Motivasi Intrinsik

6
Motivasi Intrinsik, Penting! Mencapai Puncak Seperti disebutkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, motivasi terdiri dari dua jenis motivasi, yakni motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pada tulisan ini, akan dibahas lebih jauh mengenai motivasi intrinsik. Secara umum, motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri. Belakangan, dunia bulu tangkis Indonesia sedang mengalami gonjang-ganjing lantaran banyak pemain elitnya yang menolak untuk masuk dalam pelatnas Cipayung. Tercatat Markis Kido dan adik- adiknya, serta Vita Marisa menyatakan keluar dari pelatnas menyusul Taufik Hidayat yang menyatakan pertama. Penyebabnya, konon, adalah tidak adanya kecocokan antara PBSI dan para atlet tersebut soal harga kontrak. Kontrak yang ditawarkan kepada para atlet oleh PBSI dirasakan terlalu kecil. Contoh lain adalah ketidakmauan Kaka untuk pindah dari AC Milan meski ditawari ratusan juta dollar oleh Manchester City. Kaka menolak karena merasa sudah sangat nyaman dengan Milan serta merasa berhutang kepada para Milanisti yang selama ini berdiri di belakangnya. Iming-iming kontrak ratusan juta dollar serta gaji selangit tak menggoyahkan keinginan Kaka untuk berbuat yang terbaik di Milan. Kedua contoh di atas merupakan bentuk reaksi para atlet terhadap iming-iming uang yang merupakan bentuk motivasi yang berasal dari luar diri. Dalam kasus pertama, di luar motivasi untuk bermain dan berprestasi, ternyata ada batasan tertentu sumber motivasi ekstrinsik tersebut untuk bisa menggugah perilaku seorang atlet. Para pemain bulu tangkis tersebut merasa prestasinya tidak mendapat penghargaan yang setimpal dari PBSI yang, tentu saja, juga diuntungkan dari prestasi para atlet tersebut.

description

Perilaku Organisasi (PO)

Transcript of Motivasi Intrinsik

Page 1: Motivasi Intrinsik

Motivasi Intrinsik, Penting!

Mencapai Puncak

Seperti disebutkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, motivasi terdiri dari dua jenis motivasi, yakni motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pada tulisan ini, akan dibahas lebih jauh mengenai motivasi intrinsik.  Secara umum, motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku  tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri.

Belakangan, dunia bulu tangkis Indonesia sedang mengalami gonjang-ganjing lantaran banyak pemain elitnya yang menolak untuk masuk dalam pelatnas Cipayung. Tercatat Markis Kido dan adik-adiknya, serta Vita Marisa menyatakan keluar dari pelatnas menyusul Taufik Hidayat yang menyatakan pertama. Penyebabnya, konon, adalah tidak adanya kecocokan antara PBSI dan para atlet tersebut soal harga kontrak. Kontrak yang ditawarkan kepada para atlet oleh PBSI dirasakan terlalu kecil.

Contoh lain adalah ketidakmauan Kaka untuk pindah dari AC Milan meski ditawari ratusan juta dollar oleh Manchester City. Kaka menolak karena merasa sudah sangat nyaman dengan Milan serta merasa berhutang kepada para Milanisti yang selama ini berdiri di belakangnya. Iming-iming kontrak ratusan juta dollar serta gaji selangit tak menggoyahkan keinginan Kaka untuk berbuat yang terbaik di Milan.

Kedua contoh di atas merupakan bentuk reaksi  para atlet terhadap iming-iming uang yang merupakan bentuk motivasi yang berasal dari luar diri. Dalam kasus pertama, di luar motivasi untuk bermain dan berprestasi, ternyata ada batasan tertentu sumber motivasi ekstrinsik tersebut untuk bisa menggugah perilaku seorang atlet. Para pemain bulu tangkis tersebut merasa prestasinya tidak mendapat penghargaan yang setimpal dari PBSI yang, tentu saja, juga diuntungkan dari prestasi para atlet tersebut.

Untuk kasus Kaka, ternyata motivasinya untuk tetap berada di Milan jauh lebih lebih besar dibanding iming-iming uang yang sudah tidak rasional itu. Memang Kaka telah mendapat gaji yang tidak kecil juga di Milan, tapi juga keinginannya untuk mengejar prestasi yang lebih tinggi menahan Kaka untuk tidak menyanggupi tawaran klub dengan dana tak terbatas itu.

Keduanya memberi contoh, kasus bulutangkis, Motivasi Eksternal yang tidak cukup memadai ternyata tidak mampu membuat seseorang berperilaku tertentu. Sedang kasus kedua, motivasi intrinsik yang dimiliki Kaka ternyata lebih besar dibanding dengan sumber motivasi ekstrinsik yang ditawarkan Manchester City.

Tipe Motivasi Intrinsik

Page 2: Motivasi Intrinsik

Mengapa motivasi intrinsik penting bagi seorang atlet? Tidakkah cukup diberi uang saja agar para atlet mau untuk menunjukkan kehebatannya? Jawabannya mungkin relatif, tapi menilik kasus di atas, uang ternyata bisa penting, tapi bisa juga tidak. Motivasi Intrinsik penting karena setiap individu mempunyai individual differences yang membedakan dengan orang lain. Individual differences ini meliputi kesenangan, tingkat kepuasan, kemampuan penyesuaian diri, tingkat emosi, kerentanan dan sebagainya.

Selain itu, motivasi intrinsik jauh lebih sakti untuk bisa memunculkan sebuah perilaku tertentu. Kesaktiannya lantaran motivasi ini berasal dari dalam diri, sehingga mempunyai kecenderungan yang lebih kuat serta tahan lama. Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, ketika sumber motivasi itu sudah hilang atau berkurang nilainya, maka perilaku yang diharapkan tidak akan muncul.

Menurut Vallerand, dkk., secara garis besar, ada 3 tipe motivasi intrinsik.

1. Motivasi Intrinsik untuk Tahu.

Dalam motivasi untuk tahu ini, seseorang melibatkan diri dalam sebuah aktivitas karena kesenangan untuk belajar. Dalam konteks olahraga, motivasi ini penting dalam proses latihan. Para pemain harus mempunyai motivasi intrinsik jenis ini untuk memastikan bahwa mereka selalu terlibat dalam proses latihan dengan baik. Untuk selalu menggugah motivasi ini, para pelatih juga harus selalu kreatif menciptakan metode latihan yang selalu memberi sesuatu yang baru kepada para pemain. Jika pelatih gagal memberi sesuatu yang baru, mungkin motivasi yang sudah dimiliki oleh para pemain akan luntur perlahan-lahan.

2. Motivasi Intrinsik yang berkaitan dengan pencapaian.

Manusia selalu mempunyai naluri untuk mencapai sesuatu. Bahkan secara ekstrem, orang yang sudah kaya raya pun tidak pernah berhenti untuk mengeruk harta. Ini membuktikan bahwa setiap manusia mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu. Dalam konteks olahraga, atlet sebenarnya juga mempunyai hal serupa.  Motivasi intrinsik tipe ini seseorang melakukan aktivitas karena terdorong oleh kesenangan mencoba untuk melampaui dirinya sendiri. Artinya ada keinginan untuk lebih dan lebih. Seorang pelatih bisa menciptakan hal ini dengan selalu membawa unsur kompetisi dalam proses latihan. Para pemain juga harus selalu mengikuti kompetisi yang kompetitif dengan jenjang yang selalu meningkat. Selain untuk mengevaluasi kemampuan, tapi juga agar mereka selalu terfasilitasi untuk melewati pencapaian yang sudah pernah diperoleh.

3. Motivasi Intrinsik untuk merasakan stimulasi.

Jenis ini mendorong seseorang untuk terlibat dalam sebuah aktivittas dalam rangka merasakan kenikmatan yang sensasional. Para atlet panjat tebing, pendaki gunung dan sebagainya adalah contoh orang-orang yang selalu ingin merasakan pengalaman yang sensasional ini. Untuk atlet lain, barangkali dengan mendapat pencapaian tertinggi, maka pengalaman sensasional ini akan tercapai. Bayangkan jika seseorang berhasil mendapatkan medali emas olimpiade, pasti luar biasa. Untuk itulah, para atlet harus selalu dirangsang untuk selalu mengeset sasarannya setinggi mungkin.

Page 3: Motivasi Intrinsik

MOTIVASI EKSTRINSIK Dalam teori Higiene-Motivator, Herzberg menyatakan bahwa ternyata yang mengarahkan perilaku kita bukan hanya motivasi intrinsik (motivasi diri/motivator), tapi juga motivasi ekstrinsik (higiene). Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri sendiri seperti tantangan, rasa berprestasi, keyakinan, keimanan, rasa tanggung jawab, minat aktualisasi diri dan lain-lain. Sedangkan motivasi ekstrinsik bersumber dari kondisi di luar individu seperti upah, jaminan kerja, status, pergaulan, hubungan atasan dan bawahan, uang dan sebagainya.

Sang juara menyadari kedua sumber motivasi itu sekaligus memahami karakteristik masing-masing sumber motivasi. Motivasi ekstrinsik merupakan faktor yang membuat orang tidak puas dan memiliki kontinum dari ketidakpuasan rendah kepada ketidakpuasan tinggi. Artinya, pemenuhan motivasi ekstrinsik tidak akan membuat orang puas, ia hanya mampu mengeliminir ketidakpuasan. Berbeda dengan motivasi intrinsik, ia merupakan faktor yang membuat orang puas dan memiliki kontinum dari kepuasan rendah kepada kepuasan tinggi. Artinya pemenuhan kebutuhan ini akan semakin menambah kepuasan dalam hidup.

Contoh paling umum dari motivasi ekstrinsik adalah uang, bahkan penelitian di Amerika menyatakan bahwa uang merupakan motivator terbesar bangsa Amerika.

Padahal untuk apa uang digunakan?

Ia memang bisa digunakan untuk membeli kemewahan, tapi tidak bisa membeli kebahagiaan…

Ia memang bisa digunakan untuk membeli makanan, tapi tidak bisa membeli selera…

Ia memang bisa digunakan untuk membeli sertifikat, tapi tidak bisa digunakan untuk membeli kemampuan…

Ia memang bisa digunakan untuk membeli rumah, tapi ia tidak bisa digunakan untuk membeli tempat kebetahan di tempat tinggal…

Ia memang bisa digunakan untuk membeli seks, tapi tidak bisa digunakan untuk membeli cinta dan kasih sayang…

Ia memang bisa digunakan untuk membeli ranjang, tapi ia tidak bisa digunakan untuk membeli kenikmatan tidur...

Berapapun uang yang didapat tidak akan mencapai kepuasan, ia hanya mengeliminir ketidakpuasan…

Page 4: Motivasi Intrinsik

Memang ada orang yang menjadi juara karena memiliki motivasi ekstrinsik. Ia menjadi juara karena mengharapkan hadiah, medali, bonus dan sebagainya. Namun, apakah Ia mendapatkan hakikat sebuah kemenangan? Apakah Ia merasakan kepuasan sejati? Dan apakah Ia memiliki daya tahan dan energi untuk senantiasa bangkit jika suatu saat dia mengalami kegagalan. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan hal yang sulit dijawab oleh pemilik motivasi ekstrinsik an sich.

Berbeda dengan Sang Juara Sejati. Ia lebih bertumpu pada motivasi instrinsiknya. Ia mengetahui bahwa kepuasan hanya dapat diraih apabila proses mencapai kesuksesannya bertumpu pada kemampuannya memotivasi diri sendiri. Karena itulah, dia senantiasa menjadi juara karena meyakini bahwa kemenangan sejati bukanlah memenangkan setiap pertandingan, tetapi kemampuan merevitalisasi motivasinya dari setiap kegagalan. Karena itu pula lah, sang juara sejati senantiasa memiliki cadangan motivasi yang tak habis-habis digunakan untuk senantiasa menjadi juara. Dengannya, kepuasan dan kemenangan menjadi bagian yang tak pernah terpisah dari dirinya.

Meskipun demikian, Sang juara tidak mengabaikan motivasi ekstrinsiknya karena itu merupakan fitrah manusia. Ia mentoleransi motivasi ekstrinsiknya dalam batas kewajaran. Memang Ia lebih memilih untuk mempertahankan dan menumbuhkembangkan motivasi dirinya (intrinsik). Ia tahu, dengan motivasi dirilah ia menemukan kepuasan dan kebermaknaan hidup. Tapi Ia juga tidak membunuh motivasi ekstrinsiknya karena ia tetap dibutuhkan sebagai pelengkap kepuasan dan kebermaknaan hidupnya.

Sayangnya, realitas menunjukkan banyak orang kesulitan merealisasikannya. Hal ini memang membutuhkan pengenalan mendalam atas diri kita, terutama motif-motif yang mengarahkan perilaku kita, selain dibutuhkan pelatihan diri secara kontinyu.

Namun, bagi sang juara sejati, kesulitan realisasi ini ditanggapi dengan senyuman dan ungkapan, “That is difficult, but possible!”. Sementara sang pecundang hanya bisa menatap nanar kesuksesan, dan berkata, “That is possible, but difficult!”