Model Cap Dan Preceed Proceed
description
Transcript of Model Cap Dan Preceed Proceed
BAB II
PENDAHULUAN
A. Konsep Community as Partner
1. Model Community as Patner
Model konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan pernyataan
yang mengintegrasikan konsep-konsep tersebut menjadi suatu kesatuan.
Model keperawatan dapat didefinisikan sebagai kerangka pikir, sebagai satu
cara melihat keperawatan, atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan.
Model ini sebagai panduan proses keperawatan dalam pengkajian
komunitas, analis, dan diagnosa, perencanaan, implementasi. Model ini sebagai
panduan proses keperawatan dalam pengkajian komunitas; analisa dan
diagnosa, perencanaan, implementasi komunitas yang terdiri dari tiga tingkatan
pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier, dan program evaluasi
(Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane.
Model ini merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan
pendekatan totalitas manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien.
Neuman memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan
lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut Neuman, untuk
melindungi klien dari berbagai stressor yang dapat mengganggu keseimbangan,
klien memiliki tiga garis pertahanan, yaitu fleksible line of defense, normal line
of defense, dan resistance defense.
Model community as partner terdapat dua komponen utama yaitu roda
pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas
terdiri(1) inti komunitas (the community core), (2) subsistem komunitas (the
community subsystems), dan (3) persepsi (perception). Model ini lebih berfokus
pada perawatan kesehatan masyarakat yang merupakan praktek, keilmuan, dan
metodenya melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi penuh dalam
meningkatkan kesehatannya.
0
Gambar 1. Community as Patner Model
Sumber: Anderson Gambar McFarlan,:Community as Partner
Agregat klien dalam model Community as Partner ini meliputi intrasistem
dan ekstrasistem. Intrasistem terkait adalah sekelompok orang-orang yang
memiliki satu atau lebih karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat
ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi, transportasi dan
keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan pemerintahan, layanan kesehatan
dan sosial, lingkungan fisik dan rekreasi (Helvie, 1998; Anderson & McFarlane,
2000; Ervin, 2002; Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999; Stanhope & Lancaster,
2004; Allender & Spradley, 2005).
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus artinya sistem satu
dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Di dalam komunitas ada lines of
resistance, merupakan mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa
kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan
contoh dari line of resistance. Anderson dan McFarlane (2000) mengatakan bahwa
dengan menggunakan model Community as Partner terdapat dua
komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan proses keperawatan. Roda
1
pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian utama yaitu inti dan delapan
subsistem yang mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian
keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari beberapa tahap mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Komunitas sebagai klien/partner berarti kelompok masyarakat tersebut
turut berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatannya.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan
sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah
kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik individu, keluarga atau
kelompok yang menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis dan
sosial ekonomi maupun spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan
untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negatif yang
berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya
yang dimiliki komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi
kesehatan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan, yaitu :
a) Pengumpulan data
Tujuan pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi
mengenai masalah kesehatan pada masyarakat sehingga dapat ditentukam
tindakan yang harus diambil untuk mengatasi masalah tersebut yang
menyangkut aspek fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta
faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan pengkajian yang
dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
1) Data inti
Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas yaitu riwayat
terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru). tanyakan pada orang-
orang yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau daerah
itu.
2
Data demografi
Karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut,
distribusi (jenis kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah
penduduk,
Vital statistik
Meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama
kematian atau kesakitan.
Nilai dan kepercayaan
Nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan, kepercayaan-kepercayaan yang diyakini yang
berkaitan dengan kesehatan, kegiatan keagamaan di masyarakat,
kegiatan-kegiatan masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai
kesehatan.
2) Subsistem
Lingkungan fisik
Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area
hijau, binatang, orang-orang, bangunan buatan manusia,
keindahan alam, air, dan iklim.
Pelayanan kesehatan dan sosial
Catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan
yang praktek, layanan kesehatan publik, pusat emergency,
rumah perawatan atau panti werda, fasilitas layanan sosial,
layanan kesehatan mental, dukun tradisional/pengobatan
alternatif.
Ekonomi
Catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas
tersebut maju dengan pesat, industri, toko, dan tempat-tempat
untuk pekerjaan, adakah pemberian bantuan sosial (makanan),
seberapa besar tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan
keluarga, karakteristik pekerjaan.
Keamanan dan transportasi
3
Apa jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di
wilayah komunitas, catat bagaimana orang-orang bepergian,
apakah terdapat trotoar atau jalur sepeda, apakah ada
transportasi yang memungkinkan untuk orang cacat. jenis
layanan perlindungan apa yang ada di komunitas (misalnya:
pemadam kebakaran, polisi, dan lain-lain), apakah mutu udara di
monitor, apa saja jenis kegiatan yang sering terjadi, apakah
orang-orang merasa aman.
Politik dan pemerintahan
Catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh
partai yang menonjol, bagaimana peraturan pemerintah terdapat
komunitas (misalnya: pemilihan kepala desa, walikota, dewan
kota), apakah orang-orang terlibat dalam pembuatan keputusan
dalam unit pemerintahan lokal mereka.
Komunikasi
Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana
komunikasi formal dan informal yang terdapat di wilayah
komunitas, apakah terdapat surat kabar yang terlihat di stan atau
kios, apakah ada tempat yang biasanya digunakan untuk
berkumpul.
Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi,
pendidikan lokal, reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas
ekstrakurikuler, layanan kesehatan sekolah, dan tingkat
pendidikan masyarakat.
Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi
utama, siapa yang berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan
kebiasaan masyarakat menggunakan waktu senggang.
3) Persepsi
Persepsi masyarakat dan keluarga terhadap suatu penyakit masih
acuh, mungkin dipengaruhi rendahnya tingkat pendidikan
4
masyarakat ataupun kurangnya pengetahuan kesehatan mengenai
suatu penyakit
b) Jenis data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari
Data subjektif: yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah
yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan komunitas,
yang diungkapkan secara langsung melalui lisan.
Data objektif: data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,
pengamatan dan pengukuran.
c) Sumber data
Data primer: data yang dikumpulakn oleh pengkaji dalam hal ini
mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari individu,
keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan hasil pemeriksaan
atau pengkajian.
Data sekunder : data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat
dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat kesejatan pasien
atau medical record. (wahit, 2005)
d) Cara pengumpulan data
wawancara atatu anamnesa
pengamatan
pemeriksaan fisik
e) Pengolahan data
klasifikasi data atau kategorisasi data
perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan tally
tabulasi data
f) Interpretasi data analisis data
Tujuan analisis data :
menetapkan kebutuhan komuniti;
menetapkan kekuatan;
mengidentifikasi pola respon komuniti;
mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan.
5
g) Penentuan masalah atau perumusan masalah kesehatan
h) Prioritas masalah
Prioritas masalah kesehatan masyarakat dan keperawatan perlu
mempertimbangkan berbagai faktor sebagai kriteria:
perhatian masyarakat;
prevalensi kejadian;
berat ringannya masalah;
kemungkinan masalah untuk diatasi;
tersedianya sumber daya masyarakat;
aspek politis.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah respon individu pada masalah kesehatan
baik yang aktual maupun potensial. Masalah aktual adalah masalah yang
diperoleh pada saat pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah masalah
yang mungkin timbul kemudian. American Nurses Of Association (ANA).
Dengan demikian diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang jelas,
padat dan pasti tentang status dan masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi
dengan tindakan keperawatan.
c. Perencanaan
1) Tahapan pengembangan masyarakat, yaitu persiapan, penentuan prioritas
daerah, pengorganisasian, pembentukan pokjakes (kelompok kerja
kesehatan)
2) Tahap diklat
3) Tahap kepemimpinan yang merupakan koordinasi intersektoral, akhir,
supervisi atau kunjungan bertahap.
d. Pelaksanaan/Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
6
dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan (Gordon, 1994., dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga
kategori dari implementasi keperawatan, antara lain:
1) Cognitive implementations, meliputi pengajaran/ pendidikan,
menghubungkan tingkat pengetahuan klien dengan kegiatan hidup sehari-
hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi,
memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan, mengawasi
penampilan klien dan keluarga, serta menciptakan lingkungan sesuai
kebutuhan, dan lain lain.
2) Interpersonal implementations, meliputi koordinasi kegiatan-kegiatan,
meningkatkan pelayanan, menciptakan komunikasi terapeutik,
menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan
dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain
lain.
3) Technical implementations, meliputi pemberian perawatan kebersihan
kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari
data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan
tindakan keperawatan mandiri, kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain.
e. Evaluasi atau penilaian
Menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986) dalam Craven & Hirnle
(2000), evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
7
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
2) Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada
evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat
wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa
keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3) Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku
klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
B. Model Precede-Proceed
Model yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) pada tahun 1980,
merupakan model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi
promosi kesehatan, yang dikenal dengan model PRECEDE (Predisposing,
Reinforcing and Enabling Causes in Educational Diagnosis and Evaluation).
PRECEDE merupakan kerangka untuk membantu perencanaan mengenal masalah,
mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan program. Pada tahun
1991, model ini disempurnakan menjadi model PRECEDE-PROCEEDE.
PROCEEDE merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and Organizational
Contructs in Educational and environmental Development. Gambar 1 meringkas
gambaran model PRECEDE-PROCEED.
Green menganalisis perilaku manusia dimulai dari tingkat kesehatan, bahwa
kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor luar perilaku (non behavior causes).
Meskipun model ini mendasarkan diri pada Model Kepercayaan Kesehatan atau
Health Belief Model dan sistem-sistem konseptual lain, namun model Precede
merupakan model sejati, yang lebih mengarah kepada upaya-upaya pragmatik
mengubah perilaku kesehatan daripada sekedar upaya pengembangan teori. Green
8
dan rekan-rekannya menganalisis kebutuhan kesehatan komunitas dengan cara
menetapkan lima diagnosis berbeda, yaitu diagnosis sosial, diagnosis
epidemiologi, diagnosis perilaku, diagnosis pendidikan, dan diagnosis
administrasi/ kebijakan.
Dalam aplikasinya, PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase
diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program, sedangkan PROCEED
digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Menurut Schmidt dkk, model ini paling banyak diterima dan telah
berhasil diterapkan dalam perencanaan program-program komprehensif dalam
banayak susunan yang berlainan, serta model ini dianggap lebih berorientasi
praktis. Berdasarkan pemikiran tersebut, Lawrence Green mengusulkan
perencanaan promosi kesehatan melalui PRECEDE framework dan PROCEED
framework sebagai terapi terhadap perilaku lama. Jika PRECEDE merupakan
diagnosis, PROCEED adalah terapi dalam promosi kesehatan.
1. Pengertian Model PRECEDE-PROCEED
Green (1980) telah mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat
digunakan untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal
PRECEDE. PRECEDE adalah singkatan Predisposing (predisposisi),
Reinforcing (Memperkuat), Enabling (Mengaktifkan), Causes (Penyebab),
Educational Diagnosis (Pendidikan Diagnosa) dan Evaluation (Evaluasi).
PRECEDE memberikan serial langkah yang menolong perencana untuk
mengenal masalah mulai dari kebutuhan pendidikan sampai pengembangan
program untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun demikian pada tahun
1991 Green menyempurnakan kerangka tersebut menjadi PRECEDE-
PROCEED. PROCEED (Policy, Regulatory, Organizational Construct in
Educational and Environmental Development). PRECEDE-PROCEED harus
dilakukan secara bersama.
9
2. Tujuan Model Model PRECEDE-PROCEED
Bagian paling penting dari perencanaan program adalah analisis
komunitas atau yang biasa dikenal sebagai analisis kebutuhan (need
assessment). Keberhasilan program promosi kesehatan tergantung dari data
yang didapat tentang individu, kelompok atau sistem yang akan menjadi fokus
dari program. Berdasarkan data tersebut perencana program dapat memahami
masalah kesehatan yang perlu diatasi dan sumberdaya yang tersedia. Model
Procede dan Proceed juga berperan penting dalam perencanaan pendidikan dan
promosi kesehatan karena menyediakan bentuk untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan, perilaku dan pelaksanaan
program.
Model PRECEDE adalah kerangka untuk proses perkembangan
sistematis dan program-program edukasi kesehatan, dikembangkan antara
tahun 1968 - 1974. Tujuan PRECEDE pada fase diagnosis masalah,
menetapkan prioritas masalah dan diagnosis program. PRECED untuk diagnosa
dan perencanaan memimpin edukator kesehatan untuk berpikir secara deduktif,
untuk memulai dengan konsekuensi final dan bekerja kembali ke penyebab asli.
PROCEED ditambahkan pada model ini pada akhir 1980-an berdasarkan pada
percobaan Lawrence W. Green bersama dengan Marshall Krueter pada
berbagai macam posisi dengan pemerintahan federal dan Kaiser Family
Foundation. Tujuan PROCEED digunakan untuk menetapkan untuk
menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.
Kerangka PRECEDE didirikan pada persyaratan dari empat disiplin:
a) Epidemiologi
b) Ilmu pengetahuan sosial dan tindakan (behaviour),
c) Administrasi
d) Edukasi
Dalam penerapan PRECEDE, dua proporsi dasar ditekan: Pertama,
kesehatan dan tindakan kesehatan disebabkan oleh faktor-faktor ganda, dan
kedua, karena kesehatan dan tindakan kesehatan ditentukan oleh faktor-faktor
10
ganda, upaya-upaya edukasi kesehatan untuk mempengaruhi tindakan harus
multidimensional.
3. Langkah-Langkah Model PRECEDE-PROCEED
Menentukan Kebutuhan Promosi Kesehatan. Dikutip dari Fertman pada
tahun 2010 bahwa pendekatan terkenal untuk perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi dalam program pendidikan kesehatan adalah model Precede-Proceed
yang dikemukakan oleh Green & Kreuter pada tahun 2005. Bagian Precede
pada model (fase 1-4) berfokus pada perencanaan program dan bagian proceed
(fase 5-8) berfokus pada pelaksanaa dan evaluasi. Delapan fase dari model
pedoman perencanaan dalam membuat program promosi kesehatan, dimulai
dengan keluaran yang lebih umum dan berubah menjadi keluaran yang lebih
spesifik. Pada akhirnya, proses memimpin untuk membuat program,
menghantarkan program dan mengevaluasi program. (Gambar 1. Menampilkan
model Precede-Proceed untuk perencanaan program kesehatan dan evaluasi;
tanda panah menunjukan jalur utama kegiatan menuju masukan program dan
determinan kesehatan untuk hasil.)
Dilakukan dengan menggunakan kerangka PRECEDE-PROCEED sesuai
gambar 2 dan 3. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan
prioritas masalah, penetapan prioritas masalah, dan tujuan program, sedangkan
PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, serta
implementasi dan evaluasi.
11
Gambar 2. Kerangka PRECEDE-PROCEED
(Sumber: Green, Lawrence, dan Marshall, 1991)
Gambar 3. Indikator, dimensi, hubungan di antara faktor-faktor yang
diidentifikasi pada fase 1,2,3 pada kerangka PRECEDE-PROCEED
12
a) Fase 1 (Diagnosis sosial)
Diagnosis sosial adalah proses menetukan persepsi masyarakat
terhadap kebutuhannya dan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan
kualitas hidupnya,melalui partisipasi dan penerapan berbagai informasi yang
didesain sebelumnya.
Penilaian dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistic
yang ada, maupun dengan melakukan pengumpulan data secara langsung
dari masyarakat. Bila data langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka
pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan cara: wawancara dengan
informan kunci, forum yang ada di masyarakat, focus group discussion
(FGD), nominal group process, dan survei.
Pada fase ini, praktisi dapat menggunakan kumpulan data multipel dari
aktivitas-aktivitas (hasil wawancara dengan informan, diskusi kelompok,
observasi terhadap partisipan, dan survei), untuk memahami kebutuhan
masyarakat. Fase ini secara subjektif berupaya mendefinisikan kualitas
hidup dalam masyarakat. Fokus pada fase ini adalah untuk mengenali dan
mengevaluasi permasalahan sosial yang mempengaruhi kualitas hidup target
populasi. Tahap ini membutuhkan perencana program untuk mendapatkan
pengertian dari permasalahan sosial yang mempengaruhi kehidupan pasien,
konsumen, siswa, atau komunitas, sebagaimana mereka memandang
permasalahan tersebut. Hal ini diikuti oleh pembentukan penghubung antara
permasalah tersebut dan permasalahan kesehatan spesifik yang dapat
menjadi fokus dari edukasi kesehatan. Penghubung ini sangat penting dalam
hidup dan, sebagai timbal balik, bagaimana kualitas hidup mempengaruhi
permasalahan sosial. Metode yang digunakan untuk diagnosis sosial dapat
menggunakan satu atau beberapa cara pada “Community Assessment”.
b) Fase 2 (Diagnosis epidemiologi)
Pada tahap ini, masalah-masalah kesehatan yang didapatkan dari tahap
pertama tadi digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang
berasal dari data lokal, regional, maupun nasional. Dalam tahap ini dilihat
bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah-masalah kesehatan tersebut
13
dengan mengacu pada mortalitas, morbiditas, tanda dan gejala yang
ditimbulkan. Dari tahap inilah perencana menetapkan suatu prioritas
masalah yang nantinya akan dibuat suatu perencanaan yang sistematis.
Pada fase ini, siapa atau kelompok mana yang terkena masalah
kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, dan suku) diidentifikasi. Di samping
itu, dicari pula bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan
tersebut (mortalitas, morbiditas, disabilitas, tanda dan gejala yang timbul)
dan cara menanggulangi masalah tersebut (imunisasi, perawatan atau
pengobatan, modifikasi lingkungan atau perilaku). Informasi ini sangat
penting untuk menetapkan prioritas masalah, yang didasarkan pertimbangan
besarnya masalah dan akibat yang ditimbulkan, serta kemungkingan untuk
diubah. Prioritas masalah harus tergambar pada tujuan program dengan ciri
“who eill benefit how much of what outcome by when”.
Diagnosis epidemiologi mencakup analisis data sekunder atau
kumpulan data asli untuk memprioritaskan kebutuhan akan kesehatan
masyarakat serta mempertahankan tujuan dan target dari program. Praktisi
mengamankan dan menggunakan data statistik yang spesifik dari populasi
target dalam rangka mengidentifikasi dan mengurutkan masalah dan tujuan
kesehatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap kebutuhan
masyarakat yang teridentifikasi. Diagnosis epidemiologi membantu
identifikasi faktor-faktor perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan
kualitas kehidupan. Fokus pada fase ini adalah untuk mengidentifikasi
permasalahan kesehatan yang spesifik dan faktor non-medis yang
berhubungan dengan kualitas kehidupan yang buruk. Menjelaskan
permasalahan kesehatan tersebut dapat: 1. membentuk hubungan antara
permasalahan kesehatan, kondisi kesehatan lain, dan kualitas kehidupan; 2.
Mendorong penyusunan prioritas masalah yang akan memandu fokus dari
program dan pemanfaatan sumber daya secara efektif; dan 3. Menyusun
kewajiban yang jelas pada masing-masing pihak. Prioritas-prioritas ini
dijelaskan sebagai sebagai sebuah program objektif yang menjelaskan target
populasi (WHO), outcome yang diinginkan (WHAT), dan seberapa banyak
14
(HOW MUCH) keuntungan yang harus didapatkan target populasi, dan
kapan (WHEN) keuntungan tersebut terjadi.
Contoh data-data epidemiologi:
1) Statistik vital
2) Usia rentan meninggal
3) Kecacatan
4) Angka kejadian
5) Morbiditas
6) Mortalitas
Dari fase 1 dan 2 objektif program disusun, objektif program adalah
tujuan-tujuan yang ingin dicapai sebagai hasil dari implementasi intervensi-
intervensi. Contoh diagnosis epidemiologi dalam promosi kesehatan diare
adalah banyaknya penduduk terutama balita dan anak-anak yang menderita
mencret-mencret/diare dan angka kematian anak akibat diare cukup tinggi.
c) Fase 3 (Diagnosis perilaku dan lingkungan)
Diagnosis perilaku adalah analisis hubungan perilaku dengan tujuan
atau masalah yang diidentifikasi dalam diagnosis epidemiologi atau sosial.
Sedangkan diagnosis lingkungan adalah analisis paralel dari faktor
lingkungan sosial dan fisik daripada tindakan khusus yang dapat dikaitkan
dengan perilaku.
Fase ini mengidentifikasi faktor-faktor, baik faktor internal maupun
eksternal dari individu yang dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan.
Fokus fase ini ditujukan pada identifikasi sistematis praktek kesehatan dan
faktor-faktor lain yang berhubungan dengan permasalahan kesehatan yang
telah dijelaskan pada fase 2. Faktor-faktor ini mencakup penyebab non-
perilaku (faktor individu dan lingkungan) yang dapat berkontribusi pada
permasalahan kesehatan, tetapi tidak dikontrol oleh perilaku. Hal ini dapat
mencakup predisposisi genetik, umur, jenis kelamin, penyait yang diderita,
iklim, tempat kerja, ketersediaan fasilitas kesehatan yang adekuat, dan lain-
lain. Perilaku yang menyebabkan permasalahan kesehatan juga dinilai.
Bagian penting lain pada fase ini adalah kecenderungan terjadinya
15
perubahan pada tiap permasalahan kesehatan pada fase 2. Mengulang
kembali untuk membaca literatur-literatur yang telah ada maupun
menerapkan teori-teori yang ada, merupakan elemen penting pada fase ini.
Matrix Perilaku, untuk membantu mengenali target-target dimana
intervensi yang paling efektif dapat diterapkan. Matriks ini membantu dalam
mengidentifikasi sasaran dimana tindakan intervensi yang paling efektif
dapat diterapkan. Langkah yang harus dilakukan dalam diagnosis perilaku
dan lingkungan antara lain:
1) Memisahkan faktor perilaku dan non-perilaku penyebab timbulnya
masalah kesehatan.
2) Mengidentifikasi perilaku yang dapat mencegah timbulnya masalah
kesehatan dan perilaku yang berhubungan dengan tindakan
perawatan/pengobatan, sedangkan untuk faktor lingkungan dengan
mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat diubah seperti
faktor genetis dan demografis.
3) Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh
terhadap masalah kesehatan.
4) Urutkan faktor perilaku dan lingkungan berdasarkan kemungkinan
untuk diubah.
5) Tetapkan perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran program.
Setelah itu tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang
ingin dicapai program. Indikator masalah perilaku yang memengaruhi status
kesehatan seseorang adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization),
upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi akanan (consumption
pattern), kepatuhan (compliance), dan upaya pemeliharaan kesehatan sendiri
(self care). Dimensi perilaku yang digunakan adalah earliness, quality,
persistence, frequency, dan range. Indikator lingkungan yang digunakan
adalah keadaan sosial, ekonomi, fisik dan pelayanan kesehatan, sedangkan
dimensi yang digunakan terdiri atas keterjangkauan, kemampuan, dan
pemerataan.
16
d) Fase 4 (Diagnosis pendidikan dan organisasi)
Sesuai dengan perspektif perilaku, tahap diagnosis pendidikan dan
organisasional model Precede memberi penekanan pada faktor-faktor
predisposisi, pendukung, dan penguat. Dua faktor pertama berkaitan dengan
anteseden dari suatu perilaku tersebut, sedangkan faktor penguat merupakan
sinonim dari istilah konsekuen yang dipakai dalam analisis perilaku.
a) Faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor yang mempermudah atau mendasari untuk terjadinya
perilaku tertentu. Merupakan anteseden dari perilaku yang
menggambarkan rasional atau motivasi melakukan suatu tindakan, nilai
dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi individu
atau kelompok untuk bertindak.
b) Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau
memungkinkan suatu motivasi direalisasikan. Yang termasuk dalam
kelompok faktor pemungkin adalah ketersediaan pelayanan kesehatan,
aksesibilitas dan kemudahan pencapaian pelayanan kesehatan baik dari
segi jarak maupun segi biaya dan sosial serta adanya peraturan-peraturan
dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut.
c) Faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru dapat
memperlunak) untuk terjadinya perilaku tersebut. Merupakan factor yang
memperkuat suatu perilaku dengan memberikan penghargaan secara terus
menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya pengulangan.
Merupakan faktor yang berperan setelah suatu perilaku telah dimulai.
Faktor ini mendukung pengulangan atau tetapnya suatu perilaku dengan
memberikan suatu penghargaan (reward) atau insentif secara
berkelanjutan serta hukuman (punishmen) sebagai konsekuensi dari suatu
perilaku. Hal tersebut digunakan untuk memotivasi dan menguatkan
perilaku sehat dan outcome. Reinforcement bisa datang dari individu atau
kelompok, seseorang atau institusi dalam lingkungan fisik atau sosial
seperti keluarga, guru, akademis, dan lain-lain.
17
Hal penting untuk memahami reinforcing factor adalah sejauh
mana ketidakadannya akan berarti kehilangan dukungan untuk tindakan
dari individu atau kelompok. Elemen penting pada fase ini adalah
pemilihan faktor yang dapat dimodifikasi, yang paling dapat
menghasilkan perubahan perilaku Proses pemilihan mencakup
mengidentifikasi, memilah faktor-faktor ini ke dalam kategori-kategori
(positif dan negatif), menempatkan prioritas pada tiap kategori, dan
memprioritaskan salah satu kategori. Prioritas faktor bergantung kepada
tingkat kepentingan (importance) dan kemampuan untuk diubah
(changeability). Learning objectives dari faktor-faktor terpilih ini
kemudian dikembangkan.
Pemilihan faktor-faktor mana yang harus diubah untuk memulai dan
menjaga (maintain) perubahan perilaku dilakukan pada fase ini karena
intervensi spesifik juga disusun pada fase ini.
Diagnosis edukasi dan organisasi ini lah yang digunakan untuk
melihat hal-hal spesifik yang dapat meningkatkan atau menurunkan
perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.
Contoh diagnosis pendidikan dan organinasional:
Predisposing factors
- Kurangnya pengetahuan tentang cara hidup bersih dan sehat
- Kebiasaan MCK di sungai
- Penggunaan air sungai sebagai sumber air minum dan masak
- Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB
- Kurangnya pengetahuan tentang diare
Enabling factors
- Terbatasnya sumber/fasilitas air bersih
- Terbatasnya fasilitas jamban
- Terbatasnya daya jangkau ke pusat kesehatan
- Kegiatan PKK dan karang taruna yang tidak terlaksana dengan baik
18
Reinforcing factors
- Perilaku tokoh masyarakat yang juga tidak memberikan contoh yang
baik
Langkah selanjutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai berdasarkan faktor predisposisi yang telah diidentifikasi, dan
menetapkan tujuan organisasional berdasarkan faktor penguat dan faktor
pendorong yang telah diidentifikasi elalui upaya pengembangan
organisasi dan sumber daya.
e) Fase 5 (Diagnosis administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini, dilakukan analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan
yang berlaku yang dapat memfasilitasi atau menghambat pengembangan
program promosi kesehatan. Untuk diagnosis administratif, dilakukan tiga
penilaian, yaitu sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan program,
sumber daya yang terdapat di organisasi dan masyarakat, serta hambatan
pelaksanaan program. Untuk diagnosis kebijakan, dilakukan identifikasi
dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang
memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang dapat
mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah dari perencanaan dengan PRECEDE ke
implementasi dan evaluasi dengan PROCEED. PRECEDE digunakan untuk
meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED untuk
meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima
dan dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator,
konsumen atau klien, dan stakeholder terkait. Hal ini dilakukan untuk
menilai kesesuaian program dengan standar yang telah ditetapkan.
Diagnosis administratif dilakukan dengan tiga penilaian, yaitu: sumber
daya yang dibutuhkan untuk melaksanakn program, sumber daya yang ada
di organisasi dan masyarakat, serta hambatan pelaksana program. Sedangkan
pada diagnosis kebijakan dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan
politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi program dan
19
pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat
yang kondusif bagi kesehatan.
Misalnya, adanya kebijakan pemerintah dalam pemberantasan
penyakit diare antara lain bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan,
angka kematian, dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).
1. Sumber Data
Data masyarakat yang dibutuhkan oleh seorang perencana promosi
kesehatan dapat berasal dari berbagai sumber seperti :
Dokumen yang ada
Langsung dari masyarakat, di mana kita bisa mendapatkan data
mengenai status kesehatan masyarakat, perilaku kesehatan dan
determinan dari perilaku tersebut,
Petugas kesehatan di lapangan
Tokoh masyarakat
Cara pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah:
a. Key informant approach
Informasi yang diperoleh dari informan kunci melalui wawancara
mendalam atau Focus Group Discussion(FGD) sangat menolong untuk
memahami masalah yang ada. Cara ini cukup sederhana dan relatif
murah, karena informasi yang diperoleh dapat mewakili berbagai
perspektif dan informan kunci sendiri selain memberikan data yang
dapat digunakan dalam membuat perencanaan, juga akan membantu
dalam mengimplementasikan promosi kesehatan.
b. Community forum approach
Cara lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah
melalui forum diskusi. Di sini health promotor bersama-sama
masyarakat mendiskusikan masyarakat yang ada.melalui cara ini dapat
dicari jalan keluar dari masalah yang ada. Bila dilihat dari sudut
program, cara ini sangat ekonomis, di samping itu promotor kesehatan
juga dapat memahami masalah dari berbagai sudt pandang masyarakat.
20
c. Sample survey appproach
Merupakan cara pengumpulan data kebutuhan masyarakat yang
paling valid dan akurat, karena estimasi kesalahan bisa diseleksi.
Namun demikian cara ini merupakan cara yang paling mahal. Metode
yang dapat digunakan adalah wawancara dan observasi (terutama bila
ingin melihat keterampilan atau skill).
f) Fase 6 (Implementasi)
Pada tahap ini, merencanakan suatu intervensi (secara besar pada fase-
fase sebelumnya), berdasarkan analisis. Sekarang, yang harus kita lakukan
adalah menjalankannya. Fase ini hanya berupa pengaturan dan
pengimplementasian intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Pada
fase ini, intervensi yang telah disusun pada fase kelima diterapkan secara
langsung pada masyarakat.
g) Fase 7 (Evaluasi proses)
Fase ini bukanlah mengenai hasil, tetapi mengenai prosedur. Evaluasi
disini berarti apakah kita sedang melakukan apa yang telah kita rencanakan
sebelumnya. Jika, sebagai contoh, kita menawarkan melakukan pelayanan
kesehatan diare tiga hari dalam sepekan pada daerah pedesaan, apakah
dalam kenyataannya kita benar-benar melakukan pelayanan kesehatan
tersebut. Kita juga menetapkan untuk memberikan penyuluhan setiap hari
senin dan khamis untuk melakukan penyuluhan tentang diare dan
penanganannya di puskesmas berdekatan, setiap selasa dan rabu melakukan
penyuluhan ke sekolah-sekolah apakah kita benar- benar melaksanakan
sesuai yang direncanakan.
h) Fase 8 (Evaluasi dampak)
Pada fase ini, kita mulai melakukan evaluasi terhadap sukses awal dari
upaya kita. Apakah intervensi tersebut menghasilkan efek yang kita inginkan
pada faktor perilaku atau lingkungan yang kita harapkan untuk berubah.
Mengukur efektifitas program dari sudut dampak menengah dan perubahan-
21
perubahan pada faktor predisposing, enabling, dan reinforcing.
Mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku
dan pada perilaku itu sendiri.
1) Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya:
pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan
kesadaran ibu tersebut tentang manfaat pemeriksaan hamil, baik bagi
kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu, kadang-kadang
kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong
atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak
boleh disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti
tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini
terutama yang positif akan mempermudah terwujudnya perilaku baru
maka sering disebut faktor yang memudahkan.
2) Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, tersedianya makanan
yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes,
pos obat desa, dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan sebagainya.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang
mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa
hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat
memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil, misalnya: puskesmas,
polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada
22
hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor
pemungkin.
3) Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-
peraturan baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait
dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas
saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh
masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para petugas
kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan untuk
memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Oleh sebab itu intervensi
pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab
(determinan) tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap
tiga faktor tersebut.
i) Fase 9 (Evaluasi hasil)
“Apakah intervensi kita sungguh bekerja dalam menghasilkan outcome
yang teridentifikasi pada komunitas pada fase 1 sebelumnya?”. Intervensi ini
mungkin dapat secara sukses dilakukan, prosesnya sesuai dengan yang
direncanakan, dan terjadi perubahan yang memang diharapkan. Namun,
hasilnya secara keseluruhan tidak memiliki dampak pada masalah yang lebih
luas. Dalam hal ini, kita harus memulai kembali prosesnya sekali lagi, untuk
melihat mengapa faktor yang kita fokuskan bukanlah faktor yang tepat, dan
untuk mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berhasil. Mengukur
perubahan dari keseluruhan objek dan perubahan dalam kesehatan dan
keuntungan sosial atau kualitas kehidupan (outcome) yang menentukan efek
terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas kehidupan suatu
populasi. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk mendapatkan hasil, dan
23
mungkin beberapa tahun untuk benar-benar melihat perubahan kualitas
hidup pada populasi atau masyarakat.
Beberapa outcome mungkin tidak terlihat nyata dalam beberapa tahun
atau dekade. Bila outcome tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama,
maka kita harus bersabar dan tetap mengawasi proses dan dampak dari
intervensi kita, dengan keyakinan bahwa outcome tersebut akan terlihat
dengan nyata nantinya.
Langkah-langkah untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan
meliputi hal-hal berikut.
a) Menentukan status kesehatan masyarakat.
b) Menentukan pola pelayanan kesehatan msyarakat yang ada.
c) Menentukan hubungan antara status kesehatan dan pelayanan kesehatan
di masyarakat
d) Menentukan determinan masalah kesehatan masyarakat (meliputi
tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, ras, letak geografis, kebiasaan
atau perilaku dan kepercayaan yang dianut).
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
prioritas masalah antara lain beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkan,
pertimbangan politis, dan sumber daya yang ada di masyarakat.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Dignan, Mark. B & Carr Patricia, A: Introduction to Program Planning : A
Basic Text for Community Health Education, Lea & Febringer, Philadelphia,
1981
2. Green, Lawrence & Kreuter, Marshall, W: Health Promotion Planning, An
Educational and Environmental Approach, Second Edition, Mayfield
Publishing Company, 1991
3. Greene, Walter & Simon-Morton:Introduction to Health Education, Waveland
Press Inc, Prospect Height, Illness, 1990
4. Hartono B. Promosi Kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit. Cetakan
Pertama, Desember. Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
5. Maulana H. Promosi Kesehatan. Cetakan ke-3. Jakarta : EGC; 2010.
6. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi,
September. Jakarta : Rineka Cipta; 2010.
7. Notoatmodjo S. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-
3, Mei. Jakarta : Rineka Cipta; 2008.
8. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta;
2007.
9. Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama, Maret. Jakarta :
Rineka Cipta; 2007.
10. Promosi Kesehatan. Promosi Kesehatan Dalam Pencapaian Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).
http://www.promosikesehatan.com/?act=program&id=12. Diakses tanggal 28
Februari 2015.
Allender & Spradley. (2005). Community health nursing: promoting and protecting the
public’s health (6th edition). Lippincott Eilliams & Wilkins. Philadelphia.
Anderson & McFarlane (2000). Community as partner: theory and practice in nursing.
Third edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
25
Anderson, E.T., and McFarlane, J.(2000). Community as partner: Theory and practice
in nursing, 3rd.ed, Philadelpia: Lippincott
Allender, J.A., and Spradley, B.W.(2001). Community health nursing : Concepts and
practice, 4th.ed, Philadelpia: Lippincott
Clark, M.J.(1999). Nursing in the community: Dimensions of community health
nursing, Standford, Connecticut: Appleton & Lange
George B. Julia , Nursing Theories- The base for professional Nursing Practice , 3rd
ed. Norwalk, Appleton and Lange.
Hidayat Aziz Halimul. 2004. Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba Medika
:Jakarta.
Mubarak, Iqbal Wahit. 2009. Pengantar dan Teori Ilmu Keperawatan Komunitas 1.
Cv Sagung Seto : Jakarta
Craven, R. F dan Hirnle, C. J. 2000. Fundamental of Nursing: Human, Health and
function. Edisi 3. Phiadelphia: lippincott
26