_minum Obat Hipoglikemik Oral ( Oho )
-
Upload
eliza-sitinjak -
Category
Documents
-
view
102 -
download
2
description
Transcript of _minum Obat Hipoglikemik Oral ( Oho )
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat :
” Gambaran antara Kepatuhan Minum Obat Hipoglikemik Oral ( OHO ) dengan
Kejadian Komplikasi Kronis ( Hipertensi, Neuropati, Sellulitis dan atau Ganggren ) pada
Penderita Diabetes Mellitus di RT 13 – 16 di Desa Betro Kecamatan Sedati Kabupaten
Sidoarjo ”
Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian profesi
dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Surabaya, Juni 2008 Menyetujui
Kepala Puskesmas Sedati Pembimbing
dr. Indah Suwarni dr. Gembong Nuswanto NIP :140.100.751
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan laporan penelitian dengan judul ” Gambaran antara Kepatuhan Minum Obat
Hipoglikemik Oral ( OHO ) dengan Kejadian Komplikasi Kronis
( Hipertensi, Neuropati Diabetik, Sellulitis dan atau Ganggren ) pada Penderita Diabetes
Mellitus di RT 13 - 16 di Desa Betro Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo ” yang
diselenggarakan tanggal 19 Mei 2008 sampai 14 Juni 2008.
Kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Pimpinan dan Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. dr.Indah Suwarni, selaku Kepala Puskesmas Sedati Kabupaten Sidoarjo.
5. dr.Gembong Nuswanto, selaku Dosen Pembimbing di Puskesmas Sedati yang telah
banyak memberikan bimbingan, saran dan kritik sehingga laporan penelitian ini dapat
terselesaikan.
6. Staf Puskesmas Sedati yang membantu kami selama membuat laporan penelitian ini.
7. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan penelitian ini.
Kami selaku penyusun telah berupaya semaksimal mungkin menyelesaikan laporan
penelitian ini. Meskipun demikian kami sadar bahwa tidak ada satu karyapun yang sempurna
yang dibuat oleh manusia, begitu pula dengan laporan penelitian ini. Sehingga saran dan kritik
yang membangun akan kami perhatikan demi mencapai kesempurnaan laporan ini. Semoga
laporan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Sidoarjo, Juni 2008
Penyusun
iii
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. i KATA PENGANTAR............................................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................................ iii DAFTAR TABEL.................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1 B. Rumusan Masalah..................................................................... 2 C. Tujuan Penelitian...................................................................... 3 D. Manfaat Penelitian.................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5 BAB III OBYEK DAN METODE................................................................ 24
A. Jenis Penelitian.......................................................................... 24 B. Populasi...................................................................................... 24 C. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 24 D. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data......................... 24
1. Cara Pengumpulan Data.............................................. 24 2. Cara Pengolahan Data.................................................. 24 3. Cara Analisa Data......................................................... 25 4. Variabel Penelitian........................................................ 25
E. Definisi Operasional.................................................................. 25 F. Kerangka Konsep...................................................................... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN..................................................................... 27 A. Gambaran Umum Daerah Penelitian..................................... 27 B. Karateristik Populasi............................................................... 28 BAB V PEMBAHASAN............................................................................... 33 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 34
A. Kesimpulan.............................................................................. 34 B. Saran........................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 35 LAMPIRAN............................................................................................................. 36
- KUISIONER............................................................................... 36 - NAMA RESPONDEN DAN LAMA MINUM OBAT
..................................................................................................... 38
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel distribusi frekuensi tingkat kepatuhan penderita Diabetes Mellitus minum
OHO………………………………………………………………. 28
Tabel 2. Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian hipertensi pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO…………………... 29
Tabel 3. Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian neuropati pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO………………….. 30
Tabel 4. Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian sellulitis dan atau ganggren pada
penderita Diabetes Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO… 31
v
GAMBARAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL ( OHO )
DENGAN KEJADIAN KOMPLIKASI KRONIS ( HIPERTENSI, NEUROPATI DIABETIK, SELLULITIS DAN
ATAU GANGGREN ) PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI RT 13 – 16 DESA BETRO KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO
( STUDI KASUS )
DISUSUN OLEH:
M. Mosjab, S. Ked 01700032 Nuki Herdiana, S. Ked 01700041 Rahma Eka Y, S. Ked 01700106 Idayati, S. Ked 01700182
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA FAKULTAS KEDOKTERAN BAGIAN ILMU
KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2008
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes Mellitus ( DM ) merupakan suatu penyakit menahun, yang ditandai oleh
kadar gula lebih tinggi dari batas normal. ( Haris Fadilah, 2005 )
Penyakit DM merupakan penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjang dan
seumur hidup. Setiap tahun jumlah penderita diabetes kian meningkat. Berdasarkan data Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes melitus di dunia.
Pada tahun 2006, jumlah penyandang diabetes di Indonesia mencapai 14 juta orang. Dari
jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% diantaranya
melakukan pengobatan secara teratur. ( Sidartawan, 2007 )
Menurut Herawati Sudoya, peneliti dari lembaga Eijkman, prevalensi diabetes terhitung
tinggi penduduk pada daerah tropis seperti di Indonesia. Di tahun 1994 terdapat 110,4 juta
penderita. Memasuki tahun 2000, meningkat menjadi 4 juta orang dan pada tahun 2010
diperkirakan mencapai minimal 5 juta orang. Bukan hanya itu, prevalensi di daerah perkotaan
cukup tinggi sebesar 2,8 %, sedangkan di daerah pedesaan jumlahnya mencapai 0,9 %.
Meskipun jumlah penderita diabetes di Indonesia tidak begitu besar dibandingkan dengan
jumlah penduduk Indonesia, tetapi kecenderungan meningkat terus. ( Irna Yunia, 2007 )
Telah terbukti bahwa komplikasi kronis pada DM umumnya terjadi akibat gangguan
pembuluh darah ( angiopati ) dan kelainan pada saraf ( neuropati ). Sampai saat ini penyebab
kematian dan komplikasi penyakit DM terbanyak di Indonesia adalah penyakit
kardiovaskuler. Sedangkan neuropati merupakan komponen penyebab luka pada kaki DM
yang paling sering, dimana > 82 % penderita kaki DM didapatkan gejala neuropati kaki
diabetes menyebabkan seseorang kehilangan kakinya akibat amputasi dan ini merupakan
salah satu komplikasi kronis diabetes yang paling ditakuti oleh pasien diabetes.( Slamet Yuwono,
vii
1999 )
Meski beresiko terkena berbagai gangguan kesehatan lain, masih banyak penderita
diabetes mellitus yang sulit mematuhi aturan diet, konsumsi obat, maupun olahraga. Data
yang ditemukan ternyata tingkat kepatuhan terapi jangka panjang pada penderita DM hanya
mencapai sekitar 50%. Padahal menurut penelitian penderita diabetes 2 kali lebih beresiko
terkena serangan jantung dan 29 kali lebih beresikountuk kena ganggren.( Evy, 2005 )
Di lain pihak, komplikasi akibat diabetes tersebut dapat diminimalkan, asal saja kita
tahu caranya, yaitu dengan berperilaku hidup sehat, seperti berolah raga teratur, makan
dengan gizi seimbang sesuai keperluan, tidak merokok, hidup mengatur dengan mengelola
stress, dan yang tak kalah penting yaitu mematuhi peraturan konsumsi obat anti diabetes. (
Haris Fadilah, 2005 ).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran antara kepatuhan minum OHO pada sekelompok masyarakat
Desa Betro Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo yang menderita Diabetes Mellitus
terhadap kejadian komplikasi kronis Diabetes Mellitus yang sering terjadi diantaranya
Hipertensi, Neuropati, Sellulitis dan atau Ganggren.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran antara kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kejadian komplikasi kronis Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes
Mellitus.
b. Mengetahui gambaran antara kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kejadian Hipertensi.
c. Mengetahui gambaran antara kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes
Mellitus dengan Neuropati.
d. Mengetahui gambaran antara kepatuhan minum OHO pada penderita Diabetes
Mellitus dengan Sellulitis dan atau Ganggren.
viii
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi penderita :
Dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang pentingnya kepatuhan
minum OHO serta komplikasi kronis Diabetes Mellitus.
2. Bagi puskesmas:
Sebagai bahan pertimbangan guna menyusun strategi lebih lanjut dalam
pencegahan komplikasi kronis diabetes mellitus.
3. Bagi peneliti:
Melatih untuk sikap objektif mencegah terjadinya komplikasi Diabetes Mellitus
lebih lanjut.
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik ( kebanyakan herediter ) sebagai akibat
dari kurangnya insulin efektif ( DM Tipe 2 ) atau insulin absolut ( DM Tipe 1 ) di dalam
tubuh, dengan tanda – tanda hiperglikemi dan glukosuria, disertai dengan atau tidaknya
gejala klinik akut poliuri, polidipsi, penurunan berat badan, ataupun gejala kronik,
gangguan primer metabolisme karbohidrat dan sekunder pada metabolisme lemak dan
protein.(Askandar Tjokroprawiro, 2007)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI ( 2003, 2006 ) adalah sesuai dengan
klasifikasi DM oleh American Diabetes Association (ADA).
Klasifikasi etiologi DM ( ADA 2006 ) : (Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
I. DM Tipe 1 ( destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin
absolut ) :
Autoimun
Idiopatik
2. DM Tipe 2 ( biasanya berawal dari resistensi insulin yang predominan dengan
defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang predominan dengan
resistensi insulin )
3. DM tipe sfesifik lain :
a. Defek genetik fungsi sel beta
Maturity Onset Diabetes of The Young ( MODY )
DNA mitokondria
Dan lain-lain
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
x
Pankreatitis
Pankreatopati fibrokalkulus
d. Endokrinopati
Akromegali
Cushing sindrom
Hipertiroidism dan lain-lain
e. Karena obat/zat kimia
Vacor, pentamidin
Glukokortikoid, hormon tiroid
Tiazid, dilantin
f. Infeksi
Rubela kongenital, Citomegalo virus
Dan lain-lain
g. Sebab imunologi yang jarang
Antibodi anti insulin
Dan lain-lain
h. Sindroma genetik yang lain yang berkaitan dengan DM
Sindrom Down, Sindrom Kleinefelter, Sindrom Turner
Dan lain-lain
4. Diabetes Mellitus Gestasional
C. PATOFISIOLOGI
DM Tipe 1 ( DMT 1 = Diabetes Mellitus Tergantung Insulin )
DMT 1 merupakan Diabetes Mellitus yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan
terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu sintesis
dan sekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang
tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara
absolut.(Askandar Tjokroprawiro, 2007)
Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup
atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin
pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin. (
xi
Askandar Tjokroprawiro, 2007)
DM Tipe 2 ( diabetes mellitus tidak tergantung insulin = DMT 2 )
DMT 2 adalah DM tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan
terletak pada jaringan perifer ( resistensi insulin ) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel
beta pankreas ( defek pada fase pertama sekresi insulin ), yaitu sebagai berikut : ( Askandar
Tjokroprawiro, 2007)
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, namun terdapat
keterlambatan sekresi insulin fase 1 ( fase cepat ), sehingga glukosa sudah
diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang ( antara 20.000-30.000 ) pada obesitas
jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja
insulin tidak efektif ( insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu
).
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler
terganggu.
5. Adanya kelainan campuran diantara nomer 1,2,3 dan 4.
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis DM yang klasik : mula-mula polifagi, poliuri, dan berat badan naik ( fase
kompensasi ). Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Fase
Dekompensasi (“Dekompensasi Pankreas”), yang disebut gejala klasik DM, yaitu poliuria,
polidipsi, dan berat badan turun. Ketiga gejala klasik tersebut diatas disebut pula “TRIAS
SINDROM DIABETES AKUT” bahkan apabila tidak segera diobati dapat disusul dengan
mual-muntah dan Ketoasidosis Diabetik. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
Gejala kronis DM yang sering muncul adalah lemah badan, kesemutan, kaku otot,
penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah, sakit sendi dan
lain-lain. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
xii
E. DIAGNOSIS
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok tersebut dibawah ini (
Committe Report ADA-2006 ): ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
1. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
2. Obesitas BB ( kg ) > 110% BB ideal atau IMT > 25 ( kg/m2 )
3. Tekanan darah tinggi ( > 140/90 mmHg )
4. Riwayat DM dalam garis keturunan
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau abortus berulang
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl )
8. Pernah TGT ( Toleransi Glukosa Terganggu ) atau glukosa darah puasa terganggu (
GDPT )
Kriteria Diagnosis DM ( Konsensus PERKENI 2002 )
Dinyatakan DM apabila terdapat :
1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) ≥ 200 mg/dl, ditambah gejala klasik :
poliuria, polidipsia dan penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya atau
2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) ≥ 126 mg/dl atau
3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah makan atau beban glukosa
75 gram pada TTGO. Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di
klinik. Untuk penelitian epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria
diagnosis kadar glukosa darah puasa.
Ketiga kriteria diagnosis tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain atau
esok harinya, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia yang jelas tinggi dengan
dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat. (
Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
xiii
Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi GlukosaLangkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa(Konsensus Perkeni 2006)(Konsensus Perkeni 2006)
Keluhan Khas (-)Keluhan Khas (+)
GDP
GDSatau
GDP
GDSatau
> 126
> 200
< 126
< 200
GDP
GDSatau
> 126
> 200
< 126
< 200
Kel uhan Khas (+)
> 126
> 200< 110
110-125
110-199
TTGOGD 2 Jam
D I A B E T E S M E L L I T U S TGT GDPT Normal
> 200 140-199 < 140
- Evaluasi Status Gizi- Evaluasi Penyulit DM
- Nasihat Umum- Perencanaan Makan
GDP = Glukosa Darah PuasaGDS = Glukosa Darah Sewaktu
Keluhan Kli nis Diabetes
Askandar Tjokroprawiro, 2007 ( Konsensus Perkeni 2006 )
Keterangan gambar :
GDP : Glukosa darah puasa, GDS : Glukosa darah sewaktu,
GDPT : Gula Darah Puasa Terganggu, IFG : Impaired Fasting Glucose,
TGT : Toleransi Gula Terganggu.
F. TERAPI
Penatalaksanaan dasar terapi DM meliputi pentalogi terapi DM : ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
Terapi primer :
1. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat ( PKM ) tentang DM.
2. Latihan Fisik ( LF ) : primer dan sekunder
3. Diet
Terapi Sekunder :
4. Obat hipoglikemia ( OHO dan insulin )
5. Cangkok pankreas
xiv
I. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat tentang Diabetes Mellitus
PKM dapat dilaksanakan melalui : ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
1. Perorangan ( antar dokter dengan penderita ), bila tidak ada waktu ber”PKM”lah
waktu memeriksa atau pun menulis resep.
2. Penyuluhan melalui TV.
3. Kaset video : penjelasan tentang DM, komplikasinya, terapi DM termasuk peragaan
macam-macam diet dengan berbagai jenis kandungan kalorinya.
4. Diskusi kelompok.
5. Poster.
6. Leaflet dan lain-lain.
II. Latihan Fisik ( LF ) untuk Diabetes Mellitus : LF Primer dan Sekunder
Semua penderita DM dianjurkan latihan ringan teratur setiap harinya pada saat 1
jam sesudah makan, termasuk penderita yang dirawat di Rumah Sakit ( Bed Exercise ).
Misalnya : makan pagi jam 07.00, makan siang jam 12.30, makan malam jam 18.30,
maka latihan fisik harus dilaksanakan berturut-turut jam 08.00, 13.30, dan 19.30. Latihan
fisik
( LF ) ini disebut LF primer. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
LF sekunder untuk penderita DM, terutama DM dengan obesitas. Selain LF primer
sesudah makan, juga dianjurkan LF sekunder agak berat setiap hari, pagi dan sore (
dengan tujuan menurunkan berat badan ) sebelum mandi pagi dan sore agar penderita
tidak lupa. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
III. Diet Diabetes Mellitus
Diet DM untuk Indonesia pertama dihasilkan oleh Prof. DR. Askandar
Tjokroprawiro, dr., Sp.PD, K-MED, yaitu: Diet-B, Diet-B puasa, Diet-B1 dan B1 puasa,
B2, B3, Be, Diet-M, Diet-M puasa, Diet-G, Diet-KV, Diet-GL, Diet-H, Diet KV-T1, Diet
KV-T2, Diet KV-T3, Diet KV-L, Diet B1-T1, Diet B1-T2, Diet B1-T3, Diet B1-L. (
Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
IV. Obat Hipoglikemi ( Obat Hipoglikemi Oral dan Insulin )
xv
Tablet OHO
Atas dasar pengalaman klinis, pembagian macam Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
dapat dibedakan berdasarkan cara kerjanya : ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
1. Insulin Secretagogues : yaitu OHO yang memicu sekresi insulin. Golongan obat
ini dibedakan menjadi 2 kelompok.
a. Sulphonylureas, yang sampai saat ini ada 3 generasi
i. Sulphonylurea generasi I : Tolbutamide, Chlorpropamide
ii. Sulphonylurea generasi II : Glibenclamide, Glipizide-GITS,
Gliclazide, Gliclazide MR, Gliquidon.
iii. Sulphonylurea generasi III : Glimepiride.
b. Non-Sulphonylurea
Nateglinide
Repaglinde
GLP-1 analouges
2. Insulin Sensitizer : yaitu OHO yang memperbaiki sensivitas insulin, terbagi dalam
2 kelompok.
a. Thiazolidinediones ( klas glitazon ) bekerja melalui aktivasi PPAR-γ yang
terdiri atas :
1. Ciglitazone
2. Englitazone
3. Troglitazone (R/Resulin)
4. Rosiglitazone (R/Avandia) telah diakui oleh FDA mei 1999
5. Pioglitazone (R/Actos) diakui oleh FDA juli 1999
6. Darglitazone
b. Non-TZDs ( klas glitazar ), bekerja melalui aktivasi PPAR α dan γ yang
terdiri atas :
1. Muraglitazar
2. Ragaglitazar
3. Tesaglitazar
c. Metaglidasen
d. Biguanides
xvi
1. Metformin
2. 3-Guanidinopropionic-acid
3. Intestine Enzyme Inhibitors : yaitu bekerja dengan menghambat enzym di usus
sehingga dengan menghambat penyerapan glukosa.
a. α-Glucosidase Inhibitors : Acarbose, Vogiblose ( AD-128 ), Miglitol, MG-
73945, Castanospermine
b. α-Amylase Inhibitor : Tendaminase
4. Other Specific Types:
a. Insulin mimetic drugs, mempunyai efek seperti insulin
( Glimepiride, chromium, α-Lipoid Acid, Vanadium ).
b. Β-Cell Replacers ( GIP, GLP-1, GLP-1 analogues seperti Exendine-4,
Liraglutide ).
c. Inhibitor dari Dipeptidyl Peptidase-IV ( DPP-IV ) : Metformin, Liraglutide,
Vildagliptin.
d. Penghambat sekresi glukagon : Amylin Analogues antara lain Pramintide.
5. Fixed Dose Combination Types : merupakan kemasan kombinasi dari 2 macam
OHO dengan menggunakan teknologi baru, sehingga dicapai efek terapeutik yang
menguntungkan. Ada beberapa kombinasi obat yang disaat ini beredar di pasaran
Indonesia antara lain :
a. Kombinasi Glimepirid + Metformin : Amamet
b. Kombinasi Metformin + Thiazolidinedione : Avandamet
c. Kombinasi Glibenclamide + Metformin : Glucovance
Insulin
Indikasi mutlak untuk penggunaan insulin adalah Diabetes Mellitus Tipe-1, namun
demikian pada keadaan tertentu meskipun bukan Diabetes Mellitus Tipe -1 sering pula
terapi insulin diberikan dengan tujuan agar tubuh memiliki jumlah insulin efektif pada saat
yang tepat. Berikut ini adalah rangkuman beberapa indikasi suntikan insulin.
Indikasi suntikan insulin : ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
1. DM Tipe-1 ( DMT 1 )
2. Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi ( DMTM )
xvii
3. DM tipe X ( DM tergantung insulin dan OHO )
4. Koma Diabetik
5. DM tipe 2 pada keadaan tertentu
DM dengan Secondary Failure dari OHO
DM + Kehamilan
DM + Sellulitis / Ganggren / infeksi lainnya
DM Kurus
DM + Fraktur
DM + Hepatitis Kronis
DM + Operasi
DM + TBC Paru
DM + Graves Disease
DM + Kanker
V. Cangkok Pankreas
Belum dilakukan di Indonesia, tapi sudah pernah di USA dan beberapa negara
di Eropa. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
G. KOMPLIKASI DIABETES MELLITUS
Jika diabetes mellitus dibiarkan tidak terkendali, akan menimbulkan komplikasi-
komplikasi yang dapat berakibat fatal. Komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau
diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah dapat
dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat.. ( Sidartawan, 2007 )
Komplikasi DM adalah semua penyakit yang timbul sebagai akibat dari DM, baik
sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lainya. (Askandar Tjokroprawiro, 2007)
Proses glikosilasi ( pengaruh gukosa pada semua jaringan yang mengandung protein )
sangat berpengaruh pada timbulnya komplikasi kronis. Akhir-akhir ini AGE ( Advanced
Glycosylated Endoproduct ) diduga yang bertanggung jawab atas timbulnya komplikasi
kronis. Karena AGE inilah yang merusak jaringan tubuh terutama yang mengandung protein,
dan juga disebabkan disfungsi endotel dan disfungsi makrofag. ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
Sedangkan klasifikasi komplikasi Diabetes Mellitus dibagi menjadi : ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
xviii
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan komplikasi yang serius pada pengelolaan DM Tipe 2
terutama pada penderita DM usia lanjut, pasien dengan insufisiensi renal, dan pada
pasien dengan kelainan mikro maupun makroangiopati berat. Di dalam upaya untuk
mencegah terjadinya komplikasi diperlukan kendali gula darah yang berat mendekati
normal, sedangkan akibat dari kendali gula darah yang berat resiko terjadinya
hipoglikemi semakin bertambah berat.
Diagnosis hipoglikemi umumnya berdasarkan atas Trias Whipple yaitu adanya
gejala hipoglikemi, dengan darah berkadar gula yang rendah dan akan membaik bila
kadar gula kembali normal setelah pemberian gula dari luar. Yang disebut gula darah
yang rendah adalah bila gula darah vena < 60 mg/dl.
Penyebab terjadinya hipoglikemi :
- olah raga yang berlebih dari biasanya
- dosis obat diabetes berlebihan
- jadwal makan yang tidak tepat dengan obat diabetes yang diminum
- menghilangkan atau tidak menghabiskan makan atau snack
- minum alkohol
- tidak pernah kontrol sehingga obat yang diberikan dosisnya tidak tepat
Bagaimana untuk mencegah terjadinya hipoglikemi :
- makan tepat pada waktunya
- jangan melewatkan makan atau snack
- belajar untuk menyesuaikan olah raga dengan makanan dan obat diabetes
- test gula darah sesuai dengan jadwal yang ada
- kerjakan test gula darah diluar jadwal jika merasa berbeda dengan keadaan
normal catat hasilnya di dalam buku catatan
b. Keto Asidosis Diabetes ( KAD )
Tabel klasifikasi KAD :
Stadium Macam KAD pH darah Bikarbonat darah
( BIK )
xix
Ringan
Sedang
Berat
Sangat Berat
KAD ringan
Prekoma diabetik
Koma Diabetik ( KD )
KD berat
7,30 – 7,35
7,20 – 7,30
6,90 – 7,20
< 6,90
15-20 mEq / l
12-15 mEq / l
8-12 mEq / l
< 8 mEq / l
Sumber : Askandar Tjokroprawiro, 2007
Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut :
Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernafasan Kussmaul ( dalam dan
frekuen ), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu sampai
koma.
Darah : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dl ( biasanya melebihi 500 mg/dl ).
Bikarbornat kurang dari 20 mEq/l dan pH < 7,35 ( asidosis metabolik ), ketonemia.
Urine : glukosuria, ketonuria.
c. Koma Hiperosmoler Non – Ketotik ( K. HONK )
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK : 1 yes, 3 no, yaitu :
1. Glukosa > 600 mg/dl ( hiperglikemia YES ) dengan tidak ada riwayat DM
sebelumnya ( NO DM ), bikarbonat > 15 mEq/l, tidak ada Kussmaul, pH darah
normal ( NO Asidosis Metabolik ), tidak ada ketonemia atau ketonuria ( NO
ketonemia ).
2. Dehidrasi berat, hipotensi sampai terjadi syok hipovolemi, didapatkan gejala
neurologi.
3. Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat gejala klinis ditambah dengan
osmoloritas darah > 325-350 mOSM/l.
Faktor pencetus KAD dan HONK:
- injeksi
- penghentian insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat
- penderita baru
- infark miokard akut
- pemakaian obat steroid
xx
2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis pada DM pada umumnya terjadi gangguan pembuluh darah atau
angiopati dan kelainan pada saraf atau neuropati. Angiopati pada pembuluh darah besar
disebut makroangiopati dan bila kena pembuluh darah kecil disebut mikroangiopati,
sedangkan neuropati bisa merupakan neuropati perifer maupun neuropati otonom. Pada
penelitian UKPDS ( United Kingdom Prospective Diabetes Study ) umumnya penderita
DM yang datang berobat 50 % sudah mengalami komplikasi kronis ini. Manifestasi klinis
komplikasi kronis DM pada :
a. Infeksi ( furunkel, karbunkel, TBC paru, UTI, mikosis ) ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
b. Mata ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
- Lensa cembung sewaktu hiperglikemia ( miopi – reversible, tetapi katarak –
irreversible )
- Retinopati DM = RD ( Non – Prolifeverative Retinopathy, dan Proliferative
Retinopathy )
- Glaucoma
- Perdarahan Corpus Vitreum
c. Mulut ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
- Ludah ( kental, mulut kering = Xerostamia Diabetes )
- Gingiva ( udematus, merah tua, gingivitis )
- Periodontium ( rusak biasanya karena mikroangiopati periodontitis DM, ( semua
menyebabkan gigi mudah goyah – lepas )
- Lidah ( tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati )
d. Jantung (Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
- Penyakit Jantung Koroner ( komplikasi makroangiopati ), terjadinya penyempitan
atau sumbatan pembuluh darah koroner sehingga menyebabkan iskemi sampai
terjadinya nekrosis pada otot jantung dengan manifestasi klinik adanya tanda-
tanda angina pektoris dan infark miokard adalah rasa tidak enak ( discomfort )
atau nyeri di daerah dada kiri, epigastrium, dijalarkan di lengan dan di tangan kiri
dan mungkin disertai dengan rasa mual, muntah, sesak nafas, kepala pusing dan
badan terasa lemah yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Penyakit jantung koroner sampai saat ini menempati peringkat yang sangat tinggi
xxi
dalam prioritas pelayanan kesehatan setelah penyakit infeksi dan gizi. Selama ini
faktor resiko PJK yang utama adalah rokok, hipertensi dan hiperlipidemia.
Penelitian epidemiologi sampai saat ini umumnya menyokong pendapat bahwa
hipertensi lebih banyak dijumpai pada diabetes dibanding dengan non diabetes
dimana kekerapan hipertensi pada diabetes berkisar antara 10 – 80 % .
- Kardiomiopati ( merupakan komplikasi mikroangiopati ) didapatkan penurunan
fungsi otot jantung sehingga didapatkan gambaran jantung membesar.
Kardiomiopati ini sering berakhir dengan dekompensasi kordis.
e. Traktus Urogenetalis ( Askandar Tjokroprawiro, 2007 )
- Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis, Necrotizing
Papillitis, UTI, DNVD Diabetic Neorogenic Vesical Dysfunction = Diabetic
Bladder ( dapat manyebabkan retensio / inkontinensia ).
- Impotensi Diabetik.
f. Saraf ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Neuropati Diabetik ( ND ) merupakan gambaran keluhan dan gambaran gejala
fisik dari gangguan fungsi saraf tepi pada pasien DM setelah disingkirkan
penyebab lainnya. Terdapat berbagai jenis ND, namun yang tersering adalah
Polineuropati Simetrik Distal ( PND ) dan Neuropati Autonom Diabetik (
NAD ). PND merupakan penyebab tersering dari amputasi non traumatik pada
pasien DM. Sekitar 50 % PND bisa tanpa keluhan, akan tetapi beresiko terkena
luka kaki tanpa nyeri.
PND merupakan suatu bentuk ND tersering ( sekitar 75 % ) yang dapat mengenai
saraf sensorik dan motorik dan dapat mengenai saraf besar dan kecil. Gangguan
sensorik terbesar dalam pola sarung tangan ( gloves ) dan kaos kaki ( stocking ),
sedangkan gejala motorik kurang menonjol.
Neuropati serabut saraf besar ditandai oleh parestesia tanpa nyeri, dengan
gangguan persepsi getaran, sentuhan / tekanan, posisi sendi dan reflek kaki,
bahkan keadaan lanjut dapat terjadi ataksi sensorik. Neuropati serabut besar
menyebabkan gangguan konduksi saraf, penurunan aktifitas sehari – hari dan
penurunan kualitas hidup.
Neuropati serabut halus menyebabkan rasa nyeri, rasa terbakar, gangguan sensasi
xxii
nyeri dan sering bersamaan dengan NAD. Pada jenis ini konduksi saraf biasanya
normal namun didapatkan kelainan bila dilakukan pemeriksaan fungsi sensorik
dan autonom. Neuropati diabetik nyeri ( painful diabetic neuropathy ) dapat
timbul secara spontan atau atas stimulus, dapat berat dan sukar diobati. Rasa nyeri
seperti terbakar, seperti ditusuk jarum, seperti berdenyut, memukul, menyayat.
Keluhan dan gejala fisik neuropati somatik dan autonom merupakan modal utama
dalam menegakkan diagnosis ND. Pada pemeriksaan fisik dinilai kekuatan otot,
sensibilitas tusuk jarum, getaran, suhu, sentuhan / tekanan, posisi sendi dan reflek
kaki. Untuk getaran dilakukan pemeriksaan dengan garputala 128 Hz, sedangkan
untuk sentuhan digunakan monofilamen 10 gr.
g. Kaki ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
- Kaki diabetes dapat terjadi akibat interaksi antara neuropati perifer ( termasuk
disfungsi autonomik ), mikroangiopati, makroangiopati higiene kaki yang jelek.
Neuropati merupakan komponen penyebab luka pada kaki DM yang paling
sering, dimana > 82 % penderita kaki DM didapatkan gejala neuropati kaki
diabetes menyebabkan seseorang kehilangan kakinya akibat amputasi dan ini
merupakan salah satu komplikasi kronis diabetes yang paling ditakuti oleh pasien
diabetes.
Pada populasi diabetes pada umumnya mempunyai resiko 15 – 40 kali lebih besar
untuk amputasi pada kaki ini merupakan alasan yang paling banyak pada pasien
diabetes rawat inap yaitu lebih dari 25 % pasien diabetes yang masuk rumah sakit
di United States dan Great Britian. Sebagian besar komplikasi pada kaki yang
berakhir dengan amputasi biasanya dilakukan dengan pembentukan ulkus pada
kulit. Deteksi dini dan terapi yang adekuat pada ulkus ini dapat mencegah
terjadinya amputasi kaki sebanyak lebih dari
85 %, serta komplikasi ini dapat dicegah dengan penanganan diabetes yang
agresif.
xxiii
H. PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya pencegahan yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor resiko yaitu pada mereka yang belum terkena tetapi berpotensi menjadi
diabetes mellitus dan kelompok prediabetes. ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Prediabetes atau intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului
timbulnya diabetes. Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh
Departement of Health and Human Services ( DHHS ) dan The American Diabetes
Association ( ADA ). Keadaan intoleransi glukosa adalah TGT ( Toleransi Glukosa
Terganggu ) dan GDPT (Gula Darah Puasa Terganggu). Setiap tahun 4 – 9 % orang dengan
intoleransi glukosa akan menjadi DM. ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8
jam. Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
dilakukan ditujukan untuk mencari faktor resiko yang dapat dimodifikasi . ( Sri Murtiwi Aryono,
2008 )
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah :
- ras dan etnik
- riwayat keluarga dengan diabetes
- umur, resiko untuk menderita diabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia,
usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM
- riwayat pernah menderita DM gestasional
- riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah, kurang dari 2,5 kg
- riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi > 4000 gr
Faktor resiko yang bisa dimodifikasi :
- berat badan lebih ( IMT > 23 )
- kurangnya aktifitas fisik
- hipertensi ( > 140/90 mmHg )
- dislipidemia ( HDL < 35 mg/dl dan trigliserida > 250 mg/dl )
xxiv
- diet tidak sehat yaitu diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan
resiko menderita prediabetes dan diabetes tipe 2
Yang harus dilakukan untuk pencegahan primer yaitu penyuluhan. Penyuluhan ditujukan
kepada kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi dan intoleransi glukosa.
Materi penyuluhan meliputi antara lain :
Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai resiko DM dan
mempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk
menurunkan resiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan berat badan 5 – 10 % dapat mencegah atau memperlambat
munculnya DM Tipe 2.
Diet sehat, dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai faktor resiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. Karbohidrat
komplek merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak ( peak ) glukosa darah yang tinggi setelah makan. Selain
itu juga dianjurkan untuk makan yang mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi
serat larut.
Latihan jasmani secara teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan berat badan, serta dapat meningkatkan kolesterol HDL. Latihan
jasmani yang dianjurkan adalah dikerjakan sedikitnya selama 150 menit / minggu
dengan latihan aerobik sedang
( mencapai 50 – 70 % denyut jantung maksimal ) atau 90 menit /minggu.
Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu dari resiko munculnya
gangguan kardiovaskuler. Mesti merokok tidak berkaitan langsung dengan resiko
timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi
kardiovaskuler dari penderita intoleransi glukosa dan DM Tipe 2.
Pengelolaan kelompok intoleransi glukosa sering berkaitan dengan sindroma
metabolik yang ditandai dengan adanya obesitas sentral, dislipidemia dan hipertensi.
Sebagian besar penderita intoleransi glukosa dapat diperbaiki dengan perubahan gaya
hidup, menurunkan berat badan, mengkonsumsi diet sehat serta melakukan latihan
jasmani yang cukup dan teratur. Hasil penelitian Diabetes Prevention Program
xxv
menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup lebih efektif untuk mencegah mulculnya
DM Tipe 2 dibandingkan dengan penggunaan obat – obatan.
II. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan
yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. ( Sri
Murtiwi Aryono, 2008 )
Dalam upaya pencegahan sekunder, program penyuluhan memegang peran penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan program pengobatan dan dalam
menuju perilaku sehat. Penyuluhan pencegahan sekunder terutama ditujukan kepada pasien
baru. Penyuluhan dilakukan sejak kontak pertama dan perlu selalu diulang pada
kesempatan pertemuan berikutnya. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah
penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama kematian pada penderita DM.
Selain pengobatan terhadap tingginya kadar gula darah, pengendalian berat badan, tekanan
darah, profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko
timbulnya kelainan kardiovaskuler penderita DM. ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
III. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok DM yang telah mengalami penyulit
dalam upaya untuk mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah dapat diberikan secara rutin bagi penderita
diabetes yang sudah mengalami komplikasi makroangiopati. Pada upaya pencegahan
tersier juga tetap dilakukan penyuluhan pada pasien. Materi penyuluhan termasuk upaya
rehabilitasi termasuk yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. ( Sri
Murtiwi Aryono, 2008 )
xxvi
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi
antara disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar
para ahli di berbagai disiplin ( jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi dll ) sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan
pencegahan tersier.( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
xxvii
BAB III
OBYEK DAN METODE
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini termasuk cross sectional study yang menggambarkan kepatuhan
minum Obat Hipoglikemi Oral ( OHO ) dengan kejadian komplikasi kronis pada kelompok
masyarakat yang menderita Diabetes Mellitus di Desa Betro RT 13 -16, Kecamatan Sedati,
Kabupaten Sidoarjo sejumlah 26 orang.
B. POPULASI
Populasi yang diambil adalah seluruh penderita Diabetes Mellitus usia 25 – 59 tahun
yang minum OHO di Desa Betro RT 13 - 16, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo.
C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Di Desa Betro RT 13 – 16, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo tanggal 9 Juni
2008.
D. PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
1. Pengumpulan Data
a. Data primer : dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan acuan
kuisoner dengan responden penderita Diabetes Mellitus di Desa Betro RT 13 –
16, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo.
b. Data sekunder : data yang diperoleh dari Puskesmas Sedati berupa daftar
kunjungan pasien kontrol dengan Diabetes Mellitus Bulan Januari – Maret
2008.
2. Pengolahan Data
Data mentah dari kuisoner yang telah diisi oleh responden bila telah lengkap
xxviii
diolah untuk memperoleh tabel frekuensi.
3. Analisa Data
Analisa sesuai dengan jenis penelitian deskriptif dilakukan dengan interpretasi
data dan tabel frekuensi untuk memberikan gambaran hasil penelitian sesuai dengan
tujuan penelitian.
4. Variabel Penelitian
a. Tingkat kepatuhan penderita Diabetes Mellitus minum obat OHO
b. Kejadian Hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus
c. Kejadian Neuropati Diabetik pada penderita Diabetes Mellitus
d. Kejadian Sellulitis dan atau Ganggren pada penderita Diabetes Mellitus
E. DEFINISI OPERASIONAL.
1. Patuh jika :
1. Waktu minum obat sesuai yang dianjurkan.
2. Tidak mengganti obat lain yang tidak dianjurkan.
3. Jumlah obat yang diambil sesuai dengan yang ditentukan.
Jika tidak memenuhi 3 kriteria diatas, maka dikategorikan tidak
patuh.
2. Definisi komplikasi kronis ( neuropati diabetik, hipertensi, sellulitis dan gangren
) penderita DM tipe 2 yaitu komplikasi kronis yang didapat pada saat wawancara
dan pengisian kuisioner karena ketidakpatuhan minum OHO.
3. Hipertensi
Jika tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 80
mmHg.
Jika < 130/80 mmHg : Normal.
4. Neuropati Diabetik
1. Parestesi tanpa nyeri dengan pola sarung tangan ( gloves ) dan
kaos kaki ( stocking ).
2. Terdapat gangguan persepsi sentuhan / posisi sendi / reflek kaki.
Dikatakan neuropati diabetik jika memenuhi salah satu kriteria
xxix
Kejadian hipertensi sebagai komplikasi kronis DM
Kejadian Neuropati diabetik sebagai komplikasi kronis DM
Kejadian Sellulitis dan atau Ganggren sebagai komplikasi kronis DM
diatas.
5. Sellulitis dan atau Ganggren
1. Terdapat luka pada bagian distal extremitas atas / bawah yang
sulit sembuh.
2. Terdapat penurunan sensasi nyeri ( sensasi nyeri pada luka
tidak sebanding dengan besarnya luka ).
F. KERANGKA KONSEP
Tingkat kepatuhan :
Patuh
Tidak patuh
xxx
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
1. Data Desa
a. Desa / kelurahan : Desa Betro
b. No : 404.5.3
c. Kecamatan : Sedati
d. Kabupaten : Sidoarjo
e. Propinsi : Dati I Jawa Timur
2. Data Khusus
a. Data geografi
Luas desa : 137,279 Ha
Batas utara : Desa Sedati Agung
Batas selatan : Desa Kwangsan
Batas barat : Desa Wedi
Batas timur : Desa Pulungan
Jumlah RW : 8
Jumlah RT : 16
b. Data demografi
Jumlah penduduk desa Betro
Jumlah penduduk pria : 2540
Jumlah penduduk perempuan : 2592
Jumlah total : 5132
xxxi
B. KARAKTERISTIK POPULASI.
TABEL 1
Tabel distribusi frekuensi tingkat kepatuhan penderita diabetes mellitus minum
OHO.
JUMLAH KEJADIAN PROSENTASE
Patuh
Tidak patuh
10
16
38
62
Jumlah 26 100 Sumber : Hasil Survey
PROSENTASE TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA DIABETES MELLITUS MINUM OHO
38%
62%
PATUHTIDAK PATUH
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui prosentase kepatuhan penderita diabetes
mellitus minum OHO sebesar 38 % sedangkan penderita diabetes mellitus yang tidak
patuh minum OHO sebesar 62 %. Hal ini memperlihatkan kecenderungan penderita
diabetes mellitus yang tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
xxxii
TABEL 2
Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian Hipertensi pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO
KEJADIAN PROSENTASE
Patuh 5 36
Tidak patuh 9 64
Jumlah 14 100 Sumber : Hasil Survey
PROSENTASE KEJADIAN HIPERTENSI PADA PENDERITA DM MINUM OHO
36%
64%
PATUHTIDAK PATUH
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui prosentase kejadian hipertensi pada penderita
diabetes mellitus yang patuh minum OHO sebesar 36 % sedangkan kejadian hipertensi
pada penderita diabetes mellitus yang tidak patuh minum OHO sebesar 64%. Hal ini
memperlihatkan kecenderungan terjadi hipertensi pada penderita diabetes mellitus yang
tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
xxxiii
TABEL 3
Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian Neuropati pada penderita Diabetes
Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO
KEJADIAN PROSENTASE
Patuh 5 45
Tidak patuh 6 55
Jumlah 11 100 Sumber : Hasil Survey
PROSENTASE KEJADIAN NEUROPATI PADA PENDERITA DM MINUM OHO
45%
55%
PATUHTIDAK PATUH
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui prosentase kejadian neuropati pada penderita
diabetes mellitus yang patuh minum OHO sebesar 45 % sedangkan kejadian neuropati
pada penderita diabetes mellitus yang tidak patuh minum OHO sebesar 55%. Hal ini
memperlihatkan kecenderungan terjadi neuropati pada penderita diabetes mellitus yang
tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
xxxiv
TABEL 4
Tabel distribusi frekuensi tingkat kejadian Sellulitis dan atau Ganggren pada
penderita Diabetes Mellitus terhadap kepatuhan minum OHO
KEJADIAN PROSENTASE
Patuh 0 0
Tidak patuh 5 100
Jumlah 5 100 Sumber : Hasil Survey
PROSENTASE KEJADIAN SELLULITIS DAN ATAU GANGGREN PADA PENDERITA DM MINUM OHO
0%
100%
PATUHTIDAK PATUH
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui prosentase kejadian Sellulitis dan atau
Ganggren pada penderita diabetes mellitus yang patuh minum OHO sebesar 0 %
sedangkan kejadian sellulitis dan atau ganggren pada penderita diabetes mellitus yang
tidak patuh minum OHO sebesar 100%. Hal ini memperlihatkan kecenderungan terjadi
Sellulitis dan atau Ganggren pada penderita diabetes mellitus yang tidak patuh minum
OHO di Desa Betro.
xxxv
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa atau interpretasi data yang diperoleh dalam penelitian
sebagaimana yang disajikan dalam Bab IV. Maka di pandang dari tingkat kepatuhan
penderita diabetus mellitus minum OHO di Desa Betro RT 13-16, Kecamatan Sedati,
Kabupaten Sidoarjo maka didapatkan 62 % penderita diabetes mellitus tidak patuh
minum OHO. Hal ini cenderung berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penderita
Diabetus Mellitus dengan komplikasi yang dapat di tunjukkan pada tabel 2 dimana
prosentase kejadian hipertensi pada pasien diabetes mellitus yang tidak patuh minum
OHO sebesar 64 %. Dari tabel 3 didapatkan prosentase kejadian neuropati pada penderita
diabetus mellitus yang tidak patuh sebesar 55 %, dari tabel 4 didapatkan prosentase
kejadian sellulitis dan atau ganggren pada penderita diabetes mellitus yang tidak patuh
sebesar 100%.
Sedangkan dari tabel 1 juga didapatkan 38% penderita diabetes mellitus patuh
minum OHO, hal ini cenderung berpengaruh terhadap turunnya jumlah penderita diabetes
mellitus dengan komplikasi seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 dimana prosentase
kejadian hipertensi pada pasien diabetes mellitus yang patuh minum OHO sebesar 36 %.
Dari tabel 3 didapatkan prosentase kejadian neuropati pasien diabetes mellitus yang patuh
minum OHO sebesar 45% dan dari tabel 4 didapatkan prosentase sellulitis dan atau
ganggren pada pasien diabetes mellitus yang patuh minum OHO sebesar 0 %.
Dari kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan cenderung
berpengaruh terhadap peningkatan maupun penurunan jumlah penderita diabetes
mellitus dengan komplikasi. Dimana dengan pemakaian obat secara rutin ( patuh )
cenderung mengurangi kejadian komplikasi, demikian sebaliknya, pada penderita yang
tidak rutin minum obat ( tidak patuh ) cenderung meningkatkan kejadian komplikasi.
xxxvi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa gambaran antara kepatuhan minum
OHO dengan kejadian komplikasi pada pasien Diabetes Mellitus di Desa Betro RT 13-16
Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :
1. Masih rendahnya tingkat kepatuhan minum OHO penderita Diabetes Mellitus di Desa
Betro.
2. Kecenderungan tingginya angka kejadian Hipertensi pada penderita Diabetes Mellitus
yang tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
3. Kecenderungan tingginya angka kejadian Neuropati pada penderita Diabetes Mellitus
yang tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
4. Kecenderungan tingginya angka kejadian Sellulitis dan atau Ganggren pada penderita
Diabetes Mellitus yang tidak patuh minum OHO di Desa Betro.
B. SARAN
Untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi pada penderita
Diabetes Mellitus dapat dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan penderita pada
pengobatan. Hal ini ditunjang dengan memberikan penyuluhan secara intensif kepada
masyarakat tentang penyakit Diabetes Mellitus, penatalaksanaannya ( termasuk diet )
dan komplikasi yang mungkin timbul sehingga menyebabkan keadaan yang lebih
fatal.
Selain upaya pencegahan baik primer, sekunder dan tersier berupa
penyuluhan tersebut diatas maka untuk meningkatkan kepatuhan perlu ada tujuan
yang sama antara pasien dan dokternya, keyakinan terhadap kesehatan, dan yang tak
kalah penting adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan. Dengan demikian
komplikasi Diabetes Mellitus dapat diminimalkan.
xxxvii
DAFTAR PUSTAKA
Aryono Sri Murtiwi, Komplikasi Diabetes Mellitus, Seminar dan Workshop Care of Diabetes
Mellitus, Surabaya 10-11 Mei 2008.
Aryono Sri Murtiwi, Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2, Seminar dan Workshop Care of
Diabetes Mellitus, Surabaya 10-11 Mei 2008.
Evy, http://64.2003.71.11/kompas-cetak/humaniora/1858574.html, 2005.
Fadilah Haris, http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=172, 2005.
http://www.thamrinhospital.com/old/services.html, 2008.
Jusinta Kristella, www.SMAN-2mks.com/index2.php?option=com-content&do-tdf=1&aid=597,
2007.
Soegondo Sidartawan, Prof. Dr. dr, Sp.PD,
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=914&tbl=kesling, 2008.
Suyono Slamet, Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,
Edisi Ketiga, Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, p 577-578.
Sugiyono, Dr. Prof, Statistika untuk Penelitian, Cetakan Kedua Belas, Alfabeta, Bandung, 2007,
p. 29-45.
Tjokroprawiro Askandar DKK, Diabetes Mellitus, Buku Ajar Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya, Cetakan I, Airlangga
University Press, Surabaya, 2007, p. 32-38, 46-70.
Yunia Irma, http://sehatorganik,wordpress.com, 2007.
xxxviii
LAMPIRAN
KUISIONER
Nama :
Umur : th (L/P)
Alamat :
1. Apa yang anda ketahui tentang penyakit kencing manis ?
..............................................................................................................................
2. Sudah berapa lama anda minum obat kencing manis ?………......(bulan/tahun)
3. Apa anda tahu tentang komplikasi / bahaya kencing manis ?
a. Ya b. Tidak
Jika Ya sebutkan komplikasinya : -
-
-
-
4. Berapa kali obat kencing manis yang harus anda minum sesuai anjuran dokter?
a. 1 kali
b. 2 kali
c. 3 kali
5. Berapa macam obat yang diberikan dokter untuk mengobati kencing manis anda ?
a. 1 macam
b. 2 macam
c. 3 macam
6. Apa anda teratur minum obat kencing manis sesuai anjuran dokter setiap hari ?
a. Ya b. Tidak
7. Jika anda mendapat resep untuk kencing manis apa yang anda lakukan ?
a. Membiarkan / tidak membeli obat tersebut
b. Membeli separuh dari jumlah yang dianjurkan
c. Membeli semua
8. Jika obat tersebut habis, apa yang anda lakukan ?
xxxix
a. Membeli obat yang sama secepatnya di apotik terdekat
b. Kontrol ke dokter dengan tujuan di beri resep obat
c. Tunggu dulu, lain waktu bisa beli
9. Apakah anda masih minum obat kencing manis sampai sekarang ?
a. Ya b. Tidak
10. Apakah anda sering merasa kesemutan di tangan atau kaki ?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah anda mempunyai tekanan darah tinggi ?................................................
Berapa lama ?......................................................................................................
12. Apakah anda mempunyai luka pada kaki atau bagian tubuh yang lain yang
tidak diketahui penyebabnya ?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah luka tersebut sulit sembuh ?
a. Ya b. Tidak
PEMERIKSAAN (diisi oleh petugas)
TD :……….mmHg
Pemeriksaan untuk neuropati diabetik :
- Parestesia tanpa nyeri dengan pola gloves dan atau stoking ( Ya / Tidak )
- Gangguan persepsi sentuhan / posisi sendi / reflek kaki ( Ya / Tidak )
Sellulitis dan atau Ganggren:
- Sensasi nyeri pada luka tidak sebanding dengan besarnya luka sensasi nyeri
menurun ( Ya / Tidak )
xl
NAMA – NAMA RESPONDEN LAMA MINUM OBAT
1. Ny. Kasminah / 59 tahun ( 5 tahun )
2. Ny. Eni / 41 tahun ( 2 tahun )
3. Ny. Dasima / 59 tahun ( 3 bulan )
4. Ny. Ana / 35 tahun ( 6 bulan )
5. Ny. Emi / 35 tahun ( 2 tahun )
6. Ny. Sabatih / 47 tahun ( 6 bulan )
7. Ny. Rosidah / 57 tahun ( 4 tahun )
8. Tn. Samsoel Huda / 50 tahun ( 9 tahun )
9. Ny. Suminingsih / 58 tahun ( 8 tahun )
10. Ny. Wasiah / 58 tahun ( 2 tahun )
11. Ny. Sutami / 53 tahun ( 17 tahun )
12. Ny. Damarsih / 58 tahun ( 3 tahun )
13. Ny.Munifah /52 tahun ( 6 tahun )
14. Tn. Sanuri / 52 tahun ( 14 bulan )
15. Ny. Musyarofah / 55 tahun ( 3 tahun )
16. Ny.Hj. Subiati / 57 tahun ( 16 tahun )
17. Tn. Soeprapto / 45 tahun ( 3 bulan )
18. Ny. Sri Jatmini / 53 tahun ( 18 tahun )
19. Ny. Srianing / 56 tahun ( 1 tahun )
20. Ny. Nur Aini / 52 tahun ( 3 tahun )
21. Tn. Hasan Bisri / 46 tahun ( 7 tahun )
22. Tn. Budi S / 46 tahun ( 6 tahun )
23. Ny. Siti Fatimah / 55 tahun ( 18 bulan )
24. Tn Abdul Wahid / 47 tahun ( 5 bulan )
25. Ny. Julaikah / 40 tahun ( 18 bulan )
26. Ny. Juminem / 54 tahun ( 18 bulan )
xli
xlii