MODUL 4.docx
-
Upload
florentina-chandra -
Category
Documents
-
view
40 -
download
16
Transcript of MODUL 4.docx
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH
MODUL IV
DETEKSI PERUBAHAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT
Oleh :
IRMA KUSUMADEWI
K2D 009 047
KELOMPOK 7
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Segara Anakan merupakan kawasan perairan. Di sana terdapat
hamparan hutan mangrove yang sangat luas. Laguna Segara Anakan berada
di bagian selatan Kawunganten, Cilacap, dan persis di sebelah utara Pulau
Nusakambangan, khususnya dari sisi barat. Celah sempit menuju Samudera
Indonesia itu diapit oleh daratan di ujung barat Nusakambangan dan daratan
Majingklak di ujung tenggara Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Perairan
Laguna Segara Anakan makin dangkal, akibat sedimentasi yang makin
menebal. Setiap tahun jutaan meter kubik lumpur yang terbawa arus Sungai
Citanduy dan Sungai Cimeneng mengendap di kawasan ini. Sebab, kedua
sungai itu memang bermuara di Segara Anakan. Deteksi perubahan lahan
menggunakan citra satelit diperlukan untuk mengetahui perubahan lahan,
termasuk didalamnya mengenai perubahan luas lahan, perubahan garis pantai.
Dalam praktikum penginderaan jauh ke-4 ini membahas mengenai deteksi
perubahan lahan di Segara Anakan kabupaten Cilacap. Deteksi perubahan
menggunakan citra satelit diperlukan untuk menghasilkan data yang lebih teliti
dalam mendeteksi perubahan – perubahan yang terjadi di muka bumi.
1.2. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu menampilkan citra.
Mahasiswa mampu mendeteksi perubahan panjang garis pantai di
Segara Anakan. Dan mampu mendeteksi perubahan luas tambak di
Segara Anakan.
Mahasiswa mampu menganalisa spasial perubahan panjang garis pantai
dan perubahan luas tambak di Segara Anakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PANTAI UTARA JAWA
2.1.1. CILACAP
Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah. Luas wilayahnya
sekitar 6,6% dari total wilayah Jawa Tengah.
Bagian utara adalah daerah perbukitan yang merupakan lanjutan dari
Rangkaian Bogor di Jawa Barat, dengan puncaknya Gunung Pojoktiga
(1.347meter), sedangkan bagian selatan merupakan dataran rendah. Kawasan
hutan menutupi lahan Kabupaten Cilacap bagian utara, timur, dan selatan.
Di sebelah selatan terdapat Nusa Kambangan, yang memiliki cagar alam
Nusa Kambangan . Bagian barat daya terdapat sebuah inlet yang dikenal
dengan Segara Anakan. Ibukota kabupaten Cilacap berada di tepi pantai
Samudra Hindia, dan wilayahnya juga meliputi bagian timur Pulau Nusa
Kambangan (http://id.wikipedia.org).
2.1.2. SEGARA ANAKAN
Segara anakan merupakan laguna unik yang kaya biota hayati.
Secara administratif terletak di perbatasan antara Kabupaten Ciamis Jawa
Barat dengan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Namun dalam
pemerintahannya, segara anakan termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap
(Mardana, 2003).
Segara Anakan merupakan kawasan perairan yang unik. Di sana
terdapat hamparan hutan mangrove yang sangat luas. Laguna Segara Anakan
berada di bagian selatan Kawunganten, Cilacap, dan persis di sebelah utara
Pulau Nusakambangan, khususnya dari sisi barat. Celah sempit menuju
Samudera Indonesia itu diapit oleh daratan di ujung barat Nusakambangan dan
daratan Majingklak di ujung tenggara Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Laguna,
dalam istilah geografi, adalah perairan yang hampir seluruh wilayahnya dikelilingi
daratan dan hanya menyisakan sedikit celah yang berhubungan dengan perairan
laut. Sifatnya jauh lebih tertutup dibandingkan dengan teluk, apalagi selat (Olive,
1998).
Laguna Segara Anakan Cilacap adalah surga bagi kepiting, ikan, udang,
serta berbagai jenis biota laut pesisir. Wilayah itu juga dikenal sebagai
pertahanan terakhir ekosistem hutan mangrove di pantai selatan Pulau Jawa.
Letaknya yang terhimpit Pulau Nusakambangan dan Pulau Jawa, menjadikan
Segara Anakan menjadi tempat paling ideal bagi tumbuhnya ekosistem rawa
bakau dan mangrove. Tak heran jika Segara Anakan menjadi wilayah yang
memiliki komposisi dan struktur hutan mangrove terlengkap dan terluas di
Pulau Jawa (http:\\www.Jateng Promo.htm).
Namun, saat ini kondisi laguna Segara Anakan sungguh memprihatinkan.
Laguna-laguna itu kini banyak yang menyatu dengan daratan akibat
sedimentasi yang berasal Sungai Citanduy, Cimeneng, Cibeureum, Cikonde, dan
beberapa sungai lainnya. Sunga-sungai itu memang bermuara ke Segara
Anakan, namun karena banyaknya lumpur yang terbawa terutama oleh
sungai Citanduy pendangkalan berlangsung sangat cepat. "Akibat sedimentasi,
luas laguna Segara Anakan yang semula 1.400 hektare kini hanya tersisa
sekitar 830 hektare, sedangkan luas hutan mangrove yang tersisa sekitar
8.900 hektare dari 14.000 hektare," kata Kepala Badan Pengelola Kawasan
Segara Anakan (BPKSA). Tingkat sedimentasi di Segara Anakan dapat dilihat
dari perubahan luas laguna dari tahun ke tahun. Berdasarkan data di BPKSA,
wilayah perairan Laguna Segara Anakan pada 1903 masih 6.450 ha. Namun
pada 1939, luasnya tinggal 6.060 ha. Jadi, dalam kurun waktu 36 tahun luas
wilayah perairan laguna yang hilang akibat sedimentasi mencapai 390 ha (http:\\
www.Jateng Promo.htm).
Sekitar tahun 1971, luas Segara Anakan menyusut lagi menjadi 4.290 ha.
Endapan lumpur memang menjadi ancaman serius bagi kelangsungan dan
kelestarian laguna. Hingga tahun 1992, luas perairan yang tersisa tinggal
1.800 ha. Berdasarkan penelitian dan analisa para konsultan, luas perairan
Laguna Segara Anakan sampai 1999 hanya 1.400 ha, dan setahun kemudian
tinggal 600 ha (http://www.suaramerdeka.com).
2.2. CITRA SATELIT MULTITEMPORAL
Analisis inderaja (remote sensing) dalam berbagai studi telah
terbukti mampu mendeteksi keadaan lingkungan tertentu di suatu daerah
secara cost-effective, antara lain karena cakupan citra inderaja yang cukup
luas. Beberapa komponen yang dapat dipantau antara lain adalah
penggunaan lahan, kualitas air, bentuk bentang alam, jaringan drainase,
ataupun kerusakan-kerusakan serta perubahan lingkungan pada permukaan
bumi (Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan Penginderaan Jauh, 2008).
Untuk keperluan pemantauan perubahan lingkungan, diperlukan
beberapa scene citra Landsat pada berbagai waktu akuisisi (multitemporal). Dari
waktu ke waktu diamati perubahannya, antara lain menggunakan algoritma
deteksi perubahan (change detection analysis) sehingga memberikan
informasi perubahan pada permukaan. Perubahan terhadap digital number
pada citra Landsat ini menunjukkan adanya perubahan fisik, yang kemudian
dengan metode seperti principal component analysis terhadap data
multitemporal, perubahan ini dapat terdeteksi dengan cukup baik
(www.geomatika.its.ac.id).
Monitoring sumber daya alam dan lingkungan mengharuskan
penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu (harian,
mingguan, bulanan, tiga bulanan atau tahunan) yang lebih dikenal dengan
analisis multitemporal. Dengan menggunakan data satelit inderaja maka
analisis multitemporal dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat dan
murah. Peran penting analisis multitemporal menggunakan data satelit
inderaja akan semakin nampak untuk daerah perikanan laut lepas atau
samudera, karena observasi untuk perikanan laut lepas selalu memerlukan
usaha yang berat, waktu yang lama dan biaya operasional yang sangat
mahal. Sedangkan untuk daerah perairan pantai (coastal area) bisa
dipergunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai, laju sedimentasi dan
perubahan luas hutan bakau (www.geomatika.its.ac.id).
Konsentrasi TSM di kawasan perairan ini semakin meningkat dari tahun
ke tahun, dimana muatan sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai sangat
mempengaruhi peningkatan konsentrasi di laguna. Hasil analisis dengan
menggunakan suatu asumsi terhadap laju peningkatan TSM pada 3 sungai
besar yang bermuara ke laguna memperlihatkan bahwa peningkatan TSM
setiap tahun di masing-masing sungai dapat diperlihatkan dengan korelasi
ekponensial, dan Sungai Cibereum mempunyai pengaruh terbesar dalam
pendistribusian TSM ke laguna (Bidang Pengembangan dan Pemanfaatan
Penginderaan Jauh, 2008).
2.3. ANALISA SPASIAL
Perkembangan pemanfaatan data spasial dalam dekade belakangan ini
meningkat dengan sangat drastis. Hal ini berkaitan dengan meluasnya
pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan perkembangan teknologi
dalam memperoleh, merekam dan mengumpulkan data yang bersifat
keruangan (spasial). Teknologi tinggi seperti Global Positioning System
(GPS), remote sensing dan total station, telah membuat perekaman data spasial
digital relatif lebih cepat dan mudah. Kemampuan penyimpanan yang
semakin besar, kapasitas transfer data yang semakin meningkat, dan
kecepatan proses data yang semakin cepat menjadikan data spasial merupakan
bagian yang tidak terlepaskan dari perkembangan teknologi informasi
(Purwadhi, 2001).
Sistem informasi atau data yang berbasiskan keruangan pada saat
ini merupakan salah satu elemen yang paling penting, karena berfungsi
sebagai pondasi dalam melaksanakan dan mendukung berbagai macam
aplikasi. Sebagai contoh dalam bidang lingkungan hidup, perencanaan
pembangunan, tata ruang, manajemen transportasi, pengairan, sumber daya
mineral, sosial dan ekonomi, dll. Oleh karena itu berbagai macam organisasi
dan institusi menginginkan untuk mendapatkan data spasial yang konsisten,
tersedia serta mempunyai aksesibilitas yang baik. Terutama yang berkaitan
dengan perencanaan ke depan, data geografis masih dirasakan mahal dan
membutuhkan waktu yang lama untuk memproduksinya (Purwadhi, 2001).
Beberapa tahun belakangan ini banyak negara yang telah
melakukan investasi dalam kegiatan pembangunan dan pengembangan
sistem informasi. Terutama dalam penggunaan, penyimpanan, proses, analisis
dan peyebaran suatu informasi. Dalam melakukan pengkajian pemanfaatan
ruang digunakan pendekatan analisis spasial, analisis konflik, analisis
arahan pengembangan. Analisis spasial dilakukan dengan menggunakan
teknologi Sistem Informasi Geografis/SIG (Geographic Information
System/GIS), yang substansinya adalah analisis kesesuaian lahan
sebagaimana dijelaskan pada gambar diatas. Sedangkan analisis konflik
dilakukan dengan pendekatan Proses Hierarki Analitik (AHP), akan dapat
ditentukan prioritas kegiatan pemanfaatan ruang yang optimal. Selanjutnya
dengan analisis SWOT dan PRA akan dapat dihasilkan rekomendasi arahan
pengembangan kawasan pesisir dan laut sebuah lokasi (Purwadhi, 2001).
Dalam analisis spasial ini penggunaan teknologi yang tepat dan akurat
serta murah, akan membuat para pengambil keputusan di tingkat PEMDA tidak
ribet dalam pelaksanaan teknis pekerjaan. Analisis Spasial berdasarkan
aplikasi basis data digital seperti GIS akan mempermudah dan meringankan
pekerjaan dalam upaya pengelolaan dan penyelamatan kawasan terumbu
karang. Analisis yang diterapkan mungkin sudah agak kadaluarsa, namun
metode tersebut masih ampuh dalam penyelesain permasalahan penataan
ruang (Purwadhi, 2001).
Perkembangan analisis spasial dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
(1) spatial statistics and data analysis, (2) behavioural modelling dan (3) CI-
based spatial analyst. Spatial statistics dan data analysis dicirikan oleh tipe
metode statistik yang sekarang populer yaitu fungsi dari ‘nature of the problem’
yang sedang ditelaah dan ‘nature of the data’ serta ketersediaan perangkat
komputer. Beberapa contoh studi di bidang spatial statistics dan data analisis
adalah regresi Bayesian, local/global pattern pada analisis regresi, korelasi
spasial, dan time series (www.raharjo.org).
Behavioural modelling dipengaruhi dan mempengaruhi trend yang lebih
luas. Trends mencakup transisi dari aggregate ke disaggregate, dari
deterministic ke probabilistic, dari static ke dinamic, dan dari analytical ke
computational (www.raharjo.org).
Teknologi CI (computational intelligence) sangat relevan dengan analisis
spasial karena alasan berikut :
Revolusi data GIS yang meningkatkan relevansi untuk analisis spasial
pada konteks terapan dan empiris.
Kebutuhan yang mendesak akan generasi baru eksplorasi geografis data
dan tools modelling yang dapat menangani kompleksitas multidimensi
dari data.
Munculnya komputer berperforma tinggi, khususnya kebangkitan era
parallel supercomputing.
Ketersediaan perangkat CI yang praktis dan applicable
(www.raharjo.org).
2.4. DETEKSI PERUBAHAN MEMAKAI CITRA SATELIT
Deteksi perubahan adalah sebuah proses untuk mengidentifikasi
perbedaan keberadaan suatu obyek atau fenomena yang diamati pada waktu
yang berbeda (Singh 1989). Kegiatan ini perlu mendapat perhatian khusus dari
sisi waktu maupun keakurasian. Mengetahui perubahan menjadi penting dalam
hal mengetahui hubungan dan interaksi antara manusia dan fenomena alam
sehingga dapat dibuat kebijakan penggunaan lahan yang tepat (Sitorus,et al,
2006).
Adanya kebutuhan data satelit yang terdiri dari data lama dan data baru
dengan tenggang waktu yang relative lama sehingga dapat dilakukan kajian
perubahan lahan. Dilain pihak lifetime satelit umumnya sekitar 5 tahun dan tidak
diperpanjang dengan generasi berikut. Atas dasar tersebut mau tidak mau
harus menggunakan data dari satelit yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan
kajian perbedaan karakteristik dari satelit yang berbeda, teknik teknik
pengolahan data untuk mendapatkan informasi penutup lahan (Sitorus,et al,
2006).
Adanya kebutuhan data satelit yang terdiri dari data lama dan data baru
dengan tenggang waktu yang relatif lama Dilain pihak lifetime satelit umumnya
sekitar 5 tahun dan tidak diperpanjang dengan generasi berikut. Atas dasar
tersebut mau tidak mau harus menggunakan data dari satelit yang berbeda.
Oleh karena itu diperlukan kajian perbedaan karakteristik dari satelit yang
berbeda , teknik-teknik pengolahan data untuk mendapatkan informasi penutup
lahan. Juga dengan pemanfaatan GIS yang dapat memanfaatkan banyak
sumber data yang berbeda, dapatdijadikan sebagai komplemen untuk analisis
metode deteksi perubahan (Sitorus,et al, 2006).
Umumnya deteksi perubahan meliputi aplikasi sejumlah multitemporal
untuk analisis kuantitatif pengaruh temporal dari suatu fenomena. Keunggulan
pengumpulan data berulang, synoptic views, dan format digital yang sesuai
untuk pengolahan komputer, data penginderaan jauh seperti ; Thematic Mapper
(TM), Satellite Probatoire d'Observation de la Terre (SPOT), radar dan
Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR), menjadi sumber data
utama yang digunakan untuk aplikasi deteksi perubahan (Balai Penelitian
Agroklimat dan Hidrologi, 2008).
Berbagai teknik deteksi perubahan telah dikembangkan, banyak yang
telah dringkas dan ditinjau (Singh 1989, Mouat et al. 1993) dan teknik baru
secara terus menerus dikembangkan. Sebagai contoh, Spectral Mixture
Analysis (Adams et al. 1995, Roberts et al. 1998, Ustin et al. 1998), Li-Strahler
Canopy Model ( Macomber dan Woodcock 1994). Transformasi Chi-Square
( Ridd dan Liu 1998), fuzzy sets (Metternicht 1999. 2001), ANN ( Gopal dan
Woodcock 1996, 1999, Abuelgasim et al. 1999, Dai dan Khorram,1999), juga
integrasi data dari berbagai sumber (Petit Dan Lanibin 2001) telah digunakan
untuk aplikasi deteksi perubahan (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi,
2008).
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Waktu dan Pelaksanaan
Hari : Jum’at, 8 April 2011
Waktu : 13.20 – 15.00 WIB
Tempat : Laboratorium Komputasi Kampus Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang.
3.2. Materi
Materi yang disampaikan pada praktikum penginderaan jauh adalah
mengenai :
1. Menampilkan Citra Satelit Multitemporal
2. Deteksi Perubahan Garis Pantai
3. Analisis Spasial Perubahan Garis Pantai
Menentukan dan menganalisis garis pantai
Menentukan dan menganalisis luasan tambak di wilayah sekitar
Pantai Utara Jawa
3.2. Metode
3.2.1. Menampilkan Citra Satelit Multitemporal
Buka aplikasi ER Mapper, lalu klik Edit Algorithm. Lalu buka file
Landsat_5Juli2001.ers
Klik RGB, lalu Pseudo Layer di Cut. kemudian ubah Description
menjadi: 2001_IRMA_K2D009047
Samakan RGB sebelah kiri dengan kanan : Red = 5, Green = 4, Blue = 2
Tajamkan citra dengan cara klik Refresh Image with 99% clip on limits
Buka citra baru, yaitu : Landsat_9April2003.ers. Klik RGB, lalu Pseudo
Layer di Cut. kemudian ubah Description menjadi:
2003_IRMA_K2D009047
Samakan RGB sebelah kiri dengan kanan : Red = 5, Green = 4, Blue = 2
Tajamkan citra dengan cara klik Refresh Image with 99% clip on limits
3.2.2. Deteksi Perubahan Garis Pantai
Klik RGB yang terdapat pada Edit Algorithm citra 2003, lalu klik Copy.
Kemudian klik RGB yang terdapat pada Edit Algorithm citra 2001 dan
klik Paste
Citra 2003 di Close. Lalu klik Zoom Box Tool
Ubah Tranparancy menjadi 25
Ubah Tranparancy menjadi 50%
Ubah Transparancy menjadi 75%
Ubah Transparancy menjadi 100%
3.2.3. ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS GARIS PANTAI
Klik Edit – Annotate Vector Layer
Klik Polyline dengan Transparancy 0%. Lakukan Digitasi sepanjang
garis pantai
Klik 2 kali pada titik terakhir, akan muncul tampilan seperti dibawah ini.
Kemudian Width diganti 3
Ganti Set Colour dengan warna hijau
Ubah Transparancy menjadi 100%. Lakukan digitasi di daerah
sepanjang garis pantai
Klik 2 kali pada titik terakhir, akan muncul tampilan seperti dibawah ini.
Kemudian Width diganti 3
Ganti Set Colour dengan warna merah
Untuk melihat hasil panjang garis pantai pada citra 2001, klik garis warna
hijau dan klik Edit Object Extents
Untuk melihat hasil panjang garis pantai pada citra 2003, klik garis warna
merah dan klik Edit Object Extents
Kemudian Cut kedua garis pada citra tersebut, lalu klik Refresh
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS LUASAN TAMBAK DI
WILAYAH SEKITAR PANTAI UTA JAWA
Ubah Transparancy menjadi 0%, lalu klik Polygon dan lakukan digitasi
pada daerah tambak
Klik 2 kali pada titik terakhir, akan muncul tampilan seperti dibawah ini.
Kemudian Width diganti 3
Set Colour diubah menjadi warna hijau
Ubah Transparancy menjadi 100%, lalu klik Polygon dan lakukan
digitasi pada daerah tambak
Klik 2 kali pada titik terakhir, akan muncul tampilan seperti dibawah ini.
Kemudian Width diganti 3 dan ubah Set Colour menjadi merah
Untuk melihat hasil luas tambak pada citra 2001, klik garis warna hijau
dan klik Edit Object Extents
Untuk melihat hasil luas tambak pada citra 2001, klik garis warna merah
dan klik Edit Object Extents
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. MENAMPILKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL
Citra Tahun 2001
Citra Tahun 2003
4.2. DETEKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI
Transparancy 0 % Transparancy 25%
Transparancy 50% Transparancy 75%
Transparancy 100%
4.3. ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS GARIS PANTAI
Citra Tahun 2001
Citra Tahun 2003
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS LUASAN TAMBAK DI SEKITAR
WILAYAH PANTAI UTARA JAWA
Citra Tahun 2001
Citra Tahun 2003
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. MENAMPILKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL
Pada praktikum modul 4 ini ditampilkan dua citra, yaitu citra tahun 2001
dan citra tahun 2003. Pada citra tahun 2001, warna citra sangat terang dan
terdapat perubahan fisik dari tahun 2001 ke 2003. Citra satelit multi temporal
adalah dua buah citra di lokasi yang sama tetapi berbeda waktu
pengambilannya.
Umumnya deteksi perubahan meliputi aplikasi sejumlah multitemporal
untuk analisis kuantitatif pengaruh temporal dari suatu fenomena. Keunggulan
pengumpulan data berulang, synoptic views, dan format digital yang sesuai
untuk pengolahan komputer, data penginderaan jauh seperti ; Thematic Mapper
(TM), Satellite Probatoire d'Observation de la Terre (SPOT), radar dan
Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR), menjadi sumber data
utama yang digunakan untuk aplikasi deteksi perubahan.
4.2.2. DETEKSI PERUBAHAN GARIS PANTAI
Dengan menggunakan transparancy yang berbeda, terlihat perubahan
garis pantai. Perubahan ini dapat disebabkan karena adanya penambahan garis
pantai yang akan digunakan untuk pembuatan tambak oleh para petani tambak.
Dapat juga disebabkan karena banyaknya penebangan hutan mangrove untuk
dijadikan lahan membangun bangunan pinggir pantai.
4.2.3. ANALISIS SPASIAL PERUBAHAN GARIS PANTAI
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS GARIS PANTAI
Pada tahun 2001 panjang garis pantai 33,74 km, tetapi pada tahun 2003
panjang garis pantai bertambah menjadi 35,30 km. Sudah jelas panjang garis
pantai bertambah dalam jangka waktu 2 tahun karena adanya akresi. Akresi
pantai dapat dikarenakan aktivitas manusia, letusan gunung berapi atau
pembalakan liar di hutan darat. Sedangkan untuk penyebab lainnya diduga
karena penumpukan sedimen di daerah pesisir pantai utara Jawa.
MENENTUKAN DAN MENGANALISIS LUASAN TAMBAH DI SEKITAR
WILAYAH PANTAI UTARA JAWA
Untuk luas tambak di daerah pesisir pantai utara Jawa yang kita hitung
pada praktikum ini, terjadi perubahan yang signifikan. Pada data ditampilkan
bahwa luas tambak di tahun 2001 seluas 55,38 km2 atau seluas 3365,4 Ha. Hal
ini lebih sempit dibandingkan dengan luas tambak pada tahun 2003 yaitu seluas
60,78 km2 atau seluas 5173,1 Ha. Berdasarkan data tersebut maka diduga
bahwa pembukaan lahan pesisir untuk kawasan tambak meningkat selama
periode antara tahun 2001 dan 2003.
BAB V
KESIMPULAN
Segara Anakan merupakan kawasan perairan yang unik. Di sana terdapat
hamparan hutan mangrove yang sangat luas. Laguna Segara Anakan
berada di bagian selatan Kawunganten, Cilacap, dan persis di sebelah
utara Pulau Nusakambangan, khususnya dari sisi barat.
Perkembangan analisis spasial dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu (1)
spatial statistics and data analysis, (2) behavioural modelling dan (3) CI-
based spatial analyst. Spatial statistics dan data analysis dicirikan oleh tipe
metode statistik yang sekarang populer yaitu fungsi dari ‘nature of the
problem’ yang sedang ditelaah dan ‘nature of the data’ serta ketersediaan
perangkat komputer.
Terjadi penambahan lahan untuk wilayah pertambakan di daerah pesisir
pantai utara Jawa yang masuk dalam penghitungan praktikum kali ini.
Garis pantai dari tahun 2001 sampai dengan 2003 terjadi penambahan.
Faktor – faktor yang diduga mempengaruhi perubahan dan penambahan
garis pantai tersebut yaitu :
- Pembalakan liar.
- Aktivitas manusia.
- Abrasi Pantai.
- Akresi pantai.
- Ekonomi masyarakat.
- Dan faktor lain yang mendukung.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2008. Analisis Perubahan Lahan dan
Pengaruhnya Terhadap Neraca Air dan Sedimentasi Danau Tempe.
http://balitklimat.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 9 April 2011 pukul
19.00 WIB
Frederik, MCG, 2000, Detection of Land Cover Change of Segara anakan
Lagoon, Indonesia, Paper dalam Remote Sensing and Geographic
Information System Yearbook 2000, Direktorat TISDA BPPT, 2000.
Mardana, BD. 2003. Wisata Segara Anakan Perlu Sentuhan.
http://www.sinarharapan.co.id/index.html. diakses tanggal 9 April 2011.
pukul 19.08 WIB
Olive, CA. 1998. Land Use Change and Sustainable in Segara Anakan, Java,
Indonesia – Interaction Among Society, Environment and Development.
Departement of Geography Publication Series. University of Waterloo,
Canada.
Purwadhi, Sri Hardiyanti. 2001. Interperetasi citra Digital. PT Gramedia
Widiasarana Indonesia , Jakarta.
Sitorus, J et al. 2006. Kajian Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan
Menggunakan Data Inderaja untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah.
http://www.lapanrs.com/INOVS/PENLI/ind.
http://www.Jateng Promo.htm Diakses tanggal 9 April 2011 pukul 19.13 WIB
http://www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 9 April 2011 pukul 19.24 WIB
www.geomatika.its.ac.id. Diakses tanggal 9 April 2011 pukul 19.36 WIB
www.raharjo.org. Diakses tanggal 9 April 2011 pukul 19.59 WIB
LAMPIRAN
1. LUAS TAMBAK TAHUN 2001 DAN 2003
Tahun 2001 Tahun 2003
2. PANJANG PERUBAHAN GARIS PANTAI TAHUN 2001 DAN 2003
Tahun 2001 Tahun 2003
3. FAKTOR PERUBAHAN GARIS PANTAI
Perubahan garis pantai umumnya disebabkan oleh faktor alam dan faktor
manusia. Salah satu faktor alam yang utama adalah arus sejajar pantai
( longshore current ) yang ditimbulkan oleh aksi gelombang saat setelah pecah.
Kegiatan pemanfaatan lahan untuk pertambakan dengan cara pembabatan
hutan lindung, seperti mangrove, telah memacu abrasi pantai makin intensif
terutama hampir di sepanjang pantai. Sedimentasi yang membentuk tanah timbul
mengakibatkan kepemilikan tanah yang tidak legal.
Garis pantai pada umumnya mengalami perubahan dari waktu ke waktu
sejalan dengan perubahan alam seperti adanya aktivitas gelombang, angin,
pasang surut dan arus serta sedimentasi daerah delta sungai. Perubahan garis
pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistem pantai seperti pembuatan tanggul
dan kanal serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar pantai. Hutan bakau
sebagai penyangga pantai banyak dirubah fungsinya untuk dijadikan sebagai
daerah pertambakan, hunian, industri dan daerah reklamasi yang mengakibatkan
terjadinya perubahan garis pantai.
4. SOLUSI PERMASALAHAN
Seiring dengan perkembangan zaman, daerah pantai kini menjadi
kawasan yang paling berharga dan penting. Dengan semakin habisnya lahan
daratan yang kosong dan semakin banyaknya sumber daya hutan yang hampir
punah, maka pantai dan laut kini menjadi primadona baru. Meskipun demikian,
tantangan yang dihadapi oleh kawasan pantai semakin hari semakin berat dan
kompleks.
Salah satu bahaya dan tantangan yang selalu dihadapi oleh negara
pantai (coastal state) adalah erosi pantai. Beberapa alternatif bangunan
pelindung pantai perlu dipertimbangkan untuk mencapai tujuan dan manfaat
yang diinginkan agar dapat diperoleh hasil yang seoptimal mungkin. Kekurangan
dan kelebihan yang terdapat dalam masing-masing model bangunan pelindung
pantai harus diketahui sehingga tidak menimbulkan kerugian yang tidak
diinginkan di kemudian hari.
Beberapa solusi dari permasalahan perubahan garis pantai yang
sekarang sedang terjadi, diantaranya :
Penanaman Hutan Mangrove : Kerimbuhan hutan mangrove kemudian
mengundang kedatangan satwa untuk berlindung, mencari makan dan
berkembang biak, mulai dari kepiting raksasa, udang, kerang, ikan, biawak,
buaya, tawon sengat, monyet, burung bangau hingga bagi hutan. Selain itu
hutan mangrove ini juga nyaman bagi koloni lebah madu.
Untuk melestarikan alam pantai dari kerusakan akibat erosi dengan upaya
menanam pohon bakau (mangrove)di sepanjang pesisir pantai Kecamatan
Jawai Selatan dan Jawai
Memberikan sosialisasi kepada masyarakat betapa pentingnya menjaga
kelestarian alam .
Menjaga,kebersihan pantai dan lingkungan di Bukit- bukit yang ada di Jawai
Selatan dengan memberdayakan masyarakat setempat.
Peduli terhadap alam dengan cara terus menerus untuk menjaga kelestarian
alam
Mendukung kegiatan Wisata, terutama kegiatan wisata bahari dan alam.