MOH. SALEH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2013
description
Transcript of MOH. SALEH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2013
MOH. SALEHMOH. SALEH
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYAFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA20132013
HUKUM ACARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
MAHKAMAH KONSTITUSIMAHKAMAH KONSTITUSIREPUBLIK INDONESIAREPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS NAROTAMA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYASURABAYA
Tindak Pidana Pemilu
Diselesaikan sesuai dengan Hukum Acara
Pidana
Mekanisme pengajuan keberatan
di MK
Permasalahan Pemilu
Pelanggaran Administrasi
Diselesaikan oleh KPU
Sengketa yang timbul dalam
Penyelenggaraan Pemilu
Diselesaikan oleh Bawaslu dan Panwaslu
Perselisihan Hasil Pemilu
Diselesaikan melalui MK
PHPU pada awalnya hanya terkait dengan masalah kuantitatif, tetapi dalam perkembangannya lahir Putusan Nomor 062/PHPU-B-II/2004 yang diajukan saat Pilpres 2004.
Dalam Putusan ini dijelaskan bahwa MK tidak hanya berwenang untuk menyelesaikan permasalahan hasil Pemilu secara kuantitatif, tetapi juga terhadap penyelenggaraan pemilu yang nelanggar asas-asas konstitusionalitas Pemilu (Kualitatif) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Jenis Perselisihan Hasil Pemilu
Melalui Pasal 22E ayat (2) UUD 1945, yang dimaksud dengan Pemilu adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Presiden dan Wakil Presiden.
UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah KonstitusiPasal 74
s.d Pasal 79
HUKUM ACARA
PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD
serta PHPU Presiden dan
Wakil Presiden
REZIM PEMILU
Putusan MK Nomor 072-073/PUU-II/2004 menyatakan bahwa ‘rezim” pemilihan kepala daerah langsung walaupun secara formal ditentukan oleh pembentuk UU bukan merupakan rezim Pemilu, tetapi secara substantif adalah Pemilu sehingga penyelenggaraannya harus memenuhi asas-asas konstitusional Pemilu.
Putusan ini yang menjadi latar belakang lahirnya UU No. 22 Th. 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dan UU 12 th. 2008 tentang PerubahanKedua atas UU No. 32 Th. 2004.
PERKEMBANGAN REZIM PEMILU
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945
Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota)
harus dipilih secara demokratis
UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang
Penyelenggara Pemilu
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kemudian dikategorikan
sebagai Pemilu yang juga harus diselenggarakan
oleh KPU
Rezim Pemilu
UU No. 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua UU 32/2004 (Pasal 236 C)
Kewenangan mengadili Perselisihan Hasil
Pemilukada dialihkan dari MA ke MK
Pasal 236C UU No. 12 Th. 2008 mengemanatkan pengalihan wewenang memutus sengketa Pemilukada dari MA ke MK dalam jangka waktu 18 Bulan sejak diundangkan (28 April 2008 ).
Pengalihan wewenang secara resmi dilakukan pada oleh Ketua MA dan Ketua MK tanggal 29 Oktober 2008
Pengalihan Wewenang Memutus Sengekata Pemilukada
Pemilihan Umum dan PHPU
UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Pasal 74 ayat (2) UU MK memberikan pengertian bahwa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah perselisihan mengenai “penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh KPU” yang mempengaruhi:
Terpilihnya calon anggota DPD;Penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran
kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;
Perolehan kursi partai politik peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan.
UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD
Pasal 258 UU 10/2008 merumuskan pengertian perselisihan hasil Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD sebagai berikut:
(1) Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
(2) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 201 ayat (1) dan ayat (2) UU 42/2008 dapat disimpulkan bahwa:pengertian Perselisihan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah “pengajuan keberatan yang diajukan oleh Pasangan Calon terhadap penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU yang penghitungan suaranya mempengaruhi terpilihnya Pasangan Calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden kepada Mahkamah Konstitusi.”
Pasal 74 ayat (2) UUMK junctis Pasal 258 UU 10/2008 dan Pasal 201 UU 42/2008 dapat disimpulkan bahwa:
1) Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah perselisihan antara Peserta Pemilu (parpol, perseorangan calon anggota DPD, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden) dan KPU sebagai penyelenggara Pemilu;
2) Yang diperselisihkan adalah penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional oleh KPU;
3) Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional dimaksud harus mempengaruhi:a. Perolehan kursi parpol di suatu daerah pemilihan;b. Terpilihnya calon anggota DPD; atauc. Penentuan terpilihnya Pasangan Calon atau
penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (putaran kedua).
Mempengaruhi perolehan kursi partai politik di suatu daerah pemilihan, atau terpilihnya calon Anggota DPD, atau penentuan pasangan calon yang masuk putaran kedua Pemilu Presiden serta terpilihnya pasangan Presiden
dan Wakil Presiden secara signifikan ??
Terdapat Perselisihan Terdapat Perselisihan mengenai Penetapan mengenai Penetapan
Perolehan Suara Perolehan Suara Hasil Pemilu secara Hasil Pemilu secara
NasionalNasional
Ya Tidak
Peserta Pemilu
KPU
Dapat dijadikan objek sengketa
Perselisihan Hasil Pemilu
Tidak dapat dijadikan objek sengketa
Perselisihan Hasil Pemilu
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• Pengertian perselisihan hasil Pemilu Kepala Daerah, dengan merujuk Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU 12/2008 dan UU No. 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, dapat disimpulkan bahwa:
– Perselisihan Hasil Pemilu Kepala Daerah adalah perselisihan antara pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai Peserta Pemilu Kepala Daerah dan KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota sebagai penyelenggara Pemilu;
– Yang diperselisihkan adalah penetapan penghitungan suara hasil Pemilukada yang ditetapkan oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota yang mempengaruhi penentuan calon untuk masuk ke putaran kedua Pemilukada atau terpilihnya pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Padahal, kedudukan dan fungsi MK sebagaimana dijelaskan dalam UU MK adalah menjaga atau mengawal Konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi (Penjelasan Umum UU MK). Mengawal/menjaga Konstitusi berarti termasuk pula menjaga/mengawal agar asas-asas Pemilu yang “Luber dan Jurdil” dipatuhi baik oleh Penyelenggara Pemilu maupun Peserta Pemilu, bahkan juga seluruh insitusi yang terkait Pemilu.
Undang-undang nampaknya membatasi masalah PHPU hanya pada persoalan perselisihan angka-angka perolehan suara..
• UU 10/2008 dan UU 42/2008, serta UU 32/2004 telah menyediakan mekanisme penyelesaian berbagai pelanggaran pemilu, baik administratif maupun pidana, bahkan Pasal 257 ayat (1) UU 10/2008 dan Pasal 200 ayat (1) UU 42/2008 telah menentukan bahwa kasus pelanggaran pidana Pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu. Akan tetapi, dari pengalaman MK menangani PHPU tahun 2004 dan PHPU Pemilukada tahun 2008 menunjukkan bahwa berbagai pelanggaran Pemilu, baik administratif maupun pidana tidak tertangani di institusi yang berwenang menanganinya.
Mahkamah Konstitusi sebagai
Pengawal Konstitusi
(asas LUBER dan JURDIL)
Menggali KEBENARAN
MATERIL tidak
semata-mata Prosedural
Mekanisme pengajuan keberatan
• Diatur dalam Pasal 74 s.d. Pasal 79 UU MK sangat sumir dan hanya menyangkut PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta PHPU Presiden dan Wakil Presiden yang hanya memuat:
– Pihak yang berhak mengajukan keberatan, yaitu perorangan WNI calon anggota DPD Peserta Pemilu, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Peserta Pemilu, dan Partai Politik (Parpol) Peserta Pemilu, yang disebut sebagai Pemohon. UU MK bahkan tidak menegaskan apakah KPU merupakan Termohon;
Lanjutan...
– Objek permohonan, yaitu penetapan hasil Pemilu yang ditetapkan secara nasional oleh KPU yang mempengaruhi terpilihnya calon anggota DPD, penentuan pasangan Presiden dan wakil Presiden yang masuk putaran kedua atau terpilihnya pasangan calon, dan perolehan kursi Parpol disuatu daerah pemilihan (dapil);
– Tenggat (tenggang waktu) mengajukan permohonan, yaitu 3 X 24 jam sejak KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional;
Lanjutan…
– Isi permohonan, yaitu posita mengenai adanya kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan KPU dan hasil yang benar menurut Pemohon, serta petitum berupa permintaan membatalkan penetapan KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut versi Pemohon;
– Tenggat pengiriman berkas permohonan ke KPU, yaitu 3 hari kerja sejak permohonan diregistrasi di Kepaniteraan MK;
Lanjutan…
– Tentang berbagai kemungkinan amar putusan: a) tidak dapat diterima, jika tak memenuhi syarat subjectum litis, objectum litis, dan tenggat; b) ditolak, jika permohonan tidak beralasan, dan c) dikabulkan, jika permohonan beralasan, disertai pernyataan pembatalan hasil Pemilu yang ditetapkan KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar;
– Tenggat (batas waktu) penanganan PHPU di MK, yaitu untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan diregistrasi dan untuk PHPU Presiden dan Wakil Presiden 14 hari kerja sejak permohonan diregistrasi;
– Penyampaian Putusan MK tentang PHPU kepada Presiden.
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 16/PMK/2009 Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Peraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 15/PMK/2008 Pedoman BeracaraDalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala DaerahPeraturan Mahkamah Konsitusi Nomor 14/PMK/2008 Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
PASAL 86 UU No. 24 Tahun 2003 PASAL 86 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusitentang Mahkamah Konstitusi
• Peradilan perkara PHPU oleh MK memang merupakan peradilan yang cepat yang oleh undang-undang telah ditetapkan tenggat penyelesaiannya. Bahkan, khusus untuk PHPU Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta PHPU Presiden dan Wakil Presiden juga harus memperhatikan kalendar ketatanegaraan lima tahunan yang tidak boleh dilewati.
• Pada dasarnya, PMK tentang PHPU yang diterbitkan oleh MK sekedar sebagai pedoman atau acuan bagi kelancaran penanganan PHPU, karena hukum acara yang diatur dalam undang-undang masih sangat sumir, sangat terbuka untuk penyempurnaan, serta harus menampung berbagai dinamika dalam persidangan, termasuk persidangan melalui video conference.
PHPU Legislatif 2004 : Penetapan Perolehan Suara yang Benar (014-027/PHPU.A-
II/2004)
PHPU Legislatif 2009 : Pemilu sesuai udaya setempat di Yahukimo
(47-81/PHPU.A-VII/2009) Pemungutan Suara Ulang/Penghitungan Suara Ulang ,
Penghitungan Kursi Tahap Ketiga (59-74-80-94/PHPU.C-VII/2009)
MK Berwenang Adili Sengketa Hasil Pemilu Internal Parpol (74/PHPU.C-VII/2009)
PUTUSAN PHPU LEGISLATIF
THANKS