Modul 6 (Selesai)
description
Transcript of Modul 6 (Selesai)
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI – TOKSIKOLOGI
PENGUJIAN AKTIVITAS
ANALGETIKA-ANTIINFLAMASI
Disusun oleh :
Nama Kelompok : Zulia Erni Rahmawati (10060313141)
Miss Hannan Mamu (10060313142)
Miss Suraila Sato (10060313143)
Dewi Sri Lestari N. (10060313144)
Zidni Hadyarrahman (10060313145)
Shift / Kelompok : D / 4
Tgl. Praktikum : Selasa, 20 Oktober 2015
Tgl. Laporan : Selasa, 27 Oktober 2015
Asisten Praktikum : Yuda Riansyah s.farm
LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2015
I. Pendahuluan
Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak
menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda
pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang
tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang
dialaminya (yulrina,risa,ika ,2014).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat
mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala)
atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan
ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk
suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala
yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat
bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi
jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan
mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut
mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi 3
radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf
bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat
diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan
di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan
amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan
otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotrien dan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di
ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor ini
juga terdapat di seluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari
tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-
tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum-belakang, sumsum-
lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke
pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Mediator nyeri penting adalah amin histamine yang
bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokonstriksi,
pengembangan mukosa, pruritus) dan nyeri. Bradikinin adalah polipeptida
(rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma. Prostaglandin
mirip strukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dariasam
arachidonat. Menurut perkiraan zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung-
saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator
lainnya. Zat-zat ini berkhasiat vasodilatasi kuat dan meningkatkan
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan radang dan udema. Berhubung
kerjanya serta inaktivasinya pesat dan bersifat local, maka juga dinamakan
hormon lokal. Mungkin sekali zat-zat ini juga bekerja sebagai mediator
demam (Tjay , 2010).
Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari
berbagaifaktor dan dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Rangsangan Mekanik : Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh
mekanikseperti tekanan, tusukan jarum,irisan pisau danlain-lain.
2. Rangsangan Termal : Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu
Rata-rata manusia akan merasakannyeri jikamenerima panas diatas 45
C, dimana mulai padasuhu tersebut jaringan akan mengalami
kerusakan.
3. Rangsangan Kimia : Jaringan yang mengalami kerusakan akanmembeb
askan zat yang di sebut mediator yangdapat berikatan dengan reseptor
nyeri
antaralain: bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolindanprostaglandin.
Bradikinin merupaka zat yang paling berperan dalam menimbulkan
nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperandalam
menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, Zat dan ionK+ (ion
K positif ).
Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang
yangditemukan hampir pada setiap jaringantubuh. Impuls nyeri dihantarkan
keSistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem
pertamaterdiridari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm,
dengankecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem keduaterdiri dari serabut C
tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-
2m/detik.Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat"
danmenghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajamdan terlokalisasi,
sedangkanserabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan
persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.Pusat nyeri
terletak di talamus,kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus
spinotalamus lateraldanimpuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke
nukleus posteromidaventral dan posterolateral dari talamus.Dari sini impuls
diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.
Analgetik
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkanrasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada
umumnyadiartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan
sakit kepala,nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca
bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-
lain sampai pada nyeri hebat yangsulit dikendalikan. Hampir semua
analgetik ternyata memiliki efek antipiretikdan efek anti inflamasi.
(anonim,2010)
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok
besar, yakni :
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk
kelompok ini.
Contoh :
MorfinHCl
Kodein
Fentanil HCl
Petidin dan
Tramadol
b. analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).
Contoh :
Aspirin
Asam mefanamat
Parasetamol
Mekanisme Kerja Obat Analgesik
a.Analgesik Nonopioid/Perifer(Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri,
salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini
adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi
enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi
pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID
dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini
adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal
serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh
penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi :
1) Golongan salisilat Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal
atau aspirin. Obat ini diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri otot, demam
dan lain-lain. Saat ini asetosal makin banyak dipakai karena sifat anti
plateletnya. Asetosal adalah analgetik antipiretik dan anti inflamasi yang
sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Masalah efek
samping yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi lambung
dan saluran cerna dapat dikurangi dengan meminum obat setelah makan
atau membuat menjadi sediaan salut enterik (enteric-coated). Karena
salisilat bersifat hepatotoksik maka tidak dianjurkandiberikan pada
penderita penyakit hati yang kronis.(annonim,2010).
2) Golongan para aminofenolTerdiri dari fenasetin dan asetaminofen
(parasetamol). Tahun-tahunterakhir penggunaan asetaminofen yang di
Indonesia lebih terkenaldengan nama parasetamol meningkat dengan
pesat.Efek analgesik golongan ini serupa dengan salisilat
yaitumenghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, dan
dapatmenurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan
mekanismeefek sentral. Fenasetin karena toksisitasnya terhadap hati dan
ginjal saatini sudah dilarang penggunaannya.Efek samping parasetamol
dan kombinasinya pada penggunaandosis besar atau jangka lama dapat
menyebabkan kerusakanhati.(anonim,2010).
3) Golongan pirazolon (dipiron)Fenilbutazon dan turunnya saat ini yang
digunakan adalah dipironsebagai analgetik antipiretik, karena efek
inflamasinya lemah. Efeksamping semua derivat pirazolon dapat
menyebabkan agranulositosis,anemia aplastik dan
trombositopenia.Dibeberapa negara penggunaannya sangat dibatasi
bahkan dilarangkarena efek samping tersebut, tetapi di Indonesia frekuensi
pemakaiandipiron cukup tinggi meskipun sudah ada laporan mengenai
terjadinyaagranulositosis, anemia aplastik dan trombositopeniaDibeberapa
negara penggunaanya sangat dibatasi bahkan dilarangkarena efek samping
tersebut, tetapi di Indonesia frekuensi pemakaiandipiron cukup tinggi
meskipun sudah ada laporan mengenai terjadinyaagranulositosis.
Fenilbutazon digunakan untuk mengobati arthritisrheumatoid
(anonim :2010).
4) Golongan antranilat (asam mefenamat)Digunakan sebagai analgesik
karena sebagai anti inflamasi kurangefektif dibanding dengan aspirin. Efek
samping seperti gejala iritasimukosa lambung dan gangguan saluran cerna
seringtimbul.(anonim,2010)
b.Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat
enzimsikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan
dengankerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik
OAINSdiduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan
dalam waktusatu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek
antiinflamasi OAINStelah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian,
sedangkan efekmaksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu.Setelah
pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam dicapai dalam
waktu 3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya
tidak dipengaruhi olehadanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (<
0.2 L/kg) danmempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya
(>95%).Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar
2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara
individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu
paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).Harus hati-hati menggunakan
analgesik ini karena mempunyai risiko besar terhadap ketergantungan obat
(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan
untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang,
nyeri infark jantung,kolik batu empedu/batu ginjal).Tanpa indikasi kuat, tidak
dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri
hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena
dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan
sebagai pramedikasi dalam pembedahan karena dapat memperkuat
anestesiumum sehingga mengurangi timbulnya kesadaran selama anestesi
(anonim,2010).
Penggolongan analgesik-narkotik adalah sebagai berikut :
- Alkaloid alam : morfin, codein
- Derivat semi sintetis : heroin
- Derivat sintetik : metadon,fentanil
- Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin.(anonim,2010)
Teknik uji analgetik
Persyaratan untuk setiap metode berbeda-beda, sesuai dengan hewan
percobaan yang digunakan. Beberapa metode uji daya analgetik antara lain :
a. Metode induksi secara kimia (metode siegmund)
Pada metode ini obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau
menghilangkan rasa nyeri yang di induksi secara kimia pada hewan percobaan
mencit. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan
geliat, frekuensi ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang
dirasakannya (anonim, 1990).
b. Metode induksi nyeri cara panas (metode hot plate)
Hewan percobaan ditempatkan di atas lempeng panas dengan suhu tetap
sebagai stimulus nyeri, akan memberikan respon dalam bentuk mengangkat
atau menjilat telapak kaki dengan atau meloncat. Selang waktu antara
pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon disebut waktu reaksi, dapat
diperpanjang dengan oba-obat analgetik. Perpanjangan waktu raksi ini
selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi aktivitas
analgetik.
Inflamasi
Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka
jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak,atau
zat- zat mikrobiologik.Inflamasi juga adalah usaha tubuh untuk
menginaktivasi atau merusak organismeyang menyerang, menghilangkan
zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Namun, kadang-
kadang inflamasi tidak bias dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya
seperti tepung sari, atau oleh suatu respons imun, seperti asma atau artritis
rematoid. Pada kasus seperti ini, reaksi pertahanan mereka sendiri
mungkin menyebabkan luka jaringan progresif,dan obat-obat antiinflamas
mungkin diperlukan untuk memodulasi proses peradangan.
(Tjay dan Kirana, 2002)
Obat antiinflamasi
Obat-obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara yaitu menghambat pembenrukan mediator radang
prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang,
menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam
golongan:
a. Antiinflamasi steroid
Bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel
sumbernya, termasuk golongan obat ini antara lain: hidrokartison,
prednison, prednisolon, metil prednisolon, triamsolon, deksametason,dan
betametason. (Bowman,1980)
b. Antiinflamasi non steroid
Bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Termasuk golongan obat ini
adalah: aspirin,ibuprofen, naproksen, fenoprofen, indometasin, sulindak,
tolmetin, fenilbutazon, piroksikam, asam mefenamat,diflunisal. Indikasi
obat ini adalah penyakit-penyakit yang disertai radang terutama penyakit
rematik yang disertai peradangan. Efek samping yang sering terjadi adalah
induksi tukak lambung atau tukak paptik yang kadang-kadang disertai
anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) merupakan obat yang dapat
mengurangi inflamasi dan meredakan nyeri melalui penekanan
pembentukan prostaglandin (PG) dengan cara menghambat enzim
cyclooxygenase (COX). OAINS merupakan salah satu obat yang paling
banyak diresepkan. Berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika
Serikat, dilaporkan bahwa OAINS digunakan oleh 17 juta orang setiap
hari. Di laporan tersebut juga dinyatakan bahwa telah terdapat 100 juta
resep OAINS yang ditulis dengan omset penjualan sebesar USD 2 miliar
setiap tahun. (Santoso, 2008)
Gejala inflamasi yaitu terjadinya panas (kolor), kemerahan( rubor),
bengkak (tumor), nyeri (dolor), gangguan fungsi (fungsio laesa). (Tjay
dan Kirana, 2002) Gejala-gejala ini merupakan akibat dari meningkatnya
permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke daerah jaringan yang
mengalami inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin dan
prostaglandin. (Tjay dan Kirana, 2002)
Infeksi atau radang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Trauma mekanis (khususnya benturan)
b. Radiasi (sinar UV)
c. Kerusakan kimia langsung (bahan kimia kaustik dan korosif)
d. Kerusakan kimia tidak langsung (bahan pengawet dan bahan pewarna
makanan)
e. Organism pengganggu(virus,bakteri dan parasit
(Bowman, 1980)
Mekanisme terjadinya inflamasi
Terjadinya inflamasi dimulai dengan adanya stimulus yang
merusak jaringan mengakibatkan sel mast pecah dan terlepasnya mediator-
mediator inflamasi. Terjadi vasodilatasi dari seluruh pembuluh darah pada
darah inflamasi sehingga aliran darah meningkat. Terjadinya perubahan
volume arah dalam kapiler dan venula, yaitu menyebabkan sel-sel endotel
pembuluh darah meregang dan terjadi kenaikan permeabilitas pembuluh
darah, protein keluar dari pembuluh,timbullah edema. Infiltrasi leukosit ke
tempat inflamasi, pada tingkat awal infiltrasi oleh neutrofil, selanjutnya
infiltrasi oleh sel monosit. Kedua jenis leukosit ini berasal dari pembuluh
darah, melengket pada dindingendotelium venula kemudian menuju daerah
inflamasi dan memfagositisit penyebab inflamasi. Secara kronologik jenis
inflamasi ini termasuk tipe inflamasi akut.
( Katzung,2002)
Kargenan
Karagenan merupakan suatu ekstrak kering ganggang laut merah
(Rhodopyceae) yang diperoleh dari spesies Chondrus crispus. Ekstrak
berwarna kuning kecoklatan sampai putih, sedikit berbau dan memberi
rasa berlendir pada lidah, larut sempurna dalam air panas yang bersifat
kental. Komposisi dari karagenan mengandung senyawa derivat
mukopolisakarida yaitu poligalaktosa sulfat.
Karagenan sebagai zat penginduksi inflamasi karena karagenan
merupakan zat yang paling banyak digunakan untuk menguji aktivitas anti
inflamasi dari suatu obat. Selain itu karagenan juga tidak menyebabkan
kerusakan jaringan pada kaki mencit.
Ada 3 fase pembentukan udem yang didinduksi oleh karagenan. :
- Fase pertama adalah pelepasan histamine dan serotonin yang berlngsung
hingga 90 menit.
- Fase kedua adalah pelepasan bradikinin yang terjadi pada 1,5 hingga 2,5
jam setelah induksi
- Fase ketiga adalah terjadi pelepasan prostaglandin pada 3 jam setelah
induksi,kemudian udem berkembang cepat dan bertahan pada volume
maksimal sekitar 5 jam setelah induksi.(Zubaidi,1975)
Metode carrageenin sebagai penginduksi udema pada tapak kaki
Mencit jantan galur ICR (18-25 gr) dipuasakan 24 jam sebelum
masa percobaan dengan tetap diberi minum. 50 µl suspensi 1% karagenan
dilarutkan dalam larutan salin dinjeksikan pada tapak kaki kanan
mencit.Sampel dan indometasin dilarukan dalam tween 80 plus 0.9% (w/v)
larutan salin. Konsentrasi final dari tween 80 tidak boleh lebih dari 5% dan
tidak menyebabkan inflamasi yng berarti. 2 jam sebelum dinduksi,
diberikan sampel dengan 2 tingkatan dosis secara oral. Indometasin (10
mg/kg ip) diinjeksikan 90 menit sebelum induksi. Udema pada tapak kaki
segera dihitung setlah injeksi karagenan (interval waktu 1,2,3,4,5,6 jam)
dengan menggunakan pletismometer. Derajat udema dievaluasi dengan
rasio a/b
a= volume tapak kaki kanan setelh induksi karagenan
b= volume tapak kaki kanan sebelum induksi karagenan
metode induksi karagenan
induksi udem dilakukan pada kaki hewan uji,dalam hal ini tikus
disuntikkan suspensi karagenan secara subplantar.abat uji diberikan secara
oral.volume udem kaki diukur dengan menggunakan alat
plestismometer.aktivitas inflamasi obat uji ditunjukkan oleh kemampuan
obat uji mengurangi udem yang diinduksi pada telapak kaki hewan uji.
(Zubaidi,1975)
II. Tujuan
- Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgetika-antiinflmasi suatu obat
- Memahami dasar-dasar perbedaan efektivitas analgetika-antiinflamasi
suatu obat
III. Bahan dan Alat
Bahan :
- Asam asetat 1% (dilarutkan dalam Nacl fisiologis)
- Air panas
- Larutan Kargenan
- Parasetamol
- Asam mefenamat
- Piroksikam
- Aspirin
- Dexametason
- Tramadol
Alat :
- Alat suntik 1 mL
- Timbangan mencit
- Stopwatch
- Sonde oral
- Alat siegmund
- Pletysmometer
- Spidol
Hewan :
- Mencit, tikus putih sekelamin yang telah dipuasakan 18 jam tetapi tetap
diberi minum
-
IV. Prosedur Percobaan
A. Uji Aktivitas Analgetika dengan Metode Siegmund (Induksi Kimia)
Disiapkan 6 ekor mencit, setiap mencit diberikan sediaan yang berbeda
- Mencit 1 : kontrol (diberi suspensi CMC Na)
- Mencit 2 : diberi aspirin
- Mencit 3 : diberi parasetamol
- Mencit 4 : diberi asam mefenamat
- Mencit 5 : diberi piroksikam
- Mencit 6 : diberi tramadol
Semua hewan diberikan sediaan uji dengan rute oral, dengan kekuatan dosis
0,65 mL /20 gr BB mencit.
Setelah 30 menit, mencit diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat
1% yang diberikan secara intra peritoneal sebanyak 0,5 mL/20 gr BB mencit.
Kemudian mencit ditempatkan dalam bejana pengamatan, untuk diamati
gerak geliatnya.
Jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 60 menit. Nyeri ditunjukkan
dalam bentu minimum 1-2 geliatan, yaitu kedua pasang kaki kedepan dan
kebelakang serta perut menekan lantai yang muncul dalam waktu maksimum
10 menit setelah penyuntikan.
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.
Daya proteksi setiap sediaan uji terhadap rasa nyeri dihitung dengan
persamaan berikut :
% P=100−⌊ JGuJGk
⌋×100 %
Keterangan :
% P = Daya proteksi dinyatakan dalam persen proteksi
Jgu = Jumlah geliat kelompok uji
JGk = Jumlah geliat kelompok kontrol
Selanjutnya dihitung evektivitas analgetik, masing-masing untuk parasetamol,
asam mefenamat dan piroksikam, dibandingkan terhadap aspirin dengan
persamaan berikut :
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
Keterangan :
% E = Efektivitass analgetik dinyatakan dalam persen efektivitass
analgetik
Pu = Proteksi zat uji
PAAS = Proteksi aspirin
B. Uji aktivitas analgetika dengan metode jentik ekur (Induksi panas)
6 ekur mencit disiapkan, Diberikan sediaan berbeda bagi setiap mencit
Diberi sediaan rute oral bagi setiap hewan
Setelah 30 menit, Ekor mencit dimasukkan ke dalam penangas air pada
suhu 50 ˚c
Respon nyeri timbul berupa sentakan ekor keluar dari penangas air, Diukur
waktu yang diperlukan samapai ekor tersentak ke luar
Dilakukan setiap 10 menit selama 120 menit(bila selama 15 detik
pengujian tidak menunjukkan reaksi nyeri maka waktu pengamatan
dianggap 15 detik)
Parameter waktu yang teramati antarperlakuan dibandingkan untuk
membanding efek obat uji
C. Uji Aktivitas Antiinflamasi
Diberi tandai kaki mencit atau tikus yang akan diberi perlakuan secara
melingkar dengan spidol sebatas mata kaki
Ukur volume kaki normal dengan cara mencelupkan kaki hewan kedalam
air raksa pada pletysmometer sampai batas yang telah ditandai
Catat angka yang dicapai oleh air raksa pada skala (Vo)
2 ekor hewan yang digunakan dan masing-masing mendapat sediaan yang
berbeda:
Hewan 1 : diberi piroksikam
Hewan 2 : diberi deksametason
Setiap hewan diberi sediaan uji secara oral
Setelah 30 menit, hewan diinduksi inflamasi dengan menyuntikkan 0,05
mL (untuk mencit) atau 0,1 mL (untuk tikus) larutan karagenan 1 % secara
intraplantar (pada salah satu telapak kaki)
Diukurkan volume kaki kembali dengan mengunakan alat pletysmometer
sesaat setelah induksi
Catat volume kaki pada setiap waktu pengamatan
Diulang setiap 30 menit selama 2 jam (Vt)
Bandingkan nilai Vu pada setiap waktu pengamatan untuk membandingkan
efek antiinflamasi kedua sediaan uji
V. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data
Data pengamatan :
A. Uji aktivitas analgetika dengan metode siegmud (induksi kimia)
Konsentrasi obat : 0,65 mL/ 20 g bb
No hewan Bahan uji Bobot badan
(gram)
Volume pemberian
(mL)
1 Mencit 1 Kontrol (CMC-Na) 21 0,6825
2 Mencit 2 Aspirin 26 0,845
3 Mencit 3 Parasetamol 21 0,6825
4 Mencit 4 Asam mefenamat 22 0,4225
5 Mencit 5 Piroksikam 25 0,8125
6 Mencit 6 Tramadol 24 0,744
Perhitungan :
Mencit 1 (kontrol CMC-Na)
Volume pemberian = 21 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,6825 mL
Mencit 2 (aspirin)
Volume pemberian = 26 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,845 mL
Mencit 3 (parasetamol)
Volume pemberian = 21 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,6825 mL
Mencit 4 (asam mefenamat)
Volume pemberian = 22 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,4225mL
Mencit 5 (piroksikam)
Volume pemberian = 25 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,8125 mL
Mencit 6 (tramadol)
Volume pemberian = 24 gram20 gram
×0,65 mL = 0,744 mL
No Bahan Uji Waktu (menit)
5 10 15 20
1 Kontrol CMC-Na 2 9 24 20
2 Aspirin 3 4 3 6
3 Parasetamol 19 11 6 6
4 Asam mefenamat 0 0 0 0
5 Piroksikam 14 24 6 6
6 Tramadol 9 7 5 2
No Bahan Uji Waktu (menit)
25 30 35 40
1 Kontrol CMC-Na 34 25 19 18
2 Aspirin 8 11 7 4
3 Parasetamol 6 3 3 4
4 Asam mefenamat 0 0 0 4
5 Piroksikam 4 5 5 3
6 Tramadol 3 4 7 2
No Bahan Uji Waktu (menit)
45 50 55 60
1 Kontrol CMC-Na 15 9 8 8
2 Aspirin 1 7 6 7
3 Parasetamol 4 5 3 3
4 Asam mefenamat 2 2 2 2
5 Piroksikam 3 1 2 1
6 Tramadol 1 3 2 3
Perhitungan Rata-rata
Rata−rata= Jumla h geiat5
- Kontrol
Rata−rata=895
¿17,8
- Aspirin
Rata−rata=255
¿4,8
- Parasetamol
Rata−rata=485
¿9,6
- Asam Mefenamat
Rata−rata=05
¿0
- Piroksikam
Rata−rata=545
¿10,8
- Tramadol
Rata−rata=265
¿5,2
Perhitungan Daya Proteksi (%P)
% P=100−⌊ JGuJGk
⌋×100 %
Keterangan :
% P = Daya proteksi dinyatakan dalam persen proteksi
Jgu = Jumlah geliat kelompok uji
JGk = Jumlah geliat kelompok kontrol
- Aspirin
% P=100−⌊ 4,817,8
⌋×100 %
¿100−0,2697
¿99,703
- Parasetamol
% P=100−⌊ 9,617,8
⌋×100 %
¿100−0,5393
¿99,4607
- Asam Mefenamat
% P=100−⌊ 017,8
⌋×100 %
¿100−0
¿100
- Piroksikam
% P=100−⌊ 10,817,8
⌋×100 %
¿100−0,6067
¿99,3933
- Tramadol
% P=100−⌊ 5,217,8
⌋×100 %
¿100−0,2921
¿99,7079
Perhitungan Efek Analgetik (%E)
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
Keterangan :
% E = Efektivitass analgetik dinyatakan dalam persen
efektivitass analgetik
Pu= Proteksi zat uji
PAAS = Proteksi aspirin
- Parasetamol
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
= 99,460799,703
= 0,9976
- Asam Mefenamat
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
= 100
99,703
= 1,0094
- Piroksikam
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
= 99,393399,703
= 0,9969
- Tramadol
% E=(% Pu% Pa )× 100 %
= 99,707999,703
= 1
Grafik
B. Uji aktivitas analgetika dengan metode jentik ekor (induksi panas)
Konsentrasi obat : 0,65 mL/ 20 g bb
No hewan Bahan uji Bobot badan Volume pemberian
(gram)
(mL)
1 Mencit 1 Kontrol (CMC-Na) 25 0,8125
2 Mencit 2 Aspirin 24 0,744
3 Mencit 3 Parasetamol 26 0,845
4 Mencit 4 Asam mefenamat 30 0,975
5 Mencit 5 Piroksikam 27 0,8775
6 Mencit 6 Tramadol 26 0,845
Perhitungan :
Mencit 1 (kontrol CMC-Na)
Volume pemberian = 25 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,8125 mL
Mencit 2 (aspirin)
Volume pemberian = 24 gram20 gram
×0,65 mL = 0,744 mL
Mencit 3 (parasetamol)
Volume pemberian = 26 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,845 mL
Mencit 4 (asam mefenamat)
Volume pemberian = 30 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,975 mL
Mencit 5 (piroksikam)
Volume pemberian = 27 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,8775 mL
Mencit 6 (tramadol)
Volume pemberian = 26 gram20 gram
× 0,65 mL = 0,845 mL
5 10 15 20 2505
10152025303540Grafik Perbandingan Waktu Terhadap Jumlah Geliat
Mencit
KontrolAspirinParasetamolAsam MefenamatPiroksikamTramaol
jum
lah
gelia
t (ka
li)
No Bahan Uji Waktu (menit)
10 20 30 40
1 Kontrol CMC-Na 4 3,5 3 2
2 Aspirin 4 4 2 4
3 Parasetamol 15 15 15 15
4 Asam mefenamat 15 12 13 10
5 Piroksikam 15 14 15 14
6 Tramadol 15 15 15 15
No Bahan Uji Waktu (menit)
50 60 70 80
1 Kontrol CMC-Na 3 2 3 3
2 Aspirin 2 5 4 3
3 Parasetamol 15 15 15 15
4 Asam mefenamat 9 11 15 7
5 Piroksikam 15 10 6 10
6 Tramadol 15 15 15 15
No Bahan Uji Waktu (menit)
90 100 110 120
1 Kontrol CMC-Na 2 3 2 3
2 Aspirin 2,5 5 4 1,5
3 Parasetamol 12 15 10 4
4 Asam mefenamat 14 8 4 4
5 Piroksikam 8 7 4 4
6 Tramadol 15 15 15 15
Grafik
T0 T20
T30
T40
T50
T60
T70
T80
T90
T100
T110
T120
0
2
4
6
8
10
12
14
16
kontrolaspirin parasetamolasam mefenamatpiroksikamtramadol
C. Uji aktivitas antiinflamasi
Konsentrasi obat : 1 mL/ 200 g bb
No Hewan Bahan uji Bobot badan
(gram)
Volume pemberian
(mL)
1 Tikus 1 Kontrol CMC-Na 304 1,52
2 Tikus 2 Dexametason 205 1,02
Perhitungan :
Tikus 1 (kontrol CMC-Na)
Volume pemberian = 304 gram200 gram
×1 mL = 1,52 mL
Pemberian secara oral volume pemberian maksimal 1 mL
Tikus 2 (dexametason)
Volume pemberian = 205 gram200 gram
× 1mL = 1,02 mL
Pemberian secara oral volume pemberian maksimal 1 mL
No Bahan uji Waktu
0 30 60 90 120
1 Kontrol CMC-Na 0,06 mL 0,08 mL 0,08 mL 0,09 mL 0,07 mL
2 Dexametason 0,07 mL 0,08 mL 0,07 mL 0,07 mL 0,07 mL
Grafik
T0 T30 T60 T90 T1200
0.010.020.030.040.050.060.070.080.09
0.1
kontroldeksametason
VI. Pembahasan
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Rasa sakit atau nyeri
merupakan pertanda ada bagian tubuh yang bermasalah. Yang merupakan
suatu gejala, yang fungsinya adalah melindungi serta memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan-gangguan di dalam tubuh seperti peradanga
(rematik, encok), infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri timbul karena
adanya rangsangan mekanis atau kimiawi, yang dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator (erantara)
nyeri seperti bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin.
Analgetik adalah bahan atau obatyang digunakan untuk menekan
ataumengurangi rasa sakit atau nyeri tanpamenyebabkan hilangnya kesadaran.
Obat analgetik dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu obat golongan opioid dan
NSAID. Golongan Opioid bekerja pada sistem saraf pusat, digunakan untuk
mengurangi rasa sakit yang sedang sampai berat. Sedangkan golongan NSAID
bekerja di reseptor saraf perier dan sistem saraf pusat, menghilangkan rasa
nyeri ringan sampai sedang.
Pada percobaan dilakukan pengujian aktivitas analgetika terhadap mencit,
dengan menggunakan berbagai macam sediaan uji yaitu aspirin, parasetamol,
asam mefenamat, piroksikam dan tramadol. Tujuan dari percobaan ini adalah
untuk mengetahui dan membandingkan daya analgetika dari obat
menggunakan metode siegmund (induksi kimia). Metode induksi kimia
digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat
kimia yang digunakan untuk penetapan daya analgetika. Alasan hewan yang
digunakan adalah mencit kaena mudah diperoleh, relatif murah, dan sering
digunakan untuk uji analgesik senyawa.Sebagai kontrol untuk uji aktivitas
analgesik digunakan suspensi CMC Na.
Semua hewan diberikan sediaan uji dengan secara oral tujuannya agar obat
larut dalam mulut dan menghasilkan efek sistemik setelah terjad absorbsi pada
berbagai permukaan sepanjang saluran cerna. Setelah 30 menit mencit
diinduksi nyeri dengan menggunakan asam asetat 1%, yang diberikan secara
intraperitoneal yaitu dengan cara disuntuikkan dalam rongga peritonium agar
cepat diabsorpsi, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Pemberian
dilakukan secara intraperitoneal karena untuk mrncegah penguraian asam
asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran asam
asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute
lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak
tahan terhadap pengaruh asam.Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit,
ini bertujuan agar obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase
absorbsi untuk meredakan rasa nyeri.
Di gunakan asam asetat yang merupakan asam lemah yang pada dasarnya
bersifat mengiritasi dan dapat membuat luka yang dapat menimbulkan rasa
sakit/ nyeri, tetapi senyawa ini merusak jaringan lebih sedikit atau tidak
permanen bila dibandingkan dengan menggunakan asam atau basa kuat seperti
asam klorida, dan sebagainya.Tujuan pemberianasam asetat adalah untuk
menimbulkan rangsang nyeri melalui rangsang kimia. Pemberian bahan kimia
tertentu akan merusak jaringan sehinggan memicu keluarnya / terlepasnya
mediator- mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin dari jaringan yang
rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung – ujung saraf perifer
yang selanjutnya diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri yang oleh saraf
sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus yang kemudian berupa
rasa nyeri sebagai akibat dari rangsang otak tersebut.Asam asetat yang berupa
rangsangan kimiawi menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga enzim
fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipid dalam membran sel menjadi
asam arakidonat. Asam arakidonat selanjutnya mengalami perubahan melalui
beberapa jalur, yaitu: (1) siklooksigenase (COX), memperantarai
pembentukkan prostaglandin dan tromboxan, (2) lipoksigenase, memperantarai
pembentukkan leukotrin dan lipoksin.
Setelah diberikan asam asetat, selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap
gerak geliatnya ditandai dengan perut kejang dan kaki ditarik ke belakang.
Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit selama 60 menit. Prostaglandin
meyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi
sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia, kemudian
mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan kaki
belakang saat efek dari penginduksi ini bekerja.
Jumlah geliat mencit 1 yang diberi kontrol yaitu suspensi CMC-Na
semakin meningkat sampai T25. Namun, pada waktu T30 – T60 jumlah geliat
mulai tidak berarturan, sehingga data waktu yang digunakan untuk seluruh
hewan uji hanya sampai T25. Volume pemberian yang diberikan adalah 0,682
mL yang dihitung berdasarkan berat badan mencit. Jumlah geliat rata-rata yang
diperoleh sampai T25 adalah 17,8. Grafik yang dihasilkan pada kontrol adalah
meningkat.
Jumlah geliat mencit 2 yang diberi aspirin mengalami peningkatan dan
penurunan, sehingga dapat dikatakan tidak stabil. Rata-rata jumlah geliatnya
adalah 4,8, %P yang dihasilkan 99,703% sehingga grafik yang dihasilkan
menjadi turun naik. Asam asetil salisilat (Aspirin) adalah obat analgetik anti
piretik dan antiinflamasi yang digolongkan dalam obat bebas. Salisilat
bermanfaat untuk mengobati nyeri yang tidak spesifik misalnyasakit kepala,
nyeri sendi, nyeri haid, neuralgia,dan mialgia. Intoksikasi salisilatsering
digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak berartisehingga
banyak terjadi penyalahgunaan (missue).Pada pemberian oral, sebagian
salisilat diabsorbsi dengan daya absorbsi 70%dalam bentuk utuh dalam
lambung, tetapi sebagian besar absorbsi terjadi dalam usus halus bagian atas.
Sebagian AAS dihidrolisa, kemudian didistribusikan ke seluruh
tubuh.SediaanOAINS memiliki aktivitas penghambat radang dengan
mekanisme kerjamenghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat
melaluipenghambatan aktivitas enzim siklooksigenase. Berbeda dengan
OAINS lainnya, asam aseti salisilat merupakan inhibitor irreversibel
siklooksigenase (COX). Kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan karena
adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator substansi radang. Asam
arakhidonat mulanyamerupakan komponen normal yang disimpan pada sel
dalam bentuk fosfolipiddan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil
hidrosilase sebagai responadanya noksi . Asam arakidonat kemudian
mengalami metabolisme menjadi duaalur. Alur siklooksigenase yang
membebaskan prostaglandin, prostasiklin,tromboksan. Alur lipoksigenase yang
membebaskan leukotrien dan berbagaisubstansi seperti HPETE
(Hydroperoxieicosatetraenoic).Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur
siklooksigenase berperan dalamproses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-
reaksi peradangan. Selain itu,prostaglandin juga berperanan penting pada
proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai
organ. Pada selaput lendir saluranpencernaan, prostaglandin berefek protektif
dengan meningkatkan resistensiselaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis,
termis atau kimiawi. Karenaprostaglandin berperan dalam proses timbulnya
nyeri, demam, dan reaksiperadangan, maka AAS melalui penghambatan
aktivitas enzim siklooksigenasemampu menekan gejala-gejala tersebut.
Jumlah geliat mencit 3yang diberi parasetamol mengalami penurunan,
sehingga dapat dikatakan bahwa parasetamol memiliki daya analgetik. Rata-
rata jumlah geliatnya adalah 9,6, %P yang dihasilkan 99,4607% dan %E
0,9976 sehingga grafik yang dihasilkan menurun. Parasetamol (asetaminofen)
merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis
prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol adalah
paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak
tahun 1893. Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik,
antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan
iritasi serta peradangan lambung. Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada
tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat
lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak
bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti
nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain. Parasetamol,
mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal,
meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti asetosal, parasetamol
tidak mempunyai daya kerja anti radang, dan tidak menimbulkan iritasi dan
pendarahan lambung.
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat
siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan
Parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini
menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan
blokade langsung prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen
dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan
akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan
suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik.
Jumlah geliat mencit 4yang diberi asam mefenamat tidak menghasilkan
respon geliat, sehingga dapat dikatakan bahwa asam mefenamat memiliki
aktivitas analgetik yang kuat. Rata-rata jumlah geliatnya adalah 0, %P yang
dihasilkan 100%, dan %E yang dihasilkan adalah 1,0094 sehingga grafik yang
dihasilkan konstan. Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi
nonsteroid bekerja dengan cara menghambat sintesa prostaglandin dalam
jaringan tubuh dengan menghambat enzyme siklooksignase sehingga
mempunyai efek analgesic, antiinflamasi, dan antipiretik. Berfungsi sebagai
penghilang rasa nyeri dari ringan sampai sedang dalam kondisi akut atau
kronik, terrmasuk nyeri karna trauma, nyeri sendi, nyeri otot, sakit sehabis
melahirkan dan oprasi, nyeri sewaktu haid, sakit kepala dan sakit gigi danjuga
sebagai antipiretik pada keadaan demam.
Jumlah geliat mencit 5 yang diberi piroksikam menghasilkan respon geliat
yang menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa asam mefenamat memiliki
aktivitas analgetik. Rata-rata jumlah geliatnya adalah 10,8, %P yang dihasilkan
99,3933 % dan %E 0,9969 sehingga grafik yang dihasilkan menurun.
Piroksikam merupakan salah satu derivat oksikam, dan merupakan obat anti
inflamasi non steroid (AINS) yang berkhasiat sebagai antiinflamasi, analgesik
dan antipiretik, dengan gugus 4-hidroksi-1,2-benzotiazin karboksamida.
Piroksikam digunakan untuk pengobatan rematik, arthritis, gout akut,
spondilitis ankilosa serta menghilangkan rasa nyeri. Mekanisme piroksikam
sebagai AINS melalui inhibisi enzim siklooksigenase, sehingga proses inversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Jumlah geliat mencit 6 yang diberi tramadol tidak menghasilkan respon
geliat yang menurun, sehingga dapat dikatakan bahwa tramadol memiliki
aktivitas analgetik. Rata-rata jumlah geliatnya adalah 5,2, %P yang dihasilkan
99,7079%, dan %E yang dihasilkan adalah 1 sehingga grafik yang dihailkan
menurun. Tramadol merupakan analgetik yang bekerja di sentral yang
memiliki afinitas sedang pada reseptor mu(μ) dan afinitasnya lemah pada
reseptor kappa dan delta opioid.Obat golongan opioid sendiri telah banyak
digunakan sebagai obat anti nyeri kronis dan nyeri non-maligna.Tramadol
tergolong dalam opioid sintetik lemah, sehingga dapat berikatan dengan
reseptor morfin pada tubuh manusia. Obat ini memiliki efektifitas yang sama
dengan morfin atau miperidin walaupun reseptor tramadol berjumlah lebih
sedikit.Tramadol mengikat reseptor μ-opiod, sehingga menyebabkan potensi
kerja tramadol menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan morfin.
Reseptor opioid akan diaktifkan oleh peptide endogen dan juga eksogen ligand.
Reseptor-reseptor ini terdapat pada banyak organ, seperti thalamus, amygdala
dan juga ganglia dorsalis. Melalui pengikatan dengan neuron dopaminergik
maka akan memodulasi terjadinya hiperkarbia, hipoksemia, miosis dan juga
pengurangan motilitas pada saluran cerna. Di hati, obat ini akan mengalami
konversi menjadi O-dysmetil tramadol, yang merupakan metabolit aktif yang
memiliki pontensi kerja yang lebih besar dibandingkan dengan tramadol. Obat
ini dieksresi melalui ginjal. Dibandingan dengan analgesik NSAID, Tramadol
lebih aman untuk digunakan karena tidak memiliki efek yang serius terhadap
pencernaan, sistem koagulasi, dan ginjal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa obat yang memiliki daya proteksi paling
baik adalah asam mefenamat dengan daya proteksi yang dihasilkan yaitu
100%, selanjutnya tramadol dengan daya proteksi 99,7079%, aspirin dengan
daya proteksi 99,703 %, parasetamol dengan daya proteksi 99,4607, dan
piroksikam dengan daya proteksi 99,3933%.
Setelah dilakukan percobaan didapatkan hasil bahwa urutan obat yang
memiliki efek analgetik paling tinggi atau kuat adalahasam mefenamat dengan
efek analgetik 1,0094, tramadoldengan efek analgetik 1, parasetamol dengan
efek analgetik 0,9976, dan piroksikam dengan efek analgetik 0,9969.
Namun hasil ini kurang sesuai dengan teori, karena yang seharusnya
memiliki efek analgetik yang lebih kuat adalah tramadol, bukan asam
mefenamat. Karena tamadol merupakan obat analgetika kuat yang merupakan
turunan dari salah satu senyawa golongan narkotika, bekerja pada reseptor
opiat. Seharusnya asam mefenamat memberikan efek analgetik yang lebih
ringan, karena disebabkan oleh sifat asam dan efek samping nyeri pada
lambung. Sehingga dengan sifat dan efek sampingnya ini justru dapat
meningkatkan nyeri pada lambung mencit.
Perbedaan hasil yang diperoleh dengan teori, dapat disebabkan beberapa
faktor, yaitu ketika sudah 30 menit setelah pemberian analgetik, tidak segera
disuntikan asam asatet sehingga efek obat analgetiknya sudah berkurang, faktor
fisiologis dari mencit, pada saat penyuntikan ada larutan yang tumpah sehingga
mengurangi dosis obat analgetik yang diberikan, pengambilan larutaan stock
yang tidak dikocokdahulu, sehingga dosis yang diambil tiap spuit berbeda,
karena larutan stock yang dibuat adalah bentuk sediaan suspensi, seharusnya
dalam pengambilan dikocok terlebih dahulu, agar bahan obat yang diambil,
bukan hanya larutannya.
Berdasarkan hasil percobaan pemberian obat analgetik yang berbeda pada
hewan uji mencit akan mempengaruhi frekuensi geliat mencit, sesuai dengan
efektivitas obat sebagai analgetik, yaitu asam mefenamat> tramadol >
paracetamol >piroksikam. Walaupun hasil tersebut tidak sesuai dengan teori.
Pada percobaan dilakukan pengujian aktivitas analgetika terhadap mencit
dengan metode jentik ekor. Yaitu dengan melihat refleks mencit menjentikan
ekornya dalam waktu kurang dari sama dengan 15 detik setelah diberikan
sediaan uji. Sediaan uji yang digunakan pada percobaan ini meliputi CMC-
Na, Aspirin, Parasetamol, Asam Mefenamat, Piroksikam dan Tramadol.
Alasan hewan yang digunakan adalah mencit kaena mudah diperoleh, relatif
murah dan sering digunakan untuk pengujian efek analgesik suatu senyawa.
Pertama, disiapkan 6 ekor mencit. Setiap mencit diberikan sediaan yang
berbeda, yaitu suspensi CMC-Na sebagai kontrol untuk mencit 1, Aspirin
untuk mencit 2, Parasetamol untuk mencit 3, Asam Mefenamat untuk mencit
4, Piroksikam untuk mencit 5 dan Tramadoluntuk mencit 6. Tujuan dari
pemberian sediaan uji yang berbeda adalah untuk mengetahui dan
membandingkan efek analgesik yang ditimbulkan. Semua mencit diberikan
sediaan uji diatas dengan rute oral dengan dosis yang disesuaikan dengan
berat badan mencit. Pemberian secara oral bertujuan untuk memberikan efek
sesuai sediaan. Kemudian ditunggu selama 30 menit. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa sediaan yang diberikan kepada mencit telah terabsorbsi
secara keseluruhan pada tubuh mencit melalui sistem pencernaannya.
Selanjutnya setelah ditunggu selama 30 menit, ekor mencit dimasukkan ke
dalam penangas air dengan suhu 50ºC. Mencit diusahakan tidak bergerak
selama pengamatan. Tujuan dari memasukkan ekor mencit ke dalam
penangas air adalah untuk mengetahui kekuatan dari efek analgesik masing-
masing sediaan uji. Ekor mencit dimasukkan ke dalam penangas air dilakukan
tidak lebih dari 15 detik agar tidak menyebabkan kerusakan jaringan pada
ekor mencit. Mencit diusahakan tidak bergerak selama pengamatan bertujuan
agar jentikan ekor mencit yang terjadi merupakan indikasi dari rasa nyeri
yang dialami oleh mencit yang ditimbulkan dari paparan panas dari penangas
yang mengenai ekornya bukan karena gerakan secara sadar oleh mencit yang
meronta. Respon nyeri timbul berupa sentakan ekor mencit keluar penangas
air. Pengamatan dilakukan setiap 10 menit sekali pencelupan selama 120
menit. Tujuannya adalah untuk mengetahui kuatnya efek analgesik yang
ditimbulkan setelah pemberian sediaan uji.
Untuk sediaan suspensi CMC-Na sebagai kontrol didapatkan data waktu
yang dibutuhkan mencit untuk mencentikkan ekornya pada menit ke-10
adalah 4 detik, selanjutnya menit ke-20 adalah 3,5 detik dan diteruskan
dengan rata-rata waktu 3 detik. Pada menit ke-10 lebih lama daripada menit
ke-20 dan seterusnya, itu bisa dikarenakan mencit yang mengalami stress
sehingga refleks yang timbul lebih lambat. Atau bisa juga disebabkan karena
efek dari sediaan yang diberikan. Selanjutnya untuk menit ke-20 terjadi lebih
cepat daripada menit ke-10 namun masih sedikit lebih lambat dibandingkan
dengan menit ke-30 dan seterusnya. Itu bisa disebabkan karena mencit sudah
tidak stress dan menuju kepada keadaan mencit normal, atau efek dari sediaan
uji yang sudah berkurang. Untuk menit ke-30 dan seterusnya relatif konstan
dengan waktu rata-rata 3 detik. Itu dikarenakan efek normal mencit untuk
menjentukkan ekornya.
Untuk sediaan Aspirin dari menit ke-10 sampai menit ke-120 didapatkan
data sebagai berikut, yaitu 4; 4; 2; 4; 2; 5; 4; 3; 2,5; 5; 4 dan 1,5. Dari data
yang didapatkan dapat diambil kesimpulan bahwa Aspirin memberikan efek
analgesik. Dikarenakan Aspirin merupakan obat analgetika perifer golongan
salisilat. Selanjutnya untuk sediaan Parasetamol dari menit ke-10 sampai
menit ke-120 didapatkan data sebagai berikut, 15; 15; 15; 15; 15; 15; 15; 15;
12; 15; 10 dan 4. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Parasetamol
memberikan efek analgesik yang lebih kuat daripada Aspirin pada menit ke-
10 sampai menit ke-1100. Dikarenakan waktunya yang lebih lama daripada
menit ke-120. Itu karena Parasetamol merupakan analgesik perifer golongan
aminofenol yang memberikan efek menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan sampai sedang. Sehingga waktu yang dibutuhkan mencit untuk
merasakan paparan panas lebih lama. Penurunan waktu pada menit ke-120
disebabkan karena mulai berkurangnya efek yang ditimbulkan dari
Parasetamol yang telah diberikan. Selanjutnya untuk sediaan Asam
Mefenamat didapatkan data dari menit ke-10 sampai menit ke-120 sebagai
berikut, 15; 12; 13; 10; 9; 11; 15; 7; 14; 8; 4 dan 4. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa Asam Mefenamat yang merupakan analgesik perifer
golongan antranilat ini memiliki efek analgesik yang lebih kuat daripada
Aspirin namun relatif lebih lemah daripada Parasetamol. Penurunan pada
menit ke-110 dan 120 juga disebabkan oleh mulai berkurangnya efek
analgesiknya. Selanjutnya Pirokikam yang merupakan golongan analgesik
opioid/narkotika didapatkan data dari menit ke-10 sampai menit ke-120
adalah sebagai berikut, 15; 14; 15; 14; 15; 10; 6; 10; 8; 7; 4 dan 4. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa Piroksikam memiliki efek analgesik yang
lebih kuat daripada Aspirin namun relatif lebih lemah daripada Asam
Mefenamat. Penurunan waktu juga terjadi karena efek analgesik dari
Piroksikam yang mulai berkurang. Selanjutnya dari sediaan Tramadol
didapatkan data dari menit ke-10 sampai menit ke-120 yang rata-ratanya
adalah 15. Itu mengindikasikan bahwa Tramadol memiliki efek analgesik
yang lebih kuat daripada Aspirin, Asam Mefenamat, Piroksikam maupun
Parasetamol. Dari hasil pengamatan uji efek analgesik diatas dapat
disimpulkan bahwa sediaan yang memberikan efek analgesik paling kuat dan
paling lama adalah Tramadol.
Percobaan pengujian efek inflamasi ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya efektivitas obat antiinflamasi dapat menghambat udem pada hewan
percobaan yang telah diinduksi oleh karagenan. Sesuai dengan tujuan
percobaan, prinsip dasar yang melandasi percobaan ini adalah dengan
pemberian secara oral. Volume edem yang terjadi diukur dengan alat
pletysmometer dan dibandingkan terhadap volume udem yang tidak diberikan
obat. Aktivitas obat antiinflamasi dinilai dari proteksi yang diberikan
terhadap pengukuran udem.
Secara prosedural , tahapan-tahapan yang dilakukan dalam percobaan ini
akan dibahas lebih lanjut. Pertama-tama, sebelum percobaan dimulai masing-
masing tikus dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol
(CMC-Na) dan kelompok uji (dexsametason). Tikus kemudian ditimbang
bobot badanya menggunakan timbangan hewan dan diberikan tanda pengenal
pada bagian ekor berupa urutan agar mudah untuk diklasifikasikan dan
dibedakan. Selain itu, pada kaki belakang bagian kiri atau kanan diberikan
tanda batas setiap tikus dengan spidol, agar pemasukan kaki ke dalam air
raksa setiap kali selalu sama, sheingga analisis data yang dilalukan lebih
akurat dan sebagai batas masuknya kaki ke dalam air raksa. Hewan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah tikus karena tikus memiliki luas
permukaan kaki yang lebih besar di bandingkan mencit, sehingga akan
mempermudah pengukuran, sedangkan jika digunakan mencit, kaki mencit
harus dipotong tiap kali diuji. Selain itu, tikus lebih resisten terhadap infeksi,
sehingga dapat diketahui obat uji yang berperan dalam efek antiinflamasi.
Menurut literature penggunaan tikus sebagai hewan uji mempunyai
keunggulan, antara lain : banyak gen nya tikus relative mirip denganmanusia,
sehingga jika pengujian dilakukan pada manusia , akan memberikan hasil
yang sama. Kemampuan berkembang biak tikus sangat tinggi, relative cocok
untuk digunakan dalam eksperimen missal. Tipe bentuk badan yikus kecil,
mudah dipelihara dan obat yang digunakan di badanya dapat relative cepat
termanifertai, sehingga efek yang dihasilkan dapat diteliti dan memiliki
akurasi yang tinggi.
Setelah proses ini, kaki belakang tikus dimasukkan sampai tanda batas ke
dalam air raksa yang telah diberi cairan metilen blue agar memudahkan dalam
membaca volume yang tersambung dengan alat plethysmometer. Kenaikan
volume air raksa yang terbaca pada alat dicatat dan dinyatakan sebagai
volume awal. Pada proses ini diusahakan agar air raksa tidak tumpah karena
akan mempengaruhi proses pembacaan volume air raksa. Selain itu, air raksa
jangan terlalu kontak dengan kulit, karena air raksa termasuk golongan logam
berat yang bisa merusak jaringan atau pigmen kulit, jadi proses yang
dilakukan harus hati-hati. Pengukuran volume ini menggunakan air raksa
sebagai cairannya karena air raksa memiliki sifat yang sensitive jika ada
pergerakan atau sedikit guncangan, shingga akurasi data dapat tercapai.
Selain itu, air raksa memiliki kohesi yang ebsar sehingga tidak menempel
pada kulit kaki tikus, semua kelebihan air raksa ini diharapkan dapat
meningkatkan keakuratan pembacaan volume pada alat.
Tahapan selanjutnya, tikus diberikan larutan kontrol berupa CMC-Na pada tikus 1, larutan dexsametason pada tikus 2 yang diberikan secara peroral dengan menggunakan sonde khusus untuk tikus yang lebih besar dibandingkan sonde untuk mencit. Tikus didiamkan selama 30 menit untuk mendistribusikan larutan kontrol dan uji ke sel target. Larutan dexsametason berperan sebagai obat antiinflamasi.pada tikus 2 terlebih dahulu diberikan deksametason Setelah 30 menit lalu diinduksi inflamasi dengan menyuntikkan kareganan 1 % secara intraplantar.
Mekanisme karagenan dalam menginduksi udem :
Mediator penting dalam peradangan akut adalah oksida nitrat (NO) yang diproduksi dalam kondisi patologis oleh tiga isoform berbeda oksida nitrat sintase (NOS): endotel NOS (eN OS), neuronal N OS (NN OS) dan diinduksi NOS (iNOS) . Karagenan menyebabkan produksi dan pelepasan NO di lokasi cedera. Karagenin adalah sulfat polisakarida bermolekul sebagai induktor inflamasi.Penggunaan karagenin sebagai penginduksi radang memiliki beberapa keuntungan antara lain: tidak meninggalkan bekas, tidak menimbulkan kerusakan jaringan, dan memberikan respon yang lebih peka terhadap obat anti inflamasi dibanding senyawa iritan lainnya. Zat yang digunakan untuk memicu terbentuknya udema ntara lain; mustard oil 5%, DEXTRAN 1%, egg white fresh undiluted, serotoninkreatinin sulfat, lamda karagenin 1% yang diinduksikan secara subplantar pada telapak kaki tikus. Karagenin ada beberapa tipe, yaitu lamda karagenin, iotakaragenin, dan kappa karagenin/ lamda karagenin ini dibandingkan dengan jenis lamda yang lain, lamda karagenin paling cepat menyebabkan inflamasi dan memiliki bentuk gel yang baik dan tidak keras. Pemeberian deksametason terlebih dahulu bertujuan agar obat tersebut
memberikan efek antiinflamasi baru setelah itu diberikan karagenan yang
menyebabkan bengkak. Kerja dari karagenan selama 6 jam sehingga
walaupun telah diberi obat antiinflamasi tidak akan reda secara keseluruhan
dan masih saja ada bengkak pada hewan uji. Terjadinya radang disebabkan
karena kareganan merupakan suatu zat asing(antigen) yang bila masuk
kedalam tubuh akan merangsang pelepasan mediator radang seperti histamine
sehingga menimbulkan radang akibat antibody tubuh bereaksi terhadap
antigen tersebut untuk melawan pengaruhnya dan karagenan tidak
menimbulkan efek sistemik.
Alat yang digunakan yatu pletysmometer yang bekerja berdasarkan hukum
Archimedes yang berbunyi “apabila sebuah benda, sebagian atau
seluruhnya terbenam kedalam air, maka benda tersebut akan mendapat
gaya tekan yang mengarah keatas yang besarnya sama dengan berat air
yang dipindahkan oleh bagian benda yang terbenam tersebut”. Sebagai
aintiinflamasi digunakan deksametason dan sebagai radang buatan digunakan
karagenan 1%.
Mekanisme radang diawali dari terjadi kerusakan membrane sel akibat
rangsangan mekanis, kimia dan fisika kemudain fosfolipida (membrane sel)
terdapat enzim fosfolipase yang akan mengeluarkan asama arikidonat.
Dengan adanya enzim siklooksigenase maka asam arakidonat akan dirubah
menjadi prostaglanadin. Sikooksigenase mensintesa siklik endoperoksida
yang akan di bagi menjadi dua produk COX 1 dan COX 2. COX 1 berisi
tromboksan, prostasiklik ( yang dapat menghambat produksi asam lambung).
COX 2 (asama meloksikam) berisi prostaglandin (penyebab peradangan).
Sedangkan lipooksigenase akan mengubah asam hiperoperoksida yang
merupakan precursor leukotrien LTA (senyawa yang dijumpai pada keadaan
antifilaksis) kemudian memperoduksi LBT 4 (penyebab peradangan) dan
LCT4, LTD4, dan LTE4.
Ciri-ciri terjadinya radang adanya rubor (rasa nyeri), kalor (panas), dolor
(kemerahan), tumor (bengkak) dan adanya keterbatasan gerak yang akan
menjadi semakin parah apabila tidak segera diobati. Obat antiinflamasi dibagi
mejadi steroid dan nonsteroid. Penggunaan obat nonsteroid lebih dianjurkan
untuk radang ringan baru setelah tidak ada penurunan di gunakan obat
steroid. Efek samping dari obat steroid lebih berbahasa dari nonsteroid karena
menyebabkan cushing (tensi cairan yang berlebih), osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, immunosukresif dan moonface pada wajah, terjadi lisis
karbohidrat dan trigliserida yang menyebabkan hiperglikremia sehingga kadar
insulin meningkat.
Menurut literature penggunaan deksametason lebih baik memberikan efek
antiinflamasi yang lebih cepat karena aktivitas antiinflamasi deksametason
dengan jalan menekan atau mencegah respin jaringan terhadap proses
inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalamai inflamasi,
termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.
VII. Kesimpulan
1. Untuk mengevakuasi efek analgetika pada mencit dapat dilakukan
dengan metode siegmund (induksi kimia) yaitu dengan melihat respon
mencit tehadap asam asetat yang dapat menimbulkan respon menggeliat
dari mencit ketika menahan nyeri pada perut. Dari hasil percobaan
persen proteksi tramadol, aspirin, parasetamol, dan kontrol lebih besar
dibandingkan asam mefenamat dan piroksikam. Hal ini menunjukkan
bahwa tramdol termasuk analgetika kuat sedangkan sediaan lain
termasuk ke dalam analgetika ringan.
2. Untuk mengevaluasi efek analgetika pada mencit juga dapat dilakukan
dengan metode jentik ekor(induksi panas/fisika) yaitu dengan
memasukkan ekor mencit ke dalam penangas air dengan suhu 50◦C
setelah 30 menit pemberian larutanuji. Berdasarkan perbandingan data
pengamatan, hasilnya tidak sesuai dengan literature . literature
menyatakan bahwa tramadol adalah obat analgetika paling kuat dan
parasetamol yang paling lemah. Selain itu, seharusnya mencit kontrol
adalah yang paling tidak tahan panas karena zat CMC-Na bukan
merupakan golongan obat analgetika hanya golongan suspending agent
yang digunakan sebagai kontrol dalam percobaan ini.
3. Untuk uji aktivitas antiinflamasi yaitu dengan menghitung volume udem
pada tikus. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan
piroksikam lebih baik dibandingkan deksametason. Sedangkan menurut
literature penggunaan deksametason lebih baik dibandingkan
piroksikam. Hali ini dimungkinkan karena pengukuran volume kaki
yang kurang tepat
VIII. Daftar Pustaka
Anonim. 2010. Farmakologi untuk SMK Farmasi. Jakarta: DEPKES RI.
Tjay, T. H. dan Kirana R. 2007.Obat-obat Penting . Jakarta: PT.
Gramedia.
Yulrina Ardhiyanti, Risa Pitriani, Ika Putri Damayanti. 2014.Panduan
lengkap Keterampilan Dasar Kebidanan I .Ed 1: Yogyakarta.
Bowman,WC.1980.Texbook of pharmacology 2 ed.London:Blackwell
setentific publication Oxford.
Katzung,G.B.2002.Farmakologi dasar dan klinik edisi 8.Jakarta:
Salemba medika
Santoso,S. 2008. Panduan lengkap menguasai SPPS 16. Jakarta: PT
Elexmedia Komputindo kelompok gramedia.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan terapi, Edisis IV.
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta