MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SPESIFIK LOKASI...
Transcript of MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK SPESIFIK LOKASI...
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
UMI PUDJI ASTUTI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
UMI PUDJI ASTUTI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
UMI PUDJI ASTUTI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2015
LAPORAN AKHIR
MODEL SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRIBERBASIS INTEGRASI TANAMAN-TERNAK
SPESIFIK LOKASI DI PROVINSI BENGKULU
Umi Pudji AstutiShannora Yuliasari
AfrizonHamdan
Zul EfendiYuli OktaviaLinda HartaTri WahyuniYesmawatiCatur Yanto
Basuni AsnawaiSri Hartati A
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULUBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Laporan Akhir Tahun 2015 Kegiatan Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis
Integrasi Tanaman – Ternak Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu dapat tersusun.
Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap hasil
pelaksanaan kegiatan mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun
2015.
Kami menyadari bahwa dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ini
tentu ada kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran untuk perbaikan
sangat diharapkan. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan membantu
pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan terima kasih. Semoga kegiatan ini
dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi inovasi teknologi berbasis
Bioindustri di Provinsi Bengkulu. Kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi perbaikan kegiatan ini.
Bengkulu, Desember 2015Penanggung jawab Kegiatan
Dr. Ir. Umi Pudji Astuti, MPNIP. 19610531 199003 2 001
iii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Model Sistem Pertanian Bioindustri BerbasisIntegrasi Tanaman-Ternak Spesifik Lokasi DiProvinsi Bengkulu
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu3. Alamat Unit Kerja : Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 381194. Sumber Dana : DIPA BPTP Bengkulu TA. 20155. Status Kegiatan (L/B) : B (Baru)6. Penanggung Jawab
a. Nama : Dr. Ir. Umi Pudji Astuti, MPb. Pangkat/Golongan : Pembina/IVac. Jabatan Fungsional : Penyuluh Madya
7. Lokasi : Kabupaten Rejang Lebong8. Agroekosistem : Lahan kering9. Tahun Mulai : 201510. Tahun Selesai : 2017
11. Output Tahunan (2015) : 1. Menyusun database (monograf) wilayahpengkajian, inventarisasi kebutuhaninovasi (teknologi dan kelembagaan)
2. Membangun sistem dan mekanismepertanian bioindustri spesifik lokasi(desain) serta memperkuat kompetensiSDM kelompok.
3. Meningkatkan produksi kopi, produksidaging sapi, serta mendorong penerapansitem integrasi tanaman-ternak berbasisinovasi teknologi
4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi,ternak, sayuran dan limbah tanaman danternak menjadi teknologi terbarukanmenjadi produk-produk sekunder yangbernilai tambah
12. Output Akhir : 1. Rekomendasi Model Sistem PertanianBioindustri Berbasis Integrasi Kopi-SapiSpesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu.
2. Berkembangnya model sistem pertanianbioindustri di Provinsi Bengkulu.
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakatserta daya beli masyarakat/petani dikawasan kajian melalui percepatanpembangunan ekonomi wilayah berbasisintegrasi tanaman dan ternak
iv
13. Biaya Kegiatan : Rp. 457.700.000,00 (Empat ratus limapuluh tujuh juta tujuh ratus ribu rupiah).
Koordinator Program, Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Ir. Wahyu Wibawa, MP Dr. Ir. Umi Pudji Astuti, MPNIP. 19690427 199803 1 001 NIP. 19610531 199003 2 001
MengetahuiKepala BBP2TP, Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Abdul Basit, MS Dr. Ir. Dedi Sugandi, MPNIP. 19610929 198603 1 003 NIP. 19590206 198603 1 002
v
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTAR.................................................................................... iiLEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iiiDAFTAR ISI.............................................................................................. vDAFTAR TABEL......................................................................................... viiDAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viiiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ixRINGKASAN ............................................................................................. xSUMMARY................................................................................................ xii
I. PENDAHULUAN .................................................................................. 11.1. Latar Belakang............................................................................. 11.2. Tujuan ........................................................................................ 21.3. Keluaran ..................................................................................... 41.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak..................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 62.1. Landasan Teori ............................................................................ 62.2. Penelitian Terdahulu..................................................................... 7
III. PROSEDUR PELAKSANAAN.................................................................. 103.1. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 103.2. Pendekatan ................................................................................. 113.3. Ruang Lingkup............................................................................. 113.4. Waktu dan Tempat ...................................................................... 123.5. Tahapan Pelaksanaan................................................................... 123.6. Rancangan Pengkajian ................................................................. 133.7. Data dan Analisis ......................................................................... 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 174.1. Menyusun data base (monograf) wilayah pengkajian,
inventarisasi kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan) ......... 174.2. Membangun sistem dan mekanisme pertanian bioindustri
spesifik lokasi (desain) serta memperkuat kompetensi SDMkelompok/kelembagaan................................................................ 24
4.3. Meningkatkan produksi kopi, produksi daging sapi, sertamendorong penerapan sitem integrasi tanaman –ternakberbasis inovasi teknologi ............................................................. 41
4.4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi, ternak, sayuran danlimbah tanaman dan ternak melalui teknologi terbarukanmenjadi produk-produk sekunder yang bernilai tambah................... 41
V. KESIMPULAN .................................................................................... 49
KINERJA HASIL ....................................................................................... 50DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 51ANALISIS RISIKO ..................................................................................... 54JADUAL KERJA ......................................................................................... 55PEMBIAYAAN ........................................................................................... 56PERSONALIA ............................................................................................ 58LAMPIRAN ............................................................................................... 60
vi
DAFTAR TABEL
Halaman1. Jumlah Kepemilikan Ternak petani sampel di Desa Air Meles
Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015 ............................................. 19
2. Teknologi yang sudah diketahui dan diterapkan dalam usaha sapiDesa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten RejangLebong Tahun 2015 ......................................................................... 20
3. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Kopi di Desa Air MelesBawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong Tahun2015 ............................................................................................... 21
4. Komoditas Sayuran di Desa Air Meles Bawah Kabupaten RejangLebong Tahun 2015.......................................................................... 22
5. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Cabe di Desa Air MelesBawah Kabupaten Rejang Lebong tahun 2015 .................................... 22
6. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Tomat di Desa Air MelesBawah Kabupaten Rejang Lebong tahun 2015 .................................... 23
7. Data Sifat dan Curah Hujan Bulan Maret-Agustus serta PrakiraanSifat dan Curah Hujan Bulan Oktober-Nopember Kabupaten RejangLebong Tahun 2015.......................................................................... 23
8. Hasil Analisa Tanah Sawah, Kopi, dan Sayuran di Desa Air MelesBawah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015. .................................. 24
9. Kegiatan Peningkatan Sumber Daya Manusia Kelompok Tani GadingIndah Desa Air Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong tahun 2015..... 28
10. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Pelatihan di Desa Air MelesKabupaten Rejang Lebong Tahun 2015 ………………. ............................ 28
11. Peningkatan pengetahuan petani sebelum dan setelah mengikutipelatihan peremajaan tanaman kopi dengan sistem penyambunganTag Ent di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup TimurKabupaten Rejang Lebong Tahun 2015. ............................................. 29
12. Rata-rata Tingkat Ketrampilan Teknis Penyambungan/Okulasi Kopidi Desa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015 .................... 30
13. Komponen hasil tanaman kopi sambung Tag Ent desa Air MelesAtas Rejang Lebong.......................................................................... 31
14. Syarat mutu umum biji kopi beras menurut SNI 2907 – 2008 .............. 36
15. Hasil Analisis Proksimat Produk Fermentasi Limbah Kulit Kopi danDaun Kopi Segar di Desa Air Meles tahun 2015................................... 43
16. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Ternak yang beri pakanFermentasi Tahun 2015 .................................................................... 44
17. Hasil Analisa Kompos Kotoran padat Sapi dan kulit kopi di Desa AirMeles tahun 2015............................................................................. 47
vii
18. Data Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang Cabai denganimplementasi Berbagai Macam POP di Desa Air Meles tahun 2015 ........ 48
19. Daftar risiko dan dampak pelaksanan pengkajian model sistempertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi diProvinsi Bengkulu Tahun 2015........................................................... 54
20. Daftar penanganan risiko pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015 ..................................................................... 54
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman1. Kerangka Pikir Model Pengembangan Pertanian Bioindustri Sistem
Integrasi Tanaman dan Ternak di Bengkulu.......................................... 10
2. Sistem dan Mekanisme Pertanian Eksisting Mengarah ke PertanianBioindustri Berbasis Sumberdaya Lokal Spesifik Bengkulu ...................... 14
3. Peta Desa Air Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong..... ..................... 18
4. Rancangan Sistem dan Mekanisme Pertanian Bioindustri IntegrasiTanaman - Ternak di Provinsi Bengkulu Tahun 2015 ............................. 25
5. Struktur Organisasi Kelompok Tani Gading Indah Desa Air MelesBawah Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang LebongTahun 2015 ....................................................................................... 27
6. Kelembagaan dan Tata Kelola Usaha Pertanian Bioindustri..................... 31
7. Mesin pengupas kulit buah kopi (a), dan mesin pencuci lendir bijikopi (b) ............................................................................................. 35
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman1. Dokumentasi pelaksanaan PRA, pengambilan sampel tanah,
perbaikan kandang, dan pengolahan lahan tanaman cabe pengkajianmodel sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapispesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2015 .................................... 60
2. Dokumentasi pelaksanaan pengolahan kopi petik merah pengkajianmodel sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapispesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2015............. ....................... 61
3. Dokumentasi pelaksanaan pembuatan kompos dan perakitan instalasibiourine pengkajian model sistem pertanian bioindustri berbasisintegrasi padi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun2015........ ......................................................................................... 62
4. Dokumentasi pelaksanaan sosialisasi kegiatan pengkajian modelsistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasidi Provinsi Bengkulu Tahun 2015......... ................................................ 63
5. Hasil Analisa Tanah ............................................................................ 64
6. Hasil Analisa Proksimat Daun Kopi Segar dan Fermentasi Kulit Kopi ........ 65
7. Hasil Analisa Proksimat Silase Kulit Kopi ............................................... 66
8. Hasil Analisa Proksimat Silase Daun Kopi .............................................. 67
9. Hasil Analisa Kompos.......................................................................... 68
x
RINGKASAN
1 Judul : Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis IntegrasiTanaman-Ternak Spesifik Lokasi Di Provinsi Bengkulu.
2 Unit kerja : BPTP Bengkulu3 Tujuan Umum : 1. Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri
Berbasis Integrasi Kopi – Sapi Spesifik Lokasi diProvinsi Bengkulu
2. Berkembangnya model sistem pertanian bioindustri di Provinsi Bengkulu
Tujuan 2015 : 1. Menyusun data base (monograf) wilayahpengkajian, inventarisasi kebutuhan inovasi(teknologi dan kelembagaan)
2. Membangun sistem dan mekanisme pertanianbioindustri spesifik lokasi (desain) sertamemperkuat kompetensi SDM kelompok.
3. Meningkatkan produksi kopi, produksi dagingsapi, serta mendorong penerapan sitem integrasitanaman – ternak berbasis inovasi teknologi
4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi, ternak,sayuran dan limbah tanaman dan ternak menjaditeknologi terbarukan menjadi produk-produksekunder yang bernilai tambah
4 Keluaran 2015 : 1. Tersusunnya informasi basis data wilayahpengkajian, kebutuhan inovasi (teknologi dankelembagaan)
2. Terbangunnya sistem dan mekanisme (desain)pertanian bioindustri spesifik lokasi sertapenguatan kapasitas SDM
3. Peningkatan produksi kopi, produksi daging sapi,serta mendorong penerapan sistem integrasitanaman – ternak berbasis inovasi teknologi
4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi, ternak,sayuran dan limbah tanaman dan ternak menjaditeknologi terbarukan menjadi produk-produksekunder yang bernilai tambah
5 Prosedur : Pengkajian dilakukan selama 3 tahun, mulai daritahun 2015 sampai dengan tahun 2017 di Desa AirMeles Kabupaten Rejang Lebong denganpertimbangan sebagai berikut : 1) Merupakan sentrapengembangan kopi dan sapi di Provinsi Bengkulu;2) Mempunyai kesesuaian agroekosistem untukpengembangan tanaman kopi dan ternak di ProvinsiBengkulu; 3) Adanya dukungan programpengembangan kopi dan ternak sapi dari DinasPerkebunan, Dinas Pertanian dan Dinas Peternakanprovinsi dan kabupaten. Pengkajian dilakukan melalui
xi
survey, pengkajian lapangan dan laboratorium,dengan tahapan : 1) Koordinasi antar pemangkukepentingan; 2) Penyusunan rencana kegiatan; 3)Penelusuran literatur (desk studi); 4) Penyusunaninstrumen penggalian data primer (kuesioner); 5)Survey lapang menggunakan metode pengamatanlapangan secara cepat (PartisipqaatoryRuralAppraisa/PRA); 6) Identifikasi dan analisa datamelalui pendekatan evaluasi teknis dan sosialekonomi; 7) Penyusunan desain dan road map modelbioindustri berkelanjutan spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu; 8) Pengumpulan data sosial ekonomi,kelembagaan, agronomi, kandungan nutrisi padapakan, kandungan hara pada kompos, efikasibiopestisida dari urine, kandungan hara pada tanah;9) Sosialisasi, pelatihan dan demplot; 10) Pelaporan
6 Capaian : 1. Inovasi teknologi2. Inisiasi kelembagaan3. Model diseminasi yang diterapkan4. 3 buah Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang meliputi
teknis budidaya, pasca panen, dan diseminasi
7 Manfaat : 1. Terjadinya peningkatan produktivitas usahaagribisnis dan pendapatan petani melaluipercepatan penggunaan inovasi pertanianbioindustri.
2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berbasisintegrasi tanaman dan ternak di kawasan kajian
3. Teradopsinya model pertanian bioindustri spesifiklokasi oleh petani dan stakeholders
8 Dampak : 1. Terciptanya pertanian ramah lingkungan melaluiintegrasi tanaman – ternak di Provinsi Bengkulu
2. Meningkatnya daya beli masyarakat/petani diProvinsi Bengkulu melalui percepatanpembangunan ekonomi wilayah
3. Meningkatnya akuntabilitas Badan LitbangPertanian sebagai penghasil Inovasi melaluipenyebaran dan adopsi inovasi oleh pengguna.
9 JangkaWaktu : 3 (tiga) tahun (2015 -2017)10 Biaya : Rp. 457.700.000,00 (Empat ratus lima puluh tujuh
juta tujuh ratus ribu rupiah)
xii
SUMMARY
1 Title : The Model of Bioindustri Farming Sistem Based onSpecific Location of Crop-live stock Integration inBengkulu Province
2 ImplementingUnit
: Assessment Institution of Agriculture TechnologyBengkulu
3 Objectives : 1. Recommendation Model-Based Farming SistemsIntegration Bioindustri Coffee-Cow SpecificLocation in Bengkulu
2. The development of bio-industrial model offarming sistems in Bengkulu
Objectives of2015
1. To arrange the database (monographs) ofassessment area, to inventory the innovationneeds (technological and institutional), to buildthe agricultural sistem and mechanism of specificlocation bioindustri (design) and to strengthenthe competencies of human resources group
2. To strengthen the implementation and develop/modify the agricultural sistem design of specificlocation bioindustri and institutional capacity
3. To develop and replicate the agricultural model ofspecific location bioindustri to the region withsimilar potencies and agroecosistems
4. Utilizing waste coffee farming, cattle, vegetabelsand crops and livestock waste into renewabletechnologies into secondary products are value-added
4 Output of 2015 : 1. Database information of assessment area, theinnovation needs (technological and institutional),sistem and mechanism (design) of specificlocation bioindustri and strengthening thecompetencies of human resources
2. The development/modification of the agriculturalsistem design of specific location bioindustri andinstitutional capacity
3. The development and replication of specificlocation bioindustri model to the region withsimilar potencies and agroecosistems
4. Utilizing waste coffee farming, cattle, vegetabelsand crops and livestock waste into renewabletechnologies into secondary products are value-added
5 Procedure : The assessment carried out for 3 years, startingfrom 2015 up to 2017 in the village of AirMelesBawahRejang Lebong with the followingconsiderations: 1) Represents the coffee and cattledevelopment centers in the province of Bengkulu;2) Have the suitability of agro-ecosistem for the
xiii
development of coffee crops and livestock in theBengkulu Province; 3) There is support coffeedevelopment program and the cattle of PlantationOffice, Department of Agriculture and AnimalHusbandry Department provinces and districts.Assessment is done through surveys, field andlaboratory assessment, with the following steps: 1)The coordination between stakeholders; 2)Preparation of action plans; 3) Search literature(desk studi); 4) Preparation of primary datacollection instrument (questionnaire); 5) field surveyusing rapid methods of field observations(Partisipqaatory Rural Appraisa / PRA); 6)Identification and analysis of data through a socialapproach to technical and economic evaluation; 7)Preparation of design and sustainable road mapbioindustri specific models in the Bengkulu Province;8) Data collection of socio-economic, institutional,agronomic, nutritional content of the feed, thenutrient content of compost, biopesticide efficacy ofurine, the nutrient content of the soil; 9)socialization, training and demonstration plots; 10)Reporting
6 Achievements : 1. Technological innovation2. Initiation of institutional3. The dissemination model is applied4. 3 pieces of Scientific Writing, which includes
cultivation techniques, post-harvest, anddissemination
7 Benefit : 1. An increase in the productivity of agribusinessand farmers' income through the acceleration ofthe use of agricultural innovation bioindustry.
2. Increased public welfare based integration ofcrops and livestock in the area of study
3. The adaptation of bioindustri model of site-specific farming by farmers and stakeholders
8 Impact : 1. The creation of environmentally friendly farmingthrough integrated crop - livestock in theprovince of Bengkulu
2. The increasing purchasing power of people /farmers in Bengkulu Province through theacceleration of regional economic development
3. Increased accountability IAARD as a producer ofinnovation through the deployment and adoptionof innovation by users.
9 Time Period : 3 (three) years (2015 -2017)10 Cost : IDR. 457.700.000,00
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian ke depan harus dibangun dengan konsep model pertanian
ramah lingkungan spesifik lokasi untuk mewujudkan pertanian bio-industri.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat akan diiringi dengan peningkatan
kesadaran terhadap penyelamatan dan pelestarian lingkungan.
Tantangan dan permasalahan pembangunan pertanian secara nasional
maupun global semakin besar. Degradasi sumberdaya pertanian, variabilitas dan
ketidakpastian iklim, konversi dan alih fungsi lahan, serta pencemaran di sektor
pertanian menjadi ancaman sekaligus tantangan dalam mewujudkan sistem
pertanian bio-industri yang berkelanjutan. Bioindustri adalah sistem pertanian
yang mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya
hayati termasuk biomasa dan/atau limbah organik pertanian, bagi kesejahteraan
masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis (SIPP, 2014).
Pembaharuan diperlukan sebagai upaya mewujudkan pertanian bio-
industri yang berkelanjutan. Pembaharuan dalam perspektif sistem pertanian
bioindustri dapat dilakukan melalui: (1) Usaha pertanian berbasis ekosistem
intensif; (2) Pengolahan seluruh hasil pertanian dengan konsep whole biomass
biorefinery; (3) Integrasi usaha pertanian-biodigester-biorefinery. Prinsip dasar
pembaharuan dalam konsep bioindustri diantaranya adalah: (1) Berkelanjutan;
(2) Mengoptimalkan pemanfaatan produk dengan mengurangi/meminimalkan
limbah (ramah lingkungan); (3) Memaksimalkan pendapatan melalui peningkatan
nilai tambah; (4) Mempertimbangkan keseimbangan dan efisiensi (economic
scale).
Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian di Provinsi
Bengkulu karena menyumbangkan porsi terbesar (39,84%) dalam pembentukan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (Badan Pusat statistik Provinsi Bengkulu,
2012). Dukungan luas wilayah, kondisi lahan, iklim dan geografi di Provinsi
Bengkulu menjadikan wilayah ini di dominasi oleh komoditas perkebunan dan
ternak. Kelapa sawit, karet, dan kopi merupakan komoditas yang dominan dan
menjadi komoditas unggulan, sedangkan sapi potong merupakan komoditas
ternak utama di Provinsi Bengkulu.
2
Selain komoditas perkebunan, Provinsi Bengkulu juga mempunyai potensi
pengembangan komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan.
Tanaman pangan potensial untuk dikembangkan di Provinsi Bengkulu
diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan kacang tanah. Tanaman
hortikultura yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah sayuran
(bawang merah, bawang daun, cabe, wortel, sawi, kentang, kubis, tomat,
terung, ketimun, kangkung, dan bayam) dan aneka buah. Selain komoditas
tanaman, Provinsi Bengkulu juga mempunyai peluang pengembangan komoditas
peternakan. Ternak yang berpotensi untuk dikembangkan diantaranya adalah
sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, ayam dan itik (Badan Pusat Statistik
Provinsi Bengkulu, 2012).
Secara umum, komoditas tanaman pangan, hortikultura, maupun ternak
masih diusahakan secara monokultur dan belum ke pola usahatani tanaman
multikultur maupun integrasi tanaman ternak. Kondisi ini banyak menimbulkan
permasalahan dalam sistem pertanian yang diantaranya adalah: (1) Produktivitas
dan kualitas produk yang rendah, (2) Banyak limbah yang belum dimanfaatkan
secara optimal, (3) Sangat tergantung dengan input eksternal, (4) Bersifat
subsisten dan belum mempertimbangkan economic scale. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa secara umum pertanian bioindustri belum diterapkan
dan perlu diinisiasi sesuai dengan kondisi wilayah (spesifik lokasi). Studi dan
identifikasi model pertanian bioindustri perlu dilakukan untuk mendapatkan
gambaran riel dalam upaya mempermudah mengenal dan mendesain model
pertanian bioindustri spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu. Kopi dan sapi
merupakan komoditas unggulan dan diusahakan oleh sebagian besar masyarakat
tani di Provinsi Bengkulu.
1.2. Tujuan Umum
1. Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Integrasi
Tanaman – Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
2. Berkembangnya model sistem pertanian bioindustri di Provinsi
Bengkulu
3
Tujuan (2015)
1. Menyusun data base (monograf) wilayah pengkajian, inventarisasi
kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan)
2. Membangun sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi
(desain) serta memperkuat kompetensi SDM kelompok/kelembagaan.
3. Meningkatkan produksi kopi, produksi daging sapi, serta mendorong
penerapan sitem integrasi tanaman – ternak berbasis inovasi teknologi
4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi, ternak, sayuran dan limbah tanaman
dan ternak melalui teknologi terbarukan menjadi produk-produk sekunder
yang bernilai tambah
Tujuan Tahun 2016
1. Memantapkan disain model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman
(kopi) - ternak (Sapi) spesifik lokasi Bengkulu
2. Mengembangkan produk pertanian bioindustri
3. Mengetahui potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas
tanaman dan ternak
4. Mendiseminasikan inovasi teknologi kepada stakeholders
Tujuan Akhir (2017)
Tujuan tahun 2017 secara khusus ingin :
1. Menyusun Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis
Integrasi Tanaman – Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu
2. Mewujudkan suatu kawasan pengembangan pertanian bioindustri berbasis
tanaman- ternak yang berwawasan lingkungan.
3. Mengembangkan/mereplikasi bioindustri berbasis SITT di wilayah-wilayah
pengembangan tanaman – ternak oleh Pemerintah Daerah pada
agroekosistem yang berbeda
4. Memandirikan kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu
komoditas tanaman - ternak (SITT) yang berkelanjutan.
4
1.3 Keluaran
Tahun 2015
1. Tersusunnya data base (monograf) wilayah pengkajian, inventarisasi
kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan)
2. Terbangunnya sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi
(desain) serta memperkuat kompetensi SDM kelompok.
3. Meningkatnya produksi kopi, produksi daging sapi, serta mendorong
penerapan sitem integrasi tanaman – ternak berbasis inovasi teknologi
4. Termanfaatkannya limbah usahatani kopi, ternak, sayuran dan limbah
tanaman dan ternak menjadi teknologi terbarukan menjadi produk-produk
sekunder yang bernilai tambah
Keluaran Tahun 2016
1. Diperolehnya disain model sistem pertanian bioindustri berbasis tanaman
(kopi) - ternak (Sapi) spesifik lokasi Bengkulu
2. Berkembangnya produk pertanian bioindustri
3. Diketahuinya potensi produk bioindustri terhadap peningkatan produktivitas
tanaman dan ternak
4. Terdiseminasikannya inovasi teknologi kepada stakeholders
Keluaran Akhir (2017)
Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta daya beli
masyarakat/petani di kawasan kajian melalui percepatan pembangunan ekonomi
wilayah, yang secara khusus ingin :
1. Diperolehnya Rekomendasi Model Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis
Integrasi Tanaman – Ternak (SITT) Spesifik Lokasi di Provinsi Bengkulu yang
siap direplikasi ke kawasan lain
2. Terwujudnya suatu kawasan pengembangan pertanian bioindustri berbasis
tanaman- ternak yang berwawasan lingkungan.
3. Berkembangnya dan tereplikasikannya model pertanian bioindustri berbasis
integrasi tanaman-ternak ke kawasan lain oleh Pemerintah Daerah pada
agroekosistem yang berbeda.
4. Mandirinya kelembagaan kelompok tani dalam pengelolaan terpadu
komoditas tanaman - ternak (SITT) yang berkelanjutan.
5
1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Perkiraan Manfaat
1. Terjadinya peningkatan produktivitas usaha agribisnis dan pendapatan
petani melalui percepatan penggunaan inovasi pertanian bioagroindustri.
2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat berbasis integrasi tanaman dan
ternak di kawasan kajian.
3. Teradopsinya model pertanian bioindustri spesifik lokasi oleh petani dan
stakeholders.
Perkiraan Dampak
1. Terciptanya pertanian ramah lingkungan melalui integrasi tanaman – ternak
di Provinsi Bengkulu.
2. Meningkatnya daya beli masyarakat/petani di Provinsi Bengkulu melalui
percepatan pembangunan ekonomi wilayah.
3. Meningkatnya akuntabilitas Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil
inovasi melalui penyebaran dan adopsi inovasi oleh pengguna.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
Kementerian Pertanian (Kementan) menggagas konsep bioindustri atau
zero waste sebagai bagian upaya merevitalisasi unit industri pengolahan di
tingkat pedesaan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Pertanian
bioindustri atau industri pertanian adalah usaha pengolahan sumber daya alam
hayati (pertanian) dengan bantuan teknologi industri untuk menghasilkan
berbagai macam hasil yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi. Pengolahan itu
tidak hanya terbatas pada upaya meningkatkan hasil pertanian saja, akan tetapi
bagaimana mengelola hasil pertanian menjadi komoditas yang bervariasi,
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia yang
sebagian besar merupakan para petani.
Pengelolaan tanaman berskala industri yang dapat meningkatkan
kesejahteraan dan perekonomian masyarakat Indonesia adalah melalui pertanian
bioindustri. Salah satunya dengan memanfaatkan tanaman sebagai sumber
energi alternatif dengan mengolah tanaman menjadi biofuel. Pertanian
bioindustri dapat menjadi alternatif pilihan sebagai bahan baku energi untuk
menggantikan BBM yang ketersediannya semakin menipis. Meningkatnya harga
bahan bakar minyak dan gas, ketahanan energi serta meningkatnya polusi
lingkungan dalam kaitannya dengan penggunaan bahan bakar merupakan
penyebab bangkitnya kembali bioindustri pada beberapa tahun terakhir (Ariati,
2006).
Pertanian bioindustri berkelanjutan adalah konsep pembangunan
pertanian masa mendatang, memandang lahan pertanian tidak semata-mata
merupakan sumberdaya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh
faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan
pangan dan non pangan yang dikelola menjadi bioenergi, pakan, dan pupuk
dengan prinsip zero waste. Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses
produksi yang mampu menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan
berbagai produk yang tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan
berbagai siklus produk melalui proses produksi yang tidak menghasilkan polusi
dan tidak ada akhir dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak
menjadi sampah. Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang
7
tetap dapat digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa
disebut zero waste.
Konsep ini dapat bersifat spesifik lokasi yang berkaitan dengan
keragaman dari variabel penyusun maupun lingkungan/agroekosistemnya. Hal ini
dapat terjadi karena konsep ini mempunyai karakteristik penting yaitu
independensi terhadap bahan baku alam, dimana proses produksi dapat di
kontrol. Konsep ini akan dapat berjalan jika semua komponen, akademisi, bisnis,
goverment dan komunitas bergerak bersama secara sinergi. Kaitan antar pelaku
bersifat interlocked, yang berarti ada keterkaitan yang erat antara satu dengan
lainnya. Jika salah satu dari 4 komponen (quatro helix) tidak dapat berjalan
dengan baik, maka hampir dipastikan konsep tidak dapat berjalan dengan
optimal.
Pertanian ramah lingkungan merupakan konsep model yang bertujuan
agar kegiatan ekonomi tidak merusak lingkungan, dengan tetap memperhatikan
keterkaitan antara ekologi, ekonomi, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Manfaat utama dari pendekatan ini adalah pada proses dan inovasi produk dan
penciptaan rantai nilai, seperti pangan yang sehat dan aman, sumberdaya
terbarukan, dan energi berbasis bio-massa, yang seluruh proses dan aplikasinya
menggunakan sumberdaya tanaman, mikroorganisme, dan hewan/ternak. Salah
satu contoh konsep pengembangan pertanian bioindustri berbasis sumberdaya
lokal adalah integrasi antara tanaman dan ternak dalam efisiensi produksi.
Keterkaitan antara tanaman dengan ternak sapi dalam satu sistem
usahatani terpadu dapat dikembangkan secara berkelompok dalam kawasan
perkebunan. Dengan pola ini petani mendapatkan sumber income dari dua
komoditas yang diusahakan, disamping kemungkinan penurunan biaya produksi
baik pada usaha tanaman maupun usaha ternaknya dengan munculnya kondisi
saling menunjang diantara kedua usaha komoditas tersebut. Manajemen yang
diaplikasikan adalah 'zero waste' dan 'zero cost' (Priyanti dan Djajanegara, 2004).
2.2. Penelitian Terdahulu
Penggunaan pupuk kandang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Soetanto Abdoelah, 2013). Pupuk kandang dapat mensuplai
semua nutrisi yang diperlukan tanaman kopi walaupun dalam jumlah kecil.
Nitrogen dan kalium merupakam unsur hara paling penting untuk memperoleh
8
produksi tinggi pada tanaman kopi. Dalam kurun waktu 1 tahun satu ekor sapi
dewasa dapat menghasilkan kompos 963,65 kg dengan kadar air 20% (Adijaya
dan Yasa, 2013). Kadar rata-rata unsur hara dalam pupuk kandang untuk
masing-masing unsur hara adalah sebagai berikut: N 0,5%; P 0,25%; K 0,4%;
Na 0,08%; S 0,02%; Zn 0,004%; Co 0,0003%; Mg 0,007%; Fe 0,45%).
Kulit kopi merupakan limbah yang cukup melimpah, karena jumlahnya
mencapai 45-50% dari berat kopi yang dipanen. Dalam setiap ton buah basah
diperoleh 200 kg kulit kopi kering. Hasil analisis kesetimbangan massa buah kopi
diperoleh bahwa dari 100 kg buah kopi yang diolah kering akan diperoleh 29 kg
(29%) gelondong kering yang terdiri dari 15,95 kg biji kopi (55%) dan 13,05 kg
kulit gelondong kering (45%). Kulit gelondong kering terdiri kulit cangkang,
lendir dan kulit buah dengan perbandingan bobot kering 11,9 : 4,9 : 28,7
(Widyotomo, 2013). Kandungan nutrisi dari kulit kopi cukup baik berpotensi
untuk dikonversi menjadi sumber bahan baku pakan ternak. Zainuddin dan
Murtisari (1995) melaporkan bahwa kulit buah kopi potensial untuk digunakan
sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Kandungan zat nutrisi yang terdapat
pada kulit buah kopi diantaranya adalah protein kasar sebesar 10,4%, serat
kasar sebesar 17,2% dan energi metabolis 14,34 MJ/kg relatif sebanding dengan
zat nutrisi rumput. Fermentasi limbah kulit kopi dengan Aspergillus niger mampu
meningkatkan nilai gizi limbah kopi yang ditunjukkan dengan meningkatnya
protein dari 6,67% menjadi 12,43% dan menurunkan kadar serat kasar dari
21,4% menjadi 11,05%. Limbah kulit buah kopi dapat menggantikan 20%
kebutuhan konsentrat komersial yang digunakan sebagai pakan ternak, dan
menekan biaya pakan hingga 30% (Rathinavelu & Graziosi, 2005).
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak 8-10 kg setiap
hari. Dari kotoran sapi sebanyak ini dapat dihasilkan 4-5 kg pupuk organik/hari
setelah melalui pemroresan. Penggunaan pupuk organik pada lahan sawah rata-
rata 2 ton/ha/musim, sehingga pupuk organik yang dihasilkan dapat memenuhi
kebutuhan pupuk organik bagi lahan sawah seluas 1,8 – 2,7 ha untuk dua musim
tanam padi (Badan Litbang Pertanian, 2002).
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan
hasil panen, sehingga mewujudkan usaha agribisnis yang berdaya saing dan
ramah lingkungan. Pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak yang dicampur
9
dengan jerami padi memiliki kandungan hara yaitu: pH (7,15); N-total (0,64 %),
C-organik (9,31 %), P2O5 (0,02 %), K2O (0,59 %), dan C/N (14,55) (Elma Basri).
Standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 minimum mengandung
Nitrogen (N) 0,40%, Fosfor (P2O5) 0,1% danKalium (K2O) 0,20%. Kandungan N
dalam kompos berasal dari bahan organic kompos yang didegradasi oleh
mikroorganisme, sehingga berlangsungnya proses degradasi (pengomposan)
sangat mempengaruhi kandungan N dalamkompos. Kandungan (P2O5) dalam
komposan diduga berkaitan dengan kandungan N dalam komposan. Kalium (K2O)
tidak terdapat dalam protein, elemen ini bukan elemen langsung dalam
pembentukan bahan organik, kalium hanya berperan dalam membantu
pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium digunakan oleh mikroorganisme
dalam bahan substrat sebagai katalisator, dengan kehadiran bakteri dan
aktivitasnya akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kandungan kalium.
Imbangan feses sapi potong dan sampah organic 25 : 75 menghasilkan kualitas
kompos terbaik (N = 2.18%; P = 1,17% dan K = 0,95% ) (Hidayati dkk., 2010).
Potensi pengembangan Biogas di Provinsi Bengkulu masih cukup besar.
Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan ± 2m3 biogas/hari. Potensi
ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m biogas
dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah (Ali, dkk). Residu
pembuatan biogas, dalam bentuk kompos merupakan sumber pupuk organik
bagi tanaman, sekaligus sebagai pembenah tanah (soil amendment)
(Haryanto,B., 2009).
Zubir dkk.(2010) menyatakan bahwa penggunaan pakan komplet berbasis
limbah jagung di Kabupaten Bungo dapat meningkatkan pendapatan sebesar
19% jika biaya tenaga kerja diperhitungkan. Sedangkan jika biaya tenaga kerja
tidak diperhitungkan pendapatan menurun sebesar 59%. Penggunaan pakan
komplet dapat meningkatkan kapasitas pemeliharaan ternak berdasarkan
ketersediaan tenaga kerja sebesar 4,33 kali. Hal ini menimbulkan opportunity
cost pada usaha sapi bibit tanpa pakan komplet sebesar 271%. Penggunaan
pakan komplet pada usaha sapi bibit milik rakyat akan efektif jika skala
pemeliharaan ditingkatkan.
10
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Wilayah terpilih sebagai model pertanian bioindustri berwawasan
lingkungan berbasis tanaman – ternak (SITT), merupakankawasan strategis
untuk dikembangkan sebagai kawasan agribisnis. Penanaman dengan integrasi
tanaman ternak mempunyai keuntungan ganda, sebagai upaya mempersiapkan
wilayah ini sebagai model percontohan tanaman yang diintegrasikan dengan
ternak yang berwawasan lingkungan sebagaimana kerangka pikir berikut.
Gambar 1. Kerangka Pikir Model Pengembangan Pertanian Bioindustri SistemIntegrasi Tanaman dan Ternak di Bengkulu
Pengembangan pertanian bioindutri sistemintegrasi tanaman - ternak (SITT) spesifik
Bengkulu
POTENSI :Sumberdaya alam berupa lahanyang luas dan cukup suburSumberdaya manusia yang cukuplama berusahatani dan ternakTersedianya limbah pertanian yangbelum dimanfaatkanTersedianya teknologi tepat gunadari Balitbangtan
MASALAH :Harga saprodi dan produkpertanian fluktuasiLuas kepemilikan lahan usahataniModal terbatasAdopsi teknologi rendahKebiasaan usahatani masihmonokultur/belum terintegrasi
Produktivitas pertanian dan pendapatan petanimasih rendah
Pengelolaan limbah belum dilakukan
Model Pengembangan Pertanian bioindustri Sistem IntegrasiTanaman Dan Ternak di Bengkulu
Usaha pertanianberwawasan bioindustrisistem integrasi tanaman(kopi, padi, sayuran) danternak (sapi, kambing,ayam) di lahan datarantinggi spesifik Bengkulu
Sumber Daya Alam,sumber Daya Manusiadan Sumber DayaBuatan (inovasi danregulasi), teknologiterbarukan
Keberlanjutanusaha bioindustrisistem integrasitanaman danternak di Bengkulu
11
3.2. Pendekatan
Kegiatan ini menggunakan beberapa pendekatan, meliputi pendekatan
agroekosistem, wilayah, agribisnis, kelembagaan, wawasan ramah lingkungan,
usaha integrasi, serta pemberdayaan masyarakat dan partisipatif.
1. Agroekosistem, artinya kegiatan yang dilakukan berdasarkan agroekosistem
tertentu di mana sifat bio-fisik lahan secara relatif dianggap homogen, yang
dalam hal ini adalah lahan kering dataran tinggi
2. Wilayah, artinya kegiatan ini berupaya secara maksimal memanfaatkan
sumberdaya wilayah dalam pengertian admisnistratif
3. Agribisnis, artinya fokus kegiatan pengembangan mencakup semua
subsistem agribisnis secara lengkap dan padu
4. Kelembagaan, maksudnya adalah kegiatan dilaksanakan dengan fokus ada
perubahan tindakan (perilaku sosial) dan organisasi (struktur sosial) dalam
kerangka rantai pasok teknologi dan sub-sistem agribisnis.
5. Berwawasan ramah lingkungan/minimize waste : seluruh limbah yang
dihasilkan diolah menggunakan teknologi terbarukan
6. Usahatani Integrasi : usaha tani satu mendukung usahatani lainnya
7. Pemberdayaan masyarakat dan partisipatif, maksudnya kegiatan ini terutama
ditujukan untuk pengembangan seluruh potensi dan sumberdaya yang
dimiliki masyakat dimana kebutuhan dan partisipasi menjadi titik sentral
kegiatan ini. Pendekatan pemberdayaan yang akan dilakukan melalui:
a. unit percontohan meliputi rehabilitasi tanaman kopi, pola tanam padi,
pengendalian terpadu hama dan penyakit, peningkatan kualitas lahan
melalui penambahan pupuk anorganik, pupuk organik, dan pupuk hayati;
peningkatan produktivitas ternak, biogas.
b. Pendampingan teknologi kepada masyarakat, petugas lapangan
dilaksanakan di lokasi unit percontohan melalui penyusunan inovasi
teknologi, demplot pengolahan pengolahan limbah ternak sapi potong,
padi, kopi, sayuran, ayam, kambing, pencatatan usahatani.
3.3. Ruang Lingkup
1. Inventarisasi kebutuhan inovasi (teknologi kopi, padi, sayuran,sapi,
kambing, ayam dan inovasi kelembagaan tani, pasar, kelembagaan
pendukung), potensi wilayah
12
2. Penguatan kompetensi SDM kelompok dan kelembagaan (pertemuan,
sosialiisasi, FGD, pelatihan, partisipatif on farm research).
3. Perbaikan teknis budidaya untuk meningkatkan produksi kopi, produksi
daging sapi, padi, sayuran, ayam, kambing serta mendorong
penerapan sitem integrasi tanaman – ternak berbasis inovasi teknologi
4. Pengolahan limbah usahatani kopi, ternak, sayuran dan limbah
tanaman dan ternak melalui teknologi terbarukan menjadi produk-
produk sekunder yang bernilai tambah.
3.4. Waktu dan Tempat
Kegiatan dilaksanakan di Kelompok Tani Gading Indah Desa Air Meles
Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong, yang dimulai bulan
Januari sampai Desember 2015.
3.5. Tahapan Pelaksanaan
Persiapan
Kegiatan persiapan yang telah dilakukan meliputi perbaikan RDHP,
penyusunan RODHP, dan pertemuan tim. RODHP disusun untuk mempermudah
pelaksanaan kegiatan di lapangan sebagai penjabaran dari proposal (RDHP).
RODHP lebih rinci memuat aspek administrasi/keuangan dan tahap pelaksanaan
kegiatan.
Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan kegiatan meliputi (1) Koordinasi antar pemangku
kepentingan (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten, Badan Pelaksana
Penyuluhan Kabupaten), (2) Sosialisasi kegiatan, (3) Penentuan calon lokasi dan
petani kooperator, (4) Penyusunan rencana kegiatan melalui Focus Group
Discussion (FGD) dalam identifikasi permasalahan serta merumuskan tindakan
dan aksi kegiatan yang mempunyai titik ungkit tinggi, (5) Penelusuran literatur
(desk study), (6) Penyusunan instrumen penggalian data primer, (7) Survei
lapang menggunakan metode pengamatan lapangan secara cepat (Rapid Rural
Appraisal/RRA) untuk menggali informasi keragaan atau karakteristik usahatani,
(8) Penyusunan desain dan road map model bioindustri berkelanjutan spesifik
lokasi di Provinsi Bengkulu, (9) Sosialisasi disain, pelatihan dan demplot, serta
13
(10) Tabulasi dan analisis data melalui pendekatan evaluasi teknis dan sosial
ekonomi.
Tahap penyusunan desain dan road map model bioindustri berkelanjutan
spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu dilaksanakan secara bertahap. Kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun pertama (tahun 2015), meliputi penyusunan database
(monograf) wilayah pengkajian, inventarisasi kebutuhan inovasi (teknologi dan
kelembagaan), pembangunan sistem dan mekanisme pertanian bioindustri
spesifik lokasi (desain) serta penguatan kompetensi SDM kelompok. Pada tahun
kedua (tahun 2016) dilakukan pemantapan pelaksanaan dan mengembangkan/
memodifikasi disain sistem pertanian bioindustri spesifik lokasi serta penguatan
kelembagaan. Pada tahun ketiga, meliputi (1) pengembangan dan
mereplikasikan model pertanian bioindustri spesifik lokasi ke kawasan dengan
potensi dan agroekosistem yang serupa, serta (2) Kelompok binaan sudah
mandiri dan dapat menjadi visitor plot bagi kelompok lainnya.
Monitoring dan Evaluasi
Tahap monitoring dan evaluasi meliputi pelaporan (bulanan, triwulan,
tengah tahun dan akhir), seminar hasil, dan penulisan KTI.
3.6. Rancangan Pengkajian
Keragaan Usaha Kelompok yang Mengarah ke Sistem PertanianBioindustri
Prinsip dari konsep bioindustri adalah proses produksi yang mampu
menghilangkan dampak polusi dan sekaligus menawarkan berbagai produk yang
tidak merusak lingkungan. Jadi konsep ini menyediakan berbagai siklus produk
melalui proses produksinya yang tidak menghasilkan polusi dan tidak ada akhir
dari sebuah produk setelah selesai digunakan, dan tidak menjadi sampah.
Produk-produk dalam suatu proses akan menjadi residual yang tetap dapat
digunakan kembali sebagai input bagi proses lainnya yang biasa disebut zero
waste.
Dengan melakukan integrasi tanaman-ternak diperoleh beberapa
keuntungan diantaranya adalah: (1) Mampu menjamin keberkelanjutan
usahatani, (2) Meningkatkan pemanfaatan produk sampingan dan meminimalkan
limbah (ramah lingkungan), (3) Meningkatkan pendapatan melalui peningkatan
14
Daging
anak
URINE FAECES
POC POP
SayuranPadi
BUBUKKOPI
INDUSTRIPAKAN
Kulit Kopi
Biji Kopi petikmerah
Daun Kopi
KONSUMEN
INDUSTRIPUPUK
INDUSTRIBUBUK KOPI
kopi
nilai tambah, dan (4) Meningkatkan produktivitas tanaman melalui penambahan
bahan organik dari ternak (Gambar 2).
Gambar 2. Sistem dan Mekanisme Pertanian Eksisting Mengarah ke PertanianBioindustri Berbasis Sumberdaya Lokal spesifik Bengkulu
Integrasi ternak sapi dengan tanaman kopi adalah integrasi utama dalam
konsep Bioindustri spesifik Bengkulu. Ternak sapi mengeluarkan feses dan urine.
Feses ini dapat dimanfaatkan menjadi biogas sebagai sumber energi dan bisa
juga sebagai pupuk organik yang langsung diberikan kepada tanaman kopi. Dari
proses biogas, limbah dari kotoran ternak akan di berikan juga ke tanaman kopi
sebagai pupuk organik. Bagian lain dari kotoran ternak sapi adalah dalam bentuk
cairan yaitu urine. Bagian cairan ini dapat difermentasi atau diolah menjadi
pupuk cair dan pestisida organik yang dapat diberikan kepada tanaman kopi.
Sinergi lain dari integrasi ternak sapi dengan tanaman kopi, adalah
integrasi Antara ternak kambing dengan tanaman kopi. Kotoran ternak kambing
diolah menjadi Pupuk Organik Padat (POP) dan selanjutnya diberikan ke tanaman
15
kopi. Mutualisme yang terjadi dari tanaman kopi adalah, limbah kulit kopi
dicampur dengan dedak dari kotoran ayam dengan perlakuan khusus, akan
menjadi pakan tambahan untuk ternak kambing. Kotoran dari ternak ayam
dicampur dengan dosis tertentu diberikan sebagai pupuk organik pada tanaman
sayuran yang ada di lokasi.
Implementasi penggunaan POP pada tanaman cabai dilakukan pada lahan
seluas 0,2 ha. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL), dengan faktor tunggal yaitu perlakuan jenis pupuk kandang.
Adapun perlakuannya terdiri pukan yang berasal dari kotoran sapi yang
merupakan fermentasi dari kulit kopi (S), pukan dari kotoran kambing (K) dan
pukan dari kotoran ayam (A). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 6 kali
dengan 3 sampel tanaman sehingga terdapat 48 tanaman. Varietas cabai yang
digunakan adalah F1 Lado. Variabel pertumbuhan dan hasil yang diamati antara
lain tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga pertanaman, jumlah buah
pertanaman, bobot buah rata-rata dan bobot buah pertanaman. Untuk
mengetahui hasil dan pengaruh dari perlakuan yang telah diberikan, data hasil
pengamatan ditabulasikan sehingga diperoleh nilai rata-rata.
Komoditi yang juga ikut dalam integrasi ini adalah komoditi padi. Limbah
dari tanaman padi ini adalah dalam bentuk sekam, jerami dan dedak. Limbah
jerami dari tanaman padi ini diberikan sebagai pakan ternak sapi. Untuk limbah
dedak dengan campuran kulit kopi diberikan sebagai pakan ternak sapi dan
ternak kambing. Komoditi lain adalah sayur-sayuran. Rancangan inovasi yang
akan dilakukan sebanyak 3 yaitu inovasi teknis, Inovasi kelembagaan dan
Diseminasi Inovasi.
3.7. Data dan Analisis
Data yang akan dikumpulkan adalah: 1) data sekunder (potensi wilayah,
potensi pasar, potensi usaha, swasta yang ada) dari disperta, disperindag,
bapeluh, statistik Kabupaten; 2) Jenis data primer dikumpulkan melalui
pengumpulan langsung kepada responden (petani, kelompok, tokoh masyarakat
formal/in-formal) dengan metode survei dan Focus Group Discussion (FGD).
Data primer meliputi aspek ekonomi terdiri atas: (i) data input-output
usahatani komoditas dominan didesa contoh, (ii) struktur dan pendapatan
setahun di desa contoh, (iii) data produksi dan pendapatan dari setiap usahatani
16
yang diusahakan, (iv) data upah pertanian dan non-pertanian yang berlaku di
desa contoh, dan (v) data harga input produksi dan harga output; Data primer
aspek sosial budaya meliputi: (i) pranata sosial, (ii) kohesi sosial,(iii) modal
sosial, (iv) kelompok strategis/panutan, (v) sistem kepemimpinan, (vi) tradisi dan
(vii). Semua macam data primer yang dikumpulkan dituangkan dalam kuisioner
terstruktur yang telah disiapkan.
Indikator yang diukur:
1. Data teknis : komponen hasil, produksi, nilai tambah, efisiensi teknis
2. Data ekonomi: penggunaan input, harga input-output, losess and gain,
efisiensi ekonomis, pendapatan sistem bioindustri dalam satu kawasan
3. Data social: perubahan Prilaku, Sikap, Ketrampilan
Analisis data:
1. Analisis ekonomi meliputi data usahatani komoditas existing/prospektif
diolah dengan analisis finansial untuk melihat profitabilitas usahatani,
efisiensi usahatani, struktur biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja
berdasarkansumber tenaga keluarga, luar keluarga dan jenis kelamin, nilai
imbalannya terhadap tenaga keluarga serta menganalisis tingkat teknologi
usahatani.
2. Analisis pendapatan dan pengeluaran usahatani dengan analisis
tabulasiuntuk melihat jumlah pendapatan dan pengeluaran, struktur
pendapatan dan sumbangan masing-masing usahatani komoditas sebagai
sumber pendapatan keluarga terhadap total pendapatan, analisis loss and
gain.
3. Analisis sosial budaya dilakukan melalui Pranata sosial, sosiogram (click,
liasion, group), Interaksi dan simbol prilaku, kohesi sosial dan modal sosial.
4. Setelah semua data dan informasi terkumpul dan dianalisa, kemudian
dilakukan sintesa hasil analisis dan informasi dan analisis pendukung
meliputi: (i) analisis kesesuaian lokasi dan komoditas, (ii) analisis pemilihan
teknologi, (iii) analisis dampak lingkungan dan ekologi.
5. Analisis Pasar, Penelitian tentang aspek pasar dan manajemen kemitraan,
menggunakan metode deskriptif survei analitik.
6.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Menyusun data base (monograf) wilayah pengkajian,inventarisasi kebutuhan inovasi (teknologi dan kelembagaan)
Penyusunan data base (monograf) wilayah pengkajian dilakukan
berdasarkan hasil kegiatan PRA Model Sistem Pertanian Bio Industri Berbasis
Integrasi Tanaman - Ternak Spesifik Lokasi di Propinsi Bengkulu. Kegiatan PRA
dilaksanakan di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten
Rejang Lebong pada bulan April 2015.
Wilayah pengkajian berada di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup
Timur Kabupaten Rejang Lebong dengan koordinat LS : 3O27’721” BT :
102O32’419” pada ketinggian 747 m dpl. Desa Air Meles Bawah memiliki
topografi, berbukit dengan ketinggian tempat antara ±250-1000 mdpl. Pada
umumnya tekstur tanah di Desa Air Meles Bawah adalah lempung dengan warna
tanah hitam.
Luas wilayah desa yaitu 270 ha dan populasi penduduk sebanyak 4.080
jiwa, terdiri dari laki-laki 2.448 jiwa dan perempuan 1.632 jiwa. Desa Air Meles
terletak ± 2,5 km dari perkantoran (kantor bupati). Penduduk Desa Air Meles
Bawah terdiri dari suku Jawa, Rejang, Batak, Musi, Lembak, Aceh, Sulawesi,
Sunda dan Serawai. Desa Air Meles Bawah terdiri dari 5 (lima) dusun. Mata
pencaharian penduduk antara lain sebagai petani/buruh tani sebesar 46,48%,
pedagang keliling 0,11%, peternak 1,56%, karyawan swasta 1,67%,
PNS/TNI/POLRI 1,42%, dan lain-lain sekitar 6,94%.
Desa Air Meles Bawah Berbatasan dengan beberapa kelurahan dan desa
tetangga, yaitu.
Sebelah Utara : Kelurahan Talang Ulu dan Desa Kesambe Baru
Kecamatan Curup Timur.
Sebelah Selatan : Kelurahan Air Bang Kecamatan Curup Tengah.
SebelahTimur : Desa Air Meles Atas Kecamatan Selupu Rejang.
Sebelah Barat : Kelurahan Sukaraja dan Kelurahan Sidorejo Kecamatan
Curup Timur dan Kecamatan Curup Tengah.
Peta Desa Air Meles Bawah tersaji pada Gambar 3.
18
Gambar 3. Peta Desa Air Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong
Lahan yang ada di Desa Air Meles Bawah dimanfaatkan untuk bercocok
tanam meliputi lahan sawah, perkarangan dan perkebunan. Potensi peternakan
yang ada antara lain ternak sapi potong, kambing dan ayam. Ada 9 kelompok
tani yang ada di Desa Air Meles Bawah, terdiri dari 3 kelompok ternak, 3
kelompok pertanian, 2 kelompok home industri dan 1 kelompok KPR.
Penggalian informasi yang berhubungan dengan usaha petani pada
bidang peternakan, perkebunan, tanaman pangan dan pasca panen (home
industri) dilakukan dengan metode PRA. Informasi diperoleh berdasarkan data
sekunder, wawancara dengan 7 kelompok yang terdiri dari kelompok
peternakan, kelompok pertanian, kelompok perkebunan rakyat dan home
industri, wawancara dengan key person (tokoh masyarakat dan kepala desa) dan
pengamatan langsung ke lapangan (observasi). Kegiatan PRA diakhiri dengan
wawancara mendalam dengan pendekatan focus Group Discussion (FGD) dan
pemaparan hasil FGD kepada kelompok peternakan, kelompok pertanian,
kelompok perkebunan rakyat dan home industri, petugas lapang, penyuluh
pertanian, BPP dan perangkat desa.
Pelaksanaan PRA melibatkan instansi/stakeholder yang terkait, meliputi 7
kelompok yang ada di Desa Air Meles Bawah yang terdiri dari kelompok
19
peternakan, kelompok pertanian, kelompok perkebunan rakyat dan home
industri, penyuluh, Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Tokoh Masyarakat.
Hasil Pelaksanaan PRA
a. Peternakan
Jumlah populasi kepemilikan ternak yang ada di Desa Air Meles Bawah
terdapat pada Tabel 1. Jenis ternak sapi yang dipelihara peternak yaitu sapi bali
dan simental, dengan rata-rata pengalaman beternak selama 3 – 14 tahun.
Tujuan dari pemeliharaan ternak untuk pembibitan dengan sistem pemeliharaan
secara intensif. Jenis pakan yang diberikan pada ternak berupa jerami, rumput
lapang, rumput gajah dan daun jagung. Sumber hijauan diperoleh dari mengarit
sebanyak 77% dan hanya 23% yang mempunyai kebun rumput. Sedangkan
potensi limbah yang ada yaitu kulit kopi, kulit ubi, bunga aren, dedak padi,
ampas tahu dan ampas sagu.
Jenis ternak kambing yang dipelihara adalah kambing peranakan etawa
(PE) dan kambing kacang. Pengalaman beternak rata-rata selama 3 tahun
dengan rata-rata kepemilikan sebanyak 6 ekor. Jenis pakan yang biasa
digunakan peternak yaitu rumput lapang, rumput gajah, daun gamal, daun
nangka. Sumber pakan diperoleh dari kebun dan pinggir jalan.
Tabel 1. Jumlah Kepemilikan Ternak petani sampel di Desa Air Meles KabupatenRejang Lebong Tahun 2015
No Jenis Ternak Induk pejantan PedetBetina
PedetJantan
Total
1 Sapi 27 8 8 9 53
2 Kambing 32 11 26 28 97
Sumber: data survei (diolah) 2015
Hasil survey menunjukkan pengetahuan petani tentang komponen
teknologi usahatani sapi sebesar 55,4% dan petani yang telah menerapkan
komponen teknologi hanya sebesar 37%. Hal ini menunjukkan bahwa ada
peluang untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang komponen teknologi
ternak sapi, dan peningkatan motivasi untuk menerapkan teknologi budidaya. Hal
inilah menjadi dasar tindakan pelaksanaan yang dimulai dari titik ungkit tinggi
yang dimiliki petani (Tabel 2).
20
Tabel 2. Teknologi yang sudah diketahui dan diterapkan dalam usaha sapi DesaAir Meles Bawah Kecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang LebongTahun 2015
Komponen teknologi Diketahui *) Diterapkan*)Penggunaan bibit unggul 65% 35%Perkandangan dan sanitasi lingkungan 76.50% 55%Kebersihan dan kesehatan ternak 80% 55%Pemberian pakan hijauan 70% 62.50%Pemberian pakan tambahan (konsentrat) 25% 2.50%Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan 42.50% 22.50%Pengawetan dan Pengolahan Pakan 17.50% 5%Perkawinan secara alam 87.50% 75%Perkawinan buatan/IB 25% 10%Pemanfaatan dan pengolahan kotoran sapi 65% 47.50%
Rata-rata 55,4% 37%Sumber: data survei (diolah) 2015
Pada pelaksanaan pengkajian, komponen teknologi yang telah diketahui
oleh petani namun belum sepenuhnya dilaksanakan akan menjadi perhatian dan
diharapkan adanya perubahan perilaku petani terhadap penerapan komponen
teknologi tersebut. Komponen teknologi yang direkomendasikan antara lain (1)
perbaikan pakan melalui teknologi fermentasi kulit kopi dan amoniasi jerami padi,
dan (2) teknologi pembuatan pupuk kandang dan pupuk cair (biourine).
b. Perkebunan Kopi
Luas perkebunan kopi di Desa Air Meles sebanyak 40 ha. Rata-rata
kepemilikan lahan lahan kopi adalah 0,25 – 0,5 ha dengan pengalaman usahatani
selama 10 - 12 tahun. Klon yang biasa digunakan petani kopi yaitu Robusta.
Umur tanaman kopi sekitar 10 - 12 tahun. Teknik peremajaan tanaman kopi
yang telah dilakukan petani adalah kapak kulai dan tag end. Jarak tanam yaitu 1
X 1,5 m dan 1.7 X 2 m. Pengendalian gulma dilakukan sebanyak 1-2 kali/tahun,
dengan menggunakan herbisida dan arit. Periode panen kopi di Desa Air Meles
Bawah pada April – Juni/tahun, dengan tingkat kematangan buah saat panen
adalah 50 % buah merah atau kuning. Produksi rata-rata sekitar 8 - 20 karung
(400 - 1000 kg/thn). Metode pengeringan kopi yang diterapkan petani adalah
penjemuran dengan alas jemur terpal. Komoditas perkebunan lainnya adalah
aren. Tanaman aren berada ditengah-tengah kebun kopi dengan luas sekitar 40
ha.
21
Tingkat penerapan teknologi budidaya kopi oleh petani masih sangat
rendah (Tabel 3). Titik ungkit tertinggi antara lain panen merah dan penggunaan
mesin pengupas. Pada pelaksanaanya, petani belum melakukan seleksi buah
masak. Rekomendasi teknologi yang akan dilakukan antara lain (1) pemupukan
menggunakan pupuk kandang dan biourine, (2) peremajaan tanaman dengan
sistem tag end, (3) pemanfaatan limbah tanaman naungan/gamal untuk pakan
ternak, (4) panen merah, (5) penggunaan mesin pengupas, dan (6) melakukan
penjemuran di lantai jemur.
Tabel 3. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Kopi di Desa Air Meles BawahKecamatan Curup Timur Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015
Tingkat penerapan teknologi budidaya Kopi ya tidak keterangan
Penggunaan Klon unggul 29% 71 % var. sidodadimelakukan peremajaan tanaman 57 % 43 % kp kl, tag entjarak tanam : 2 x 2 m 57 % 43 %pemupukan 2 x /tahun 14 % 86 %Pemangkasan tanaman Naungan 71 % 29 %Pemanfaatan limbah tanaman naungan/gamal untuk pakan ternak 29 % 71 % pakan ternak,
pupuk,kayu bakarPemangkasan tunas wiwilan (4-6 kali) 50 % 50 %Panen : waktu (april-Agustus) 100 % -Panen : petik merah - 100 % petik tidak
diseleksi, sudahada yang merahlangsung dipetiksemua
penggunaan mesin pengupas - 100 %penjemuran di lantai jemur 43 % 56 %Rata-rata 40,91% 59%
Sumber: data survei (diolah) 2015
c. Sayuran
Komoditas tanaman sayuran yang biasa ditanam petani di Desa Air Meles
disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 menyatakan bahwa komoditas sayuran terong
merupakan pilihan tertinggi ditanam oleh petani diikuti oleh kol dan cabai.
Namun pengkajian ini akan dititikberatkan pada tanaman cabai dan tomat
dikarenakan cabai mendukung program strategis pemerintah, sedangkan tomat
merupakan keinginan petani (pergiliran tanaman).
22
Tabel 4. Komoditas sayuran di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur
Jenis sayuran Jumlah petani (%) Luas tanam (ha) Produksi (ton/ha)Sawi 22.22 0,25 1,50Bayam 16.67 0,50 -Kol 27.78 0,38 3,00Cabai 27.78 0,40 2,70Buncis 22.22 0,14 2,13Tomat 16.67 0,37 2,50Wortel 5.56 0,50 -Timun 5.56 0,50 6,00Terong 33.33 0,25 6,00
Sumber: data survei (diolah) 2015
Tingkat penerapan teknologi budidaya cabai masih sangat rendah. Petani
yang telah menerapkan teknologi budidaya cabai sebanyak 36,67% dan yang
belum melaksanakan teknologi budidaya cabai sebanyak 63,33%. Sedangkan
tingkat penerapan teknologi budidaya tomat masih sangat rendah. Petani yang
telah menerapkan teknologi budidaya tomat sebanyak 38,89% dan yang belum
melaksanakan teknologi budidaya tomat sebanyak 61,11%. Hal ini menunjukkan
bahwa ada peluang untuk meningkatkan penerapan teknologi budidaya sayuran,
dan peningkatan motivasi petani agar mau menerapkan teknologi budidaya. Hal
inilah menjadi dasar tindakan pelaksanaan yang dimulai dari titik ungkit tinggi
yang dimiliki petani (Tabel 5 dan 6).
Tabel 5. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Cabe di Desa Air Meles BawahKabupaten Rejang Lebong tahun 2015
Penerapan Teknologi Ya TidakVarietas (unggul spesifik lokasi) 60 40penggunaan mulsa 60 40pemupukan dengan biourine 0 100pemupukan dengan pupuk kandang (sapi) 0 100pemupukan dengan pupuk kandang (sapi) + kimia 80 20Tidak menggunakan pestisida kimia 20 80Rata-rata 36,67 63,33
Sumber: data survei (diolah) 2015
23
Tabel 6. Tingkat Penerapan Teknologi Budidaya Tomat di Desa Air Meles BawahKabupaten Rejang Lebong tahun 2015
Penerapan Teknologi Ya Tidak
Varietas (unggul spesifik lokasi) 33.33 66.67penggunaan mulsa 66.67 33.33pemupukan dengan biourine 100pemupukan dengan pupuk kandang (sapi) 100pemupukan dengan pupuk kandang (sapi) + kimia 100Tidak menggunakan pestisida kimia 33.33 66.67Rata-rata 38,89 61,11
Sumber: data survei (diolah) 2015
Rekomendasi teknologi yang dilakukan antara lain: 1) pemupukan
menggunakan pupuk kandang dan biourine, dan 2) penggunaan mulsa.
Sedangkan luas area persawahan yang ada di Desa Air Meles Bawah sebanyak
30 ha.
Pada pelaksanaannya, kegiatan menghadapi kendala yaitu iklim yang
ekstrim. Hal ini menyebabkan beberapa kegiatan tidak dapat berjalan sesuai
dengan harapan. Pada kegiatan penanaman cabai dan sayuran yang seharusnya
mulai dilakukan pada bulan April tidak dapat terlaksana dikarenakan curah hujan
yang tidak mencukupi. Dikhawatirkan jika penanaman tetap dilaksanakan maka
pertanaman akan mengalami kekurangan air sehingga penanaman cabai dan
sayuran dimundurkan sampai dengan bulan Agustus Sedangkan tanaman
sayuran kol baru akan dilaksanakan di bulan Desember. Data Sifat dan Curah
Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015 tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Sifat dan Curah Hujan Bulan Maret-Agustus serta Prakiraan Sifatdan Curah Hujan Bulan Oktober-Nopember Kabupaten Rejang LebongTahun 2015
Bulan Curah Hujan(mm)
Prakiraan Sifat Hujan (%) Prakiraan
Maret 326 - 119 -April 174 - 126 -Mei 176 - 97 -Juni - Rendah-menengah - Bawah normal-normalJuli 32 - 22 -Agustus 200 - 171 -September - Rendah - Bawah normal-normalOktober - Menengah - Bawah normal-normalNopember - Menengah - Bawah normal-normal
Sumber : laporan BMKG 2015
24
Analisa tanah diperlukan guna mengetahui kesuburan lahan yang
digunakan. Kesuburan lahan berhubungan langsung dengan kandungan unsur
hara tanah yang dapat digunakan oleh tanaman. Kandungan unsur hara tanah
sawah, kopi dan sayuran berdasarkan analisa di Laboratorium Tanah BPTP
Bengkulu seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisa Tanah Sawah, Kopi, dan Sayuran di Desa Air MelesBawah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015
No Jenis Sampel N P K C-Organik pH1 260 sayuran um 0-30 cm 0.47 3.94 0.51 4.45 6.182 260 sayuran um 03 30-60 cm 0.28 0.76 0.20 3.49 6.923 Um 02 kopi 0-30 cm 0.54 2.01 0.28 7.87 6.134 Um 02 kopi 30-60 cm 0.36 2.19 0.10 7.12 6.615 255 air meles um 01 0-20 cm 0.58 4.94 0.70 3.95 6.22
Sumber: data Hasil Analisa Laboratorium Tanah BPTP Bengkulu 2015
Berdasarkan hasil analisa tanah, status tanah sayuran unsur N berada
pada kondisi sedang, unsur P pada kondisi rendah, unsur K pada kondisi sedang,
unsur C-Organik pada kondisi tinggi, dan pH tanah pada kondisi agak masam.
Pada status tanah tanaman kopi unsur N berada pada kondisi sedang, unsur P
pada kondisi sangat rendah, unsur K pada kondisi rendah, unsur C-Organik pada
kondisi sangat tinggi, dan pH tanah pada kondisi agak masam. Pada status tanah
tanaman kopi unsur N berada pada kondisi sedang, unsur P pada kondisi sangat
rendah, unsur K pada kondisi rendah, unsur C-Organik pada kondisi tinggi, dan
pH tanah pada kondisi agak masam.
Dengan status hara tersebut, untuk meningkatkan produksi diperlukan
penambahan pupuk N, P, dan K untuk meningkatkan produksi serta penggunaan
pupuk kompos untuk menambah kesuburan tanah. Penambahan pupuk dapat
menggunakan pupuk tunggal maupun pupuk majemuk. Pada penggunaan pupuk
majemuk, unsur yang memiliki kadar rendah dijadikan sebagai dasar
perhitungan.
4.2. Membangun sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifiklokasi (desain) serta memperkuat kompetensi SDMkelompok/kelembagaan
Sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi dirancang
berdasarkan potensi desa yang dapat dikembangkan.Rancangan sistem dan
mekanisme pertanian bioindustri integrasi tanaman – ternak spesifik bengkulu
tersaji pada Gambar 4.
25
Daging
anak
URINE FAECES
POC POP
Sayuran Padi
BUBUKKOPI
INDUSTRIPAKAN
Kulit Kopi
Biji Kopi petikmerah
Daun Kopi
KONSUMEN
INDUSTRIPUPUK
INDUSTRIBUBUK KOPI
kopi
Integrasi ternak sapi dengan tanaman kopi adalah integrasi utama dalam
konsep Bioindustri spesifik Bengkulu. Ternak sapi mengeluarkan feses dan urine.
Feses digunakan sebagai pupuk organik yang langsung diberikan kepada
tanaman kopi. Bagian lain dari kotoran ternak sapi adalah urine. Urine
difermentasi atau diolah menjadi pupuk cair dan pestisida organik yang diberikan
kepada tanaman kopi.
Komoditas lain yang terlibat dalam integrasi ini adalah komoditas padi.
Limbah dari tanaman padi berupa sekam, jerami dan dedak. Jerami digunakan
sebagai pakan ternak sapi. Limbah dedak dicampur dengan kulit kopi digunakan
sebagai pakan ternak sapi dan ternak kambing. Komoditas lain adalah aneka
sayuran. Namun dalam pelaksanaannya hasil belum dapat diukur karena
terkendala dengan kekeringan yang terjadi di lokasi kegiatan.
Gambar 4. Rancangan Sistem dan Mekanisme Pertanian Bioindustri IntegrasiTanaman-Ternak di Provinsi Bengkulu Tahun 2015
Berdasarkan hasil PRA maka Inovasi yang dikembangkan dalam model
sistem pertanian bioindustri adalah:
26
1. Inovasi Teknologi
Peremajaan tanaman kopi dengan sistem Tag End/plagiotrop
menggunakan entres unggul Sintaro-1, Sintaro-2, dan C-hasen seluas 2
ha dan perluasan 10 ha
Pemupukan tanaman kopi dengan 2 perlakuan dosis pupuk fuul dosis dan
setengah dosis dengan penambahan pupuk kompos dan pengurangan
pupuk kimia
Implementasi produk pakan lokal pada sapi
Pengembangan sapi dengan IB (kerjasama dengan Dinas Peternakan)
Perbaikan kanadang ternak untuk memisahkan kotoran padat dan cair
Pembuatan bio urine dan kompos padat
Implementasi bio urine dan kompos pada tanaman sayuran (cabe, Kobis),
padi dan kopi
2. Inovasi Kelembagaan
Pembenahan struktur organisasi kelompok tani
Dinamika kelompok (pengaktifan pertemuan rutin kelompok)
Pembenahan ruang pertemuan kelompok tani dan display
Pembuatan etalase dan kemasan produk
Pemantapan SDM kelompok dan Kelembagaan dilakukan melalui inovasi
kelembagaan dan diseminasi. Pada awalnya, Kelompok Tani Gading Indah
belum memiliki perangkat organisasi yang memadai. Organisasi hanya diisi oleh
ketua saja. Sistem kelembagaan kelompok telah dibenahi dengan melengkapi
struktur organisasi kelompok, mengaktifkan pertemuan kelompok, menambah
sarana etalase produk, dan membenahi ruang pertemuan. Struktur organisasi
kelompok tersaji pada Gambar 5.
Umur anggota kelompok tani dapat dikategorikan masih relatif muda
dengan kisaran umur 30-40 tahun sekitar 50%, 40-50 tahun 25%, dan 50-60
tahun 25%. Secara umum dapat dilihat bahwa sebagian besar petani dalam
Kelompok Tani Gading Indah tergolong dalam usia produktif, yaitu mempunyai
kisaran umur antara 15 – 64 tahun. Semakin muda petani biasanya mempunyai
semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga mereka
berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya
27
mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut
(Soekartawi, 1988).
Selain itu tingkat pendidikan seseorang juga dapat mengubah pola pikir,
daya penalaran yang lebih baik, sehingga makin lama seseorang mengenyam
pendidikan akan semakin rasional. Secara umum petani yang berpendidikan
tinggi akan lebih baik cara berfikirnya, sehingga memungkinkan mereka
bertindak lebih rasional dalam mengelola usahataninya. Sebagaimana dinyatakan
Soekartawi (1988) bahwa mereka yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih
cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi. Tingkat pendidikan petani
bervariasi, sebagian besar petani berpendidikan setingkat SD yaitu sebesar 60%,
SLTP 20% dan SLTA 20%.
Gambar 5. Struktur Organisasi Kelompok Tani Gading Indah Desa Air MelesBawah Kecamatan Curup Tengah Kabupaten Rejang Lebong Tahun2015.
Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Kelompok Tani Gading
Indah dilakukan dengan beberapa kegiatan seperti sosialisasi dan bimbingan
teknis. Kegiatan peningkatan SDM tersaji pada Tabel 9.
28
Tabel 9. Kegiatan Peningkatan Sumber Daya Manusia Kelompok Tani GadingIndah Desa Air Meles Bawah Kabupaten Rejang Lebong tahun 2015.
No Jenis Kegiatan Judul Kegiatan JumlahPeserta
Output
1. PRA 25 Data eksisting2. Bimbingan
Teknis/Pelatihana. Pembuatan pakanb.Pembuatan komposc. Penanaman tanaman
cabaid.Sambung pucuk tanaman
kopie. Pengolahan hasil panen
buah kopi petik merahmenjadi kopi bubuk
f. Pembuatan biourineg.Manajemen Kandangh.Implementasi pupuk
kandang pada Budidayapadi, cabe, kobis
5050
25
20
2020
Petanikooperator
Tersampaikannya inovasiteknologi kepada petani
Meningkatnyapengetahuan petani danpengalaman penyuluhlapangan
3 Sosialisasi Hasil kegiatan inovasiteknis, kelembagaan dandiseminasi
70 Tersampaikannya inovasiteknologi dankelembagaan kepadastakeholders dan petanidi Kab. Rejang Lebong
3. FGD Diskusi bersama stakeholderse Provinsi Bengkulu
30 Terjaringnya umpanbalik dari stakeholders
Hasil kegiatan menunjukan bahwa pada saat pemberian informasi melalui
bimbingan teknis dan pelatihan, diskusi dan tanya jawab peserta sangat
semangat dan antusias mengikuti kegiatan. Indikator keberhasilan kegiatan
pelatihan ini adalah meningkatnya pengetahuan petani yang mengikuti pelatihan
(Tabel 10) dan bimbingan teknis. Secara visual, petani sudah dapat melakukan
sendiri inovasi teknologi yang telah diberikan pada saat bimbingan teknis dan
pelatihan.
Tabel 10. Peningkatan Pengetahuan Petani melalui Pelatihan di Desa Air MelesKabupaten Rejang Lebong Tahun 2015
KegiatanTingkat Pengetahuan Perbedaan
Sebelumpelatihan
Setelahpelatihan
Nilai %
Pembuatan Pakantambahan dari kulitkopi
5,71 7,20 1,49 26,14
Pembuatan kompos 6,95 7,53 0,58 8,35
Sumber: tabulasi data primer
29
Tabel 10 menunjukkan pentingnya pelatihan teknis bagi petani,
pembuatan pakan tambahan belum banyak dipahami petani karena ketersediaan
rumput lapangan cukup banyak sehingga petani tidak berupaya memberikan
pakan tambahan. Di sisi lain limbah usahatani (kulit kopi, daun kopi hasil
pangkasan, jerami padi) cukup banyak tersedia dan hanya dibuang petani
sehingga bahan ini bisa dijadikan produk yang bernilai ekonomis sebagai pakan
ternak.
Hasil pelaksanaan pelatihan peremajaan tanaman kopi dengan sistem
penyambungan Tag Ent di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur
diketahui bahwa peserta pelatihan memiliki umur rata-rata 39,6 tahun dengan
tingkat pendidikan SMA sebanyak 41,67%, SMP 33,33%, SD 16,67%, dan
sarjana (S1) sebanyak 8,33%. Selanjutnya, peningkatan pengetahuan petani
untuk peremajaan tanaman kopi dengan sistem penyambungan Tag Ent dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Peningkatan pengetahuan petani sebelum dan setelah mengikutipelatihan peremajaan tanaman kopi dengan sistem penyambunganTag Ent di Desa Air Meles Bawah Kecamatan Curup Timur KabupatenRejang Lebong Tahun 2015.
Sebelum Pelatihan Setelah Pelatihan BedaTingkat
PengetahuanNilai % Tingkat
PengetahuanNilai %
Terendah (nilai=1) 1 8,33 Terendah(nilai=31)
3 16,67
Tertinggi (nilai=7) 7 8,33 Tertinggi (nilai=7) 7 16,67Rata-rata Nilai 4,3 Rata-rata Nilai 5 0,7
Nilai diatasrata-rata
50,00 50,00
Sumber: data survei (diolah) 2015
Tabel 11 menunjukkan bahwa kegiatan pelatihan mampu meningkatkan
pengetahuan petani dalam melakukan peremajaan tanaman kopi dengan sistem
penyambungan Tag Ent dari 4,3 menjadi 5,0 atau meningkat sebesar 0,7%
sedangkan 50,00% pengetahuannya berada di atas rata-rata. Pengetahuan
petani tentang peremajaan tanaman kopi dengan sistem penyambungan Tag Ent
masih dalam kategori sedang. Hal ini dapat diduga bahwa selama ini petani
sudah mengetahui tentang teknik peremajaan tanaman kopi dengan sistem
penyambungan Tag Ent.
30
Tabel 12 menunjukkan 11 komponen ketrampilan teknis yang dilakukan
petani. Hasil menunjukkan 57% petani cukup terampil dan 41% sudah terampil
dan 2% kurang terampil khususnya pada aspek kecepatan menyelesaikan
penyambungan. Dari 11 Aspek ketrampilan, ternyata pemilihan batang bawah
sudah terampil dilakukan oleh petani, sedangkan aspek kecepatan penyelesaian
penyambungan belum banyak dikuasaioleh petani. Oleh karena itu perlu
bimbingan lanjutan dan pelatihan untuk penyambungan supaya ketrampilan
petani dalam okulasi/penyambungan meningkat.
Tabel 12. Rata-rata Tingkat Ketrampilan Teknis Penyambungan/Okulasi Kopi diDesa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2015
Komponenketrampilan teknis
yang dinilai
Tingkat Ketrampilan PetaniTerampil cukup kurang
1 37,5 62,6 -2 62,5 37,5 -3 50 50 -4 50 50 -5 25 75 -6 50 50 -7 25 75 -8 50 50 -9 37,5 62,5 -10 50 50 -11 12,5 62,5 30
Rata-rata 40,91 56,72 2,33Sumber: data survei (diolah) 2015
Di sisi kelembagaan, yang ingin dikuatkan menuju kelembagaan agribisnis
spesifik Bengkulu adalah pengelolaan usaha pertanian dengan sistem manajerial
dan administrasi yang baik seperti pada Gambar 6.
31
Gambar 6. Kelembagaan dan Tata Kelola Usaha Pertanian Bioindustri
4.3. Meningkatkan produksi kopi, produksi daging sapi, sertamendorong penerapan sitem integrasi tanaman - ternakberbasisinovasi teknologi
a. Produksi Kopi
Beberapa komponen yang menjadi acuan untuk mengetahui produksi
tanaman kopi, antara lain (a) Jumlah tanaman per hektar, (b) Jumlah cabang
produktif per tanaman, (c) Jumlah dompolan per cabang produktif, (d) Jumlah
buah per dompolan dan jarak antar dompolan. Inovasi yang dilakukan adalah
okulasi tanaman sistem Tag-ent, pemupukan tanaman dan pemangkasan
ranting. Hasil pengamatan awal terhadap beberapa komponen hasil disajikan
pada Tabel 13. Peningkatan produktivitas pada tanaman yang telah dipupuk
belum dapat diukur karena musim kemarau dan dampak pemupukan akan
terlihat setelah perlakuan minimal 6 bulan.
Tabel 13. Komponen hasil tanaman kopi sambung Tag Ent desa Air MelesAtas Kabupaten Rejang Lebong tahun 2015
No Perlakuan
Komponen Hasil (rata rata)Panjang
cabang (cm)Jumlahcabang(Buah)
Jumlahdompolan
(buah)
JarakDompolan
(cm)1 Dosis anjuran 152,1 4,85 27,14 8,392 ½ dosis 113,075 4,4 3,25 7,053 Kontrol 118,5 10,0 2,1 6,7
Sumber : data primer terolah
MANAJER
UNIT PENGELOLA
SARANA DAN
PRASARANA
UNIT PENGELOLA
PRODUKSIUNIT PENGELOLA
PEMASARAN PRODUK
SUB UNIT PENGELOLA PENGOLAHAN
PRODUK KOPI, PADI, JERUK SAPI,
KAMBING DAN HORTI
SUB UNIT PENGELOLA BUDIDAYA
KOMODITAS KOPI, PADI, JERUK
SAPI, KAMBING DAN HORTI
UNIT PENGELOLA
KEUANGAN
32
Cabang produktif merupakan bagian tanaman kopi tempat tumbuhnya
dompolan buah kopi. Panjang cabang dan jumlah cabang akan menentukan
jumlah dompolan buah. Semakin panjang dan semakin banyak cabang produktif
akan semakin banyak pula jumlah dompolan yang bisa tumbuh. Begitu juga
dengan komponen hasil dompolan. Semakin banyak jumlah dompolan dan
semakin rapat jarak antar dompolan akan semakin banyak pula produksi yang
akan dihasilkan.
Mengingat tanaman kopi yang disambung baru berumur 6 bulan maka
pada saat pengamatan hanya bisa diamati komponen produksi saja. Sedangkan
produksi tanaman kopi baru bisa dihitung pada saat panen (pada umur diatas 1
tahun). Tabel 13 menunjukkan bahwa dengan perbedaan pemberian dosis pupuk
terjadi perbedaan pertumbuhan tanaman khususnya pada pertumbuhan panjang
cabang dan jumlah dompolan. Secara umum ternyata dengan pemberian pupuk
dosis anjuran pertumbuhan tanaman lebih baik dari pada pemberian pupuk
setengah dosis maupun kontrol. Sedangkan untuk komponen hasil belum
memperlihatkan perbedaan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur untuk
menyatakan produksi yang dipengaruhi oleh pemberian pupuk. Dari
pertumbuhan vegetatif yang dijadikan sebagai komponen hasil memperlihatkan
pertumbuhan yang tidak optimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman
kopi adalah ketersediaan hara di tanah yang tidak seimbang dengan kebutuhan
tanaman serta naungan (Sakiroh, 2010). Pemupukan tanaman kopi baru
dilakukan pada bulan Oktober 2015, sehingga pengaruh pemupukan terhadap
pertumbuhan tanaman belum terlihat. Kondisi iklim khususnya curah hujan saat
itu sangat rendah (Tabel 7) sehingga pupuk yang diberikan kemungkinan tidak
dapat diserap tanaman. Selain itu kondisi naungan di lapangan dengan
presentase diatas 70% sangat tidak mendukung pertumbuhan tanaman kopi
yang hanya menghendaki naungan 50 – 60 % untuk mencapai pertumbuhan
yang optomal. Tanaman kopi memerlukan tanaman pelindung yang dapat
mengatur intensitas sinar matahari sesuai yang dikehendaki. Dengan penyinaran
yang tidak teratur dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan pola
pembungaan tidak teratur serta tanaman terlalu cepat berbuah, tetapi
produksinya sedikit dan cepat menurun. Pada kondisi ini diperlukan pengaturan
pohon naungan baik jenis maupun jarak tanamnya. Menurut Iing Sobari dkk
33
(2012), kebutuhan naungan tergantung pada kondisi tanaman kopi. Makin baik
kondisi tanaman semakin sedikit diperlukan naungan. Apabila terlalu gelap maka
respon terhadap pemupukan sangat kurang, maka naungan perlu dikurangi,
namun harus diimbangi dengan penambahan mulsa. Semakin banyak dipakai
pupuk dan mulsa maka semakin banyak naungan dapat dikurangi. Pada kondisi
naungan yang kurang, tanaman kopi sangat peka terhadap kondisi pertumbuhan
ekstrim dan mudah mengalami pembuahan terlalu lebat. Jenis tanaman penaung
juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi. Tanaman gliricidia (Gliricidia
sepium) merupakan jenis tanaman penaung yang baik bagi pertumbuhan dan
persentase pembuahan tanaman kopi. Tanaman penaung tersebut dapat
memberikan jumlah dan distribusi cahaya matahari yang optimal bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
b. Pengolahan Kopi Petik Merah secara Basah
Pengolahan kopi basah di tingkat petani saat ini masih sulit diterapkan
karena alasan keamanan sehingga jumlah kopi masak atau petik merah sangat
sedikit. Kebiasaan petani untuk memanen kopinya sampai masak atau berwarna
merah perlu terus diupayakan, sehingga pengolahan kopi basah di tingkat petani
semakin banyak. Melalui pengolahan kopi basah akan diperoleh kualitas biji kopi
yang baik dan aroma bubuk kopi yang harum sehingga nilai jualnya lebih tinggi
daripada kopi biasa (petik hijau).
Di sisi teknologi, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao telah menghasilkan
teknologi pengolahan kopi secara basah. Pengolahan kopi secara basah
dimaksudkan untuk mempercepat proses pengolahan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Bengkulu melalui fasilitas Laboratorium Pascapanen telah memiliki 2
(dua) alat pengolah kopi secara basah, yaitu alat pengupas kulit buah kopi
(Pulper) dan alat pencuci lendir biji kopi (Washer).
Sampai saat ini, pengolahan biji kopi yang dilakukan di tingkat petani di
Desa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong adalah pengolahan biji kopi secara
kering. Pengolahan kering biasanya dilakukan dengan cara menjemur buah kopi,
dilanjutkan dengan pengupasan kullit dan pensortiran. Terkadang petani kopi
menjual dalam bentuk buah kopi yang telah kering (kopi asalan). Melalui
kegiatan Model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasi tanaman-ternak di
Provinsi Bengkulu yang dilaksanakan di Desa Air Meles Kabupaten Rejang Lebong
34
telah dilakukan bimbingan teknis pengolahan kopi secara basah kepada petani
kopi yang ada di Kelompok Tani 4S Gading Indah, Desa Air Meles.
Tahapan pengolahan kopi basah, meliputi panen, sortasi buah kopi,
pengupasan kulit buah, pencucian lendir, pengeringan, pengupasan kulit tanduk,
sortasi biji kopi, penyangraian, penggilingan, dan pengemasan.
Proses pengolahan kopi secara basah memerlukan buah kopi yang benar-
benar matang (merah). Buah matang ditandai oleh perubahan warna kulit buah.
Buah matang penuh ditandai oleh perubahan warna kulit buah menjadi merah.
Kulit buah berwarna kuning adalah setengah masak dan jika sudah menjadi
kehitam-hitaman artinya masak penuh sudah terlampaui (over ripe) (Starfarm,
2010). Untuk mendapatkan hasil yang bermutu tinggi, buah kopi harus dipetik
dalam keadaan masak penuh. Kopi robusta memerlukan waktu 8–11 bulan sejak
dari kuncup sampai matang (Prastowo et al. 2010). Biji kopi yang berwarna
hitam dapat menimbulkan rasa asam yang berat yang berpengaruh terhadap
selera (Franca et al. 2005). Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang
superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah,
berlubang dan terserang hama/penyakit). Buah superior adalah buah matang
yang bernas, tidak terkena serangan hama dan penyakit dan ditandai oleh
tampilan kulit buah yang mulus dan segar. Buah kopi merah segera diolah lanjut
tanpa penundaan. Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di
dalam karung plastik selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-
fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau
busuk (Prastowo et al. 2010).
Tahap selanjutnya adalah pengupasan kulit buah kopi. Pengupasan kulit
buah kopi dilakukan denganmesin pengupas (pulper) untuk menghasilkan kopi
HS (Haulk Snauk) yaitu biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Alat
pengupas kulit buah kopi disajikan pada Gambar 7a. Pengupasan kulit buah kopi
bertujuan untuk memudahkan pelepasan atau pembersihan lapisan lendir dari
permukaan kulit tanduk. Setelah proses pengupasan kulit buah kopi, diikuti tahap
pencucian lendir biji kopi. Lendir yang menyelimuti biji kopi merupakan salah
satu lapisan yang dapat menghambat proses pengeringan. Tahap pencucian
bertujuan untuk melepas lapisan lendir dan membersihkan benda asing
dipermukaan kulit tanduk. Proses pencucian lendir biji kopi menggunakan mesin
pencuci lendir (washer), ditunjukkan pada Gambar 7b.
35
(a)
(b)
Gambar 7. Mesin pengupas kulit buah kopi (a), dan mesin pencuci lendir bijikopi (b)
Proses selanjutnya yaitu pengeringan biji kopi. Proses pengeringan
bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam biji kopi HS yang semula 60-
65% sampai menjadi 12,5%. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman untuk
dikemas dalam karung dan disimpan di gudang pada kondisi lingkungan tropis.
Pengeringan biji kopi dilakukan pada suhu 45 – 50 oC sampai tercapai kadar air
biji maksimal sekitar 12.5%. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat merusak
citarasa (Prastowo et al. 2010). Di tingkat petani, proses pengeringan dilakukan
dengan cara penjemuran. Jika cuaca memungkinkan dan fasilitas memenuhi
syarat, penjemuran merupakan cara pengeringan kopi yang sangat
menguntungkan, baik secara teknis, ekonomis maupun mutu hasil.
Biji kopi kering atau kopi HS kering selanjutnya digiling atau dikupas kulit
tanduknya dengan mesin huller untuk mendapatkan biji kopi pasar atau kopi
beras (Puslitkoka 2006). Proses pengupasan bertujuan untuk memisahkan biji
kopi beras dari lapisan kulit tanduknya. Pengupasan biji kopi di tingkat petani
telah biasa dilakukan pada pengolahan kopi secara kering menggunakan alat
penggiling biji kopi (huller). Kemudian dilakukan proses sortasi biji kopi beras. Di
36
tingkat petani, proses sortasi dilaksanakan secara manual, yaitu memisahkan
antara biji kopi utuh, pecah, cacat, dan kotoran atau benda asing. Faktor
penting yang menentukan mutu biji kopi beras adalah kadar air, kadar kotoran
atau benda asing, tidak terdapat serangga hidup dan bau busuk akibat jamur
(BSN, 2008).
Proses pengolahan kopi secara basah menghasilkan produk berupa biji
kopi beras. Untuk mendapatkan kopi bubuk, dilakukan tahapan proses yang
meliputi penyangraian biji kopi, penggilingan, dan pengemasan. Penggilingan
kopi diperlukan untuk memperoleh kopi bubuk dan meningkatkan luas
permukaan kopi. Menurut SNI 01-3542-2004, kopi bubuk adalah biji kopi yang
disangrai (roasted), kemudian digiling, dengan atau tanpa penambahan bahan
lain dalam kadar tertentu tanpa mengurangi rasa dan aromanya serta tidak
membahayakan kesehatan (BSN 2004). Syarat mutu kopi bubuk menurut SNI
SNI 01-3542-2004 ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14. Syarat mutu kopi bubuk menurut SNI 01-3542-2004
No Kriieria Uji Satuan PersyaratanMutu I Mutu II
1 Keadaan fisik:- Bau- Warna
NormalNormal
NormalNormal
2 Kadar air % b/b Maksimum 7,0 Maksimum 7,03 Kadar sari kopi % b/b 20 – 36 Maksimum 604 Kadar kafein (anhidrat) % b/b 0,9 – 2,0 0,45 – 0,95 Cemaran logam :
- Timbal (Pb)- Tembaga (Cu)- Seng (Zn)- Timah (Sn)- Raksa (Hg)- Arsen (As)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maksimum 2,0Maksimum 30,0Maksimum 40,0Maksimum 40,0/250Maksimum 0,03Maksimum 1,0
Maksimum 2,0Maksimum 30,0Maksimum 40,0Maksimum 40,0/250Maksimum 0,03Maksimum 1,0
6 Cemaran mikroba :- Angka lempeng total- Kapang
Koloni/gKoloni/g
Maksimum 106
Maksimum 104Maksimum 106
Maksimum 104
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2004)
Penyangraian biji kopi akan mengubah secara kimiawi kandungan-
kandungan dalam biji kopi, disertai susut bobotnya, bertambah besarnya ukuran
biji kopi dan perubahan warna bijinya. Biji kopi setelah disangrai akan mengalami
perubahan kimia yang sangat menentukan cita rasa. Pembentukan unsur cita
rasa kopi dan kehilangan berat kering sangat terkait erat dengan suhu
37
penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai
dibedakan atas 3 golongan yaitu (1) light roast, suhu yang digunakan sekitar 193
– 199 °C, (2) medium roast, suhu yang digunakan 204°C, dan (3) dark roast,
suhu yang digunakan sekitar 213 – 221°C. Proses roasting berlangsung selama
5-30 menit (Ridwansyah 2003).
Pada kegiatan ini, tahap penyangraian dilakukan dengan mesin
penyangrai pada industri kopi bubuk milik UKM. Suhu penyangraian sekitar 200oC
(medium roast), selama 30 menit. Tahap penyangraian sangat menentukan
warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi. Perubahan warna biji
dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Proses yang terjadi
selama penyangraian adalah (1) tahap awal roasting, terjadi pengupan air pada
saat suhu penyangraian 100°C. (2) tahap pyrolysis pada suhu 180°C, terjadi
perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10%.
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian, antara lain
swelling, penguapan air, terbentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil
oksidasi, serta terbentuknya aroma yang khas pada kopi. Swelling selama
penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar
terdiri dari CO2, kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori
kopi.
Biji kopi yang telah disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas atau aluminium foil. Saat ini, beberapa industri
pengolahan kopi bubuk telah menggunakan kemasan vakum dari kaleng yang
mampu menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang
dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.
Tahap akhir dalam pengolahan kopi bubuk adalah penggilingan.
Penggilingan kopi skala luas menggunakan gerinda beroda (roller). Gerinda roller
ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling banyak
dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Selama
proses penggilingan, sejumlah kandungan CO2 akan terlepas dari kopi.
Pengemasan segera mungkin dilakukan setelah penggilingan untuk mencegah
terbentuknya tekanan akibat pelepasan CO2. Untuk memperpanjang masa
simpan kopi bubuk dikemas dengan menggunakan kemasan vakum dalam
aluminium foil atau kantong fleksibel (Ridwansyah, 2003).
38
Bubuk kopi petik merah yang dihasilkan petani melalui kegiatan ini
memiliki bau (aroma) khas kopi bubuk yang harum, warna normal (coklat tua),
kadar air sebesar 2,15%, dan kadar sari kopi sebesar 33,58%. Berdasarkan
syarat mutu kopi bubuk menurut SNI SNI 01-3542-2004 yang ditampilkan pada
Tabel 14, kopi bubuk yang dihasilkan telah memenuhi syarat mutu I.
Pada saat kegiatan sosialisasi desain model yang dilaksanakan pada
tanggal 4 Nopember 2015 di Desa Air Meles, telah dilakukan uji preferensi
konsumen (petani) atau uji sensori terhadap aroma dan citarasa bubuk kopi petik
merah. Uji sensori adalah merupakan suatu metode yang dilakukan oleh manusia
menggunakan panca indera manusia yaitu mata, hidung, mulut, tangan dan juga
telinga. Melalui lima panca indera dasar ini, kita dapat menilai atribut sensori
sesuatu produk seperti warna, rupa, bentuk, rasa, dan tekstur. Uji sensori yang
dilakukan menggunakan responden sebanyak 80 orang, terdiri dari petani,
petugas/penyuluh, stakeholder, dan peneliti.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa 95% dari responden menyatakan suka
minum kopi dengan alasan sudah menjadi kebiasaan sekitar 72,5%, hanya pada
saat mengantuk sekitar 12,5%, dan karena pengaruh lingkungan sekitar 10%.
Sedangkan 5% responden lainnya menyatakan tidak suka mengonsumsi kopi
hitam. Berdasarkan data ini dapat dilihat bahwa konsumen kopi hitam masih
sangat banyak, meskipun saat ini sudah banyak beredar kopi instan dengan
berbagai citarasa.
Atribut sensori yang diamati, meliputi aroma dan warna bubuk kopi,
aroma, rasa, aftertaste, serta citarasa secara keseluruhan dari minuman kopi.
Hasil evaluasi sensori menunjukkan bahwa responden yang menyatakan suka
sampai sangat suka terhadap aroma bubuk kopi sebanyak 72,5%. Setelah
diseduh menjadi minuman kopi, aroma kopi semakin kuat dan disukai oleh 75%
dari responden. Sebanyak 71,3% dari responden menyatakan suka sampai
sangat suka terhadap rasa saat di dalam mulut. Berdasarkan citarasa secara
keseluruhan, sebanyak 73,8% dari responden menyatakan suka sampai sangat
suka terhadap citarasa minuman kopi yang dihasilkan dari bubuk kopi petik
merah. Rasa atau citarasa merupakan atribut penting yang mempengaruhi
penerimaan seseorang terhadap suatu minuman dan karena citarasa ini akan
mempengaruhi permintaan minuman kopi yang tinggi.
39
c. Ternak
Manajemen Perkandangan
Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang
belum mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi potong, khususnya
peternakan rakyat. Kontruksi kandang belum sesuai dengan persyaratan teknis
sehingga akan mengganggu produktivitas ternak sapi tersebut, kurang efisien
dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap lingkungan sekitarnya.
Kondisi kandang belum memberikan keleluasaan, kenyamanan dan kesempatan
bagi ternak. Beberapa persyaratan kandang yang diperlukan dalam mendirikan
kandang sapi antara lain (1) memenuhi persayaratan kesehatan ternak, (2)
mempunyai ventilasi yang baik, (3) efiseinsi dalam pengelolaan, (4) melindungi
ternak dari pengaruh iklim dan keamanan kecurian (5) serta tidak berdampak
terhadap lingkungan sekitarnya. Kontruksi kandang harus kuat dan tahan lama,
penataan dan perlengkapan kandang hendaknya dapat memberikan kenyamanan
kerja bagi petugas dalam proses produksi seperti memberi pakan, pembersihan,
pemeriksaan birahi dan penanganan kesehatan.
Beberapa bagian dan perlengkapan kandang untuk sapi potong yang
diperbaiki adalah lantai kandang, palungan (tempat pakan, tempat minum),
saluran urine, tempat penampungan kotoran, dan peralatan kandang. Lantai
kandang harus kuat, tahan lama, tidak licin dan tidak terlalu kasar, mudah
dibersihkan. Lantai kandang dibuat miring 10O kebagian kebelakang sehingga air
dan urine sapi tidak menggenang dilantai kandang sehingga kandang tetap
kering.
Palungan merupakan tempat pakan dan tempat minum yang berada
didepan ternak, terbuat dari kayu atau tembok dengan ukuran mengikuti lebar
kandang. Sedangkan lebar palungan adalah 50 cm, dan tinggi bagian luar 60 cm
dan bagian dalam sebesar 40 cm. Ukuran palungan untuk kandang kelompok
adalah mengikuti panjang kandang, dengan proporsi tempat minum yang lebih
kecil dari tempat pakan.
Selokan merupakan saluran pembuangan kotoran dan air kencing (urine)
yang berada dibelakang kandang ternak sapi. Ukuran selokan kandang
disesuaikan dengan kondisi kandang dan tujuan pemeliharaan. Selokan kandang
berguna sebagai saluran urine sehingga sampai pada bak penampungan urine
sebagai bahan dasar pembuatan pupuk organik cair (biourine), selokan selain
40
berfungsi untuk saluran urine juga berfungsi sebagai saluran air pada waktu
pembersihan kandang, akan tetapi pada waktu pembersihan kandang sapi,
saluran yang menuju ke bak penampungan urine ditutup terlebih dahulu
sehingga air tidak ikut masuk ke bak penampungan urine. Begitu juga pada
waktu penampungan urine berlangsung, saluran yang menuju ke pembuangan
limbah air pada waktu pembersihan kandang ditutup dulu sehingga urine hanya
masuk kedalam bak penampungan urine.
Tempat penampungan kotoran atau bak penampungan yang terletak
dibelakang kandang, ukuran dan bentuknya disesuikan dengan kondisi lahan dan
tipe kandangnya. Pembuangan kotoran dari kandang kelompok disesuaikan
dengan kebutuhan, berupa bak penampungan limbah padat berupa feces dan
berfungsi untuk proses pengeringan dan pembusukan feses menjadi kompos.
Untuk limbah cair seperti urine langsung ditampung dengan drum penampungan
yang terletak pada bagian belakang kandang untuk selanjutnya diolah menjadi
biourine.
Peralatan Kandang
Dalam kegiatan pemeliharaan ternak, dibutuhkan peralatan untuk
keperluan di dalam kandang. Peralatan hendaknya selalu dalam keadaan bersih,
adapun peralatan kandang yang diperlukan antara lain sebagai berikut:
Ember, digunakan untuk mengangkut air, pakan penguat, dan memandikan
ternak. Sebaiknya ember terbuat dari bahan antikarat, seperti ember plastik.
Sikat, digunakan untuk menggosok badan ternak waktu dimandikan dan
menggosok lantai serta membersihkan kandang.
Skop, digunakan untuk mengambil/membuang kotoran dan mengaduk
pakan penguat.
Sapu lidi dan sapu ijuk, digunakan untuk membersihkan kandang, sebaiknya
sapu terbuat dari lidi daun kelapa.
Gerobak, untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah, rumput ke tempat
pembuangan.
Garu kecil, digunakan untuk membersihkan sisa pakan dan kotoran dalam
kandang.
Karung digunakan untuk tempat pakan
41
4.4. Memanfaatkan limbah usahatani kopi, ternak, sayuran dan limbahtanaman dan ternak melalui teknologi terbarukan menjadiproduk-produk sekunder yang bernilai tambah
a. Pembuatan Fermentasi Kulit Kopi Sebagai Bahan Pakan TambahanTernak Sapi
Tanaman kopi memiliki potensi untuk digunakan sebagai pakan alternatif
ternak ruminansia. Limbah dari tanaman kopi yang bisa digunakan sebagai pakan
ternak yaitu kulit kopi kering, kulit kopi basah dan daun kopi. Kulit kopi basah
memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga mudah rusak dan kurang disukai
ternak. Selain itu tingginya kandungan serat kasar dan adanya kandungan zat
anti nutrisi (tannin), serta adanya serat kasar yang tinggi pada kulit kopi dapat
mengganggu pencernaan ternak jika diberikan dalam jumlah banyak. Untuk
mengatasi masalah tersebut perlu diberi perlakuan yaitu dengan teknologi
fermentasi dan silase.
Fermentasi merupakan salah satu teknologi untuk meningkatkan
kandungan nutrisi kulit buah kopi, terutama protein dan energi, dan disukai
ternak karena adanya aroma wangi dari hasil fermentasi. Silase adalah proses
pengawetan bahan pakan agar tetap segar dengan bantuan mikroorganisme.
Fermentasi kulit buah kopi akan meningkatkan daya cerna dan palatabilitas,
meningkatkan kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar, dan
menurunkan kandungan tannin. Fermentasi kulit buah kopi dapat menggunakan
kulit buah kopi yang masih kering atau kulit buah kopi yang masih basah.
(1) Fermentasi kulit buah kopi kering
Bahan utama dan bahan pendukung yang digunakan dalam fermentasi
kulit buah kopi kering adalah kulit kopi 600 kg, dedak padi 400 kg, gula
merah/mollases 2,5 kg, Biodecomposer (Starbio)/ Urea 2,5 kg, garam dapur 5 kg
dan air. Alat yang digunakan adalah sekop, terpal, ember, gembor, plastik dan
koran bekas.
Prosedur fermentasi kulit buah kopi, meliputi :
- Bahan utama yaitu kulit kopi dihamparkan di atas terpal dan didatarkan
setinggi + 20 cm, selanjutnya diatasnya ditaburkan bahan selanjutnya yaitu
dedak padi.
- Selanjutnya biodecomposer (starbio/urea) dilarutkan bersama gula
merah/mollases serta garam dapur dengan air yang bersih.
42
- Larutan Starbio, gula merah dan garam dapur disiramkan pada tumpukan
bahan tersebut dengan menggunakan gembor. Selanjutnya aduk hingga rata
dan mencapai kelembaban sekitar 60%.
- Setelah selesai pengadukan, campuran tersebut dimasukkan ke dalam
plastik. Sebelum ditutup, bagian atasnya ditutup dengan koran bekas.
- Selanjutnya karung plastik yang sudah diisi disimpan selama 4 – 5 hari
ditempat yang aman dan terhindar dari cahaya matahari langsung.
- Setelah itu campuran siap diberikan pada ternak sapi, tapi sebelum diberikan
pada ternak kulit kopi fermentasi ini harus diangin- anginkan terlebih dahulu.
(2) Silase kulit kopi basah
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan silase dari kulit buah kopi basah
adalah kulit buah kopi sebanyak 990 kg, dedak padi 10 kg, gula merah 2,5 kg,
dan air secukupnya. Alat yang diperlukan antara lain sekop, terpal, ember,
gembor, karung, dan plastik pengganti silo/drum.
Prosedur pembuatan silase kulit kopi basah adalah sebagai berikut :
- Kulit buah kopi basah dikeringkan di atas terpal plastik dengan penyinaran
matahari selama ± 4 – 5 jam atau sampai sampai kadar air berkisar 50 – 60
%.
- Gula merah/molasses dilarutkan dengan air yang bersih.
- Kulit buah kopi yang sudah dikeringkan dihamparkan keatas terpal lalu
taburkan dedak padi.
- Larutan air gula disiram di atas bahan tersebut. Kemudian diaduk sampai rata
- Setelah selesai pengadukan, selanjutnya campuran tersebut dimasukkan
kedalam plastic dengan cara campuran dipadatkan untuk meminimumkan
udara (proses fermentasi anaerob) kemudian diikat.
- Selanjutnya karung plastik yang sudah diisi disimpan selama 21 hari ditempat
yang aman dan terhindar dari cahaya matahari langsung.
Hasil analisis proksimat produk fermentasi kulit kopi disajikan pada Tabel
15. Secara umum, limbah tanaman kopi baik kulit maupun daun sangat
berpotensi digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini terlihat dari hasil analisa
proksimat kandungan protein kasar dari fermentasi kulit kopi, silase kulit kopi
43
segar dan daun kopi (silase maupun segar) yang memiliki kandungan protein
setara dengan leguminosa, dedak padi, dan rumput gajah.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa kandungan protein
kasar limbah kulit kopi yang sudah difermentasi tidak kalah dibandingkan dengan
dedak padi berdasarkan tabel komposisi pakan untuk Indonesia yaitu PK: 8%-
14%, SK: 6%-30% dan BETN ± 23% - 70% (Hartadi, et.al 1997). Kandungan
protein kasar silase kulit kopi melebihi kandungan protein kasar rumput gajah
(10%-11%), serat kasar 23,12% (Hartadi, et. Al 1997). Tingginya kandungan
protein kasar pada silase kulit kopi basah diasumsikan adanya penambahan
bahan energi untuk menumbuhkan mikroorganisme dalam proses silase.
Kandungan protein kasar daun kopi segar setara dengan daun gamal 23%
(Harta, 2004) dan silase daun kopi kandungan protein kasar cukup tinggi.
Tingginya kandungan PK daun muda tanpa perlakuan, hal ini diansumsikan
bahwa masih banyaknya kandungan asam amino dibagian dinding sel. Berbeda
dengan daun tua telah terjadi proses lignifikasi yang akhirnya menambah serat
kasar pada daun.
Table 15. Hasil Analisis Proksimat Produk Fermentasi Limbah Kulit Kopi dan DaunKopi Segar di Desa Air Meles tahun 2015
Jenis pakan Kandungan Nutrisi bahan Pakan*PK SK LK Energi Air Abu Ca P
Fermentasi kulit kopi(21 hari)
10,27 29,64 4,14 4148 37,45 12,49 0,20 0,41
Silase kulit kopi 12,43 23,12 3,07 40,32 73,21 13,07 0,71 0,29Selase daun kopi 17,03 26,40 3,26 4464 69,65 9,43 0,51 0,39Daun Kopi segar 23,87 25,52 1,97 4456 66,97 25,52 0,4 0,22
Keterangan : * : Hasil analisis proksimat Laboratorium Balitnak Tahun 2015PK : protein kasar, SK : serat kasar, LK : lemak kasar, Ca: kalsiumP: phospor
Aplikasi Produk Fermentasi Kulit Kopi pada Ternak Sapi
Sebaiknya sebelum diberikan pada ternak produk fermentasi kulit kopi
diangin-anginkan terlebih dahulu. Fermentasi kulit kopi dari hasil kegiatan
demontrasi yang dilaksanakan di kelompok P4S Desa Air Meles Bawah
diaplikasikan langsung keternak. Tujuan dari aplikasi tersebut adalah untuk
melihat pertambahan bobot badan harian (PBBH) ternak yang diberi pakan kulit
kopi dengan menggunakan teknologi fermentasi. Menurut Londra, dkk (2013)
44
menyatakan bahwa pemberian fermentasi kulit kopi sebanyak 60% pada
kambing peranakan etawah (PE) dapat meningkatkan pertambahan bobot badan
harian yaitu sebesar 71,39 (gr/ekor/hari).
Pemberian fermentasi kulit kopi dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap
pertama, tahap uji coba yang bertujuan untuk membiasakan ternak
mengkonsumsi fermentasi kulit kopi, yang dilakukan selama 7 hari dan tahap
kedua, tahap pengamatan yang dilakukan selama 21 hari. Sapi yang digunakan
adalah sapi umur 8 – 9 bulan. Fermentasi kulit kopi diberikan sebanyak 10% dari
berat badan. PBBH ternak tertuang dalam Table 16.
Tabel 16. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Ternak yang beri pakanFermentasi di Desa Air Meles tahun 2015
Ternak Berat Awal (kg) Berat selama21 hari (kg)
PBBH(gr/ekor/hari)
Sapi 1 79,57 81,72 102,3Sapi 2 60,02 65,13 243Sapi 3 55,16 58,44 156,4Sapi 4 64,76 66,07 62,30
Rata – rata 141Sumber : tabulasi data 2015
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rerata pertambahan bobot badan
harian sebesar 141 gr/ekor. Pertambahan bobot badan ternak tersebut masih
tergolong rendah. Menurut Londra, dkk (2013) menyatakan bahwa pemberian
fermentasi kulit kopi sebanyak 60% pada kambing peranakan etawah (PE)
dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian yaitu sebesar 71,39
(gr/ekor/hari). Efendi, dkk (2013) menyatakan bahwa pemberian fermentasi kulit
kopi pada induk bunting dua bulan sebelum partus dapat meningkatkan bobot
lahir pedet sebesar 18 kg jika dibandingkan dengan induk bunting yang tidak
diberi pakan tambahan fermentasi kulit kopi bobot lahir pedet sebesar 14,90 kg.
Perbedaan respon yang ditampilkan oleh sapi memberikan gambaran umum
pengaruh kualitas dan kuantitas ransum yang dicobakan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Wiliamson et al (1978) bahwa pertambahan berat badan terutama
dipengaruhi oleh kualitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Adanya zat anti
nutrisi yang terkandung dalam limbah kulit kopi terfermentasi yaitu adanya
kafein dan tannin. Palatabilitas ternak rendah mengakibatkan konsumsi ransum
45
juga rendah mengakibatkan ternak hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup
pokok.
b. Pembuatan Pupuk Organik Cair (Biourine)
Kelebihan pupuk organik cair (Biourine), antara lain (1) mempunyai
jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan air lebih banyak jika
dibandingkan dengan kotoran sapi padat, (2) mengandung zat perangsang
tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh, dan (3) mempunyai
bau yang khas urine ternak yang dapat mencegah datangnya berbagai hama
tanaman.
Bahan utama dan pendukung yang diperlukan dalam pembuatan biourin
adalah urine sapi/kambing 100 - 130 liter, tetes tebu/molasses 750 ml, empon-
empon (temulawak, temuireng, kunyit, kencur, sirih, dll) 5 kg dan bacteri R
Bacillus dan Azobacter sebagai starter fermenter 250 ml. Kesulitan mencari
bakteri tersebut, maka dapat diganti dengan stardec dan bioaktivator lainnya
sebagai starter fermenter. Alat yang digunakan adalah drum plastik kapasitas
150 liter, aerator dan ember.
Cara pembuatan biourine, meliputi :
- Bioaktivator dan Molases dilarutkan dalam air jernih sebanyak 10 liter
kemudian dituangkan ke dalam drum urine.
- Empon-empon dihancurkan dan dimasukan ke dalam drum, serta diaduk
sampai rata selama 15 menit.
- Kemudian drum plastik ditutup rapat.
- Lakukan pengadukan setiap hari selama 15 menit dan kemudian drum
ditutup rapat kembali selama 21 hari.
- Setelah 21 hari urine dipompa dengan menggunakan pompa yang biasa
digunakan pada aquarium selama 3 jam. Proses ini bertujuan untuk
penipisan atau menguapkan kandungan gas ammonia, agar tidak berbahaya
bagi tanaman yang akan dberi pupuk bio urine tersebut, kemudian pupuk
cair ini siap digunakan.
Cara penggunaan pupuk organik cair dari urine sapi yaitu dicampur
dengan air dengan perbandingan 10% (1 urine:10 air). Untuk seed treatment
benih/biji direndam selama semalam. Untuk bibit perendaman selama maksimal
46
10 menit. Untuk pupuk cair yang diaplikasi lewat daun gunakan 1 liter urine per
tangki.
c. Pembuatan Kompos dari Kotoran Sapi dan Limbah Kulit Kopi
Pupuk kompos merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan
alami daripada bahan pembenah buatan/sintetis. Pada umumnya pupuk organik
mengandung hara makro N,P,K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam
jumlah cukup yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai
bahan pembenah tanah, pupuk kompos mencegah terjadinya erosi, pergerakan
permukaan tanah dan retakan tanah, mempertahankan kelengasan tanah.
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat
memberikan beberapa manfaat, antara lain menyediakan unsur hara mikro bagi
tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah,
meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah,
meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar
tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, mencegah lapisan kering pada tanah,
mencegah beberapa penyakit akar, menghemat penggunaan pupuk kimia dan
atau pupuk buatan, meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia, menjadi
salah satu alternatif pengganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih
murah, berkualitas dan akrab lingkungan.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi kotoran sapi 80 – 83%, serbuk
gergaji (bisa sekam, jerami padi, kulit kopi dll) sebanyak 5%, bahan pemacu
mikrorganisme (stardec) 0,25%, abu sekam 10%, dan kalsit/kapur 2%. Kotoran
sapi juga dapat dikombinasikan dengan kotoran ayam, dengan jumlah kotoran
sapi minimal 40% dan kotoran ayam 25%.
Tempat pembuatan kompos adalah sebidang tempat yang beralaskan
tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3 dan 4) sesuai dengan ukuran
yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar
matahari dan air hujan secara langsung.
Tahap pembuatan pupuk kompos adalah sebagai berikut :
- Kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama
satu minggu untuk mendapatkan kadar air sekitar 60%.
- Kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi
pertama tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan
47
yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll serta abu, kalsit/kapur dan stardec
sesuai dosis.
- Selanjutnya bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu
lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara
merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas
bahan. Sedangkan lokasi pertama bisa dipakai untuk pembuatan pupuk
kompos tahap berikutnya. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu
hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma
sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
- Selanjutnya setelah 1 minggu berikutnya tumpukan dipindahkan lagi ke lokasi
ke 3 dan dibiarkan selama 1 minggu untuk selanjutnya dipindahkan ke lokasi
ke 4 sambil diayak/disaring untuk dikemas dan dipasarkan.
Hasil analisa kandungan unsur hara pada kompos kotoran sapi dan limbah
kulit kopi disajikan pada Tabel 17. Berdasarkan hasil tersebut, kompos kotoran
sapi dan limbah kulit kopi yang dibuat dalam kegiatan pengkajian ini termasuk ke
dalam pupuk organik murni dengan kadar unsur hara N tinggi, P sedang, K
rendah, C-Organik rendah, dan pH sedang. Unsur Nitrogen (N) diperlukan oleh
tanaman untuk pertumbuhan tunas, batang dan daun. Unsur Fosfor (P)
diperlukan untuk merangsang pertumbuhan akar buah, dan biji. Unsur Kalium
(K) untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan
penyakit. Dengan demikian, pada pengkajian selanjutnya perlu adanya
peningkatan nilai K dan C-Organik yang masih dibawah standar sebagai pupuk
organik sehingga fungsi kompos sebagai bahan yang dapat memperbaiki struktur
tanah. Pada pengkajian selanjutnya, untuk meningkatkan unsur K dapat
ditambahkan daun kacang panjang, rumput gajah,benggala, ataupun kotoran
kelelawar pada bahan pembuatan kompos.
Tabel 17. Hasil Analisa Kompos Kotoran padat Sapi dan kulit kopi di Desa AirMeles tahun 2015
Jenis Analisa Satuan NilaiN % 6.06P % 4.09K % 0.40
C-Organik % 3.47pH - 8.9
Aplikasi Pupuk Kompos pada Tanaman Sayuran
Implementasi pupuk kompos (POP) dilaksanakan pada bulan Agustus
2015, pada tanaman sayuran cabai dan padi. Pengaruh pemberian POP terhadap
48
pertumbuhan tanaman cabai disajikan pada Tabel 18. Pengukuran tinggi
tanaman dan jumlah cabang dilakukan pada umur 65 HST. Secara umum kedua
variabel pengamatan ini belum bisa dijadikan pertimbangan dalam menentukan
pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan. Namun jika dibandingkan dengan
deskripsi varietas, pertumbuhan tinggi tanaman lebih rendah. Berdasarkan
deskripsi tinggi tanaman varietas mencapai 110-140 cm. Kondisi ini diduga
merupakan pengaruh dari rendahnya curah hujan. Pertanaman cabai dan padi
mengalami kendala dengan rendahnya curah hujan pada saat pertanaman (Tabel
7).
Tabel 18. Data Tinggi Tanaman dan Jumlah Cabang Cabai dengan implementasiBerbagai Macam POP di Desa Air Meles tahun 2015.
No Perlakuan Rata-rata tinggi tanaman Rata-rata jumlah cabang
1 POP sapi (S) 52,2 8,22 POP kambing (K) 57,5 9,83 POP Ayam (A) 56,5 8,0
Kondisi lingkungan merupakan faktor eksternal yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu faktor eksternal yang
dapat mennghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya
adalah ketersediaan air. Kekurangan air memberikan respon terhadap penurunan
konsentrasi klorofil daun yang diakibatkan dari terhambatnya penyerapan unsur
hara dari tanah oleh akar sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan
metabolisme antara fotosintesis dan hasil produksi (Nio Song Ai dan Yunia
Banyo, 2011). Kekurangan air menyebakan penurunan hasil yang signifikan
bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1992).
49
V. KESIMPULAN
1. Data base wilayah pengkajian kondisi tanah, pengalaman dan pengetahuan
petani dalam berusahatani menjadi dasar melakukan inovasi teknologi dan
kelembagaan di wilayah kajian
2. Sistem dan mekanisme pertanian bioindustri spesifik lokasi (desain)
dibangun dengan rancangan bagan yang saling berkaitan dengan konsep
minimal waste
3. Penguatan kompetensi SDM kelompok melalui pelatihan menunjukkan
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani sebesar 8 sampai 26 %
4. Upaya peningkatan produksi kopi dilakukan melalui peremajaan tanaman
yang telah tua dengan okulasi serta pemupukan dan pemangkasan tanaman.
Sedangkan peningkatan produksi daging dilakukan melalui perbaikan
penambahan pakan daun kopi maupun kulit kopi
5. Produk pakan ternak, kompos dan bio urine menjadi tambahan produk
petani dari usahatani kopi, kambing dan sapi yang memiliki kandungan gizi
dan hara yang cukup baik dan bernilai ekonomis tinggi
50
KINERJA HASIL
1. 6 (enam) Inovasi teknologi
2. Inisiasi kelembagaan Tani dan Pemasaran
3. Model diseminasi yang diterapkan
4. 3 (tiga) buah Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang meliputi teknis budidaya, pasca
panen, dan diseminasi.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ariati, 2006. Kebijakan pengembangan bioenergi. Makalah disampaikan padaseminar Bioenergi : prospek bisnis dan peluang investasi. Jakarta, 6desember 2006. Direktorat Energi terbarukan dan konservasi energi.Departemen energi dan sumberdaya mineral, Jakarta
Adijaya., I. Nyoman dan I.M.R. Yasa. 2013. Hubungan Konsumsi Pakan denganPotensi Limbah pada Sapi Bali untuk Pupuk Organik Padat dan Cair. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian. Bali.
Ali, M.H., Yusuf, M., Syamsu, A.J. Prospek Pengembangan PeternakanBerkelanjutan Melalui Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Model Zero Wastedi Sulawesi Selatan.
Badan Litbang Pertanian. 2002. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi-Ternak.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2012. Provinsi Bengkulu Dalam Angka.Bengkulu.
Basri, E., Pujiharti, Y., dan Silalahi, M. Peranan Ternak Sapi dalam SistemUsahatani Tanaman Padi Sawah di Tulang Bawang. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Lampung.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia Kopi Bubuk(SNI 01-3542-2004). http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/unduh/7670. [Diunduh Tgl 5 Oktober 2015].Haryanto, Budi. 2009.Inovasi Teknologi Pakan Ternak dalam Sistem Integrasi Tanaman-TernakBebas Limbah Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging.Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3), 2009: 163 – 176.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia Biji Kopi(SNI 01-2907 – 2008). http://websisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/unduh/7670. [Diunduh Tgl 5 Oktober 2015].Hidayati, Y.A, dkk. 2010.Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada ProsesPengomposan Terhadap Kualitas Kompos. Jurnal Ilmiah Ilmu-IlmuPeternakan Mei 2010, Vol. XIII, No.6.
Effendi Zul dan Dedi Sugandi. 2013. Pengaruh pemberian pakan tambahanberbahan kulit kopi fermentasi dengan metode flushing terhadap bobotlahir anak sapi bali di kabupaten Rejang Lebong. Prosiding Inovasiteknologi pertanian ramah lingkungan, BPTP Bengkulu 2013.
FrancaAS, Oliveira LS, Mendonca JCF, Silva XA. 2005. Physical and ChemicalAttributes of Defective Crude and Roasted Coffee Beans. Journal of FoodChemistry.90 : 89-94.
Hartadi, H. , S. Reksohadiprojo, A. D. Tilman. 1997. Tabel Komposisi PakanUntuk Indonesia. Cetakan Keempat. Gadjah MadaUniversityPress.Yogyakarta.
Harta, Linda. 2004. Evaluasi Nilai Degradasi Jerami padi, Limbah Buah Nangka,Daun Gamal (gliricidia sepium, HBK), Daun Ketela Pohon (manihotutilisima) Pada Domba Yang Diberi Ransum Berbeda.
52
Londra, I Made dan Putu Sutami. 2013. Pengaruh Pemberian Kulit KopiTerfermentasi Dan Leguminosa Untuk Pertumbuhan Kambing PeranakanEtawah. Informatika Pertanian. Vol. 22 No.1, Juni 2013: 45-51.
Nio Song Ai dan Yunia Banyo. 2011. Jurnal Ilmiah Sains vol. 11 No 2 Oktober2011
Prastowo B, Karmawati E, Rubijo, Siswanto, Indrawanto C, dan Munarso SJ.2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian danPengembangan Perkebunan.
Priyanti., A. dan A. Djajanegara. 4002. Pengembangan Usaha Sapi Potong PolaIntegrasi (Development of Cattle Beef Production Towards IntegratedFarming Sistems). Lokakarya Nasional Sapi Potong.
[Puslitkoka] Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2006. Pedoman TeknisTanaman Kopi. 96 hal. Jember.
Rathinavelu dan Graziosi. 2005. Potential Alternative uses of Coffe Wwastes andby Products, ICS-UNIDO, Science Park. Department of Biology University ofTrieste. Italy.
Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi Pertanian, FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. library.usu.ac.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf. [Diunduh Tgl 25 April 2009].
Sakiroh, Sobari dan Maman Herman. 2010. Pertumbuhan, Produksi, dan CitaRasa Kopi pada Berbagai Tanaman Penaung. Prosiding Seminar NasionalInovasi Teknologi Kopi. Puslit Kopi dan Kakao. Jember
Salisbury, F.B. and C.W Ross. 1992. Plant Fisiology. 4rd Ed. Wardsworthpublishing Company. California.
SIPP. 2013. Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013 – 2045 : MembangunPertanian-Bioindustri Berkelanjutan. Sidang Kabinet Terbatas. Jakarta.
Sobari, Sakiroh dan Eko Purwanto. 2012. Pengaruh jenis tanaman penaungterhadap Pertumbuhan dan persentase tanaman berbuah Pada tanamanKopi. Bulletin Ristri 3 (3):217-222. Balittri Bogor.
Soetanto Abdullah. 2013. Pengelolaan Nutrisi Tanaman Terpadu di PerkebunanKopi. Review Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 1 No. 1 : 39-49.
Starfarm. 2010. Pengolahan Pasca Panen Kopi. http://www.starfarmagris.co.cc/2009/06/pengolahanpasca-panen-kopi.html. [Diunduh Tgl 20 Nopember2015].
Widyotomo Sukirno. 2013. Potensi dan Teknologi Diversifikasi Limbah KopiMenjadi Produk Bermutu dan Bernilai Tambah. Review Penelitian Kopi danKakao. Vol. 1 No. 1 : 63-80.
William, G and Payne. W. J. A. 1978. An Introduction to Animal Husbandry in theTropics. 3rd. Ed. London: Longmans and CO, Ltd.
Zubir, Z. Batubara dan A. Yusri. 2010. Peluang peningkatan kinerja usaha sapibibit dengan pakan komplet berbasis limbah jagung. Prosiding : SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Pusat Penelitian danPengembangan Peternakan. Bogor.
53
Zainuddin, D. & T. Murtisari (1995). Penggunaan limbah agro-industri buah kopi(kulit buah kopi) dalam ransum ayam pedaging (Broiler).Pros. PertemuanIImiah Komunikasi dan Penyaluran Hasil Penelitian. Semarang. Sub BalaiPenelitian Klepu, Puslitbang Petemakan, Badan Litbang Pertanian, p. 71-78.
54
ANALISIS RISIKO
Analisis risiko diperlukan untuk mengetahui berbagai risiko yang
mungkin dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pengkajian. Dengan mengenal
risiko, penyebab, dan dampaknya maka akan dapat disusun strategi ataupun
cara penanganan risiko baik secara antisipatif maupun responsif (Tabel 19 dan
20).
Tabel 18. Daftar risiko dan dampak pelaksanan pengkajian model sistempertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi diProvinsi Bengkulu Tahun 2015.
No. Risiko Penyebab Dampak
1. Inovasi tidak dapatberkembang di kawasan
Petani sulit meninggalkankebiasaan lama
Produktivitas usahatidak dapatditingkatkan
2. Penguatan kelembagaantidak dapat dilaksanakan
- Kurangnya jumlah SDMkelompok yang kompeten
- Kurangnya pengetahuankelompok mengenaikelembagaan
Model kelembagaanpengkajian tidak dapatterbentuk
3. Model sistem pertanianbioindustri integrasitanaman-ternak tidakdireplikasi olehpemerintah daerah
- Ketidak serasian denganprogram di Daerah
Pertumbuhan ekonomidan peningkatan dayabeli masyarakat hanyaterjadi pada kawasanpengkajian
Tabel 19. Daftar penanganan risiko pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No. Risiko Penyebab Penanganan
1. Inovasi tidak dapatberkembang dikawasan
Petani sulitmeninggalkan kebiasaanlama
Peningkatan jumlahfrekuensi pelatihan,keterlibatan demplot,
2. Penguatankelembagaan tidakdapat dilaksanakan
- Kurangnya jumlah SDMkelompok yangkompeten
- Kurangnyapengetahuan kelompokmengenai kelembagaan
Peningkatan peran danperilaku kelompok dalamkelembagaan melaluisosialisasi, anjangsanakelompok
3. Model sistem pertanianbioindustri integrasitanaman-ternak tidakdireplikasi olehpemerintah daerah
- Ketidak serasiandengan program diDaerah
- Koordinasi denganBupati/PemerintahDaerah lebih intens
- Peningkatan frekuensisosialisasi model danapresiasi
55
JADUAL KERJATabel 20. Jadual kerja kegiatan pengkajian model sistem pertanian bioindustri
berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun2015.
KegiatanWaktu Pelaksanaan Bulan ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Perbaikan Proposal XKoordinasi dan Sosialisasi X2. Koordinasi dengan Pusat X X X X3. Sosialisasi hasil koordinasi X X X X4. Pertemuan rutin bulanan X X X X X X X X X X X X5. Menyusun mekanisme kerja X X
Pelaksanaan lapangan
6. Inisiasi model X X X X
7. Penyediaan bahan saprodi X X X X X X X X X
8. Penyiapan IK, juknis X X X
9.Pengamatan, analisis data X X X X
Monitoring dan Evaluasi
10. Dokumentasi kegiatam X X X X X X X X X X X
11. Laporan X X X X X X X X X X X X
12. Penulisan KTI, Seminar hasil X
56
PEMBIAYAAN
Tabel 21. Rencana Anggaran Belanja (RAB) kegiatan pengkajian model sistempertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi diProvinsi Bengkulu Tahun 2015.
No Uraian Volume Harga Satuan(Rp)
Jumlah (Rp)
1. Belanja Bahan 267.700.000- Benih, saprodi, dan bahan pendukung
kegiatan1 Tahun 240.570.000 240.570.000
- ATK, Komputer supplies danpelaporan
1 Tahun 6.630.000 6.630.000
- Pencetakan bahan informasi 1 Tahun 6.500.000 6.500.000
- Konsumsi 280 OK 50.000 14.000.0002. Honor Output Kegiatan 27.500.000
- UHL petani 500 OH 35.000 17.500.000- Honor petugas lapang 100 OH 100.000 10.000.000
3. Belanja Barang Non OperasionalLainnya
7.000.000
- Analisa laboratorium 1 KEG 7.000.000 7.000.0004. Belanja Jasa Profesi 10.000.000
- Narasumber, pengarah, evaluator 20 OJ 500.000 10.000.0005. Belanja perjalanan biasa 130.000.000
- Perjalanan dalam rangka pelaksanaankegiatan (berkisar antara Rp. 365.000,-s/d Rp. 5.000.000)
26 OP 5.000.000 130.000.000
6. Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota 5.500.000- Perjalanan dalam rangkapelaksanaan kegiatan
50 OH 110.000 5.500.000
7. Belanja Perjalanan Dinas Paket MeetingLuar Kota
10.000.000
- Uang harian dan transport perjalananke luar propinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan
2 OH 2.900.000 5.800.000
- Penginapan perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan
6 OP 700.000 4.200.000
Jumlah 457.700.000
57
Tabel 22. Realisasi anggaran kegiatan pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No Uraian RealisasiAnggaran
PersentaseKeuangan
(%)
PersentaseFisik (%)
1. Belanja Bahan- Benih, saprodi, dan bahan pendukung
kegiatan178.667.852 92,97 100
- ATK, Komputer supplies danpelaporan
5.500.000 100 100
- Pencetakan bahan informasi 3.350.000 100 100- Konsumsi 12.400.000 100 100
2. Honor Output Kegiatan- UHL petani 9.575.000 100 100- Honor petugas lapang 4.000.000 70 100
3. Belanja Barang Non OperasionalLainnya- Analisa laboratorium 5.344.000 82.66 100
4. Belanja Jasa Profesi- Narasumber, pengarah, evaluator 9.900.000 99,00 100
5. Belanja perjalanan biasa
- Perjalanan dalam rangka pelaksanaankegiatan (berkisar antara Rp.365.000,- s/d Rp. 5.000.000)
128.480.650 100 100
6. Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota
- Perjalanan dalam rangka pelaksanaankegiatan
5.500.000 100 100
Belanja Perjalanan Dinas Paket MeetingLuar Kota
7. - Uang harian dan transport perjalananke luar propinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan
5.741.500 98,99 100
- Penginapan perjalanan ke luarpropinsi/pusat dalam rangkapelaksanaan kegiatan
4.200.000 100 100
JUMLAH 367.314.502 80,25 100
58
PERSONALIA
Tenaga yang terlibat dalam kegiatan ini terdiri atas peneliti, penyuluh,
dan teknisi dengan latar belakang pendidikan yang beragam antara lain bidang
agronomi, sosek, pasca panendan administrasi.
Tabel 23. Tenaga operasional kegiatan pengkajian model sistem pertanianbioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di ProvinsiBengkulu Tahun 2015.
No Nama/NIP
JabatanFungsional/
BidangKeahlian
Jabatandalam
kegiatanUraian Tugas
Alokasi
Waktu(jam/
minggu)
1. Dr. Umi PudjiAstuti, MP19610531 1990032 001
PenyuluhMadya
PenanggungJawab
1.Mengkoordinir pelaksanaan semuakegiatan model sistem pertanianbioindustri integrasi tanaman-ternakspesifik lokasi
2.Analisis data3.Menyusun laporan4.Menyusun KTI
15
2. Dr. ShanoraYuliasari, S.TP.,M.Si
19740731 2003122 001
PenelitiMuda
Anggota 1.Mengkoordinir Pelaksanaan kegiatanpengkajian Pengolahan Kopi danproduk turunannya
2.Melakukan pengambilan data, analisis3.Membantu pelaporan kegiatan4.Menyusun KTI
10
3. Drs. Afrizon, M.Si.
19620415 1993031 001
PenelitiMuda
Anggota 1. Mengkoordinir Pelaksanaankegiatan pengkajian Kopi danproduk turunannya
2. Melakukan pengambilan data,analisis
3. Membantu pelaporan kegiatan4. Menyusun KTI
10
4. Hamdan, SP, M.Si
19770621 200212 1001
PenelitiPertama
Anggota 1.Melaksanakan kajian Sosial ekonomipada sistem integrasi tanaman-ternak
2.Menyusun questioner kajian3.Melakukan pengolahan dan analisis
data4.Membuat KTI
10
5 Zul Efendi, S.Pt
19690227 200701 1001
PenelitiPertama
Anggota 1.Melaksanakan kajian peternakan :sapi, ayam, kambing dan produkturunannya
2.Menyusun indikator pengukurankajian
3.Melakukan pengolahan dan analisisdata
4.Membuat KTI
10
7. Yesmawati , SP
19760912 200912 2001
PenelitiPertama
Anggota 1.Membantu melaksanakan kajianSosial ekonomi pada sistemintegrasi tanaman-ternak
2.Menyusun questioner kajian3.Melakukan pengolahan dan analisis
data
4.Membuat KTI
10
59
Tabel 23. Lanjutan
No Nama/NIP JabatanFungsional/BidangKeahlian
Jabatandalamkegiatan
Uraian Tugas Alokasi
Waktu(jam/
minggu)
8. Yuli Oktavia, SP
19790721 2009122 001
PenelitiPertama
Anggota 1. Membantu melaksanakan kajiantanaman padi dan sayuran padasistem integrasi tanaman-ternak
2.Menyusun daftar isian indikatorpengukuran pengkajian
3.Melakukan pengolahan dan analisisdata
4.Membuat KTI
10
9. Tri Wahyuni, S.Si
19790603 2011012 003
PenelitiPertama
Anggota 1.Melaksanakan kajian Sumber dayalahan pada lokasi kegiatan
2.Menyusun inovasi terbarukan berbasissumberdaya yang tersedia
3.Melakukan pengolahan dan analisisdata
4.Membuat KTI
10
10. Linda Harta, S.Pt
19800917 2008012 023
PenyuluhPertanianPertama
Anggota 1.Melaksanakan kajian Diseminasi2.Menyusun questioner untuk mengukur
perubahan PSK3.Melakukan pengolahan dan analisis
data
4.Membuat KTI
10
11. Catur Yanto, A.Md
19630727 1986031 003
Teknisi Anggota 1.Membantu melaksanakan kajianSumberdaya lahan pada lokasikegiatan
2.Membantu pengukuran indikatorkajian dan tabulasi data
5
12 Basuni Asnawi
19680921 1998031 002
Teknisi Anggota 1.Membantu melaksanakan kajianbudidaya tanaman pada lokasikegiatan
2.Membantu pengukuran indikatorkajian dan tabulasi data
5
13 Sri Hartati. A
19780403 2008122 001
Administrasikeuangandan fisik
Anggota 1.Membantu penjab dalam realisasikuangan
2.Membantu menyelesaiakankelengkapan administrasi di lapangan
3.Membantu membuat laporankeuangan (realisasi keuangan) danserapan anggaran
5
60
Lampiran 1. Dokumentasi pelaksanaan PRA, penambilan sampel tanah,perbaikan kandang, dan pengolahan lahan tanaman cabepengkajian model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasipadi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2015
Wawancara pada saat pelaksanaanPRA
Wawancara dengan key person padasaat pelaksanaan PRA
Transek desa Pengambilan sampel tanah
Perbaikan kandang Pengolahan lahan cabe
61
Lampiran 2. Dokumentasi pelaksanaan pengolahan kopi petik merahpengkajian model sistem pertanian bioindustri berbasis integrasipadi-sapi spesifik lokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2015
Sortasi kopi merah Kopi petik merah hasil sortasi
Proses pengupasan kulit buah kopimenggunakan mesin pemecah kulit
Proses pencucian lendir buah kopimenggunakan mesin pencuci lendir bijikopi
Proses pemisahan kulit buah kopisecara manual
Proses penjemuran biji kopi
62
Lampiran 3. Dokumentasi pelaksanaan pembuatan kompos dan perakitaninstalasi biourine pengkajian model sistem pertanian bioindustriberbasis integrasi padi-sapi spesifik lokasi di Provinsi BengkuluTahun 2015
Proses Fermentasi kompos Proses pengomposan selama 2minggu
Proses pengomposan selama 3minggu
Perakitan instalasi Biourine
Perakitan instalasi Biourine Biourine dan kompos
63
Lampiran 4. Dokumentasi pelaksanaan sosialisasi kegiatan pengkajian modelsistem pertanian bioindustri berbasis integrasi padi-sapi spesifiklokasi di Provinsi Bengkulu Tahun 2015
Proses registrasi peserta sosialisasi Narasumber sosialisasi
Penyampaian hasil kegiatan olehpenanggungjawab
Peserta melakukan uji rasa olahankopi petik merah
Bubuk kopi petik merah Display produk bioindustri pada saatsosialisasi
64
Lampiran 5. Hasil Analisa Tanah
65
Lampiran 6. Hasil Analisa Proksimat Daun Kopi Segar, dan Fermentasi KulitKopi
66
Lampiran 7. Hasil Analisa Proksimat Silase Kulit Kopi
67
Lampiran 8. Hasil Analisa Proksimat Silase Daun Kopi
68
Lampiran 9. Hasil Analisa Kompos