Miopia
-
Upload
ardian-pratama -
Category
Documents
-
view
20 -
download
2
description
Transcript of Miopia
Pendahuluan
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat
diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias,
dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan
kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus
yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan
miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
Gangguan refraksi dapat mengganggu penglihatan seseorang dan itu bisa berdampak
pada kehidupan sehari-seharinya, karir atau sekolah seseorang. Oleh karena itu topik
gangguan refraksi ini dirasa penting oleh penulis untuk dibahas dan ditemukan
solusinya.1
Anamnesis
Keluhan utama digolongkan menurut lama , frekuensi, hilang-timbul dan cepat timbulnya
gejala, lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus diperhatikan,
demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat-obat mata yang dipakai maupun pernah
dipakai harus dicatat.
Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan,
bila ada, penyakit sistemik yang penting. Gangguan vaskular yang biasanya menyertai
kelainan mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus ditanyakan secara spesifik. Alergi
obat juga harus dicatat.
Riwayat keluarga brhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti strabismus,
ambliopia, glaukoma atau katarak, serta kelainan retina. Penyakit medis seperti diabetes
juga mungkin diperlukan.2
Pemeriksaan Fisik
Periksa visus
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk
melihat ketajaman penglihatan.
Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:
1. Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan,
biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut
mata normal akan relaksasi dan tidak berakomodasi.
Kartu yang digunakan ada beberapa macam :
o Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang
berbeda => untuk pasien yang bisa membaca.
Gambar No.1 Snellen Chart
o E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya
berbeda-beda.
Gambar No.2 E chart
o Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan
arah cincin yang berbeda-beda.
Gambar No.3 Cincin Landolt Chart
2. Cara memeriksa :
o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih
tinggi atau sejajar dengan mata pasien.
Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata
normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada
jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan
selain meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
o Pastikan cahaya harus cukup
o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan
pasien diminta membaca kartu. (periksa mata kanan terlebih dahulu)
o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
Bila pasien dapat membaca kartu secara berurutan pada baris
dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris
berikutnya => visus normal
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas
visus normal, cek pada 1 baris tersebut
Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya
terletak pada baris tersebut dengan false 1.
Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada
baris tersebut dengan false 2.
Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf
yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris
yang tidak dapat dibaca.
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya
terdapat pada baris di atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan
pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)
Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan
refraksi
Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti
merupakan kelainan refraksi
o Contoh: membaca Snelleen chart
Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki =
normalnya 20/20.
Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti
visusnya normal
Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya
20/30 dengan false 2.
Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki
sedangkan pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.
Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40
Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5
dengan ketentuan seperti di atas.
o Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.
3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.
o Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5
atau 6 m
Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60
Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m
dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca,
visusnya 5/60.
Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di
majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.
4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien.
Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien
dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300
5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
o Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui
apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal,
superior, dan inferior.
o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.
6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0
Uji Pinhole
Untuk membedakan gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi atau media refraksi
bisa menggunakan uji pinhole. Penglihatan kabur akibat refraksi (miopia, hiperopia,
astigma) disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan
mencapai retina. Ini mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam.
Melihat kartu snellen melalui sebuah plakat dengan lubang kecil mencegah sebagian
besar cahaya tidak terfokus untuk memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas cahaya
yg lebih fokus yang bisa mencapai retina sehingga menghasilkan bayangan yang lebih
tajam. Sehingga pasien bisa membaca huruf pada satu atau dua baris dibawah barisan
terakhir saat tanpa menggunakan pinhole.2
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi
refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Refraksi subjektif bisa dilakukan
dengan menggunakan Snellen
Refraksi obyektif dilakukan dengan mesin autorefraktor.Mesin autorefraktor adalah
mesin yang digunakan untuk mengukur kelainan refrakrif pasien secara cepat untuk
pembuatan kacamata dan kontak lens. Cara kerjanya adalah mengukur berapa cahaya
masuk kedalam retina. Pemeriksaan ini cepat, simpel, dan tidak sakit.1
Working Diagnosis
Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat
melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa
(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik
fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara
lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media seperti pada katarak intumesen
dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan
media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat
b. miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan
kornea dan lensa yang normal
menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
a. miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang menyebabkan ablasi retina
dan kebutaan
miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri diserati
kelainan pada fundus okuli dan pada pada panjangnya bola mata sampai terbentuknya
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-
kadang terjadi ruptur membran bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk
terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik
kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fudud mata miopa.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi bagian perifer.
Gambar No.4 Kelainan refraksi miopia dan hipermetropia
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan
celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan
matanya untuk member efek pinhole. Pasien dengan miopia mempunyai pungtum
remotum yang dekat segingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang
akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap,
maka mata penderita aka terlihat juling ke dalam.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina.
Pada mata dengan minus tinggi (baik salah satu mata maupun kedua mata) bisa
menyebabkan ambliopia.3
Etiologi
Beberapa faktor resiko terjadinya miopia diantaranya adalah:
1. Genetis. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak variabel.
Kelainan refraksi, walaupun diwariskan tidak harus ada sejak lahir; berbeda
dengan sifat jangkung yang juga diwariskan dan harus ada saat lahir
2. Ras. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar (70%
- 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah
Afrika (10% - 20%).
3. Kekurangan makanan bergizi pada masa pertumbuhan hingga usia 12 tahun.
4. pemberian Ketegangan berlebihan pada otot mata. Ketika Anda fokus pada
sebuah objek yang dekat untuk waktu yang lama, otot mata menjadi tegang. Bila
hal ini terus terjadi terus menerus dapat menyebabkan masalah dengan relaksasi
mata. Akhirnya, bisa mengakibatkan rabun jauh karena regangan berlebihan pada
mata. Beberapa kegiatan yang bisa membuat ketegangan pada mata adalah
membaca pada ruangan yang kurang cahaya, menonton TV, bermain video game,
dll.2
Tata Laksana
Koreksi mata miopia dengan memakai lensa minus/negatif ukuran teringan yang sesuai
untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.3
Kacamata dan lensa kontak
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah
merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan
mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang
dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda
yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih
besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating
kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal
hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa
kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk
memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm,
nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar
lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk
sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep
(cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar
sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan
kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini
diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.1
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi
bingkai pada kaca mata.
Pemakai kontak lens beresiko terkena konjungtivitis, terlebih pada orang yang dengan
hygiene yang buruk, karena penyebab konjungtivitis tersering adalah kontaminasi pada
tempat kontak lensa tersebut. Pemakai lensa kontak harus mencuci tangan mereka
sebelum dan setelah mereka memasukkan dan melepaskan lensa mereka untuk membantu
mengurangi risiko infeksi. Selain itu, tempat lensa harus dicuci dalam air hangat bersabun
dan dibiarkan kering di udara.4
Lasik
Laser in situ keratomileusis adalah salah satu metode terpopuler untuk mengoreksi
kelainan refraktif seperti miopia, hipemetropia, dan astigma. Namun penyeleksian pasien
sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pasien harus menjalani syarat-
syarat yang ada sebelum melakukan lasik.
Indikasi lasik
Indikasi lasik yang paling umum saat ini adalah myopia selain hipermetropia dan
astigma. Indikasi lain adalah anisometropia yang disebabkan prosedur operatif seperti
penetrating keratoplasty, radial keratotomi atau operasi katarak. Bahkan baru-baru ini
lasik juga digunakan untuk mengobati presbiopi juga.
Myopia
Lasik telah digunakan untuk mengobati myopia dari -1 sampe -29 dioptri. Namun koreksi
maksimal hanya bisa sampai pada -12 dioptri (tergantung ketebalan kornea; pasien
dengan ketebalan kornea dibawah 500 mikrometer tidak bisa sampai -12) karena jika
lebih dari -12 dioptri memerlukan pemotongan bagian stroma yang luas sehingga
beresiko menyebabkan cornea ectasia.
Hipermetropia
Lasik bisa mengkoreksi +0.50 sampai +8.0 dioptri, namun hasilnya lebih dapat diprediksi
untuk mengkoreksi hipermetropias yang lebih dari +4 dioptri.
Astigma
Sekarang juga sudah dimungkinkan penggunaan lasik untuk mengobati miopia atau
hipermetropia astigma. Lasik bisa mengkoreksi astigma dari 0,5 sampai 10 dioptri. Mata
dengan kelainan astigma campuran biasanya memerlukan tindakan lasik lebih dari sekali.
Tabel No.1 Syarat Pasien ideal untuk lasik
diatas 18 tahun, sebaiknya diatas 21
tahun
lebih memilih tindakan operatif daripada
menggunakan lensa kontak atau
kacamata
memiliki kelainan refraksi yang stabil
tidak ada penyakit di bagian luar dari
mata, kornea, segmen posterior, san
kelopak mata
tidak sedang hamil atau berencana
memiliki anak dalam setahun kedepan
tidak ada penyakit autoimun
memiliki kemampuan finansial yang
memadai
mau mengikuti instruksi post-operasi
optimis dengan hasil lasik yang akan
dilaksanakan
telah mengetahui dan mengerti
komplikasi yang mungkin terjadi
Kontraindikasi Lasik
Tidak boleh dilakukan pada orang dengan Instabilitas refraksi, karena menyebabkan hasil
lasik tidak dapat diprediksi dan biasanya pasien tetap harus menggunakan kacamata
setelah operasi lasik. Pasien dengan Kondisi seperti penyakit cornea ectasis juga tidak
juga tidak diperbolehkan untuk lasik karena bisa memperburuk penyakitnya.
Orang yang memiliki kornea yang tipis (kurang dari <490 mikrometer) tidak
diperbolehkan untuk lasik karena bisa menyebabkan corneal ectasia, elevasi kornea
posterior juga tidak boleh kurang dari 40 mikrometer sebelum operasi. Lasik tidak boleh
dilakukan pada penderita glaukoma, karena penggunaan suction ring saat operasi dapat
meningkatkan tekanan bola mata, ini bisa mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus.
Ibu hamil dan menyusui juga bisa membuat hasil lasik tidak bisa diprediksi karena bisa
terjadi perubahan hidrasi kornea dan refraksi. Penggunaan obat-obatan steroid jangka
panjang atau hormon replacement theraphy juga bisa memperlambat penyembuhan
operasi.5
Differensial Diagnosis
Hipermetropia
Hipermetropia adalah keadaan mata yang tidak berakomodasi memfokuskan bayangan di
belakang retina. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang
bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus sinar
terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang sumbu bola
mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan bawaan tertentu, atau
penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif), seperti afakia (tidak mempunyai
lensa).
Pasien dengan hipermetropia mendapat kesukaran untuk melihat dekat akibat sukarnya
berakomodasi. Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 D maka penglihatan jauh juga akan
terganggu. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 D dengan usia muda atau 20 tahun masih
dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata tanpa kesulitan, namun tidak demikian bila
usia sudah 60 tahun. Keluhan akan bertambah dengan bertambahnya umur yang
diakibatkan melemahnya otot siliar untuk akomodasi dan berkurangnya kekenyalan lensa.
Pada perubahan usia, lensa berangsur-angsur tidak dapat memfokuskan bayangan pada
retina sehingga akan lebih terletak di belakangnya. Sehingga diperlukan penambahan
lensa positif atau konveks dengan bertambahnya usia. Pada anak usia 0-3 tahun
hipermetropia akan bertambah sedikit yaitu 0-2.00 D.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama di dahi, silau, dan kadang juling atau
melihat ganda. Kemudian pasien juga mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-
menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di
belakang retina. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada
usia yang telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca. Keluhan
tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas dan tertekan.
Mata dengan hipermetropia akan memerlukan lensa cembung atau konveks untuk
mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata. Koreksi hipermetropia adalah diberikan
koreksi lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Pasien
dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata lensa positif terbesar yang masih
memberikan tajam penglihatan maksimal.
Astigmatisma
Astigmata terjadi jika kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata
sehingga tidak memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa
mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus pada
bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina. Akibatnya
penglihatan akan terganggu. Mata dengan astigmatisme dapat dibandingkan dengan
melihat melalui gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi
terlalu besar, kurus, terlalu lebar atau kabur.
Gambar no. 5 Astigma
Seseorang dengan astigmat akan memberikan keluhan : melihat jauh kabur sedang
melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, melihat benda yang
bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda
yang dilihat berubah, mengecilkan celah kelopak, sakit kepala, mata tegang dan pegal,
mata dan fisik lelah. Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan kedua
kekuatan yang berbeda. Astigmat ringan tidak perlu diberi kaca mata.
Presbiopia
Presbiopia adalah perkembangan normal yang berhubungan dengan usia, yaitu
akomodasi untuk melihat dekat perlahan-lahan berkurang. Presbiopia terjadi akibat
penuaan lensa (lensa makin keras sehingga elastisitas berkurang) dan daya kontraksi otot
akomodasi berkurang. Mata sukar berakomodasi karena lensa sukar memfokuskan sinar
pada saat melihat dekat.
Gejala presbiopia biasanya timbul setelah berusia 40 tahun. Usia awal mula terjadinya
tergantung kelainan refraksi sebelumnya, kedalaman fokus (ukuran pupil), kegiatan
penglihatan pasien, dan lainnya. Gejalanya antara lain setelah membaca akan mengeluh
mata lelah, berair, dan sering terasa pedas, membaca dengan menjauhkan kertas yang
dibaca, gangguan pekerjaan terutama di malam hari, sering memerlukan sinar yang lebih
terang untuk membaca. Koreksi dengan kaca mata bifokus untuk melihat jauh dan dekat.
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi dapat digunakan lensa positif. Pasien
presbiopia diperlukan kaca mata baca atau tambahan untuk membaca dekat dengan
kekuatan tertentu sesuai usia, yaitu: +1D untuk 40 tahun, +1,5D untuk 45 tahun, +2D
untuk 50 tahun, +2,5D untuk 55 tahun, dan +3D untuk 60 tahun. Jarak baca biasanya
33cm, sehingga tambahan +3D adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan.
Konjungtivitis Alergi
Merupakan reaksi antibody humoral terhadap allergen, biasanya dengan riwayat atopi.
Ada beberapa bentuk konjungtivitis alergi.
a. konjuntivitis vermal.. akibat reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang mengenai mata
dan bersifat rekuren. Biasanya penyakit ini mengenai pasien usia muda 3-25 tahun
dan usia jenis kelamin sama. Penderita konjungtivitis vernal sering meneunjukkan
gejala alergi terhadap tepung sari dan rumput-rumputan. Secara histologik
penonjolan yang terjadi merupakan hialinisasi dan hiperplasi jaringan ikat disertai
proliferasi sel epitel dan serbukan sel plasma dan eosinofil
b. konjungtivitis flikten. Merupakan konjuntivitas yang disebabkan oleh alergi
terhadap bakteri atau antigen tertentu seperti tuberkuloprotein, staphlococcus,
infeksi parasit, dan sebagainya. Lebih banyak ditemukan pada anak-anak di
daerah padat yang biasanya dengan gizi kurang atau sering mendapat radang
saluran napas.
c. Konjungtivitis iatrogenik. Akibat pengobatan yang diberikan oleh dokter
d. Konjungtivitis steven johnson. Adalah suatu penyakit eritema multiform berat.
Penyebabnya biasanya adalah riwayat alergi terhadap obat-obatan sulfonamid,
barbiturat, salisilat, dan sebagainya. Pada mata terdapat vaskularisasi kornea,
parut konjungtiva, tukak, dan perforasi kornea, dan dapat memberi penyulit
endoftalmitis.
Manifestasi Klinis
Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun,
bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam
keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Penatalaksanaan
Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan
penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya
vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1:1.000), astringen, steroid topikal
dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk pencegahan
diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah degranulasi sel
mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus,
katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya sedikit
bermanfaat.
Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan
umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan
pencegahan simblefaron.3
Pencegahan
Karena sebagian besar kasus miopia merupakan kausa genetik, maka tidak ada metode
yang benar-benar efektif untuk mencegah miopia, namun karena beberapa penelitian
menemukan korelasi miopia dengan kegiatan mata yang berakomodasi terus menerus
dalam waktu lama sehingga mengurangi kegiatan yang memerlukan akomodasi terus
menerus mungkin bisa menahan progresivitas dari miopia.1
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi
gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka
kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun
jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun,
14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu,
peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina
memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan
menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18
tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.1
Komplikasi
Ablasi Retina
Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen retina masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya retina atau sel kerucut
dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina
dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan
fungsi yang menetap.Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata
dengan miopia tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi pada
bagian perifer.
Ablasi retina bergejala seperti ada tirai gelap yang menutup penglihatan, juga terlihat
adanya pijaran api (fotospia) pada lapangan penglihatan. Jika ablasi sampai ke daerah
makula lutea maka akan terjadi penurunan visus secara akut. Pada funduskopi akan
terlihat retina yang lepas berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat
adanya robekan retina berwarna merah.
Ambliopia
Adalah keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak dapat mencapai optimal sesuai
dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelinan refraksinya. Biasanya
ambliopia disebabkan kurangnya rangsangan untuk meningkatkan perkembangan
penglihatan.3
Prognosis
Sangat baik jika ditemukan sejak dini, jika ditemukan terlambat, sangat mungkin sudah
terjadi ambliopia karena makula lutea tidak terangsang dengan baik.
Kesimpulan
Hipotesis diterima. Sang pasien menderita miopia
Daftar Pustaka
1. diunduh dari http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3, pada tanggal 23 maret 2013
2. Riordan-Eva P, Whiycher JP. Vaughan & Asbury General Opthtalmology. 17th Ed. Terjh. Pendit BU. Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC; 2005
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.3. Jakarta: FKUI; 20074. Brooker C. Churcill Livingstone”s mini Encyclopedia of Nursing, 1st Ed. Terjh.
Hartono A, Pendit BU, Widiarti D. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h. 342
5. Vajpayee RB. Sharma N, Melki AS, Sullivan L. Step by Step Lasik. New Delhi: Jaypee Broyhers Medical Publishers;2003.p. 9-12