis
-Uji :
-- Jangan lakukan uji reaksi postural
-- Evaluasi refleks spinal
-- Evaluasi respons sakit superfisial dan profundal
-- Hyperaesthesia pada wilayah pinggul dan sudut cranial lesi
disebabkan : iritasi terhadap serabut syaraf oleh peradangan dan
oedema
• Deferensial Diagnosis :
• a. Trauma pada sistim muskulo skeletal
• b. Fraktur vertebral / subluxaxio secara sekunder akibat neoplasma
atau infeksi
• c. Myelopathy embolik fibrocartilagenus
• d. Hernia diskus intervertebralis akut
• e. Malformasi vetebral yang tidak stabil
• Terapi :
• A.Corticosteroid,
• mekanisme kerja : - menurunkan luka yang membentuk radikal bebas
• dan berkaitan dengan peroksidasi asam lemak
• bebas tidak terlarut pada membran
• - Meningkatkan aktivitas Na +/K+ -ATP ase
• - Perbaikan Ca ekstravaskuler, mencegah
• degradasi neurofilament
• - Memperbaiki aliran darah medula spinalis
• b. Mannitol 20%
• c. Thyrotropin-Releasing Hormon
• d. Dimethylsulfoxida (DMSO) 40 %
• Terapi operatif :
• Indikasi : Paralisis/paresis parah
• Dysfungsi syaraf progresif
• Ketidak mampuan columna vertebralis
V. ‘CANINE SPONDYLOPATHY’
= ‘Cervical Spondylolisthesis
= ‘ Cervical Vertebral Instability
= ‘Cervical Vertebral Malformasi-malartikulasi’
= ‘Caudal Cervical Spondylopathis’
= ‘Canine Wobbbler Syndrom’
Canine Wobbler Syndroma’ adalah suatu sindroma
ditandai oleh adanya kompresi ‘spinal cord cervical caudalis’ dan
akar syaraf.
Kejadian ini berkaitan dengan malformasi/mal-artikulasi dan
ketidak stabilan perubahan canalis spinalis vertebrae cervicalis
terutama pada anjing ras besar.
penyempitan canalis vertebralis :
malformasi lamina vertebral, ligamentum flavum,
pembesaran permukaan artikular/persendian, hipertropi jaringan
lunak periartikular ataupun kombinasi semuanya.
perubahan pada badan vertebrae dan ujung lapisan tulang pipih
mengakibatkan ketidakseimbangan kegagalan diskus
intervertebralis dan perkembangan penonjolan diskus tipe II atau
kadang-kadang hernia diskus tipe I
Etiologi dan Patogenesa
Predisposisi :
- Genetik : Ras besar terutana : ‘Great Danes’ dan Doberman Pinscher’
- Jenis kelamin : Hewan jantan lebih sering daripada hewan betina
- Umur kejadia : bervariasi 7 Mg – 10 Bln
Etiologi dan Patogenesa
-Stenosis pada aspek cranial vertebrae cervicalis ( terutama C4, C5 dan
C6) sangat sering pada anjing ‘Great Danes’ muda
-Ketidak stabilan columna vertebralis dengan ‘compressi spinal cord’
hipertropi jaringan lunak sekunder atau diskus dengan/tanpa malformasi
vertebrae cervical (C5,6,7) sering terjadi pada Doberman pertengahan
umur dan lebih tua.
-Malformasi’ arcus vertebralis termasuk proc. articularis dan persendian
intervertebralis stenosis canalis vertebralis.
-Over nutrisi : diet Ca yang berlebihan , hipercalcemia
,hipercalcitoninisme.
- Ketidaksesuaian antara ukuran kepala dan panjang leher dalam
kombinasi dengan pertumbuhan cepat ketidakseimbangan
memaksa kerja spina cervical caudalis.
- Trauma.
Gejala Klinis:
Pada pemeriksaan syaraf memperlihatkan :
- Paresis bilateral, ataxia pada kaki depan dan belakang
-Kaki belakang terkena lebih parah daripada kaki depan
kerena posisi superfisial jalur UMN pada kaki belakang.
- Defisit langkah merupakan tanda awal pada kaki
belakang. Perkembangan ataxia ringan pada kaki
belakang.
-Pada keadaan parah abduksi yang meluas , cara berdiri
membungkuk, kuku terseret atau jari dibengkokkan ,
pergerakan kaki belakang kaku.
-Abnormalitas syaraf yang tampak pada kaki belakang
termasuk : depresi atau hilangnya kesadaran
propriosepsis dan refleks spinal yang berlebihan.
-Abnormalitas kaki depan sering terjadi setelah perkembangan defisit
syaraf kaki belakang dan defisit kaki depan jarang berkembang sampai
pada level parah dari abnormalitas kaki belakang.
- Kaki depan mempunyai gerakan : terbatas dan tampak kaku, paralysis
ringan dan hanya nyata selama evaluasi reaksi postural yang intensif.
-Kepincang dan atropi otot pada satu kaki depan atau sakit ketika tarikan
diterapkan diduga bahwa akar syaraf tertekan.
- peningkatan tonus yang ada pada kaki depan tetapi defisit neurologik
dapat tidak terdeteksi.
- Respons terhadap test reaksi postural seperti melompat dan
proprioseptif kesadaran abnormal.
-
Pada beberapa kasus melibatkan spina cervicalis caudalis, bukti
bahwa penyakit LMN kaki pada depan adalah atropi otot yang menonjol
pada/diatas scapula.
Refleks spinal yang segmental menunjukkan
kelemahan UMN yang menonjol.
Pada perjalanan khronis : langkah kaki depan kaku,
kejang, tersentak-sentak, fleksi kaku pada leher, nyeri
leher nyata.
Diagnosa :
- Berdasarkan sejarah/dari anamnesa dan penemuan klinis.
- Pemeriksaan fisik dan syaraf lengkap, CBC, profil
biokimiawi serum dan urinalis, analisa CSF ( analisa CSF
biasanya normal).
- Diagnosa dapat ditegakkan secara radiografi. :
1. Radiografi sederhana :
1. Radiografi sederhana :
a. Stenosis orificium vertebral cranialis (canalis vertebralis
berbentuk corong).
b. Osteoarthropathi pada permukaan artikular.
c. Penonjolan cranio-ventral dari badan vertebrae.
d. Perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis dan /atau
penyempitan rongga diskus.
e. Bentuk yang tidak serasi atau malformasi dari badan vertebrae
f. Dislokasi /subluxasio
g. Penyimpangan medial dari proc. articular .
h. Umumnya abnormalitas melibatkan vertebrae cervical caudalis,
kompressi umum pada Basset Hound pada articular C2 – 3 dan
C3 – 4.
2. Myelografi :
a. Sebaiknya dilakukan pada semua pasien sebelum operasi.
b. Penting untuk menentukan lokasi dan sifat serta perluasan
kompressi ‘spinal cord’.
c. Penemua myelografi penting dalam mempertimbangkan terapi
pilihan atau suatu operasi perbaikan yang diusahakan.
d. Dianjurkan pada posisi : tarikan lateral, ventrodorsal, fleksi lateral,
meluas lateral dan tarikan lateral.
e. Hati-hati harus diterapkan selama bidang stress/menarik, karena
pada posisi tersebut dapat meningkatkan kompressi ‘spinal cord’.
f. Abnormalitas myelografi yang nyata termasuk :
1.Kompressi ‘spinal coord’ ventral dari hipertrofi annulus fibrosus
dorsal dan lig. Longitudinal dorsal.
2. Kompressi ‘spinalcord’ dorsalis disebabkan hipertrofi lig. Flavum.
3. Kedua kondisi diatas diperbaiki dengan fleksi dan diperburuk
dengan ekstensi seperti pada radiografi lateral adanya kompressi
jaringan lunak (ligamentum).
4. Kompressi ‘spinal cord’ dorsal terlihat secara sekunder terhadap
perpanjangan arcus vertebralis, derajat kompressi meningkat
dengan perluasan leher.
5. Stenosis orificium cranial dapat terlihat dengan derajat kompressi
dapat tidak bervariasi dengan bidang tarikan.
6.Kompressi lateral dari ‘spinal cord’ karena penyimpangan medial
dari proc. articular. Processus articular dapat asimetris atau
membesar atau hipertrofi dari kapsul persendian (dilihat pada
bidang ventri dorsal).
7. Kompressi ‘spinal cord’ ventral secara sekunder terhadap
penonjolan diskus intervertebralis mengakibatkan kompressi
statik yang tidak berubah oleh bidang stress .
Diferensial Diagnosa :
a.Kelainan Tulang : 1. Dysplasia coxofemoral (hip displasia) .
2.Osteochondrosis desiccans
3. Osteodistrofi hipertrofi
b.Penyakit syaraf : 1. Myelitis akibat : -CanineDistemper
-Toxoplasmosis
- GME/Granulomatosa
Meningoencephalitis
2. Tumor ‘spinal cord’
3. Penyakit pada discus intervertebralis
4. Trauma ‘spinal cord’
Treatment / terapi :
Perjalanan klinis dari sindroma ‘wobbler ‘ yang tidak diterapi
secara progresif khronis.
Terapi medis atau operatif dapat digunakan dalam usaha untuk
menghilangkan gejala klinis.
Terapi medis terdiri dari penggunaan medikasi anti peradangan
dan prosedur management yang mengurangi pergerakan leher
dengan menggunakan kurungan yang rapat atau penggunaan
penguat leher.
Dexamethason : untuk anjing dengan serangan acut atau tiba-
tiba yang memburuk dengan tetra paresis sedang sampai
nyata
Management jangka panjang latihan terbatas
adalah penting dan hewan harus menggunakan
pelindung dada selain collar.
Terapi operatif dianjurkan pada kasus yang terkena
ringan jika tidak ada perbaikan atau jika memburuk
selama menagement medis.
Terapi operatif dianjurkan pada semua hewan yang
terkena parah.
Monitoring Pasien :
a. Walaupun perbaikan awal setelah terapi corticosteroid,
kebanyakan anjing mempunyai gejala yang progresif.
Evaluasi pasien terhadap corticosteroid setiap 2 minggu pertama, jika
terjadi gejala yang progresif maka pengurangan corticosteroid perlu
dipertimbangkan.
• Prognosis ditentukan oleh 3 faktor :
- Keparahan gejala klinis, status syaraf dan perjalanan sementara
Pen yakit.
- Lesi (abnormalitas spesifik) setelah myelografi.
- Umur pasien.
II. EPILEPSY
Gangguan yang terjadi secara singkat pada
sistim syaraf akibat dari aktivitas listrik otak yang
abnormal.
Etiologi:
Mrpk kelompok gejala yang dimanifestasikan
oleh sejumlah kondisi yang merangsang otak
secara berlebihan causa, pola perilaku seizure,
elektrofisiologis yang berubah-ubah dan resposn
terhadap terapi.
Genetik faktor kepekaan seizure respons otak
thdp faktor pemicu /yang dpt menimbulkannya
• Seizure/konvulsi/fit/ictus Suatu kontraksi hebat yang
mempengaruhi sebagian/seluruh tubuh dan terjadi dalam
periode yang relatif singkat.
• Akibat pelepasan listrik yang tiba-tiba (abnormal) pada
neuron dr otak bag. depan
mencapai wilayah somatik, visceral motorik
diawali gerakan spontan, paroxysmal
Hilangnya/kekacauan kesadaran, perubahan tonus
otot, dagu bergetar, spasmus otot masseter, salivasi
bahkan urinasi/defikasi.
Pendukung epilepsi progresif :
- Kondisi yang menyebabkan eksitasi
berlebihan/hilangnya hambatan yang mengakibatkan
depolarisasi neuron tanpa mekanisme pengaturan
umpan balik.
- Jumlah sel dalam suatu pola intrinsik dari aktivitas
perubahan yang sangat spontan.
– Fokus kaca dari pembakaran aktif neuron epileptogenik
dapat berkembang pada wilayah yang sama pada
hemishere yang berlawanan.
Gejala Kinis :
-Anamnesa/sejarah yang teliti penting untuk mengambil
diagnosa
-Informasi Sejarah sebelumnya berdasarkan informasi
keturunan, status vaksinasi, perjalanan, trauma , toksin
yang berpotensial, terapi sebelumnya, masalah operatif
dan sejarah obat.
-Informasi serangan seizure terakhir (sebelumnya); dengan
stadium aura, ictal, post ictal dan interictal.
-Catatan data, waktu, lama dan penjelasan tiap abnormalitas.
-Evaluasi status fungsi cerebrocortical perilaku hewan,
penglihatan, langkah dan pola tidur-bangun.
• - Cari sejarah sistim syaraf dengan teliti :
• Anjing lebih mencari perhatian
• Memperlihatkan episode agresifitas yang tidak biasa/lekas
marah
• Gagal untuk mengikuti perintah yang sederhana
• Tentukan abnormalitas langkah
• gangguan penglihatan
• pola tidur gelisah
Klasifikasi tipe seizure :
Partial Partial sederhana
Partial kompleks
General Konvulsif (grandmal)
non konvulsif (petitmal)
• Karakterisasi abnormal post ictal :
• Dapat dipisahkan (1 X 24 jam)
• Berkelompok (2X atau lebih/24 jam)
• Abnormalitas stlh post ictal : Kehilangan penglihatan,
berputar, paresis, disorientasi, sifat agresifitas yang berubah.
Diagnosis dan Deferensial Diagnosis :
• Pendekatan DD data sign, anamnesa, PE, Lab
• Anjing < 1 Th Sekunder oleh perkembangan dan
peradangan (distemper, hydrocephalus)
• Anjing 1 – 5 Th PES
• Anjing > 5 Th Gangguan struktur (SES) dan Penyakit
metabolik (RES)
• Epilepsi primer jarang terjadi pada kucing.
• Diagnosa SES lebih mungkin jika :
– Anjing < 1 Th atau > 7 th, pd saat pertama serangan
seizure
– Seizure awal bersifat partial
– Interval antara seizure I dan ke II adalah singkat (< 4 Mg)
– Pemeriksaan syaraf abnormal
Diagnosa RES :
- Interval antara Seizure I dan II singkat (<4 minggu)
- Hewan memperlihatkan gejala kesakitan sistemik.
Diagnosa PES :
- Anjing 1 – 5 th saat terjadi serangan awal seizure
- Anjing Ras besar (> 15 Kg)
- Interval antara Seizure I dan II panjang (> 4 Mg)
Test Diagnostik :
- Test CBC, Profil kimiawi serum dan urinalisis menyingkirkan
kemungkinan penyebab metabolik
- Suspect SES Tomography (CT) / MRI Dx/anomali
intracranial atau neoplasma primer penyebab seizure ( < 1 th
dan > 7 th)
- Koleksi CSF
- Uji Dx/ tambahan abnormalitas neurologik interictal.
Test terpilih menurut sejarah dan gejala klinis :
- Asam empedu serum evaluasi fungsi hati
- Rangkaian glukosa darah puasa berpasangan dengan
level insulin diagnosis hiperinsulinemia
- Konsentrasi logam berat dalam plasma
- Titer antibodi serum spesifik terhadap penyakit infeksius
• Terapi :
• - Kontrol seizure tidak sama dengan menghilangkan
• Tujuan menurunkan jumlah dan keparahan seizure
mengurangi komplikasi post ictal, peningkatkan
periode interictal
• Dapat terjadi seumur hidup, cara pengobatan tiap hari,
memerlukan reevaluasi yang sering
• Penggunaan obat tunggal lebih disukai
• Anticonvulsan Phenobarbital 2 mg/Kg BB /po/bid