Mistisisme dalam pandangan islam

7
Untuk memahami Mistisisme Islam (disebut Tasawuf atau irfan) lebih mendalam, kita membutuhkan dua hal: pengetahuan tentang substansi Mistisisme Islam yang asli dan kedua pengetahuan tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam aliran- aliran mistisisme, baik yang terjadi di masa lalu ataupun di era modern saat ini. Mistisisme Islam yang murni tentulah bersih dari segala jenis penyimpangan. Namun dalam kesempatan ini kita akan lebih banyak menjelaskan tentang penyimpangan dan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi terjadi dalam mistisisme, sehingga dengan hal tersebut kita dapat memahami mistisisme Islam yang sejati. Penyimpangan tersebut terjadi baik dalam dunia mistisisme Islam itu sendiri atau variasi mistisisme sebenarnya bukanlah dari Islam laysa minal Islam dan itu yang patut kita perhatikan dengan seksama. Selain itu juga ada kalanya kesalahfahaman itu terjadi pemahaman kaum muslimin sendiri terhadap mistisisme dengan mengikuti aktifitas-aktifitas mistisisme yang menyimpang. Sebagai contoh atas hal ini adalah agama. Ada agama yang menyimpang ada agama yang benar, untuk melakukan indentifikasi terhadap kebenaran agama kadang kita harus menganalisa agama tersebut melalui dasar atau akar dari agama tersebut sendiri, adakalanya terhadap penyimpangan interpretasi yang dilakukan sekalipun agama tersebut adalah agama yang benar (Haq) , sehingga muncul hal-hal yangmenyebabkan kesalahpahaman orang terhadap agama tersebut. Kedua jenis analisa ini menuntut sebuah pengetahuan/kajian tentang penyimpangan-penyimpangan dalam agama (patologi agama). Pendekatan yang saya lakukan dalam makalah ini adalah atas dasar usaha ilmiah untuk meneliti atau mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam mistisisme Islam, (irfan atau Tasawuf) secara ilmiah, logis dan merujuk kepada wahyu. Saya tidak memiliki niat untuk menjatuhkan kelompok, aliran, atau trend manapun. Kami juga bukan kaum ‘Takfiri’ yang sering menghujat aliran-aliran yang berbeda. Yang akan kami lakukan adalah melakukan telaah ilmiah seraya memberikan kritik ilmiah atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam Mistisisme secara umum dan Mistisime Islam Islam secara khusus.

Transcript of Mistisisme dalam pandangan islam

Page 1: Mistisisme dalam pandangan islam

Untuk memahami Mistisisme Islam (disebut

Tasawuf atau irfan) lebih mendalam, kita membutuhkan dua hal: pengetahuan tentang

substansi Mistisisme  Islam yang asli dan kedua pengetahuan tentang penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi dalam aliran-aliran mistisisme,  baik yang terjadi di masa lalu

ataupun  di era modern saat ini. Mistisisme Islam yang murni tentulah bersih dari segala

jenis penyimpangan. Namun dalam kesempatan ini kita akan lebih banyak menjelaskan

tentang penyimpangan dan bagaimana penyimpangan  tersebut terjadi terjadi dalam

mistisisme,  sehingga dengan hal tersebut kita dapat memahami mistisisme Islam yang

sejati.

Penyimpangan tersebut terjadi baik dalam dunia mistisisme  Islam itu sendiri atau variasi

mistisisme sebenarnya bukanlah dari Islam laysa minal Islam dan itu yang patut kita

perhatikan dengan seksama. Selain itu juga ada kalanya  kesalahfahaman itu terjadi

pemahaman kaum muslimin sendiri terhadap mistisisme dengan mengikuti  aktifitas-

aktifitas mistisisme  yang menyimpang.

Sebagai contoh atas hal ini adalah agama. Ada agama yang menyimpang ada agama

yang benar, untuk melakukan indentifikasi terhadap kebenaran agama kadang kita harus

menganalisa agama tersebut melalui dasar atau akar dari agama tersebut sendiri,

adakalanya terhadap   penyimpangan interpretasi yang dilakukan sekalipun agama

tersebut adalah agama yang benar (Haq) , sehingga muncul hal-hal yangmenyebabkan

kesalahpahaman orang terhadap agama tersebut. Kedua jenis analisa ini menuntut

sebuah pengetahuan/kajian tentang penyimpangan-penyimpangan dalam

agama (patologi agama).

Pendekatan yang saya lakukan dalam makalah ini adalah atas dasar usaha  ilmiah  untuk

meneliti atau mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam

mistisisme Islam, (irfan atau Tasawuf)  secara ilmiah, logis dan merujuk kepada wahyu.

Saya tidak memiliki niat untuk menjatuhkan kelompok, aliran, atau trend manapun. Kami

juga bukan kaum ‘Takfiri’ yang sering menghujat aliran-aliran yang berbeda. Yang akan

kami lakukan adalah  melakukan telaah ilmiah seraya memberikan kritik ilmiah atas

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi  dalam Mistisisme secara umum dan

Mistisime Islam Islam secara khusus.

Ada sebagian kelompok yang langsung memvonis Mistisisme dan segala jenisnya

sebagai aliran sesat, hanya karena menyimak penyimpangan-penyimpangan yang

dilakukan oleh oknum tertentu. Kelompok ini langsung bangkit untuk memerangi seluruh

aliran mistisisme. Padahal mistisisme yang hakiki adalah  adalah kedudukan ruhaniah

Page 2: Mistisisme dalam pandangan islam

(maqam) paling mulia yang mungkin dicapai oleh seorang manusia. Mistisisme hakiki

identik dengan makrifatullah, kedekatan (qurb) dengan Allah. Mistisisme  adalah dimensi

esoteris (batin) dari Islam itu sendiri,  bersumber dari al-Quran, sunnah Rasulullah saw

serta para imam yang suci.

Jadi kritik atas mistisisme bukanlah usaha menolak substansi mistisisme sebagaimana

pembelaan atas mistisisme juga tidak berarti bahwa seluruh aliran mistisisme itu valid.

Jadi mungkin dapat dipetakan dua kelompok yang saling berbeda posisi; pertama

kelompok yang memusuhi mistisisme secara total dan kedua yang membela mistisisme

secara total.

Jenis-jenis Mistisisme Menyimpang

Mistisisme  yang ada di dunia memiliki aliran dan bentuk yang bervariasi dan juga pada

saat yang sama memberikan jalan bagi pelbagai penyimpangan. Saya ingin

menyebutkan sebagian penyimpangan-penyimpangan tersebut  dan aliran tertentu akan

dijelaskan secara terperinci.  Tentu saja tipe –tipe yang menyimpang ini tidak layak

disebut dengan mistisisme karena  mistisisme adalah makrifatullah,  kita bisa

menyebutnya dengan pseudo mistisisme; yaitu mistisisme yang keliru. Di makalah ini

tipe-tipe  yang menyimpang tetap disebut mistisisme karena sebagian orang tetap

menganggapnya sebagai  mistisisme

Mistisisme tanpa Tuhan

Hal yang fundamental dalam mistisisme atau spiritualis adalah keyakinan tentang Tuhan

karena menurut kami bahwa esensi mistisisme adalah keyakinan terhadap Tuhan dan

pengabdian atau penyembahan terhadap Tuhan.  Aliran yang menyebut dirinya sebagai

mistisisme  tapi tidak memiliki keyakinan terhadap Tuhan adalah mistisisme yang dusta.

Masuk pada kategori ini juga Mistisisme yang meskipun meyakini Tuhan tapi dalam

perspektif yang salah. Kelompok spiritual atau mazhab mistisisme yang telah kehilangan

iman terhadap Tuhan berarti telah kehilangan fondasinya atau justifikasinya.

Mistisisme Natural  (Thabi’i)

Salah satu aliran Mistisisme tanpa Tuhan adalah Mistisisme Thabi’i,  bagi kelompok ini

alam adalah pengganti bagi Tuhan. Tujuan final yang sangat mereka cintai dan

dambakan adalah alam itu sendiri. Mereka menyenandung puja-pujian untuk alam.

Mereka menyakini jiwa mereka sangat terikat dengan alam  dan akan fana dalam alam.

Kelompok ini banyak berbicara tentang kesatuan dengan alam, kembali pada alam.

Aliran seperti ini mungkin saja tidak ada di dunia Timur, tapi di Barat kelompok-kelompok

ini berkembang dengan pesat  yang kadang-kadang juga membawa pengaruh pada

timur, seperti yang tampak dalam syair-syair, film dan novel-novel.

Munculnya kelompok-kelompok atau aliran seperti ini untuk menggambarkan tentang

hasrat terdalam manusia yaitu haus akan spiritual. Tapi sayangnya kadang-kadang

mereka tidak mempedulikan apakah air yang akan direguk itu air yang kotor atau air

bersih yang bersumber dari mata air pengetahuan yang benar.

Mistisisme Pantheisme

Page 3: Mistisisme dalam pandangan islam

Yaitu Misitisisme yang tidak memisahkan antara Tuhan dan Makhluk. Alam adalah

tunggal, yang dalam satu perspektif (i’tibar) adalah Tuhan dan dalam perspektif lain

(i’tibar) lain adalah makhluk. Kadang-kadang faham ini juga disebut dengan Monism.

Aliran ini mengatakan seluruh alam adalah Tuhan, keduanya adalah satu. Alam = Tuhan

dan Tuhan = Alam.  Menurut mereka, walaupun secara lahiriah  Alam itu bukan Tuhan

tapi jika kalian menempuh perjalanan spiritual  dan mendalaminya  kalian akan

memahami bahwa  Alam ini adalah Tuhan itu sendiri.  Sebagian Mistisisme Timur

memiliki keyakinan seperti ini.

Pantheisme memiliki berbagai variasi dan bentuk, tapi yang paling terkenal adalah yang

mengatakan seperti tadi di atas; yaitu Alam adalah Tuhan dan Tuhan adalah Alam.

Dalam  sejarah filsafat barat orang yang pertama kali mencetuskan gagasan seperti ini

adalah Spinoza. Sebagian menyamakan pantheisme dengan wahdatul wujud.

Anda mungkin saja meyakini adanya kesatuan atau ketunggalan pada alam ini, begitu

pula kaum sufi, bahkan juga mistisisme hakiki meyakini ketunggalan,  tapi keyakinan

yang tidak memisahkan antara Tuhan dan Alam adalah tidak sesuai dengan Islam;

karena dalam realitas ada Tuhan, ada makhluk  dan ada juga alam, sehingga distingsi itu

tidak bisa ditolak.

Mistisisme Non-Tauhid

Mistisisme  yang meyakini Tuhanpun bisa sajamengalami penyimpangan, akibat dari apa

yang mereka yakini tentang Tuhan sebenarnya bukanlah Tuhan yang sejati, seperti

kaum Masehi yang meyakini tuhan namun Tuhan dalam arti Trinitas. Mistisisme Masehi

memang telah melakukan langkah besar namun juga harus ada pembersihan yang besar

dari keyakinan mereka.  Karena Trinitas itu mengandung unsur kemusyrikan. Kitapun

yang  meyakini keesaan tuhan tetap perlu mencermati tentang keesaan ini, karena

dalam ranah Teologi ada masalah antar Zat dan Sifat Tuhan. Bagaimana menisbatkan

Sifat-sifat Tuhan yang banyak itu kepada Zat-Nya, yang tunggal, basith (tidak

berkomposisi). Mereka terjebak dalam kesulitan menjelaskan Sifat dan Zat atau karena

mungkin mereka jauh dari ajaran-ajaran Rasulullah dan para imam. Seperti yang

terekam dalam polemik yang terjadi antara kaum Muktazilah dan Asy’ariyah. Sebagian

meyakini adanya Qudama Sab’ah (tujuh yang qadim) yaitu  adanya sifat-sifat yang azali

seperti Zat, tapi berada pada Zat (qaim bi Zat al-Haq). Anggapan ini dikritik karena akan

meniscayakan Tuhan menjadi banyak.

Berkat ajaran Rasulullah saw dan ahlubaitnya masalah sifat dan Zat ini menjadi terurai

dengan jelas.  Karena ketunggalan Zat itu bisa selaras dengan sifat-sifat-Nya yang

banyak. Seluruh sifat yang banyak ini  ada dalam satu  Zat yang tunggal  (Tauhid Sifati).

Sifat identik dengan Zat. Sifat-sifat itu hanya berbeda mafhum-nya saja, misalnya Alim,

berbeda dengan al-Qadir tapi di luar itu menyatu dalam Zat yang tunggal.

Dalam Tauhid Ibadi, Mistisisme (irfan) seperti ini juga mungkin mengalami kemusykilan

yaitu ketika dalam sayr wa suluk, seorang arif menjadi menduakan Tuhannya. Sampai

saat ini ada kelompok sufi yang mendewa-dewakan seseorang, mursyid sehingga

menggantikan posisi Tuhan. Mursyid adalah wajib ditaati, dikatakan, Qutb berada di atas

syariat.  Menurut mereka, ketika berzikir maka wajah sang mursyid harus membayang

dalam pikiran. Jika kita mencermati maka  penyelewengan dalam mistisisme seperti ini,

Page 4: Mistisisme dalam pandangan islam

yang pernah terjadi dan akan terjadi kemudian. dan kita harus banyak

melakukanMuthala’ah dan penelitian untuk menyelesaikan kemuskilan-kemuskilan

seperti ini.

Mistisisme yang asli adalah Mistisisme yang menjadikan Tuhan sebagai porosnya.  Tuhan

bukan hanya poros alam ini tapi juga poros tawajuh. Ketaatan dan ibadah hanya khusus

untuk Tuhan, meskipun kita harus taat kepada Rasul tapi itu juga karena diperintahkan

oleh AllahSWT. Setiap mubalig yang menyeru kepada Tuhan itu adalah Muwahid tapi

yang menyeru pada dirinya itulah Fir’aun.

Namun disini juga perlu diperhatikan, karena ada sebagian sufi yang hanya

memperhatikan Tuhan saja dan mengabaikan Rasulullah SAW dan Imam-imam Ahlulbait.

Bahkan sebagian menuduh mencintai para Imam dan Wali-wali Allah adalah musyrik.

Mereka tidak memahami bahwa Islam memerintahkan agar kita mencari wasilah. Karena

kita tidak bisa melakukan kontak langsung dengan Tuhan untuk mendapatkan taklif.

Rasulullah dan para Imam hanyalah wasilah saja, namun begitu kita perlu kepada

bimbingan mereka dan ketaatan kepada mereka juga sama dengan ketaatan kepada

AllahSWT.  Tapi mungkin saja ada kelompok ekstrem yang melupakan Tauhid dan

tenggelam dalam wasilah. Orang-orang awam banyak yang menjadikan tujuan akhir

mereka hanya wasilah  dan ini juga bentuk kelemahan dalam makrifat. Lantaran

sesungguhnya puncak yang tertinggi yang sangat dibanggakan para Nabi dan para Wali

adalah menjadi hamba AllahSWT. Jika  Tuhan tidak menjadi poros maka Mistisisme

seperti ini akan tergelincir dalam penyelewengan-penyelewengan. Allah swt

mengatakan:

Katakanlah (Ya Muhammad): “Sesungguhnya Aku dilarang menyembah

sembahan yang kamu sembah selain Allah setelah datang kepadaku

keterangan-keterangan dari Tuhanku; dan Aku diperintahkan supaya tunduk

patuh kepada Tuhan semesta alam. (Qs al-Mukmin : 66).  

Mistisisme  tanpa Agama (Deisme)

Ini adalah tren mistisisme  yang mungkin saja meyakini Tuhan yang esa tapi mereka

sama sekali tidak komitmen dengan wahyu, al-Quran dan sunnah.  Mereka umumnya

mengingkari kenabian dan hanya meyakini akal saja sebagai instrumen untuk memilah

yang maslahat dari yang mafsadat. Menurut faham Deisme setelah Tuhan menciptakan

alam ini kemudian Tuhan membiarkan alam ini. Nasib alam setelah itu hanya bergantung

Page 5: Mistisisme dalam pandangan islam

pada hukum alam itu sendiri.  Faham ini berkembang luas di Barat. Yang menjadi benih-

benih kemunculanya karena banyak agama-agama yang menyimpang. Kelompok ini

banyak mengkritik agama-agama Kristen, Yahudi dsb.  Mereka memperhatikan bahwa

agama-agama ini menyuarakan hal-hal yang tidak logis.  Ketika mereka merasa lebih

memahami agama, akhirnya mereka menyimpulkan bahwa akal ternyata lebih baik dari

agama. Dengan demikian, tidak perlu lagi terus-terusan mengikuti agama kristen. Bukti

yang paling nyata adalah seperti yang dilakukan Plotinus, dimana ketika agama kristen

berkembang pesat di zaman itu ia adalah seorang yang meyakini tuhan tapi  bukan

penganut kristen.

 

Mistisisme tanpa Wilayah

Sebagian aliran mistisisme Islam telah memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas

kecuali wilayahterhadap para ma’shumin. Pilar mistisisme yang paling penting

adalah wilayah yaitu menyambungkan pada wali-wali yang wajib ditaati  yang harus

suci (ma’shum). Tidak sedikit aliran sufi yang keliru dalam memahami dan

menentukan wilayah mereka.  Mistisisme tanpa wilayah pada imam yang suci adalah

minus dan juga akan melahirkan penyimpangan-penyimpangan. Wali-wali Allah  adalah

yang menjadi penghidup wilayah Ilahi seperti yang ditegaskan oleh ayat  :

?ْم= ِمBنُك Bِم=ِرE =َأل ْا ْو=ِلBى? ْوEُأ Eوَل ُس? Oْاِلِر EِطBيُع?وْا ْوEُأ Eْاِللَه EِطBيُع?وْا ُأ ?وْا َءEْاِمEن EيَنBِذO ْاِل ]َهEا ي

E Eاُأ ي

Taatlah kepada Allah, kepada Rasul dan Ulil Amri kalian. (QS 4:59)    

Mistisisme tanpa Syariat dan Fikih

Sebagian kelompok sufi meyakini Tuhan, Kenabian dan Hari Kebangkitan namun mereka

tidak terlalu memperhatikan beberapa aspek agama, lalai atau sama sekali tidak

memiliki pemahaman yang lurus tentang aspek tertentu dari agama. Kelompok ini

cenderung mengabaikan syariat dan fikih. Menurut mereka syariat dan fikih hanya untuk

orang awam saja, adapun kaum khawas tidak perlu lagi direpotkan lagi dengan syariat 

dan fikih.

Mistisisme tanpa Akal

Menurut kelompok ini, akal tidak sejalan dengan mistisisme, sebab mistisisme di atas

akal (beyond ratio). Mistisisme yang sesungguhnya tidak anti akal tapi menghargai nilai

akal. Mistisisme yang sejati memahami keterbatasan-keterbatasan akal. Menurut

mistisisme sejati, ada jalan yang lebih baik dari akal yaitu syuhud dan kasyaf

(pengetahuan tanpa mediasi), yang dicapai dengan tahdzib al-Nafs, dan cinta kepada

Allah swt. Akalah yang dapat menjustifikasi kebenaran mistisisme, akal tidak hanya

bernilai tapi juga sangat penting, karena tanpa akal tidak akan tercapai pengetahuan. 

Namun sebagian mengira bahwa akal itu pada dasarnya adalah batil yang harus

dihindari, padahal al-Quran dan sunnah sangat menghargai akal.

Mistisisme tanpa Kehidupan

Sebagian para pengikut jalan mistisisme mengabaikan kehidupan mereka. Mereka

mengisolasi hidup mereka dari lingkungan sosialnya.  Ini adalah bentuk penyelewengan

dari mistisisme Islam

Page 6: Mistisisme dalam pandangan islam

Mistisisme tanpa Akhlak

Ini adalah faham yang hanya mendahulukan hubungan vertikal semata-mata dan

menghancurkan hubungan horizontal dengan sesama. Ia berpikir hanya dirinya dan

tuhan yang ada. Mistisisme seperti hanya ingin meningkatkan kualitas hubungan dengan

Tuhan dan tidak berusaha menyempurnakan hubungan dengan sesama.

Mistisisme tanpa Politik

Sebagian sufi tidak mau terlibat dalam urusan politik dan sosial.  Ini adalah pandangan

yang keliru karena tidak sesuai dengan ajaran yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan

para Imam Mashum as.  Imam khomeini adalah seorang arif dan juga seorang politikus 

ulung, tokoh dan arsitek Revolusi Islam  di abad ke 20.  Ia mengajarkan dalam hidupnya

bahwa mistisisme itu sesuai dengan politik dan menurutnya politik sejati adalah politik

yang dibimbing oleh mistisisme.

 

Akhirul Kalam

            Di akhir saya patut menambahkan bahwa tipe ini tidak mewakili keseluruh

penyimpangan mistisisme. Yang saya tulis hanya yang penting saja. Di luar sana banyak

sekali hal-hal yang menyimpang, cacat, lemah dibandingkan dengan yang asli dan

hakiki. Banyak sekali tema yang terkait dengan karakteristik Irfan Hakiki dan Islami tapi

saya hanya mencukupkan sebagian saja. Untuk memahami lebih mendalam tentang

Mistisisme Islam, silahkan anda menelaah  tafsir-tafsir al-Quran, doa-doa dan munajat

yang diriwayatkan dari para  mashumin, khususnya do’a Shahifah Sajaddiyah, Doa

Kumayl (doa Nabi Khidir), doa Abu Hamzah ats-Tsumali, Munajat Sya’baniyah, Doa Imam

Husain as di padang Arafah.