Modul Jurnalistik

download Modul Jurnalistik

of 34

Transcript of Modul Jurnalistik

Teknik Menulis Feature

MODUL 5INSTRUMENT WAWANCARA TV DAN EQUIPMENT PENDUKUNG

PAKET FEATURESecara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga:

Stright/Spot/ Breaking News berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news)

News Feature memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat atau dengan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.

Feature bertujuan untuk menghibur dan mendidik melalui explorasi elemen-elemen manusiawi (human interest). FEATURE

Feature adalah jenis berita yang sifatnya ringan dan menghibur. Menjadi seorang penulis feature harus memiliki ketajaman dalam memandang dan menghayati suatu peristiwa. Serta mampu menonjolkan suatu hal yang meski umum namun belum terungkap seutuhnya yaitu sisi humanisme.BERDASARKAN TIPENYA FEATURE DAPAT DIBEDAKAN MENJADI

1. Feature Human Interest : Langsung menyentuh keharuan, kegembiraan, kejengkelan, simpati). Misalnya, cerita tentang penjaga mayat di rumah sakit, lika-liku kehidupan seorang guru atau dokter di daerah terpencil, atau kisah seorang menimbulkan kejengkelan (Contoh tayangannya : Program kejamnya Dunia, Investigasi, Jendela, Delik, derap Hukum, dll).

2. Feature Pribadi-Pribadi Menarik Atau Feature Biografi: Misalnya riwayat hidup seorang tokoh yang meninggal, tentang seorang yang berprestasi atau seorang yang memiliki keunikan sehingga bernilai berita tinggi (Contoh tayangannya : Program Silet, dll).

3. Feature Perjalanan: Misalnya kunjungan ke tempat bersejarah di dalam ataupun di luar negri, atau ke tempat yang jarang dikunjungi orang. Dalam feature jenis ini, biasanya unsur subjektifitas menonjol, karena biasanya penulisannya yang terlibat langsung dalam peristiwa/perjalanan itu mempergunakan Aku, Saya, atau Kami (sudut pandang Point Of View orang pertama) (Contoh tayangannya : Program Menantang batas, Koper & Ransel, dll).

4. Feature Sejarah: Yaitu tulisan tentang peristiwa masa lalu, misalnya peristiwa proklamasi kemerdekaan, atau peristiwa keagamaan, dengan memunculkan tafsir baru sehingga tetap terasa aktual untuk masa kini. (Contoh tayangannya : Program Silet, Program Khusus, dll).

5. Feature Petunjuk Praktis (TIPS)Yaitu mengajar keahlian, how to do it. Misalnya tentang memasak, merangkai bunga, membangun rumah, dan sebagainya (contoh tayangan : Program Sisi Lain, Good Morning, dll).STRUKTUR TULISAN

Menulis Feature tidak ada aturan khusus. Namun demikian, dalam menulis feature, usahakan apa yang ditulis itu tidak monoton. Data yang diungkapkan kuat, detail, fakta, harus ada dan benar. Sebenarnya menulis feature lebih tergantung pada kekuatan menulis atau ketrampilan menulis.JENIS-JENIS FEATURE

Adapun jenis-jenis feature di antaranya :

1. Feature Berita : Yang lebih banyak mengandung unsur berita berhubungan dengan peristiwa aktual yang menarik perhatian khalayak. Biasanya merupakan pengembangan dari sebuah straight news. (Contoh tayangan : Program Investigasi, Delik, Sigi 30 menit, dll).

2. Feature Artikel: Yang lebih cenderung segi sastra. Biasanya dikembangkan dari sebuah berita yang tidak aktual lagi atau berkurangnya aktualitasnya. Misalnya, tulisan mengenai suatu keadaan atau kejadian, seseorang suatu hal, suatu pemikiran, tentang ilmu pengetahuan, dan lain-lain yang dikemukakan sebagai laporan (informasi) yang dikemas secara ringan dan menghibur. (contoh tayangan : Program Jakarta Underground (atmosphere) Jejak Malam, Fenomena dll).Tehnik Wawancara

Semua berita adalah informasi, tapi tidak semua informasi adalah berita...

Sebelum membahas teknik wawancara, perlu memulainya dengan mengemukakan secara singkat tentang apa itu berita. Ini perlu disampaikan, sebab kegiatan jurnalistik yang bertajuk teknik wawancara tersebut tidak terlepas dari apa yang disebut berita.

Apa itu berita? Berita adalah terminologi dalam ilmu jurnalistik yang memiliki pengertian; News is the timely report of fact or opinion, to hold interest or importance, for a considerable number of people (Charnley, 1997).

Secara praktis berita dapat didefinisikan sebagai laporan tentang suatu peristiwa yang sudah terjadi yang dipandang penting untuk menentukan sikap serta tindakan.

Semua berita adalah informasi, tetapi tidak semua informasi adalah berita. Sebab, yang dimaksud dengan berita adalah informasi yang mengandung nilai berita yang telah diolah sesuai kaidah yang ada dalam ilmu jurnalistik dan yang sudah disajikan kepada khalayak melalui media massa periodic, baik cetak maupun elektronik.

Yang disebut berita yang baik, adalah yang memiliki kriteria;

Akurasi, kaidah-kaidah penulisan berita dalam pengertian modern, yaitu laporan harus bersifat faktual, akurasi objektif dan berimbang. Sebagai penjabaran akurasi, maka muncul formula 5W+H (What, Who, When, Where, Why, dan How).

Objektif, berita harus merupakan laporan faktual tentang suatu peristiwa seperti apa adanya, tetapi tentu saja sejauh hal ini dimungkinkan, sebab wartawan pun memiliki keterbatasan. Untuk mengejar objektifitas ini kemudian muncul laporan komprehensif dan laporan investigatif.

Berimbang (balanced), berita adalah laporan yang objektif termasuk tidak memihak kepentingan kelompok tertentu. Sifat berimbang ini perlu dijaga agar berita tidak menyesatkan pembaca dan tidak digugat oleh pihak yang merasa dirinya dirugikan.

Bagaimana suatu berita bisa disajikan dengan baik?

Wawancara merupakan bagian dari kegiatan jurnalistik yang paling penting. Aktifitas yang dapat dilakukan dalam berbagai kesempatan inibisa berupa obrolan santai di bar atau percakapan intensakan dapat memberikan bobot pada suatu berita. Tanda seorang pewawancara yang baik adalah kemampuannya untuk mendorong nara sumber/orang yang diwawancara memberikan informasi yang jelas.

Untuk mendapatkan hasil wawancara yang baik, berikut adalah beberapa hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan seourang pewawancara;

Sebelum melakukan wawancara, pewawancara dianjurkan melakukan penelitian sebanyak mungkin. Pahami materi yang hendak dibicarakan. Sebab, tak ada yang lebih buruk dari menantang seseorang yang mempunyai kesempatan untuk memperbaiki fakta-fakta kita.

Tulislah beberapa pertanyaan (kalau-kalau kita kekurangan pertanyaan) tetapi jangan diikuti semua itu bila interview berjalan baik. Ikuti alur-alur jawaban yang dikemukakan oleh orang yang diwawancarai.

Pastikan pertanyaan-pertanyaan anda terfokus. Jangan buat terlalu umum dengan harapan sesuatu akan terjadi.

Kalau wawancara anda langsung buatlah pertanyaan-pertanyaan pendek. Janganlah membuat nara sumber bingung dengan pertanyaan yang kurang jelas. Juga dianjurkan untuk tidak membuat pertanyaan yang bisa menyita waktu.

Apabila yang anda kejar adalah sepotong ungkapan yang sederhana, teruslah bertanya sehingga anda puas dengan jawaban tersebut padat dan memadai (contohnya; tidak menggantungkan diri pada pertanyaan anda untuk sesuai dengan paket).

Jangan berlatih Tanya Jawab dengan orang yang anda wawancarai karena nanti jawabannya akan terdengar tidak asli (dibuat-buat) dan tidak spontan.

Tangkaplah pandangan mata orang yang anda interview karena hal ini akan mendorong keyakinan diri dan membuatnya tidak terpengaruh dengan mikrofon.

Jenis-jenis Wawancara

Setiap wawancara memerlukan pendekatan yang berbeda. Hal ini bergantung pada obyek dan subyeknya. Terkadang, wawancara bisa berlangsung secara santai, tapi di saat lain penuh ketegangan.

Beberapa jenis wawancara (terutama untuk media elektronik), yang disarikan dari tulisan Imelda Reynolds di buku Pedoman Jurnalistik Radio.

TAMPILAN KERAS

Wawancara yang menyelidiki suatu permasalahan. Jenis wawancara seperti ini biasanya terkait dengan persoalan yang pelik atau kasus yang menyita perhatian. Apabila suatu wawancara menjadi terlalu keras dengan subyek yang lemah, maka hal ini tak akan mengesankan para pendengar. Apabila wawancara terlalu lemah dan subyek terlalu keras, maka hal inipun akan mengecewakan pendengar.

Tampilan keras mungkin akan melibatkan pertanyaan-pertanyaan yang mulai dengan Ya, tapi... atau Beberapa orang mungkin mengatakan bahwa..... . Pendekatan yang ini harus dipakai dalam situasi yang murni. Anda tidak perlu melakukan pemeriksaan slang organisasi amal mengenai rencana untuk membuat rumah piatu baru kecuali ada indikasi korupsi yang jelas. Penting juga diingat untuk tidak terlibat secara pribadi dan menjadi emosi. Ini juga bisa menciptakan kesan yang salah (seakan orang yang di interview menjadi korban anda). Ada pula bahaya kalau kita menjadi terlalu terlibat, kita akan dituduh bias atau tidak adil.WAWANCARA INFORMATIF

Memberikan fakta. Wawancara informatif adalah bentuk wawancara yang paling mudah untuk dilakukan karena hanya bersifat mengingat fakta-fakta.

Fungsi utama dari seorang jurnalis adalah membuat pertanyaan yang membantu orang yang diwawancara untuk mengekspresikan diri dengan sejelas-jelasnya. Wartawan harus mengkonsentrasikan pada jawaban-jawaban dan meyakinkan bahwa adanya penjelasan yang jelas. Ini adalah saatnya unyuk MENGANGGUK dan bukan untuk menginterupsi. Apakah anda mendengar penjelasan dinamis selama 20 detik itu atau apakah anda harus menyusun kembali pertanyaan anda sehingga dapat membantu orang yang anda wawancarai untuk menjawab dengan lengkap dan menarik?

WAWANCARA EMOSIONAL

Yang menunjukkan perasaan orang yang diwawancarai. Wawancara Emosional mungkin yang paling sulit. Hal ini menuntut wartawan untuk menjadi sensitive dan simpatik. Kita harus membuat orang yang kita wawancarai menjadi santai dan buatlah ia mempercayai kita untuk membantu mereka mengekspresikan diri mereka ketika mereka sedang menghadapi krisis. Sebagaimana yang ditulis oleh seorang wartawan; Untuk wawancara emosional aturannya adalah melangkah dengan hati-hati seperti kaki anda dihati seseorang sehingga anda hanya melangkah kearan yang diijinkan kepada anda untuk melangkah.

Umumnya kita harus selalu memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang kita tidak harus menjawabnya sendiri nantinya. Dengan kata lain pertanyaan-pertanyaan tersebut mendorong orang yang diwawancarai untuk mengatakan sesuatu. Hindari pertanyaan-pertanyaan yang mengundang jawaban YA/TIDAK. Ingat bahwa kebanyakan orang yang anda wawancarai tidak selalu biasa berbicara didepan mikrofon dan memerlukan bantuan.

SEHINGGA DARI PADA MENGATAKAN : jadi anda ada di dek ketika kapal bertabrakan? YA!

SEBAIKNYA: dapatkah anda jelaskan keadaannya... atau apa yang terjadi ketika...?

ATAU Ketika masih muda anda menghabiskan hidup anda bepergian dengan orang tua anda? YA!

LEBIH BAIK Pekerjaan orang tua anda berarti bahwa anda menghabiskan masa kecil dengan bepergian, bagaimana rasanya?

ATAU Apakah merasa akan memenangkan pemilihan umum?

LEBIH BAIK Bagaimana harapan anda mengenai kesempatan anda memenangkan pemilihan kali ini?WAWANCARA PAKSAAN

Apabila orang yang diwawancara tidak menghendaki. : Wawancara paksaan dapat menjadi sangat efektif apabila diarahkan terlebih dahulu. Mungkin orang yang diwawancara hanya mengatakan tak ada komentar. Tetapi hal ini sudah berkata banyak. Wartawan harus berusaha untuk menembakkan beberapa pertanyaan yang sifatnya menggali informasi. Hal ini bisa efektif dalam wawancara TV dimana terdapat kamera yang dapat mencatat perubahan-perubahan wajah dan tingkah laku orang yang ditanya, bahkan apabila orang yang diwawancara tersebut tetap tinggal diam.

WAWANCARA MENGHIBUR

Menunjukkan informasi pribadi. Wawancara menghibur apabila kita mewawancarai seorang yang terkenal. Yang perlu selalu kita ingat adalah siapa yang menjadi bintang, yang jelas bukan kita. Yang sangat membuat kesal adalah bila pewawancara berusaha menempatkan dirinya lebih top dari orang yang diwawancarai. Apabila orang tersebut terkenal atau telah berbuat sesuatu yang luar biasa maka kemungkinannya adalah bahwa ini pasti mempunyai sesuatu yang menarik untuk diceritakan mengenai hidupnya, jadi pusatkanlah kesana

Feature bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidang kan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Sambil tetap mempertahankan elemen penulisan berita tradisional (5W +1H) feature juga bisa berfungsi sebagai penjelasan atau tambahan untuk berita yang sudah disiarkan sebelumnya, memberi latar belakang suatu peristiwa, menyentuh perasaan dan mengharukan, menghidangkan informasi dengan menghibur, juga bisa mengungkap sesuatu yang belum tersiar sebagai berita.

Meski umumnya enak dibaca, dan karenanya menghibur, feature kadang syarat dengan kadar keilmuan cuma pengolahannya secara populer. Juga dipakai untuk penulisan berita-berita yang dihasilkan dari pengumpulan bahan yang mendalam.

Dalam persaingan media yang kian ketat tak hanya antar media cetak melainkan juga antara media cetak dengan televisi, straight/spot news seringkali tak terlalu memuaskan. Spot news cenderung hanya berumur sehari untuk kemudian dibuang, atau bahkan beberapa jam di televisi. Spot news juga cenderung menekankan sekadar unsur elementer dalam berita, namun melupakan latar belakang peristiwa.

Kita memerlukan berita yang lebih dari itu untuk bisa bersaing. Kita memerlukan news feature perkawinan antara spot news dan feature.

PENGERTIAN FEATURE ITU

Feature adalah artikel yang kreatif, kadang kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang dan memberi informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan.

KreatifitasBerbeda dari penulisan berita biasa, penulisan feature memungkinkan reporter menciptakan sebuah cerita.

Meskipun masih diikat etika bahwa tulisan harus akurat karangan fiktif dan khayalan tidak boleh reporter bisa mencari feature dalam pikirannya, kemudian setelah mengadakan penelitian terhadap gagasannya itu, ia menulis.

InformatifFeature, yang kurang nilai beritanya, bisa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai situasi atau aspek kehidupan yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Misalnya tentang sebuah museum atau kebun binatang yang terancam tutup.

Aspek informatif mengenai penulisan feature bisa juga dalam bentuk-bentuk lain. Ada banyak feature yang enteng-enteng saja, tapi bila berada di tangan penulis yang baik, feature bisa menjadi alat yang ampuh. Feature bisa menggelitik hati sanubari manusia untuk menciptakan perubahan konstruktif.

MenghiburDalam 20 tahun terakhir ini, feature menjadi alat penting bagi suratkabar untuk bersaing dengan media elektronika.

Reporter suratkabar mengakui bahwa mereka tidak akan bisa mengalahkan wartawan radio dan televisi untuk lebih dulu sampai ke masyarakat. Wartawan radio dan TV bisa mengudarakan cerita besar hanya dalam beberapa menit setelah mereka tahu. Sementara itu wartawan koran sadar, bahwa baru beberapa jam setelah kejadian, pembacanya baru bisa tahu sesuatu kejadian setelah koran diantar.

Wartawan harian, apalagi majalah, bisa mengalahkan saingannya, radio dan TV, dengan cerita eksklusif. Tapi ia juga bisa membuat versi yang lebih mendalam (in depth) mengenai cerita yang didengar pembacanya dari radio.

Dengan patokan seperti ini dalam benaknya, reporter selalu mencari feature, terhadap berita-berita yang paling hangat. Cerita feature biasanya eksklusif, sehingga tidak ada kemungkinan dikalahkan oleh radio dan TV atau koran lain.

Feature memberikan variasi terhadap berita-berita rutin seperti pembunuhan, skandal, bencana dan pertentangan yang selalu menghiasi kolom-kolom berita, feature bisa membuat pembaca tertawa tertahan.

Seorang reporter bisa menulis cerita berwarna-warni untuk menangkap perasaan dan suasana dari sebuah peristiwa. Dalam setiap kasus, sasaran utama adalah bagaimana menghibur pembaca dan memberikan kepadanya hal-hal yang baru dan segar.

AwetMenurut seorang wartawan kawakan, koran kemarin hanya baik untuk bungkus kacang. Unsur berita yang semuanya penting luluh dalam waktu 24 jam. Berita mudah sekali punah, tapi feature bisa disimpan berhari, berminggu, atau berulan bulan. Koran-koran kecil sering membuat simpanan naskah berlebih kebanyakan feature. Feature inidiset dan disimpan di ruang tata muka, karena editor tahu bahwa nilai cerita itu tidak akan musnah dimakan waktu.

Dalam kacamata reporter, feature seperti itu mempunyai keuntungan lain. Tekanan deadline jarang, sehingga ia bisa punya waktu cukup untuk mengadakan riset secara cermat dan menulisnya kembali sampai mempunyai mutu yang tertinggi.

Sebuah feature yang mendalam memerlukan waktu cukup. Profil seorang kepala polisi mungkin baru bisa diperoleh setelah wawancara dengan kawan-kawan sekerjanya, keluarga, musuh-musuhnya dan kepala polisi itu sendiri. Diperlukan waktu juga untuk mengamati tabiat, reaksi terhadap keadaan tertentu perwira itu.

SubyektifitasBeberapa feature ditulis dalam bentuk aku, sehingga memungkinkan reporter memasukkan emosi dan pikirannya sendiri. Meskipun banyak reporter, yang dididik dalam reporting obyektif, hanya memakai teknik ini bila tidak ada pilihan lain, hasilnya bisa enak dibaca.

Tapi, reporter-reporter muda harus awas terhadap cara seperti itu. Kesalahan umum pada reporter baru adalah kecenderungan untuk menonjolkan diri sendiri lewat penulisan dengan gaya aku. Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman begini: Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.

Singkat kata, berbeda dengan berita, tulisan feature memberikan penekanan yang lebih besar pada fakta-fakta yang penting fakta-fakta yang mungkin merangsang emosi (menghibur, memunculkan empati, disamping tetap tidak meninggalkan unsur informatifnya). Karena penakanan itu, tulisan feature sering disebut kisah human interest atau kisah yang berwarna.

MENCARI GAGASAN DAN JENIS-JENIS FEATURE

Ide feature itu bisa diperoleh dari berbagai hal. Bisa dari kelanjutan berita-berita aktual, bisa mendompleng hari-hari tertentu, atau profil tokoh yang sedang ramai dibicarakan. Yang penting ada newspeg (cantelan berita), karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Kita bisa menggali ide dengan menengok beberapa jenis feature di bawah ini

1. Feature kepribadian (Profil)

Profil mengungkap manusia yang menarik. Misalnya, tentang seseorang yang secara dramatik, melalui berbagai liku-liku, kemudian mencapai karir yang istimewa dan sukses atau menjadi terkenal karena kepribadian mereka yang penuh warna. Agar efektif, profil seperti ini harus lebih dari sekadar daftar pencapaian dan tanggal tanggal penting dari kehidupan si individu. Profil harus bisa mengungkap karakter manusia itu.

Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, penulis feature tentang pribadi seperti ini seringkali harus mengamati subyek mereka ketika bekerja; mengunjungi rumah mereka dan mewawancara teman-teman, kerabat dan kawan bisnis mereka. Profil yang komplit sebaiknya disertai kutipan-kutipan si subyek yang bisa menggambarkan dengan pas karakternya. Profil yang baik juga semestinya bisa memberikan kesan kepada pembacanya bahwa mereka telah bertemu dan berbicara dengan sang tokoh.

Banyak sumber yang diwawancara mungkin secara terbuka berani mengejutkan Anda dengan mengungkap rahasia pribadi atau anekdot tentang si subyek. Tapi, banyak sumber lebih suka meminta agar identitasnya dirahasiakan. Informasi sumber-sumber itu penting untuk memberikan balans dalam penggambaran si tokoh.

2. Feature sejarah

Feature sejarah memperingati tanggal-tanggal dari peristiwa penting, seperti proklamasi kemerdekaan, pemboman Hiroshima atau pembunuhan jenderal-jenderal revolusi. Koran juga sering menerbitkan feature peringatan 100 tahun lahir atau meninggalnya seorang tokoh.

Kisah feature sejarah juga bisa terikat pada peristiwa-peristiawa mutakhir yang memangkitkan minat dalam topik mereka. Jika musibah gunung api terjadi, Koran sering memuat peristiwa serupa di masa lalu.

Feature sejarah juga sering melukiskan landmark (monumen/gedung) terkenal, pionir, filosof, fasilitas hiburan dan medis, perubahan dalam komposisi rasial, pola perumahan, makanan, industri, agama dan kemakmuran.

Setiap kota atau sekolah memiliki peristiwa menarik dalam sejarahnya. Seorang penulis feature yang bagus akan mengkaji lebih tentang peristiwa-peristiwa itu, mungkin dengan dokumen historis atau dengan mewawancara orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa bersejarah.

3. Feature petualangan

Feature petualangan melukiskan pengalaman-pengalaman istimewa dan mencengangkan mungkin pengalaman seseorang yang selamat dari sebuah kecelakaan pesawat terbang, mendaki gunung, berlayar keliling dunia pengalaman ikut dalam peperangan.

Dalam feature jenis ini, kutipan dan deskripsi sangat penting. Setelah bencana, misalnya, penulis feature sering menggunakan saksi hidup untuk merekontruksikan peristiwa itu sendiri. Banyak penulis feature jenis ini memulai tulisannya dengan aksi momen yang paling menarik dan paling dramatis.

4. Feature musiman

Reporter seringkali ditugasi untuk menulis feature tentang musim dan liburan, tentang Hari Raya, Natal, dan musim kemarau. Kisah seperti itu sangat sulit ditulis, karena agar tetap menarik, reporter harus menemukan angle atau sudut pandang yang segar. Contoh yang bisa dipakai adalah bagaimana seorang penulis menyamar menjadi Sinterklas di Hari Natal untuk merekam respon atau tingkah laku anak-anak di seputar hari raya itu.

5. Feature interpretatif

Feature dari jenis ini mencoba memberikan deskripsi dan penjelasan lebih detil terhadap topik-topik yang telah diberitakan. Feature interpretatif bisa menyajikan sebuah organisasi, aktifitas, trend atau gagasan tertentu. Misalnya, setelah kisah berita menggambarkan aksi terorisme, feature interpretatif mungkin mengkaji identitas, taktikdan tujuan terotisme.

Berita memberikan gagasan bagi ribuan feature semacam ini. Setelah perampokan bank, feature interpretatif bisa saja menyajikan tentang latihan yang diberikan bank kepada pegawai untuk menangkal perampokan. Atau yang mengungkap lebih jauh tipikal perampok bank, termasuk peluang perampok bisa ditangkap dan dihukum.

6. Feature kiat (how-to-do-it feature)

Feature ini berkisah kepada pembacanya bagaimana melakukan sesuatu hal: bagaimana membeli rumah, menemukan pekerjaan, bertanam di kebun, mereparasi mobil atau mempererat tali perkawinan. Kisah seperti ini seringkali lebih pendek ketimbang jenis feature lain dan lebih sulit dalam penulisannya.

Reporter yang belum berpengalaman akan cenderung menceramahi atau mendikte pembaca memberikan opini mereka sendiri bukannya mewawancara sumber ahli dan memberikan advis detil dan faktual.

TEKNIK PENULISAN FEATURE

Jika dalam penulisan berita yang diutamakan ialah pengaturan fakta-fakta, maka dalam penulisan feature kita dapat memakai teknik mengisahkan sebuah cerita. Memang itulah kunci perbedaan antara berita keras (spot news) dan feature. Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah.

Penulis melukis gambar dengan kata-kata: ia menghidupkan imajinasi pembaca; ia menarik pembaca agar masuk ke dalam cerita itu dengan membantunya mengidentifikasikan diri dengan tokoh utama.

Penulis feature untuk sebagian besar tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.

Konsep piramida terbalik sering ditinggalkan. Terutama bila urutan peristiwa sudah dengan sendirinya membentuk cerita yang baik.

Elemen Feature Terpenting: Deskripsi dan Narasi

LUKISKAN, BUKAN KATAKAN

Pernahkah Anda membaca sebuah tulisan dan sampai bertahun kemudian mengingat deskripsi dalam tulisan itu? Kita umumnya terkesan pada sebuah tulisan yang mampu melukis secara kuat gambaran di dalam otak kita. Deskripsi yang kuat adalah alat yang digdaya bagi para penulis, apapun yang kita tulis: esai, artikel, feature, berita, cerpen, novel atau puisi.

Bagaimana cara belajar membuat deskripsi yang kuat dan hidup?

Cara terbaik untuk melakukannya adalah menerapkan konsep Show-Not-Tell atau Lukiskan, bukan Katakan. Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.

Perhatikan kalimat ini: Nasib nenek itu sangat malang

Kalimat mengatakan/ telling itu bisa diubah menjadi paragraf melukiskan/ showing seperti ini:

Umurnya 60 tahun. Dia hidup sebatang kara. Para tetangganya,orang-orang papa yang tinggal di gubuk kardus perkampungan liar-kumuhKota Bandung, mengenalnya dengan nama sederhana: Emak. Tidak adayang tahu nama aslinya. Awal pekan ini, Emak ditemukan meninggal, tigahari setelah para tetangganya melihatnya hidup terakhir kali. SejakJumat pekan lalu, Emak tidak pernah kelihatan, kata seorangtetangganya. Saat gubuknya dilongok, Emak sudah terbujur kaku di dalam.Jika kita menggunakan konsep Show Not Tell, paragraf-paragraf akan terbentuk secara alami, kuat, hidup dan mudah dikenang.

HINDARI KATA KETERANGAN/KATA SIFAT

Feature yang bagus memaparkan soal yang kongkret dan spesifik. Salah satu caranya adalah dengan menghindari kata-kata sifat seperti tinggi, kaya, cantik, dan kata tak tidak spesifik, cukup besar, lumayan heboh, keren abis.

Kata sifat adalah musuh bebuyutan kata benda, kata pujangga Prancis Voltaire.

Contoh:

1. Konser Peterpan itu heboh banget.

Konser Peterpan di Gelanggang Senayan dihadiri oleh 50.000 penonton.Tiket seharga Rp 200 sudah habis ludes sebulan sebelum pertunjukan.Penonton yang rata-rata siswa SMP dan SMA berdesak-desakan. Duapuluhorang pingsan, ketika para penonton berjingkrak mengikuti lagu AdaApa Denganmu.

2. Ahmad seorang petani miskin.

Ahmad tinggal bersama seorang istri dan anaknya di gubuk berataprumbia. Tiap hari mereka hanya bisa makan sekali, itupun nasi jagungtanpa lauk.

3. Mak Eroh marah besar.

Pemerintah zalim! kata Mak Eroh, istri seorang nelayan yang suaminyatak bisa ke laut karena kanaikan harga solar.*

STRUKTUR PENULISAN FEATURE1. Lead

Mari kita tinggalkan difinisi apa itu feature dan kita langsung ke teknik penulisannya. Ini yang lebih penting. Kita tahu bahwa berita umumnya ditulis dengan teknik piramida terbalik dan harus memenuhi unsur 5 W + 1 H (what, who, why, when, where: apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana).

Untuk penerbitan berupa koran, susunan piramida terbalik ini penting karena jika terjadi pemotongan karena tak ada tempat, pemotongan langsung dilakukan dari bagian belakang. Ini berarti lead berita itu pastilah yang terpenting dari isi berita itu sendiri. Ini harus memikat, tanpa itu berita tak menarik perhatian. Feature hampir sama dalam masalah lead, artinya harus memikat.

Tetapi feature tidak tunduk pada ketentuan piramida terbalik. Feature ditulis dengan teknik lead, tubuh dan ending (penutup). Penutup sebuah feature hampir sama pentingnya dengan lead. Mungkin di sana ada kesimpulan atau ada celetukan yang menggoda, atau ada sindiran dan sebagainya. Karena itu kalau memotong tulisan feature, tak bisa main gampang mengambil paling akhir.

Semua bagian dalam fetaure itu penting. Namun yang terpenting memang lead, karena di sanalah pembuka jalan. Gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa tidak meneruskan membaca. Gagal berarti kehilangan daya pikat. Di sini penulis feature harus pandai betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu.Tak ada teori yang baku bagaimana menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead saya sebutkan di sini:

Lead Ringkasan:

Lead ini hampir sama saja dengan berita biasa, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang.

Misalnya: Walaupun dengan tangan buntung, Pak Saleh sama sekali tak merasarendah diri bekerja sebagai tukang parkir di depan kampus itu.

Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah tukang parkir bernama Pak Saleh yang cacat. Yang berminat bisa meneruskan membaca, yang tak berminat apalagi sebelumnya tak ada berita tentang Pak Saleh itu bisa melewatkan begitu saja.

Lead Bercerita :

Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya.Misalnya: Anggota Reserse itu melihat dengan tajam ke arah senjata lelaki didepannya. Secepat kilat ia meloncat ke samping dan mendepak senjatalawannya sambil menembakkan pistolnya. Dor Preman itu tergeletaksementara banyak orang tercengang ketakutan menyaksi kan adegan yangsekejap itu ..

Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang operasi pembersihan preman-preman yang selama ini mengacau lingkungan pemukiman itu.

Lead Deskriptif:

Lead ini menceritakan gambaran dalam pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Biasanya disenangi oleh penulis yang hendak menulis profil seseorang.

Misalnya: Keringat mengucur di muka lelaki tua yang tangannya buntung itu,sementara pemilik kendaraan merelakan uang kembalinya yang hanya duaratus rupiah. Namun lelaki itu tetap saja merogoh saku dengan tangankirinya yang normal, mengambil dua koin ratusan. Pak Saleh, tukangparkir yang bertangan sebelah itu, tak ingin dikasihani ..

Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Pak Saleh yang penuh warna.

Lead Kutipan:

Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise.

Misalnya: Saya lebih baik tetap tinggal di penjara, dibandingkan bebas denganpengampunan. Apanya yang diampuni, saya kan tak pernah bersalah, kataSri Bintang Pamungkas ketika akan dibebaskan dari LP Cipinang. Walaubegitu, Sri Bintang toh mau juga keluar penjara dijemput anak-istri.. .. dan seterusnya.

Pembaca kemudian digiring pada kasus pembebasan tapol sebagai tekad pemerintahan yang baru. Hati-hati dengan kutipan klise.

Contoh:Pembangunan itu perlu untuk mensejahterakan rakyat dan hasil-hasilnyasudah kita lihat bersama, kata Menteri X di depan masa yang melimpahruah. Pembaca sulit terpikat padahal bisa jadi yang mau ditulis adalahsebuah feature tentang keterlibatan masyarakat dalam pembangunan yangagak unik.Lead Pertanyaan:

Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru.

Misalnya: Untuk apa mahasiswa dilatih jurnalistik? Memang ada yang sinis denganPekan Jurnalistik Mahasiswa yang diadakan ini. Soalnya, penerbitanpers di kampus ini tak bisa lagi mengikuti kaidah-kaidah jurnalistikkarena terlalu banyaknya batasan-batasan dan larangan .

Pembaca kemudian disuguhi feature soal bagaimana kehidupan pers kampus di sebuah perguruan tinggi.

Lead Menuding:

Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata Anda atau Saudara. Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan.

Misalnya: Saudara mengira sudah menjadi orang yang baik di negeri ini. Padahal,belum tentu. Pernahkah Saudara menggunakan jembatan penyeberangankalau melintas di jalan? Pernahkah Saudara naik ke bus kota dari pintudepan dan tertib keluar dari pintu belakang? Mungkin tak pernah samasekali. Saudara tergolong punya disiplin yang, maaf, sangat kurang.

Pembaca masih penasaran feature ini mau bicara apa. Ternyata yang disoroti adalah kampanye disiplin nasional.

Lead Penggoda

Lead ini hanya sekadar menggoda dengan sedikit bergurau. Tujuannya untuk menggaet pembaca agar secara tidak sadar dijebak ke baris berikutnya. Lead ini juga tidak memberi tahu, cerita apa yang disuguhkan karena masih teka-teki.

Misalnya: Kampanye menulis surat di masa pemerintahan Presiden Soeharto ternyataberhasil baik dan membekas sampai saat ini. Bukan saja anak-anaksekolah yang gemar menulis surat, tetapi juga para pejabat tinggi dimasa itu keranjingan menulis surat.

Nah, sampai di sini pembaca masih sulit menebak, tulisan apa ini?

Alinea berikutnya:Kini, ada surat yang membekas dan menimbulkan masalah bagi rakyatkecil. Yakni, surat sakti Menteri PU kepada Gubernur DKI agar putraSoeharto, Sigit, diajak berkongsi untuk menangani PDAM DKI Jakarta.Ternyata bukannya menyetor uang tetapi mengambil uang setoran PDAMdalam jumlah milyaran. dan seterusnya.

Pembaca mulai menebak-nebak, ini pasti feature yang bercerita tentang kasus PDAM DKI Jaya. Tetapi, apa isi feature itu, apakah kasus kolusinya, kesulitan air atau tarifnya, masih teka-teki dan itu dijabarkan dalam alinea berikutnya.

Lead Nyentrik:

Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya.

Misalnya: Reformasi total.Mundur.Sidang Istimewa.Tegakkan hukum.Hapus KKN.

Teriakan itu bersahut-sahutan dari sejumlah mahasiswa di halamangedung DPR/MPR untuk menyampaikan aspirasi rakyat . dst.

Pembaca digiring ke persoalan bagaimana tuntutan reformasi yang disampaikan mahasiswa.

Lead Gabungan:

Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi.

Misalnya: Saya tak pernah mempersoalkan kedudukan. Kalau memang mau diganti,ya, diganti, kata Menteri Sosial sambil berjalan menuju mobilnyaserta memperbaiki kerudungnya. Ia tetap tersenyum cerah sambil menolakmenjawab pertanyaan wartawan. Ketika hendak menutup pintu mobilnya,Menteri berkata pendek: Bapak saya sehat kok, keluarga kami semuasehat.

Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan.

2. Batang Tubuh

Setelah tahu bagaimana lead yang baik untuk feature, tiba saatnya berkisah menulis batang tubuh. Yang pertama diperhatikan adalah fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek.

Deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil), mutlak untuk pemanis sebuah feature. Kalau dalam berita, cukup begini: Pak Saleh mendapat penghargaan sebagai tukang parkir teladan. Paling hanya dijelaskan sedikit soal Pak Saleh. Tapi dalam feature, saudara dituntut lebih banyak. Profil lengkap Pak Saleh diperlukan, agar orang bisa membayangkan.

Tapi tak bisa dijejal begini: Pak Saleh, tukang parkir di depan kampus itu, yang tangan kanannya buntung, umurnya 50 tahun, anaknya 9, rumahnya di Depok, dapat penghargaan.

Data harus dipecah-pecah. Alenia pertama cukup ditulis: Pak saleh, 50 tahun, dapat penghargaan. Lalu jelaskan dari siapa penghargaan itu dan apa sebabnya. Pak Saleh yang tangannya buntung itu merasakan cukup haru, ketika Wali Kota.Di bagian lain disebut: Saya tidak mengharapkan, kata lelaki dengan 9 anak yang tinggal di Depok ini. Dan seterusnya.

Anekdot perlu untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin. Dan kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase.

Detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak.

Preman itu tertembak dalam jarak 5 meter lebih 35 centi 6 melimeter , apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 5 meter. Tapi, gol kemenangan Persebaya dicetak pada menit ke 43, ini penting. Tak bisa disebut sekitar menit ke 45, karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 43 beda jauh dengan menit ke 30. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik.Ini sudah menyangkut bahasa jurnalistik, nanti ada pembahasan khusus soal ini.

3. Ending

Jika batang tubuh sudah selesai, tinggallah membuat penutup. Dalam berita tidak ada penutup. Untuk feature setidak-tidaknya ada empat jenis penutup.

Penutup Ringkasan:Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead.

Penutup Penyengat:Membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Seperti kisah detektif saja. Misalnya, menulis feature tentang bandit yang berhasil ditangkap setelah melawan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas sudah datang, dan bandit itu pun sudah menghuni sel. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, bandit itu telah kabur kembali. Ending ini disimpan sejak tadi.

Penutup Klimak:Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Di masa lalu, ada kegemaran menulis ending yang singkat dengan satu kata saja: Semoga. Sekarang hal seperti ini menjadi tertawaan. Ini sebuah bukti bahwa setiap masa ada kekhasannya.

Penutup tanpa Penyelesaian:Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan.

TUBUH DAN EKOR

Misalkan Anda sudah punya lead yang hidup dan menarik, problem Anda berikutnya (yang kadang-kadang paling sulit) adalah menyusun materinya sehingga bisa memikat pembaca untuk mengikuti dari awal sampai akhir. Dalam penulisan berita hal ilu lebih gampang, karena setiap cerita ditulis dalam bentuk yang sama: piramida terbalik. Banyak feature yang menganut bentuk ini. Tapi sebenarnya tidak ada patokan bentuk feature yang tegas. Ini membuat penulisan feature lebih sulit dalam beberapa hal. Tapi juga memungkinkan kreativitas dan kecakapan.

Apakah "piramida terbalik" itu dan apa manfaat praktisnya? Dalam "piramida terbalik", bahan tulisan (informasi) disusun sedemikian rupa sehingga pembaca memperoleh bagian terpentingnya segera pada awal tulisan. Materi disusun sesuai dengan urutan pentingnya: informasi makin ke bawah makin kurang penting, lebih banyak detail, sementara pokoknya sudah dimuat di atas. Dalam dunia pers yang terburu-buru, "piramida terbalik" mempunyai dua fungsi.

Pertama, bentuk "piramida terbalik" itu memungkinkan editor memotong naskah dari bawah. Karena berita disusun sesuai dengan nilai pentingnya maka editor bisa dengan cepat memotong dari belakang sesuai dengan halaman yang tersedia. Ini sangat menolong, terutama bila naskah diserahkan menjelang dealline. Editor tidak perlu membaca terlalu teliti Kedua, bentuk penulisan tersebut memungkinkan diketahui dengan cepat apakah berita itu layak dimuat atau tidak: editor cukup membaca leadnya saja. Editor tahu bahwa unsur terpenting cerita itu mesti ada pada lead. Apa hubungan antara hal itu dan feature?

Bentuk paling umum suatu feature juga piramida terbalik, tapi ada satu tambahan: ending, atau penutup tulisan. Sebuah feature memerlukan -- bahkan mungkin harus -- ending karena dua sebab: Pertama, menghadapi feature hampir tak ada alasan untuk terburu-buru dari segi proses redaksionalnya. Editor tidak lagi harus asal memotong dari bawah. Ia punya waktu cukup untuk membaca naskah secara cermat dan meringkasnya sesuai dengan ruangan yang tersedia. Bahkan feature yang dibatasi deadline diperbaiki dengan sangat hati-hati oleh editor, karena ia sadar bahwa kebanyakan feature tak bisa asal dipotong dari bawah. Feature mempunyai penutup (ending) yang ikut menjadikan tulisan itu menarik.

Kedua, ending bukan muncul tiba-tiba, tapi lazimnya merupakan hasil proses penuturan di atasnya yang mengalir. Ingat bahwa seorang penulis feature pada prinsipnya adalah tukang cerita. Ia dengan hati-hati mengatur kata-katanya secara efektif untuk mengkomunikasikan ceritanya. Umumnya, sebuah cerita mendorong untuk terciptanya suatu "penyelesaian" atau klimaks. Penutup tidak sekadar layak, tapi mutlak perlu bagi banyak feature. Karena itu memotong bagian akhir sebuah feature, akan membuat tulisan tersebut terasa belum selesai.

BEBERAPA JENIS ENDING Ending ringkasan. Penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikat ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead. Ending penyengat. Penutup yang mengagetkan bisa membuat pembaca seolah-olah terlonjak. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga-duga. Penutup seperti ini mirip dengan kecenderungan film modern yang menutup cerita dengan mengalahkan orang "yang baik-baik" oleh "orang jahat". Ending sebagai klimaks. Penutup ini sering ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. Ini seperti sastra tradisional. Hanya saja dalam feature, penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas, dan tidak menambah bagian setelah klimaks seperti cerita tradisional. Ending yang bisa jadi bukan merupakan suatupenyelesaian. Penulis dengan sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak terjawab. Selesai membaca, pembaca tetap tidak jelas apakah tokoh cerita menang atau kalah. Ia menyelesaikan cerita sebelum tercapai klimaks, karena penyelesaiannya memang belum diketahui, atau karena penulisnya sengaja ingin membuat pembaca tergantung-gantung.

Seorang penulis harus dengan hati-hati dalam menilai ending-nya, menimbang~nimbangnya apakah penutup itu merupakan akhir yang logis bagi cerita itu. Bila merasakan bahwa ending-nya lemah atau tidak wajar, ia cukup melihat beberapa paragraf sebelumnya, untuk mendapat penutup yang sempurna dan masuk akal. Menulis ending atau penutup feature sebenarnya termasuk gampang. Kembalilah kepada peranan "tukang cerita" dan biarkanlah cerita Anda mengakhiri dirinya sendiri, secara wajar. Seorang wartawan profesional selalu berusaha bercerita dengan lancar, masuk akal, dan tidak dibikin-bikin. PRODUKSI FEATURE DAN DOKUMENTER UNTUK MEDIA TELEVISI

Dalam jurnalisme media cetak, yang dimaksud dengan feature adalah sebuah tulisan khas, yang ditulis secara luwes dan menarik, dan relatif tak lekang oleh waktu (saat pemuatannya tidak harus diburu-buru seperti berita biasa). Tidak ada aturan yang mengikat berapa persisnya panjang sebuah feature, sejauh feature itu masih menarik untuk dibaca.

Secara singkat, struktur, gaya penulisan dan kemasan feature memang berbeda dengan berita biasa (spot news, straight news, hard news). Unsur subyektifitas si penulis bisa lebih terasa dalam tulisan feature. Sebaliknya, dalam penulisan berita biasa, subyektifitas si penulis sangat dihindari.

Topik sebuah feature bisa beragam, tetapi umumnya menyangkut human interest. Segala sesuatu yang menyangkut manusia, dengan segala perilakunya dan aspek kehidupannya (kegembiraan, kebahagiaan, kesedihan, penderitaan, perjuangan, keberhasilan, dan sebagainya), memang selalu menarik untuk dituliskan.

Topik-topik itu, misalnya: profil seorang guru yang mengabdi di daerah terpencil; kehidupan nelayan miskin di Indramayu; upaya seorang pecandu untuk lepas dari jeratan narkoba; nasib tenaga kerja Indonesia yang terlunta-lunta di luar negeri; dan sebagainya.

Membandingkan dengan feature di media cetak, maka ketika kita bicara tentang bagaimana memproduksi feature untuk media televisi, tampak ada beberapa ciri yang sama. Seperti: sifatnya yang relatif tak lekang oleh waktu, keluwesan dalam gaya pengemasan, serta variasi pilihan topiknya.

Yang jelas, memproduksi suatu paket feature untuk media TV, tidaklah sama dengan membuat paket berita (spot news), baik dari segi proses, tahapan pembuatan, maupun gaya pengemasan. Feature untuk media TV sendiri bisa berbentuk macam-macam.Salah satu yang penting dan akan dibahas di sini adalah bagaimana membuat film dokumenter (documentary films).

Makna Film Dokumenter

Istilah dokumenter atau documentary (bahasa Inggris), adalah turunan dari kata Perancis, documentaire. Yang artinya, sebuah film atau pembicaraan yang menggambarkan perjalanan di suatu negeri tertentu. Apakah cara pengambilan gambarnya secara langsung atau direkaulang, sampai tahun 1960-an, film dokumenter yang tradisional adalah urusan tunjukkan-dan-ceritakan (show-and-tell).

Dokumenter bukanlah reproduksi dari realitas, tetapi merupakan representrasi dari dunia yang kita huni. Jika reproduksi diartikan sebagai sekadar meng-copy dari sesuatu yang sudah ada, maka representasi berarti menetapkan pandangan tertentu terhadap dunia. Yakni, suatu pandangan yang mungkin tak pernah kita temui sebelumnya, bahkan sekalipun aspek-aspek dari dunia yang direpresentasikan itu sudah akrab dengan kita atau sering kita lihat.

Kita menilai sebuah reproduksi dari keserupaannya dengan yang asli (orisinal), dari kapasitasnya untuk persis, bertindak sama, dan melayani fungsi dan manfaat yang sama dengan yang asli. Semakin persis atau menyerupai dengan yang asli, semakin baik.

Sedangkan di sisi lain, kita menilai sebuah representasi lebih pada hakikat kesenangan yang ditawarkan, nilai-nilai wawasan atau pengetahuan yang disampaikan, dan kualitas orientasi atau disposisi, nada atau perspektif yang dihadirkan. Kita biasanya mengharapkan lebih banyak dari representasi, ketimbang dari reproduksi.

Hal ini dengan cepat bisa ditunjukkan dalam fotografi. Sebuah lokasi yang akan dipotret mungkin dan seharusnya direpresentasikan secara benar. Namun, sejumlah artis bisa melihat dan merepresentasikan kebenaran lebih banyak dan lebih hebat, dari sekadar seorang biasa yang kebetulan lewat di sana.

Dokumenter adalah apa yang kita sebut fuzzy concept, suatu konsep yang tidak jelas. Tidak semua film yang disebut sebagai dokumenter memiliki kesamaan yang dekat antara satu dengan yang lain, sebagaimana banyak alat transportasi yang bisa disebut sebagai wahana (vehicle).

Dokumenter tidak mengadopsi inventori teknik yang tetap (fixed), tidak terikat pada seperangkat isu/tema tertentu untuk diangkat, serta tidak memperagakan bentuk atau gaya tampilan yang tunggal. Tidak semua dokumenter memiliki perangkat karakteristik atau ciri-ciri yang sama. Praktik film dokumenter adalah arena di mana hal-hal terus berubah. Berbagai pendekatan alternatif terus-menerus dicoba dan kemudian diadopsi oleh yang lain, atau ditinggalkan. Kontestasi terjadi.

Ketidak jelasan definisi muncul sebagian karena definisi-definisi itu berubah bersama waktu, dan sebagian yang lain karena pada setiap momen tidak ada satu definisi pun yang bisa mencakup semua film, yang mungkin kita anggap sebagai dokumenter.

Kita bisa memperoleh pegangan yang lebih baik dalam mendefinisikan dokumenter, dengan mendekatinya dari empat sudut: lembaga, praktisi, teks (film dan video), dan audiens.

KERANGKA KELEMBAGAAN

Ini kelihatannya berputar-putar, namun salah satu cara mendefinisikan dokumenter adalah dengan mengatakan, Dokumenter adalah apa yang dibuat oleh organisasi dan lembaga yang memproduksinya. Jika Discovery Channel menyebut sebuah program sebagai dokumenter, maka program/film itu diberi label dokumenter, sebelum aktivitas dari pihak penonton dan kritikus film dimulai.

Definisi ini, meskipun berputar-putar, berfungsi sebagai pertanda awal bahwa suatu karya dapat dianggap sebagai dokumenter. Konteks akan memberi pertanda. Jika sponsornya adalah Dewan Film Nasional Kanada, Fox TV, History Channel, atau Michael Moore, kita membuat asumsi tertentu tentang status dokumenter dari film tersebut, serta derajat obyektivitas, reliabilitas, dan kredibilitasnya. Kita membuat asumsi tentang status non-fiksinya dan rujukannya ke dunia historis kita bersama, ketimbang dunia yang dikhayalkan pembuat film fiksi.

Kerangka kelembagaan juga menetapkan suatu cara kelembagaan dalam melihat dan bicara, yang berfungsi sebagai seperangkat batasan atau konvensi, bagi pembuat film dan audiens. Untuk mengatakan tak perlu dijelaskan lagi bahwa pada sebuah dokumenter akan terdapat komentar berbentuk voice-over, atau setiap orang tahu bahwa sebuah dokumenter harus menampilkan dua sisi pandang dari suatu tema yang diangkat, adalah sama dengan mengatakan apa yang biasanya terdapat dalam kerangka kelembagaan spesifik.

KOMUNIKASI PRAKTISI

Mereka yang membuat film dokumenter, seperti juga lembaga yang mendukung mereka, memegang asumsi-asumsi dan harapan-harapan tertentu tentang apa yang mereka lakukan. Walau setiap kerangka kelembagaan menetapkan batasan dan konvensi, pembuat film perseorangan tidak perlu sepenuhnya menerima batasan dan konvensi tersebut.

Para pembuat film dokumenter sama-sama merasa memegang mandat tersendiri, untuk mewakili dunia historis, ketimbang secara imajinatif menciptakan dunia alternatif. Mereka berkumpul pada festival-festival film khusus, seperti Hot Springs Documentary Film Festival (Amerika), Yamagata Documentary Film Festival (Jepang), atau Amsterdam International Documentary Film Festival (Belanda). Mereka juga menyumbang artikel dan wawancara ke jurnal-jurnal yang sama, seperti: Release Print, Documentary, dan Dox.

Praktisi dokumenter bicara dengan bahasa yang sama tentang apa yang mereka kerjakan. Seperti kaum profesional lain, pembuat film dokumenter juga memiliki kosa kata, atau jargonnya sendiri. Itu mungkin mencakup mulai dari kecocokan berbagai stok film untuk situasi-situasi yang berbeda, sampai ke teknik-teknik merekam suara lokasi. Juga, dari etika mengamati orang lain sebagai obyek dokumenter, sampai sikap pragmatis dalam menemukan distributor dan merundingkan kontrak-kontrak bagi kerja mereka. Praktisi dokumenter juga memiliki problem khusus, yang membedakannya dari para pembuat film jenis lain.

Pemahaman kita tentang apa yang disebut dokumenter berubah, ketika mereka para praktisi yang membuat dokumenter juga mengubah idenya tentang apa yang sedang mereka buat.

KUMPULAN TEKS

Film-film yang menciptakan tradisi dokumenter adalah cara lain untuk mendefinisikan bentuk. Untuk awalnya, kita bisa mengangap dokumenter sebagai genre, seperti film koboi (western) atau fiksi-ilmiah (science-fiction). Untuk menjadi bagian dari suatu genre, sebuah film harus memperagakan ciri-ciri yang sama dengan film-film lain, yang sudah dipandang sebagai dokumenter atau film koboi.

Norma dan konvensi yang muncul dalam dokumenter, yang membantu untuk membedakannya: penggunaan komentar suara Tuhan (Voice-of-God), wawancara, rekaman suara lokasi, cutaways dari scene untuk memberikan citra yang menggambarkan atau mengkomplikasi suatu poin yang dibuat dalam scene. Atau, mengandalkan pada aktor-aktor sosial, atau orang dalam aktivitas dan peran mereka sehari-hari sebagai karakter-karakter sentral dalam film. Semua ini adalah hal-hal yang umum terdapat dalam banyak film dokumenter.

Konvensi lain adalah adanya suatu logika pemberian informasi, yang mengorganisasikan film dalam hubungannya dengan representasi yang dibuatnya tentang dunia historis. Bentuk khas pengorganisasian itu adalah pemecahan masalah (problem solving). Struktur ini dapat menyerupai sebuah cerita, khususnya cerita detektif.

Yaitu, film dimulai dengan menetapkan adanya sebuah problem atau isu. Kemudian film menyampaikan sesuatu tentang latar belakang isu tersebut, disusul dengan penelaahan ketidaknyamanan, keparahan, atau kompleksitas situasi saat ini. Presentasi ini kemudian menjurus ke sebuah rekomendasi atau solusi penutup, di mana penonton didorong untuk mendukung atau mengadopsinya secara pribadi.

Logika --yang mengorganisasikan film dokumentermendukung argumen, penegasan, atau klaim yang digarisbawahi tentang dunia historis, yang memberikan pada genre ini semacam rasa partikularitas (kekhususan) tersendiri. Kita berharap untuk berhubungan dengan film-film, yang berhubungan dengan dunia.

Keterhubungan dan logika itu membebaskan dokumenter dari semacam konvensi, yang biasa kita andalkan untuk membentuk sebuah dunia imajiner. Continuity editing, misalnya, yang biasa berfungsi menghilangkan potongan-potongan (cuts) dalam pengambilan gambar untuk film fiksi, kurang mendapat prioritas pada dokumenter. Apa yang dicapai lewat continuity editing dalam film fiksi, dicapai lewat sejarah dalam dokumenter.

Berbagai hal memiliki keterkaitan dalam ruang dan waktu bukan karena kerja editing, tetapi karena kaitan historisnya yang aktual. Editing dalam dokumenter berusaha menunjukkan kaitan-kaitan itu. Dokumenter, kenyataannya, justru sering menunjukkan lebih banyak shots dan scenes terpisah ketimbang film fiksi. Pecahan-pecahan itu disatukan bukan oleh narasi, yang diorganisasikan di sekitar karakter utama, tetapi lebih oleh retorika, yang diorganisasikan oleh sebuah logika atau argumen yang mengontrolnya.

Karakter-karakter, atau aktor-aktor sosial, boleh datang dan pergi, menawarkan informasi, memberi kesaksian, menyampaikan bukti. Tempat-tempat dan berbagai hal bisa muncul dan lenyap, karena mereka dihadirkan untuk mendukung sudut pandang atau perspektif film dokumenter tersebut. Sebuah logika implikasi menjembatani lompatan-lompatan tersebut, dari satu orang atau tempat ke orang atau tempat yang lain.

KONSTITUENSI PENONTON

Cara terakhir untuk mendefinisikan dokumenter adalah hubungan dengan audiensnya, karena pendekatan lewat kerangka kelembagaan, komunitas praktisi, atau kumpulan teks dirasakan tidak memadai. Lembaga yang mendukung film dokumenter, mungkin juga memproduksi fim-film fiksi atau eksperimental. Sementara praktisi dokumenter mungkin juga membuat film-fiksi dan eksperimental. Ciri-ciri film dokumenter sendiri bisa disimulasikan dalam konteks fiksional (film fiksi).

Dengan kata lain, perumusan lewat tiga pendekatan di atas masih bisa ditembus dan tak bisa dipegang ketat. Maka, rasa bahwa suatu film itu bisa disebut dokumenter sebenarnya berada dalam pikiran orang-orang yang dekat dan berkaitan dengannya, selain terletak pada konteks dan struktur film bersangkutan.

Asumsi dan ekspektasi apa, yang memberi tanda pada sense penonton, bahwa sebuah film adalah karya dokumenter? Apa hal-hal berbeda yang kita bawa pada pengalaman menonton, pada saat kita menonton sesuatu yang kita anggap sebagai film dokumenter, dan bukan film dari genre lain?

Yang paling mendasar, kita membawa asumsi bahwa suara dan gambar dari teks film itu betul-betul berasal dari dunia historis yang kita diami. Suara dan gambar itu tidak dibayangkan atau diproduksi semata-mata untuk film ini. Asumsi ini mengandalkan pada kapasitas citra fotografis dan perekaman suara, untuk menyerupai apa yang kita anggap sebagai kualitas khas (distinctive) dari apa yang telah mereka rekam.

Instrumen-instrumen perekaman (kamera dan tape recorder) mencatat jejak-jejak berbagai hal (suara dan gambar) dengan keserupaan yang tinggi. Hal ini memberikan nilai-nilai dokumenter.

MEMBUAT DOKUMENTER

Topik dokumenter adalah sesuatu yang nyata, yang benar terjadi dan benar-benar ada, bukan fiksi. Pada awalnya, ketika teknologi perfilman masih amat sederhana, semua yang ditampilkan itu adalah laporan tentang sesuatu yang sudah terjadi (after-the-fact).

Film nonfiksi, seperti juga artikel majalah atau buku nonfiksi, melaporkan sesuatu hal, dari mereka (pembuat dokumenter) --yang mengetahui apa yang sudah terjadi-- kepada penonton yang tidak mengetahui apa-apa.

Membuat film dokumenter, terkesan sangat mudah. Anda tinggal pergi ke tempat di mana sesuatu yang menarik sedang terjadi, rekam gambarnya, dan jadilah sebuah film dokumenter. Sayang, kenyataannya tidak sesederhana itu.

Seandainya Anda berhasil mengambil gambar, saat menit-menit pertama Tsunami melanda Aceh, jelas gambar itu dengan mudah bisa ditawarkan, untuk ditayangkan di televisi. Namun, itu bukan dokumenter. Itu adalah klip berita (news clip).

Anda juga bisa mewawancarai sejumlah orang, yang bicara tentang masalah sosial tertentu. Misalnya, tentang perlakuan terhadap pengidap HIV/AIDS, tentang pencemaran lingkungan, atau tentang pengentasan kemiskinan. Namun, sejumlah wawancara panjang terhadap sejumlah aktivis, yang sangat bersemangat mendukung perubahan sosial, tidak lantas menjadikannya sebuah dokumenter. Yang terwujud mungkin hanyalah sebuah kotbah video yang panjang dan membosankan, yang mungkin hanya menarik bagi mereka yang sejak awal sudah satu kubu dengan narasumber yang diwawancarai.

Dokumenter adalah perlakuan kreatif terhadap aktualitas, bukan sekadar transkripsi mentah-mentah terhadap aktualitas. Transkripsi atau rekaman yang ketat memang punya nilai tersendiri, seperti untuk dokumentasi peristiwa atau situasi tertentu. Misalnya, dokumentasi peluncuran roket LAPAN, pertunjukan teater Koma, atau pertandingan sepakbola Persib lawan PSMS. Bagaimanapun, kita cenderung menganggap rekaman itu hanya sebagai footage, ketimbang dokumenter.

Sebuah dokumenter mengumpulkan bukti-bukti (footage), namun kemudian menggunakannya untuk membangun perspektif atau argumennya sendiri tentang dunia, tentang tanggapan retoris atau puitisnya sendiri terhadap dunia. Jadi, dalam sebuah dokumenter, diharapkan terdapat transformasi bukti-bukti menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar fakta kering.

UNSUR-UNSUR YANG DIBUTUHKAN DALAM DOKUMENTER

Untuk menghasilkan karya dokumenter yang baik, dibutuhkan sejumlah unsur.Pertama, kita harus memiliki gambar (footage) yang baik. Yakni, sebuah bukti visual yang mengajukan pernyataan tentang film dokumenter tersebut dalam bahasa visual.

Gambar tentang Tsunami yang melanda kota Banda Aceh itu memang bagus, namun belum cukup. Sebuah dokumenter mungkin saja memprofilkan warga Aceh, yang memilih bertahan hidup di pinggir pantai, meski tahu bahwa sewaktu-waktu Tsunami bisa saja melanda daerahnya lagi.

Kedua, kita harus memiliki ide atau konsep, yang mengekspresikan sudut pandang karya dokumenter tersebut.

Wawancara mungkin bisa membantu merumuskan suatu sudut pandang. Namun, wawancara itu biasanya merupakan cara yang terlalu berat dan merepotkan dalam sebuah dokumenter, untuk menyampaikan suatu gagasan. Wawancara semata-mata tidak lantas menjadikannya sebuah dokumenter. Hal ini karena wawancara tidak menunjukkan topik, tetapi wawancara hanya menunjukkan orang yang sedang bicara tentang suatu topik.

Ketiga, kita harus memiliki sebuah struktur. Yaitu, progresi gambar dan suara secara teratur, yang akan menarik minat audiens, dan menghadirkan sudut pandang dari karya dokumenter tersebut, sebagai sebuah argumen visual.

Misalnya, film dokumenter The War Room, karya Chris Hegedus dan D.A. Pennebaker, tentang kampanye Bill Clinton tahun 1992, sebelum menjadi Presiden AS. Film ini dibuka dengan serangkaian gambar di daerah pemilihan New Hampshire, yang menunjukkan problem-problem yang dihadapi Clinton selaku kandidat presiden. Tidak ada wawancara dalam film itu. Yang terlihat adalah interaksi-interaksi, yang menunjukkan apa yang terjadi pada kampanye Clinton saat itu. Ketika menonton film itu, secara bertahap audiens melihat kampanye Clinton akhirnya berhasil mengatasi berbagai hambatan, dalam proses menuju kemenangan.

Membuat film dokumenter, atau feature, diawali dengan ide atau gagasan, dan berakhir dengan paket yang siap ditayangkan untuk audiens. Kita sepatutnya memandang, pembuatan sebuah dokumenter pada dasarnya lebih merupakan problem komunikasi, yakni bagaimana menyampaikan suatu pesan kepada audiens. Bukan sebuah problem teknis (peralatan).

KEMASAN DOKUMENTER

Kemasan dokumenter bisa sangat beragam. Mulai dari dokumenter yang di-syut pada situasi apa adanya, sampai dokumenter yang menggunakan gambar reka ulang (reenactment atau recreation), dengan naskah (script) lengkap, dengan persiapan dan perhatian terhadap hal-hal yang detail.

Sejarah dan biografi

Dokumenter selalu melihat ke peristiwa-peristiwa bersejarah dan biografi tokoh-tokoh penting dan menarik. Saat ini, televisi dan pasar di lingkungan pendidikan, menjadikan sejarah dan biografi sebagai bidang garapan utama bagi pembuat dokumenter.

Contohnya adalah:

Maestro, program di Metro TV, yang memprofilkan tokoh-tokoh yang unik, hebat, dan berprestasi di bidang masing-masing. Tokoh semacam Idris Sardi (musisi dan pemain biola), Rudy Hartono (pemain bulu tangkis), Rosihan Anwar (wartawan senior), Teguh Karya (sutradara kawakan), Bing Slamet (penyanyi, pengarang lagu, dan komedian), layak dijadikan profil. Perjalanan Islam di Indonesia, program di Trans TV, yang menggambarkan sejarah masuknya Islam ke Indonesia, dengan berbagai peninggalan budaya dan sejarahnya yang unik di berbagai daerah.

Sejarah dan biografi adalah laporan sesudah terjadi (after-the-fact) tentang kejadian masa lalu. Problem utama bagi pembuat dokumenter adalah bagaimana menemukan cara, agar karya dokumenter semacam itu secara visual tetap menarik.

Bagi tokoh atau peristiwa di abad ke-20, mungkin masih banyak stok gambar dan foto yang bisa digunakan untuk membuat dokumenter tersebut. Namun, untuk sebuah dokumenter sepanjang setengah jam atau satu jam, butuh usaha keras agar bisa menampilkan tokoh atau peristiwa yang terjadi ratusan tahun lalu. Seperti cerita tentang kejayaan kerajaan-kerajaan Islam di Pulau Jawa, atau tentang perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda.

Pembuat dokumenter sering mengisi kekosongan atau kurangnya gambar itu dengan wawancara pakar, pergi ke lokasi peristiwa, atau bekas rumah tinggal tokoh sejarah bersangkutan. Tak jarang, pembuat dokumenter juga meminjam gambar (footage) dari film fiksi untuk menggambarkan periode, pribadi, atau peristiwa masa lalu. Dalam pembuatan dokumenter Perjalanan Islam di Indonesia, misalnya, produser Trans TV terpaksa meminjam footage dari film Walisongo.

Pendekatan lain adalah reka ulang atau reka adegan (reenactment), penciptaan ulang (re-creating) zaman bersejarah atau orang dan peristiwa dari biografi tersebut. Reka ulang dalam dokumenter harus mengikuti aturan yang sama seperti penciptaan ulang dalam teks sejarah atau teks biografis. Apa yang ditampilkan harus akurat dan benar, sebagaimana yang dipahami pembuat dokumenter.

DOKUDRAMA (docudrama)

Sebenarnya, mendasarkan sebuah presentasi dramatis pada orang atau peristiwa nyata atau bersejarah, bukanlah sesuatu yang baru. Ini bisa dilihat pada film-film bioskop seperti Cromwell (film tentang tokoh Inggris), The Longest Day (film tentang Perang Dunia II), dan JFK (film tentang pembunuhan Presiden John F. Kennedy).

Namun, film-film itu adalah fiksi, bukan dokumenter. Film-film itu mungkin berkaitan dengan peristiwa-peristiwa nyata, namun ia tidak dikungkung atau dibatasi oleh kebenaran historis dari peristiwa-peristiwa tersebut. Film-film ini adalah karya fiksi yang diturunkan dari kehidupan atau manusia nyata, dan sejarah peristiwa-peristiwa nyata. Singkatnya, dokudrama tidak sama dengan dokumenter.

DOKUMENTER PERILAKU (documentaries of behavior)

Ini adalah dokumenter yang menjadikan perilaku manusia sebagai obyeknya. Dengan adanya kamera dan peralatan perekam yang ringan, yang bisa dengan mudah dibawa ke mana saja, dimungkinkan bagi pembuat dokumenter untuk mengikuti orang dan mengamati perilaku mereka dalam film atau videotape.

Pada hari-hari awal sinema langsung (direct cinema), banyak film dibuat tentang orang biasa, yang menjalani kehidupan biasanya. Dokumenter perilaku sampai saat ini masih banyak dibuat orang.

DOKUMENTER EMOSI documentaries of emotion)

Sementara dokumenter perilaku mendorong kita ke suatu arah baru, beberapa praktisi dokumenter mulai mengeksplorasi bentuk lain dari perilaku, yang kita sebut saja dokumenter emosi. Salah satu contoh adalah karya Allie Light, dalam film Dialogues with Madwomen, yang mengeksplorasi dimensi-dimensi emosional dari penderita sakit mental.

REALITY VIDEO Peran Baru bagi Sinema Langsung

Reality video merupakan genre baru dokumenter. Awalnya, ini dimulai dengan program komedi di televisi, yang mengandalkan pada kiriman cuplikan-cuplikan video yang konyol dan lucu dari para penonton. Kemudian, tayangan ini menghasilkan tumbuhnya minat baru pada dokumenter aktualitas (actuality documentary).

Program televisi seperti Cops; LAPD; dan Real Stories of the Highway Patrol, membawa sinema langsung ke layar televisi di rumah kita. Kemunculan program semacam ini dipicu oleh kompetisi ketat antar berbagai pembuat dokumenter, yang menuntut mereka untuk menekan anggaran produksi. Para pembuat dokumenter ini biasanya adalah produser televisi siaran yang bersindikasi dan jaringan (network).

Contoh program sukses dari jenis ini di Indonesia adalah Jika Aku Menjadi dan Termehek-mehek di Trans TV. Dua program inhouse ini sempat meraih rating tertinggi di Trans TV dan menjadi program unggulan di prime time pada Oktober 2008.

Riset/Latar Belakang Informasi Paket features televisi, merupakan paket cerita yang lebih memberikan uraian/ penjelasan, dengan alur cerita mendasarkan pada human example/ profil, di mana digambarkan aspek-aspek human interest nya.

Alur cerita features harus digambarkan dengan sequence gambar yang lengkap, berurutan dan bercerita atau mengandung makna. Riset mempersiapkan paket features lebih mendalam dibandingkan paket hardnews. (aspek lokasi, narasumber, cara mencapai lokasi, property, set up untuk membuat wawancara)

Wish List & Treatment Wish List :

Adalah guide/ pedoman yang disiapkan seorang reporter untuk meliput. Wish list terdiri dari uraian :

- latar belakang masalah yang ingin diangkat

- topik & angle yg akan diangkat

- narasumber

- pointers/ pertanyaan

- statement/ sound bite yg diperlukan

- rencana visual

- human example/ profil

- vox pop (bila diperlukan)

- Dokumentasi

- Grafik Treatment :

guide/ pedoman reporter untuk meliput & memproduksi paket features/dokumenter, terdiri dari :

- resume

- shooting script

- scene

- story board (sequential shot by shot)

- narasumber

- pointers/ pertanyaan

- sound bite/ sync

- cutaway/insert

- video clip/ dokumen

- grafik

Pointers Wawancara Features Gunakan bahasa yang lazim/ terjemahkan istilah asing

Tanyakan pertanyaan yg relevan ditanyakan kepada narasumber (sesuai dengan keahliannya)

Tanyakan pertanyaan yg kita tau jawabannya

Tanyakan pertanyaan lanjutan untuk mengklarifikasi,

Chek kembali bila menggunakan data statistik serta tanggal-tanggal

Pointers Wawancara Features Tanyakan contoh-contoh sebagai penjelasan. Siapkan property/ alat peraga untuk memberi visualisasi apa yg diuraikan narasumber (ambil gambar sambil memperagakan sesuatu)

Buat pertanyaan yg logis dari segi penggalan waktu, pastikan memperoleh keterangan waktu yg jelas

Jangan melakukan latihan wawancara sebelum wawancara resmi dimulai

Dengan pertimbangan etika, pastikan ada kesepahaman dengan narasumber mengenai pertanyaan yg tidak boleh muncul.

Check List Wawancara FeaturesPersiapan

Pastikan secara spesifik informasi yg diperlukan

Riset tentang subyek & pengambilan gambar

Siapkan pointers seputar subyek

Mengetahui latar belakang informasi yg relevan tentang narasumber & mengetahui keahlian narasumber

Siapkan waktu & tempat wawancara yg netral & nyaman,

Sesuaikan wawancara dengan wish list/ treatment yg dibuat, lengkapi kebutuhan gambarnya, bicarakan dgn cameraman

Wawancara Features Tidak bersifat aktual (timeless)

Pertanyaan uraian dan deskripsi dilengkapi sequence gambar yg lengkap & bercerita

Menggali fakta-fakta penting dan hal-hal lain yang berhubungan

Human interest

Check List Wawancara FeaturesKetika bertemu Narasumber & Melakukan Wawancara

Pastikan posisi duduk sudah sesuai

Pastikan posisi kamera sudah sesuai

Perhatikan aspek lighting, artistik, dimensi

Brief narasumber dengan percakapan ringan

Lakukan pendekatan kepada narsumber agar nyaman, dan tetap bersikap apa adanya/ natural

Buat catatan kecil hal-hal yg penting ketika wawancara

Usai Wawancara

Tanyakan informasi pelengkap yg ingin ditambahkan

Cek kembali ejaan, tanggal, angka statistik, kutipan-kutipan

Katakan masih akan menghubungi apabila masih kurang

Beri tahu narasumber kapan akan di tayangkan

Catat informasi yg berhubungan

Persiapan Teknis Wawancara Features TV Siapkan equipments selengkap mungkin. Untuk features/ dokumenter lebih lengkap dari berita hard news (camera, tripod, mikrofon/ clip on, batere, lighting set, Jimmy Jieb, genset, boom mike, tool kit, dst)

Tiba ke lapangan lebih awal, agar memiliki waktu untuk menyiapkan segala sesuatu & lebih tenang/ rileks

Bertindaklah profesional dan percaya diri

Bicarakan hal-hal yg ringan untuk mencairkan suasana dan mencatat latar belakang informasi

Jagalah bahasa tubuh, yang hangat, tidak menakutkan/ bersahabat,

Buatlah narasumber merasa nyaman

Camera Angle Untuk Features TV :Tipe Shot & framming

Medium Shot

Medium close up

Profile (tidak frontal)

Over shoulder

Arah pandangan narasumber melihat ke luar layar

Arah pandangan pewawancara berlawanan/ seolah berhadapan

Lebih bebas melakukan pan kiri-kanan & tilt up, tilt down apabila menjelaskan sesuatu (tidak pada hard news)

Cutaway/Insert Jika hanya menggunakan satu kamera, maka harus disiapkan gambar insert (wajah pewawancara) Untuk menjembatani antara pewawancara & narasumber dalam proses editing. Ini disebut cutaway, gunanya apabila ada isi wawancara harus diedit menjadi tidak jump cut

Siapkan juga insert yang menjelaskan aktivitas narasumber yg lebih rinci ketika wawancara (close up apa yg dilakukan ketika memberi penjelasan)

DAFTAR PUSTAKA:

Barry Hampe (1997), Making Documentary Films and Reality Videos. New York: An Owl Book, Henry Holt and Company.

Bruzzi, Stella (2000), New Documentary: A Critical Introduction. London & New York: Routledge.

Nichols, Bill (2001). Introduction to Documentary. Bloomington & Indianapolis: Indiana University Press.

PAGE PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB Sainuddin, S.SosTEKNIK WAWANCARA 34