Mini Riset Lengkap 2013
-
Upload
m3g0n0pekalongan -
Category
Documents
-
view
286 -
download
17
description
Transcript of Mini Riset Lengkap 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik adalah
kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan
produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan
laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronis (GGK) atau
penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddarth, 2002). Jumlah prevalensi GGK prevalensinya semakin
meningkat, diperkirakan tahun 2025 di Asia Tenggara, Mediterania dan
Timur Tengah serta Afrika mencapai 380 juta orang, hal tersebut dipengaruhi
oleh faktor pertumbuhan gaya hidup tidak sehat. GGK di Indonesia sampai
dengan tahun 2009 telah menempati urutan pertama dari semua penyakit
ginjal. World Health Organization (WHO), memperkirakan akan terjadi
peningkatan pasien dengan penyakit ginjal di Indonesia sebesar 41,4% antara
tahun 1995-2025 dan Jawa Tengah kasus gangguan fungsi ginjal pada tahun
2004 dilaporkan sebanyak 170 kasus (Dinkes PemProp Jateng, 2004)
2
Akibat ketidakmampuan ginjal membuang produk sisa melalui
eliminasi urin akan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik,
cairan, elektrolit serta asam basa (Smeltzer & Bare, 2002), salah satu terapi
yang dilakukan untuk kelangsungan hidup pasien adalah terapi hemodialisa.
Terapi hemodialisa dilakukan untuk menyaring darah dan membuang
kelebihan cairan. Penambahan berat akibat cairan interdialisis (interdialytic
weight gain) merupakan suatu tantangan yang besar bagi pasien dan petugas
kesehatan. Pembatasan asupan air merupakan satu dari sejumlah pembatasan
diet yang dihadapi oleh orang yang menjalani dialisis. Kelebihan berat akibat
cairan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas dan
mortalitas pada orang-orang yang menjalani hemodialisis.
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa yaitu tindakan yang diberikan
untuk menggantikan tugas ginjal, umumnya mengeluh mengalami mulut
kering. Keadaan xerostomia merupakan hal yang umum terjadi pada pasien
yang sedang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal kronik.
Keadaan mulut kering karena sekresi saliva yang berkurang diperkirakan
terjadi pada 17-19% pasien hemodialisa. Hal ini terjadi karena pembatasan
asupan cairan yang dianjurkan pada pasien hemodialisa, agar terhindar dari
berbagai gangguan kesehatan. Produksi saliva menurun sehingga pasien akan
sering minum untuk mengatasi rasa haus yang dirasakan namun apabila
pasien melakukan banyak minum maka pasien akan mengalami penumpukan
cairan berlebih pada tubuhnya yang akan menyebabkan sesak napas sehingga
dapat memperparah penyakitnya. Jumlah penderita hemodialisa karena GGK
3
di Indonesia sampai dengan tahun 2009 sebanyak 1.297 orang. Penderita
GGK yang memerlukan hemodialisa diperkirakan meningkat sekitar 5-10%
setiap tahunnya.
Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth) adalah
mengunyah dengan baik sehingga merangsang kelenjar saliva untuk bekerja
lebih baik, konsumsi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang
banyak, permen karet yang tidak manis bisa merangsang kelenjar saliva
(Jensen dan Lanberg 1997 dalam wikipedia, 2008). Penatalaksanaan yang
sama diutarakan oleh Guggenheimer dan Moore (2003) bahwa memberikan
permen karet pada pasien hemodialisa yang mengalami xerostomia
merupakan salah satu cara yang dapat diupayakan untuk merangsang
produksi saliva.
Veerman dan kolega (2005), mengunyah permen karet merupakan
terapi alternatif yang dapat diberikan sebagai untuk merangsang kelenjar
ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalami hemodialisa. Pasien
hemodialisa yang mengeluh mengalami mulut kering atau xerostomia dan
dianjurkan untuk mengunyah permen karet ditemukan lebih banyak
mengalami pengurangan rasa haus (60%) dibandingkan yang mendapat terapi
saliva pengganti (15%).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengaplikasikan
jurnal yang berjudul “Effect of Chewing Gum on Xerostomia, Thirst and
Interdialytic Weight Gain in Patients on Hemodialysis”.
4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Analisa jurnal ini dibuat untuk menganalisa dan memahami tentang jurnal
“Effect of Chewing Gum on Xerostomia, Thirst and Interdialytic Weight
Gain in Patients on Hemodialysis”.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menganalisa dan memahami metode penelitian jurnal.
b. Mampu menganalisa dan memahami hasil penelitian jurnal
c. Mampu menganalisa dan memahami isi pembahasan pada jurnal
d. Mampu menganalisa dan memahami kelebihan serta kekurangan jurnal
e. Mampu mengaplikasikan jurnal “Effect of Chewing Gum on
Xerostomia, Thirst and Interdialytic Weight Gain in Patients on
Hemodialysis” di ruang hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Permen karet
1. Pengertian
Permen adalah gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan
mencampurkan gula dengan konsentrasi tertentu ke dalam air yang
kemudian ditambahkan perasa dan pewarna. Permen yang pertama kali
dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah, Mesir, Yunani dan Romawi tidak
menggunakan gula tetapi menggunakan madu. Mereka menggunakan
madu untuk melapisi buahatau bunga untuk mengawetkannya atau
membuat bentuk seperti permen (Toussaint danMaguelonne 2009).
Permen karet (chewing gum) merupakan permen yang pada dasarnya
terbuat dari lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama
poliisobutilen (Hendrickson 1976). Permen karet pertama yang dijual di
pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun 1800an tetapi paten
pertama dari permen karet dimiliki oleh William F. Semple pada tahun
1869.
2. Jenis-jenis Permen karet
Permen karet (chewing gum) memiliki banyak macam varietas, yaitu:
a. Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum
ball machines dan terdiri dari berbagai warna.
6
b. Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik unik yaitu
dapat ditiup.
c. Sugar free gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.
d. Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen
konvensional dengan permen karet.
e. Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu,
misalnya Nicogum yang membantu mengatasi kecanduan perokok dan
Vibe Energy Gum yang mengandung kafein, ginseng, dan teh hijau
3. Efek mengunyah permen karet yang mengandung xylitol terhadap
peningkatan pH saliva.
Pemberian permen karet yang mengandung xylitol mempunyai efek
menstimulasi produksi saliva, komposisi dari saliva berubah dan
meningkatkan konsentrasi bikarbonat, fosfat dan kalsium. Perubahan dari
komposisi ini mestimulasi peningkatan kemampuan saliva untuk
mencegah penurunan pH dan meningkatkan kemampuan pertumbuhan
kristal hidroksiapatit. Peningkatan volume saliva cenderung membersihkan
gula dan asam dari gigi. Permen karet bebas gula adalah cara yang sangat
praktis untuk merangsang saliva setelah memakan makanan yang
mengandung gula. Banyak penelitian di dunia yang mendukung tentang
efek pengunyahan permen karet bebas gula (Holgeston,2007).
7
Pemberian permen karet xylitol tiga sampai empat kali perhari
minimal lima menit setelah makan untuk menghambat akumulasi plak dan
menghambat demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi lesi awal
dan mengurangi jumlahS. Mutans (Burt, 2006). Pemberian permen karet
mengandung xylitol sesudah makan makanan yang mengandung
karbohidrat, mempunyai efek menurunkan akumulasi plak dan
meningkatkan buffer saliva (Yuliarsi dan Lestari, 2003).
B. Xerostomia
1. Pengertian
Xerostomia secara harfiah berarti ”mulut kering”,berasal dari dua
kata, xeros yang berarti kering dan stoma yang berarti mulut. Xerostomia
adalah mulut kering yang ditandai oleh saliva yang pekat dan berkerak
atau tidak ada (Brooker, Chris 2008).
2. Etiologi
Beberapa penyebab xerostomia adalah sebagai berikut:
a. Kesehatan umum yang menurun
Kesehatan umum yang menurun pada beberapa penderita dapat
menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar saliva yang dapat
meningkatkan resiko terhadap radang mulut. Gangguan-gangguan ini
dapat timbul karena berbagai sebab, misalnya berkeringat yang
berlebihan, diare yang lama atau pengeluaran urin yang melampaui
batas.
8
b. Gangguan sistem saraf
Sekresi saliva terutama terdapat di bawah pengaturan hormonal dan
diatur oleh neuronal baik oleh sistem saraf otonom parasimpatis
maupun simpatis. Gangguan pada sistem saraf pusat dan perifer dapat
mempunyai akibat bagi kecepatan sekresi saliva. Kelainan saraf yang
diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multipel, juga akan
mengakibatkan menurunnya sekresi saliva.
c. Obat-obatan
Obat-obatan yang memblokade sistem saraf akan menghambat sekresi
saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh
sistem saraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik
akan menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat-obatan dengan
pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan
menghambat sekresi saliva mukus. Terdapat kurang lebih 400 jenis
obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia. Golongan-golongan
utama dari obat-obatan tersebut adalah antihistamin, antidepresan,
antikolinergik, anti anorexia, anti hipertensi, anti psikotik, anti
parkinson, diuresis, dan sedatif. Sebagian besar efek xerogenik dari
obat-obatan tersebut bersifat sementara (Bartels, 2005).
d. Gangguan kelenjar saliva
Gambaran penyakit dengan sel-sel asinar dan sel-sel duktus kelenjar
saliva yang berkurang atau mengecil, mengakibatkan penurunan
sekresi saliva, seperti aplasi atau hipoplasi kelenjar saliva mayor
9
pembawaan, atropi kelenjar saliva karena ketuaan atau penyinaran,
penyumbatan muara pembuangan oleh batu saliva, tumor, penyakit
autoimun, radang kelenjar saliva.
e. Penyinaran daerah kepala-leher
Gangguan fungsi kelenjar saliva setelah penyinaran dengan sinar
ionisasi pada daerah kepala-leher sudah banyak diketahui. Jumlah dan
keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan
lamanya penyinaran. Pada perawatan untuk kanker mulut, untuk
kondisi neoplastik di kepala dan leher, atau pada iradiasi mantel atau
iradiasi tubuh total (TBI) sebelum transplantasi sel induk
haematopoietic (transplantasi tulang sumsum) (Scully, 2008).
f. Fisiologi
Sensasi mulut kering yang subyektif terjadi setelah pembicaraan yang
berlebihan dan selama berolahraga. Pada keadaan ini ada dua faktor
yang ikut berperan. Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olah
raga, berbicara atau menyanyi, juga dapat memberi efek kering pada
mulut.Selain itu, juga ada komponen emosional, yang merangsang
terjadinya efek simpatik dari sistem saraf otonom dan menghalangi
sistem saraf parasimpatik, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
saliva dan mulut menjadi kering. Sebagian besar orang mengalami
sensasi mulut kering sebelum melakukan tanya jawab yang penting
atau sebelum berpidato.
10
g. Agenisis dari kelenjar saliva
Sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang pasien memang
mempunyai keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialograf
menunjukkan cacat yang besar dari kelenjar saliva.
h. Penyumbatan hidung
Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering
terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal (adenoid). Pada orang
dewasa terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan
keadaan hidung, polip hidung atau hipertropi rinitis. Semua keadaan
tersebut menyebabkan pasien bernafas dari mulut, tanpa penyumbatan
hidung.
i. Faktor ketuaan dan psikologi
Keadaan mulut yang kering dapat terlihat berupa kesulitan mengunyah
dan menelan, atau kesulitan dalam mempergunakan gigi tiruan.
Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi tiruan tidak
menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis mukous
untuk tempat gigi tiruan melayang pada permukaannya, dan dengan
tegangan permukaan yang berkurang untuk retensi gigi tiruan atas
dalam menahan tekanan kunyah. Bila daerah pendukung gigi tiruan
telah terasa nyeri, trauma dapat berlangsung terus. Menurut Hasibuan
(2002), perubahan atropi pada kelenjar saliva seiring dengan
pertambahan usia, dimana hal ini akan menurunkan produksi saliva
dan mengubah komposisinya (Hasibuan, 2002).
11
j. Penyakit kelenjar saliva
Selain sindrom sjogren, penyakit-penyakit kelenjar saliva jarang
menimbulkan xerostomia. Penyakit harus mengenai kedua kelenjar
parotid secara bergantian, untuk dapat menimbulkan kerusakan yang
menyeluruh.
C. IDWG (Interdialytic Weight Gain)
Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume
cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai
indicator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode
interdialitik dan kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan pada pasien
yang mendapatkan terapi hemodialisis. Peningkatan IDWG melibihi 5% dari
berat badan kering dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi seperti
hipertensi, hipotensi intradialisis, gagal jantung kiri, asites, pleural effusion,
gagal jantung kongestif, dan dapat mengakibatkan kematian. IDWG dapat
disebabkan oleh berbagai macam faktor baik faktor internal yang meliputi
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, rasa haus, stress, self efficacy,
maupun factor eksternal yaitu dukungan keluarga dan sosial serta jumlah
intake cairan. Berat badan kering adalah berat badan yang dirasakan secara
subjekyif enak oleh pasien. Data objektif berat badan kering adalah tidak
adanya overhidrasi seperti oedem, peningkatan vena jugularis, ronkhi dan
pada saat dilakukan penarikan cairan (ultra filtrasi) tidak terjadi hipotensi,
kram, muntah (Cahyaningsih, 2009).
12
Pada inisiasi dialysis, kebanyakan pasien mengalami fase metabolik
selama beberapa bulan akibat penyakit kronis. Pada saat yang sama, ekskresi
garam dan air yang adekuat telah menurun akibat kerusakan nefron yang
progresif. Gangguan ini mengakibatkan pengerutan sel masa tubuh dan
perluasan kompartemen ekstraseluler. Saat dialysis memperbaiki keadaan
uremia, suatu peningkatan masa tubuh dapat tidak terdeteksi akibat
penurunan volume ekstraseluler. Penurunan masa tubuh dan peningkatan
cairan ekstraseluler dapat pula tidak diketahui selama sakit akut. Fakta-fakta
ini yang menyebabkan peningkatan berat badan interdialitik yang besar, tidak
tercapainya berat badan kering, dan dapat mengalami hipotensi intradialitik
akibat factkr non volume. Sebaliknya, mereka dapat mengalami normotensi,
non edema, tanpa tanda-tanda kelebihan cairan walau berada di atas berat
badan keringnya. Pemantauan tekanan darah yang terus menerus merupakan
satu-satunya cara untuk menentukan hipervolume yang bisa menyebabkan
hipertensi paling lambat 12 jam setelah meninggalkan unit hemodialisis.
Penyesuaian yang tepat pada berat badan kering tidak selalu sewaktu
munculnya komplikasi under / over hidrasi dan saat sakit.
Ketidakpatuhan dalam mengurangi asupan cairan dapat meningkatkan
berat badan dan memungkinkan berbagai macam komplikasi yang dapat
ditimbulkan seperti sesak pada pernapasan. Ketidakpatuhan pembatasan
cairan dapat terjadi pada pasien diantara hemodialisis sebelumya dan
selanjutnya, dengan indikasi adanya peningkatan berat badan, yang mana
disebut dengan Interdialitik Weight Gain (IDWG), atau bahkan sebaliknya
13
pada pasien yang membatasi asupan cairan dapat mengakibatkan dua
kemungkinan yaitu IDWG ataupun IDWL (Denhaerynck, Manhaeve,
Dobbels, Garzoni, Nolte & Deggest, 2007).
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam gagl ginjal
kronik, karena rasa haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini
mengenai keadaan hidrasi pasien (Wilson, 2006 dalam Price & Wilson,
2006). Berat badan harian merupakan parameter yang penting dipantau, selain
catatan yang akurat mengenai asupan dan keluran. Asupan yang terlalu bebas
dapat ,menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan.
Asupan yang kurang optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan
perburukan ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urin
dalam 24 jam + 500 ml mencerminkan kehilangan cairan yang disadari.
Misalnya, jika keluaran urin pasien dalam 24 jam adalah 400 ml, maka
asupan cairan total perhari adalah 400 + 500 ml = 900 ml. kebutuhan pasien
yang diperbolehkan pada pasien anefrik adalah 800 ml/hari, dan pasien
dialysis diberi cairan yang mencukupi untuk memungkinkan penambahan
berat badan 2 hingga 3 pon (sekitar 0,9 hingga 1,3 kg) selama pengobatan.
Asupan cairan harus diatur untuk mencapai keseimbangan cairan (Wilson,
2006 dalam Price & Wilson, 2006). Pengukuran berat badan kering seperti
pengukuran berat badan ideal yaitu (TB - 100) – 10%, dimana kondisi pasien
normotensive, tidak mengalami kelebihan cairan (edema) atau dehidrasi.
Berat badan ideal harus dicapai pasien di akhir dialysis (Cahyaningsih, 2009).
14
Pembatasan pemasukan cairan pada gagal ginjal kronik perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti hipervolumia dan
komplikasi pada system kardiovaskuler, yang hal tersebut dapat memperberat
beban kerja dari ventrikel kiri, cara untuk mengurangi beban kerja tersebut
yakni dengan mengurangi pemasukan cairan yang berlebihan, cairan yang
masuk dan keluar harus seimbang, baik yang lewat urin maupun yang keluar
tanpa disadari klien yaitu insesnsible water loss. Jumlah cairan yang
dikonsumsi adalah dengan menambahkan cairan yang keluar dengan 500 ml.
Jika asupan air segera dibatasin setelah timbul gagal ginjal akut, kandungan
cairan tubuh total mungkin hanya sedikit meningkat. Jika asupan cairan tidak
dibatasi dan pasien tetap minum sebagai responnya terhadap mekanisme rasa
haus normal, cairan tubuh akan segera meningkat (Guyton, 2007).
Renin merupakan suatu enzim proteulitik yang disekresikan oleh
ginjal yang mempunyai respon terhadap penurunan perfusi ginjal yang
menyebabkan penurunan volume ekstrasel. Renin bertugas untuk mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin 1 yang dapat mengakibatkan terjadinya
vasokontriksi. Kemudian angiotensi 1 akan diubah menjadi angiotensin 2
yang kemudian akan menyebabkan untuk vasokontriksi pada pembuluh darah
selektif yang masif dan merelokasi dan meningkatkan aliran darah ke ginjal,
yang meningkatkan perfusi ke ginjal. Angiotensin 2 juga menstimulasi
pelepasan aldosteron bila konsentrasi natrium rendah. Peningkatan kadar
angiotensin 2 pada pasien gagal ginjal dapat menimbulkan haus. Efek dari
dipsogenik angiotensin 2 yang disebabkan kondisi-kondisi yang terkait
15
dengan perangsangan dari system rennin angiorensin yang menyebabkan rasa
haus yang berlebihan, kondisi ini merupakan haus yang tidak terkontrol,
meskipun terjadi hidrasi yang memadai (Black & Hawks, 2005). Masukan
cairan pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami haus dapat juga
disebabkan oleh mukosa mulut yang kering dan rasa metalik di mulut akibat
uremia.
D. Hemodialisis
1. Pengertian
Hemodialisa adalah prosedur pembersihan darah melalui suatu
ginjal buatan dan dibantu pelaksanaannya oleh semacam mesin (Lumenta,
1992). Hemodialisa sebagai terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup
dan memperpanjang usia. Hemodialisa merupakan metode pengobatan
yang sudah dipakai secara luas dan rutin dalam program penanggulangan
gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik (Smeltzer, 2001).
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit
ginjal stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau
terapi permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermiable
menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter
bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu bagi penderita gagal ginjal kronis,
16
hemodialisa akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa
tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal (Smeltzer, 2001).
2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Ada tiga
prinsip yang mendasari kerja hemodialisa yaitu difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui
proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi
lebih tinggi ke cairan dialisat yang konsentrasinya rendah. Air yang
berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan:
dengan kata lain, air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih
tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
Gradien ini dapar ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang
dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negatif
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membran dan
memfasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat
mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan
hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan) (Smeltzer, 2001).
17
3. Penatalaksanaan Jangka Panjang Pasien yang Menjalani
Hemodialisa
a. Diet
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat
asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai
racun. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif
dikenal dengan gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang
timbul. Diet rendah protein akan mengurangi penumpukan limbah
nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan
cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep diet untuk pasien ini. Dengan
penggunaan hemodialisa yang efektif, asupan makanan pasien dapat
diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau
pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.
b. Cairan
Pembatasan asupan cairan sampai 1 liter perhari sangat penting karena
meminimalkan resiko kelebihan cairan antar sesi hemodialisa. Jumlah
cairan yang tidak seimbang dapat menyebabkan terjadinya edema paru
ataupun hipertensi pada 2-3 orang pasien hemodialisa.
18
Ketidakseimbangan cairan juga dapat menyebabkan terjadinya
hipertropi pada ventrikel kiri. Beberapa laporan menyatakan bahwa
pembatasan cairan pada pasien hemodialisa sangat dipengaruhi oleh
perubahan musim dan masa-masa tertentu dalam hidupnya. Seperti
penelitian Argiles (2004) menyatakan bahwa asupan cairan pasien
akan sangat tidak terkontrol pada musim panas dan pada masa liburan
Natal dan Tahun Baru karena pada musim panas merangsang rasa haus
dan pada masa liburan natal dan tahun baru banyak mengonsumsi
makanan ringan yang kering dan mengandung garam sehingga
memacu keinginan untuk minum (Welch, 2006) Jumlah asupan cairan
pasien baik cairan yang diminum langsung ataupun yang dikandung
oleh makanan dapat dikaji secara langsung dengan mengukur kenaikan
berat badan antar sesi hemodialisa (Interdialytic weight gain/IDWG)
(Welch, 2006). IDWG adalah peningkatan berat badan antar
hemodialisa yang paling utama dihasilkan oleh asupan garam dan
cairan. Secara teori, konsekuensi dari asupan tersebut terdiri atas dua
bagian yaitu on the one hand yang artinya asupan air dan salin dapat
bekerja sama dengan kalori dan protein dalam makanan, yang akan
disatukan untuk memperoleh status nutrisi yang lebih baik. Tetapi on
the other hand, asupan air dan garam dapat menimbulkan peningkatan
cairan tubuh. Yang menjadi kunci untuk kejadian hipertensi dan
hipertropi ventrikel kiri (Villaverde, 2005). IDWG yang dapat
19
ditoleransi oleh tubuh adalah tidak lebih dari 1,0-1,5 kg (Lewis et al.,
1998) atau tidak lebih dari 3 % dari berat kering (Fisher, 2006).
Berat kering adalah berat tubuh tanpa adanya kelebihan cairan
yang menumpuk diantara dua terapi hemodialisa. Berat kering ini
dapat disamakan dengan berat badan orang dengan ginjal sehat setelah
buang air kecil. Berat kering adalah berat terendah yang dapat
ditoleransi oleh pasien sesaat setelah terapi dialysis tanpa
menyebabkan timbulnya gejala turunnya tekanan darah, kram atau
gejala lainnya yang merupakan indikasi terlalu banyak cairan dibuang.
Berat kering ditentukan oleh dokter dengan mempertimbangkan
masukan dari pasien.
Dokter akan menentukan berat kering dengan
mempertimbangkan kondisi pasien sebagai berikut : tekanan darah
normal, tidak adanya edema atau pembengkakan, tidak adanya indikasi
kelebihan cairan saat pemeriksaan paru – paru, tidak ada indikasi sesak
nafas. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan bagian
dari resep diet untuk pasien ini. Cairan dibatasi, yaitu dengan
menjumlahkan urin/24jam ditambah 500-750 ml (Almatsier, 2004).
Urin 24 jam ditambah 500-700 ml adalah jumlah cairan yang dapat
dikonsumsi pasien dan masih dapat ditoleransi oleh ginjal pasien.
Pertimbangan medikasi Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya
atau sebagian melalui ginjal. Apabila seseorang pasien menjalani
dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat.
20
Terapi antihipertensi yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialisis, merupakan salah satu contoh dimana komunikasi,
pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Penderita Gagal
Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis dalam Mengurangi
Asupan Cairan
a. Faktor usia
Pendapat Dunbar & Waszak (1990) yang menunjukkan bahwa
ketaatan terhadap aturan pengobatan pada anak-anak dan remaja
merupakan persoalan yang sama dengan ketaatan pada pasien dewasa.
Pada penelitian ini didapat penderita yang patuh rata-rara usia 52
tahun dan penderita yang tidak patuh rata-rata usia 46 tahun, ini bukan
berarti usia lebih tua cenderung patuh dan sebaliknya usia lebih muda
cenderung tidak patuh. Pendidikan penderita yang patuh 74,3% untuk
pendidikan SMA keatas ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan
pendidikan pada penderita yang tidak patuh.
b. Faktor lama menjalani HD
Semakin lama pasien menjalani HD adaptasi pasien semakin
baik karena pasien telah mendapat pendidikan kesehatan atau
informasi yang diperlukan semakin banyak dari petugas kesehatan.
Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa semakin lama pasien
menjalani HD, semakin patuh dan pasien yang tidak patuh cenderung
21
merupakan pasien yang belum lama menjalani HD, karena pasien
sudah mencapai tahap accepted (menerima) dengan adanya
pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan.
c. Faktor Keterlibatan tenaga kesehatan.
Pada penderita yang patuh keterlibatan tenaga kesehatan dalam
kategori baik 82,9 % sedangkan pada penderita yang tidak patuh
dalam kategori sedang 58,2%. Didapat hasil uji analisis Mann
Whitney U- test antara keterlibatan tenaga kesehatan pada penderita
yang patuh dengan penderita yang tidak patuh berdasarkan kategori
diatas dengan nilai ( sig) atau ž= 0,002 lebih kecil dari 0,05 yang
berarti ada pengaruh antara keterlibatan tenaga kesehatan dengan
kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan. Keterlibatan
tenaga kesehatan sangat diperlukan oleh pasien dalam hal sebagai
pemberi pelayanan kesehatan, penerimaan informasi bagi pasien dan
keluarga, serta rencana pengobatan selanjutnya.
d. Faktor keterlibatan keluarga pasien
Pada penderita yang patuh lebih mempunyai kepercayaan pada
kemampuannya sendiri untuk mengendalikan aspek permasalahan
yang sedang dialami, ini dikarenakan individu memiliki faktor internal
yang lebih dominan seperti tingkat pendidikan yang tinggi,
pengalaman yang pernah dialami, dan konsep diri yang baik akan
membuat individu lebih dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
mengambil mengambil tindakan, sementara keterlibatan keluarga
22
dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan sosial yang bersifat
menolong dengan melibatkan aspek perhatian, bantuan dan penilaian
dari keluarga.
5. Komplikasi
Komplikasi terapi dialisis antara lain :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja
terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah.
23
BAB III
RINGKASAN JURNAL
A. Judul Jurnal
Jurnal ini berjudul “Effect of Chewing Gum on Xerostomia, Thirst and
Interdialytic Weight Gain in Patients on Hemodialysis”.
B. Nama Peneliti
Penelitian ini disusun oleh Hanan Said and Hanan Mohammed.
C. Pendahuluan
Pengunyahan telah terbukti untuk meningkatkan sirkulasi sistemik,
dengan tanggapan peredaran darah tampaknya harus sebagian besar diatur
oleh otonom aktivitas saraf melalui regulasi yang lebih kompleks sistem
dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Namun, hanya sedikit studi telah
meneliti hubungan antara perubahan aktivitas saraf otonom dan sirkulasi
sistemik yang disebabkan oleh pengunyahan gerakan. Perubahan saraf
otonom aktivitas jantung terutama yang terlibat dalam peningkatan sirkulasi
sistemik dengan permen karet mengunyah. Hal ini menjelaskan beberapa
karakteristik Peraturan saraf otonom dalam pengunyahan gerakan. Beberapa
peneliti menyarankan penggunaan permen karet bebas gula untuk pasien
dengan xerostomia.
24
Penggunaan permen karet mengurangi jumlah sesi dialisis bagi pasien
dengan tinggi IWG. Mengunyah permen karet telah dikenal untuk menjadi
bagian dari terapi medis tambahan untuk xerostomia. Ketidakpatuhan pasien
terhadap pembatasan cairan dalam hemodialisis (HD) dibawa oleh rasa haus
terbatas dan xerostomia menyebabkan berat badan yang berlebihan
interdialytic gain (IWG). Hal ini menunjukkan bahwa mengunyah permen
karet berpotensi dapat digunakan untuk mengurangi xerostomia. Hal ini dapat
meningkatkan kepatuhan pembatasan diet terhadap cairan dan dapat
menurunkan IWG .
Intervensi keperawatan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis dan
menjalani hemodialisis adalah salah satunya menjaga kebersihan mulut untuk
menghindari jaringan iritasi pada mulut dan menyediakan klien dengan
permen karet untuk merangsang aliran air liur dan mengurangi dahaga.
D. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh mengunyah
permen karet bebas gula menggunakan pada xerostomia, haus dan berat
badan interdialytic (IWG) pada pasien hemodialisis.
E. Subyek Penelitian
Pada penelitian ini subyek penelitiannya berjumlah 60 pasien. Enam
puluh pasien berturut-turut direkrut ke dalam penelitian ini. Kriteria inklusi
sedang didiagnosis sebagai ESRD (Penyakit Ginjal Tahap Akhir) pasien yang
25
menjalani hemodialysis untuk setidaknya 3 bulan, dialisis tiga kali seminggu
selama 4 jam, urin harian <200 ml, kondisi klinis stabil termasuk berat kering
stabil dan hematokrit dan hanya dewasa (≥ 18 tahun), pasien yang
berpendidikan dimasukkan dalam sampel dengan mental dan fisik mampu
berpartisipasi dan menyelesaikan studi.
Kriteria eksklusi meliputi pasien yang menderita Diabetes Mellitus,
penyakit iskemik hati, penyakit autoimun, pasien dengan keganasan di rongga
mulut, dan pasien yang memiliki bukti mikroskopis infeksi oral pada rongga
mulut. Selain itu, pasien yang merokok, peminum alkohol, pasien yang
memiliki periodontal penyakit, hemodinamik ketidakstabilan mencegah
ultrafiltrasi cukup, demensia atau terminal penyakit logistik
ketidakmungkinan dari investigasi, kecemasan atau depresi (yang
menyebabkan xerostomia mungkin sebagai akibat dari disfungsi otak dan
kelenjar ludah), penggunaan kemoterapi atau radioterapi atau keduanya atau
penggunaan xerogenic obat (Termasuk antikolinergik, antidepresan,
antipsikotik, antihistamin, antiparkinson agen dan diuretik) dan keengganan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Setelah penerapan inklusi dan kriteria eksklusi, berturut-turut 60
pasien acak dialokasikan untuk dua kelompok yang sama, 30 subyek masing-
masing. Kelompok Pasien Penelitian yang menggunakan Permen karet bebas
gula, sedangkan pasien kelompok kontrol tidak menggunakannya.
26
F. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy-Eksperimental, yaitu
kelompok studi menggunakan Permen karet bebas gula dan kelompok kontrol
tidak menggunakannya.
G. Alat Pengumpulan Data:
Alat-alat berikut ini digunakan untuk mengumpulkan data terkait
penelitian ini:
1. Lembar Data:
Dirancang oleh para peneliti untuk mengumpulkan data mengenai usia,
jenis kelamin, berat kering dan durasi hemodialisis. Data ini diisi sekali
dari pasien.
2. Xerostomia Inventory (XI):
Dirancang untuk mengukur xerostomia dirasakan sebelum dan setelah
setiap sesi. Persediaan xerostomia adalah kuesioner divalidasi dengan 11
item,
3. Dialisis Thirst Inventory (DTI):
Dirancang untuk mengukur terjadinya haus sebelum dan sesudah sesi
dialisis. Dialisis Thirst Inventarisasi adalah divalidasi kuesioner dengan 5
item, masing-masing dengan 5 point Likert. Jenis skala (tidak pernah = 1,
untuk sangat sering = 5). Itu tanggapan terhadap lima item itu
dijumlahkan, yang menghasilkan skor sebagai berikut: 5 = Tidak pernah
haus, 10 = Hampir tidak pernah haus, 15 = Kadang-kadang, 20 = Cukup
sering haus dan 25 = sangat sering haus. Para pasien melaporkan'' tidak
27
pernah'' dan hampir pernah'' yang dinilai sebagai'' haus'' absen. Dalam
semua lainnya pasien,'' sesekali'' sampai'' Sangat sering'', itu dinilai
sebagai'' hadir'' haus.
4. Berat Badan Interdialitik (IWG):
Berat badan ditentukan menggunakan Monitor kursi elektronik. Sehelai
kain dirancang oleh peneliti untuk merekam berat badan pasien sebelum
dan sesudah setiap sesi. Berat badan interdialytic didefinisikan sebagai
jumlah cairan (Kg) dihapus selama sesi (berat pra dialisis dikurangi berat
badan pasca dialisis). IWG adalah dihitung dan dinyatakan sebagai IWG
rata-rata selama jangka waktu 2 minggu.
5. Skala kecepatan arus saliva:
Dirancang untuk pengukuran kecepatan air liur. Berdasarkan aliran saliva
tarif diklasifikasikan sebagai berikut:
* Hiposalivasi ada => 0,15 ml / menit., * Hypo air liur = <0,15 ml / menit.
Para peneliti menilai jumlah air liur sebelum dan setelah setiap sesi
dialisis. Air liur volume yang ditentukan secara gravimetri (dengan
asumsi 1 gm = 1 ml).
H. Etika pertimbangan studi penelitian ini meliputi:
a. Persetujuan penelitian diperoleh sebelum penelitian implementasi dari
sutradara unit hemodialisis, tujuan dan tujuan penelitian dibersihkan
kepada pasien.
b. Penerimaan partisipasi penelitian ini adalah diperoleh dari subyek.
28
c. Penelitian pada mempertahankan anonimitas dan kerahasiaan subyek dan
mereka memiliki hak untuk menarik diri dari penelitian setiap saat tanpa
denda.
I. Analisis statistik
Entri data dilakukan dengan menggunakan Epi-Info 6.4 paket
perangkat lunak komputer, sedangkan analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan SPSS 11 paket perangkat lunak statistik. Data disajikan dengan
menggunakan statistik deskriptif bentuk frekuensi dan persentase untuk
kualitatif variabel, dan sarana dan deviasi standar untuk variabel kuantitatif.
Data kontinu kuantitatif dibandingkan dengan menggunakan Uji T-Test dalam
kasus perbandingan antara dua kelompok. Bila normal distribusi data tidak
dapat diasumsikan, yang non-parametrik Mann-Whitney digunakan sebagai
gantinya Uji T-Test. Variabel kualitatif dibandingkan menggunakan Uji Chi-
Square. Setiap kali nilai-nilai yang diharapkan dalam satu atau lebih dari sel-
sel dalam tabel 2x2 kurang dari 5, Uji Fisher digunakan sebagai gantinya.
Statistik signifikansi dianggap pada p-value <0,05. Ketika distribusi normal
dari data tidak dapat diasumsikan, non-parametrik Uji Kruskal-Wallis
digunakan sebagai gantinya.
29
J. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah usia yang paling umum (<50) tahun dalam
studi dan kontrol kelompok (masing-masing 60,0% & 53,3%), ada penurunan
xerostomia, haus dan berat badan interdialytic dari 4,6 ± 0,6 ± 0.6,4.3 dan 4,4
± 1,2 ± 0,8 to1.8, 1,9 ± 0,7 dan 1,8 ± 0,7 (masing-masing) melalui sesi
keenam. Juga ada peningkatan laju aliran saliva (ml) dari 0,4 ± 0,1-0,8 ± 0,2
dalam kelompok studi. Sedangkan pada kelompok kontrol ada peningkatan
xerostomia, haus dan berat badan interdialytic dari 3,3 ± 0,7, 2,3 ± 1,8 ±
1.1and 0,5 sampai 4,0 ± 0,9, 4,4 ± 0,8 dan 3,0 ± 1,5 (masing-masing) melalui
sesi keenam. Juga ada penurunan laju aliran saliva (ml) dari 0,5 ± 0,2
sampai . 0,4 ± 0,2 melalui sesi keenam.
K. Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efek menggunakan
permen karet bebas gula pada xerostomia, haus dan berat badan interdialytic
(IWG) pada pasien hemodialisis. Itu hipotesis bahwa pasien yang akan
mengunyah permen karet bebas gula (kelompok studi) akan memiliki
penurunan xerostomia, haus dan berat badan interdialytic (IWG) dan
peningkatan laju aliran saliva mereka dibandingkan dengan (kelompok
kontrol) subyek yang tidak akan menggunakan permen karet ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari subyek baik dalam
studi atau kelompok kontrol kaitannya dengan usia mereka kurang dari 50
tahun.
30
Penelitian menunjukkan bahwa ada statistik perbedaan yang
signifikan antara pasien dalam penelitian ini. Kelompok sepanjang enam sesi
dalam kaitannya dengan xerostomia, haus, laju aliran saliva (ml) dan berat
badan interdialytic dalam kelompok studi. Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa peningkatan pengunyahan, dalam bentuk permen karet,
bisa meningkatkan laju aliran, terutama pada pasien dengan rendah fungsi
saliva. Penggunaan permen karet selama berkepanjangan , baik tingkat aliran
saliva dan pH tetap secara signifikan atas nilai-nilai untuk dirangsang air liur.
Tetapi hasilnya bertentangan dalam hubungannya dengan xerostomia, haus,
dan berat interdialytic gain di mana ia menyimpulkan bahwa mengunyah
permen karet biasa adalah diketahui dapat ditoleransi dengan baik oleh
sebagian besar hemodialisis pasien, namun tidak menyebabkan pengentasan
xerostomia atau rasa haus berlebihan dan tidak mengurangi IWG atau
meningkatkan status hidrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
statistik perbedaan yang signifikan antara pasien dalam kelompok studi
sepanjang enam sesi dalam kaitannya xerostomia, haus, laju aliran saliva (ml)
dan berat badan interdialytic pada kelompok kontrol.
Para peneliti melaporkan bahwa sebagian besar peserta studi dinilai
karet tanpa gula permen sebagai terapi menguntungkan, tetapi mereka tidak
melaporkan bagaimana efek yang menguntungkan dinilai. Juga penelitian
melihat bahwa ada jelas penurunan haus antara pasien dalam kelompok studi
dibandingkan kelompok kontrol sepanjang enam sesi, yang menyatakan
bahwa mengunyah permen karet muncul untuk meringankan haus, dan
31
akibatnya mungkin menipiskan negatif efek kinerja kognitif haus yang tidak
muncul dalam kelompok kontrol. Sebuah peningkatan progresif dalam laju
aliran saliva antara pasien dalam kelompok studi dibandingkan kelompok
kontrol sepanjang enam sesi itu melihat di masa kini Penelitian yang
didukung oleh (Stephens et al. 2011) yang menyebutkan bahwa nilai laju
aliran saliva yang signifikan lebih rendah pada pasien dialisis dari pada sehat
kontrol. Bebas gula permen karet harus meresepkan terhadap pasien untuk
meningkatkan laju aliran.
Studi ini menunjukkan bahwa ada progresif penurunan berat badan
rata-rata di antara pasien dalam kelompok studi dibandingkan dengan
kelompok kontrol sepanjang enam sesi. Hal ini bertentangan dengan hasil
studi (Bots et al. 2005) yang menyatakan bahwa kepatuhan terhadap diet
cairan terbatas (500 ml / hari) diukur dengan IWG. Meskipun permen karet
mengunyah dan penyemprotan dengan air liur pengganti secara signifikan
mengurangi rasa haus, yang IWG pada pasien HD tidak terpengaruh. Hasil ini
mendukung hasil kelompok kontrol yang tidak mengunyah permen karet.
L. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Penggunaan permen karet mengurangi rasa haus, xerostomia,
secara signifikan menurunkan berat badan interdialitik dan meningkatkan
laju aliran saliva pada pasien hemodialisis.
32
2. Saran
Penelitian ini sangat dianjurkan penggunaan permen karet oleh
pasien yang menjalani hemodialisis secara signifikan dalam penurunan
haus, xerostomia, berat badan interdialitic dan meningkatkan laju aliran
saliva pada pasien HD.
33
BAB IV
ANALISIS JURNAL
A. Analisis Jurnal
1. Penulisan Jurnal
Penulisan jurnalnya sudah bagus, menggunakan bahasa yang
mudah dipahami dan penjelasan yang singkat tetapi sudah mencakup
keseluruhan isi dari penelitian yang dilakukan.
2. Judul Jurnal
Judul jurnal ini menarik karena membahas tentang tindakan
keperawatan mandiri yang dapat diterapkan pada pasien yang menjalani
hemodialisis. Dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan bagi
petugas kesehatan mengenai permen karet untuk mengurangi rasa haus,
xerostomia, menurunkan berat badan dan meningkatkan laju kelenjar
saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa.
Penulisan judul jurnal tidak dicantumkan tahun dan tempat
penelitian pada judul penelitian tersebut. Sebaiknya penulisan judul dalam
jurnal perlu dicantumkan tahun dan tempat penelitian di dalamnya.
34
3. Latar Belakang
Pada latar belakang jurnal ini tidak dipaparkan epidemiologi
kasus tersebut, baik jumlah pasien gagal ginjal kronik dan jumlah pasien
gagal ginjal kronik dialisis rawat inap sehingga menjadi kurang
menguatkan penulis dalam melakukan penelitian ini. Pada bagian
pendahuluan sudah dijelaskan penelitian sebelumnya yang mengevaluasi
tentang saliva namun, disitu juga sudah dijelaskan mengenai manfaat dan
kandungan dari air liur.
Penulisan latar belakang sebaiknya mencantumkan fenomena
yang terjadi. Penulisan epidemiologi disusun seperti piramida mengerucut
dari frenomena yang terjadi di dunia, negara dan wilayah tentang angka
kejadian penyakit gagal ginjal kronik, serta mencantumkan prosentase
jumlah pasien gagal ginjal kronik dialisis rawat inap.
4. Populasi dan Sampel
Dalam jurnal ini tidak dijelaskan perhitungan pengambilan
sampelnya, hanya ada penjelasan langsung jumlah sampel. Semua sampel
berjumlah 30, jumlah responden yang berjenis kelamin laki – laki
sebanyak 16 orang sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak
14 orang. Pengambilan sampel disini sudah dijelaskan yaitu dengan
metode kelompok kontrol menggunakan blok pengacakan, yaitu pertama
mengambil sepuluh responden kemudian 5 reponden secara acak untuk
masing – masing dua kelompok sampai jumlah keseluruhan 30 responden.
35
5. Instrument Penelitian
Pada penelitian ini instrument yang digunakan pada varibel
interveningnya yaitu permen karet rendah gula yang diberikan pada satu
kelompok. Dalam penelitian ini, ada beberapa alat ukur yang digunakan
antara lain sebagai berikut :
a. Lembar pengumpulan data yang berisi tentang usia,jenis kelamin,
berat kering dan durasi hemodialisa.
b. Xerostomia Inventory (XI) : dirangcang untuk mengukur xerostomia
sebelum diberikan permen karet hemodialisa.
c. Dialysis Thirst Inventory (DTI) : Untuk mengukur terjadinya haus
sebelum dan sesudah dialysis.
d. Interdialytic Weight Gain (IWG) : dirancang untuk mengetahui berat
badan pasien sebelum dan sesudah hemodialisa.
e. Salivary Flow Rate Scale : Dirancang untuk mengukur jumlah air liur
6. Metode Penelitian
Analisis pengolahan data yang digunakan sudah tepat. Pada
penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy-eksperimenti
kelompok studi menggunakan permen karet rendah gula sedangkan
kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan atau permen karet.
36
7. Pembahasan
Hasil penelitian pada jurnal menunjukkan Hasil penelitian mereka
menunjukkan bahwa peningkatan pengunyahan, dalam bentuk permen
karet, bisa meningkatkan laju aliran, terutama pada mereka dengan rendah
fungsi saliva. Selain jangka pendek menguntungkan efek permen karet,
memiliki efek jangka panjang mengindikasikan kemungkinan efek yang
menguntungkan itu.
Penelitian ini sangat dianjurkan penggunaan permen karet oleh
pasien menjalani hemodialisis untuk signifikan dalam penurunan haus,
xerostomia, berat badan dan interdialytic meningkatkan laju aliran saliva
pada pasien HD. Pembahasan dalam jurnal ini sudah cukup jelas, hasil
penelitiannya sudah dijelaskan secara menyeluruh ditunjang dengan teori
yang ada serta penelitian-penelitian yang sebelumnya.
8. Daftar Pustaka
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2011, refrence yang
digunakan tidak semuanya tahun terbitannya kurang dari 10 tahun
terakhir. Ada yang tahun terbitannya tahun 2000 dan 2002. Namun
kebanyakan sudah memenuhi syarat dan Hal ini belum sesuai dengan
kaidah penulisan yang benar. Untuk penulisan daftar pustakanya sudah
benar dan lengkap, dicantumkan tahun,nama pengarang, penerbit, judul
refrence.
37
B. Kelebihan Jurnal
Setelah dilakukan analisa, jurnal ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1. Pembahasan dalam jurnal ini mudah dipahami dan sederhana dalam kata
katanya, sehingga pembaca mudah memahami apa yang disampaikan oleh
penulis.
2. Jurnal ini menjelaskan dengan jelas tentang metode penelitian dan teknik
pengambilan sampel yang digunakan oleh peneliti.
C. Kekurangan Jurnal
Setelah dilkaukan analisa, jurnal ini mempunyai beberapa kekurangan natara
lain :
1. Jurnal ini tidak melampirkan alat pengumpulan data (Xerotomia
Inventory (XI) , Dialisis Thirst Inventory (DTI), Interdialytic Berat Badan
(IWG), saliva Arus Harga Skala) yang digunakan peneliti sehingga
menjadi kendala bagi kami dalam menilai keefektifan dari kuesioner yang
di pakai.
2. Peneliti tidak mencamtumkan teori yang terkait dalam pembahasannya.
3. Terdapat kekurangan pada penulisan referensi terkait jumlah referensi dan
penyusunan referensi yang tidak diurutkan secara alphabetis.
38
D. Implikasi Keperawatan
Jurnal ini dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran untuk menguji
pengaruh mengunyah permen karet bebas gula pada xerostomia, haus dan
berat badan interdialytic (IWG) khususnya pada pasien-pasien yang
menjalani hemodialisa. Kami mencoba mengapalikasikan jurnal ini di ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo. Adapun penjelasan terkait dengan mini riset
yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
1. Judul
Mini riset ini berjudul “Pengaruh Menguyah Permen Karet
Bebas Gula Terhadap Xerostomia, Haus Dan Meningkatkan Laju Aliran
Saliva Pada Pasien Hemodialisa”.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui adakah pengaruh mengunyah permen karet bebas
gula terhadap xerostomia, haus dan meningkatkan laju aliran saliva
pada pasien hemodialisis.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui gambaran xerostomia pada pasien hemodialisis
sebelum menguyah permen karet bebas gula.
2) Mengetahui gambaran haus pada pasien hemodialisis sebelum
menguyah permen karet bebas gula.
3) Mengetahui gambaran laju aliran saliva pada pasien hemodialisis
sebelum menguyah permen karet bebas gula.
39
4) Mengetahui gambaran xerostomia pada pasien hemodialisis
sesudah menguyah permen karet bebas gula.
5) Mengetahui gambaran haus pada pasien hemodialisis sesudah
menguyah permen karet bebas gula.
6) Mengetahui gambaran laju aliran saliva pada pasien hemodialisis
sesudah menguyah permen karet bebas gula.
7) Mengetahui pengaruh menguyah permen karet bebas gula
terhadap xerostomia, haus dan peningkatan laju aliran saliva pada
pasien hemodialisis.
3. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah konsep yang dipakai sebagai landasan
berpikir dalam kegiatan ilmu (Nursalam 2008, h.55). Kerangka konsep
penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep
yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo 2010, h.69). Kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah peneliti ingin meneliti keterkaitan antara variabel intervening
yaitu menguyah permen karet bebas gula yang disebut juga sebagai
variabel independen dengan variabel terikat (dependen) berupa
xerostomia, haus dan berat badan interdialytic (IWG) pada pasien yang
menjalani hemodialisa.
40
Pasien yang mendapat tindakan hemodialisa pada umumnya
akan mengalami penurunan sekresi saliva yang menyebabkan timbulnya
rasa haus. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu karena penyakit yang
diderita pasien yang menjadi alasan utama dilakukannya hemodialisa
seperti gagal ginjal kronis. Penderita gagal ginjal kronik dianjurkan
membatasi asupan air untuk menjaga keseimbangan cairan karena
penurunan kemampuan ginjal mengekresi urine. Pembatasan intake cairan
akan menyebabkan penurunan aliran saliva dan saliva menjadi kental
(Sasanti dan Hasibuan, 2000).
Sekresi kelenjar saliva akan dapat ditingkatkan bila diberikan
stimulasi dengan cara mengunyah (Snow dan Wackym, 2008). Penelitian
ini menggunakan media permen karet untuk melihat kuantitas saliva yang
dihasilkan antara kelompok yang mendapat perlakukan dan tidak
mendapat perlakukan dan kemudian membandingkan hasil kedua
kelompok serta keterkaitannya dengan stimulasi yang diberikan. Dari
landasan teori tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitian ini sebagai
berikut :
41
Intervensi
Kontrol
Gambar 3.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Pengaruh Mengunyah Permen Karet Bebas Gula Terhadap Xerostomia, Haus
Dan Peningkatan Laju Aliran Saliva Pada Pasien Hemodialisis di
Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
4. Populasi dan Sampel
a) Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah keseluruhan pasien yang
menjalani hemodialisis di ruang hemodialisa RSUD Tugurejo yang
berjumlah 77 orang.
b) Sampel
Sampel pada penelitian ini menggunakan purposive
sampling, yaitu penetapan sampel dengan cara memilih sampel
berdasarkan tujuan dan kriteria tertentu dari peneliti. Untuk
Pasien Hemodialisa
Xerostomia, Haus dan
Jumlah Saliva Setelah
Tindakan
Tidak Mendapat
Permen Karet
Xerostomia, Haus dan Jumlah Saliva
Sebelum
Xerostomia, Haus dan
Jumlah Saliva setelah
Tindakan
Mendapat Permen Karet
Xerostomia, Haus dan Jumlah Saliva
Sebelum
42
menghindari bias hasil penelitian maka diambil kriteria sampel
sebagai berikut:
1) Kriteria Inklusi
Kriteria Inklusi adalah karakteristik umum responden
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau akan diteliti
(Nursalam 2008, h. 92). Kriteria Inklusi dalam penelitian ini
yaitu:
a) Pasien yang didiagnosis sebagai ESRD (Penyakit Ginjal
Tahap Akhir)
b) Pasien yang menjalani hemodialysis untuk setidaknya 3
bulan atau lebih dengan waktu menjalani hemodialisa
selama 4 jam
c) Pasien yang bersedia menjadi responden.
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan atau
mengeluarkan responden yang memenuhi kriteria inklusi dari
studi karena berbagai sebab (Nursalam 2008, h. 97). Kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah:
a) Pasien yang menderita Diabetes Mellitus, penyakit iskemik
hati, penyakit autoimun, pasien dengan keganasan di rongga
mulut, dan pasien yang memiliki bukti mikroskopis infeksi
oral pada rongga mulut.
43
b) Pasien yang merokok, peminum alkohol, demensia,
kecemasan atau depresi (yang menyebabkan xerostomia
mungkin sebagai akibat dari disfungsi otak dan kelenjar
ludah).
c) Penggunaan kemoterapi atau radioterapi atau keduanya atau
penggunaan xerogenic obat (Termasuk antikolinergik,
antidepresan, antipsikotik, antihistamin, antiparkinson agen
dan diuretik).
d) Pasien yang tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Menurut Dahlan (2008) pada penelitian kasus kontrol,
jumlah responden yang diambil sebagai sampel untuk kasus (yang
mendapat perlakuan) minimal sama banyak dengan jumlah
responden yang menjadi kontrol (tidak mendapat perlakuan). Pada
penelitian ini dan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, maka
sampel pada penelitian mini riset ini ada 5 responden yang
mendapatkan perlakuan dan 5 responden kelompok kontrol.
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a) Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Hemodialisa di RSUD
Tugurejo Semarang.
44
b) Waktu Penelitian
Waktu Penelitian ini adalah dari tanggal 31 Juli – 1 Agustus
2013.
6. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam
suatu penelitian (Sugiyono 2008, h. 111). Peneliti melaksanaan penelitian
mini riset berdasarkan prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
a) Peneliti mendapatkan persetujuan penelitian dari pembimbing
akademik serta pembimbing klinik.
b) Kemudian peneliti mendapatkan ijin dari Kepala Ruang ruangan
hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang.
c) Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang tujuan
penelitian dan memberikan lembar persetujuan menjadi responden.
d) Setelah responden menyetujui, peneliti menanyakan data demografi
yang meliputi kode responden, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan
lama menjalani hemodialisa.
e) Peneliti menganjurkan responden selama 30 menit setelah dilakukan
inisiasi proses hemodialisa untuk tidak makan, minum dan
menanyakan kuesioner xerostomia dan haus (Dialysis Thirst
Inventory).
45
f) Kemudian responden diminta untuk mengeluarkan saliva ke dalam
wadah yang telah disediakan peneliti dan mengukur mengukur
dengan spuit 1 cc kemudian mencatat hasilnya kedalam lembar
observasi.
g) Peneliti memberikan permen karet bebas gula kepada responden
kelompok intervensi dan menganjurkan kepada responden untuk
mengunyah selama 10 menit dengan mengganti permen karet setiap
5 menit.
h) Peneliti tidak memberikan permen karet bebas gula kepada
responden kelompok kontrol dan menganjurkan kepada responden
untuk menunggu selama 10 menit dan menganjurkan responden
untuk tidak makan dan minum.
i) Kemudian responden diminta untuk mengeluarkan saliva ke dalam
wadah yang telah disediakan peneliti dan mengukur mengukur
dengan spuit 1 cc kemudian mencatat hasilnya kedalam lembar
observasi.
j) Melakukan evaluasi kepada responden tentang xerostomia dan haus
kepada responden
46
7. Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
quasy experiment dengan rancangan “kasus kontrol” yang bertujuan
untuk mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat
antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan adanya manipulasi
suatu variabel dan membandingkannya dengan kelompok yang tidak
dimanipulasi (Dahlan, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana mengunyah permen karet rendah gula dapat meningkatkan
sekresi saliva pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan
membandingkannya dengan pasien yang tidak diberikan terapi tersebut.
8. Hasil Penelitian
a. Gambaran xerostomia pada pasien hemodialisis sebelum menguyah
permen karet bebas gula.
NoTingkat Xerostomia Sebelum
Mengunyah Permen KaretJumlah Prosentase
1 Mulut tidak kering 0 0%
2 Hampir tidak ada mulut kering 0 0%
3 Mulut kadang terasa kering 4 40%
4 Mulut sering kering 2 20%
5 Mulut sangat kering 4 40%
Jumlah 10 100%
47
b. Gambaran xerostomia pada pasien hemodialisis sesudah menguyah
permen karet bebas gula.
NoTingkat Xerostomia Sebelum
Mengunyah Permen KaretJumlah Prosentase
1 Mulut tidak kering 2 20%
2 Hampir tidak ada mulut kering 5 50%
3 Mulut kadang terasa kering 3 30%
4 Mulut sering kering 0 0%
5 Mulut sangat kering 0 0%
Jumlah 10 100%
c. Mengetahui gambaran rasa haus pada pasien hemodialisis sebelum
menguyah permen karet bebas gula.
NoGambaran rasa haus Sebelum
Mengunyah Permen KaretJumlah Prosentase
1 Tidak pernah haus 2 20%
2 Hampir tidak pernah haus 5 50%
3 Kadang-kadang haus 3 30%
4 Cukup sering haus 0 0%
5 Sering haus 0 0%
Jumlah 10 100%
d. Mengetahui gambaran rasa haus pada pasien hemodialisis sesudah
menguyah permen karet bebas gula
e.
48
us
Tabel 4.1 Distribusi Responden menurut Karakteristik Responden yang Menjalani Hemodialisis di Ruang Hemodialisa
RSUD Tugurejo Semarang (n=10)
No.Karakteristik
Responden Frekuensi Prosentase (%)
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 4 40%
Perempuan 6 60%
2. Umur
49
No.Karakteristik
Responden< 50 tahun 2 20%
> 50 tahun 8 80%
3. Lama HD
3-6 bulan 4 40%
6-12 bulan 4 40%
1-2 tahun 2 20%
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 10 responden yang menjalani
hemodialisa, sebanyak 4 responden (40,0%) berjenis lai-laki, 6 responden
(60,0%) berjenis perempuan, responden yang berusia < 50 tahun sebanyak
2 responden (20,0%), dan responden yang berusia > 50 tahun sebanyak 8
responden (80,0%). 4 respoden (40%) menjalani hemodialisa selama 3-6
bulan, 4 responden (40%) menjalani hemodialisa selama 6-12 tahun, 2
responden (20%) menjalani hemodialisa selama 1-2 tahun dan 0 responden
(0%) menjalani hemodialisa selama > 2 tahun.
Tabel 4.2 Distribusi Pengukuran saliva responden yang menjalani
Hemodialisa Sebelum dan Sesudah diberikan Intervensi
mengunyah permen karet di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo
Semarang (n=5)
NoJumlah Saliva
sebelum intervensi
Jumlah saliva
sesudah intervensi
Peningkatan
sekresi saliva
1 0,05 0,20 0,15
2 0,12 0,40 0,28
3 0,10 0,15 0,05
4 0,11 1,00 0,89
5 0,012 0,20 0,08
50
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pengukuran saliva responden yang
menjalani hemodialisa sebelum di berikan intervensi mengunyah
permen karet di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu
saliva responden no 1 sebanyak 0,05 ml, saliva responden no.2
sebanyak 0,12 ml, saliva responden no 3 sebanyak 0,10 ml, saliva
responden no. 4 sebanyak 0,11 ml dan saliva responden no.5
sebanyak 0,02 ml. Sedangkan pengukuran saliva responden sesudah
diberikan intervensi mengunyah permen karet di Ruang Hemodialisa
RSUD Tugurejo Semarang yaitu saliva responden no 1 sebanyak 0,20
ml, saliva responden no.2 sebanyak 0,40 ml, saliva responden no 3
sebanyak 0,15 ml, saliva responden no. 4 sebanyak 1,00 ml dan saliva
responden no.5 sebanyak 0,20 ml.
Tabel 4.3 Distribusi Pengukuran saliva responden yang menjalani
Hemodialisa pada kelompok kontrol di Ruang Hemodialisa RSUD
Tugurejo Semarang (n=5)
No Jumlah Saliva
sebelum
Jumlah saliva
sesudah
Peningkatan
sekresi saliva
1 0,05 0,04 Tidak ada
2 0,09 0,07 Tidak ada
3 0,10 0,08 Tidak ada
4 0,12 0,10 Tidak ada
5 0,07 0,05 Tidak ada
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pengukuran saliva responden yang
menjalani hemodialisa pre test pada kelompok kontrol di ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu saliva responden no
1 sebanyak 0,05 ml, saliva responden no.2 sebanyak 0,09 ml,
saliva responden no 3 sebanyak 0,10 ml, saliva responden no. 4
51
sebanyak 0,12 ml dan saliva responden no.5 sebanyak 0,07 ml.
Sedangkan pengukuran saliva responden post test di Ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu saliva responden no
1 sebanyak 0,04 ml, saliva responden no.2 sebanyak 0,07 ml,
saliva responden no 3 sebanyak 0,08 ml, saliva responden no. 4
sebanyak 0,10 ml dan saliva responden no.5 sebanyak 0,05 ml.
Tabel 4.4 Distribusi Pengukuran Xerostomia responden yang
menjalani Hemodialisa sebelum dan sesudah di berikan intervensi
mengunyah permen karet di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo
Semarang (n=5)
Xerostomia Tidak Xerostomia
Prosentase
Sebelum 5 0 100%
Sesudah 0 5 100%
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa Xerostomia responden yang
menjalani hemodialisa sebelum di berikan intervensi mengunyah
permen karet di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
yaitu 5 responden (100%) mengatakan mengalami Xerostomia.
Sedangkan pengukuran Xerostomia responden sesudah diberikan
intervensi mengunyah permen karet di Ruang Hemodialisa RSUD
52
Tugurejo Semarang yaitu 5 responden (100%) mengatakan tidak
mengalami Xerostomia.
Tabel 4.5 Distribusi Pengukuran Xerostomia responden yang
menjalani Hemodialisa sebelum dan sesudah pada kelompok
kontrol di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
Xerostomia Tidak Xerostomia
Prosentase
Sebelum 5 0 100%
Sesudah 5 0 100%
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa Xerostomia responden yang
menjalani hemodialisa Pre test dan post test pada kelompok
kontrol di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu 5
responden (100%) mengatakan mengalami Xerostomia.
Tabel 4.6 Distribusi Pengukuran rasa haus responden yang
menjalani Hemodialisa sebelum dan sesudah di berikan intervensi
53
mengunyah permen karet di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo
Semarang (n=5)
Haus Tidak haus Prosentase
Sebelum 5 0 100%
Sesudah 0 5 100%
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pengukuran rasa haus responden
yang menjalani hemodialisa sebelum di berikan intervensi
mengunyah permen karet di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo
Semarang yaitu 5 responden (100%) mengatakan mengalamirasa
haus. Sedangkan pengukuran rasa haus responden sesudah
diberikan intervensi mengunyah permen karet di Ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu 5 responden (100%)
mengatakan tidak mengalami rasa haus.
Tabel 4.7 Distribusi Pengukuran rasa haus responden yang
menjalani Hemodialisa sebelum dan sesudah pada kelompok
kontrol di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang (n=5)
Haus Tidak haus Prosentase
Sebelum 5 0 100%
Sesudah 5 0 100%
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa pengukuran rasa haus responden
yang menjalani hemodialisa Pre test dan post test pada kelompok
kontrol di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu 5
responden (100%) mengatakan mengalami mengalami nrasa haus.
9. Pembahasan
54
Pembahasan hasil penelitian ini bertujuan agar data yang
diperoleh dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh mengunyah
permen karet bebas gula terhadap xerostomia, haus dan peningkatan laju
aliran saliva pada pasien hemodialisa di RSUD Tugurejo Semarang.
Adapun gambarannya sebagai berikut :
a. Gambaran Sekresi Saliva Pada Pasien Yang Menjalani
Hemodialisa sebelum di berikan intervensi mengunyah permen
karet di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang.
Sebelum diberikan permen karet terlebih dahulu pasien
dilakukan pre test pengukuran jumlah saliva yang dihasilkan pada
kelompok intervening setelah pasien menjalani hemodialisa ±60
menit.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran saliva
responden yang menjalani hemodialisa sebelum di berikan
intervensi mengunyah permen karet di ruang Hemodialisa RSUD
Tugurejo Semarang yaitu saliva responden no 1 sebanyak 0,05 ml,
saliva responden no.2 sebanyak 0,12 ml, saliva responden no 3
sebanyak 0,10 ml, saliva responden no. 4 sebanyak 0,11 ml dan
saliva responden no.5 sebanyak 0,02 ml. Berdasarkan hasil
penelitian sekresi saliva pasien sebelum di berikan terapi
mengunyah permen karet yaitu < 0,15 ml, hal ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami hiposaliva.
Produksi saliva yang tidak sama jumlahnya dengan
individu yang sehat atau menurun salah satunya dijumpai pada
pasien hemodialisa. Penurunan jumlah saliva pada penderita yang
mendapat terapi hemodialisa dapat berkurang karena berbagai
faktor. Faktor utama yaitu karena penyakit yang diderita pasien
yang menjadi alasan utama dilakukannya hemodialisa. Tindakan
hemodialisa diberikan pada penderita gagal ginjal kronis yang
salah satu ditandai dengan penurunan output urine. Kemampuan
55
ginjal yang menurun dalam mengeksresikan urine menyebabkan
penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa, dianjurkan
membatasi asupan air untuk menjaga keseimbangan cairan.
Pembatasan intake cairan akan menyebabkan penurunan aliran
saliva dan saliva menjadi kental (Sasanti dan Hasibuan, 2000).
Hal yang sama dikemukakan Guggenheimer dan Moore
(2003) bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa karena
gagal ginjal terminal dapat mengalami penurunan fungsi kelenjar
ludah yang berakibat pada timbulnya sensasi mulut kering.
Manifestasi ini meskipun demikian, biasanya berhubungan dengan
pemberian pengobatan yang diberikan untuk mengobati penyakit
yang menyertai.
b. Gambaran Sekresi Saliva Pada Pasien Yang Menjalani
Hemodialisa setelah di berikan intervensi mengunyah permen
karet di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang.
Kelompok intervening diberikan permen karet rendah gula
selama 10 menit dengan mengganti permen karet selama 5 menit
sekali. Setelah 10 menit kemudian dilakukan pengukuran kelenjar
saliva pada kelompok intervening. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengukuran saliva responden yang menjalani hemodialisa
setelah di berikan intervensi mengunyah permen karet di ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu saliva responden no
1 sebanyak 0,20 ml, saliva responden no.2 sebanyak 0,40 ml,
saliva responden no 3 sebanyak 0,15 ml, saliva responden no. 4
sebanyak 1,00 ml dan saliva responden no.5 sebanyak 0,20 ml.
Berdasarkan hasil penelitian sekresi saliva pasien setelah
mengunyah permen karet yaitu > 0,15 ml, hal ini menunjukkan
bahwa pasien setelah mengunyah permen karet tidak mengalami
hiposaliva.
56
Snow dan Wackym (2008) menyatakan bahwa menguyah
permen karet telah dibuktikan oleh banyak penelitian dapat
menstimulasi pengeluaran saliva. Mengunyah permen karet rendah
gula tidak hanya bermanfaat meningkatkan produksi saliva bagi
individu yang mengalami sensasi mulut kering namun dapat
membantu mengurangi pengikisan mineral gigi.Peningkatan
produksi saliva merupakan keuntungan utama mengunyah permen
karet yang terjadi dari proses mastikasi dan rasa permen karet.
Jumlah saliva meningkat menguntungkan karena membantu
memelihara kesehatan mulut melalui berbagai proses. Saliva yang
dikeluarkan dalam keadaan tidak terangsang sekitar 0,4 ml/menit
pada individu dewasa yang sehat dan dapat meningkat 10 sampai
12 kali lipat bila mengunyah permen karet. Peningkatan produksi
saliva terjadi setelah 5 sampai 7 menit mengunyah permen karet
karena sebagian besar pemanis dan rasa dari permen telah terurai
dalam mulut (Dodds, 2007).
Seluruh permen karet dapat digunakan untuk meningkatkan
produksi saliva, namun permen karet jenis xylitol lebih sesuai
karena mengandung kadar gula lebih rendah, permen karet yang
mengandung xylitol mampu meningkatkan kuantitas saliva lebih
tinggi dibandingkan permen karet yang non xylitol.
c. Gambaran Xerostomia Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa
di RSUD Tugurejo Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Xerostomia
responden yang menjalani hemodialisa sebelum di berikan
intervensi mengunyah permen karet di ruang Hemodialisa RSUD
Tugurejo Semarang yaitu 5 responden (100%) mengatakan
mengalami Xerostomia. Sedangkan pengukuran Xerostomia
responden sesudah diberikan intervensi mengunyah permen karet
57
di Ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu 5
responden (100%) mengatakan tidak mengalami Xerostomia.
Xerostomia adalah keluhan subyektif pada pasien berupa
adanya rasa kering dalam rongga mulutnya akibat adanya
penurunan produksi daliva (hiposalivasi) dan atau perubahan
komposisi saliva (Guggenheimer 2003; Scully, 2005).
Keadaan xerostomia merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa karena
gagal ginjal kronik. Keadaan mulut kering karena sekresi saliva
yang berkurang diperkirakan terjadi pada 17-19% pasien
hemodialisa. Hal ini diestimasi berdasarkan studi terhadap laporan
klinis mengenai xerostomia selama 20 tahun dari Index Medicus
(Guggenheimer dan Moore, 2003).
Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth)
adalah mengunyah dengan baik sehingga merangsang kelenjar
saliva untuk bekerja lebih baik, konsumsi makanan yang
membutuhkan pengunyahan yang banyak, permen karet yang
tidak manis bisa merangsang kelenjar saliva (Jensen dan Lanberg
1997 dalam wikipedia, 2008). Penatalaksanaan yang sama
diutarakan oleh Guggenheimer dan Moore (2003) bahwa
memberikan permen karet pada pasien hemodialisa yang
mengalami xerostomia merupakan salah satu cara yang dapat
diupayakan untuk merangsang produksi saliva.
Estimasi yang sama dikemukakan oleh Veerman dan
kolega (2005) bahwa mengunyah permen karet merupakan terapi
alternatif yang dapat diberikan sebagai untuk merangsang
kelenjar ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalami
hemodialisa. Pasien hemodialisa yang mengeluh mengalami mulut
kering atau xerostomia dan dianjurkan untuk mengunyah permen
karet ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus
58
(60%) dibandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti
(15%).
d. Gambaran Rasa Haus Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisa di
RSUD Tugurejo Semarang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengukuran rasa haus
responden yang menjalani hemodialisa sebelum di berikan
intervensi mengunyah permen karet di ruang Hemodialisa RSUD
Tugurejo Semarang yaitu 5 responden (100%) mengatakan
mengalamirasa haus. Sedangkan pengukuran rasa haus responden
sesudah diberikan intervensi mengunyah permen karet di Ruang
Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang yaitu 5 responden (100%)
mengatakan tidak mengalami rasa haus.
Rasa haus adalah sinyal untuk mengonsumsi cairan
tambahan. Rasa haus dipicu oleh menurunnya volume cairan
tubuh, yang merupakan pertanda telah terjadi dehidrasi (Barasi
2009).
Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam
gagl ginjal kronik, karena rasa haus pasien merupakan panduan
yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien
(Wilson, 2006 dalam Price & Wilson, 2006).
Mengunyah permen karet merupakan terapi alternatif yang
dapat diberikan sebagai untuk merangsang kelenjar ludah atau
terapi paliatif pada pasien yang menjalami hemodialisa. Pasien
hemodialisa yang mengeluh mengalami mulut kering atau
xerostomia dan dianjurkan untuk mengunyah permen karet
ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%)
dibandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti (15%). .
59
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil aplikasi jurnal yang sudah dilakukan pada pasien yang
menjalani hemodialisis di ruang Hemodialisa RSUD Tugurejo Semarang
sebanyak 10 responden disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara
jumlah sekresi pada responden yang mendapatkan perlakuan dengan
kelompok kontrol, hal ini sesuai dengan jurnal dan bisa diaplikasikan di
Ruang Hemodialisa khususnya RSUD Tugurejo Semarang.
B. Saran
60
1. Perawat
Perawat yang bertugas di ruang hemodialisa hendaknya dapat lebih
proaktif dalam menggali masalah yang dirasakan pasien hemodialisa
seperti adanya penurunan sekresi saliva yang menimbulkan sensasi mulut
kering sehingga dapat dilakukan upaya – upaya untuk membantu
mengatasi masalah tersebut.
2. Pasien
Pasien yang menjalani hemodialisa pasti pernah mengalami
adanya penurunan sekresi saliva, sehingga diharapkan pasien bisa
menerapkan mengunyah permen karet untuk mengurangi rasa haus,
xerostomia dan meningkatkan sekresi saliva.
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Dahlan. 2008. Langkah – langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
Holgeston, P.L. 2007. Xylitol and it’s effect on oral ecology. Departement
ofodontology. Paediatric. Dentistry Fakulty of Medicine. Umea.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2008. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
61
Nursalam & Kurniawati, N.D. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV / AIDS. Jakarta : Salemba Medika.
Sugiyono. 2005. Statiatik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Susanti, H dan Hasibuan, S. 2000. Xerostomia, factor etiologi, Etiologi dan
Penanggulangan, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (Edisi
Khusus. Jakarta
Yuliarsi, Y., Lestari, S. 2003. Efek Permen Karet yang Mengandung Xylitol dan
Sorbitol Terhadap Plak Gigi dan Ginggivitis. JITEKGI FKGUPDM (B)