MINGGU, 31 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Merekam … fileFilm Terbaik Eagle Awards 2010 - Hong...

1
TEMPAT, TANGGAL LAHIR Bandung, 19 Januari 1987 PENDIDIKAN STSI Bandung 2006 PENCAPAIAN Film Terbaik Eagle Awards 2010 - Hong TEMPAT, TANGGAL LAHIR Bandung, 30 Desember PENDIDIKAN STSI Bandung 2007 PENCAPAIAN Film Terbaik Eagle Award 2010 - Hong | 19 MINGGU, 31 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Yoyo Sutarya Esa Hari Akbar K OMPETISI film dokumenter Eagle Awards sudah se- lesai. Nama-nama pemenang telah diumumkan, lm Hong, karya Yoyo Sutarya dan Esa Hari Akbar, keduanya mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, menjadi lm terbaik. Nominasi lainnya, lm Bea- siswa ala Bajo oleh Tomy dan Rosniawanti dari Kendari Su- lawesi Tenggara, sedangkan favorit pemirsa, Habibie dari Selokan Mataram. Yoyo dan Esa, dua lelaki ini, mengangkat sesuatu yang terlupakan, permainan rakyat yang nyaris ditelan zaman. Komunitas Hong yang jadi tokoh utama, berdiri sejak 2003. Namun, ternyata sejak tujuh tahun sebelumnya, para peng- giatnya telah mulai melakukan penelitian tentang berbagai mainan tradisional, khususnya di Jawa Barat. Dalam kesehariannya, Hong punya kegiatan rutin, bermain bersama. Sehabis anak-anak pulang sekolah, mereka ber- main di ladang juga sungai. Jenis permainannya berbeda, tergantung musim. Kegiatan besarnya, workshop kolecer, tem- pat berlatih membuat mainan rakyat yang mirip baling-ba- ling, di Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Subang, Jawa Barat. Dua laki-laki penggila lm ini jatuh cinta dengan doku- menter. Di satu sisi mereka juga bermimpi bisa memberikan se- suatu pada negerinya. Mereka berharap bisa berkontribusi buat negerinya. Mari ikuti jejak mereka! Bagaimana ceritanya bisa ikutan Eagle Awards? Yoyo: Awalnya saya tertarik UNIT Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pandawa di Univer- sitas Sultan Agung Tirtayasa, Banten, punya jargon ‘men- jaga dan melestarikan seni tradisional’. UKM ini berdiri sejak Juli 2005, dengan em- pat fokus aktivitas, silat dan debus, tari, musik, dan seni rupa. Mereka mengaku rajin latihan. Hasilnya, panggilan mengisi acara datang silih berganti. Pada 2009, mereka berhasil menyabet juara 1 Festival Kesenian Daerah Mahasiswa Antarpenggu- ruan Tinggi Se-Jawa Barat, di Bandung, membawakan seni rampak beduk. Salah satu keunikan Pan- dawa terletak pada sistem organisasinya. Mereka men- gadopsi struktur masyarakat Badui, yang disebut kapuu- nan. Sang ketua UKM disebut puun. “Walaupun terdiri dari empat bidang. Setiap anggota diusahakan bisa semuanya. Karena kita berbentuk UKM, jadi enggak ada pemisahan. Kalau memungkinkan, harus bisa semua,” ujar Samsul Rizal, sang mantan puun. Latihan silat dan debus di- lakukan tiga kali seminggu, ditambah dengan pengajian setiap Rabu malam. Enggak usah khawatir, menurut Sam- sul, debus yang diajarkan sesuai dengan syariat Islam. Alat-alat yang digunakan biasanya paku banten yang jadi ciri khas debus, ada juga kampak, golok, juga silet yang biasanya dicoba ketajamannya ke tubuh atau dimakan. Silat dan debus enggak hanya diabdikan buat per- tunjukan tapi juga untuk menjaga diri sekaligus meles- tarikan kultur lokal. (*/M-2) SEPANJANG Sabtu-Minggu lalu, Sekolah High/Scope In- donesia dipenuhi para pelajar SMP dari berbagai sekolah. Mereka adalah peserta Movie Workshop High/Scope Film Festival (HiFFest). Narasumber yang diun- dang ialah penulis skenario Cassandra Massardi, pemer- hati film Ekky Imanjaya, sutradara Ray Nayoan, dan guru teater Nosa Normanda. Mereka memberikan tips- tips juga suntikan motivasi buat para peserta yang seusai workshop mesti mengaplikasi- kannya dengan membuat lm-lm pendek. “Acara ini merupakan ajang yang kita gunakan untuk menunjukkan karya kita, ternyata perkenalan dengan dunia produksi lm bisa dimulai dari muda,” kata Irfan Ahmad, 14, Ketua Panitia HiFFest yang juga siswa SMP High/Scope. “Bertemakan fear atau rasa takut, peserta diajarkan mengatasi takut dalam be- raktivitas, terutama dalam pembuatan lm,” kata Ekky yang juga guru lm di SMA High/Scope. Joshua, peserta workshop dari SMP Ipeka Sunter, me- ngaku mendapat banyak bo- coran soal proses pembuatan lm pendek. “Itu akan sangat membantu saya membuat lm nanti,” kata Joshua. Puncak acara HiFFest ber- langsung pada 27 November mendatang. Seusai work- shop , para peserta diberi waktu sebulan membuat lm pendek yang akan dikom- petisikan. “Ini bisa jadi pembelajaran bagi para peserta dan pani- tia untuk yakin pada bakat dan kreativitas,” ungkap Antarina SF Amir, Manag- ing Director Sekolah High/ Scope Indonesia. (*/M-2) Silat dan Debus di UKM Pandawa DOK FAUZAN EVENT EKSIS Movie Workshop HiFFest DOK PANDAWA ketika melihat lm-lm doku- menter saat kuliah di jurusan karawitan. Beberapa mata ku- liahnya terfokus pada kajian budaya. Kebetulan banyak me- nampilkan film dokumenter sebagai bahan apresiasi. Salah satunya karya Ray Bactiar. Beliau mengangkat tema-tema budaya kearifan lokal. Ternyata pengemasan yang dilontarkan karya beliau menarik dilihat dan dikaji, juga mampu memberi pesan tersendiri. Menjadi semacam buku yang di lmkan. Mulai dari situ keinginannya. Esa : Kalau saya pada dasarnya menyukai lm, baik fiksi maupun dokumenter. Sebenarnya saya tahun lalu pun ikut Eagle Award, tetapi tidak lolos sama sekali. Ketika 2010, saya mempersiapkannya dengan lebih matang bersama Yoyo dan ternyata bisa me- nang. Apa itu komunitas Hong? Hong mengambil kata dari salah satu permainan di Jawa barat yang bernama hong-hong- an atau petak umpet. Komunitas Hong bergerak mengkaji dan meneliti permainan juga ber- bagai permainan rakyat di Jawa Barat. Sekarang akan menjadi pusat permainan dan permain- an rakyat di Indonesia. Kenapa tertarik mengangkat komunitas ini? Sesuai tema yang diajukan Eagle Award, Cerdas Indone- siaku. Kita berdua menafsirkan cerdas dari kacamata kebu- dayaan lokal, yaitu komunitas ini, yang mengangkat kearifan lokal. Pesan yang ingin disam- paikan? Permainan rakyat itu tidak ketinggalan zaman, dapat men- genalkan ranah kebudayaan sejak usia anak-anak. Juga berguna untuk memopuler- kan kearifan lokal, khususnya permainan dan mainan rakyat. Cerdas itu kita tafsirkan tidak dengan pintar menghitung, tetapi bagaimana anak-anak membaca alam. Kebersamaan dalam konsep kenegaraan ada- lah gotong royong, unsur itu ada dalam pemainan rakyat. Perubahan apa yang ka- lian harapkan setelah orang menonton lm ini? Menjadi inspirasi bagi pe- merintahan khususnya bidang pendidikan untuk mengangkat kembali kearifan lokal yang ada di indonesia melalui permainan dan mainan rakyat. Semoga muncul komunitas-komunitas baru yang melestarikan per- mainan dan mainan rakyat sehingga bisa jadi bahan belajar bagi sekolah di Indonesia. Apa kalian puas dengan hasil akhir lm ini? Secara umum kami cukup puas dengan durasi lm yang pendek, sebenarnya kami masih mempunyai bahan buat dimasukkan, untuk memper- kaya. Tapi kepuasan akan tercapai bila tidak menjadi visual saja. Harus ada tindak lanjut dari pihak terkait untuk menjadikan permainan dan mainan rakyat sebagai bahan ajar berbasis kebudayaan lokal di sekolah di seluruh Indonesia bahkan dunia. Kendala selama proses produksi? Alam sekarang sedang marah karena hutan digunduli. Proses produksi terhalang cuaca yang terus hujan, dan tidak dapat diprediksi seperti dulu. Cua- canya nggak menentu. Film dokumenter identik dengan tontonan membo- sankan, menurut kalian? Tidak juga, tinggal bagaima- na pengemasannya dibuat lebih menarik saja. Televisi kita tidak sering menampilkan lm doku- menter, jadi masyarakat tidak terdidik, orang terbiasa me- ngonsumsi tontonan instan. Trik apa yang dilakukan agar lm ini enggak membo- sankan? Kembali pada kebudayaan kita, yaitu menampilkan kearif- an lokal. Kemudian dengan se- rius menggarapnya, berdiskusi, tukar pengalaman, dan sering berapresiasi. Menurut kalian, apa yang membuat film ini jadi yang terbaik? Alur cerita yang menarik karena mengangkat kearifan lokal. Pendapat kalian tentang per- lman Indonesia sekarang? Yoyo: Takut salah, malu. Esa : Perfilman di Indone- sia kini sudah berkembang dan maju pesat, tetapi ba- nyak kelemahan di wilayah penggarapannya yang instan, kurang riset lebih dalam se- hingga ceritanya agak kacau. Mau mengubahnya? Yoyo : Mengubah sesuatu butuh kerja sama yang baik, jelas mau untuk kebaikan. Esa : Kami berusaha dengan apa yang kami bisa dengan turut ikut berkarya melalui lm dokumenter. Pesan untuk teman-teman yang sekarang juga lagi bela- jar dokumenter? Mari bersama-sama belajar. Kita juga masih belajar. Carilah kegelisahan untuk tetap men- jaga semangat untuk memecah- kan kegelisahan itu. Project ke depan? Membuat lm dokumenter baru dan menyelesaikan ku- liah. Sehari-hari sibuk apa? Yoyo: Saya sibuk mencari sponsor untuk lm baru. Bela- jar menulis, recording lagu yang mengangkat musik etnik. Saya masih kuliah dan akan segera menyelesaikan skripsi, Amin. Esa: Menyelesaikan kuliah, juga mengurus komunitas Kota Cinema yang baru mulai, ikut meramaikan perfilman inde- penden di indonesia. (*/M-2) Merekam Hong di Kampung Bolang SYUTING: Lokasi syuting Hong, Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Subang, Jawa Barat. Yoyo Sutarya Esa Hari Akbar FOTO-FOTO: DOK EAGLE AWARDS

Transcript of MINGGU, 31 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Merekam … fileFilm Terbaik Eagle Awards 2010 - Hong...

TEMPAT, TANGGAL LAHIRBandung, 19 Januari 1987

PENDIDIKAN STSI Bandung 2006

PENCAPAIAN Film Terbaik Eagle Awards2010 - Hong

TEMPAT, TANGGAL LAHIRBandung, 30 Desember

PENDIDIKAN STSI Bandung 2007

PENCAPAIAN Film Terbaik Eagle Award 2010 - Hong

| 19MINGGU, 31 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Yoyo Sutarya

Esa Hari Akbar

KO M P E T I S I f i l m dokumenter Eagle Awards sudah se-lesai. Nama-nama

pemenang telah diumumkan, fi lm Hong, karya Yoyo Sutarya dan Esa Hari Akbar, keduanya mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung, menjadi fi lm terbaik.

Nominasi lainnya, fi lm Bea-siswa ala Bajo oleh Tomy dan Rosniawanti dari Kendari Su-lawesi Tenggara, sedangkan favorit pemirsa, Habibie dari Selokan Mataram.

Yoyo dan Esa, dua lelaki ini, mengangkat sesuatu yang terlupakan, permainan rakyat yang nyaris ditelan zaman.

Komunitas Hong yang jadi tokoh utama, berdiri sejak 2003. Namun, ternyata sejak tujuh tahun sebelumnya, para peng-giatnya telah mulai melakukan penelitian tentang berbagai mainan tradisional, khususnya di Jawa Barat.

Dalam kesehariannya, Hong punya kegiatan rutin, bermain bersama. Sehabis anak-anak pulang sekolah, mereka ber-main di ladang juga sungai. Jenis permainannya berbeda, tergantung musim. Kegiatan besarnya, workshop kolecer, tem-pat berlatih membuat mainan rakyat yang mirip baling-ba-ling, di Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Subang, Jawa Barat.

Dua laki-laki penggila fi lm ini jatuh cinta dengan doku-menter. Di satu sisi mereka juga bermimpi bisa memberikan se-suatu pada negerinya. Mereka berharap bisa berkontribusi buat negerinya.

Mari ikuti jejak mereka!

Bagaimana ceritanya bisa ikutan Eagle Awards?

Yoyo: Awalnya saya tertarik

UNIT Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pandawa di Univer-sitas Sultan Agung Tirtayasa, Banten, punya jargon ‘men-jaga dan melestarikan seni tradisional’. UKM ini berdiri sejak Juli 2005, dengan em-pat fokus aktivitas, silat dan debus, tari, musik, dan seni rupa.

Mereka mengaku rajin latihan. Hasilnya, panggilan mengisi acara datang silih berganti. Pada 2009, mereka berhasil menyabet juara 1 Festival Kesenian Daerah Mahasiswa Antarpenggu-ruan Tinggi Se-Jawa Barat, di Bandung, membawakan seni rampak beduk.

Salah satu keunikan Pan-dawa terletak pada sistem organisasinya. Mereka men-gadopsi struktur masyarakat Badui, yang disebut kapuu-nan. Sang ketua UKM disebut puun.

“Walaupun terdiri dari empat bidang. Setiap anggota diusahakan bisa semuanya. Karena kita berbentuk UKM, jadi enggak ada pemisahan. Kalau memungkinkan, harus bisa semua,” ujar Samsul Rizal, sang mantan puun.

Latihan silat dan debus di-lakukan tiga kali seminggu, ditambah dengan pengajian setiap Rabu malam. Enggak usah khawatir, menurut Sam-sul, debus yang diajarkan sesuai dengan syariat Islam. Alat-alat yang digunakan biasanya paku banten yang jadi ciri khas debus, ada juga kampak, golok, juga silet yang biasanya dicoba ketajamannya ke tubuh atau dimakan.

Silat dan debus enggak hanya diabdikan buat per-tunjukan tapi juga untuk menjaga diri sekaligus meles-tarikan kultur lokal. (*/M-2)

SEPANJANG Sabtu-Minggu lalu, Sekolah High/Scope In-donesia dipenuhi para pelajar SMP dari berbagai sekolah. Mereka adalah peserta Movie Workshop High/Scope Film Festival (HiFFest).

Narasumber yang diun-dang ialah penulis skenario Cassandra Massardi, pemer-hati film Ekky Imanjaya, sutradara Ray Nayoan, dan guru teater Nosa Normanda.

Mereka memberikan tips-tips juga suntikan motivasi buat para peserta yang seusai workshop mesti mengaplikasi-kannya dengan membuat fi lm-fi lm pendek.

“Acara ini merupakan ajang yang kita gunakan untuk menunjukkan karya kita, ternyata perkenalan dengan dunia produksi fi lm bisa dimulai dari muda,” kata Irfan Ahmad, 14, Ketua Panitia HiFFest yang juga siswa SMP High/Scope.

“Bertemakan fear atau rasa takut, peserta diajarkan mengatasi takut dalam be-raktivitas, terutama dalam pembuatan fi lm,” kata Ekky yang juga guru fi lm di SMA High/Scope.

Joshua, peserta workshop dari SMP Ipeka Sunter, me-ngaku mendapat banyak bo-coran soal proses pembuatan fi lm pendek. “Itu akan sangat membantu saya membuat fi lm nanti,” kata Joshua.

Puncak acara HiFFest ber-langsung pada 27 November mendatang. Seusai work-shop, para peserta diberi waktu sebulan membuat fi lm pendek yang akan dikom-petisikan.

“Ini bisa jadi pembelajaran bagi para peserta dan pani-tia untuk yakin pada bakat dan kreativitas,” ungkap Antarina SF Amir, Manag-ing Director Sekolah High/Scope Indonesia. (*/M-2)

Silat dan Debus di UKM Pandawa

DOK FAUZAN

EVENT

EKSIS

Movie Workshop HiFFest

DOK PANDAWA

ketika melihat fi lm-fi lm doku-menter saat kuliah di jurusan karawitan. Beberapa mata ku-liahnya terfokus pada kajian budaya. Kebetulan banyak me-nampilkan film dokumenter sebagai bahan apresiasi.

Salah satunya karya Ray Bactiar. Beliau mengangkat tema-tema budaya kearifan lokal. Ternyata pengemasan yang dilontarkan karya beliau menarik dilihat dan dikaji, juga mampu memberi pesan tersendiri. Menjadi semacam buku yang di fi lmkan. Mulai dari situ keinginannya.

Esa : Kalau saya pada dasarnya menyukai fi lm, baik fiksi maupun dokumenter. Sebenarnya saya tahun lalu pun ikut Eagle Award, tetapi tidak lolos sama sekali. Ketika 2010, saya mempersiapkannya de ngan lebih matang bersama Yoyo dan ternyata bisa me-nang.

Apa itu komunitas Hong?Hong mengambil kata dari

salah satu permainan di Jawa barat yang bernama hong-hong-an atau petak umpet. Komunitas Hong bergerak mengkaji dan meneliti permainan juga ber-bagai permainan rakyat di Jawa

Barat. Sekarang akan menjadi pusat permainan dan permain-an rakyat di Indonesia.

Kenapa tertarik mengangkat komunitas ini?

Sesuai tema yang diajukan Eagle Award, Cerdas Indone-siaku. Kita berdua menafsirkan cerdas dari kacamata kebu-dayaan lokal, yaitu komunitas ini, yang mengangkat kearifan lokal.

Pesan yang ingin disam-paikan?

Permainan rakyat itu tidak ketinggalan zaman, dapat men-genalkan ranah kebudayaan sejak usia anak-anak. Juga berguna untuk memopuler-kan kearifan lokal, khususnya permainan dan mainan rakyat. Cerdas itu kita tafsirkan tidak dengan pintar menghitung, tetapi bagaimana anak-anak membaca alam. Kebersamaan dalam konsep kenegaraan ada-lah gotong royong, unsur itu ada dalam pemainan rakyat.

Perubahan apa yang ka-lian harapkan setelah orang menonton fi lm ini?

Menjadi inspirasi bagi pe-merintahan khususnya bidang pendidikan untuk mengangkat kembali kearifan lokal yang ada di indonesia melalui permainan dan mainan rakyat. Semoga muncul komunitas-komunitas baru yang melestarikan per-mainan dan mainan rakyat sehingga bisa jadi bahan belajar bagi sekolah di Indonesia.

Apa kalian puas dengan hasil akhir fi lm ini?

Secara umum kami cu kup puas dengan durasi fi lm yang pendek, sebenarnya kami masih mempunyai bahan buat dimasukkan, untuk memper-kaya.

Tapi kepuasan akan tercapai bila tidak menjadi visual saja. Harus ada tindak lanjut dari pihak terkait untuk menjadikan permainan dan mainan rakyat sebagai bahan ajar berbasis kebudayaan lokal di sekolah di seluruh Indonesia bahkan dunia.

Kendala selama proses produksi?

Alam sekarang sedang marah karena hutan digunduli. Proses produksi terhalang cuaca yang terus hujan, dan tidak dapat diprediksi seperti dulu. Cua-canya nggak menentu.

Film dokumenter identik dengan tontonan membo-sankan, menurut kalian?

Tidak juga, tinggal bagaima-na pengemasannya dibuat lebih menarik saja. Televisi kita tidak sering menampilkan fi lm doku-menter, jadi masyarakat tidak terdidik, orang terbiasa me-ngonsumsi tontonan instan.

Trik apa yang dilakukan agar fi lm ini enggak membo-sankan?

Kembali pada kebudayaan kita, yaitu menampilkan kearif-an lokal. Kemudian dengan se-

rius menggarapnya, berdiskusi, tukar pengalaman, dan sering berapresiasi.

Menurut kalian, apa yang membuat film ini jadi yang terbaik?

Alur cerita yang menarik karena mengangkat kearifan lokal.

Pendapat kalian tentang per-fi lman Indonesia sekarang?

Yoyo: Takut salah, malu.Esa : Perfilman di Indone-

sia kini sudah berkembang dan maju pesat, tetapi ba-nyak kelemahan di wilayah peng garapannya yang instan, kurang riset lebih dalam se-hingga ceritanya agak kacau.

Mau mengubahnya?Yoyo : Mengubah sesuatu

butuh kerja sama yang baik, jelas mau untuk kebaikan.

Esa : Kami berusaha dengan apa yang kami bisa dengan turut ikut berkarya melalui fi lm dokumenter.

Pesan untuk teman-teman yang sekarang juga lagi bela-jar dokumenter?

Mari bersama-sama belajar. Kita juga masih belajar. Carilah kegelisahan untuk tetap men-jaga semangat untuk memecah-kan kegelisahan itu.

Project ke depan?Membuat fi lm dokumenter

baru dan menyelesaikan ku-liah.

Sehari-hari sibuk apa?Yoyo: Saya sibuk mencari

sponsor untuk fi lm baru. Bela-jar menulis, recording lagu yang mengangkat musik etnik. Saya masih kuliah dan akan segera menyelesaikan skripsi, Amin.

Esa: Menyelesaikan kuliah, juga mengurus komunitas Kota Cinema yang baru mulai, ikut meramaikan perfilman inde-penden di indonesia. (*/M-2)

Merekam Hong di Kampung Bolang

SYUTING: Lokasi syuting Hong, Kampung Bolang, Desa Cibuluh, Subang, Jawa Barat.

Yoyo Sutarya Esa Hari Akbar

FOTO-FOTO: DOK EAGLE AWARDS