Mistisisme dalam pandangan islam
-
Upload
syariful-anam -
Category
Documents
-
view
30 -
download
11
Transcript of Mistisisme dalam pandangan islam
Untuk memahami Mistisisme Islam (disebut
Tasawuf atau irfan) lebih mendalam, kita membutuhkan dua hal: pengetahuan tentang
substansi Mistisisme Islam yang asli dan kedua pengetahuan tentang penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam aliran-aliran mistisisme, baik yang terjadi di masa lalu
ataupun di era modern saat ini. Mistisisme Islam yang murni tentulah bersih dari segala
jenis penyimpangan. Namun dalam kesempatan ini kita akan lebih banyak menjelaskan
tentang penyimpangan dan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi terjadi dalam
mistisisme, sehingga dengan hal tersebut kita dapat memahami mistisisme Islam yang
sejati.
Penyimpangan tersebut terjadi baik dalam dunia mistisisme Islam itu sendiri atau variasi
mistisisme sebenarnya bukanlah dari Islam laysa minal Islam dan itu yang patut kita
perhatikan dengan seksama. Selain itu juga ada kalanya kesalahfahaman itu terjadi
pemahaman kaum muslimin sendiri terhadap mistisisme dengan mengikuti aktifitas-
aktifitas mistisisme yang menyimpang.
Sebagai contoh atas hal ini adalah agama. Ada agama yang menyimpang ada agama
yang benar, untuk melakukan indentifikasi terhadap kebenaran agama kadang kita harus
menganalisa agama tersebut melalui dasar atau akar dari agama tersebut sendiri,
adakalanya terhadap penyimpangan interpretasi yang dilakukan sekalipun agama
tersebut adalah agama yang benar (Haq) , sehingga muncul hal-hal yangmenyebabkan
kesalahpahaman orang terhadap agama tersebut. Kedua jenis analisa ini menuntut
sebuah pengetahuan/kajian tentang penyimpangan-penyimpangan dalam
agama (patologi agama).
Pendekatan yang saya lakukan dalam makalah ini adalah atas dasar usaha ilmiah untuk
meneliti atau mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
mistisisme Islam, (irfan atau Tasawuf) secara ilmiah, logis dan merujuk kepada wahyu.
Saya tidak memiliki niat untuk menjatuhkan kelompok, aliran, atau trend manapun. Kami
juga bukan kaum ‘Takfiri’ yang sering menghujat aliran-aliran yang berbeda. Yang akan
kami lakukan adalah melakukan telaah ilmiah seraya memberikan kritik ilmiah atas
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam Mistisisme secara umum dan
Mistisime Islam Islam secara khusus.
Ada sebagian kelompok yang langsung memvonis Mistisisme dan segala jenisnya
sebagai aliran sesat, hanya karena menyimak penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh oknum tertentu. Kelompok ini langsung bangkit untuk memerangi seluruh
aliran mistisisme. Padahal mistisisme yang hakiki adalah adalah kedudukan ruhaniah
(maqam) paling mulia yang mungkin dicapai oleh seorang manusia. Mistisisme hakiki
identik dengan makrifatullah, kedekatan (qurb) dengan Allah. Mistisisme adalah dimensi
esoteris (batin) dari Islam itu sendiri, bersumber dari al-Quran, sunnah Rasulullah saw
serta para imam yang suci.
Jadi kritik atas mistisisme bukanlah usaha menolak substansi mistisisme sebagaimana
pembelaan atas mistisisme juga tidak berarti bahwa seluruh aliran mistisisme itu valid.
Jadi mungkin dapat dipetakan dua kelompok yang saling berbeda posisi; pertama
kelompok yang memusuhi mistisisme secara total dan kedua yang membela mistisisme
secara total.
Jenis-jenis Mistisisme Menyimpang
Mistisisme yang ada di dunia memiliki aliran dan bentuk yang bervariasi dan juga pada
saat yang sama memberikan jalan bagi pelbagai penyimpangan. Saya ingin
menyebutkan sebagian penyimpangan-penyimpangan tersebut dan aliran tertentu akan
dijelaskan secara terperinci. Tentu saja tipe –tipe yang menyimpang ini tidak layak
disebut dengan mistisisme karena mistisisme adalah makrifatullah, kita bisa
menyebutnya dengan pseudo mistisisme; yaitu mistisisme yang keliru. Di makalah ini
tipe-tipe yang menyimpang tetap disebut mistisisme karena sebagian orang tetap
menganggapnya sebagai mistisisme
Mistisisme tanpa Tuhan
Hal yang fundamental dalam mistisisme atau spiritualis adalah keyakinan tentang Tuhan
karena menurut kami bahwa esensi mistisisme adalah keyakinan terhadap Tuhan dan
pengabdian atau penyembahan terhadap Tuhan. Aliran yang menyebut dirinya sebagai
mistisisme tapi tidak memiliki keyakinan terhadap Tuhan adalah mistisisme yang dusta.
Masuk pada kategori ini juga Mistisisme yang meskipun meyakini Tuhan tapi dalam
perspektif yang salah. Kelompok spiritual atau mazhab mistisisme yang telah kehilangan
iman terhadap Tuhan berarti telah kehilangan fondasinya atau justifikasinya.
Mistisisme Natural (Thabi’i)
Salah satu aliran Mistisisme tanpa Tuhan adalah Mistisisme Thabi’i, bagi kelompok ini
alam adalah pengganti bagi Tuhan. Tujuan final yang sangat mereka cintai dan
dambakan adalah alam itu sendiri. Mereka menyenandung puja-pujian untuk alam.
Mereka menyakini jiwa mereka sangat terikat dengan alam dan akan fana dalam alam.
Kelompok ini banyak berbicara tentang kesatuan dengan alam, kembali pada alam.
Aliran seperti ini mungkin saja tidak ada di dunia Timur, tapi di Barat kelompok-kelompok
ini berkembang dengan pesat yang kadang-kadang juga membawa pengaruh pada
timur, seperti yang tampak dalam syair-syair, film dan novel-novel.
Munculnya kelompok-kelompok atau aliran seperti ini untuk menggambarkan tentang
hasrat terdalam manusia yaitu haus akan spiritual. Tapi sayangnya kadang-kadang
mereka tidak mempedulikan apakah air yang akan direguk itu air yang kotor atau air
bersih yang bersumber dari mata air pengetahuan yang benar.
Mistisisme Pantheisme
Yaitu Misitisisme yang tidak memisahkan antara Tuhan dan Makhluk. Alam adalah
tunggal, yang dalam satu perspektif (i’tibar) adalah Tuhan dan dalam perspektif lain
(i’tibar) lain adalah makhluk. Kadang-kadang faham ini juga disebut dengan Monism.
Aliran ini mengatakan seluruh alam adalah Tuhan, keduanya adalah satu. Alam = Tuhan
dan Tuhan = Alam. Menurut mereka, walaupun secara lahiriah Alam itu bukan Tuhan
tapi jika kalian menempuh perjalanan spiritual dan mendalaminya kalian akan
memahami bahwa Alam ini adalah Tuhan itu sendiri. Sebagian Mistisisme Timur
memiliki keyakinan seperti ini.
Pantheisme memiliki berbagai variasi dan bentuk, tapi yang paling terkenal adalah yang
mengatakan seperti tadi di atas; yaitu Alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah Alam.
Dalam sejarah filsafat barat orang yang pertama kali mencetuskan gagasan seperti ini
adalah Spinoza. Sebagian menyamakan pantheisme dengan wahdatul wujud.
Anda mungkin saja meyakini adanya kesatuan atau ketunggalan pada alam ini, begitu
pula kaum sufi, bahkan juga mistisisme hakiki meyakini ketunggalan, tapi keyakinan
yang tidak memisahkan antara Tuhan dan Alam adalah tidak sesuai dengan Islam;
karena dalam realitas ada Tuhan, ada makhluk dan ada juga alam, sehingga distingsi itu
tidak bisa ditolak.
Mistisisme Non-Tauhid
Mistisisme yang meyakini Tuhanpun bisa sajamengalami penyimpangan, akibat dari apa
yang mereka yakini tentang Tuhan sebenarnya bukanlah Tuhan yang sejati, seperti
kaum Masehi yang meyakini tuhan namun Tuhan dalam arti Trinitas. Mistisisme Masehi
memang telah melakukan langkah besar namun juga harus ada pembersihan yang besar
dari keyakinan mereka. Karena Trinitas itu mengandung unsur kemusyrikan. Kitapun
yang meyakini keesaan tuhan tetap perlu mencermati tentang keesaan ini, karena
dalam ranah Teologi ada masalah antar Zat dan Sifat Tuhan. Bagaimana menisbatkan
Sifat-sifat Tuhan yang banyak itu kepada Zat-Nya, yang tunggal, basith (tidak
berkomposisi). Mereka terjebak dalam kesulitan menjelaskan Sifat dan Zat atau karena
mungkin mereka jauh dari ajaran-ajaran Rasulullah dan para imam. Seperti yang
terekam dalam polemik yang terjadi antara kaum Muktazilah dan Asy’ariyah. Sebagian
meyakini adanya Qudama Sab’ah (tujuh yang qadim) yaitu adanya sifat-sifat yang azali
seperti Zat, tapi berada pada Zat (qaim bi Zat al-Haq). Anggapan ini dikritik karena akan
meniscayakan Tuhan menjadi banyak.
Berkat ajaran Rasulullah saw dan ahlubaitnya masalah sifat dan Zat ini menjadi terurai
dengan jelas. Karena ketunggalan Zat itu bisa selaras dengan sifat-sifat-Nya yang
banyak. Seluruh sifat yang banyak ini ada dalam satu Zat yang tunggal (Tauhid Sifati).
Sifat identik dengan Zat. Sifat-sifat itu hanya berbeda mafhum-nya saja, misalnya Alim,
berbeda dengan al-Qadir tapi di luar itu menyatu dalam Zat yang tunggal.
Dalam Tauhid Ibadi, Mistisisme (irfan) seperti ini juga mungkin mengalami kemusykilan
yaitu ketika dalam sayr wa suluk, seorang arif menjadi menduakan Tuhannya. Sampai
saat ini ada kelompok sufi yang mendewa-dewakan seseorang, mursyid sehingga
menggantikan posisi Tuhan. Mursyid adalah wajib ditaati, dikatakan, Qutb berada di atas
syariat. Menurut mereka, ketika berzikir maka wajah sang mursyid harus membayang
dalam pikiran. Jika kita mencermati maka penyelewengan dalam mistisisme seperti ini,
yang pernah terjadi dan akan terjadi kemudian. dan kita harus banyak
melakukanMuthala’ah dan penelitian untuk menyelesaikan kemuskilan-kemuskilan
seperti ini.
Mistisisme yang asli adalah Mistisisme yang menjadikan Tuhan sebagai porosnya. Tuhan
bukan hanya poros alam ini tapi juga poros tawajuh. Ketaatan dan ibadah hanya khusus
untuk Tuhan, meskipun kita harus taat kepada Rasul tapi itu juga karena diperintahkan
oleh AllahSWT. Setiap mubalig yang menyeru kepada Tuhan itu adalah Muwahid tapi
yang menyeru pada dirinya itulah Fir’aun.
Namun disini juga perlu diperhatikan, karena ada sebagian sufi yang hanya
memperhatikan Tuhan saja dan mengabaikan Rasulullah SAW dan Imam-imam Ahlulbait.
Bahkan sebagian menuduh mencintai para Imam dan Wali-wali Allah adalah musyrik.
Mereka tidak memahami bahwa Islam memerintahkan agar kita mencari wasilah. Karena
kita tidak bisa melakukan kontak langsung dengan Tuhan untuk mendapatkan taklif.
Rasulullah dan para Imam hanyalah wasilah saja, namun begitu kita perlu kepada
bimbingan mereka dan ketaatan kepada mereka juga sama dengan ketaatan kepada
AllahSWT. Tapi mungkin saja ada kelompok ekstrem yang melupakan Tauhid dan
tenggelam dalam wasilah. Orang-orang awam banyak yang menjadikan tujuan akhir
mereka hanya wasilah dan ini juga bentuk kelemahan dalam makrifat. Lantaran
sesungguhnya puncak yang tertinggi yang sangat dibanggakan para Nabi dan para Wali
adalah menjadi hamba AllahSWT. Jika Tuhan tidak menjadi poros maka Mistisisme
seperti ini akan tergelincir dalam penyelewengan-penyelewengan. Allah swt
mengatakan:
Katakanlah (Ya Muhammad): “Sesungguhnya Aku dilarang menyembah
sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku
keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan Aku diperintahkan supaya tunduk
patuh kepada Tuhan semesta alam. (Qs al-Mukmin : 66).
Mistisisme tanpa Agama (Deisme)
Ini adalah tren mistisisme yang mungkin saja meyakini Tuhan yang esa tapi mereka
sama sekali tidak komitmen dengan wahyu, al-Quran dan sunnah. Mereka umumnya
mengingkari kenabian dan hanya meyakini akal saja sebagai instrumen untuk memilah
yang maslahat dari yang mafsadat. Menurut faham Deisme setelah Tuhan menciptakan
alam ini kemudian Tuhan membiarkan alam ini. Nasib alam setelah itu hanya bergantung
pada hukum alam itu sendiri. Faham ini berkembang luas di Barat. Yang menjadi benih-
benih kemunculanya karena banyak agama-agama yang menyimpang. Kelompok ini
banyak mengkritik agama-agama Kristen, Yahudi dsb. Mereka memperhatikan bahwa
agama-agama ini menyuarakan hal-hal yang tidak logis. Ketika mereka merasa lebih
memahami agama, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa akal ternyata lebih baik dari
agama. Dengan demikian, tidak perlu lagi terus-terusan mengikuti agama kristen. Bukti
yang paling nyata adalah seperti yang dilakukan Plotinus, dimana ketika agama kristen
berkembang pesat di zaman itu ia adalah seorang yang meyakini tuhan tapi bukan
penganut kristen.
Mistisisme tanpa Wilayah
Sebagian aliran mistisisme Islam telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas
kecuali wilayahterhadap para ma’shumin. Pilar mistisisme yang paling penting
adalah wilayah yaitu menyambungkan pada wali-wali yang wajib ditaati yang harus
suci (ma’shum). Tidak sedikit aliran sufi yang keliru dalam memahami dan
menentukan wilayah mereka. Mistisisme tanpa wilayah pada imam yang suci adalah
minus dan juga akan melahirkan penyimpangan-penyimpangan. Wali-wali Allah adalah
yang menjadi penghidup wilayah Ilahi seperti yang ditegaskan oleh ayat :
?ْم= ِمBنُك Bِم=ِرE =َأل ْا ْو=ِلBى? ْوEُأ Eوَل ُس? Oْاِلِر EِطBيُع?وْا ْوEُأ Eْاِللَه EِطBيُع?وْا ُأ ?وْا َءEْاِمEن EيَنBِذO ْاِل ]َهEا ي
E Eاُأ ي
Taatlah kepada Allah, kepada Rasul dan Ulil Amri kalian. (QS 4:59)
Mistisisme tanpa Syariat dan Fikih
Sebagian kelompok sufi meyakini Tuhan, Kenabian dan Hari Kebangkitan namun mereka
tidak terlalu memperhatikan beberapa aspek agama, lalai atau sama sekali tidak
memiliki pemahaman yang lurus tentang aspek tertentu dari agama. Kelompok ini
cenderung mengabaikan syariat dan fikih. Menurut mereka syariat dan fikih hanya untuk
orang awam saja, adapun kaum khawas tidak perlu lagi direpotkan lagi dengan syariat
dan fikih.
Mistisisme tanpa Akal
Menurut kelompok ini, akal tidak sejalan dengan mistisisme, sebab mistisisme di atas
akal (beyond ratio). Mistisisme yang sesungguhnya tidak anti akal tapi menghargai nilai
akal. Mistisisme yang sejati memahami keterbatasan-keterbatasan akal. Menurut
mistisisme sejati, ada jalan yang lebih baik dari akal yaitu syuhud dan kasyaf
(pengetahuan tanpa mediasi), yang dicapai dengan tahdzib al-Nafs, dan cinta kepada
Allah swt. Akalah yang dapat menjustifikasi kebenaran mistisisme, akal tidak hanya
bernilai tapi juga sangat penting, karena tanpa akal tidak akan tercapai pengetahuan.
Namun sebagian mengira bahwa akal itu pada dasarnya adalah batil yang harus
dihindari, padahal al-Quran dan sunnah sangat menghargai akal.
Mistisisme tanpa Kehidupan
Sebagian para pengikut jalan mistisisme mengabaikan kehidupan mereka. Mereka
mengisolasi hidup mereka dari lingkungan sosialnya. Ini adalah bentuk penyelewengan
dari mistisisme Islam
Mistisisme tanpa Akhlak
Ini adalah faham yang hanya mendahulukan hubungan vertikal semata-mata dan
menghancurkan hubungan horizontal dengan sesama. Ia berpikir hanya dirinya dan
tuhan yang ada. Mistisisme seperti hanya ingin meningkatkan kualitas hubungan dengan
Tuhan dan tidak berusaha menyempurnakan hubungan dengan sesama.
Mistisisme tanpa Politik
Sebagian sufi tidak mau terlibat dalam urusan politik dan sosial. Ini adalah pandangan
yang keliru karena tidak sesuai dengan ajaran yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan
para Imam Mashum as. Imam khomeini adalah seorang arif dan juga seorang politikus
ulung, tokoh dan arsitek Revolusi Islam di abad ke 20. Ia mengajarkan dalam hidupnya
bahwa mistisisme itu sesuai dengan politik dan menurutnya politik sejati adalah politik
yang dibimbing oleh mistisisme.
Akhirul Kalam
Di akhir saya patut menambahkan bahwa tipe ini tidak mewakili keseluruh
penyimpangan mistisisme. Yang saya tulis hanya yang penting saja. Di luar sana banyak
sekali hal-hal yang menyimpang, cacat, lemah dibandingkan dengan yang asli dan
hakiki. Banyak sekali tema yang terkait dengan karakteristik Irfan Hakiki dan Islami tapi
saya hanya mencukupkan sebagian saja. Untuk memahami lebih mendalam tentang
Mistisisme Islam, silahkan anda menelaah tafsir-tafsir al-Quran, doa-doa dan munajat
yang diriwayatkan dari para mashumin, khususnya do’a Shahifah Sajaddiyah, Doa
Kumayl (doa Nabi Khidir), doa Abu Hamzah ats-Tsumali, Munajat Sya’baniyah, Doa Imam
Husain as di padang Arafah.